PERSEPSI dan PENGAMBILAN KEPUTUSAN INDIV

1

MAKALAH PERILAKU ORGANISASI

PERSEPSI DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN INDIVIDU

OLEH:
KELOMPOK V

MAENA
ANDI NURQALBI
SITI NURZAKIAH ISDIHAR
MIFTAHUL JANNAH SAMAD

000801442016
000501442016
006301442016
006801442016

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2017

2

PERSEPSI dan PENGAMBILAN KEPUTUSAN INDIVIDU

A.

Apakah dimaksud Persepsi?

Persepsi adalah sebuah proses individu mengorganisasikan dan menginterpretasikan
kesan sensoris untuk memberikan pengertian pada lingkungannya. Apa yang kita nilai bisa
jadi berbeda secara substansial dengan realitas objektif. Persepsi penting bagi perilaku
organisasi karena perilaku orang-orang didasarkan pada persepsi mereka tentang apa realita
yang ada, bukan mengenai realita itu sendiri. Dunia sebagaimana yang dinilai adalah dunia
yang penting secara perilaku.
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi Persepsi
Sejumlah faktor membentuk dan kadang-kadang mengganggu persepsi. Faktor-faktor

ini bisa berada pada penilai, pada objek atau target yang dinilai, atau pada situasi di mana
persepsi itu dibuat.
Ketika Anda melihat sebuah target, interpretasi Anda tentang apa yang Anda lihat
dipengaruhi oleh karakteristik-karakteristik pribadi Anda-sikap, kepribadian, motif, minat,
pengalaman masa lampau, dan ekspektasi. Misalnya, jika Anda mengharapkan petugas
polisi agar otoritatif, Anda mungkin menilai mereka demikian, tanpa memandang sifat-sifat
yang sebenarnya.
Karakteristik dari target juga memengaruhi apa yang kita nilai. Orang-orang yang
tarisik mungkin lebih disadari daripada yang pendiam. Demikian halnya dengan mereka yang
sangat menarik atau sangat tidak menarik. Oleh karena kita tidak melihat target dalam
isolasi, hubungan antara sebuah target dan latar beiakangnya memengaruhi persepsi,
sebagaimana kecenderungan kita untuk mengelompokkan hal-hal yang dekat dan mirip
bersama-sama. Kita saring menilai wanita, pria, Kulit Putih, Afrika Amerika, Asia, atau
anggota kelompok lainnya yang memiliki karakteristik-karakteristik yang secara jelas berbeda
sebagai kesamaan dalam cara lain yang tidak berhubungan juga.
Konteks pun berpengaruh. Waktu saat kita melihat suatu objek atau peristiwa dapat
memengaruhi perhatian kita, sebagaimana pula lokasi, cahaya, panas, atau faktor-faktor
situasional. Misalnya, pada Sabtu malam Anda mungkin tidak menyadari seseorang berhias.
Tetapi jika orang itu berhias pada kelas manajemen Senin pagi, tentu saja Anda akan
memperhatikannya. Tidak satupun dari penilai atau target berubah dari sabtu malam dan

senin pagi, tetapi situasinya berbeda.

3

B.

Persepsi Orang : Membuat Penilaian atas Orang Lain
1. Teori Atribusi

Benda-benda mati seperti bangku, mesin, dan bangunan mengikuti hukum alam,
tetapi mereka tidak memiliki kepercayaan, motif, atau niat. Manusia memiliki semua itu.
Ketika kita mengamati orang, kita mencoba menjelaskan perilaku mereka. Persepsi dan
penilaian kita tentang tindakan orang dipengaruhi oleh asumsi yang kita buat di pikiran kita
terhadap orang itu.
Teori atribusi mencoba menjelaskan cara-cara kita menilai orang bergantung pada
pengertian yang kita atribusikan pada sebuah perilaku. Itu menyatakan bahwa ketika kita
mengamati perilaku seorang individu, kita mencobaa menentukan apakah itu disebabkan
dari internal atau eksternal. Penentuan itu terutama tergantung pada tiga faktor: (1)
perbedaan, (2) konsensus, dan (3) konsistensi. Mari kjta klarifikasi perbedaan antara
penyebab internal dan eksternal, dan kita akan mendiskusikan faktor- faktor penentu itu.

Perilaku yang disebabkan Internal adalah yang dipercaya pengamat berada dalam
kendali perilaku pribadi dari indlvidu. Perilaku yang disebabkan eksternal adalah apa yang
kita bayangkan situasi memaksa Individu untuk,melakukannya. Jika salah satu pekerja Anda
datang terlambat, Anda mungkin mengati ibusikannya pada bangun tidur kesiangan akibat
pesta malam yang ia adakan. Ini adalah atrubusi internal. Tetapi jika Anda
mengatribusikannya pada kecelakaan mobil yang membuat macet, Anda membuat atribusi
eksternal.
Sekarang mari kita diskusikan ketiga faktor penentu. Perbedaan merujuk pada apakah
seorang individu menampilkan perilaku yang berbeda dalam situasi yang berbeda. Apakah
pekerja yang datang telat hari ini adalah yang secara teratur mengingkari komitmen? Apa
yang kita ingin ketahui adalah apakah perilakunya tidak biasa. Jika ya, kita mungkin
memberikan atribusi eksternal. Jika tidak, kita mungkin menilai perilaku itu internal.
Jika setiap orang menghadapi situasi yang sama memberikan respons yang sama,
kita dapat mengatakan perilaku itu menunjukkan konsensus. Perilaku dari pekerja yang
terlambat memenuhi kriteria ini jika semua pekerja yang menempuh rute yang sama juga
terlambat. Dari sebuah perspektif atribusi, jika konsensusnya tinggi, Anda mungkin
memberikan atribusi eksternal pada keterlambatan pekerja itu, sedangkan jika pekerja lain
yang menempuh rute yang sama bisa datang tepat waktu, Anda akan mengatribusikan
keterlambatannya sebagai penyebab internal.
Terakhir, seorang pengamat mencari konsistensi dalam tindakan seseorang. Apakah

orang itu merespons dengan cara yang sama sepanjang waktu? Datang terlambat 10 menit
tidak dinilai dengan cara yang sama bagi pekerja yang belum pernah terlambat dalam
beberapa bulan dibandingkan pekerja yang terlambat tiga kali seminggu. Semakin konsisten
perilakunya, semakin mungkin kita mengatribusikannya pada penyebab internal.

4

Salah satu temuan dari riset teori atribusi adalah bahwa kesalahan atau bias
mengganggu atribusi. Ketika kita membuat penilaian mengenai perilaku orang lain, kita
cenderung meremehkan pengaruh faktor-faktor eksternal dan melebihkan pengaruh faktorfaktor internal atau pribadi. Kesalahan atribusi fundamental ini dapat menjelaskan mengapa
seorang manajer penjualan cenderung mengatribusikan buruknya kinerja agen penjualnya
pada kemalasan dibandingkan pada lini produk inovatif kompetitor. Individu dan organisasi
juga cenderung mengatribusikan kesuksesan mereka pada faktor-faktor internal seperti
kemampuan atau usaha, tetapi menyalahkan kegagalan pada faktor-faktor eksternal seperti
ketidakberuntungan atau rekan kerja yang tidak produktif. Orang-orang juga cenderung
mengatribusikan informasi-informasi ambigu seperti pujian bagus menerima umpan balik
positif dan menolak umpan balik negatif. Hal ini merupakan bias pelayanan diri/ Para peneliti
menanyai sekelompok orang, "Jika seseorang menuntut Anda dan Anda memenangkan
kasus itu, haruskah ia membayar biaya hukum Anda?” Delapan puluh persen merespons
“ya”. Kelompok lainnya ditanyakan, “Jika Anda menuntut seseorang dan kalah dalam kasus

itu, haruskah Anda membayar biayanya? Hanya 44% menjawab “ya”
Bukti dari perbedaan-perbedaan budaya dalam persepsi bercampur, tetapi
kebanyakan menyatakan bahwa ada perbedaan iintas budaya dalam atribusi yang dibuat
orang.5 Satu studi menemukan manajer Korea cenderung kurang bias pelayanan diri mereka
cenderung menerima tanggung jawab atas kegagalan kelompok “Hal ini dikarenakan saya
bukan pemimpin yang cakap” bukannya mengatribusikan kegagalan pada anggota
kelompok.6 Di sisi lain, manajer-manajer Asia lebih mungkin menyalahkan institusi atau
seluruh organisasi, sedangkan pengamat Barat percaya manajer-manajer individu
seharusnya disalahkan atau dipuji.7 Hal itu mungkin menjelaskan mengapa surat kabar AS
menampilkan nama-nama eksekutif individu ketika perusahaan berkinerja buruk, sedangkan
media Asia memberitakan bagaimana perusahaan secara keseluruhan gagal.
Kecenderungan untuk membuat atribusi berdasarkan kelompok ini juga menjelaskan
mengapa individu dari budaya Asia lebih mungkin membuat stereotip berdasarkan
kelompok. Teori atribusi dikembangkan berdasarkan eksperimen dengan pekerja AS dan
Eropa Barat. Tetapi studi-studi ini menyarankan kehati-hatian dalam membuat prediksi teori
atribusi dalam komunitas non-Barat, khususnya pada negara-negara dengan tradisi kolektif
yang kuat.
Perbedaan-perbedaan dalam kecenderungan atribusi tidak berarti konsep dasar
atribusi sepenuhnya berbeda lintas budaya. Bias pelayanan diri bisa jadi kurang umum
dalam budaya Asia Timur, tetapi bukti menyatakan mereka masih beroperasi lintas budaya.9

Studi mengindikasikan manajer Cina menilai menyalahkan sesuatu dengan menggunakan
petunjuk-petunjuk perbedaan, konsensus, dan konsistensi yang sama seperti yang
digunakan manajer Barat. Mereka juga menjadi marah dan menghukum mereka yang
dianggap bertanggung jawab atas kegagalan, sebuah reaksi yang ditunjukkan dalam banyak
studi manajer Barat. Ini berarti proses dasar atribusi teraplikasi lintas budaya, tetapi

5

dibutuhkan lebih banyak bukti bagi manajer Asia untuk menyimpulkan orang lain harus
disalahkan.
2. Jalan Pintas dalam Menilai Orang Lain secara Umum
Jalan pintas untuk menilai orang lain sering kali memperbolehkan kita untuk membuat
persepsi akurat dengan cepat dan memberikan data yang valid untuk membuat prediksi.
Bagaimana pun, mereka dapat dan memang kadang-kadang menghasilkan distorsi
signifikan.
a) Persepsi Selektif
Karakteristik apa pun yang membuat seseorang, sebuah objek, atau sebuah
peristiwa menonjol akan meningkatkan probabilitas kita menilainya? Mengapa? Oleh
karena tidak mungkin bagi kita untuk mengasimilasikan semua hal yang kita lihat; kita
dapat mengambil hanya rangsangan tertentu. Oleh karena itu, Anda lebih mungkin

untuk menyadari mobil yang mirip dengan punya Anda, dan atasan Anda mungkin
memarahi beberapa orang dan bukan yang lain yang melakukan hal yang sama. Oleh
karena kita tidak dapat mengamati semua hal yang terjadi, kita menggunakan
persepsi selektif. Tetapi kita tidak memilih secara acak: kita memilih menurut minat,
latar belakang, pengalaman, dan sikap kita. Peisepsi selektif membuat kita membaca
orang lain dengan cepat, tetapi berisiko menggambarkan gambaran yang tidak akurat.
Melihat apa yang ingin kita lihat, kita dapat menggambarkan kesimpulan yang tidak
dapat dijamin dari sebuah situasi yang ambigu.
b) Efek Halo
Ketika kita menggambarkan sebuah kesan mengenai seorang individu
berdasarkan sebuah karakteristik tunggal, seperti kecerdasan, kemampuan
bersosialisasi, atau penampilan, sebuah efek halo sedang bekerja. Efek halo
dikonfirmasi dalam sebuah studi klasik di mana subjek diberikan sebuah daftar sifatsifat seperti cerdas, terampil, giat, rajin, berkemauan kuat, serta hangat; subjek
diminta untuk mengevaluasi orang yang memiliki sifat-sifat tersebut. Subjek menilai
orang itu bijaksana, humoris, populer, dan imajinatif. Ketika daftar yang sama
menggantikan “dingin” dengan “hangat”, satu gambaran yang benar-benar berbeda
muncul. Jelasnya, subjek membuat sebuah sifat tunggal memengaruhi kesan
keseluruhan mereka atas orang yang mereka nilai.

c) Efek Kontras

Sebuah ucapan kuno di antara para penghibur adalah, "Jangan pernah ikuti
tindakan yang melibatkan anak-anak atau hewan.” Mengapa? Penonton sangat

6

menyukai anak-anak dan hewan sehingga Anda akan kelihatan buruk dalam
perbandingan. Contoh ini menunjukkan bagaimana efek kontras dapat mengganggu
persepsi. Kita tidak mengevaluasi orang yang sedang diisolasi. Reaksi kita
dipengaruhi oleh hal-hal lain yang muncul baru-baru ini. Dalam sebuah rangkaian
wawancara pekerjaan, pewawancara dapat membuat distorsi pada evaluasi kandidat
tertentu akibat posisi jadwal wawancaranya. Seorang kandidat mungkin menerima
evaluasi yang lebih menyenangkan jika diawali oleh pelamar rata-rata dan evaluasi
yang kurang menyenangkan jika diawali oleh pelamar yang kuat.
d) Stereotip
Ketika kita menilai se'seorang berdasarkan persepsi kita atas kelompok
asalnya, kita sedang melakukan stereotip. Kita berhadapan dengan jumlah
rangsangan yang tidak dapat dikendalikan dari dunia yang kompleks dengan
menggunakan heuristis atau stereotip untuk mengambil keputusan dengan cepat.
Misalnya, masuk akal untuk mengasumsikan bahwa Allison dari keuangan akan
mampu membantu Anda menyelesaikan masalah anggaran. Masalah terjadi ketika

kita menggeneralisasikan dengan tidak akurat atau berlebihan. Satu masalah dari
stereotip adalah adanya generalisasi yang menyebar luas, meskipun mungkin tidak
mengandung kebenaran ketika diaplikasikan pada orang atau situasi tertentu. Kita
harus memonitor diri kita masing-masing untuk meyakinkan jangan sampai kita tidak
adil dalam menerapkan stereotip dalam evaluasi dan keputusan kita. Stereotip adalah
sebuah contoh peringatan, "Semakin berguna, semakin berbahaya disalahgunakan”
3. Aplikasi Spesifik dari Jalan Pintas dalam Organisasi
Orang-orang dalam organisasi selalu menilai satu sama lain. Manajer harus menilai
kinerja pekerjanya. Kita mengevaluasi seberapa banyak usaha yang diberikan rekan kerja
kita dalam pekerjaan mereka. Anggota tim segera menilai orang baru. Dalam banyak kasus,
penilaian kita memiliki konsekuensi penting bagi organisasi. Mari kita lihat aplikasi- aplikasi
yang paling nyata.
a. Wawancara Kerja
Sedikit orang yang direkrut tanpa wawancara. Namun, pewawancara membuat
penilaian perseptual yang sering kali tidak akurat dan menggambarkan kesan awai yang
dengan cepat mengakar. Riset menunjukkan kita membentuk kesan atas orang lain dalam 10
detik, berdasarkan pandangan pertama. Riset terbaru mengindikasikan bahwa intuisi
individual kita mengenai sebuah kandidat pekerjaan tidak dapat diandaikan dalam
memprediksi kinerja, tetapi bahwa mengumpulkan masukan dari banyak evaluator
independen dapat menjadi lebih prediktif. Kebanyakan keputusan pewawancara berubah

sangat sedikit sesudah 4 atau 5 menit pertama wawancara. Sebagai hasilnya, informasl yang

7

diperoleh dari awai wawancara membawa bobot yang lebih besar dibandingkan informasi
yang diperoleh sesudahnya, dan pelamar yang baik mungkin dikarakterisasi lebih
berdasarkan tidak adanya karakteristik yang tidak menyenangkan dibandingkan berdasarkan
kehadiran karakteristik yang menyenangkan.
b. Ekspektasi Kinerja
Orang-orang mencoba untuk memvalidasi persepsi mereka mengenai realita bahkan
ketika hal-hal ini salah. Istilah prediksi pemenuhan diri dan efek Pygmalion menjelaskan
bagaimana perilaku seorang individu ditentukan oleh ekspektasi orang lain. Jika seorang
manajer mengekspektasikan hal-hal besar dari pekerjanya, mereka tidak mungkin
mengecewakannya. Sama halnya, jika ia mengharapkan hanya kinerja minimal, mereka
akan mungkin memenuhi ekspektasi rendah itu. Ekspektasi menjadi realita. Prediksi
pemenuhan diri telah didapati memengaruhi kinerja pelajar, tentara, dan bahkan akuntan.
c. Evaluasi Kinerja
Evaluasi subjektif, meskipun kadang kala perlu, adalah problematik karena kesalahan
yang kita diskusikan persepsi selektif, efekkontras, efek halo, dan seterusnya. Kadangkadang peringkat kinerja mengatakan tentang evaluator sebanyak yang dikatakannya
tentang pekerja.
C.

Hubungan antara Persepsi dan Pengambilan Keputusan Individual

Individu mengambil keputusan, pilihan yang dibuat dari dua atau lebih alternatif.
Manajer puncak menentukan sasaran organisasi mereka, produk atau jasa apa yang akan
ditawarkan, cara terbaik apa untuk mendanai operasional, atau di mana lokasi sebuah pabrik
manufaktur baru. Manajer level menengah dan lebih rendah menetapkan jadwal produksi,
memilih pekerja-pekerja baru, dan menentukan bagaimana alokasi kenaikan gaji. Organisasi
telah mulai memberdayakan pekerja non manajerialnya dengan otoritas pengambilan
keputusan yang sejarahnya dikhususkan bagi manajer saja. Oleh karena itu pengambilan
keputusan individu merupakan bagian penting dari perilaku organisasi. Tetapi cara individu
mengambil keputusan dan kualitas pilihannya sangat dipengaruhi oleh persepsi mereka.
Setiap keputusan membutuhkan kita untuk menginterpretasi dan mengevaluasi informasi.
Kita umumnya menerima data dari banyak sumber yang perlu kita saring, proses, dan
interpretasi. putusan dalam Organisasi.

D.

Pengambilan Keputusan dalam Organisasi

8

Perilaku organisasi memperbaiki cara kita mengambil keputusan dalam organisasi
dengan mengatasi kesalahan pengambilan keputusan yang dilakukan orang sebagai
tambahan dari kesalahan persepsi yang telah kita diskusikan. Berikut ini kami menjelaskan
kesalahan ini, dimulai dengan penjelasan singkat model pengambilan keputusan rasional.
1. Model Rasional, Rasionalitas Terbatas, dan Intuisi
Dalam perilaku organisasi, ada konsep pengambilan keputusan yang
umumnya diterima oleh masing-masing individu untuk membuat determinasi:
pengambilan keputusan rasional, rasionalitas terbatas, dan intuisi. Meskipun
prosesnya secara eksternal masuk akal, mereka bisa saja tidak mengarah pada
keputusan paling akurat (atau terbaik). Lebih penting lagi, ada saat-saat di mana satu
strategi bisa mengarah pada hasil yang lebih baik dibandingkan yang lainnya pada
situasi tertentu.
a. Pengambilan Keputusan Rasional
Kita sering kali berpikir pengambil keputusan terbaik adalah rasional dan
membuat pilihan yang konsisten dan memaksimalkan nilai dalam batasan-batasan
spesifik. Keputusan-keputusan ini mengikuti enam langkah model pengambilan
keputusan rasional.
Model pengambilan keputusan rasional mengasumsikan bahwa pengambil
keputusan memiliki informasi yang komplet, mampu mengidentifikasi semua opsi yang
relevan dengan tidak bias, dan memilih opsi dengan utilitas tertinggi, Kebanyakan
keputusan tidak mengikuti model rasional; orang-orang biasanya puas menemukan
sebuah solusi yang dapat diterima atau wajar atas sebuah masalah dibandingkan
yang optimal. Pilihan- pilihan cenderung dibatasi pada gejala-gejala di sekitar masalah
dan alternatif sekarang. Orang-orang sangat tidak sadar dengan pengambilan
keputusan yang tidak optimal.
b. Rasionalitas Terbatas
Kemampuan terbatas kita dalam memproses informasi membuat tidak
mungkin untuk mengasimilasikan semua informasi yang diperlukan untuk optimalisasi.
Kebanyakan orang merespons masalah yang kompleks dengan menguranginya
sampai level yang mereka siap mengerti. Banyak masalah tidak memiliki solusi yang
optimal karena mereka terlalu rumit untuk cccok dengan model pengambilan
keputusan rasional, sehingga orang-orang memutuskan dan mengejar tindakan yang
memenuhi persyaratan minimum untuk mencapai tujuan; mereka mencari solusi yang
memuaskan atau cukup.
c. Intuisi

9

Mungkin cara yang paling tidak rasional dalam mengambil keputusan adalah
pengambilan keputusan intuitif, sebuah proses tanpa sadar yang diciptakan dari
pengalaman yang diperoleh. Pengambilan keputusan intuitif terjadi di luar pikiran
sadar berpegang pada asosiasi holistis, atau kaitan antara potongan-potongan
informasi yang tidak sama, cepat, dan secara afektif dibebankan, berarti melibatkan
emosi.
Saat intuisi tidak rasional, la tidak selalu salah. Tidak juga ia selalu melawan
analisis rasional; keduanya dapat melengkapi satu sama lain. Tidak pula bahwa intuisi
itu ide yang salah, atau produk dari suatu indra keenam magis atau paranormal. Intuisi
kompleks dan berdasarkan pengalaman dan pembelajaran bertahun-tahun.
2. Bias dan Kesalahan Umum dalam Pengambilan Keputusan
Pengambil keputusan terlibat dalam rasionalitas terbatas, tetapi mereka juga
mengizinkan bias dan kesalahan sistematis merusak penilaian mereka. Untuk
meminimalkan usaha dan menghindari trade-off, orang-orang cenderung terlalu
mengandalkan pengalaman, impuls, tebakan, dan aturan jempol yang menyenangkan.
Jalan pintas bisa membantu; meskipun demikian mereka dapat mengganggu
rasionalitas. Berikut adalah bias-bias paling umum dalam pengambilan keputusan.
a. Bias Terlalu Percaya Diri
Riset tekini terus menyimpulkan bahwa kita cenderung terlalu percaya'diri
dengan kemampuan kita dan kemampuan orang lain; juga, bahwa kita biasanya tidak
sadar dengan bias ini. Individu yang memiliki kecerdasan intelektual dan interpersonal
paling lemah paling mungkin berlebihan dalam mengestimasi kinerja dan
kemampuannya. Ada pula hubungan negatif antara optimisme wirausaha dan kinerja
bisnis barunya; semakin optimis, semakin tidak sukses. Kecenderungan untuk terlalu
percaya diri akan ide-ide mereka mungkin menyebabkan tidak direncanakannya
bagaimana menghindari masalah yang muncul.
b. Bias Jangkar
Bias jangkar (anchoring bias) adalah kecenderungan untuk bertahan pada
informasi awal dan gagal menyesuaikan secara akurat pada informasi sesudahnya.
Seperti yang kita diskusikan di awai bab dalam hubungan dengan wawancara
pekerjaan, pikiran kita tampaknya memberikan jumlah penekanan yang tidak
seimbang pada informasi pertama yang diterima. Jangkar secara luas digunakan oleh
orang-orang dalam profesi di mana keahlian persuasif penting—iklan, manajemen,
politik, perumahan mewah, dan hukum.

10

Kapan pun negosiasi terjadi, penjangkaran juga terjadi. Ketika pemberi kerja
prospektif bertanya seberapa banyak gaji Anda sebelumnya, jawaban Anda umumnya
menjangkar tawaran pemberi kerja. (Ingatlah ini ketika Anda menegosiasikan gaji
Anda, tetapi tetapkan jangkar hanya setinggi yang sebenarnya.) Semakin tepat
jangkar Anda, semakin kecil penyesuaiannya.
c. Bias Konfirmasi
Proses pengambilan keputusan rasional mengasumsikan kita mengumpulkan
informasi secara objektif. Tetapi kita tidak. Kita secara selektif mengumpulkannya.
Bias konfirmasi mewakili sebuah kasus persepsi selektif: kita mencari informasi yang
membenarkan pilihan masa lalu kita, dan kita mengurangi informasi yang berlawanan
dengannya. Kita juga cenderung menerima nilai nominal, informasi yang
membenarkan pandangan semula kita, tetapi kita skeptis atas informasi yang
menantangnya. Oleh karena itu, informasi yang kita peroleh umumnya bias pada
pandangan yang mendukung yang sudah kita pegang. Kita bahkan cenderung
mencari sumber-sumber yang paling mungkin memberikan apa yang ingin kita dengar,
dan kita memberikan terlalu banyak bobot pada informasi yang mendukung dan terlalu
sedikit pada yang menentang. Kita paling rentan pada bias konfirmasi ketika kita
percaya bahwa kita memiliki informasi yang baikdan dengan kuat berpegang pada
opini kita. Untungnya, mereka yang merasa ada kebululian yang kuat untuk akurat
dalam pengambilan keputusan kurang rentan pada bias konfirmasi.
d. Bias Ketersediaan
Bias ketersediaan adalah kecenderungan kita untuk mendasarkan penilaian
pada informasi yang siap tersedia. Riset terbaru mengindikasikan bahwa sebuah
kombinasi alas informasi yang siap sedia dan pengalaman langsung kita dengan
informasi yang sama khususnya sangat berdampak pada pengambilan keputusan kita.
Peristiwa yang memunculkan emosi, yang khususnya terang, yang kini cenderung
lebih tersedia dalam ingatan kita, mengarahkan kita untuk mengestimasi berlebih
kemungkinan peristiwa- peristiwa yang tidak mungkin seperti berada dalam pesawat
yang jatuh, menderita komplikasi dari perlakuan media, atau dipecat.
e. Eskalasi Komitmen
Sebuah metaanalisis terbaru mengungkapkan beberapa temuan menarik
mengenai apa yang menyebabkan kita mengeskalasi komitmen kita sesudah
kegagalan awai. Pertama, tampaknya tidak masalah apakah kita memilih tindakan
yang menggagalkan atau itu diberikan pada kita-kita merasa bertanggung jawab dan
mengeskalasinya dalam kasus manapun. Kedua, pembagian otoritas keputusan
seperti ketika yang lain meninjau pilihan yang kita buat dapat berujung pada eskalasi

11

yang lebih tinggi karena keputusan awai lebih umum (oleh karena itu individu merasa
adanya kebutuhan yang lebih kuat untuk menjustifikasi keputusan awai dengan
melanjutkannya). Terakhir, kesadaran akan biaya terbenam yang diasosiasikan denga
keputusan mengurangi eskalasi ketika individu merasa bertanggung jawab (mereka
sekarang memiki ”klausa pelarian”).
f. Kesalahan Acak
Kebanyakan dari kita suka berpikir bahwa kita memiliki kendali atas dunia
kita. Kecenderungan kita untuk percaya kita mampu memprediksi hasil dari peristiwa
acak adalah kesalahan acak.
g. Aversi Risiko
Kecenderungan untuk memilih hal-hal yang pasti daripada hasil yang berisiko
adalah aversi risiko. Aversi risiko memiliki implikasi penting. Untuk mengimbangi risiko
yang inheren dalam sebuah upah berbasis komisi, perusahaan membayarkan pekerja
yang dikomisi cukup banyak daripada yang mereka lakukan pada mereka dengan gaji
tetap. Pekerja yang menghindari risiko akan bertahan dengan cara yang ditetapkan
dalam melakukan pekerjaannya* daripada mencaH peluang dalam metode yang
inovatif. Bertahan dengan sebuah strategi yang berhasil di masa lampau
meminimalkan risiko, tetapi akan berujung pada stagnasi, orang-orang ambisius
dengan kekuasaan yang dapat diambil (kebanyakan manajer) tampaknya sangat
menghindari risiko, mungkin karena merek? tidak ingin kalah dalam taruhan segala
sesuatu yang mereka peroleh dengan kerja keras. CEO berada dalam risiko terminasi
sangat luar biasa menghindari risiko, bahkan ketika sebuah strategi investasi yang
lebih berisiko dalam kepentingan terbaik perusahaannya.
h. Bias Retrospeksi
Bias retrospeksi adalah kecenderungan untuk salah dalam mempercayai
bahwa kita dapat memprediksinya secara akurat. Ketika kita memiliki umpan balik atas
hasil, kita tampaknya baik dalam menyimpulkan itu kelihatan.
E.

Pengaruh dalam Pengambilan Keputusan : Perbedaan Individu dan Batasan
Organisasi

Kita beralih ke faktor-faktor yang memengaruhi bagaimana orang mengambil
keputusan dan tingkat di mana mereka rentan pada kesalahan serta bias. Kita
mendiskusikan perbedaan-perbedan individual dan batasan-batasan organisasi.

12

1. Perbedaan Individu
Seperti yang kita diskusikan, pengambilan keputusan dalam praktiknya
dikarakterisasikan oleh batasan-batasan rasionalitas, bias dan kesalahan umum, serta
pengunaan intuisi. Perbedaan-perbedaan individu juga menciptakan deviasi dari model
rasional. Dalam bagian ini, kita melihat perbedaan-perbedaan itu.
a. Kepribadian
Riset tentang kepribadian dan pengambilan keputusan menyatakan
kepribadian memengaruhi keputusan kita
Aspek-aspek spesifik dari kehati-hatian daripada sifat-sifat luasnya bisa
memengaruhi eskalasi komitmen. Khususnya aspek kehati-hatian usaha keras untuk
pencapaian dan kepatuhan. Pertama, riset menyatakan bahwa orang-orang yang
berjuang dalam pencapaiannya lebih mungkin mengeskalasi komitmennya,
sedangkan orang-orang yang patuh lebih tidak mungkin. Mengapa? Umumnya, orangorang yang berorientasi pada pencapaian tidak suka gagal, meskipun demikian, lebih
cenderung melakukan apa yang mereka pandang terbaik bagi organisasi. Kedua,
individu yang mengejar pencapaian tampaknya lebih rentan pada bias retrospeksi,
mungkin karena mereka perlu menjustifikasi tindakannya. Kita belum memiliki bukti
mengenai apakah orang-orang yang patuh kebal pada bias ini. Orang-orang dengan
harga diri tinggi sangat termotivasi untuk mempertahankannya, sehingga mereka
menggunakan bias pemenuhan diri untuk mempertahankannya. Mereka menyalahkan
orang lain atas kegagalannya, tetapi mengambil kredit atas kesuksesan.
b. Jenis Kelamin
Riset atas kontemplasi menawarkan pandangan mengenai perbedaan jenis
kelamin dalam pengambilan keputusan. Kontemplasi bermakna berefleksi dalam
waktu yang lama. Dari sisi pengambilan keputusan, itu berarti terlalu memikirkan
masalah. Dua puluh tahun studi mendapati wanita menghabiskan lebih banyak waktu
dibandingkan pria dalam menganalisis masa lalu, masa kini, dan masa depan. Mereka
lebih mungkin terlalu menganalisis masalah sebelum mengambil keputusan dan
menyesali keputusan ketika telah dibuat. Ini dapat mengarah pada pertimbangan hatihati atas masalah dan pilihan. Meskipun demikian, itu dapat membuat masalah lebih
sulit diselesaikan, meningkatkan penyesalan atas keputusan masa lampau, dan
meningkatkan depresi. Wanita hampir dua kali lebih banyak dari pria dalam
mengembangkan depresi.

13

c. Kemampuan Mental
Kita tahu orang-orang dengan level kemampuan mental yang lebih tinggi
mampu memproses informasi lebih cepat, memecahkan masalah lebih akurat, dan
belajar lebih cepat, sehingga Anda mungkin mengekspektasikan mereka juga lebih
sedikit berisiko salah mengambil keputusan umum. Meskipun demikian, kemampuan
mental tampaknya hanya membantu orang-orang menghindari beberapa dari masalah
tersebut. Orang-orang yang cerdas sama mungkinnya untuk jatuh dalam jebakan
penjangkaran, terlalu percaya diri, dan eskalasi komitmen, mungkin karena cerdas
saja tidak mengingatkan Anda akan kemungkinan Anda terlalu percaya diri atau
secara emosional defensif. Bukan berarti bahwa kecerdasan tidak pernah berarti.
Begitu diingatkan akan kesalahan pengambilan keputusan, orang-orang yang lebih
cerdas belajar lebih cepat untuk menghindarinya. Mereka juga lebih baik dalam
menghindari kesalahan logis seperti silogisme salah atau kesalahan interpretasi data.
d. Perbedaan Budaya
Model rasional tidak membuat pengakuan atas perbedaan budaya, demikian
pula dengan banyaknya literatur riset perilaku organisasi tentang pengambilan
keputusan. Tetapi orang Indonesia, misalnya, tidak selalu mengambil keputusan
dengan cara yang sama dengan orang Australia. Oleh karena itu, kita perlu mengakui
bahwa latar belakang budaya dari pembuat keputusan dapat memengaruhi dengan
signifikan pilihan masalah, kedalaman analisis, pentingnya logika dan rasionalitas, dan
apakah keputusan organisasi seharusnya dibuat secara autokrat oleh seorang
manajer atau secara kolektif dalam kelompok. Budaya berbeda dalam orientasi waktu,
pentingnya rasionalitas, kepercavaan dalam kemampuan orang memecahkan
masalah, dan preferensi pengambilan keputusan kolektif.
2. Batasan Organisasi
Organisasi dapat membatasi pengambil keputusan, menciptakan deviasi dari model
rasional. Misalnya, manajer membentuk keputusan untuk merefleksikan evaluasi kinerja dan
sistem imbalan organisasi, untuk memenuhi peraturan baku dan untuk memenuhi batasanbatasan waktu organisasi. Contoh dapat juga membatasi keputusan.
a. Evaluasi Kinerja
Manajer dipengaruhi oleh kriteria yang menjadi dasar mereka dievaluasi. Jika
seorang manajer divisi percaya bahwa kinerja pabrik yang berada di bawah tanggung
jawabnya beroperasi terbaik ketika ia tidak mendengar hal negatif, kita afenn
mendapati manajer pabriknya bekerja menghabiskan banyak waktu untuk memastikan
tidak ada informasi negatif yang sampai padanya.

14

b. Sistem Imbalan
Sistem imbalan organisasi memengaruhi pengambil keputusan dengan
menyarankan pilihan apa yang memiliki pembayaran pribadi yang lebih baik. Jika
organisasi menghargai penghindaran risiko, manajer lebih mungkin untuk mengambil
keputusan konservatif. Dari tahun 1930-an sampai pertengahan tahun 1980-an
General Motors secara konsisten memberikan promosi dan bonus pada manajer yang
tetap low profile dan menghindari kontroversi. Eksekutif ini menjadi ahli dalam
menghindari isu-isu dan menyerahkan keputusan-keputusan kontroversial pada
komite.
c. Peraturan Baku
David, seorang manajer sif di restoran Taco Bell di San Antonio, Texas,
menjelaskan batasan-batasan yang dihadapinya dalam pekerjaannya, “Saya
menerima peraturan-peraturan yang mencakup hampir setiap keputusan yang saya
buat dari bagaimana membuat burrito sampai seberapa sering saya perlu
membersihkan toilet. Pekerjaan saya tidak muncul dengan banyak kebebasan
memilih” Situasi David tidaklah unik. Semua, kecuali sangat sedikit, organisasi
membuat peraturan dan kebijakan untuk memprogram keputusan dan mengarahkan
individu bertindak sesuai yang diharapkan. Dalam melakukan hal demikian; mereka
membatasi pilihan-pilihan keputusan.
d. Batasan Waktu Akibat Sistem
Hampir semua keputusan penting muncul dengan tenggat waktu eksplisit.
Sebuah laporan tentang pengembangan produk baru bisa saja harus siap untuk
ditinjau komite eksekutif tanggai pertama bulan itu. Kondisi-kondisi demikian sering
membuat sulit.jjika tidak mungkin, bagi manajer untuk memperoleh semua informasi
sebelum mengambil keputusan.
e. Contoh Historis
Keputusan tidak dibuat dalam ruang vakum, mereka memiliki sebuah konteks.
Keputusan-keputusan individu merupakan poin-poin dalam arus pilihan; yang dibuat di
masa lampau seperti hpntu yang membuntuti dan membatasi pilihan-pilihan sekarang.
Merupakan rahasia umum bahwa penentu terbesar dari ukuran dari anggaran tahun
ini adalah anggaran tahun lalu. Pilihan-pilihan yang dibuat hari ini sebagian besar
merupakan hasil dari pilihan-pilihan yang dibuat bertahun-tahun.

15

F.

Bagaimana Mengenai Etika dalam Pengambilan Keputusan

Pertimbangan etis seharusnya menjadi sebuah kriteria penting dalalm semua
pengambilan keputusan organisasi. Pada bagian ini kami menampilkan tiga cara untuk
membingkai keputusan secara etis. Para manajer juga perlu memahami pentingnya peran
yang seharusnya dimainkan kreativitas dalam proses keputusan; manajer-manajer terbaik
menggunakan strategi untuk meningkatkan potensi kreatif pekerjanya dan menuai ide- ide
untuk aplikasi organisasional.
1. Tiga Kriteria Keputusan Etis
Ukuran etis pertama adalah utilitarianisme, yang mengusulkan pengambilan
keputusan hanya berdasarkan outcomef keluaran, idealnya untuk memberikan yang paling
baik dalam jumlah yang paling besar. Pandangan ini mendominasi pengambilan keputusan
bisnis. Ia konsisten dengan sasaran seperti efisiensi, produktivitas, dan laba tinggi.
Kriteria etis lainnya adalah untuk membuat keputusan konsisten dengan kebebasan
dan hak-hak fundamental, seperti yang tercantum dalam Piagam Hak Asasi. Sebuah
penekanan pada hak dalam pengambilan keputusan berati menghormati dan melindungi
hak-hak asasi individu, seperti hak atas privasi, kebebasan berbicara, dan proses yang
pantas. Kriteria ini melindungi whistle-blower ketika mereka mengungkapkan praktik tidak
etis organisasi pada pers atau agen pemerintah, menggunakan hak kebebasan berbicara.
Kriteria ketiga adalah untuk menanamkan dan mendorong aturan-aturan dengan adil
dan netral untuk memastikan keadilan atau distribusi yang merata atas manfaat dan biaya.
Anggota serikat umumnya memihak pandangan ini. Adil membayar orang dengan upah yang
sama untuk pekerjaan yang sama tanpa memandang perbedaan kinerja dan menggunakan
senioritas sebagai penentu utama dalam keputusan PHK.
Setiap kriteria memiliki keuntungan dan kewajiban. Sebuah fokus pada utilitarianisme
mendorong efisiensi dan produktivitas, tetapi itu dapat menyerempet hak-hak beberapa
individu, khususnya mereka dengan representasi minoritas. Penggunaan hak-hak melindungi
individu dari cedera dan konsisten dengan kebebasan dan privasi, tetapi dapat menciptakan
lingkungan legalistik yang mengurangi produktivitas dan efisiensi. Sebuah fokus pada
keadilan melindungi kepentingan yang kurang diwakilkan dan kurang berkuasa, tetapi dapat
mendorong rasa kepemilikan yang mengurangi pengambilan risiko, inovasi, dan
produktivitas.
Pengambil keputusan, khususnya dalam organisasi berorientasi laba, merasa nyaman
dengan utilitarianisme. Kepentingan terbaik atas organisasi dan pemegang sahamnya dapat
menjustifikasi banyak tindakan yang dipertanyakan, seperti PHK besar-besaran. Tetapi
banyak kritik yang menyatakan bahwa perspektif ini perlu diubah. Kepedulian pubiik
mengenai hak-hak individu dan keadilan sosial mengusulkan manajer seharusnya

16

mengembangkan standar-standar etis berdasarkan kriteria nonutilitarian. Ini menampilkan
sebuah tantangan karena memuaskan hak-hak individu dan keadilan sosial menciptakan
ambiguitas yang lebih jauh lagi daripada efek utilitarian pada efisiensi dan laba. Meskipun
demikian, saat menaikkan harga, menjual produk dengan efek-efek yang dipertanyakan atas
krsehatan pelanggan, menutup pabrik yang tidak efisien, mem-PHK sejumlah becar pekerja,
dan memindahkan produksi ke luar negeri untuk menghemat biaya dapat dijustifikasi dari sisi
utilitarian yang mungkin tidak lagi merupakan ukuran tunggal oleh keputusan baik yang
dinilai.
Semakin meningkat, para peneliti beralih ke etika perilaku sebuah area studi yang
menganalisis bagaimana orang berperilaku ketika dikonfrontasikan dengan dilema etis. Riset
mereka memberitahukan pada kita bahwa ketika standar etika ada secara kolektif
(masyarakat dan organisasi) dan secara individual (etika pribadi), individu tidak selalu
mengikuti standar etika yang ditanamkan dalam organisasinya, dan kita kadang-kadang
melanggar standar kita sendiri. Perilaku etis kita sangat beragam dari satu situasi ke situasi
berikutnya.
G.

Kreativitas, pengambilan Keputusan Kreatif, dan Inovasi dalam Organisasi

Meskipun model pengambilan keputusan rasional akan sering memperbaiki
keputusan, seorang pengambil keputusan juga membutuhkan kreativitas, kemampuan untuk
menghasilkan ide-ide yang inovatif dan berguna. Ide-ide ini berbeda dari apa yang telah
dilakukan sebelumnya tetapi pantas untuk masalahnya.
Meskipun semua aspek dari perilaku organisasi memiliki kompleksitas, hal itu sangat
benar adanya untuk kreativitas. Untuk simplifikari, Tampilan 6-4 memberikan sebuah model
tiga tahap dari kreativitas dalam organisasi. Inti dari model itu adalah perilaku kreatif, yang
memiliki sebab (prediktor dari perilaku kreatif) dan efek (hasil dari perilaku kreatif) Dalam
bagian ini, kita membahas tiga tahap kreativitas, dimulai dengan pusatnya, perilaku kreatif.
1. Perilaku Kreatif
Perilaku kreatif terjadi dalam empat langkah, yang masing-masing mengarah pada
yang berikutnya:
a. Formulasi masalah
Setiap tindakan kreativitas idimulai dengan masalah yang memunculkan perilaku
dirancang untuk memecahkannya. Oleh karena itu, formulasi masalah didefinisikan sebagai
tahapan perilaku kreatif di mana kita mengidentifikasi sebuah masalah atau peluang yang
membutuhkan sebuah solusi yang belum diketahui.

17

b. Pengumpulan informasi
Dengan adanya masalah, solusinya jarang sekali ada di tangan. Kita membutuhkan
waktu untuk belajar lebih dan memproses pembelajaran itu. Oleh karena itu, pengumpulan
informasi adalah tahapan perilaku kreatif ketika solusi-solusi yang mungkin atas masalah
diinkubasikan dalam pikiran individu.
c. Pemunculan ide
Jika kita telah mengumpulkan informasi yang relevan, saatnya untuk mentranslasikan
pengetahuan menjadi lde*ide. Oleh karena itu, pemunculan ide adalah proses perilaku kreatif
di mana kita mengembangkan solusi-solusi yang mungkin atas sebuah masalah dari
Informasi dan pengetahuan yang relevan.
d. Evaluasi ide
Terakhir, saatnya memilih ide-ide yang dimunculkan. Oleh karena itu, evaluasi ide
adalah proses perilaku kreatif di mana kita mengevalusi solusi-solusi potensial untuk
mengidentifikasi yang terbaik. Kadang-kadang metode memilih bisa jadi inovatif. Ketika
pemilik Dallas Mavericks Mark Cuban tidak senang dengan seragam tim, ia meminta fans
untuk membantu merancang dan memilih seragam terbaik. Umumnya, untuk mengeliminasi
bias nyata Anda ingin agar orang-orang yang melakukan evaluasi ide adalah orang yang
berbeda dengan orang memunculkan ide.
2. Penyebab Perilaku Kreatif
Sesudah mendefinisikan perilaku kreatif, tahapan utama dalam model tiga tahap, kita
sekarang melihat kembali pada; penyebab kreativitas: potensi kreatif dan lingkungan kreatif,
a. Potensi Kreatif
Apakah ada hal yang disebut kepribadian kreatif? Tentu saja. Ketika jenius kreatif baik
dalam ilmu pengetahuan (Albert Einstein), seni (Pablo Picasso), maupun bisnis (Steve Jobs)
langka, kebanyakan orang memiliki beberapa karakteristik yang merupakan bagian dari
orang-orang yang luar biasa kreatif. Semakin banyak karakteristik ini kita miliki, semakin
tinggi potensi kreatif kita.
Kecerdasan berhubungan dengan kreativitas. Orang-orang cerdas lebih kreatif karena
mereka lebih baik dalam memecahkan masalah yang kompleks. Meskipun demikian,
individu-individu cerdas bisa juga lebih kreatif karena mereka memiliki memori kerja yang
lebih besar, yaitu mereka dapat mengingat lebih banyak informasi yang berhubungan dengan
tugas di tangan.

18

Sifat kepribadian Lima Besar keterbukaan pada pengalaman berkorelasi dengan
kreativitas, mungkin karena individu-individu yang terbuka kurang seragam dalam tindakan
dan lebih menyebar dalam pemikiran. Sifat lainnya dari orang-orang kreatif termasuk
kepribadian proaktif, kepercayaan diri, mengambil risiko, toleransi pada ambiguitas, dan daya
tahan.
Keahlian adalah fondasi dari semua pekerjaan kreatif dan oleh karena itu merupakan
aiat prediksi tunggal paling penting dari potensi kreatif. Penulis, produser, dan direktur film
Queutin Taranlinc menghabiskan masa mudanya bekerja di sebuah toko penyewaan video,
di mana ia membangun sebuah ensiklopedia pengetahuan film. Potensi tagi kreativitas
ditingkatkan ketika individu memiliki kemampuan, pengetahuan, kecakupan, dan keahlian
yang sama dengan bidang yang dijalaninya. Anda tidak akan mengharapkan seseoraag
dengan pengetahuan minimal tentang pemograman untuk sangat kreatif sebagai Insinyur
perangkat lunak.
b. Lingkungan Kreatif
Kebanyakan dari kita memiliki potensi kreatif yang dapat kita pelajari untuk diterapkan,
tetapi sepenting apa pun potensi kreatif, tidaklah cukup jika hanya sendirian saja. Kita perlu
berada dalam lingkungan di mana potensi kreatif dapat direalisasikan. Apa faktor-faktor
lingkungan yang memengaruhi potensi kreatif agar ditranslasikan dalam perilaku kreatif?
Pertama dan yang paling penting adalah motlvasi. Jika Anda tidak termotivasi untuk
menjadi kreatif, tidak mungkin Anda akan menjadi kreatif. Sebuah tinjauan atas 26 studi
mengungkapkan bahwa motivasi intrinsik, atau keinginan untuk mengerjakan sesuatu karena
lebih menarik, menyenangkan, memuaskan, dan menantang, berkorelasi cukup kuat dengan
hasil kreatif. Hubungan ini benar tanpa memandang apakah kita sedang berbicara mengenai
kreativitas pelajar atau kreativitas pekerja.
Juga bernilai untuk bekerja di sebuah lingkungan yang menghargai dan mengakui
pekerjaan kreatif. Organisasi harus mendorong arus bebas ide, termasuk memberikan
penilaian yang adil dan konstruktif. Kebebasan dari aturaii-aturan berlebihan mendorong
kreativitas; pekerja seharusnya memiliki kebebasan untuk memutuskan pekerjaan apa yang
akan dilakukan dan cara mengerjakannya. Satu studi atas 385 pekerja yang bekerja di
beberapa perusahaan obat di Cina mengungkapkan bahwa baik pemberdayaan struktural (di
mana struktur unit kerja memungkinkan kebebasan pekerja yang cukup) dan pemberdayaan
psikologis (yang membiarkan individu merasa diberdayakan secara pribadi) berhubungan
dengan kreativitas pekerja.
Apakah peran dari budaya? Sebuah studi level nasional terbaru menyatakan bahwa
negara-negara dengan skor tinggi pada dimensi budaya individualistis lebih kreatif. Negaranegara Barat seperti Amerika Serikat, Italia, dan Belgia memiliki skor tinggi pada

19

individualitas, dan Amerika Selatan, serta negara-negara timur seperti Cina, Kolombia, dan
Pakistan memiliki skor rendah; apakah ini berarti budaya Barat lebih kreatif? Beberapa bukti
menyatakan hal ini benar. Satu studi membandingkan proyek-proyek kreatif dari mahasiswa
Jerman dan Cina, beberapa dari mereka sedang belajar di negara asalnya, dan beberapa
dari mereka sedang belajar di luar negeri. Sebuah panel independen dari juri-juri Jerman dan
Cina menentukan bahwa mahasiswa- mahasiswa Jerman lebih kreatif dan bahwa
mahasiswa-mahasiswa Asia Jerman lebih kreatif daripada mahasiswa-mahasiswa lokal Cina.
Ini menyatakan bahwa budaya Jerman lebih kreatif. Meskipun demikian, bahkan sekalipun
beberapa budaya lebih kreatif secara rata-rata, selalu ada variasi kuat dalam budaya.