Tata Cara Pengiriman Naskah

DEWAN REDAKSI

e-JURNAL REKAYASA DAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PERAIRAN

Penasehat

Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung Pembantu Dekan I Fakultas Pertanian Universitas Lampung Pembantu Dekan II Fakultas Pertanian Universitas Lampung Pembantu Dekan III Fakultas Pertanian Universitas Lampung

Penanggung Jawab

Ir. Siti Hudaidah, M.Sc

Pimpinan Redaksi

Eko Efendi, ST, M.Sc

Penyunting Ahli Ketua

Yudha T Adiputra, S.Pi, M.Si

Anggota

Indra Gumay Yudha, S.Pi, M.Si, Ir. Suparmono, MTA, Muh. Mohaimin, S.Pi, M.Si, Wardiyanto, S.Pi, MP, Supono, S.Pi, M.Si, Qadar Hasani, S.Pi, M.Si, Tarsim, S.Pi, M.Si, Henni Wijayanti, S.Pi, M.Si,Berta Putri, S.Si, M.Si, Rara Diantari, S.Pi, M.Sc, Herman Yulianto, S.Pi,M.si, Limin Santoso, S.Pi, M.Si,

Agus Setyawan, S.Pi, MP

Penyunting Teknis

Mahrus Ali, S.Pi, MP

Keuangan dan Sirkulasi

Esti Harpeni, ST, MAppSc

Alamat Redakasi

Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung Jl. Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro No.1 Bandar Lampung 35145 Email : jrtbp@yahoo.com Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung Jl. Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro No.1 Bandar Lampung 35145 Email : jrtbp@yahoo.com

ISSN: 2302-3600

e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan

ISSN: 2302-3600

PANDUAN UNTUK PENULIS e-JURNAL REKAYASA DAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PERAIRAN JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

e-JRTBP menerima naskah dalam bentuk hasil penelitian (artikel ilmiah), catatan penelitian, dan pemikiran konseptual baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Naskah hasil penelitian maksimum 12 halaman (suntingan akhir) termasuk gambar dan tabel. Naskah yang disetujui untuk dimuat akan dibebani kontribusi biaya sebesar Rp 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) per empat halaman pertama, selebihnya ditambah Rp 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) per halaman.

Tata Cara Pengiriman Naskah

Naskah yang dikirim haruslah naskah asli dan harus jelas tujuan, bahan yang dipergunakan, maupun metode yang diterapkan dan belum pernah dipublikasikan atau dikirimkan untuk dipublikasikan di mana saja. Naskah diketik dengan program MS-Word dalam satu spasi dikirim dalam bentuk soft copy dengan format doc/docx dan pdf .

Naskah diketik dua spasi pada kertas ukuran A4, pias 2 cm dan tipe huruf Times New Roman berukuran 12 point, diketik 2 kolom kecuali untuk judul dan abstrak. Setiap halaman naskah diberi nomor halaman secara berurutan. Ilustrasi naskah (gambar atau tabel) dikelompokkan pada lembaran terpisah di bagian akhir naskah dan ditunjukkan dengan jelas posisi ilustrasi dalam badan utama naskah. Setiap naskah harus disertai alamat korespondensi lengkap. .Para peneliti, akademis maupun mahasiswa dapat mengirimkan naskah ke:

e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Jurusan Budidaya Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung Jl. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung Lampung 35144 E-mail: jrtbp@yahoo.com .

Catatan: Editor tidak berkewajiban mengembalikan naskah yang tidak dimuat.

Penyiapan Naskah

Judul naskah hendaknya tidak lebih dari 15 kata dan harus mencerminkan isi naskah. Nama penulis dicantumkan di bawah judul. Jabatan, nama, dan alamat instansi penulis ditulis sebagai catatan kaki di bawah halaman pertama.

e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan

ISSN: 2302-3600

Abstrak merupakan ringkasan penelitian dan tidak lebih dari 250 kata, disajikan dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Kata kunci maksimum 5 kata dan diletakkan pada bagian abstrak.

Pendahuluan secara ringkas menguraikan masalah-masalah, tujuan dan pentingnya penelitian. Jangan menggunakan subbab.

Bahan dan Metode harus secara jelas dan ringkas menguraikan penelitian dengan rincian secukupnya sehingga memungkinkan peneliti lain untuk mengulangi percobaan yang terkait.

Hasil disajikan secara jelas tanpa detail yang tidak perlu. Hasil tidak boleh disajikan sekaligus dalam tabel dan gambar.

Tabel disajikan dalam Bahasa Indonesia dan Inggris, dengan judul di bagian atas tabel dan keterangan. Data dalam tabel diketik menggunakan program MS-Excel.

Gambar, skema, diagram alir, dan potret diberi nomor urut dengan angka Arab. Judul dan keterangan gambar diletakkan di bawah gambar dan disajikan dalam Bahasa Indonesia dan Inggris.

Kesimpulan disajikan secara ringkas dengan mempertimbangkan judul naskah, maksud, tujuan, serta hasil penelitian.

Daftar Pustaka disusun berdasarkan abjad tanpa nomor urut dengan urutan sebagai berikut: nama pengarang (dengan cara penulisan yang baku). Acuan pustaka yang digunakan maksimal berasal dari acuan yang diterbitkan dalam 10 tahun terakhir. Daftar lengkap acuan pustaka disusun menurut abjad, diketik satu spasi, dengan tata cara penulisan seperti contoh-contoh berikut:

Jurnal Heinen, J.M., D’Abramo, L.R., Robinette, H.R., and Murphy, M.J. 1989. Polyculture of two sizes of freshwater prawns (Macrobrachium rosenbergii) with fingerling channel catfish (Getalurus punctatus). J. World Aquaculture Soc. 20(3): 72 –75.

Buku  Dunhan, R.A. 2004. Aquaculture and Fisheries Biotechnology:

Genetic Approaches. Massachusetts: R.A. Dunhan Press. 34 p.  Bose, A.N., Ghosh, S.N., Yang, C.T., and Mitra, A. 1991. Coastal Aquaculture Engineering. Oxford & IBH Pub. Co. Prt. Ltd., New Delhi. 365 p.

 Artikel dalam buku Collins, A. 1977. Process in Acquiring Knowledge. Di dalam: Anderson, R.C., Spiro, R.J., and Montaque, W.E. (eds.). Schooling and the Acquisition of Knowledge. Lawrence Erlbaum, Hillsdale, New Jersey. p. 339 –363.

e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan

ISSN: 2302-3600

Artikel dalam Prosiding Yovi EY, Takimoto Y, Matsubara C. 2007. Promoting Alternative Physical Load Measurement Method. Di dalam: Proceedings of Agriculture Ergonomics Development Conference; Kuala Lumpur, 26 –29 November 2007. p. 309 –314 .

Tesis/Disertasi Simpson, B.K. 1984. Isolation, Characterization and Some Application of Trypsin from Greenland Cod (Gadus morhua). PhD Thesis. Memorial

University of New Foundland, St. John’s, New Foundland, Canada. 179 p. Paten

Muchtadi TR, Penemu; Institut Pertanian Bogor. 9 Mar 1993. Suatu Proses untuk Mencegah Penurunan Beta Karoten pada Minyak Sawit. ID

0 002 569.  Ucapan terima kasih (jika diperlukan). Ditujukan kepada instansi dan

atau orang yang berjasa besar terhadap penelitian yang dilakukan dan tulis dalam 1 alinea serta maksimum 50 kata.

e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan

ISSN: 2302-3600

e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan

ISSN: 2302-3600

e- Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan

Volume IV No 1 Oktober 2015 ISSN: 2302-3600

D AFTAR I SI

Volume 4 Nomor 1 Oktober 2015

Reduksi Amonia Pada Sistem Resirkulasi Dengan Pengunaan Filter Yang Berbeda

Fitri Norjanna, Eko Efendi dan Qadar Hasani …………………………. 427 - 432 Efektivitas Penggunaan Beberapa Sumber Bakteri Dalam Sistem

Bioflok Terhadap Keragaan Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Bestania Putri, Wardiyanto dan Supono …………………………………… 433 - 438

Pengaruh Suhu Terhadap Perkembangan Telur Dan Larva Ikan Tambakan (Helostoma temminckii)

Indah Wahyuningtias, Rara Diantar dan Otong Zenal Arifin …………… 439 - 448 Pemanfatan Kulit Pisang Pada Budidaya Daphnia sp

Remon Firnandus ……………………..……………………………………… 449 - 452 Pertumbuhan Ikan Patin Siam (Pangasianodon hypopthalmus) yang

Dipelihara dengan Sistem Bioflok pada Feeding Rate yang Berbeda Anggun Savitri, Qadar Hasani dan Tarsim ………………………………. 453 - 460

Pengaruh Pemberian Pakan Alami Daphnia sp yang Diperkaya dengan Tepung Spirulina Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Larva Ikan Komet (Carassius auratus)

Maulidiyanti, Limin Santoso dan Siti Hudaida h……………………….…. 461 - 470 Pengaruh Perbedaan Jenis Tali Terhadap Tingkat Penempelan Benih

Kerang Hijau (Perna viridis) Sulvina, Nuning Mahmudah Noor, Henni Wijayanti dan Siti Hudaidah.. 471 - 478

© e-JRTBP Volume 4 No 1 Oktober 2015 © e-JRTBP Volume 4 No 1 Oktober 2015

Volume IV No 1 Oktober 2015 ISSN: 2302-3600

© e-JRTBP Volume 4 No 1 Oktober 2015 © e-JRTBP Volume 4 No 1 Oktober 2015

Volume IV No 1 Oktober 2015 ISSN: 2302-3600

REDUKSI AMONIA PADA SISTEM RESIRKULASI DENGAN PENGUNAAN FILTER YANG BERBEDA

Fitri Norjanna * , Eko Efendi †‡ , Qadar Hasani ‡

ABSTRAK

Amonia merupakan parameter kualitas air yang berperan penting pada budidaya ikan. Ikan mengeluarkan limbah dari sisa pakan dan metabolisme yang banyak mengandung amonia. Permasalahan yang biasa dihadapi adalah cepatnya akumulasi limbah dari residu pakan dan hasil metabolisme ikan. Amonia akan terakumulasi dalam sistem resirkulasi dan dapat mencapai konsentrasi yang merugikan ikan jika terlalu berlebihan. Untuk mengurangi amonia pada sistem resirkulasi dapat di lakukan dengan penambahan filter. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju pengurangan amonia dan menguji jenis filter yang efektif dalam penurunan amonia pada sistem resirkulasi. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan empat perlakuan dan tiga ulangan (kontrol, zeolit, arang, dan pecahan karang). Penelitian dilakukan menggunakan benih lele (Clarias

sp.) 4-5 cm dalam kolam terpal berukuran 1 x 1 x 2 m dengan kepadatan 200 ekor/m 2 . Parameter utama dalam penelitian ini adalah amonia, dengan parameter

pendukung yakni suhu, pH, dan oksigen terlarut. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penambahan filter berupa pecahan karang memberikan pengaruh nyata terhadap penurunan amonia pada sistem resirkulasi.

Kata kunci: resirkulasi, filter, amonia, zeolit, arang, pecahan karang

Pendahuluan

dkk., 2006). Amonia yang tidak Budidaya ikan secara intensif lebih teroksidasi oleh bakteri dalam waktu efesien dalam memproduksi ikan, terus-menerus dengan jangka waktu namun tidak terlepas dari limbah. Ikan yang lama akan bersifat racun. mengeluarkan limbah dari sisa pakan Tingginya konsentrasi amonia dapat dan

metabolisme yang banyak menyebabkan kerusakan pada insang, mengandung amonia (Effendi, 2003). ikan mudah terserang penyakit, dan Ikan mengeluarkan 80-90% amonia menghambat laju pertumbuhan (Hastuti melalui proses osmoregulasi, feses dan dan Subandiyono, 2011). Untuk dari urin. Peningkatan padat tebar dan mengurangi amonia dalam air maka lama waktu pemeliharaan akan diikuti dilakukan penambahan biofiltrasi ke dengan peningkatan kadar amonia dalam sistem resirkulasi guna mengikat dalam air (Avnimelech, 2005; Shafrudin amonia yang beracun. Sistem resirkulasi

* Mahasiswa Jurusan Budidaya Perairan Universitas Lampung

Email: eko.efendi@fp.unila.ac.id ‡ Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Unila. Jalan Prof. S. Brodjonegoro No. 1 Gedong

Meneng Bandar Lampung 34145

© e-JRTBP Volume 4 No 1 Oktober 2015

428 Reduksi ammonia pada system resirkulasi dengan filter yang berbeda

adalah salah satu alternatif yang dapat Rancangan yang digunakan dalam digunakan untuk menjaga kualitas air, penelitian ini adalah rancangan acak dimana memanfaatkan kembali air yang lengkap (RAL) (Steel dan Torrie, 1991), sudah digunakan dengan cara memutar menggunakan 4 perlakuan dengan 3 kali air

secara terus-menerus ulangan. Perlakuan yang diterapkan (Djokosetiyanto dkk., 2006; Fauzzia pada penelitian ini yaitu tanpa filter dkk., 2013) sehingga sistem ini bersifat (perlakuan A), zeolit (perlakuan B), hemat air (Sidik, 2002; Djokosetiyanto arang (perlakuan C), dan pecahan dkk., 2006; Prayogo dan Abdul, 2012). karang (perlakuan D). Parameter utama Biofiltrasi amonia yakni mengoksidasi yang diamati yakni amonia dengan amonia menjadi nitrit kemudian parameter pendukung kualitas air yang menjadi nitrat. Penambahan biofitrasi diamati meliputi suhu, pH, kadar dalam mereduksi amonia hanya mampu oksigen terlarut (DO), dilakukan setiap hingga 58% (Setijaningsih, 2009). pagi dan sore hari. Analisis sampel air Namun hal tersebut belum cukup dilakukan setiap 20 hari sekali. optimal dalam mereduksi amonia.

Pengambilan sampel air dilakukan pada Permasalahan ini dapat diatasi dengan

2 titik yaitu pada saluran pemasukan menerapkan sitem resirkulasi dengan (inlet) dan pengeluaran (outlet) filter. penambahan filter untuk menyaring air Sampel air dianalisa di laboratorium dengan tujuan memperbaiki kualitas air dengan menggunakan metode phenate agar

bisa digunakan

kembali (APHA, 2005).

(Darmayanti dkk., 2011). Filter yang Pengaruh perlakuan terhadap laju digunakan dalam penelitian ini seperti retensi

dihitung dari zeolit, arang, dan pecahan karang. menggunakan analisis sidik ragam Zeolit dan pecahan karang bekerja (ANOVA). Perbedaan antar perlakuan dengan memanfaatkan kemampuan dilakukan analisa menggunakan uji pertukaran ion (Silaban dkk., 2012), Duncan pada selang kepercayaan 95% sedangkan arang aktif memiliki daya (Steel dan Torrie, 1991). serap cukup tinggi dan memiliki pori-

amonia

pori jauh lebih besar (Ristiana dkk, Hasil dan Pembahasan

2009; Darmayanti dkk., 2011; Parameter kualitas air yang diamati Alamsyah dan Damayanti, 2013). meliputi suhu, pH, dan oksigen terlarut Sistem resirkulasi dengan penambahan (Gambar 1). filter tersebut diharapkan mampu untuk Kisaran suhu tertinggi adalah 26 o C dan menjaga kualitas air agar tetap baik. o terendah 22,5

C. Kisaran pH tertinggi Penelitian

ini bertujuan untuk adalah 8 dan terendah 6, sementara mengetahui laju pengurangan amonia kisaran untuk oksigen terlarut tertinggi dengan penggunaan filter yang berbeda terjadi pada sore hari sebesar 7.37 mg/l dan jenis filter yang efektif untuk laju dan yang terkecil 0,1 mg/l (Gambar 1). pengurangan amonia pada sistem Kondisi ini terjadi karena masalah resirkulasi.

teknis, yaitu pompa lebih sering mengalami gangguan sehingga tidak berfungsi normal, dan mempengaruhi proses pengadukan yang dapat

Metode

menghambat difusi oksigen ke air. Pada © e-JRTBP Volume 4 No 1 Oktober 2015

Fitri Norjanna, Eko Efendi, Qadar Hasani 429

kondisi oksigen terlarut rendah dan pH Berdasarkan hasil penelitian kandungan serta suhu lebih tinggi diduga yang amonia pada semua perlakuan baik pada menyebabkan konsentrasi amonia pada saluran masuk (inlet) maupun saluran ulangan tertentu akan memiliki nilai keluar (outlet) menunjukan penurunan yang lebih tinggi. Hal tersebut sesuai pada pengambilan sampel ke dua, hal dengan pendapat Effendi (2003) yang tersebut disebabkan karena adanya menyatakan bahwa konsentrasi amonia pengaruh dari sumber amonia. meningkat dengan meningkatnya pH Pengamatan pertama sumber amonia dan suhu.

berasal dari pupuk, hal tersebut memungkinkan konsentrasi amonia pada pengamatan pertama masih tinggi. Selanjutnya pada pengamatan ke dua sumber amonia berasal dari feses, sisa pakan, dan sisa pupuk sehingga konsentrasi amonia pada pengamatan ke dua lebih rendah dari pengamatan pertama. Konsentrasi amonia berkurang diduga adanya proses nitrifikasi, yang

juga dipengaruhi oleh parameter kualitas air seperti suhu, oksigen

terlarut, dan pH. Penurunan konsentrasi amonia juga diduga karena pengaruh filter, yang mampu bekerja secara kimia menyerap amonia (Silaban dkk., 2012).

Gambar 2. Konsentrasi amonia (mg/l) penggunaan filter yang

Gambar 1. Kualitas air suhu air (atas), berbeda pada sistem pH (tengah) dan oksigen

resirkulasi. terlarut

(bawah) Berdasarkan hasil waktu pengamatan penggunaan filter yang pertama, nilai reduksi amonia tertinggi berbeda

sistem terdapat pada filter zeolit dan yang resirkulasi.

pada

terendah pada filter pecahan karang. Untuk waktu pengamatan ke dua nilai

© e-JRTBP Volume 4 No 1 Oktober 2015

430 Reduksi ammonia pada system resirkulasi dengan filter yang berbeda

reduksi amonia tertinggi pada filter peningkatan dalam mereduksi amonia, arang dan terendah filter pecahan karena secara fisika menyebabkan karang, selanjutnya pada waktu tumbuhnya bakteri nitrifikasi, bahan- pengamatan ke tiga nilai tertinggi filter bahan organik yang ada di perairan akan zeolit dan yang terendah filter arang. tersaring

menempel pada Sedangkan pada waktu pengamatan ke permukaan karang. Kemampuan filter empat nilai reduksi amonia tertinggi arang mulai berkurang karena tidak lagi yakni filter pecahan karang dan bekerja secara kimia dan kurang terendah filter zeolit (Gambar 2).

dan

mendukung secara fisika dengan untuk Secara keseluruhan bahwa perlakuan tumbuhnya bakteri. Filter arang dengan penambahan filter yang memiliki kondisi yang rapat sehingga dilakukan selama 60 hari menunjukan cenderung lebih anaerob. Pengamatan pengaruh

yang nyata terhadap ke empat, filter pecahan karang penurunan konsentrasi amonia (Gambar memiliki daya reduksi amonia tertinggi, 2). Pada pengamatan pertama filter diikuti filter arang dan filter zeolit. Filter zeolit memiliki kemampuan lebih baik pecahan karang mampu bekerja optimal dalam mereduksi amonia dibandingkan secara fisika, dimana pori-pori kosong dengan filter arang dan pecahan karang. menjadi tempat tumbuhnya bakteri- Filter zeolit dapat bekerja secara bakteri yang membantu proses kimiawi, dan fisika. Secara kimia zeolit nitrifikasi. Sesuai pendapat Diyah dkk. menyerap amonia melalui mineral (2012) yang menyatakan bahwa bakteri- aluminosilikat

(Silaban dkk., bakteri dapat hidup dan berkembang 2012).Pengamatan ke dua filter arang pada pecahan karang. Filter arang dan lebih baik dalam mereduksi amonia, zeolit tidak memiliki kemampuan dibandingkan filter zeolit dan pecahan secara kimia, tetapi secara fisika ukuran karang. Kemampuan filter arang diduga arang lebih besar dibandiingkan dengan secara kimia mampu bekerja optimal. zeolit. Ukuran yang lebih besar ini yang Mifbakhuddin (2010) menyatakan meyebabkan adanya tempat untuk bahwa kemampuan daya serap arang tumbuhnya

bakteri, sehingga disesuaikan dengan ketebalannya, kemampuan arang lebih baik dari zeolit. sehingga semakin tebal media yang Pengaruh perlakukan dalam mereduksi digunakan semakin bagus hasil amonia menunjukan adanya pengaruh penyerapannya. Kemampuan filter yang signifikan berdasarkan analisi zeolit berkurang dikarenakan adanya variasi pada selang kepercayaan 95% pengaruh oksigen terlarut yang (P<0.05). Filter hanya mereduksi mengurangi

konsentrasi amonia, amonia untuk melihat perbedaan antar sehingga jumlah yang tereduksi menjadi perlakuan dilanjutkan uji lanjut Duncan lebih sedikit. Kemampuan filter pada yang menunjukan bahwa perlakuan pengamatan ke tiga, menyebabkan pecahan karang lebih baik dibandingkan bahwa filter zeolit paling baik dalam perlakuan yang lain. Dalam prosesnya mereduksi amonia diikuti filter pecahan pecahan karang memungkinkan bekerja karang dan arang. Kemampuan filter secara fisika, kimia, maupun biologi zeolit dalam mereduksi amonia karena menunjukan

bahwa perlakuan filter zeolit dapat bekerja secara kimia. penambahan filter dengan pecahan Filter pecahan karang juga menunjukan karang memberikan pengaruh nyata

© e-JRTBP Volume 4 No 1 Oktober 2015

Fitri Norjanna, Eko Efendi, Qadar Hasani 431

terhadap konsentrasi penurunan amonia Resirkulasi. Jurnal Akuakultur di dalam sistem resirkulasi karena

Indonesia 5: 13-20. adanya pori-pori yang besar pada Diyah P, R., M Siringoringo, R., dan A pecahan karang memungkinkan tempat

Hadi, T. 2012. Status Rekruitmen bakteri untuk hidup, dimana bakteri

Karang Scleractinia di Perairan tersebut akan membantu proses

Kendari Sulawesi Tenggara. Jurnal penurunan amonia dalam air (Diyah

Ilmu Kelautan 17: 170-175. dkk., 2012).

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan

Kesimpulan

Lingkungan . Kanisius. Yogyakarta. Penambahan filter yang berbeda dalam Fauzzia, M., Izza, R., dan Nyoman W. sistem

2013. Penyisihan Amonia dan pengaruh nyata terhadap pengurangan

resirkulasi

memberikan

Kekeruhan pada Sistem Resirkulasi kadar amonia dan filter yang efektif

Kepiting dengan untuk laju pengurangan amonia pada

Budidaya

Teknologi Membran Biolfiter. Jurnal sistem resirkulasi ialah filter pecahan

Teknologi Kimia dan Industri 2: 155- karang.

161. Hastuti, S., dan Subandiyono. 2011.

Daftar Pustaka

Performa Hematologis Ikan Lele Alamsyah, A., dan A Damayanti. 2013.

Dumbo (Clarias gariepinus) dan Pengaruh Arang Tempurung Kelapa

Kualitas Air Media pada Sistem dan

Budidaya dengan Penerapan Kolam Pengolahan Air Limbah Tahu

Biofilter. Jurnal Saintek Perikanan 6: dengan Variasi Konsentrasi.Jurnal

1-5.

2010. Pengaruh APHA. 2005. Standard Methods for

Teknik Pomits 2: 6-9.

Mifbakhuddin.

Ketebalan Karbon Aktif sebagai Examination

Media Filter terhadap Penurunan Wastewater th . 21 Ed. Washington.

Kesadahan Air Sumur Artetis. Avnimelech Y. 2005. Bio-filter: The

Eksplanasi 5: 1-11. Need for New Comprehensive Prayogo, B, S.R., dan Abdul M. 2012. Approach. Aquaculture Engineering

Eksploritasi Bakteri Indigen pada

34: 172-178. Pembenihan Ikan Lele Dumbo Darmayanti, L. Yohanna L., dan Josua

(Clarias sp.) Sistem Resirkulasi MTS. 2011. Pengaruh Penambahan

Tertutup. Jurnal Ilmiah Perikanan Media pada Sumur Resapan Dalam

dan Kelautan 4: 193-197. Memperbaiki Kualitas Air Limbah Ristiana, Nana., D. Astuti., dan T.P Rumah Tangga. Jurnal Sains dan

2009. Keefektifan Teknologi 10: 61-66.

Kurniawan.

Ketebalan Kombinasi Zeolit dengan Djokosetiyanto, D., A. Sunarma., dan

Arang Aktif dalam Menurunkan Widanarni.

Perubahan

Kadar Kesadahan Air Sumur di

Ammonia (NH 3 -N), Nitrit (NO 2 -N)

Karangtengah Weru Kabupaten

Sukoharjo. Jurnal Kesehatan 2: 91- Pemeliharaan Ikan Nila Merah

dan Nitrat (NO 3 -N) pada Media

(Oreochromis sp.) di dalam Sistem Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistik .

© e-JRTBP Volume 4 No 1 Oktober 2015

432 Reduksi ammonia pada system resirkulasi dengan filter yang berbeda

Terjemahan. Edisi ke-2. Gramedia Peningkatan Kerja Filter Air untuk Pustaka: Jakarta.

Menurunkan Konsentrasi Amonia Setijaningsih L. 2009. Peningkatan

pada Pemeliharaan Ikan Mas Produktivitas

(Cyprinus carpio). Jurnal Rekayasa Perbedaan Jarak Tanam Tanaman

Kolam

Melalui

dan Teknologi Budidaya Perairan 1: Akuaponik Pada Pemeliharaan Ikan

47-56.

Mas (Cyprinus carpio). Laporan Shafrudin,D. Yuniarti., dan M. Tahunan. Balai Perikanan Budidaya

2006. Pengaruh Air Tawar. Bogor.

Setiawati.

Kepadatan Benih Ikan Lele Dumbo Sidik, A.S. 2002. Pengaruh Padat

(Clarias sp) terhadap Produksi pada Penebaran Terhadap Laju Nitrifikasi

Budidaya dengan dalam Budidaya Ikan Sistem

Sistem

Pengendalian Nitrogen melalui Resirkulasi

Penambahan Tepung Terigu. Jurnal Akuakultur Indonesia 1: 47-51.

Tertutup.

Jurnal

Akuakultur Indonesia 5: 137-147. Silaban, T. F.,Santoso, L., dan Suparmono.

Dalam

© e-JRTBP Volume 4 No 1 Oktober 2015 © e-JRTBP Volume 4 No 1 Oktober 2015

Volume IV No 1 Oktober 2015 ISSN: 2302-3600

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BEBERAPA SUMBER BAKTERI DALAM SISTEM BIOFLOK TERHADAP KERAGAAN IKAN NILA

(Oreochromis niloticus)

Bestania Putri * Wardiyanto † dan Supono †‡

ABSTRAK

Ikan nila merupakan ikan konsumsi air tawar dengan nilai ekonomis yang cukup tinggi, sehingga nila banyak dibudidayakan secara intensif untuk meningkatkan nilai produksi. Pakan buatan berupa pelet menjadi sumber nutrisi utama bagi ikan untuk mempercepat laju pertumbuhan. Pelet yang tidak dimanfaatkan oleh ikan menjadi limbah ammonia di perairan yang dapat menurunkan kualitas air. Teknologi bioflok diaplikasikan untuk mengubah limbah ammonia menjadi biomassa mikroba yang dapat dijadikan sebagai pakan alami di perairan dengan bantuan bakteri heterotrof. Setiap spesies bakteri memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam membentuk flok dan mensintesis senyawa PHB (polyhidroksibutirat). Kecepatan aktivitas bioflokulasi dalam teknologi bioflok ditentukan oleh penggunaan inokulasi bakteri. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas penggunaan sumber bakteri berbeda dalam budidaya sistem bioflok terhadap keragaan ikan nila seperti laju pertumbuhan, survival rate (SR) dan feed conversion ratio (FCR). Penelitian menggunakan RAL dengan 4 perlakuan (Tanpa BFT, BFT limbah lele, BFT Lactobacillus casei, BFT Bacillus sp) dan 3 ulangan. Perlakuan diberikan pada ikan nila berukuran 3-5 cm yang dipelihara pada kolam terpal berukuran 0,5x0,5x0,5m selama 40 hari dengan FR 3%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan sumber bakteri yang berbeda dalam sistem bioflok memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan mutlak dan pertumbuhan harian ikan nila (P>0,5) namun tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap FCR dan SR (P<0,5). Penggunaan bakteri Lactobacillus casei dalam pembentukan bioflok memberikan hasil yang terbaik dengan pertumbuhan berat mutlak tertinggi (3,89 gr±0,19), FCR (1,05± 0,11) dan SR (88%± 0,05).

Kata kuci :

Ikan nila, amoniak, bioflok, bakteri, dan PHB

Pendahuluan

Sistem budidaya secara intensif Ikan nila merupakan ikan memiliki keunggulan yaitu kepadatan kosumsi air tawar dengan nilai penebaran tinggi sehingga tingkat ekonomis yang cukup tinggi sehingga produksi tinggi. Namun juga memiliki banyak dibudidayakan secara intensif. kekurangan yaitu menghasilkan limbah

* Mahasiswa Jurusan Budidaya Perairan Universitas Lampung

Dosen Jurusan Budidaya Perairan Universitas Lampung. Jalan Prof. Soemantri Brodjonegoro No. 1 Kelurahan Gedung Meneng Bandar Lampung 34145

‡ Email : supono_unila@yahoo.com

© e-JRTBP Volume 4 No 1 Oktober 2015

Bestania Putri, Wardiyanto, Supono 434

budidaya yang tinggi. Limbah tersebut terhadap keragaan ikan nila merupakan akumulasi dari residu (Oreochromis niloticus).

organik yang berasal dari pakan yang Materi dan Metode

tidak termakan, ekskresi amoniak, dan Penelitian dilakukan selama 2 feses. Teknologi bioflok merupakan bulan yaitu pada bulan April-Mei 2015, sistem pemanfaatan limbah nitrogen bertempat di Laboratorium Program pada budidaya ikan oleh bakteri Studi Budidaya Perairan Fakultas heterotrof.

Universitas Lampung. merupakan golongan bakteri yang Penelitian menggunakan rancangan mampu memanfaatkan bahan-bahan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 organik sebagai bahan makanannya perlakuan (Tanpa BFT, BFT limbah (Riberu, 2002).

Bakteri

heterotrof Pertanian

lele, BFT Lactobacillus casei, BFT

Teknologi bioflok merupakan Bacillus sp) dengan 3 ulangan. salah satu alternatif baru dalam

Ikan uji yaitu benih ikan nila mengatasi masalah kualitas air dalam yang berukuran 3-5 cm/ekor. Wadah akuakultur yang diadaptasi dari teknik pemeliharaan yang digunakan berupa pengolahan limbah domestik secara kolam terpal berukuran 0,5x0,5x0,5 m konvensional (Avnimelech, 2006; de sebanyak 12 unit. Padat tebar yang

Schryver et al., 2008). Prinsip utama digunakan yaitu 50 ekor/kolam. yang diterapkan dalam teknologi ini Sebanyak 60 liter air suspensi bioflok adalah manajemen kualitas air yang dimasukkan ke dalam masing-masing didasarkan pada kemampuan bakteri kolam. Aerasi dilakukan selama 24 jam heterotrof untuk memanfaatkan N- agar bioflok tidak mengendap dan organik dan N-anorganik yang terdapat menjaga agar kandungan DO lebih dari di dalam air. Pada kondisi C dan N yang

2 mg/L.

seimbang dalam air, bakteri heterotrof Pemeliharaan ikan dilakukan akan memanfaatkan N, baik dalam selama 40 hari dengan pemberian pakan bentuk organik maupun anorganik, yang secara rutin dengan FR 3% dari terdapat dalam air untuk pembentukan biomassa. Pakan diberikan 2 kali sehari biomasa sehingga konsentrasi N dalam yaitu pagi hari pukul 08.00 WIB dan air menjadi berkurang (Schneider et al., sore hari pukul 16.00 WIB. Sampling 2005).

pertumbuhan dilakukan setiap 8 hari Bakteri heterotrof merupakan dengan mengambil 10 ekor sampel ikan penyusun utama bioflok. Di alam, pada masing-masing unit percobaan bakteri

Pengukuran parameter kualitas ketersediaan mikroorganisme dengan air meliputi oksigen terlarut DO, pH, jenis yang bervariasi. Namun demikian, dan suhu setiap 5 hari, sedangkan uji bakteri heterotrof sebagai pembentuk ammonia diukur pada awal (hari ke-1), bioflok dapat pula diperoleh dari biakan tengah (hari ke-20) dan akhir penelitian murni atau dalam bentuk produk (hari ke-40). komersil

heterotrof

mendominasi

Data pertumbuhan, SR dan FCR kemampuan sumber bakteri berbeda dianalisis dengan mengunakan analisis dalam sistem bioflok belum diketahui ragam

(probiotik).

Efektivitas

(Anova) dengan selang secara pasti. Oleh karena itu, perlu kepercayaan 95%. Apabila hasil uji dilakukan

penelitian mengenai antar perlakuan berbeda nyata maka efektivitas

penggunaan beberapa akan dilakukan uji lanjut BNT. Data sumber bakteri dalam sistem bioflok kualitas air dianalisis secara deskriptif.

© e-JRTBP Volume 4 No 1 Oktober 2015

435 Penggunaan Bakteri dalam Sistem Bioflok Ikan Nila

Hasil dan Pembahasan

terhadap pertumbuhan berat mutlak Pembuatan bioflok dengan ikan nila. Azim dan Little (2008) inokulasi bakteri yang berbeda menjelaskan bahwa tilapia dapat menghasilkan kepadatan yang berbeda memakan komunitas bakteri dalam pula seperti pada Tabel 1.

sistem bioflok dan dapat tumbuh baik Tabel 1. Kepadatan bioflok

dengan pakan yang berprotein rendah.

Perlakuan Sumber bakteri

Kepadatan

Bioflok mengandung 38% protein yang

A Tanpa bakteri

0 ml/L

sangat bermanfaat sebagai sumber

B Limbah lele

35 ml/L

C Lactobacillus casei

18 ml/L

sehingga mampu meningkatan produksi

D Bacillus sp

20 ml/L

ikan nila sebesar 44-46% (Azim dan Little, 2008).

Kepadatan bioflok tertinggi yaitu pada penggunaan bakteri yang berasal dari limbah budidaya lele sebesar 35 ml/L. Hal ini diduga dalam limbah lele terdapat jenis bakteri yang bervariasi dengan kelimpahan yang banyak. Bakteri heterotrof yang ada dapat dengan cepat mengakumulasi C organik dan N organik yang kemudian dengan adanya senyawa PHB mampu membentuk

casei merupakan

golongan bakteri gram positif yang umumnya digunakan sebagai probiotik.

Gambar 1. Pertumbuhan mutlak Penggunaan bakteri ini sebagai

probiotik terbukti mampu mengurangi Laju pertumbuhan harian pada

resiko kematian ikan dalam budidaya. perlakuan bioflok memiliki nilai yang

Dalam penelitian ini bakteri ini lebih tinggi dibandingkan tanpa bioflok. digunakan sebagai bakteri pembentuk Pada perlakuan BFT Lactobacillus

flok, namun menghasilkan kepadatan casei sebesar 0,097±0,009 gr/hari, BFT

yang rendah yaitu sebesar 18ml/L, Bacillus sp 0,082±0,006 gr/hari, BFT

sedangkan Bacillus sp menghasilkan limbah lele 0.075±0,014 gr/hari dan

kepadatan bakteri sebesar 20 ml/L. tanpa BFT 0,068±0,006 gr/hari Pertumbuhan berat mutlak ikan (Gambar 2). Laju pertumbuhan yang

nila tertinggi terjadi pada perlakuan lebih tinggi pada perlakuan BFT diduga

BFT Lactobacillus casei dengan nilai karena nilai nutrisi bioflok mampu

3,89±0,19 gr, sedangkan terendah meningkatkan pertambahan bobot pada

sebesar 2,72±0,25 gr pada perlakuan

ikan nila.

tanpa bioflok. Pada perlakuan BFT Laju pertumbuhan yang lebih

limbah lele dan BFT Bacillus sp sebesar tinggi pada perlakuan BFT diduga

3,01±0,56 gr dan 3,27±0,24 gr (Gambar karena nilai nutrisi bioflok mampu

1). meningkatkan pertambahan bobot pada

Berdasarkan hasil uji Anova ikan nila. Berdasarkan hasil uji Anova pada

selang kepercayaan

kepercayaan 95% menunjukkan bahwa

pada selang

penggunaan

menunjukkan bahwa penggunaan sumber bakteri yang berbeda dalam

sumber bakteri yang berbeda dalam sistem bioflok berpengaruh nyata

sistem bioflok berpengaruh nyata

© e-JRTBP Volume 4 No 1 Oktober 2015

Bestania Putri, Wardiyanto, Supono 436

terhadap laju pertumbuhan harian Survival Rate (SR) ikan nila mutlak ikan nila. Ikan nila dapat yang dipelihara pada sistem bioflok memanfaatkan pakan dengan optimal, menunjukkan nilai yang lebih tinggi baik itu pakan komersil maupun flok dibandingkan tanpa bioflok. Menurut bakteri.

Michaud et al. (2006), bakteri bioflok memiliki

kemampuan untuk mengakumulasi komponen senyawa PHB atau polyhydroxybutirate yang diduga berperan dalam pengontrolan bakteri patogen pada sistem akuakultur. Hal ini berbanding lurus dengan nilai SR yang diperoleh selama penelitian. Pada sistem BFT limbah lele 79% ±0,10, BFT Lactobacillus casei 88%±0,05, BFT Bacillus sp 80%±0,02, sedangkan tanpa bioflok sebesar 58%±0,002 (Gambar 4).

Gambar 2. Laju pertumbuhan harian

mengalami peningkatan

setiap

minggunya untuk semua perlakuan, baik itu dengan sistem BFT maupun tanpa BFT. Pemeliharaan nila dengan sistem

bioflok

memberikan

penambahan bobot yang lebih tinggi (Gambar 3).

Gambar 4. Survival Rate

Berdasarkan hasil uji Anova pada selang

kepercayaan 95% menunjukkan bahwa penggunaan sumber bakteri yang berbeda dalam sistem bioflok tidak berpengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup ikan nila. Adanya kandungan PHB pada bioflok yang menjadi pakan ikan dapat

Gambar 3. Sampling pertumbuhan meningkatkan sistem imun ikan sehingga ikan dapat lebih tahan

Hal ini berarti bakteri heterotrof terhadap gangguan yang terjadi selama membentuk flok-flok bakteri yang pemeliharaan, baik dalam hal serangan kemudian dimakan oleh ikan sebagai patogen maupun penurunan kualitas air pakan alami dengan kandungan protein yang dapat menyebabkan kematian yang

tinggi sehingga

dapat ikan.

meningkatkan laju pertumbuhan.

© e-JRTBP Volume 4 No 1 Oktober 2015

437 Penggunaan Bakteri dalam Sistem Bioflok Ikan Nila

Nilai feed convertion ratio menunjukkan bahwa penggunaan (FCR) ikan nila yang dipelihara pada sumber bakteri yang berbeda dalam sistem bioflok menujukkan nilai cukup sistem bioflok tidak berpengaruh nyata yang baik yaitu mencapai 1,05±0,11 terhadap FCR ikan nila. sedangkan tanpa bioflok sebesar

Kualitas air merupakan faktor 1,61±0,17 (Gambar 5).

utama yang harus diperhatikan dalam budidaya ikan. Penerapan sistem bioflok merupakan teknologi untuk mengatasi permasalahan dalam menjaga kualitas air. Suhu pada media pemeliharaan ikan nila selama penelitian berkisar atara 27-29°C. Nilai tersebur masih berada pada kisaran suhu yang baik bagi pertumbuhan ikan nila antara 25-30°C (BSN, 2009). Oksigen terlarut (DO) diperairan selalu terjadi fluktuasi, yaitu dikisaran antara 2,2-6,9 mg/L. Nilai tersebut masih dapat

Gambar 5. Feed Convertion Ratio ditoleransi oleh ikan nila karena menurut Popma dan Lovshin (1996)

Pemanfaatan pakan buatan oleh ikan nila tahan terhadap DO kurang dari ikan nila selama pemeliharaan 0,5

Nilai pH selama memperlihatkan bahwa efisiensi pakan pemeliharaan ikan nila cukup stabil dan pada perlakuan bioflok lebih tinggi baik, kisaran nilai pH yaitu 7,22 – 8,08. dibandingkan tanpa bioflok. Nilai FCR Kisaran konsentrasi pH yang dapat rata-rata dalam budidaya ikan nila menunjang pertumbuhan ikan yaitu 6,5- sekitar1,5

mg/L.

(Ardjosoediro

dan 9,0 (BSN, 2009).

Ramnarine, 2002). Berdasarkan hasil uji Anova pada selang kepercayaan 95% Tabel 2. Nilai kualitas air pemeliharaan benih ikan nila selama 40 hari

Kisaran Parameter A B C D Optimal

Perlakuan

DO Pagi

3,43-6,90 >4 (a) (mg/L)

2,53-5,33 Sore

2,60-5,37 Suhu

27-28 25-30 (b) (°C)

28-29 Sore

27-28 pH

7,50-8,08 6,5-9 (a) Siang

7,55-7,96 Sore

7,31-7,91 Amoniak

0.301 0,3 –1 (b) (mg/L)

Keterangan : (a) BSN (2009) (b) Stickney (2005)

© e-JRTBP Volume 4 No 1 Oktober 2015

Bestania Putri, Wardiyanto, Supono 438

Kesimpulan

Popma, T.J. dan Lovshin, L.L. 1996. Penggunaan sumber bakteri

World prospect for commercial yang berbeda dalam sistem bioflok

production of tilapia. Research and memberikan pengaruh yang nyata

Development Series No. 41. terhadap keragaan ikan nila namun

International Center for Aquaculture tidak memberikan pengaruh yang nyata

Aquatic Environmens. terhadap Feed Conversion Ratio dan

and

Departement of Fisheries and Allied Survival Rate . Penggunaan bakteri

Aquacultures Auburn University. Lactobacillus casei dalam pembentukan

Alabama. 23 hal. bioflok menghasilkan pertumbuhan Riberu, P. 2002. Pembelajaran Ekologi. berat

Universitas Negeri Jakarta. Jurnal 3,89gr±0,19, nilai FCR 1,05± 0,11 dan

mutlak tertinggi

sebesar

Penabur – nilai SR 88% ± 0,05.

Pendidikan

No.01/Th.I/Maret 2002. Schneider, O., V. Sereti, E.H. Eding.

Daftar Pustaka

dan Verreth, J.A.J. 2005. Protein Ardjosoediro, I dan Ramnarine I.W.

by Heterotrophic 2002. The influence of turbidity on

Production

Using Carbon growth, feed conversion and

Bacteria

Supplemented Fish Waste. Paper survivorship of the Jamaica red

presented in World Aquaculture tilapia strain. Aquaculture 212, 159 –

2005 , Bali. Indonesia. 165

Stickney, R.R., 2005. Aquaculture: An Avnimelech, Y. 2006. Bio-filters: The

introductory text. CABI Publishing. Need for An New Comprehensive

USA .256p.

Approach.

Aquacultural

Engineering . 34, 172-178. Azim, M.E. dan Little D.C. 2008. The biofloc technology (BFT) in indoor tanks: water quality, biofloc composition, and growth and welfare of Nile tilapia (Oreochromis niloticus ). Aquaculture 283, 29-35.

BSN (Badan Standardisasi Nasional). 2009.

(Oreochromis niloticus )

Kelas

Pembesaran di Kolam Air Tenang. BSN

(Badan

Standardisasi

Nasional). SNI 7550 :2009. 12 hlm. Michaud, L., Blancheton, J.P., Bruni, V. dan Piedrahita R. 2006. Effect of particulate organik carbon on heterotrophic bacterial populations and nitrification efficiency in biological filters. Aquacultural Engineering. 34, 224 –233. Moriarty, D.J.W.

International 4 (96): 23-28.

e- Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan

Volume IV No 1 Oktober 2015 ISSN: 2302-3600

PENGARUH SUHU TERHADAP PERKEMBANGAN TELUR DAN LARVA IKAN TAMBAKAN ( Helostoma temminckii)

Indah Wahyuningtias * † , Rara Diantar ‡ , Otong Zenal Arifin §

ABSTRAK

Ikan tambakan merupakan salah satu komoditas air tawar yang cukup digemari oleh masyarakat. Namun, pemeliharaan ikan tambakan dalam waah terkontrol belum banyak dilakukan sehingga informasi mengenai suhu optimum inkubasi masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan suhu inkubasi terhadap perkembangan embrio, lama waktu penetasan, hatching rate dan survival rate , penggunaan kuning telur, dan abnormalitas larva ikan tambakan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-September 2015 di Instalasi Plasma Nutfah Perikanan Air Tawar Cijeruk, BPPBAT Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan (kontrol (24-

C) dan 3 kali ulangan. Hasil penelitian dianalisis menggunakan uji F. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan suhu inkubasi berpengaruh terhadap perkembangan embrio, lama waktu penetasan, hatching rate dan survival rate, laju penyerapan dan lama waktu penyerapan kuning telur, serta tidak berpengaruh terhadap nilai abnormalitas larva ikan tambakan. Perlakuan terbaik untuk perkembangan embrio adalah pada

0 0 0 26 0 C), suhu 26-28 C, suhu 29-31 C dan suhu 32-34

0 suhu 26-28 0 C, untuk lama waktu penetasan pada suhu 29-31

C, untuk hatching rate

0 pada suhu 26-28 0 C, untuk survival rate pada perlakuan kontrol (24-26 C), dan untuk laju penyerapan kuning telur, dan lama waktu penyerapan kuning telur pada

suhu pada suhu 26-28 0 C. Kata kunci: ikan tambakan, suhu, perkembangan embrio, waktu penetasan,

hatching rate

Pendahuluan

harga telur ikan tambakan mencapai Rp. Ikan tambakan juga cukup digemari 250.0s00,00 per kilogram (Ubamnata et masyarakat sebagai ikan konsumsi, baik al., 2015). dikonsumsi dalam bentuk kering (ikan

Pemeliharaan ikan tambakan dalam asin) maupun dalam keadaan segar. wadah terkontrol belum banyak Telur ikan tambakan merupakan produk dilakukan. Saat ini, informasi mengenai sampingan selama proses pengolahan proses inkubasi telur ikan tambakan ikan. Masyarakat Lampung juga yang berkaitan dengan daya tetas dan memanfaatkan telur ikan tambakan lama waktu penetasan masih terbatas. dalam acara adat untuk pemberian bekal Dalam

inkubasi telur keberangkatan haji, yang menyebabkan dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah

proses

* Mahasiswa Jurusan Budidaya Perairan Universitas Lampung

email: wahyuninigtiasindah3108@gmail.com ‡ Dosen Jurusan Budidaya Perairan Universitas Lampung. Jl. Prof. Sumantri Brodjonegoro No. 1

Gedong Meneng Bandar Lampung 35145 § Peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar, Bogor, Jawa Barat

© e-JRTBP Volume 4 No 1 Oktober 2015

440 Pengaruh Suhu Terhadap Perkembangan Telur Dan Larva Ikan Tambakan

satunya adalah suhu. Pada beberapa seleksi induk, penyuntikan hormon penelitian menyebutkan bahwa suhu ovulasi menggunakan hormon ovaprim berpengaruh terhadap penetasan telur dengan dosis 0,6 ml/kg secara serta persentase kelangsungan hidup intramuscular pada otot punggung larva. Menurut Andriyanto et al., induk sebanyak masing-masing 1 kali (2013), suhu merupakan faktor penyuntikan pada induk jantan dan lingkungan yang dapat mempengaruhi induk

Induk kemudian pertumbuhan rata-rata dan menentukan dimasukkan ke dalam bak pemijahan waktu penetasan serta berpengaruh dengan perbandingan 1:1. Induk langsung pada proses perkembangan memijah 14 jam setelah penyuntikan embrio dan larva. Perkembangan dan kemudian telur segera dipindahkan embrio dan larva merupakan hal yang ke dalam wadah perlakuan. Telur yang harus diperhatikan, hal ini berkaitan terbuahi

betina.

akan nampak kuning, dengan kualitas dan kuantitas benih sedangkan yang tidak terbuahi akan yang dihasilkan. Suhu tinggi atau berwarna putih susu. rendah pada proses pembuahan ikan

Proses penetasan telur dilakukan akan dapat mengakibatkan telur tidak dengan mengambil telur yang sudah terbuahi serta dapat menyebabkan terbuahi, kemudian telur dimasukkan ke kematian (Olivia et al., 2012).

dalam akuarium ukuran 20x20x15 cm 3 Salah

satu alternatif dalam dengan ketinggian air 10 cm. Wadah menghadapi masalah ini adalah, perlakuan yang disiapkan sudah diberi mencari suhu yang tepat pada saat heater yang masing-masing sudah inkubasi telur. Oleh karena itu, perlu diatur suhunya sesuai dengan perlakuan dilakukan penelitian agar diketahui yaitu dengan menggunakan suhu 26-28

0 0 suhu yang tepat dalam media inkubasi 0 C, 29-31 C, 32-34

C dan wadah serta pengaruhnya terhadap daya tetas perlakuan tanpa heater (kontrol) dengan dan lama waktu penetasan telur ikan ulangan sebanyak 3 kali. Jumlah telur tambakan. Tujuan dari penelitian ini sampel yang digunakan untuk masing- adalah untuk mengetahui pengaruh suhu masing perlakuan adalah sebanyak 100 yang berbeda terhadap perkembangan butir telur. telur dan larva ikan tambakan

Pengamatan telur dilakukan setelah (Helostoma temminckii ).

telur dimasukkan ke dalam akuarium pada

masing-masing perlakuan.

Bahan dan Metode

Pengamatan perkembangan telur, Penelitian dilakukan pada bulan Juli- dilakukan di bawah mikroskop dengan September 2015, bertempat di Instalasi frekuensi pengamatan yaitu, 30 menit Penelitian Plasma Nutfah Perikanan Air sekali selama 3 jam. Setelah itu, Tawar, Cijeruk, (BPPBAT) Bogor, pengamatan dilakukan 60 menit sekali Jawa Barat. Alat dan bahan yang hingga telur ikan tambakan menetas. digunakan adalah akuarium ukuran Waktu

perubahan tiap fase 20x20x15 cm 3 sebanyak 12 buah, perkembangan embrio dicatat dan

heater , termometer, cawan petri, sendok didokumentasikan. plastik, mikroskop okuler, induk ikan

Suhu air tetap dikontrol selama tambakan, hormon ovulasi.

inkubasi telur sampai larva mencapai Penelitian ini dilakukan dalam bentuk definitif. Kondisi suhu air dijaga beberapa tahap yaitu persiapan wadah, dengan mengukur suhu sebanyak tiga

© e-JRTBP Volume 4 No 1 Oktober 2015

Indah Wahyuningtias, Rara Diantari, Otong Zenal Arifin 441

kali pada pagi, siang dan sore hari yaitu

H = diameter kuning telur memendek pukul 06.00 WIB, pukul 12.00 WIB, (mm) dan 18.00 WIB.

Laju penyerapan kuning telur Penelitian menggunakan desain (LPKT) dihitung menggunakan rumus rancangan acak lengkap (RAL) yang Kendall et al. (1984) dalam Ardimas dibagi ke dalam empat kelompok (2012): perlakuan dan masing-masing terdiri

……………..……….(4) dari tiga kali ulangan. Adapun

LPKT =

dimana Vo dan Vt adalah volume kelompok perlakuan yang digunakan

kuning telur awal dan akhir (mm 3 ) adalah suhu air dalam media inkubasi

sedangkan T adalah waktu (jam). yang berbeda: P1 : suhu ruang inkubasi

0 Waktu penyerapan kuning telur (kontrol); P2 : suhu inkubasi 26-28 C;

0 (WPKT) di amati dengan mencatat P3 : suhu inkubasi 29-31 C; dan P4 : waktu pre-larva mulai menetas sampai

suhu inkubasi 32-34 0 C.

kuning telur hampir habis seluruhnya Lama waktu penetasan adalah waktu dapat dihitung menggunakan rumus yang dibutuhkan telur untuk dapat Adriana et al, (2013); menetas. Perhitungan lama waktu WPKT = t kh –t n ……………………(5) penetasan atau Hatching time telur dimana t n dan t kh adalah waktu menetas dapat dihitung menggunakan rumus, dan waktu kuning telur habis (jam). yaitu selisih dari lama waktu akhir Pengamatan abnormalitas dalam penetasan (Ht) dengan waktu pasca penelitian ini meliputi bentuk kepala,

pembuahan (H 0 ) : HT = H t –H 0

bentuk tubuh dan bentuk ekor. Hatching rate diamati selama proses

Perhitungan yang dilakukan untuk penelitian

berlangsung

untuk

mengetahui besarnya abnormalitas mengetahui persentase jumlah telur seperti yang dikemukakan oleh yang menetas. Hatching rate dihitung Wirawan (2005), yaitu: dengan menggunakan rumus (Effendie, 𝐴𝑏𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 = (Jumlah larva abnormal )/

(Jumlah larva normal) 𝑥 100% ..............(6)

𝑥 100% …………….(1) Parameter lama waktu penetasan, Survival rate diamati diakhir HR (Hatching Rate), SR (Survival

pengamatan untuk mengetahui Rate ), lama waktu penyerapan kuning persentase jumlah larva yang masih telur, laju penyerapan kuning telur dan bertahan hidup. Survival rate dihitung abnormalitas diuji dengan uji F, jika ada menggunakan rumus (Adriana et al., pengaruh atau beda nyata dilakukan uji 2013).

lanjut BNT dengan tingkat kepercayaan

𝑥 100% …………(2) 95% dan taraf nyata 0,05. Data yang Volume kuning telur diukur diperoleh dari hasil disajikan dalam

menggunakan rumus Hemming and bentuk tabel, grafik, gambar dan Buddlington (1988):

dianalisis

secara deskriptif.

V = 0,1667 2 π LH …………………(3) Perkembangan embrio dan parameter Keterangan :

suhu air dianalisis secara deskriptif.

V = volume kuning telur (mm 3 ) L = diameter kuning telur memanjang

Hasil dan Pembahasan

(mm) Untuk menjaga suhu tetap stabil, dalam penelitian ini dilakukan

© e-JRTBP Volume 4 No 1 Oktober 2015