Kembalinya Krimea ke Russia dan Keberlan

KEMBALINYA KRIMEA KE RUSIA DAN KEBERLANGSUNGAN HIDUP
ETNIS TATAR DI KRIMEA
Akhir-akhir ini kita melihat perkembangan politik di Ukraina sangat
menegangkan dan menarik untuk dikaji lebih dalam. Berawal dari unjuk rasa
yang menolak keputusan Presiden Ukraina Viktor Yanukovych karena telah
memutuskan perjanjian perdagangan dengan Uni Eropa sampai unjuk rasa
yang anarkis sehingga menyebabkan banyak korban jiwa. Dalam pernyataan
persnya Viktor menilai langkah yang diambilnya memang berat, dia meyakini
bahwa Ukraina bisa sejajar dengan Negara-negara Eropa lainnya tanpa harus
melakukan perdagangan dengan mereka. Akan tetapi, keputusan Viktor ini
menyulut kemarahan pihak oposisi dan rakyat Ukraina. Sehingga mereka
yang menolak keputusan Presiden Viktor turun kejalan dan meminta agar
perjanjian tersebut di sepakati dan meminta diadakannya pemilihan umum.
Banyak pihak yang menduga keputusan yang diambil Viktor Yanukovych
dikarenakan adanya tekanan politik dan ekonomi dari Rusia. Oleh karennya
Barat meminta agar Rusia tidak mengintervensi setiap keputusan politik
Ukraina.
Memang

sangat


disayangkan

jika

Rusia

mengintervensi

setiap

keputusan politik di Ukraina, karena secara tidak langsung telah melanggar
hukum internasional. Jika dilihat dari sudut pandang Rusia sendiri, intervensi
yang dilakukannya terhadap Ukraina adalah tindakan yang wajar sebab
Ukraina bagi Rusia merupakan “adik kandung” yang harus dilindungi dari
campur tangan Barat, melindungi kepentingan Rusia di Ukraina adalah
sebuah kewajiban bagi presiden-presiden Rusia sekarang maupun yang akan
datang, hal ini dikarenakan banyak etnis Rusia yang tinggal di Ukraina,
sehingga bahasa Rusia dijadikan sebagai bahasa resmi selain bahasa
Ukraina. Selain itu, adanya pangkalan militer Rusia di wilayah yang
kemudian menjadi hangat diperbincangkan yaitu Krimea menjadikan Ukraina

sebagai sekutu dekat yang harus dijaga agar tidak kehilangan pengaruhnya
di Ukraina.

Selain masalah politik yang lebih ditonjolkan dalam konflik Ukraina,
permasalahan etnis juga diperhitungkan, karena etnis yang mendiami
wilayah Ukraina memiliki perbedaan masing-masing baik ideology ataupun
politik. Perbedaan inilah yang kemudian memengaruhi keputusan politik di
Negara yang dijuluki sebagai keranjang roti Eropa ini. Salah satu etnis yang
mendiami wilayah Ukraina adalah etnis Tatar yang sebagian besar bermukim
di Krimea. Jika dilihat dari segi sejarah sebelum Uni Soviet terbentuk, Etnis
Tatar telah lama mendiami wilayah Ukraina dan sebagian besar dari mereka
beragama Islam. Hal ini dikarenakan dahulu tempat yang di diami etnis Tatar
di Krimea merupakan bagian dari kekuasaan Turki Ottoman hingga pada
akhirnya daerah Krimea direbut oleh kekaisaran Rusia.
Etnis Tatar di Usir
Setelah daerah Krimea dikuasai oleh kekaisaran Rusia pada abad ke18, banyak etnis muslim Tatar kemudian pergi meninggalkan tanah
kelahirannya dan menyebar ke wilayah Asia dan Eropa. Tetapi ketika terjadi
revolusi Rusia pada dasawarsa ke dua abad ke-20 umat Islam di Krimea
tumbuh sangat signifikan. Tetapi hal ini tidak berlangsung lama, tiga
dasawarsa kemudian ketika Stalin berkuasa dan menerapkan kebijakan yang

kemudian mendorong deportasi secara massive terhadap bangsa Tatar yang
mendiami wilayah Krimea. Setelah berakhirnya kekuasaan Stalin di Uni
Soviet pada tahun 1953 hingga kemudian dilakukannya repatriasi oleh
pemerintahan baru Uni Soviet pada tahun 1967 menjadikan warga keturunan
Tatar yang telah terusir kembali lagi ke wilayah mereka dan kemudian
menyebar dan mendiami tidak hanya di wilayah Krimea melainkan juga ke
wilayah Rusia.
Sejarah tersebut tercatat jelas dikepala muslim Tatar sekarang, dan
seolah-olah pristiwa tersebut membuat mereka trauma dan tidak ingin hal
itu terulang kembali di era demokrasi sekarang ini. Kekhawatiran inilah yang
kemudian

membuat

etnis

Tatar

menolak


referendum

Krimea

hingga

menjadikan Krimea sebagai bagian dari wilayah Rusia melalui referendum

pada 16 Maret 2014 kemarin. Kekhawatiran ini hal yang wajar mengingat di
era kejayaan partai komunis yang dipimpin Stalin, etnis Tatar diperlakukan
secara tidak adil oleh pemerintah, sehingga mereka merasa jika Krimea
masuk ke wilayah Rusia, maka mereka akan kehilangan akses yang selama
ini dilakukan oleh Rusia terhadap Etnis muslim Krimea.
Rusia Harus Adil
Setelah banyak mengalami pertentangan dari Amerika dan Eropa atas
referendum yang dilakukan pemerintah Krimea yang pro Rusia dan
menyatakan 96% rakyat Krimea memilih untuk bergabung dengan Rusia dan
memisahkan diri dari Ukraina, banyak rakyat Krimea yang pro Ukraina
mempertanyakan atas keberlangsungan hidup mereka salah satunya etnis
yang mendiami Krimea yaitu etnis Tatar. Etnis Tatar sebagian besar memilih

Krimea untuk tetap bergabung ke Ukraina dan menolak ikut Rusia.
Keputusan referendum telah ditetapkan dan lakukan oleh penduduk
Krimea dan mereka secara sadar telah memilih untuk ikut ke Negara tirai
besi tersebut. Rusia kemudian melalui parlemen mengesahkan Krimea
masuk kedalam wilayahnya. Bagaimanapun nasi telah menjadi bubur,
mungkin pribahasa itulah yang saat ini menggambarkan kekecewaan etnis
muslim Krimea atas referendum tersebut dan mereka harus siap menerima
daerah tercintanya masuk ke Negara yang dulu menyiksa, mengusir bahkan
membunuh

nenek

moyang

mereka.

Bagi

penulis,


jika

Rusia

telah

memutuskan Krimea masuk ke wilayahnya, maka Rusia juga harus menerima
penduduk

yang

telah

lama

mendiami

wilayah

Krimea


dan

memperlakukannya secara adil. Bukankah seharusnya begitu dalam Negara
demokrasi?
Saya kira Rusia telah dewasa dalam menyikapi masalah etnis, karena
sejarah panjang bangsa ini melalui pristiwa-pristiwa yang harusnya menjadi
pelajaran ke depan bagi Negara beruang merah tersebut. Perlakuan Rusia
terhadap etnis Tatar harus lebih baik dari perlakuan Ukraina terhadap

mereka, jika perlakuan Rusia terhadap etnis Tatar diskriminatif, maka
kemungkinan akan terjadi emigrasi besar-besaran dari Krimea ke wilayah
Ukraina yang secara politis hal itu akan menjadi boomerang bagi Rusia.