Kesadaran antara Dimensi Material dan Im

Kesadaran antara Dimensi Material dan Immaterial
(Analisis Kritis tentang Bermulanya Kesadaran *)
--------------------------------------------------------------------------------------------------Oleh : Firdaus Achmad **)
“Manusia merangkum dan membentuk struktur pengalaman mereka
hanya karena ketidakmungkinannya untuk berurusan
dengan arus kesadaran yang tidak terstruktur.
(Greely, The Mary Myth, 1977 : 26))

Manusia Sebagai Dualitas Dimensional, Sebuah Pengantar

K

etermilikan dimensi kedirian yang dualistis merupakan sebuah

keniscayaan realitas ‘ada’ (being) pada manusia. Keniscayaan dimaksud berupa
dimensi ke-tubuh-an dan realitas ke-jiwa-an. Dimensi ketubuhan selanjutnya
terdeteksi melalui wujud aktivitas organik yang serba materi. Sifatnya yang
umum dan terbuka untuk dapat ditangkap secara inderawi empiris menjadi
gambaran bagi konsekwensi meniada (menjadi tiada) nya dimensi ini. Meniada
nya dimensi serba materi sekaligus menjadi akibat atas aktivitas organik yang
berproses dalam lingkaran ruang dan waktu.

Sementara dimensi kejiwaan senantiasa bergerak dan terdeteksi dalam
aktivitas inorganik yang immateri. Sifatnya yang khusus dan cenderung tertutup
dari tangkapan inderawi empiris mengakibatkan kehadirannya hanya bisa
dipahami melalui simpati atas aktivitas ekspresif. Akan tetapi, ketika ekspresi
dari ‘ada’ nya bersemayam dan telah menjadi milik ‘ada’ yang lain, maka ikatan
ruang dan waktu sudah tidak dapat menjadi batas bagi kehadirannya.
*)

Tulisan disajikan pada kegiatan Kajian Rutin Pelajar Islam Indonesia (PII) Kalimantan
Barat dalam rangkaian Muktamar PII.
**)

Penulis adalah Dosen Filsafat pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak.

Kesadaran, antara Dimensi Material dan Immaterial.

2

Kedua dimensi tersebut berbaur dalam wujud relasi sinergis yang
selanjutnya menghadirkan realitas kedirian manusia. Aktivitas konkret menjadi

wujud ekspresi dari relasi sinergis keduanya sebagai sebuah realitas kedirian
yang bersifat serba materi. Relasi sinergis dimaksud sangatlah tidak mungkin
untuk dipahamkan dengan menggunakan frame pemikiran dikotomis, apatah
lagi ketika kedua dimensi tersebut telah berwujud dalam aktivitas kedirian yang
konkret.
Relasi antara dimensi ke-tubuh-an dan dimensi ke-jiwa-an menjadi hal
yang rumit untuk dapat dipahami. Berbagai kajian dan penelitian dalam disiplin
ilmu pengetahuan yang berbeda telah berkali-kali dilakukan untuk mengungkap
misteri dari relasi antara keduanya. Hasil temuan yang senantiasa berubah-ubah
semakin menambah kerumitan persoalan dan senantiasa menempatkannya pada
tema yang faktual dan menantang (Wolfgang Kohler, ‘The Mind-Body Problem’,
dalam Hook, 1961 : 15).

Otak Sebagai Materialitas Akal
Sebuah keniscayaan dalam memperbincangkan persoalan integrasi
(kemenyatuan) antara dimensi ke-tubuh-an dengan ke-jiwa-an adalah, relasi
antara manusia sebagai ‘ada’ yang ‘menjadi’ atau ‘mengada’ dengan realitas
cosmic yang ‘berada’. Hamparan realitas kesemestaan jagad raya yang hadir
sebagai objek empiris, mengandung daya rangsang bagi hasrat keingintahuan
manusia. Hasil tangkapan empiris manusia atas realitas cosmic selanjutnya

ditampung dalam wadah memori yang disebut ‘otak’. Dari wadah ini lah

Analisis Kritis tentang Bermulanya Kesadaran

oleh : Firdaus Achmad

Kesadaran, antara Dimensi Material dan Immaterial.

3

kemudian semua kesan hasil tangkapan inderawi empiris diproses dalam
lingkaran relasi antara ke-tubuh-an dan ke-jiwa-an.
Otak merupakan bagian paling terpenting bagi hidup manusia.
Keberadaannya sangat memberikan arti yang dapat membedakan makna ‘ada’
(being) antara manusia dengan makhluk dan benda-benda lain dalam semesta
jagad raya. Bahkan dapat dikatakan, bahwa otak lah yang membuat manusia
hidup dan sekaligus memaknai kehidupannya.
Secara material, otak manusia terdiri dari dua bagian, yaitu : otak besar
dan otak kecil. Unsur material ini selanjutnya berdaya fungsi setelah mengalami
proses relasi dengan realitas yang menjadi objek-objek tangkapan empiris. Lebih

tepatnya lagi jika dikatakan, bahwa fungsionalitas otak lebih bereaksi setelah
mendapat rangsangan dari realitas empiris yang secara konkret bersentuhan
langsung dengan inderawi manusia (Titus, 1979 : 72). Bentuk-bentuk reaksi yang
ditampakkan oleh otak sangat tergantung pada jenis rangsangan yang
diterimanya, karena pada otak terdapat bagian-bagian yang secara fungsional
memiliki peran berbeda antara satu bagian dengan bagian lain.
Otak reptil, yang merupakan pusat kendali dari semua aktivitas fisikal,
berfungsi memotivasi individu dalam melakukan aktivitas natural kemakhlukan,
yaitu : makan, kawin serta bereaksi untuk membela dan mempertahankan diri.
Otak limbic, yang biasa juga dikenal dengan otak mamalia, berfungsi memberi
daya rangsang bagi individu dalam merasa dan membangkitkan nilai-nilai kasih
sayang. Sementara otak neocortex, berfungsi memberikan dorongan pada
manusia untuk berpikir.

Analisis Kritis tentang Bermulanya Kesadaran

oleh : Firdaus Achmad

Kesadaran, antara Dimensi Material dan Immaterial.


4

Di antara tiga jenis atau bagian dari otak tersebut, otak neocortex memiliki
kemampuan dalam memilah tangkapan atas jenis rangsangan yang berbeda. Hal
ini disebabkan oleh adanya empat lobus (pilahan) di dalamnya yang berfungsi
merespon fenomena (gejala) cosmic yang beragam. Empat lobus dimaksud adalah :
Lobus occipital, lobus temporal, lobus frontal dan lobus parietal.
Lobus occipital merupakan jendela yang berfungsi menangkap semua
realitas visual (gambar). Dari hasil tangkapan lobus occipital ini manusia bisa
mendeskripsikan sekaligus membedakan berbagai objek sesuai dengan warna,
bentuk dan ukurannya. Sementara lobus temporal yang juga biasa disebut
auditoris, berfungsi menerima segala realitas dalam bentuk sinyal suara. Realitas
suara yang menjadi objek penerimaan lobus temporal tidak hanya yang besifat
konkret, akan tetapi juga yang berbentuk sinyal fenomenal. Potensi penerimaan
sekaligus menyerap sinyal suara yang fenomenal didukung oleh adanya sebuah
syaraf dalam lobus temporal yang disebut God spot. Syaraf ini berbentuk seperti
sebuah ‘titik’ yang berukuran sangat kecil. Syaraf God spot berfungsi menerima
dan menangkap fenomena spiritual dan mistis yang menggema dalam lintasan
semesta jagad raya.1)
Selanjutnya lobus frontal, yakni bagian dari otak neocortex yang berfungsi

memberikan kemampuan pada manusia untuk berpikir. Aktivitas berpikir yang
menjadi olahan dari lobus frontal adalah aktivitas dalam bentuk menyusun
1)

Dari hasil tangkapan titik syaraf God spot ini lah manusia kemudian mengkreasikan
berbagai fenomena spiritual menjadi wacana kepercayaan atau iman, dan pada akhirnya
mengkristal dalam wujud ‘agama’. Demikian pula aktivitas kreatif atas fenomena mistis dari
gejolak semesta jagad raya yang kemudian berwujud pada tradisi ritual persembahan atau
peribadatan. Hal kedua lebih jelas terungkap dalam prilaku penganut politheisme (kepercayaan
pada tuhan yang banyak), dan monotheisme (kepercayaan pada Tuhan yang Tunggal) tradisional,
seperti kepercayaan bangsa Romawi terhadap dewa Zeus yang menjadi dewa tertinggi di antara
dewa-dewa.

Analisis Kritis tentang Bermulanya Kesadaran

oleh : Firdaus Achmad

Kesadaran, antara Dimensi Material dan Immaterial.

5


rencana-rencana (planning). Aktivitas berpikir pada manusia juga diolah dan
direspon oleh bagian syaraf lain pada otak neocortex, yakni oleh lobus parietal.
Akan tetapi lobus parietal ini lebih berfungsi pada aktivitas berpikir dalam
bentuk merancang dan menyimpan memori-memori.
Keempat lobus (bagian) pada otak neocortex tersebut di atas dapat dipilah
menjadi dua bagian, sesuai dengan wilayah kerja dan nilai fungsional yang
diperankan. Lobus occipital dan lobus temporal memiliki daya dan fungsi kerja
yang berhubungan dengan objek-objek material dan immaterial (materi dalam
aktivitas).2) Sementara lobus frontal dan lobus parietal lebih berhubungan dengan
aktivitas kerja yang bersifat immaterial, bahkan cenderung abtrak (tidak
berbentuk). Akan tetapi, kedua pilahan ini tidak dapat dipahami secara
dikotomis, karena keduanya beraktivitas secara sinergis. Jika dua lobus pertama
berfungsi menangkap dan menyerap ‘ada’ nya objek-objek dalam wujud
fenomena material dan immaterial (materi dalam aktivitas), maka dua lobus
terakhir berfungsi mengolah hasil tangkapan dan penerimaan dari kedua lobus
pertama. Aktivitas pada dua lobus kedua (frontal dan parietal) inilah yang
kemudian disebut dengan ‘berpikir’ (thinking).

Akal dan Tubuh, Sebuah Integritas Kedirian

Proses kerja otak yang disebut dengan ‘berpikir’ (thinking), selanjutnya
menghadirkan istilah baru untuk penyebutan otak, yakni ‘akal’. Dihadirkannya
Istilah ‘immaterial’ dimaksudkan dengan sesuatu yang bersifat materi namun dalam
wujud aktivitas. Dengan kata lain, immaterial merupakan materi yang beraktivitas. Oleh
karenanya, ketika istilah ‘immaterial’ disebutkan secara bersamaan dengan istilah ‘materi’, maka
penyebutan tersebut tidak dimaksudkan sebagai upaya dikotomis, karena keduanya berelasi secara
sinergis.
2)

Analisis Kritis tentang Bermulanya Kesadaran

oleh : Firdaus Achmad

Kesadaran, antara Dimensi Material dan Immaterial.

6

istilah ‘akal’ lebih ditujukan untuk menggambarkan daya kerja dari otak yang
sangat bersifat material (serba benda). Dengan kata lain dapat dikatakan, bahwa
‘akal’ merupakan fungsionalisasi dari aktivitas otak.3)

Dalam beberapa kajian, khususnya di bidang psikologi, sebagian besar
para pakar di bidang ini menyatakan bahwa kehadiran akal merupakan
perwujudan dari aktivitas mental manusia. Oleh karenanya, istilah ‘akal’ sangat
sering disejajarkan pemahamannya dengan istilah ‘soul’ (jiwa), ‘self’ (diri) ‘mind’
(pikiran), dan ‘conciousness’ (kesadaran). Pensejajaran ini dilakukan dengan
maksud untuk menjelaskan wilayah keberadaan akal yang dipahami sebagai
realitas immaterial (materi dalam aktivitas), sebagaimana istilah lain dalam
wilayah mental, walaupun berakibat pada semakin kaburnya makna ‘akal’.
Sebagai realitas immaterial (materi dalam aktivitas), akal membuktikan
konkresitas (keberwujudan) nya melalui aktivitas ke-tubuh-an. Dari aktivitas ketubuh-an

lah

dapat

diketahui

apa

yang


dipikirkan,

diinterpretasikan,

diabstraksikan dan mungkin direfleksikan oleh akal. Sudah barang tentu,
konkresitas (keberwujudan) dan aktualisasi (perwujudnyataan) dari aktivitas akal
dalam wujud aktivitas ke-tubuh-an terekspresikan setelah ada relasi antara ‘self’
(diri) dengan realitas cosmic.
Dengan maksud menyampaikan anggapan umum, Gilbert Ryle dalam
bukunya yang berjudul “The Concept of Mind” menyatakan, bahwa akal dan

Pemisahan makna antara ‘otak’ dan ‘akal’ secara tegas telah diungkapkan oleh René
Descartes, yakni ketika ia menjelaskan bahwa ‘akal’ merupakan substansi immaterial yang
berfikir, dan ‘otak’ senyatanya adalah materi. Baginya, kesejatian materi adalah keluasan
(extension). Lebih lanjut bisa dilihat penjelasannya dalam Meditation II, Descartes’ Meditations
and Selections from the Principles of Philosophy, Translated by John Veitch, La Salle : Open
Court, 1941, p. 28-30.
3)


Analisis Kritis tentang Bermulanya Kesadaran

oleh : Firdaus Achmad

Kesadaran, antara Dimensi Material dan Immaterial.

tubuh

merupakan

dua

realitas

yang

7

berbeda

secara

esensial

(hakiki).

Sebagaimana tubuh manusia yang merupakan kompleksitas kesatuan, demikian
pula akal yang merupakan kompleksitas kesatuan, walau keduanya dibuat dari
bahan yang memiliki struktur berbeda (1949 : 18). Anggapan umum seperti ini
sangat jelas telah menempatkan akal sebagai substansi yang berbeda secara
material. Akan tetapi, pemikiran ini sama sekali tidak menguraikan keterpisahan
kedua bentuk subtansi tersebut. Dengan demikian, dalam anggapan umum yang
dikemukakan oleh Ryle, antara akal sebagai substansi immaterial dan tubuh
sebagai substansi material memiliki relasi yang tak mungkin untuk dinafikan.
Relasi antara akal sebagai materi yang beraktivitas (immaterial) dengan
tubuh yang material menjadi tema menarik dalam kajian berbagai disiplin ilmu,
termasuk filsafat. Berbagai pemikiran yang kemudian membidani kelahiran
teori-teori tentang tema ini bermunculan, sebagai pembuktian dari telah
dilakukannya upaya menyibak misteri tentang ada atau tidaknya dan bagaimana
bentuk relasi antara kedua bentuk realitas tersebut.
Terdapat tiga teori yang secara khusus mengungkap persoalan hubungan
antara akal sebagai substansi immaterial (materi dalam aktivitas) dan tubuh
sebagai substansi material, yaitu : Interaksionisme, Identitas dan Paralelisme.
Ketiga teori ini menempatkan akal dan tubuh pada wilayah substansi yang
berelasi namun tidak dalam pemahaman dikotomis (terbagi dua).
Teori interaksionisme memahamkan posisi akal dan tubuh dalam relasi
timbal balik atau sebab musabab. Akal sebagai substansi yang menyebabkan
perubahan pada aktivitas tubuh selanjutnya menerima akibat dari perubahan
aktivitas tubuh tersebut. Ketika seorang mahasiswa yang diberi tugas membuat

Analisis Kritis tentang Bermulanya Kesadaran

oleh : Firdaus Achmad

Kesadaran, antara Dimensi Material dan Immaterial.

8

karya ilmiah oleh dosennya dan harus diserahkan dalam waktu singkat, otaknya
berpikir untuk mencari cara agar ia bisa memanfaatkan waktu siang dan malam
hari. Hasil kerja pikir dari akalnya mengarahkan ia untuk menkonsumsi kopi
hitam dengan tujuan agar ia tidak merasakan kantuk di malam hari. Dengan
demikian ia dapat memanfaatkan waktu di malam hari untuk mengerjakan tugas
kuliahnya, karena di siang hari ia harus mengikuti perkuliahan lain. Setelah
meminum kopi hitam dalam takaran tertentu, si mahasiswa memang tidak
merasakan kantuk sama sekali. Akan tetapi, pencernaannya menjadi terganggu
dan mengakibatkan ia terkena penyakit diare, sehingga kondisi tubuhnya lemas
dan melemah. Kondisi tubuh melemah mengakibatkan konsentrasi berpikirnya
menjadi terganggu.
Apa yang dialami oleh mahasiswa tersebut di atas merupakan ilustrasi
pembenar bagi paparan teori interaksionisme. Ilustrasi seperti ini biasa
ditemukan dalam aktivitas nyata di lingkungan rumah sakit, yakni ketika
seorang pasien sengaja dibius oleh dokter yang akan melakukan proses operasi
terhadapnya. Demikian pula di lingkungan pertunjukan, dimana seorang
pesulap biasanya mempergunakan hipnotis untuk menipu daya tatap pada
indera penglihatan para penontonnya.4)
Teori identitas adalah teori yang secara tegas memahamkan bahwa akal
dan tubuh bukanlah substansi yang terpisah dan berdiri sendiri. Keduanya
merupakan sebuah realitas yang beraspek ganda dan tidak mungkin dipisahkan,
karena sama-sama berada dalam realitas kedirian yang ekspresif di mata subjek

4)

Hipnotis biasa juga digunakan dalam proses pengobatan, dimana seorang pasien
sengaja dibuat tidak sadar dalam kesadarannya.

Analisis Kritis tentang Bermulanya Kesadaran

oleh : Firdaus Achmad

Kesadaran, antara Dimensi Material dan Immaterial.

9

yang memandang. Ibaratkan mata uang logam yang memiliki sisi berbeda
namun menyatu dalam bentuk dan nilai, maka demikian pula dengan posisi akal
dan tubuh pada diri (self) manusia (Frankl, 2003 : 136).
Bagi teori ini, memisahkan akal dan tubuh sama halnya dengan
menafikan realitas diri (self) dengan segala aksesoris kediriannya. Manakala
realitas diri dinafikan, maka ‘ada’ (being) sebagai sebuah keniscayaan dan
kemestian cosmic juga menjadi tiada (nothingness), dan inilah ketidakmungkinan
dalam realitas yang serba mungkin. Oleh karenanya, pemisahan antara akal dan
tubuh hanya merupakan sebuah ketidakmungkinan yang tidak pantas untuk
diperbincangkan.
Kondisi tubuh merupakan ekspresi dari keadaan akal. Sangatlah tepat
jika dikatakan bahwa akal dan tubuh beraktivitas sesuai dengan wilayah
kerjanya masing-masing, akan tetapi keduanya berelasi dalam proses ekspresi
dari identitas diri (self). Air mata yang keluar dari mata seseorang sebagai materi
ke-tubuh-annya merupakan ekspresi dari kondisi sedih atau senang yang
dialami, setelah akal yang merupakan immaterial (materi dalam akal)
mempengaruhi aspek materi ke-tubuh-annya. Demikian pula ketika seseorang
yang mengarahkan tangannya untuk memijat kepala tatkala merasa sakit.
Kondisi kepalanya yang sedang sakit mendapat respon dari akalnya yang
kemudian menstimulus tangannya untuk memijat.
Berbeda dengan kedua teori di atas, teori paralelisme beranggapan
bahwa akal dan tubuh merupakan dua substansti yang berbeda dan tidak
berelasi. Kalaupun dipaksakan untuk berelasi, maka sifatnya hanya sekedar
pendampingan, dimana akal berperan mendampingi materi ke-tubuh-an dalam

Analisis Kritis tentang Bermulanya Kesadaran

oleh : Firdaus Achmad

Kesadaran, antara Dimensi Material dan Immaterial.

10

beraktivitas. Teori ini berpijak pada keyakinan akan takdir dan ketentuan bahwa
akal dan tubuh beraktivitas secara harmonis karena telah menjadi keazalian diri
(self) dan bukan karena adanya relasi.

Akal sebagai Immaterial Kesadaran
G.K. Chesterton, seorang peneliti berkebangsaan Amerika, telah
melakukan penelitian terhadap seorang pasien yang sedang menjalani proses
pengobatan serius setelah mengalami kecelakaan, dimana mobil yang ia
kendarai beserta keluarganya ditabrak oleh sebuah kontainer. Dalam kecelakaan
itu hanya ia sendiri yang selamat, walau sempat mengalami masa kritis dan tak
sadarkan diri selama sepuluh hari, sementara istri dan ketiga orang anaknya
meninggal seketika di tempat kejadian.
Pasien tersebut diminta untuk bercerita tentang apa yang dialami dan
dirasakannya selama masa kritis. Tanpa ragu si pasien menceritakan bahwa
selama sepuluh hari tak sadarkan diri, ia merasa berada di masa kanakkanaknya, bermain dan bersenda gurau dengan kedua orang tuanya. Semua
kenangannya di masa lalu seakan terjadi kembali seperti di dunia nyata,
termasuk kenangan di saat ia dan keluarganya mengendarai mobil di hari
kecelakaan itu terjadi. Tiba-tiba saja ia merasa terkejut ketika mobilnya ditabrak
dari belakang, dan saat itu, tepat hari kesepuluh masa kritisnya, ia terbangun
dan sadar bahwa ia telah berada di salah satu tempat tidur rumah sakit.
Tanpa sepengetahuan si pasien, selama masa kritisnya seorang dokter
ahli syaraf otak yang ikut membantu proses operasi mayor untuk mengeluarkan

Analisis Kritis tentang Bermulanya Kesadaran

oleh : Firdaus Achmad

Kesadaran, antara Dimensi Material dan Immaterial.

11

serpihan kaca yang masuk ke dalam batok kepala, telah membuka lapis
pembalut otaknya. Saat itu dokter ini menemukan betapa kondisi otak si pasien
bekerja seperti layaknya otak orang yang sadar. Oleh karena itu, ketika ditanya
oleh keluarga pasien tentang kemungkinan hidupnya, si dokter dengan tegas
menyatakan bahwa ia akan hidup normal seperti sedia kala (Chesterton, 1936 :
68).
Cerita di atas setidaknya dapat dijadikan dasar untuk meyakini dan
mengatakan bahwa akal merupakan benda immaterial (materi dalam aktivitas)
yang memberikan daya bagi proses sadarnya diri (self). Bahkan akal lah yang
menjadi unsur immaterial (materi dalam aktivitas) paling menentukan bagi ‘ada’
(being) nya diri (self). Dengan kata lain, tanpa akal ‘ada’ (being) bagi diri (self)
sekaligus bermakna ketiadaan (nothingness), karena diri (self) tidak mungkin
mengetahui akan ‘ada’ (Being) nya manakala ia tidak memiliki kesadaran akan
ke-ada-an nya (self consciousness).5)
Banyak yang menduga bahwa akal (mind) dan kesadaran (consciousness)
adalah satu, karena kesadaran (consciousness) dianggap hanya sebagai sinonim
dari akal (mind). Di satu sisi, anggapan ini bisa saja benar jika keberadaan
kesadaran (consciousness) dan akal (mind) dipahami dari sisi sumber materialnya.
Akan tetapi, anggapan tersebut menjadi pantas untuk diragukan, bahkan ditolak
jika keduanya dipahami dari sisi proses aktivitas otak dalam diri (self) yang
berelasi dengan berbagai realitas di luar diri (self) (Skinner, 1965 : 30-31).

Penggunaan kata ‘ada’ (being) dengan ‘b’ huruf kecil dimaknai dengan ‘menjadi’
(becoming). Sementara kata ‘ada’ (Being) dengan ‘B’ huruf besar dimaknai dengan ‘berada’
(being-itself).
5)

Analisis Kritis tentang Bermulanya Kesadaran

oleh : Firdaus Achmad

Kesadaran, antara Dimensi Material dan Immaterial.

12

Sebagaimana dijelaskan pada bagian terdahulu, bahwa akal adalah
immaterial (materi dalam aktivitas) dari pendayagunaan otak yang material (serba
benda). Aktivitas akal dalam mengolah data hasil serapan otak yang masuk
melalui panca indera, merupakan immaterialitas (materi dalam aktivitas)
kesadaran (consciousness) bagi diri (self) yang berelasi dengan realitas di luar diri
(self). Kesadaran (consciousness) menjadi tidak mungkin muncul manakala akal
tidak beraktivitas merespon hasil serapan otak.

Kesadaran adalah Intensionalitas Akal, Sebuah Penyimpulan
Akal (mind) dan kesadaran (consciousness) adalah dua realitas yang
berelasi timbal balik, dimana akal menjadi immaterial (materi dalam aktivitas)
bagi kesadaran, dan sebaliknya kesadaran (consciousness) merupakan energi bagi
kwalitas kerja akal (mind). Semakin besar energi kesadaran (consciousness) pada
diri (self) yang mengamati dan mengalami objek-objek di luar diri (self), semakin
besar pula ruang kualitas kerja akal (mind). Demikian pula sebaliknya, semakin
tinggi kualitas kerja akal (mind), maka semakin tinggi pula kualitas kesadaran
(consciousnes) dalam mengamati realitas objek-objek.
Karena akal (mind) dan kesadaran (consciousness) merupakan unsur
immaterial (materi dalam aktivitas) bagi diri (self), sekaligus juga merupakan
identitas kedirian yang bersifat material (serba benda), maka kondisi kedirian
pada diri (self) ikut mempengaruhi aktivitas akal (mind) dan kwalitas kesadaran
(consciousness). Realitas akal (mind) yang senantiasa sadar, walaupun diri (self)
tempat bersemayamnya akal mengalami ketidaksadaran (unconsciousness),

Analisis Kritis tentang Bermulanya Kesadaran

oleh : Firdaus Achmad

Kesadaran, antara Dimensi Material dan Immaterial.

13

menjadi wadah penampung bagi segala bentuk serapan otak melalui tangkapan
inderawi. Dengan demikian, kualitas kerja akal (mind) tidak terlalu bergantung
pada kondisi ke-tubuh-an diri (self).
Sementara itu, realitas kesadaran (consciousness) yang kualitas kerjanya
bergantung pada qualia (kualitas tertentu) dari intensionalitas (kehasratan) diri
(self) dalam mengamati, membaca dan merefleksikan realitas di luar diri (self),
menjadi bersifat temporal (sementara). Seseorang dapat mengatakan betapa
indahnya ikan arwana yang berenang di dalam sebuah akuarium, karena ia
sedemikian berhasrat dalam melihat, mengamati dan menikmati setiap lekukan
dari gerak ikan tersebut. Berbeda dengan orang lain yang bisa juga berkata
bahwa tidak ada keindahan apa-apa pada ikan arwana, karena ia melihat itu
hanya sekedar melihat, dan bahkan aktivitas melihatnya hanya sepintas.
Kondisi ke-tubuh-an diri (self) yang berbeda antara manusia yang satu
dengan manusia yang lain, membuat kesadaran (consciousness) masing-masing
diri (self) menjadi berbeda pula. Kesadaran (consciousness) sebagai sebuah
kemampuan immaterial (materi dalam aktivitas) dalam merefleksikan apa yang
diserap akal (mind), akan menghadirkan pemaknaan dan pembahasaan yang
beragam, tergantung keberagaman kondisi diri (self). Seseorang yang sedang
dalam kondisi tidak sehat akan mengatakan, bahwa ayam goreng KFC itu tidak
enak. Rasa tidak enak baginya bukan

dikarenakan

ketidakbiasaannya

mengkonsumsi ayam goreng, akan tetapi lebih disebabkan oleh kondisi ketubuh-annya yang tidak sehat, sehingga mengakibatkan ia tidak dapat
menikmati suguhan ayam goreng KFC. Berbeda dengan orang sehat yang secara

Analisis Kritis tentang Bermulanya Kesadaran

oleh : Firdaus Achmad

Kesadaran, antara Dimensi Material dan Immaterial.

14

leluasa dapat menikmati ayam goreng KFC dan bisa mengungkapkan
kelezatannya.
Cara diri (self) dalam memandang dan mengamati objek juga merupakan
salah satu faktor perbedaan kesadaran (consciousness). Seseorang yang
intensionalitas (kehasratan) nya dalam memandang mata uang logam dari salah
satu sisi lingkaran uang yang diletakkan di atas meja akan mengatakan, bahwa
uang logam itu bentuknya bundar. Akan tetapi orang lain akan bisa berkata
bahwa uang logam itu bentuknya oval, karena intensionalitas (kehasratan) nya
mengarahkan ia untuk memandang mata uang itu dari sisi dimana posisi mata
uang ditegakkan.
Kualitas kesadaran (consciousness) sebagai representasi immaterial (materi
dalam

aktivitas)

akal

seseorang

sangatlah

bergantung

pada

kualitas

intensionalitas (kehasratan) nya dalam berelasi dengan realitas di luar diri (self).
Kesadaran

(consciousness)

sangat

dibutuhkan

dalam

menata

bangunan

pengetahuan, terutama pengetahuan tentang diri (self). Ketika kesadaran
(consciousness) dikesampingkan, maka pengetahuan akan diri (self) menjadi
absurd (kabur) dan diri (self) menjadi tidak bermakna (meaningless). Untuk dapat
tetap memiliki kesadaran (consciousness), terutama kesadaran akan diri (self
consciousness), maka pendayagunaan akal dalam aktivitas berpikir menjadi
sebuah kemestian yang tidak dapat diabaikan.
Sapere aude (beranilah berpikir), demikian slogan Immanuel Kant yang
dapat dipahami sebagai ajakan untuk tidak pernah berhenti mendayagunakan
akal. Berpikir berarti berkesadaran, dan berkesadaran berarti pula hidup selalu
menjadi (being – becoming) sebagaimana yang kita pikirkan dengan berlandas

Analisis Kritis tentang Bermulanya Kesadaran

oleh : Firdaus Achmad

Kesadaran, antara Dimensi Material dan Immaterial.

15

pada kesadaran (consciousness), dan kita adalah diri (self) yang senantiasa
berupaya untuk menjadi makhluk sadar, semoga !

Analisis Kritis tentang Bermulanya Kesadaran

oleh : Firdaus Achmad

Kesadaran, antara Dimensi Material dan Immaterial.

16

DAFTAR PUSTAKA

CHESTERTON, G.K., 1936, The Accident, Selected Essays of G.K. Chesterton, London
: Collins.
DESCARTES, René, 1941, Meditation II, Descartes’ Meditations and Selections from
the Principles of Philosophy, Translated by John Veitch, La Salle : Open
Court.
FRANKL, Victor E., 2003, Logoterapi, Terapi Psikologi Melalui Pemaknaan Eksistensi,
Alih Bahasa oleh M Murthadlo, Yogyakarta : Kreasi Wacana.
GREELEY, Andrew M., 1977, The Mary Myth, New York : Seabury Press.
HOOK, Sidney, ed., 1961, Domensions of Mind, A Symposium, New York : Collier
Book.
LAVINE, T.Z., 1984, From Socrates to Sartre : The Philosophic Quest, New York :
Bantam Books, Inc..
PATTERSON, Charles H., 1971, Western Philosophy, Volume II : Since 1600, USA :
Cliff’s Notes, Inc..
RYLE, Gilbert, 1949, The Concept of Mind, London : Hutchinson.
SKINNER, B.F., 1965, Science and Human Behavior, New York : Free Press.
TITUS, Harold H., etc., 1979, Living Issues in Philosophy, California : Wadsworth
Publishing Company.

Analisis Kritis tentang Bermulanya Kesadaran

oleh : Firdaus Achmad