Urut Sewu Aktor dan Dinamika Konflik yan

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM

LEMBAR COVER TUGAS 2013
Nama
NoMahasiswa
No. Mahasiswa

Alan Griha Yunanto

Nama Matakuliah

Manajemen Konflik

Dosen

Haryanto, Arie Ruhyanto

Judul Tugas

Urut Sewu: Aktor dan Dinamika Konflik yang Terus Berkembang

2634

Jumlah Kata

11/317917/SP/24800

CHECKLIST
Saya telah:
Mengikuti gaya referensi tertentu secara konsisten................................................................... 
Memberikan soft copy tugas..................................................................................................... 

Deklarasi
Pertama, saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa:
 Karya ini merupakan hasil karya saya pribadi.
 Karya ini sebagian besar mengekspresikan ide dan pemikiran saya yang disusun
menggunakan kata dan gaya bahasa saya sendiri.
 Apabila terdapat karya atau pemikiran orang lain atau sekelompok orang, karya, ide
dan pemikiran tersebut dikutip dengan benar, mencantumkan sumbernya serta disusun
sesuai dengan kaidah yang berlaku.
 Tidak ada bagian dari tugas ini yang pernah dikirimkan untuk dinilai, dipublikasikan

dan/atau digunakan untuk memenuhi tugas mata kuliah lain sebelumnya.
Kedua, saya menyatakan bahwa apabila satu atau lebih ketentuan di atas tidak ditepati, saya
sadar akan menerima sanksi minimal berupa kehilangan hak untuk menerima nilai untuk
mata kuliah ini.

_____________________________
Tanda Tangan

__________________________________
Tanggal

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM
Dalam tulisan ini penulis akan membahas konflik sengketa tanah yang melibatkan
aparat keamanan negara (dalam hal ini TNI Angkatan Darat) dan petani Urut Sewu Desa
Setrojenar, Kebumen. Konflik semacam ini sudah sering terjadi di Indonesia, kita belum lupa
dengan peristiwa yang sama di Alas Tlogo, Pasuruan pada tahun 2007, bentrok masyarakat
setempat dengan TNI Angkatan Laut, atau kasus Rumpin, Bogor yang melibatkan adu fisik
rakyat dan prajurit TNI Angkatan Udara. Masalah utamanya adalah saling klaim atas
kepemilikan tanah. Argumentasi klasik yang klise bahwa TNI menuduh masyarakat menjarah

dan menduduki tanah yang dikuasai sejak zaman kemerdekaan. Sementara masyarakat
menuduh balik, TNI yang merampas lahan garapannya. Melalui tulisan ini penulis juga ingin
memaparkan dinamika yang terjadi dari awal konflik hingga sekarang dan resolusi-resolusi
apa sajakah yang pernah ditempuh dalam meredam konflik tersebut.
Dalam mengkerangkai penyebab konflik Urut Sewu ini penulis menggunakan teori
transformasi konflik Simon Fisher dalam bukunya Working With Conflict: Skills & Strategies
for

Action

(2000),

berasumsi

bahwa

konflik

disebabkan


oleh

masalah-masalah

ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah-masalah sosial, budaya, dan
ekonomi. Konflik yang terjadi di Urut Sewu ini jika dikaitkan dengan teori diatas memang
dari kemunculannya sendiri, petani Urut Sewu merasa tidak memperoleh keadilan atas tanah
yang selama ini dipakai untuk latihan perang (tanah hankam). Mereka meyakini bahwa petani
Urut Sewu memiliki bukti letter-C dan surat kelengkapan pajak. Kemudian tiba-tiba saja pada
tahun 2007, muncul pematokan atas tanah oleh TNI-AD. Dalam melakukan tindakannya ini,
TNI-AD menggunakan landasan studi tata ruang yang dilakukan oleh CV. Wisanggeni
Magelang, yang mencantumkan luasan tanah pusat latihan tempur TNI didaerah Brecong
yang tadinya 500 meter dari pantai menjadi 1000 meter.
Ketidakadilan memang dialami oleh salah satu pihak utama yang berkonflik yakni
petani Urut Sewu yang menggantungkan diri pada lahan yang ditanami sayuran dan buahbuahan. Selama ini, kawasan Urut Sewu seluas 1.500 hektar yang membentang dari Sungai
Wawar hingga Luk Ulo sepanjang 22,5 kilometer masih menjadi sengketa. Sejumlah warga
mengehndaki kawasan yang sejak zaman Belanda menjadi tempat latihan perang tersebut
menjadi areal pertanian dan wisata. Adapun pemerintah dan TNI bersikeras memasukkan
kawasan tersebut ke wilayah pertahanan dan keamanan (Kompas, 3 Maret 2012). Terlihat


JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM
bahwa sebenarnya konflik ini timpang, karena petani Urut Sewu yang tidak mempunyai
power, disandingkan dengan TNI mempunyai power sebagai alat negara.
Aktor-Aktor dalam Konflik Urut Sewu
Dalam pemetaan aktor ini penulis ingin memperlihatkan bahwa setidaknya ada dua
fase penting dimana pada transformasi tersebut justru muncul babak baru yang kemudian
memunculkan aktor baru yang berkonflik. Pada fase awal konflik setidaknya aktor utama
yang berkonflik yakni Masyarakat (petani Urut Sewu) dengan bantuan dari LSM (Elsam,
LBH Semarang, YAPHI, dan lain-lain) dan TNI-AD yang kemudian beraliansi dengan
pemerintah baik pusat maupun daerah. Dalam hal ini TNI melalui Komandan Kodim 07/09
Kebumen, Letkol Inf. Dany Racka Andalasawan mengatakan, kawasan Urut Sewu
merupakan aset negara yang digunakan TNI untuk meningkatkan profesionalisme. Bukti
tanah itu tanah negara salah satunya dibuktikan dengan terbitnya Peraturan Daerah
Kabupaten Kebumen Nomor 23 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Kebumen Tahun 2011-2031.1

Gambar 1. Pemetaan Aktor Konflik Urut Sewu Pada Awal Konflik

1

diakses pada tanggal 26 Desember 2013.

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM
Pada penahapan awal munculnya konflik yang ada di Urut Sewu ini seperti model
pemetaan aktor diatas. Masing-masing pihak utama yang berkonflik menggunakan dalil
masing-masing untuk bersikeras mempertahankan tanah yang dipersengketakan. Pemerintah
pusat disini menunjukkan garis pengaruh kepada pemerintahan daerah dan juga TNI-AD.
Dalam hal ini kepentingan dari pusat sendiri tetap ingin menggunakan tanah untuk
kepentingan pertanahan dan keamanan. Juga pada akhir-akhir ini juga mencuat kepentingan
lain yang ditunjukkan oleh pemerintah pusat, dalam hal untuk membangun Jalan Jalur Lintas
Selatan (JJLS).
Dari analisis aktor tersebut dalam perkembangannya mengalami babak baru dalam
konflik ketika tahun 2012 pemerintah daerah memberikan izin penambangan pasir besi oleh
PT Mitra Niagatama Cemerlang (MNC) di Urut Sewu. Keputusan itu disetujui dan
dituangkan dalam surat Pemkab Kebumen Nomor 660. 1/28/2010. 2 Paling tidak sebanyak
lima desa terancam kehilangan tanah pertaniannya. Tanah-tanah yang terancam hilang ini
berada di Kecamatan Mirit (Tlogopragoto, Tlogodepok, Winomartan, Mirit, dan Mirit
Petikusan). Semenjak adanya surat izin ini suasana di Urut Sewu kembali memanas.
Aktor-aktor yang berkonflik semakin bertambah dikarenakan pada akhir-akhir

November 2013, pihak TNI-AD di Urut Sewu melakukan pemagaran sepihak. Konflik di
Urut Sewu kembali memanas beberapa warga yang tergabung dalam Urut Sewu Bersatu
melancarkan aksi protes. Dalih dari pihak TNI yang melakukan pemagaran, lahan tersebut
sudah sesuai dengan peraturan daerah tata ruang Kebumen, yakni batas territorial yang
selama ini dipakai untuk latihan TNI, berasal dari tanah atau lahan yang ditarik 500 meter
dari bibir pantai ke utara. Pemagaran dimulai dari Tlogodepok kearah barat sepanjang enam
ribu meter.3
TNI-AD
LSM

Petani Urut Sewu –
pro pemagaran

TNI-AD

2 diakses pada tanggal 26 Desember
PEM. PUSAT

2013.


Petani Urut Sewu – kontra Pemagaran

p

PEMKAB KEBUMEN

PEM. PUSAT
3 diakses
pada tanggal 26 Desember
2013.
PEMKAB KEBUMEN
PETANI
URUT SEWU

ISU

LSM

PT.
MNC


JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM

Gambar 2. Pemetaan Aktor Konflik Urut Sewu (Pasca Pemagaran Tanah)
Aktor-aktor baru justru muncul setelah adanya tindakan-tindakan baik dari
Pemerintah Kabupaten Kebumen yang memberikan izin penambangan pada PT. MNC dan
juga dari pihak TNI-AD melakukan pemagaran sepihak. Warga yang merasa dirugikan
dengan adanya pagar ini melakukan aksi pada 7 November 2013. Ketegangan pada tahun
2011 kembali memuncak, setidaknya nampak dari tuntutan warga yang dituangkan dalam
potongan bahan plastik bekas karung beras disepanjang jalan desa. Pesan yang ditulis
diantaranya berbunyi: “Ojo Dipageri Tanduri Cikar Bae”, “Tanah Belum Jelas Stop Pagar”.4
Muncul juga masyarakat (petani Urut Sewu) yang pro dan kontra terhadap pemagaran
yang dilakukan oleh TNI-AD. Dalam babak baru ini perpecahan dalam tubuh masyarakat
sendiri justru semakin menambah parah konflik yang sebelumnya sudah mulai meredam.
Dengan adanya pemagaran ini kondisi masyarakat tidak bisa tenang hidup di desanya sendiri.
“Beberapa waktu lalu saja ada konvoi yang dilakukan preman, massa tandingan warga. Kalau
sudah seperti ini, kami sudah tidak bisa hidup tenang karena perpecahan ini” (Penuturan
Slamet Riyadi Ketua Tlogo Wira Putra)5
4

diakses pada tanggal 26 Desember 2013.
5 diakses pada tanggal 26 Desember 2013.

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM
Dinamika Konflik Urut Sewu
“Penyebab konflik sosial sangat kompleks dan dinamis seiring pergeseran medan
konflik” (Salim Segaf Al Jufri, 2013)6
Setidaknya apa yang dikatakan oleh Menteri Sosial RI tersebut dapat kita cerminkan
dengan konflik yang sedang terjadi di Urut Sewu Kebumen ini. Pada bagian ini penulis akan
mempertegas kembali kronologi kemunculan konflik hingga perkembangannya sampai
dengan saat ini. Menggunakan analisa pohon konflik setidaknya akan lebih memperjelas
pembahasan pada bagian ini.

Melalui pohon konflik ini penulis mengajak untuk mengidentifikasi isu-isu yang
masing-masing dipandang penting dan selanjutnya seperti yang tergambar dalam pohon
konflik diatas, dipisahkan kedalam tiga kategori berikut: (1) masalah inti, (2) penyebab
terjadinya konflik, (3) efek adanya konflik. Dari sudut pandang masalah inti konflik yang
terjadi di Urut Sewu ini permasalahan utamanya adalah perebutan lahan di sekitar Pantai
6< http://rri.co.id/index.php/berita/67939/Mensos-Penyebab-Konflik-Sosial-Sangat-Kompleks-danDinamis#.Urvngft8y04> diakses pada tanggal 26 Desember 2013.


JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM
Selatan Kebumen, Desa Setrojenar. Konflik ini muncul pertama kali pada tahun 2007, terjadi
pematokan tanah berpasir di sekitar Urut Sewu oleh TNI. Konflik terus menerus mengalami
ekskalasi dan kemudian memuncak pada 16 April 2011. Terjadi perusakan oleh warga
Setrojenar terhadap fasilitas-fasilitas TNI-AD, kemudian TNI-AD sudah bersiap siaga
menghadang warga. Akhirnya terjadi penyerangan secara membabi buta oleh prajurit TNI
kepada masyarakat setempat dan sempat dilakukan sweeping beberapa hari kemudian hingga
menimbulkan ketakutan oleh warga. Suasana desa pada saat itu sangat mencekam dan penuh
dengan ketakutan.
Konflik tersebut kemudian meredam kembali, walaupun masyarakat sebagai korban
penganiayaan terus melakukan advokasi dibantu dengan LSM (Tim Advokasi Petani Urut
Sewu Kebumen). Karena dilakukan pembiaran terhadap konflik setelah dua tahun pasca
kejadian April 2011, konflik tersebut kembali muncul dengan isu-isu yang bertambah rumit
dan aktor-aktor yang bertambah. Namun masalah intinya tetap sama yakni perebutan lahan
sengketa antara masyarakat (petani Urut Sewu) dengan TNI-AD dan pemerintah.
Kemudian kembali kepohon konflik Urut Sewu, dalam sudut pandang penyebab
konflik yang terjadi, menurut analisa penulis diantaranya karena penetapan lahan hankam
berjarak 1000 meter dari bibir pantai, status tanah yang tidak jelas kepemilikannya baik
dikubu masyarakat dan TNI-AD, dan perusakan fasilitas TNI oleh masyarakat. Itu beberapa
penyebab konflik yang memuncak pada 16 April 2011. Sedangkan sisanya yakni adanya izin
bagi penambangan pasir oleh PT MNC dari Pemkab Kebumen dan rencana pelebaran JLS
yang akan membutuhkan lahan yang menjadi sengketa juga penulis rasa menjadi penyebab
hadirnya puncak konflik kedua. Namun pada puncak konflik kedua ini yang perlu dicermati
adalah pemagaran sepihak oleh TNI-AD, ini yang menjadi penyebab lain memanasnya lagi
pasca konfli April 2011 silam, terjadi sekitar bulan November 2013. Bahkan dari kubu
masyarakat sendiri justru malah terpecah menjadi yang pro-pemagaran dan kontra
pemagaran. Alasan yang kontra-pemagaran karena lahan pertanian yang mereka punya
termasuk dalam wilayah yang diakui oleh TNI-AD. Sedangkan yang pro-pemagaran
disamping ini bisa jadi terdapat lobi-lobi tersembunyi dibalik konflik Urut Sewu ini dibarengi
dengan mereka ingin segera konflik ini diakhiri. Karena sangat kelihatan masyarakat yang

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM
pro dan kontra, kadus mana yang pro dan kadus mana yang kontra. Itu argumen paling logis
dalam puncak konflik kedua November 2013 lalu.
Untuk efeknya sendiri dalam konflik Urut Sewu ini, kerugian terbesar diderita oleh
masyarakat karena mereka bertindak hanya dengan dibantu LSM untuk melawan suatu
entitas dengan kekuatan bersenjata dan didekengi oleh kekuatan politik yang sangat besar,
baik dari pemerintah kabupaten maupun pusat. Berikut ini merupakan efek dari puncak
konflik yang terjadi pada 16 April 2011, diantaranya adalah penembakan oleh TNI-AD dan
ketakutan masyarakat.
Berikut daftar warga yang menjadi korban dari serangan TNI-AD (16 April 2011)7:

NO NAMA

ASAL

MULAI
DIRAWAT

LUKA YANG
DIDERITA

KRONOLOGIS

1.

Samsudin (27
th)

Setrojenar 16 April 2011 Luka memar pada Berada di lokasi
bagian punggung bentrokan dan turut
kanan, luka robek dalam aksi warga petani
kepala kanan atas
karena dipopor
senjata

2.

Kusriyanto (29 Setrojenar 16 April 2011 Bagian pantat
th)
sebelah kanan
terkena peluru

3.

Mustofa (65 th) Setrojenar 16 April 2011 Luka memar dan Dari sawah, membawa
mata kiri bengkak sabit. Langsung diserang
karena kepala dan tentara
wajah diinjakinjak tentara, dan
juga dipopor
senjata

Tidak ikut dalam aksi
warga, kebetulan sedang
melintas di jalan

7 Semua korban dirawat di RSUD Kebumen, semuanya laki-laki, dan banyak korban justru tidak terlibat dalam
aksi perusakan fasilitas TNI-AD

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM

4.

Surip Supangat Kades
16 April 2011 Ditembak pada Sedang di sawah,
(38 th)
Setrojenar
bagian tangan dan menanam padi, tidak
pantat
ikut aksi warga. Motor
juga dirusak oleh
tentara.

5.

Sarwadi (29 th) setrojenar

16 April 2011 Ditembak pada
paha kanan atas

-

6.

Aris Panji

16 April 2011 Pelipis kanan
robek, mulut
robek.

Mendukumentasikan
aksi warga, sempat
selamat dan lari di
kebun pepaya. Tetapi
kembali karena
merekam mustofa yang
jatuh dan diinjak-injak
mukanya oleh banyak
tentara.

Divisi
Litbang
FPPKS

kamera,handphone,
flashdisk (4 buah)
dirampas tentara dan
sampai sekarang belum
kembali

7.

Mulyanto (21
th)

Setrojenar 16 April 2011 Ditembak di
bagian punggung

8.

Ilyas (35 th)

Setrojenar 16 April 2011 Ditembak di
punggung kiri

9.

Kasantri (19 th) Setrojenar 16 April 2011 Patah tulang kaki
kiri, dipukuli
tentara dengan
popor dan
pentungan

Terjadi sekitark jam
15.00 WIB, pulang dari
sawah. Tidak ikut aksi

Pulang dari menyiram
semangka, sekitar jam
14.30 WIB. Tidak ikut
aksi warga. Tidak ingat
bagaiamana kaki bisa
patah, sebab setelah
dipukul dan dipopor

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM

senjata dirinya pingsan.
Ada warga lain yang
sampaikan, kaki patah
karena diinjak tentara
ketika Kasantri pingsan.

10. Martijo (32 th) Setrojenar 16 April 2011 Ditembak di
tangan kanan

Pulang dari sawah

11. Bajuri (37 th)

Setrojenar 17 April 2011 Paha kanan
terkena pantulan
peluru, kepala
bagian belakang
sakit karena
dipopor senjata

Pulang dari cari rumput,
bawa arit, ditembak
tetapi kena arit dan
memantul ke paha kanan

12. Ahyadi

Setrojenar 17 April 2011 -

-

13. Samirin

Setrojenar 17 April 2011

-

14. Sarmo

Setrojenar 17 April 2011

-

(Sumber: Dokumen Tim Advokasi Petani Urut Sewu Kebumen (TAPUK), 19 April 2011)

Itulah efek dari konflik Urut Sewu dalam bentuk dokumen, secara nyata efek yang
paling dan masih selalu diingat oleh warga adalah rasa ketakutan yang mendalam hidup di
desa sendiri. Baik dalam puncak konflik pertama dan kedua hal tersebut yang menjadi efek
utama dari adanya konflik di Urut Sewu Desa Setrojenar ini.
Jadi jika digambarkan dalam bentuk ekskalasi konflik untuk memperjelas bagaimana
konflik ini berdinamika kurang lebihnya seperti pada gambar dibawah ini.

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM

Gambar 4. Dinamika dan Tahapan Konflik Urut Sewu Kebumen
Resolusi Konflik Urut Sewu: Jalan Terjal Menuju Perdamaian
Dalam bagian ini penulis ingin menunjukkan fakta yang sebenarnya jarang diungkap
namun jika dilogika secara akal sehat maka sebenarnya konflik Urut Sewu Kebumen ini sarat
akan politik dibelakangnya. Hal ini diperjelas oleh Jaleswari Pramodhawardani Peneliti LIPI
dan The Indonesian Institute, dalam artikelnya yang berjudul Bahaya Laten Sengketa Tanah
TNI April 20118, menegaskan bahwa peristiwa konflik sengketa tanah yang melibatkan TNI
kerap ditengarai sebagai bagian dari bisnis TNI. Dalam kasus kebumen ini, misalnya, ditanah
yang dikuasai TNI ternyata akan didirikan pertambangan besi yang dikhawatirkan akan
mengeruk, mengeksploitasi, dan merusak lingkungan sekitar.
Jika dinalar secara logika tanah yang dipersengketakan tersebut memang sudah sejak
lama menjadi lahan garapan bagi masyarakat Urut Sewu, dan untuk latihan perang. Namun
TNI tiba-tiba memberikan patok-patok untuk membatasi daerah pertahanan dan keamanan
(hankam). Beberapa tahun kemudian konflik memanas disertai dengan adanya isu-isu baru
yang berkembang pasca konflik 2011, terkait pembangunan JJLS dan daerah penambangan
pasir besi oleh PT MNC yang disetujui izinnya oleh Pemkab Kebumen. Hal ini menimbulkan
kecurigaan mendalam bagi penulis sendiri ataupun mungkin masyarakat sekitar, apakah benar
peruntukan tanah untuk hankam untuk menunjang tugas pokok dan fungsi TNI.
8diakses pada
tanggal 26 Desember 2013.

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM
Dipertegas oleh Wahyudi Djafar, Peneliti Hukum dan Hak Asasi Manusia, Lembaga
Studi Advokasi Masyarakat (ELSAM)9, TNI secara sembunyi-sembunyi mencoba mengambil
untung dalam proyek pembangunan JJLS ini. Panglima Kodam IV, mengajukan permohonan
ganti rugi tanah TNI yang terkena proyek jalan. Pihak TNI mengklaim bahwa tanah yang
sepatutnya mendapat ganti rugi seluas 317,48 hektar. Mungkin saja termasuk tanah sengketa
yang sudah dilakukan pemagaran secara sepihak.
Proses mencapai solusi bagi pemecahan masalah yang terjadi di Urut Sewu antara
masyarakat (petani Urut Sewu) dengan TNI-AD, dalam analisa penulis belum pernah
diterapkan. Banyak kasus terkesan dibiarkan mereda dengan sendirinya, padahal konflik ini
diakui sebagai potensi konflik rawan dan dapat memicu kekerasan berulang, baik pemerintah
pusat maupun daerah belum memberikan tanggapan serius terkait permasalahan sengketa ini.
Hal yang sekiranya pernah dilakukan oleh pemerintah, Raker dengan Komisi I di Gedung
DPR/MPR pada tanggal 26 April 2011. Pada tahun yang sama, Ganjar Pranowo (anggota
DPR) menawarkan proses mediasi antara masyarakat dan TNI, tetapi sampai sekarang masih
belum terlaksana. Justru konflik tersebut memuncak kembali November 2013 ini dengan
adanya pemagaran sepihak.
Dalam konflik Urut Sewu ini juga bisa menjadi sarana evaluasi bagi keduanya, bukan
untuk mencari siapa yang benar dan salah, apa salahnya jika TNI mencoba evaluasi internal
terkait pola hubungan dengan warga, dan proses interaksinya. Begitu juga dengan masyarakat
yang berkonflik untuk lebih terbuka dan tidak gampang tersulut isu-isu yang ada. Salah satu
jalan terbaik menurut penulis yakni melalui rekonsiliasi melalui arbitrer-arbitrer yang
independen, terlepas dari salah satu pihak yang berkonflik. Terlihat percuma ketika warga
berjuang mengadu kepemerintah, jika pemerintah sendiri punya kepentingan tersendiri
terhadap tanah yang dipersengketakan.
Kesimpulan
Kurang lebih begitulah gambaran-gambaran konflik yang terjadi di Urut Sewu, Desa
Setrojenar, Kebumen. Konflik ini menarik untuk dianalisa karena pemerintah yang
9 diakses pada tanggal 26 Desember
2013.

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM
diharapkan sebagai pihak yang dapat mengelola konflik yang terjadi antara masyarakat dan
TNI-AD supaya mengarah kedalam hal yang positif justru terlibat didalamnya dengan
berbagai macam kepentingan seperti penambangan pasir besi dan pembangunan JJLS.
Kondisi masyarakat Kebumen secara umum bersumbu pendek, namun sebagaimana sumbu
pendek, mereka juga mudah untuk dipadamkan asalkan dengan penanganan atau pendekatan
yang sesuai. Cara yang dilakukan oleh TNI-AD pada 16 April 2011 silam, merupakan jalan
terburuk dalam penyelesaian konflik sengketa lahan. Melihat dinamika konflik yang cukup
pelik di Urut Sewu ini, tawaran solusi dari penulis yang dapat diterapkan dengan
menggunakan cara arbitrasi. Dimana pihak ketiga merupakan pihak independen diluar kedua
entitas yang berkonflik dan juga pemerintah, kemudian dengan adanya hasil keputusan dari
arbitrator tersebut harus dipatuhi oleh kedua belah pihak. Namun pertama kali yang harus
dilakukan adalah mendudukkan bersama kedua entitas tersebut dalam satu wadah atau forum.

Referensi:
Fisher, Simon, Jawed Ludin, Steve Williams, Richard Smith, Sue Williams, Dekha Ibrahim
Abdi (2000), Working With Conflict: Skills & Strategies for Action. London: Zed Books
Ltd.
Dokumen Tim Advokasi Petani Urut Sewu Kebumen (TAPUK), 2011.
Jaleswari

Pramodhawardani,

2011,

Bahaya

Laten

Sengketa

Tanah

TNI

diakses pada tanggal 26 Desember 2013.
diakses pada tanggal 26 Desember 2013.

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM


diakses

pada

tanggal 26 Desember 2013.
diakses pada tanggal 26 Desember 2013.
diakses pada tanggal 26 Desember 2013
diakses pada tanggal 26
Desember 2013.

diakses pada tanggal 26 Desember 2013.