Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui penangananan pasien Gawat Darurat Di

  GAMBARAN PENANGANAN PASIEN GAWATDARURAT

DI INTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT

SANTA ELISABETH MEDAN

  

Rusmauli Lumban Gaol

  Dosen STIKes Santa Elisabeth Medan e-mail: rusmauli84@gmail.com

  

ABSTRAK

Latar Belakang : Gawat darurat merupakan suatu keadaan dimana seseorang memerlukan penanganan

  atau pertolongan segera karena apabila tidak mendapatkan pertolongan pertam dengan cepat maka akan mengancam jiwanya atau menimbulkan kecacatan permanen. Pasien yang mengalami gawat darurat di bawa Instalsi Gawat Darurat. Instalasi Darurat merupakan ujung tombak rumah sakit dimana semua pasien yang masuk akan ditangani pada unit tersebut. Lingkup pelayanan kegawat darurat adalah melakukan primary survey, seperti airway, breathing, circulation, disability. dan secondary survey .

  

Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui penangananan pasien Gawat Darurat Di

Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2017 .

Metode:Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Populasi yang digunakan adalah pasien gawat

  darurat, dengan teknik pengambilan sampel pulposive sampling sebanyak 297 orang. Kriteria yang digunakan inklusi dengan kriteria pasien miokard infark akut, trauma kepala, sumbatan jalan napas, pneumotoraks, luka bakar dan syok . Alat pengumpulan data lapangan yang digunakan adalah kuesioner.

  

Hasil:Hasil penelitian ini memperoleh studi dokumentasi dengan hasil penelitian menunjukan jenis

  kelamin laki-laki 176 orang (59,3%), usia >65 tahun sebanyak 98 orang (33%) Penanganan kasus pasien gawat darurat tertinggi yaitu miokard infark akut 98 orang (33%). Karakteristik pasien berjenis kelamin laki-laki banyak karena jantung resiko penyakit jantung.

  

Kesimpulan:Penanganan pasien gawat darurat dengan karrakteristik berjenis kelamin laki-laki usia

>65 tahun dengan penyakit jantung lebih diprioritaskan karena sistem tubuh kerja jatung berkurang .

  Kata Kunci : Penanangan Pasien, Gawat Darurat, Instalasi Gawat Darurat

ABSTRACT

Bacground: Emergency is a condition in which someone needs immediate treatment or help because if

he does not get first aid quickly it will threaten his soul or cause permanent disability. Patients of

emergency are brought to Emergency Installation. Emergency Installation is the spearhead of the

hospital where all incoming patients will be handled on this unit. The scope of emergency services is

. to conduct a primary survey, such as airway, breathing, circulation, disability and secondary survey

Goals: The purpose of this study is to find out the handling of Emergency patients at the Emergency

Installation of Santa Elisabeth Hospital Medan in 2017

Methods: The research design used was descriptive. The population used was emergency patients, with

sampling technique of pulposive sampling of 297 people. The criteria used were inclusion with the

criteria of an acute myocardial infarction patient, head trauma, airway obstruction, pneumothorax,

burns and shock

Results: Technique used by researcher was documentation study with the results of the study showed

male gender of 176 people (59.3%), age> 65 years were 98 people (33%) Handling of the case of the

highest emergency patients was acute myocardial infarction 98 people (33%).

  

Conclusion: The conclusion shows that male patients tend to suffer from heart disease. Age> 65 years is age that susceptible to disease because of the lack body system work such as heart. Keywords: Patient Handling, Emergency, Emergency Installation keadaan dimana seseorang memerlukan penanganan atau pertolongan segera karena apabila tidak mendapatkan pertolongan pertama dengan cepat maka akan mengacam jiwannya atau menimbulkan kecacatan permanen, (Musliha, 2010). Keadaan kegawat darurat dapat terjadi kapan saja, siapa saja dan dimana. Kondisi ini menuntut kesiapan petugas kesehatan untuk mengantisipasi kejadian itu. Bila kita cermati kematian- kematian terjadi karena penyakit jantung, kecelakaan lalu lintas, cedera kepala, luka bakar, syok, pneumotoraks, sumbatan jalan napas (Kristanty, 2014).

  Keperawatan gawat darurat (emergency

  nursing

  ) merupakan pelayanan keperawatan yang menyeluruh diberikan kepada pasien gawat darurat atau sakit yang mengacam kehidupan. Tim medis menujukkan keahlian dalam pengkajian pasien seperti airway,

  breathing, circulation, disability dan eksposure , setting prioritas, dan intervensi

  prioritas. Perawat gawat darurat mampu terampil untuk menangani respon pasien seperti henti napas dan henti jantung, trauma kepala, sumbatan jalan napas, pneumotoraks (Kristanty, dkk, 2016).Pasien yang mengalami gawat darurat memerlukan waktu atau respon

  time sebagai indikator mutu pelayanan rumah

  sakit, respon time tergantung kecepatan pelayanan dokter atau perawat waktu ini di hitung pada saat pasien tiba di depan pintu rumah sakit sampai mendapat respon dari petugas Instalasi Gawat Darurat (IGD) dengan waktu pelayanan yang dibutuhkan pasien sampai selesai proses penanganan gawat darurat (Moewardi, 2009). Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang meyediakan pelayanan rawat jalan, rawat inap, dan Instalasi Gawat Darurat. Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan ujung tombak rumah sakit dimana semua pasien yang masuk akan ditangani pada unit tersebut, unit ini memiliki tujuan yaitu menerima semua pasien, melakukan triase, menstabilisasikan dan memberikan pelayanan kesehatan yang akut, (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Instalasi Gawat Darurat (IGD) berperan sebagai gerbang utama jalan masuknya penderita gawat darurat. Oleh karena itu Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan unit yang sangat penting dan paling sibuk di rumah sakit sebagai unit pertama yang menangani pasien dalam keadaan

  Menurut data WHO (World Health

  Organization) Pada tahun 2012, sebanyak 17,5

  juta orang pertahun meninggal akibat penyakit kardiovaskular dengan estimasi sekitar 31% kematian diseluruh dunia. Setiap tahunnya, di Amerika Serikat pasien yang mengalami henti jantung mencapai 350.000 orang dan 50% meninggal di rumah sakit (Terry et al, 2010). Riset Kemetrian kesehatan (2013) menunjukkan, prevalensi tertinggi untuk penyakit kardiovaskuler di Indonesia adalah penyakit jantung koroner, yakni sebesar 1,5%. Dari prevalensi tersebut, angka tertinggi ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur (4,4%) dan terendah di Provinsi Riau (0,3%). Menurut data statistik National Health and Nutrition

  Examination Survey (NHANES) 2007-2010,

  prevalensi infark miokard lebih banyak diderita laki-laki dibandingkan perempuan.

  Menurut kelompokumur, Penyakit Jantung Kronik (PJK) paling banyak terjadi pada kelompok umur 65-74 tahun (3,6%) diikuti kelompok umur 75 tahun ke atas (3,2%), kelompokumur 55-64 tahun (2,1%) dan kelompok umur 35-44 tahun (1,3%), (Riset Kementerian Indonesia, 2017). Hasil penelitian Rekam Medis di Ruangan Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2016 dari Januari sampai dengan Desember adalah 18,742. Pasien yang mengalami gawat darurat berjumlah 194 orang.

  Laki-laki 10.487 orang dan perempuan 8156, dan usia yang >65 tahun, kasus gawat darurat seperti miokard infark akut, trauma kepala, sumbatan jalan napas, pneumotoraks, luka bakar dan syok, (Rekam Medis Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun,2016).

  Pasien datang kerumah sakit karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi di antaranya adalah penyakit yang di derita dan terjadinya miokard infark akut (MCI). Selain untuk berobat ke Instalasi Gawat Darurat karena mutu pelayanan rumah sakit seperti keramahan, kecepatan dalam menangani pasien gawat darurat, keterampilan dan komunikasi pihak-pihak yang ada di rumah sakit. Instalasi Gawat Darurat, sebagai pelayanan gawat darurat 24 jam, yang memnfokuskan menggunakan triase. Tujuan dari triase dilakukan dengan memilih pasien untuk perawatan berdasarkan tingkat keparahan penyakit, apabila pelayanan tidak dilakukan dengan cepat dan tepat akan mengakibatan henti napasdan hitungan menit Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif, dengan tujuan untuk mengetahui penanganan pasien Gawat Darurat Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2017 . Populasi yang digunakan adalah pasien gawat darurat, dengan teknik pengambilan sampel pulposive sampling sebanyak 297 orang. Kriteria yang digunakan inklusi dengan kriteria pasien miokard infark akut, trauma kepala, sumbatan jalan napas, pneumotoraks, luka bakar dan syok . Alat

  pengumpulan data lapangan yang digunakan adalah kuesioner .

  • – secondary survey), Luka

  Total 297 100% PEMBAHASAN

  65 21,9% Pneumatoraks 51 17,2% Sumbatan jalan napas 46 15,5% Luka bakar 21 7,1% Syok 17 5,7%

  Total 297 100,0% Tabel 2.Distribusi Frekuensi Kasus Gawat Darurat Di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Di Rumah Sakit Elisabeth Medan Tahun 2017. Kasus Gawat darurat di IGD F % Miokard infark akut 97 32,7% Trauma kepala

  7 2,4% 12-16 Tahun 4 1,3%

  57 19,2% 46-55 Tahun 44 14,8% 36-45 Tahun 28 9,4% 17-25 Tahun 24 8,1% 0-4 Tahun 21 7,1% 26-35 Tahun 14 4,7% 5-11 Tahun

  Usia f % > 65 Tahun 98 33,0% 56-64 Tahun

  Tabel 1.Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Penanganan Pasien Gawat Darurat Di Instalasi Gawat Darurat Di Rumah Sakit Elisabeth Medan Tahun 2017. Jenis Kelamin F % Laki-laki 176 59,3% Perempuan 121 40,7%

  tabel sebagai berikut :

  Hasil Penelitian Gambaran karateristik responden meliputi umur, jenis kelamin, dan Kasus penanganan gawat darurat dapat dilihat pada

  Pasien mengalami gawat darurat memerlukan penanganan gawat darurat ada filosofinya yaitu Time Saving it’s Live Saving. Artinya seluruh tindakan yang dilakukan pada saat kondisi pasien gawat darurat haruslah benar-benar efektif dan efisien. Hal ini Mengingatkan pada kondisi pasien tersebut dapat kehilangan nyawa hanya dalam hitungan menit saja. Berhenti nafas selama 2-3 menit pada manusia dapat menyebabkan kematian yang fatal atau kecacatan permanen (Maatilu, 2014 dalam Sutawijaya, 2009)

  sakit meliputi: merah, kuning, hijau, dan hitam (Lee C.H,2011).

  circulation (ABC).

  untuk mempertahankan volume sirkulasi. Pada pasien Luka bakar diperiksa apakah terjadi luka bakar berat, luka bakar sedang, luka bakar ringan. Ditentukan luas luka bakar. Penanganan luka bakar dengan cara pemeriksaan fisik ditujukan terhadap diagnosis kelainan yang mengancam nyama dan meliputi penilaian terhadap airway, breathing,

  intubasi endoktrakeal , pemasangan infuse

  penderita luka bakar yang harus dipertahankan meliputi: airway, ventilasi, dan perfusi sistemik. Kalau diperlukan segera lakukan

  airway , sirkulasi, ventilasi, Prioritas pertama

  bakar ada pengkajian pertama sebagai berikut:

  (primary survey

  Penanganan pasien gawat darurat dengan melihat ketetapan dalam memberikan penanganan pasien gawat darurat harus melewati triase, perawat harus memilih gawat darurat dengan cara pada pasien mengalami gawat darurat pasien yang henti napas dan henti jantung melakukan resusitasi paru jantung (RJP), gagal napas termasuk obstruksi pada Endotrakeal Tube (ETT), Pneumotoraks Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan pasien trauma secara umum

  Penyakit Miokard infark akut sebagai pembunuh nomor satu didunia. Jenis kelamin dan usia merupakan fakto resiko terjadi penyakit jantung. Jenis kelamin laki dan berusia >65 tahun keatas yang sering dijumpai pada penyakit Miokard infark akut, yang disebabkankan seperti hipertensi, gaya hidup buruk, obesitas, dan diabetes mellitus. (Kiinnaird et al,2013).

METODE PENELITIAN

  Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan direkam medis terhadap 297 orang Pasien Gawat Darurat di Ruangan Instalasi Gawat Daurat Rumah Sakit Santa Elisabeth medan Tahun 2017.

1. Data demografi responden berdasarkan jeniskelamin

  Hasil penelitian di Rekam Medis Santa Elisabeth Medan Tahun 2017 menunjukkan bahwa dari 297 orang pasien mayoritas pasien berjenis kelamin laki-laki sebanyak 176 orang (59,3%) dan perempuan berjumlah 121 orang (40,7%).Sitepu (2016) dalam jurnal berjudul Gambaran Jumlah Leukosit Pada Pasien Infark Miokard Akut RSUP Prof.Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari-Desember 2015, Dari 45 sampel penelitian berdasarkan jenis kelamin laki-laki berjumlah 34 orang (75,55%) dan perempuan 11 orang (24,44%). Hal ini sejalan dengan teori Fiscella (2004) jenis kelamin menurut kejadian tertinggi pada laki-laki yakni pada pasien dengan riwayat merokok, hiperklesterolemia dan hipertensi yang memiliki risiko besar untuk menderita penyakit jantung koroner.

  Hanratty (2000) faktor risiko pada pasien STEMI yang paling banyak adalah hipertensi (65,7%), yang selanjutnya adalah merokok (58,1%), DM tipe 2 (40%). Hal ini sedikit berbeda dengan beberapa penelitian yang dilakukan di luar negeri, seperti penelitian yang dilakukan oleh B. Hanratty dkk, pasien IMA yangdirawat memiliki faktor risiko terbesar yaitu merokok (66%), hipertensi(29%),DM(13%), hiperkolesterolemi (7%).

  Brunner dan Suddarth (2002), faktor resiko yang berhubungan dengan pembentukan aterokslerosis adalah faktor resiko seperti jenis kelamin. Faktor resiko yang dapat dikontrol meliputi faktor diet, tekanann darah tinggi diabetes dan merokok. Diet tinggi lemak mempunyai pengaruh terhadap ateroklerosis Hipertensi yang mempercepat pembentukan lesi aterosklerotik pada pembuluh darah bertekanan tinggi, dapat menyebabkan stroke. Penggunaan obat antihipentisi mengurangi risiko insiden stroke. Diabetes juga mempercepat proses aterosklerotik dengan menebalkan membrane basal pembunuh darah besar maupun keci. Merokok adalah salah satu faktor resiko terbentuknya aterosklerosis yang paling kuat. menstimulasi sistem saraf simpatis. Selain itu, nikotin meningkatkan kemungkinan pembentukan bekuan darah dengan cara meningkatkan agregasi trombosit. Karena karbon monoksida mengikat hemoglobin lebih cepat dibanding oksigen maka hal tersebut dapat menurunkan jumlah oksigen jaringan. Jumlah rokok yang dihisap berbanding langsung dengan parahnya penyakit. Menghentikan merokok dapat menurunkan resiko. Faktor yang lain seperti obesitas, stress, dan kurang bergerak diidentifikasi ikut berperan dalam penyakitini.

  Menurut peneliti, didapatkan Di Rekam Medis Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2017 adalah lebih banyak jenis kelamin laki-laki daripada perempuan karena penyakit miokard infark akut merupakan penyakit pembunuh nomor satu didunia, faktor resiko pada miokard infark akut adalah jenis kelaminlaki-laki, lebih banyak daripada perempuan. Faktor resiko penyakit jantung korener didapatkan di Hipertensi, Congestive Heart Failure, Angina pectoris, Diabetes mellitus. Hubungan tekanan darah tinggi dengan penyakit jantung koroner atribut yang mempercepat proses timbulnya aterelorosis.

  Tambah lagi peningkatan afterload (pasca pengisian) dan kebutuhan ventrikel. Akibatnya adalah peningkatan kebutuhan oksigen untuk myocardial untuk menghadapi suplai yang berkurang. Pengaruh hipertensi dapat dimodifikasi melalui kepatuhan terhdap regimen medis untuk pengendalian sistolik dan diastolic tekanan darah (Brunner dan Suddarth,2002).

  2. Data Demografi Responden berdasarkan Usia

  Hasil penelitian Rekam Medis, di Ruangan Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Elisabeth Medan berjumlah 297 orang, usia pasien gawat daruratadalah usia 65 keatas (Masa manula) berjumlah 98 (33,0%) dan terendah usia 12-16 tahun berjumlah 4 orang (1,3%).

  Sitepu dalam jurnal yang berjudul “Gambaran Jumlah Leukosit Pada Pasien Infark Miokard Akut RSUP. Prof.Dr. kandou selama periode Januari sampai Desember 2015 dilakukan 45 responden di Rawat Inap sebanyak 34 orang usia 46-60 tahun berjumakh 20 orang (44,44%) dan usia 61-75 tahun teori Mehta (2001) angka kejadian miokard infark akut dipengaruhi oleh usia. Usia yang lebih tua dikaitkan dengan perubahan fisiologis dan struktur kardio-vaskular yang terjadi secara bermakna, termasuk adanya kelainan fungsi diastolik ventrikel kiri, penurunan kompliansi vaskular sistemik, peningkatan indeks massa ventrikel kiri, perubahan neurohormonal dan pengaruh otonom. Demikian pula seiring bertambahnya usia terjadi peningkatan yang lebih besar pada faktor koagulasi (VII,

  VIII, dan

  airway , mengecek jalan nafas dengan tujuan

  tapi cegah hiportemia (Kristanty, 2016).Prinsip penanganan pasien merupakan memperioritaskan kondisi yang memerlukan tindakan segera, terkadang tindakan dapat dilakukan dengan pengkajian. Pada prinsipnya perawat gawat darurat membutuhkan penanganan cepat dan tepat, kerja yang terus menurus, jumlah pasien yang relative banyak dan mobilitas tinggi. Kecepatan dan kualitas penolong merupakan prinsip utama dalan

  environmental control, buka baju penderita

  meliputipemeriksaanresponbukamata,responve rbaldanresponmotoric Exposure,

  Scale ( GCS) yang

  Perkusi dan Aukultasi) mengecek pernapasan dengan tujuan mengelola pernapasan agar oksigenisasi adekuat, circulation, pemeriksaan syok, memeriksa nadi pasien, mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol pendarahan, perbaikan volume cairan, disbility mengecek status neurologis seperti: Glasgow Coma

  breathing mengecek IPPA (Inspeksi, Palpasi,

  menjaga naps disertai kontrol servikal,

  (Krisanty, 2016).Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan terlebih dahulu melakuka survey primer untuk mengindentifiakasi masalah-masalah yang mengancam hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan. Tahap pengkajian primer meliputi:

  IX) dibandingkan dengan faktor antikoagulan (antitrombin III, protein C, dan protein S), sehingga meningkatkan risiko terjadinya trombosis pada pasien usialanjut.

  breathing, circulation, disability dan eksposure

  Hasil penelitian Rekam Medis Di Ruangan Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Santa Elisbeth Medan Tahun 2017, berjumlah 297 orang terdiri Miokard infark akut (MCI) 97 orang (32,7%), Hasil penelitian Merlyn (2015) berjudul tentang Peran Perawat Dalam Menangani Pada Gangguan Miokard Infark Akut Di Instalasi Gawat Darurat Dr.Moewardi Surakarta menyatakan Partisipasi menjelaskan kemampuan masing-masing partisipasi adalah modal utama dalam penanganan pasien. Kemampuan partisipasi yaitu kecepatan dan ketepatan dalam melakukan tindakan pada pasien miakard infark akutkarena penanganan pasien miakard infark akut dilakukan secara cepat dan tepat untuk menyelamatkan pasien, partisipasi yang digunakan primery survey yang dilakukan dengan yaitu airway,

  1. Miokard infark akut (MCI)

  Hasil penelitian tentang gambaran penanganan pasien gawat darurat di Instalasi Gawat Tahun 2017, yang dapat ditunjukkan pada Diagram 5.3 berdasarkan Kasus Instalasi Gawat Darurat.

  Peruabahan anatomis Terdapat penambahan massa otot jantung pada usia yang semakin lanjut, akibatnya beban akhir sebagai konsekuensi kekakuan arteri sentral dan perifer sedangkan perubahan fisiologi penurunan fungus sistolik ventrikel akibat atrofil sel-sel otot jantung dan akumulasi pigmen ipofuksin sehingga otot berwarna coklat. Penurunan fungsi distolik ventikel sebagai akibat proses penuaan yang disebutkan diatas, (Rilantono,2012).

  Menurut peneliti di Rekam Medis Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2017 adalah penyakit jantung, terutama penyakit jantung koroner dan sering ditemui pada orang lanjut usia. Bertambahnya usia menyebabkan perubahan-perubahan fungsi pada jantung. Semakin tua usia, semakin besar perubahan antomis dan fisiologis jantung, yang tidak harus disebabkan oleh adanya penyakit.

  Wijaya (2013) mengatakan usia adalah faktor risiko terpenting dan 80% dari kematian penyakit jantung koroner terjadi pada orang usia 65 tahun keatas atau lebih. Meningkatnya usia seseorang akan semakin tinggi kemungkinan terjadi Penyakit Jantung Koroner. Peningkatanusia berkaitan dengan penambahan waktu yang digunakan untuk proses pengendapan lemak pada dinding pembuluh nadi. Di samping itu proses kerapuhan dinding pembuluh tersebut semakin panjang sehingga tua seseorang maka semakin besar kemungkinan terserang penyakit jantungkoroner.

3. Jenis Kasus Gawat Darurat

  (Sartono,2016).

  • – paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen (O2) dan pembentukan karbon dioksida

  kateter suction melalui hidung, mulut, Endotrakeal Tube (ETT) maupun Tracheostomi (TC) yang bertujuan untuk

  Penangganan untuk obstruksi jalan napas akibat akumulasi sekresi adalah dapat dengan melakukan tindakan penghisapan lendir (suction) dengan memasukkan selang

  tidak normal akibat ketidak mampuan batuk secara efektif, dapat disebabkan oleh sekresi yang kental atau berlebihan akibat penyakit infeksi, imobilisasi, statis sekresi, dan batuk tidak efektif karena penyakit persyarafan seperti cerebrovaskular accident (CVA), efek pengobatan sedatif, dan lain – lain (Hidayat, 2005).

  obstruksi pada Endotrakeal Tube (ETT). Obstruksi jalan napas merupakan kondisi yang

  (CO2) dalam sel-sel tubuh. Hal ini mengakibatkan tekanan oksigen arteri kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbon dioksida lebih besar dari 45 mmHg (Hiperkapnia). Walaupun kemajuan teknik diagnosis dan terapi intervensi telah berkembang dengan pesat, namun gagal napas masih menjadi penyebab angka kesakitan dan kematian yang tinggi di ruang perawatan intensif (Brunner & Suddarth,2012).Salah satu kondisi yang dapat menyebabkan gagal napas adalah obstruksi jalan napas, termasuk

  Sjahranie Samarida. Gagal napas bisa terjadi bila mana pertukaran oksigen terhadap karbon dioksida dalam paru

  Hasil penelitian Rekam Medis di Ruangan Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2017, berjumlah 297 orang terdiri Pneumotoraks berjumlah 51 orang (17,2%), Hasil penelitian Muflihatin (2017) dalam jurnal berjudul Pengaruh Tindakan Suction Terhadap Perubahan Saturasi Oksigen Perifer Pada Pasien Yang Rawat Di Ruangan ICU RSUD Abdul Wahab

  3. Sumbatan JalanNapas

  Pemeriksaan dan tindakan lanjutan setelah kondisi korban darurat stabil. Pemeriksaan lanjut dapat dengan membuka pakaian atau pemeriksaan laboratorium ataupun radiologi pemeriksaan labotorium ataupun radiologi pemeriksaan laboratorium mencakup: Darah: Hemoglobin (Hb), Leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit, ureum, keatinin, gula darah sewaktu, analisa gas darah dan elektrolit.Urine:Pendarahan(+)/(-) Pemeriksaan radiologi dilakukan meliputi foto polos kepala, posisi AP, lateral dan tangesial, CT Scan otak serta foto lainnya indikasi (termasuk servikal). Farmakologi merupakan manajemen terapi dengan obat- obatan dan atau operasi sesuai indikasi,

  melakukan tindakan (Kristanty, 2016).

  4. Survei sekunder

  Hipotensi jarang akibat kelainanan intrakraia, sering ekstraknial, akibat hipovolemi, pendarahan luar, rupture organ dalam, trauma dada disertai tanpponade jantung penumotoraks, shock septic. Tindakan: hentikan sumber pendarahan, perbaiki fungsi jantung, mengganti darah yang hilang dengan plasma, darah.

  3. Sirkulasi (Circulatioan).

  kesi medua oblongata, napas cheyne strokes, dan central neurogenik hiperventilasi: Gangguan perifer: aspirasi, trauma dada, edema par, emboli paru, infeksi. Tindakan Oksigenisasi, cari dan atasi faktr penyebab, kalau perlu pasang ventilatorsegera.

  2. Pernapasan (Breathing). Gangguan sentral:

  Tube untuk menghindari aspirasi muntahan dan kalau ada stress ulcer.

  Jalan napas (airway) . Jalan napas dibebaskan dari lidah yang turun kebelakang dengan posisi kepala ekstensi, kalau perlu pasang oropharing (OPA)/endotraktealbersihkansisamuntah,da rah,lender,ataugigipalsu.Isi lambung dikosongkan melalui pipa Naso Gastro

  Hasil penelitian Rekam Medis di Ruangan Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2017 berjumlah 297 orang Trauma kepala berjumlah 65 orang (21,9%). Dalam teori Musliha (2010), pada pasien trauma kepala dilakukan tindakan resusitasi sebagai berikut: 1.

  2. Traumakepala

  membebaskan jalan napas, mengurangi retensi sputum dan mencegah infeksi paru. Secara umum pasien yang mengalami obstruksi jalan napas memiliki respon tubuh yang kurang baik untuk mengeluarkan benda asing, sehingga sangat diperlukan tindakan penghisapan lendir

  (suction) (Nurachmah dan Sudarsono, 2000).

  Menurut Wiyoto (2010), apabila tindakan suction tidak dilakukan pada pasien dengan gangguan bersihan jalan napas maka pasien tersebut akan mengalami kekurangan suplai oksigen (hipoksemia), dan apabila suplai oksigen tidak terpenuhi dalam waktu 5 menit maka dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen. Cara yang mudah untuk mengetahui hipoksemia adalah dengan pemantauan kadar saturasi oksigen (SpO2) yang dapat mengukur seberapa banyak persentase O2 yang mampu dibawa oleh hemoglobin. Pemantauan kadar saturasi oksigen (SpO2) dapat dilakukan dengan pemantauan menggunakan alat oksimetrisaturasi oksigen perifer. Dengan pemantauan kadar saturasi oksigen perifer yang benar dan tepat saat pelaksanaan tindakan suction, maka kasus hipoksemia yang dapat menyebabkan gagal napas hingga mengancam nyawa bahkan berujung pada kematian bisa dicegah lebih dini.

  Menurut peneliti, Pasien mengalami sumbatan jalan napas melakukan penangganan untuk obstruksi jalan napas akibat akumulasi sekresi adalah dapat dengan melakukan tindakan penghisapan lendir (suction) dengan memasukkan selang kateter suction melalui hidung, mulut, Endotrakeal Tube (ETT) maupun Tracheostomi (TC) yang bertujuan untuk membebaskan jalan napas, mengurangi retensi sputum dan mencegah infeksi paru.Obstruksi merupakan pasien yang tidak normal mengeluarkan sputum/secret yang banyak, apabila tindakan suction tidak dilakukan pada pasien dengan gangguan bersihan jalan napas pada pasiem maka mengalami kekurangan suplai oksigen (hipoksemia), dan apabila suplai oksigen tidak terpenuhi dalam waktu 5 menit maka dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen. Cara mengetahui hipoksemia adalah dengan pemantauan kadar saturasi oksigen (SpO2) yang dapat mengukur seberapa banyak persentase O2 yang mampu dibawa oleh hemoglobin (Bruner dan Suddarth, 2002).

  Hasil penelitian rekam medis di ruangan instalasi gawat darurat berjumlah 297 orang terdiri Pneumotoraks berjumlah 51 orang (17,2%), Hasil penelitian Suarjaya dalam jurnal Berjudul Identifikasi Awal Dan Bantuan

  Sejalan dengan teori M. Idreess (2003) kejadian cedera dadamerupakansalahsattraumayangseringterjad i,jika tidak ditangani dengan benar akan menyebabkan kematian (American College Of Surgeons Committee On Trauma.

  Pasien pneumotoraks melakukan tindakan penyelamatan hidupyang cepat, lakukan disinfeksi kulit disela iga ke-2 dari garis midklavikuler yang terkena tusuk bendata jam.Lalu dengan jarum suntik steril dilakukan pungsi dan dibiarkan terbuka.Secepat mungkin lakukan tubetorakostomi karena sangat mungkin akan terjadi tension pneumot hotarks lagi sesudah paru mengembang. Namun pada prinsipnya,dapat dilakukan tindakan sebagai berikut:

  Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan pasien trauma secara umum

  (Primary Survey-Secondary Survey). Tidak

  dibenarkan melakukan langkah- langkah: anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, penegakan diagnosis dan terapi secara konsekutif (berturutan). Standar pemeriksaan diagnostik (yang hanya bisa dilakukan bila pasien stabil), adalah : portable

  x-ray, portable blood examination, portable bronchoscope . Tidak dibenarkan melakukan

  pemeriksaan dengan memindahkan pasien dari ruang emergency.Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi terutama untuk menemukan masalah yang mengancam nyawa dan melakukan tindakan penyelamatan nyawa.Pengambilan anamnesis (riwayat) dan pemeriksaan fisik dilakukan bersamaan atau setelah melakukan prosedur penanganan trauma.langkah-langkah awal dalam Primary Survey (Airway, Breathing,

  Circulation) . Pemasangan Water Seal Drainage (WSD): Pada trauma toraks dan

  tension pneumothoraks, Water Seal

  Drainage (WSD) dapat berarti: Diagnostik:

  Menentukanperdarahandaripembuluhdarahbesa rataukecil,sehinggadapatditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shock, Terapi: Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" dapat kembali seperti yang seharusnya, Preventive: Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" tetap baik

4. Pneumotoraks

  masukan dan menjadi data tambahan bagi

  Hasil penelitian Rekam Medis Di

  peneliti selanjutnya dalam meneliti

  Ruangan Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit

  gambaran tentang penanganan pasien gawat

  Santa Elisabeth Medan berjumlah 297 orang

  darurat di instalasi gawat darurat tahun

  terdiri Luka bakar berjumlah 21 orang (7,1%), 2017. Musliha (2010), ada bebrapa penanganan pasien gawat darurat adalah sebagaiberikut:

DAFTAR PUSTAKA

1. Resusitasi Airway, Breathing,Circulation

  American Heart Association.(2010). Part 4 (A, B,C)

  Adult Basic Life Support in

  Pernapasan, udara panas: mukosa a.

  Circulation Jounal

  rusak, oedem, obstruksi. Efek toksik dari asap: HCN, NO , HCL, Bensin, 2 Australia Triage Process Review. (2011). Iritasi, Bronkhokontiksi, Obstruksi

  Healty Policy Priorities Principal dan gagalnapas. Committee Australia Process Review.

  Sirkulasi. Gangguan permeabilitas b.

  Jurnal Analisis Faktor Pelaksanaan kapiler:cairan dari intra vaskuler Triaga. pindah ke ekstra vaskuler, hipovolemi relative, syok, ATN, gagalginal

  Brunner dan Suddarth. (2002). Keperawatan

  2. Infus, Kateter, CVP, Oksigen, Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

  Laboratorium, Kulturluka Resusitasi Cairan: Infus RingerLaktat 3.

  Depkes RI. (2016). Kesehatan Kegawat

  

4. Monitor Urine danCVP daruratan dan Penanganananya. Jakarta:

Topikal dan tutupluka DepkesRI.

  5.

  6. Kolaborasi dengandokter.

  Epstein.(2002). Emergency Care. United States of America:Mosbly Inc.

   Syok 6.

  Grove K. Susan (2015). Understanding Hasil Penelitian Rekam Medis Di

  Nursing Research BuilidingAn

  Ruangan Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit th Evidenced Based Practice, 6 Edition. Santa Elisabeth Medan Tahun 2017 adalah China:Elsevier . berjumlah 297 orang terdiri Syok berjumlah 17 orang(5,7%).

  Hardisman, (2014).Gawat Darurat Medis Praktis. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

  KESIMPULAN

  Berdasarkan hasil penelitian yang di Hidayat,A. (2007). Metode Penelitian rekam medis di Ruangan Instalasi Gawat

  Keperawatandan Teknik Analisa

  Darurat Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Data .Jakarta: Salemba Medika. tahun 2017 tentang gambaran penanganan pasien gawat darurat di Instalasi Gawat

  Kinnaird Tim, Medic Goran, et al. (2013). Darurat, pasien yang mengalami gawat darurat

  Relative Efficacy of Bivalirudin Versus tahun 2017 adalah berjumlah 297 orang. Heparin Monotherapy In Patients with . ST-Segment Elevation Myocardial

  SARAN Infarction Treated with Primary

  Berdasarkan hasil penelitian, diberikan

  Percutaneous Coronary Intervention: A

  beberapa saran terhadap praktek keperawatan,

  Network Meta-Analysis . Journal of

  penelitian selanjutnya,

  Bagi tempat praktek Blood Medicine.4 : 129-40. keperawatan/ lahan praktek sebagai sumber informasi bagi pihak rumah sakit

  Korompisis.(2015). Bio Statistika Untuk

  untuk memberikan kebijakan selanjutnya Keperawatan. Jakarta:EGC. agar dapat meningkatkan keberhasilan dalam mutu pelayanan kesehatan.

  Krisanty, dkk (2016).Asuhan Keperawatan

  Bagi penelitian selanjutnya Gawat Darurat. Jakarta: CV Trans Info diiharapkan digunakan sebagai bahan Media.

  Particia. 2012. Keperawatan Kritis. Kusumaningrum, BintariRatih, dkk. (2013). Jakarta EGC.

  Penelitian Pengalaman Perawat Unit Gawat Darurat Puskesmas Dalam Polit DE dan Back, CT. (2010).Nursing Merawat korban Kecelakaan Lalu Research Generating and Assessing Lintas.

  Evidenced For Nursing Practice. th 9 ed. Philadephia:JB.Lippincott.

  Lee, C.H.(2011). Disaster And Mass Casualty Prabowo.(2014).

  Triage. American Medical Association Basic Life Resource Utilization and the need for Suport. Jakarta:Buku Kedokteran EGC. immediate life-saving interventions in

  Rekam medisRumah Sakit Santa Elisabeth

  elderly emergency department patients. Scandinavian of Journal Medan Tahun (2017).

  Trauma, Resucitation and Emergency Medicine.Journal AnalisisMetodeTriage Riset Kesehatan Republik Indonesia. (2017).

  Prehospital PadaInsidenKorbanMassal Republik Indonesia Jakarta: Badan

  (Mass Casualty Incident). Penelitiandan Pengembangan Kesehatan,DepertemenKesehatan. Lee, Et al. (2011). Prehospital Patient Triage

  In Mass Casualty Incidets:An Sartono. (2016). Basic Trauma Cardiac Life Engineering Management Analysis And Support. Bandung: Gawat Darurat PrototypeStrategy Recommendation. MedikIndonesia.

  Journal Analisis Metode Triage

  Prehospital Pada Insiden Korban Massal Satruanegara.(2014). Organisasi dan

  (Mass CasualtyIncident). Manajemen Pelayanan Kesehatan. Jakarta:SalembaMedika. Metha Rh. Rathore (2001). HM. Acute myocardial infarction in the elderly: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor differences by age. Jam Coll Cardiol. 44 (2009). tentang Rumah Sakit. Available from: Wahyuni, Nanik Sri. (2012).Standar

  Pelayanan Minimal Di Rumah Sakit Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Materi Kesehatan Republic Indonesia.

  (2010). Peraturan Menteri Kesehatan

  Republik Indonesia Nomor 430/Menkes. Wijaya. (2010). Keperawatan Medikal Bedah Per/iii/2010 tentang klasifikasi Rumah Volume 1 .Jakarta:EGC. Sakit.

  Wiyoto. (2010), April. Hubungan Tingkat Mcdonagh. David. The

  IOC Pengetahuan Perawat Tentang Manual Of Emergency Sport Prosedur Suction Dengan Perilaku Medicine . Medical:Publication. Perawat Dalam Melakukan Tindakan Suction di ICU Rumah Sakit dr.

  Musliha.(2010). Keperawatan Gawat Kariadi Semarang

  Darurat. Yogyakarta: NuhaMedika. (Online

  Moewardi.(2009). Materi gdl.php?mod=browse&op=read=jtptuni

   Pelatiha Pertolongan mus- gdl-wiyotog2a2-5560, diakses Pertama Gawat tanggal 01 November 2013, jam 09.35 Darurat. Surakarta. WITA).

  Nurachmah, E., Sudarsono, R.S. 2000. Buku World Health Organization . (2012). Reduction

  Saku Prosedur Keperawatan Medikal of Cardiovascular Burden Through Bedah . Jakarta :EGC Cost Effective Inegrated Management Of Comprehensive Cardiovascular Nursalam.(2014).Metodologi Penelitin Ilmu Risk . Geneva,2008.

Dokumen yang terkait

Bumbung gelombang atau waveguide adalah saluran transmisi yang berupa

0 1 46

Jumlah Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 2 Jumlah pasien skizofrenia dewasa

0 0 12

Perancangan Fish Aggregating Devices (FAD) Sekaligus Sebagai Liferaft Untuk Mendukung Kapal Ikan Berkelanjutan Di Indonesia

0 0 6

Tampilan Sistem Informasi Pelaporan PWS KIA Berbasis Web Studi Kasus Imunisasi Di Puskesmas Gunung Sindur

0 0 5

View of Kerja Shift Pagi, Sore Dan Malam Dengan Kelelahan Pada Perawat Wanita Di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga

0 0 8

View of Faktor Risiko Kejadian Kanker Payudara Pada Wanita UsiaReproduksi Di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto Periode Januari-Juli Tahun 2011

0 0 10

PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT GASTRITIS PADA SISWA DI SMAN 1 SOOKO MOJOKERTO ROSI HERDIANTO 1212020023 SUBJECT: Perilaku, Gastritis, Siswa DESCRIPTION: Penyakit grastitismaag memang sudah mulai dialami oleh orang Indonesia dari

0 0 5

PERSEPSI REMAJA TENTANG KEHAMILAN PADA USIA REMAJA DI DUSUN KAVLING BRINGIN DESA KESAMBI KECAMATAN PORONG SIDOARJO MAYANG KRISTI A. 1212010024 SUBJECT: Persepsi, Remaja, Kehamilan DESCRIPTION: Kehamilan pada remaja adalah masalah serius dan sedang berkemb

0 0 5

PERILAKU PENCEGAHAN ANEMIA GIZI BESI PADA WANITA USIA SUBUR DI DESA PELANG KECAMATAN KEMBANGBAHU KABUPATEN LAMONGAN LAILATUN NI’MAH ZAHROTUN NISA 1212010018 SUBJECT: Perilaku, Anemia Gizi Besi, Wanita Usia Subur DESCRIPTION: Anemia gizi besi adalah keadaa

0 0 7

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan sampel 23 orang adalah guru sekolah

0 0 8