View of QUA VADIS PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DI ERA OTONOMI DAERAH ANTARA PERSEPSI DAN EKSPEKTASI

QUA VADIS PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

DI ERA OTONOMI DAERAH ANTARA PERSEPSI DAN EKSPEKTASI

Bambang Widiyahseno

Dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisip Unmuh Ponorogo E-mail: bbwidiyahseno@ yahoo.com

Abstract:

Studies on the implementation of basic and secondary education become very urgent in the era of regional autonomy, considering that not all areas can be to support the existing schools in the area to carry out eight national education standards with good and proper. This paper wants to show how the level of perception and expectations of the public on the implementation of primary and secondary education program which includes eight national education standards in the area of Ponorogo. Results of this study can provide input to local governments even specifically to schools in Ponorogo that the implementation of primary and secondary education must still be improved. Given this level of education is a solid foundation for the development of human resources before going on a higher level. Many people (more so the parents guardians) hopes on the success of their children’s education.

Keywords:

Perceptions, expectations, primary and secondary education.

Abstrak:

Kajian tentang pelaksanaan Pendidikan dasar dan menengah menjadi sangat urgent di era otonomi daerah mengingat tidak semua daerah bisa men-support kepada sekolah- sekolah yang ada di daerah untuk melaksanakan 8 standar pendidikan nasional dengan baik dan tepat. Tulisan ini ingin menunjukkan bagaimana tingkat persepsi dan ekspektasi masyarakat terhadap pelaksanaan program pendidikan dasar dan menengah yang meliputi

8 standar pendidikan nasional di wilayah Kabupaten Ponorogo. Hasil kajian ini dapat memberikan masukan kepada pemerintah daerah bahkan secara khusus kepada sekolah- sekolah di Kabupaten Ponorogo bahwa pelaksanaan pendidikan dasar dan menengah masih harus ditingkatkan kualitasnya. Mengingat jenjang pendidikan ini merupakan dasar yang kokoh bagi pembangunan sumber daya manusia sebelum masuk pada jenjang yang lebih tinggi. Banyak pihak (lebih lagi para orang tua wali murid) berharap terhadap keberhasilan pendidikan anak-anaknya.

Kata Kunci:

Persepsi; ekspektasi; pendidikan dasar dan menengah.

Bambang Widyahseno, Qua Vadis Pendidikan Dasar dan Menengah ,... 1055

Pendidikan Dasar dan Menengah (dikdasmen) merupakan jenjang pendidikan yang sangat pent ing dan st rast egis karena di jenjang pendidikan inilah diletakkan dasar yang kokoh bagi pembangunan sumber daya manusia sebelum masuk pada jenjang yang lebih tinggi. Banyak pihak (lebih lagi para orang tua wali murid) berharap terhadap keberhasilan pendidikan anak-anaknya. Melihat begitu fundamentalnya jenjang ini, maka harus diselenggarakan secara berkualitas. Peranan pendidikan dasar dan menengah menjadi semakin penting ketika melihat berbagai persoalan yang terjadi pada para siswa di jenjang pendidikan dasar dan menengah yang menunjukkan gejala-gejala yang tidak menguntungkan bagi masa depan bangsa ini, masa depan siswa yang bersangkutan maupun harapan orang tuanya (Irwanto, 2005).

Di satu sisi muncul berbagai persoalan seperti kecenderungan rendahnya minat belajar siswa yang ditandai dengan cukup banyaknya siswa yang tidak lulus, perilaku pergaulan bebas, free seks yang semakin menjadi tren, tingkat konsumsi pada narkoba dan rokok yang kian tinggi dan gejala-gejala tidak sehat lainnya. Di sisi lain sering berganti-gantinya kurikulum juga menjadi persoalan tersendiri bagi sekolah. Dijenjang pendidikan dasar dan menengah ini diperlukan kepastian kurikulum yang jelas untuk pembentukan karakter anak didik. Sering terjadinya perubahan kurikulum akan menyulitkan bagi guru untuk menguasainya (Ali, 2002).

Berbagai fenomena tersebut menunjukkan adanya persoalan pendidikan di tingkat pendi- dikan dasar dan menengah kita. Oleh karena itu wajar jika akhir-akhir ini muncul berbagai kritikan baik dari kalangan praktisi pendidikan maupun dari kalangan pengamat pendidikan mengenai pendidikan nasional yang semakin kehilangan arah yang jelas. Ketiadaan arah yang jelas dalam pendidikan nasional menunjukkan hilangnya elan vital di dalam pendidikan nasional yang menggerakan sistem pendidikan untuk mewujudkan cita-cita bersama Indonesia Raya (Umaidi, 1999).

Sejalan dengan diberlakukannya UU No.

32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang diganti dengan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka pemerintah daerah memiliki peran dan tanggungjawab yang besar

dalam penyelenggaraan pendidikan di daerah sebagai wujud otonomi daerah. Mencermati fenomena pendidikan di atas, maka pemerintah daerah memiliki wewenang penuh untuk menata penyelenggaraan pendidikan yang sesuai dengan potensi sumber daya manusia, keuangan, ke- arifan lokal maupun keinginan masyarakat pengguna pendidikan (Depdiknas, 2000). Pemerintah daerah juga memiliki wewenang untuk mendorong masyarakat berpartisipasi secara aktif dalam memajukan pendidikan ini. Kedekatan geografis, sosiologis dan psikologis antara pengambil kebijakan pendidikan dengan masyarakat dapat segera menangkap aspirasi, keinginan dan persoalan penyelenggaraan pendi- dikan sehingga dapat segera dicarikan solusinya (Usman, 2000).

Sebagaimana diket ahui bahwa misi penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah meliputi: meningkatkan akses masyarakat untuk mengikuti pendidikan dasar dan menengah, membantu/membandingkan satuan pendidikan di jenjang pendidikan dasar dan menengah untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu, menjalin kerjasama yang efektif dan produktif dengan pemerintah daerah dan masya- rakat dalam pengembangan dan pembinaan pendidikan dasar dan menengah yang bermutu (Depdiknas, 2008). Untuk membantu pemerintah daerah dalam menyediakan sarana dan prasarana belajar pendidikan bermutu, melakukan inovasi dalam mengembangkan sistem penyelenggaraan pendidikan bermutu dan akuntabel dan mengem- bangkan sistem pelayanan khusus untuk peserta didik yang berada dalam konteks sosial, ekonomi dan kondisi geografis khusus (Hamalik, 2002).

Dengan dilaksanakannya desentralisasi pendidikan, pemerintah kabupaten/kota memiliki kewenangan yang lebih luas dalam membangun pendidikan di masing-masing wilayah sejak dalam penyusunan rencana, penentuan prioritas program serta mobilisasi sumberdaya untuk merealisasikan rencana yang telah dirumuskan. Sejalan dengan itu, otonomi pendidikan telah pula dilaksanakan melalui penerapan manajemen berbasis sekolah dan otonomi sekolah yang memberikan wewenang yang lebih luas pada satuan pendidikan untuk mengelola sumberdaya yang dimiliki termasuk mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan serta agar sekolah lebih tanggap terhadap kebutuhan

1056 Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol. 7, Nomor 1, Juni 2015, hlm. 1043-1124

setempat. Dana dekonsentrasi telah mulai diberi- kan langsung kepada satuan pendidikan dalam bentuk block grant yang diharapkan dapat dikelola oleh setiap satuan pendidikan dengan tetap menerapkan prinsip-prinsip akuntabilitas, transparansi dan partisipatif. Meskipun demikian sampai tahun 2014 sekolah yang melaksanakan manajemen berbasis sekolah masih sangat ter ba- tas jumlahnya karena belum maksimalnya pema- haman dan kemampuan sumberdaya manusia pada satuan pendidikan. Namun yang menjadi persoalan adalah tidak semua daerah mau dan mampu untuk melaksanakan untuk memajukan pen didikan dasar dan menengah agar bisa ber- kualitas dan memiliki daya saing.

Mencermati berbagai fenomena pendidik- an dasar dan menengah dalam konteks kekinian, harus jujur diakui masih banyak program yang harus dievaluasi baik dari sisi konsep maupun pelaksanaan. Apalagi jika dikaitkan dengan pentingnya lembaga pendidikan ini bagi peletakan dasar pembangunan manusia Indonesia di masa mendatang. Di lain pihak, ditengah kondisi kehidupan yang serba kompetitif maupun dampak globalisasi budaya yang semakin mengikis nilai- nilai, norma dan akhlak keberagamaan, semakin tinggi harapan masyarakat akan pendidikan anak- anaknya di sandarkan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah tersebut. Tentu saja dengan asumsi ketika anak-anak didik ini mendapatkan pendidikan yang baik, memadai dan bermutu maka mereka dapat diproyeksikan akan menjadi manusia yang berkualitas dan berakhlak yang tinggi.

Fokus permasalahan kajian ini adalah pelaksanaan program pendidikan dasar dan menengah dalam sistem pendidikan nasional Indonesia dalam kont eks lokal yait u di Kabupaten Ponorogo. Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah jenis pendidikan formal untuk peserta didik usia 7 sampai dengan

18 tahun dan merupakan persyaratan dasar bagi pendidikan yang lebih tinggi. Untuk mendukung keberhasilan pendidikan dasar dan menengah sepert i yang dikehendaki dalam Undang- Undang tersebut dan Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, maka penyelenggaraan jenjang pendidikan dasar dan menengah harus memenuhi

ketentuan tentang standar nasional pendidikan, dalam aspek-aspek: 1) isi kurikulum, 2) lulusan,

3) proses pembelajaran, 4) pendidik dan tenaga kependidikan, 5) sistem pengelolaan, 6) sarana dan prasarana pendidikan, 7) pembiayaan pendidikan, dan 8) sistem penilaian pendidikan.

Oleh karena itu dalam kajian ini yang menjadi pokok masalah adalah: “Bagaimanakah persepsi dan ekpektasi masyarakat terhadap pelaksanaan program pendidikan dasar dan menengah di Kabupaten Ponorogo yang meliputi

8 aspek standar Pendidikan Nasional?”

Metode Penelitian

Penelitian ini secara umum ingin mengkaji pelaksanaan pendidikan dasar dan menengah di Kabupaten Ponorogo. Namun tulisan ini merupa- kan kajian awal yang khusus ingin mengetahui tingkat persepsi dan ekspektasi masyarakat t erhadap pelaksanaan program pendidikan dasar dan menengah yang meliputi delapan standar Pendidikan Nasional. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif (Ridwan, 2003), dengan mendeskripsikan tentang kondisi pelaksanaan dan kompetensi pelaksananya sebagaimana ditetapkan dalam undang-undang pendidikan dan peraturan pemerintah.

Penelitian ini merupakan fenomenologis (Arikunt o, 2006) yang mendasarkan pada pandangan sikap pro dan kontra tentang pelak- sana an delapan standar pendidikan nasional di tingkat pendidikan dasar dan menengah di Kabupaten Ponorogo. Oleh karena itu, data yang dihimpun antara lain berupa pengamatan persepsi sikap, penilaian, dan harapan masyarakat terhadap kualitas pelaksanaan pendidikan dasar dan menengah yang meliputi: isi kurikulum, lulusan, proses pembelajaran, pendidik dan tenaga kependidikan, sistem pengelolaan, sarana dan prasarana pendidikan, pembiayaan pendidikan, dan sistem penilaian pendidikan. Di samping itu juga dipadukan dengan catatan-catatan hasil wawancara mendalam yang diperoleh dari informasi yang digali dari informan maupun subyek penelitian.

Informan penelitian ini adalah masyarakat yang anak-anaknya bersekolah di SD/MI, SMP/ MTs., SMA/MA di Ponorogo baik di wilayah perkotaan, pinggiran kota, dan pegunungan; stakeholders ; tokoh masyarakat dan akademisi.

Bambang Widyahseno, Qua Vadis Pendidikan Dasar dan Menengah ,... 1057

Jumlah informan dalam penelitian ini adalah sebanyak 180 orang yang tersebar hampir diseluruh kecamatan di Kabupaten Ponorogo. Masing masing terdiri dari 120 orang informan laki-laki atau (67%) dan 60 informan perempuan atau (33%) yang penyebaranya sebagaimana terlihat dalam tabel 2 di bawah. Informan diambil secara merata dengan penyebaran hampir disemua kecamat an di Kabupat en Ponorogo dimaksudkan agar dapat diperoleh tanggapan yang bisa mewakili masyarakat Ponorogo terhadap ekspektasi mereka dalam pelaksanaan pembangunan pendidikan dasar dan menengah. Sedangkan untuk Kecamatan Kota diambil informan yang lebih banyak dengan pertimbangan karena konsentrasi pendidikan lebih banyak di kota.

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL

Pengertian Persepsi dan Ekspektasi

Kata persepsi berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata perception atau percipio, artinya adalah tindakan menyusun, mengenali, dan menafsirkan informasi sensoris guna memberikan gambaran dan pemahaman tentang lingkungan (Schacter, 2011). Pemahaman seorang individu berdasarkan sebuah karakteristik yang terbangun ketika menangkap sebuah kesan umum tentang sesuatu. Kesan umum berdasarkan sebuah karakt erist ik t ersebut sepert i kepandaian, keramahan, atau penampilan, atau efek suatu objek sedang bekerja.

Istilah persepsi sering disebut juga dengan pandangan, gambaran, atau anggapan, atau tanggapan seseorang mengenai satu hal atau objek. Lebih lanjut Walgito ( 2003) menyata- kan persepsi adalah suatu proses yang didahului oleh penginderaan yaitu merupakan proses yang berwujud diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris. Menurut Mar’at (2010) persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi kedalam ot ak manusia, melalui persepsi manusia terus menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya. Hubungan ini dilakukan lewat inderanya, yaitu indera pengelihat, pendengar, peraba, perasa, dan pencium. Menurut Robbins (2003:97) dalam (https://id.wikipedia.org/wiki/Persepsi) yang

mendeskripsikan bahwa persepsi merupakan kesan yang diperoleh oleh individu melalui panca indera kemudian di analisa (diorganisir), diintepretasi dan kemudian dievaluasi, sehingga individu tersebut memperoleh makna. Menurut Purwodarminto (1990: 759) dalam (https:// id.wikipedia.org/wiki/Persepsi), persepsi adalah tanggapan langsung dari suatu serapan atau proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui pengindraan. Dalam kamus besar psikologi, persepsi diartikan sebagai suatu proses pengamatan seseorang terhadap lingkungan dengan menggunakan indra-indra yang dimiliki sehingga ia menjadi sadar akan segala sesuatu yang ada dilingkungannya.

Persepsi mempunyai sifat subjekt if, karena bergant ung pada kemampuan dan keadaan dari masing-masing individu, sehingga akan ditafsirkan berbeda oleh individu yang sat u dengan yang lain. Dengan demikian persepsi merupakan proses perlakuan individu yaitu pemberian tanggapan, arti, gambaran, atau penginterprestasian terhadap apa yang dilihat, didengar, atau dirasakan oleh indranya dalam bentuk sikap, pendapat, dan tingkah laku atau disebut sebagai perilaku individu (http:// belajarpsikologi.com/pengert ian-persepsi- menurut-ahli/).

Pada dasarnya ada dua faktor yang mem- pengaruhi persepsi, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berupa faktor- faktor yang terdapat dalam diri individu, yang mencakup faktor fisiologis yaitu informasi yang masuk melalui alat indera, selanjutnya informasi yang diperoleh ini akan mempengaruhi dan melengkapi usaha untuk memberikan arti ter- hadap lingkungan sekitarnya. Kapasitas indera untuk mempersepsi pada tiap orang ber beda- beda sehingga interpretasi terhadap ling kungan juga dapat berbeda. Faktor eksternal berupa karakteristik dari linkungan dan objek-objek yang terlibat didalamnya. Elemen-elemen tersebut dapat mengubah sudut pandang seseorang terhadap dunia sekitarnya dan mempengaruhi bagaimana seseoarang merasakannya at au menerimanya. Faktor-faktor eksternal bisa berupa ukuran dan penempatan dari obyek atau stimulus. Faktor ini menyatakan bahwa semakin besarnya hubungan suatu objek, maka semakin mudah untuk dipahami. Bentuk ini akan mem- pengaruhi persepsi individu dan dengan melihat

1058 Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol. 7, Nomor 1, Juni 2015, hlm. 1043-1124

bentuk ukuran suatu objek, individu akan mudah untuk memperhatikan.

Persepsi adalah tingkat penerimaan pema- haman seseorang atau sekelompok masyarakat terhadap suatu objek. Persepsi dapat bersifat positif atau negatif terhadap suatu objek. Hal ini sangat tergantung pada tingkat penilaian suatu objek. Jika informasi suatu objek ditangkap dan dipahami sesuatu hal baik, bagus dan berkualitas maka akan dinilai positif yang akhirnya menghasilakan persepsi yang positif dan sebaliknya.

Ada hubungan yang erat dengan ekspektasi, apabila suatu hal atau lingkungan dipersepsikan postif maka akan memungkinkan terjadinya ekspektasi atau harapan yang bersifat positif dan sebaliknya. Kata ekspektasi itu artinya harapan besar yang dibebankan pada sesuatu yang di anggap akan mampu membawa dampak yang baik atau lebih baik. Expektasi adalah bayangan yang kita harapkan bakal menjadi kenyataan, walaupun bisa saja terjadi bertolak belakang dengan realita yang ada. Pemahaman ini paling tidak menurut ukuran kondisi seseorang pada saat ini terhadap sesuatu yang diinginkan dapat terjadi di masa depan.

Persepsi dan Ekspektasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Standar Pendidikan Nasional

Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskrimi- natif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Pendidikan diseleng- gara kan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multi makna. Pendi- dikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembela- jaran. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masya- rakat . Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.

Standar nasional pendidikan, meliputi

8 aspek yaitu: 1) isi kurikulum, 2) lulusan, 3) proses pembelajaran, 4) pendidik dan tenaga kependidikan, 5) sistem pengelolaan, 6) sarana dan prasarana pendidikan, 7) pembiayaan pendidikan, dan 8) sistem penilaian pendidikan. Program-program ini tentunya harus dirancang untuk dilaksanakan dengan baik agar setiap warga negara dapat memperoleh pendidikan yang bermutu tanpa memandang suku, ras, maupun agama. Bahkan semua akan mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan yang berkualitas sepanjang hayat.

Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib meng- ikuti pendidikan dasar. Setiap warga negara bertanggungjawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan. Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkem- bangan pendidikan anaknya. Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya. Bahkan masyarakat berhakikut terlibat berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.

PEMBAHASAN Persepsi Masyarakat Terhadap Kualitas

Pelaksanaan Program Pendidikan Dasar dan Menengah.

Persepsi adalah menyangkut pemahaman dengan cara mengamati dan melihat terhadap suatu hal. Sesuatu hal tersebut adalah menyang- kut pelaksanaan program pendidikan dasar dan menengah yang meliputi delapan aspek yaitu isi kurikulum pendidikan, kelulusan, yang menyangkut proses pembelajaran, tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, sistem pengelolaan, tersedianya sarana dan prasarana pendidikan, pembiayaan pendidikan dan terakhir menyangkut sistem penilaian pendidikan.

Persepsi Masyarakat Terhadap Isi Kurikulum.

Menyangkut isi kurikulum menurut pengamat an dan penglihat an masyarakat menyatakan bahwa mereka ragu-ragu apakah dapat dipahami oleh siswa dan dapat dilaksanakan dengan baik yaitu ada 95 orang informan atau 52,7% yang menyatakan demikian itu. Bahkan

Bambang Widyahseno, Qua Vadis Pendidikan Dasar dan Menengah ,... 1059

yang lebih memprihatinkan sebanyak 63 orang menyatakan tidak percaya sama sekali. Sebagian (35,2%) menyatakan tidak percaya apakah

besar informan menyatakan ragu-ragu bahkan kurikulum yang diterapkan dapat berjalan dengan

tidak percaya ini lebih didasarkan pada pertama, baik dan isinya dapat dipahami oleh siswa. Hanya

sering bergantinya kurikulum sehingga guru

5 orang informan (2,7%) yang menyatakan isi belum bisa menguasai secara mendalam. Kedua kurikulum bagus dan dapat berjalan dengan baik,

sekarang ini dedikasi guru juga sangat rendah namun yang palin ironis adalah ada 17 orang

sehingga tingkat kerelaan untuk berkorban demi (9,4%) menyatakan tidak percaya sama sekali

berkualitasnya anak didik rendah. kurikulum baru dapat diterapkan dengan baik. Jika dianalisis pendapat mereka ini wajar karena sering berganti-gantinya kurikulum dalam waktu yang begitu pendek selain menyulitkan gurunya juga membingungkan siswa-siswanya. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh seorang informan:

Sering berganti-ganti kurikulum dalam waktu yang pendek banyak menyulitkan para pendidik yang ada di lapangan. Paling tidak untuk pergantian kurikulum

Persepsi Terhadap Proses Pembelajaran

itu ya dibutuhkan sekitar 12 tahun agar Persepsi masyarakat terhadap kualitas dapat dijalankan dengan baik. Sering

pelaksanaan proses pembelajaran, 99 informan berganti kurikulum juga sulit untuk dapat

atau sebesar 55% menyatakan ragu-ragu bahkan diterapkan dengan baik. Begitu juga sulit

44 informan atau sebesar 24,4% menyatakan untuk bisa diserap oleh siswa. (Suhardi, 15

tidak bagus proses pembelajarannya. September 2014) Penerapan kurikulum baru berarti merubah

kebiasaan baru bagi tenaga guru yang telah mengajar bertahun-tahun. Untuk mengubah kebiasaan dengan mengganti kebiasaan lama dengan kebiasaan baru sangat tidak mudah, lebih lagi bagi yang sudah berusia tua. Oleh karena itu sering bergantinya kurikulum tidak akan bisa serta merta menjamin mudahnya diserap oleh anak didik.

Kondisi sepert i ini memang cukup

Persepsi Terhadap Kurikulum

memprihatinkan jika proses pembelajaran sudah

Bagus sekali Ragu-ragu Tdk percaya

Tdk percaya sm sekali

diragukan oleh masyarakat . Kenyat aannya

memang jika kita amati banyak terjadi sekolah

negeri dengan guru negeri dibiayai oleh negara namun tidak memperoleh kepercayaan dari masyarakat, salah satu buktinya tidak memperoleh siswa khususnya sekolah-sekolah

Persepsi terhadap Mutu Lulusan

di t ingkat dasar. Ini menunjukkan t idak Terhadap pertanyaan apakah program

berkualitasnya proses pembelajaran yang mereka pendidikan dasar ini dapat meningkat kan lakukan. Sedangkan sekolah swasta yang sangat mutu lulusan, 81 informan atau sebesar 45% terbatas fasilitasnya namun karena proses menyatakan ragu-ragu dan 73 informan atau pembelajarannya dipercaya oleh masyarakat sebesar 40,5 % menyatakan tidak percaya bahwa anak-anak mereka yang disekolahkan dapat meningkat kan mut u lulusan. Hanya akan memperoleh pembelajaran yang baik maka

20 informan atau sebesar 11% yang percaya, banyak diminati oleh orang tua murid. sedangkan sisanya 6 informan atau sebesar 3,4%

1060 Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol. 7, Nomor 1, Juni 2015, hlm. 1043-1124

Persepsi Terhadap Pendidik dan Tenaga

17 orang informan menyatakan bagus atau

Kependidikan

berkualitas dan 9 orang (5%) menyatakan tidak Sekarang ini masyarakat memiliki persepsi

berkualitas sama sekali.

bahwa pendidik dan t enaga kependidikan semakin hari semakin tidak berkualitas hal ini ditunjukkan oleh 107 informan atau sebesar 59% mengatakan semakin tidak berkualitas. Informan yang menyatakan cukup sebanyak 46 orang (25%), yang menyatakan bagus hanya 12 orang (7%) sedangkan sisanya sebanyak 15 orang (8 %) menyatakan tidak berkualitas sama sekali.

Sebagian besar informan menyatakan semakin tidak berkualitas ini lebih dikarenakan semakin berkurangnya tingkat dedikasi pendidik untuk secara khidmat mau mengelola dengan baik dengan banyak meluangkan waktunya. Banyak terjadi khususnya pendidik di daerah desa pinggiran yang jauh dari kota dimana rumahnya ada di kota atau jauh dari tempat mengajar mereka laju dan tidak setiap hari masuk. Setiap harinya

Hal tersebut dijelaskan bahwa sekarang yang masuk adalah guru pengganti yang mereka ini dalam proses rekruitmen tenaga pendidik

kontrak secara diam-diam dengan memberikan seringkali t erjadi dist orsi sehingga t idak upah sebagai kompensasi dalam setiap bulannya. memiliki kriteria yang jelas yang mengarah pada

Kondisi semacam ini juga menjadi dilema bagi penerimaan tenaga pendidik yang berkualitas

pendidikan dasar dan menengah dimana para dan ini sudah menjadi rahasia umum. Jika ingin

tenaga pendidiknya tidak bisa sepenuhnya dapat diangkat menjadi PNS termasuk guru harus

mengelola dengan baik.

menyediakan uang sekitar 100 juta sampai 150- an juta maka akan lolos. Hal ini sebagaimana

Persepsi Terhadap Tersedianya Sarana dan

yang dikatakan oleh informan Suhardi yang

Prasarana Pendidikan.

menyatakan: Berkenaan dengan sarana dan prasarana Rendahnya kualit as t enaga pendidik

pendidikan, sebagian besar informan menyatakan sekarang ini lebih karena proses rekruitmen

cukup yaitu sebanyak 104 orang atau sebesar yang tidak mengarah pada indikator

58%. Sebanyak 54 orang informan atau sebesar kualitas. Lulusannya tidak jelas, bahkan

30% bagus dan tersedia sedangkan sisanya 22 lulusan SLTA bukan pendidikan bisa

orang informan (12 %) menyatakan tersedia akan diterima karena bisa menyediakan uang

tetapi tidak cukup.

saja. Ini memang cukup memprihatinkan kita semua kalau seperti ini terus nggak tahu apa jadinya kualitas pendidikan kita. (Suhardi, 15 September 2014)

Persepsi Terhadap Sistem Pengelolaan

Berkenaan dengan persepsi masyarakat terhadap sistem pengelolaan pendidikan dasar dan menengah, ada 100 orang informan atau sebesar 55,6% menyat akan semakin t idak berkualitas, dan ada 54 orang informan atau sebesar 30% yang menyatakan cukup. Sisanya

Bambang Widyahseno, Qua Vadis Pendidikan Dasar dan Menengah ,... 1061

Jika diamati di lapangan memang sebagian lebih baik dibandingkan sekolah umum besar sekolah sekarang ini telah memiliki sarana

yang lebih banyak pelajaran umumnya. dan prasarana yang cukup namun sebaliknya

Sebab bagi kita yang menganut agama yang sering terjadi justru tidak memiliki siswa.

ini kalau bisa anak-anak kita pintar ilmu Kebutuhan akan sarana dan prasarana dalam

umum juga pintar ilmu agamanya sehingga batas kebutuhan dasar proses pembelajaran

anak-anak saya dapat bahagia dunia dan telah cukup disediakan oleh negara, namun justru

akherat, bukan dapat dunianya saja, tetapi pemanfaatannya yang kurang optimal karena

akheratnya tidak dapat. Saya lihat anak- terbatasnya kemauan dan kepedulian pendidik

anak sekarang yang kurang ilmu agamanya yang tidak mau mempelajari dan mengkajinya.

nakal-nakal. (Udin, 18 September 2014) Pernyat aan t ersebut menggambarkan

Persepsi Terhadap Pembiayaan Pendidikan.

bahwa pendidikan kita sekarang terlihat bernuansa Persepsi masyarakat t erhadap biaya feodalisme dan kapitalisme. Feodalisme mengacu pendidikan sekarang khususnya di tingkat

pada kesimpulan untuk sekolah-sekolah tertentu pendidikan dasar dan menengah, mereka hanya dapat dinikmati oleh kelompok masyarakat menyatakan cukup terjangkau. Yang menyatakan

yang memiliki kemampuan lebih dibandingkan demikian itu ada 107 orang informan atau

yang lainnya. Dikatakan kapitalisme ada kesan sebesar 59,4%. Berikutnya 63 orang informan

bahwa lembaga pendidikan telah berubah dari (35%) menyatakan tidak terjangkau, sisanya 6

mesin sosial pada mesin pencetak uang. Jika orang informan (3,4%) menyatakan sama sekali

kita amati keadaannya demikian, sekarang kita tidak terjangkau, dan 4 orang informan (2,2%)

melihat banyak orang mencoba melakukan bisnis menyatakan terjangkau sekali.

sekolah di samping ada sebagian karena tuntutan idealisme pendidikan. Banyak masyarakat sering mengungkapkan pernyataan yang memilukan hati jika kita rasakan,”Apa besok yang bisa sekolah hanya orang-orang yang kaya?”.

Demikian kalimat itu sering muncul ketika kita berbincang-bincang dengan masyarakat berpendapat kecil. Ini rasional. Sebab lembaga pendidikan juga bisa ibaratkan dunia mimpi kita. Dengan pendidikan kita pada dasarnya bercita- cita ingin mewujudkan keinginan kita. Ini adalah

Mereka menyatakan demikian itu yaitu mimpi-mimpi indah yang ingin kita wujudkan mayoritas mengatakan cukup terjangkau dengan

lewat sekolah. Mimpi ini bisa dipastikan tidak penjelasan sekolah-sekolah yang ada di desa-

akan tercapai jika kita tidak membangun mimpi desa atau di pinggiran kota, namun sebaliknya

lewat sekolah, walaupun tidak semua mimpi itu sekolah-sekolah yang di kota mereka menyatakan

kita wujudkan lewat sekolah, misalnya proses tidak terjangkau.

alamiah, tetapi pendidikan dapat mendukung Hal ini sebagaimana yang disampaikan

proses alamiah tersebut. Terkait dengan materi oleh salah seorang informan yang menyatakan

agama memang semakin hari materi agama di yaitu:

sekolah umum makin berkurang. Ini barangkali Kebetulan anak saya sekolah di SD negeri

tesis baru dalam dunia pendidikan kita bahwa Pak, jadi menurut saya biayanya masih

ilmu agama harus mulai dipentingkan kembali cukup terjangkau. Tetapi sebelumnya mau

untuk dipelajari disekolah. Maka wajar jika saya masukan di sekolah swasta yang saya

sekarang sekolah-sekolah yang memadukan ilmu inginkan, tetapi biayanya cukup mahal.

agama dengan ilmu umum semakin diminati Saya pengin di sekolah tersebut karena

masyarakat . Secara filofofis, sekularisme pendidikan agamanya cukup banyak, pendidikan menunjukkan sudah mulai tidak laku tetapi karena mahal jadi saya urungkan

lagi.

niat. Menurut saya, sebenarnya sekolah yang banyak pelajaran agamanya yang

1062 Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol. 7, Nomor 1, Juni 2015, hlm. 1043-1124

Persepsi Terhadap Sistem Penilaian

untuk mendaftarkan diri disekolah tersebut.

Pendidikan.

Mereka khawatir jangan-jangan besuk juga Sistem penilaian pendidikan khususnya

tidak lulus seperti kakak-kakak kelasnya. yang menyangkut untuk kelulusan sekarang ini

Akhirnya pihak sekolah menjadi takut jika memang cukup menimbulkan perdebatan. Ada

banyak siswanya tidak lulus; kedua, dengan sebagian yang menyatakan UNAS mestinya

prestasi kelulusan yang baik, maka berujung hanya sekedar untuk kepentingan pemetaan

pada pendongkrakan uang sekolah bukan kualit as pendidikan saja hasilnya jangan

menjadi persoalan. Sebaliknya jika banyak dijadikan standar kelulusan ini jika konsisten

siswanya tidak lulusan,pihak sekolah tidak t erhadap kurikulum yang kit a t erapkan.

leluasa untuk mengadakan uang tarikan Namun ada sebagian yang menyatakan dengan

(Kusni, 20 September 2014). berpengaruhnya pada kelulusan maka mestinya

sebaliknya yait u memacu pendidik unt uk Ekspektasi Masyarakat Terhadap Pelaksana-

bekerja lebih keras dalam melakukan proses

an Program Pendidikan Dasar dan Menengah.

pembelajaran yang lebih baik. Dengan mendasarkan pada analisis Berkenaan hal tersebut di atas 80 orang

pada evaluasi/penilaian masyarakat terhadap informan (44,4 %) menyatakan semakin tidak

pelaksanaan program pendidikan dasar dan berkualitas, dan 78 oran informan (43,3%)

menengah sebagaimana peneliti uraikan di menyatakan cukup. Sisanya 13 orang informan

atas yang pada intinya dengan melihat 8 aspek (7,3%) menyatakan tidak berkualitas sama

pendidikan ternyata sebagian besar indeksnya sekali. Yang menyatakan bagus dan bekualitas

sangat rendah yaitu dengan menggunakan ada 9 orang informan (5%).

kategori 100 maka nilainya rata-rata dibawah 50. Oleh karena itu, harapan masyarakat terhadap pelaksanaan program ini agar 8 aspek tersebut dievaluasi kembali.

Ekspektasi Masyarakat Terhadap Kurikulum

Harapan masyarakat berkenaan dengan kurikulum rata-rata menyatakan agar jangan sering berganti kurikulum jika yang lama belum sempat dilaksanakan dengan baik. Untuk itu jika pemerintah ingin menerapkan kurikulum baru harus dilakukan terlebih dahulu kajian yang

Analisis delapan aspek dalam pendidikan mendalam dan komprehensif yang melibatkan tersebut di atas, secara umum persepsi masyarakat

berbagai pakar pendidikan dan jauhkan dari sikap terhadap kualitas program pendidikan dasar

dan motivasi serta kepentingan politik. Harapan dan menengah menyatakan masih jauh yang

seperti ini sebagaimana yang diungkapkan oleh kita harapkan. Hal tersebut sebagaimana yang

salah seorang informan yaitu: diungkapkan oleh salah seorang informan:

Sering berganti-ganti kurikulum dalam Sejauh pengamatan saya, kualitas pendidikan

waktu yang pendek banyak menyulitkan dasar dan menengah kita belum baik, sebab

para pendidik yang ada di lapangan. ada kesan yang sangat kuat bahwa sekolah-

Paling tidak untuk pergantian kurikulum sekolah dasar dan menengah kita lebih

itu ya dibutuhkan sekitar 12 tahun agar mengedepankan dan terlalu menjaga citranya.

dapat dijalankan dengan baik. Sering Akibatnya, sebenarnya banyak siswa yang

berganti kurikulum juga sulit untuk dapat mestinya tidak lulus harus lulus dengan

diterapkan dengan baik. Begitu juga sulit berbagai cara yang ditempuh. Ini dilakukan

untuk bisa diserap oleh siswa. (Suhardi, 15 karena pertimbangan beberapa hal: pertama,

September 2014)

jika sekolah tersebut siswanya banyak tidak lulus akan mempengaruhi minat siswa baru

Bambang Widyahseno, Qua Vadis Pendidikan Dasar dan Menengah ,... 1063

Ekspektasi Masyarakat Terhadap Kualitas

Jika ini bisa terwujud maka peningkatan SDM

Lulusan

kita akan mudah tercapai. Hal ini banyak Harapan masyarakat t erhadap mut u dilakukan negara-negara lain yang membebaskan lulusan yang berkualitas sangat tinggi karena

para warganya untuk sekolah. Sementara di menentukan untuk melanjutkan sekolah lagi,

negara kita sebaliknya, bahkan ada kebijakan maupun unt uk mencari pekerjaan. Namun menghapus subsidi pendidikannya dengan tujuan kenyataanya di lapangan sangat berbeda banyak

yang tidak jelas.

lulusan siswa yang tidak bisa apa-apa dan bahkan Selain itu dana pendidikan juga digunakan banyak yang ditolak oleh lapangan pekerjaan.

untuk melengkapi sarana dan prasarana hingga Oleh karena itu kondisi yang demikian itu sangat

mencapai taraf sangat memadai. Di lai pihak memprihatinkan semua pihak, sebagaimana yang

kesejahteraan guru terus ditingkat secara sub- diungkapkan oleh salah seorang informan yaitu:

stansial. Bukan memberikan kesejahteraan Pertama, harapan kita setelah lulus anak

melalui mekanisme yang terus diperdebatkan. ya siap kerja. Makanya menyangkut hal

Misalnya program sertifikasi masih menjadi ini kami sering memberi masukan kepada

pergunjingan baik karena tidak suka maupun banyak sekolah jangan hanya memikirkan

munculnya anggapan tidak adanya hubungan in put yang banyak. Tetapi bagaimana

signifikan antara tingkat kesejahteraan guru siswa itu didik secara maksimal sehingga

dengan lulusan.

lulus memiliki kemampuan yang baik sehingga siap bekerja. Ini haris terus

Ekspektasi Terhadap Proses Pembelajaran.

disosialisasikan t erus kepada siswa. Berkenaan dengan proses pembelajaran ini Bukan sebaliknya justru lulusan menjadi

seorang informan mengatakan dengan menyoroti bumerang lulusan tidak siap bekerja, kalau

proporsi tenaga pendidik antara swasta dengan ini terjadi sekolah yang meluluskan juga

negeri yaitu:

akan imbasnya bahwa sekolah di sekolah Hal ini menyangkut hal yang aktual

A misalnya tidak memiliki kecakapan. yaitu proporsi sekolah negeri-swasta. Akibatnya sekolah tidak laku. Ini kan

Pemerintah semestinya konsisten jika mengerikan. Kedua, menyangkut biaya

melihat lembaga pendidikan swast a pendidikan agar dapat lebih ditekan, baik

sebagai bagian dari sistem pendidikan sekolah swasta maupun sekolah negeri

nasional harus mengakui keberadaan sehingga dapat terjangkau oleh semua

sekolah-sekolah swast a dengan agak lapisan masyarakat. Sehingga pendidikan

mengendalikan pertumbuhan sekolah- dasar dan menengah kita dengan biaya

sekolah negeri di pelosok. Bermunculannya yang tidak memberatkan tetapi ilmu

sekolah negeri yang tak terkendali tentu dapat diserap dengan baik oleh para

saja memat ikan keberadaan sekolah siswa kita. Sekolah dan para guru harus

swasta yang ada dan tidak mampu bersaing int rospeksi diri bahwa sekarang ini

sehingga tidak mampu bertahan akhirnya mereka sudah sangat sejahtera dengan

harus gulung tikar. Di lain pihak sekolah adanya sertifikasi guru. Artinya pendapat

swasta jika dilihat dari biaya pendidikan sebagai guru bahkan jauh lebih banyak

just ru banyak yang lebih murah di dibandingkan profesi lainnya sehingga

bandingkan sekolah-sekolah negeri saat sangat tidak beralasan jika sekolah masih

ini. (M. Fajar Pramono, September 2014). suka melakukan tarikan ini itu padahal

Lebih lanjut Fajar Pramono mengatakan: ujung-ujungnya unt uk meningkat kan

Faktor lain yang perlu juga mendapatkan kesejahteraan guru. Mencari tambahan

t ekanan adalah perlunya perubahan melalui cara ini harus dihentikan. Ini

paradigma dari paradigma proyek pada sangat berpengaruh terhadap out put

paradigma mencerdaskan bangsa dalam pendidikan kita. (Nurcahyono, September

pengelolaan pendidikan. Misalnya 2014)

pernah ada sosialisasi kurikulum berbasis Kita pasti sepakat jika biaya pendidikan

kompetensi pada saat tertentu, dalam waktu sepenuhnya menjadi tanggung jawab Negara.

yang tidak lama lagi muncul sosialisasi

1064 Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol. 7, Nomor 1, Juni 2015, hlm. 1043-1124

kurikulum baru lainnya yang menciptakan peserta didiknya dapat menikmati sekolah yang pemahaman yang overlapping. (M. Fajar

murah bahkan sebagian mungkin justru gratis. Pramono, September 2014) Lebih lanjut ia mengatakan:

Ekspektasi Terhadap Pendidik dan Tenaga

Dilihat dari inovasi pendidikan dasar

Kependidikan.

dan menengah sudah sangat bagus Ekspektasi masyarakat terhadap pendidik tetapi para pengelola pendidikan masih

dan tenaga kependidikan yang berkualitas sangat terlihat memainkan perannya sebagai

tinggi, dengan pertimbangan bahwa salah satu administ rat or dibandingkan sebagai kunci penentu meningkatnya kualitas pendidikan pendidikan meskipun para pengambil

adalah bertumpu padanya. Lebih lagi dengan kebijakan di lingkungan dinas pendidikan

adanya peningkat an kesejaht eraan melalui dibanding sebagai pendidikan ketika

kenaikan gaji yang tinggi, adanya tunjangan mengeluarkan kebijakan maupun dalam

sertifikasi harapanya akan dapat meningkatkan menangkap isu-isu aktual dalam dunia

profesionalitas, dedikasi serta ketekunannya pendidikan ini t erlihat dari kurang dalam mendidik siswa. Gaji dan tunjangan yang nampaknya penempatan jabatan-jabatan

tinggi serta adanya tunjangan sertifikasi akhirnya yang tepat kepada orang-orang tertentu

meningkatkan minat keinginan berbagai pihak yang memiliki kapasitas tertentu pula. (M.

untuk menjadi guru.

Fajar Pramono, September 2014) Logikanya jika banyak pihak yang Sejak sebelum bangsa ini merdeka pada

ingin masuk maka dapat dilakukan seleksi tahun 1945, telah muncul partisipasi masyarakat

yang ketat dan diperoleh calon pendidik dan dalam ikut serta memajukan bangsa. Ormas

tenaga kependidikan yang berkualitas. Namun Muhammadiyah misalnya secara konsisten sejak

anehnya ternyata hukum itu tidak berlaku, dahulu hingga sekarang memiliki partisipasi yang

justru banyaknya peminat dimanfaatkan oleh kuat dalam bidang pendidikan. Muhammadiyah

oknum untuk bargaining menarik uang yang telah begitu banyak mendirikan sekolah dari

sebesar-besarnya. Sehingga seleksi t enaga Taman Kanak-Kanak hingga perguruan tinggi.

pendidik tidak didasarkan pada kualitas namun Dan kenyataan hingga sekarang tetap eksis.

tinggi nya membayar. Hal ini sebagaimana yang Begitu juga dengan ormas NU tidak ketinggalan

diungkapkan oleh salah seorang informan yaitu: dalam ikut memajukan pendidikan nasional

Sejak kesejahteraan guru meningkat, dengan mendirikan sekolah-sekolah dari TK juga

banyak orang yang melirik profesi ini untuk hingga perguruan tinggi.

ditekuni. Kelemahan dari perkem bangan Namun sejalan dengan semakin intensif-

ini, banyak orang yang tidak memiliki nya pemerintah mengembangkan pendidikan

naluri/jiwa dan pendidikan guru memak- terutama dengan mendirikan sekolah hingga

sakan diri menjadi guru melalui jalur honor pelosok desa keberadaan sekolah di bawah

daerah, honor sekolah dan sebagainya. Ini organisasi kemasyarakatan ini mulai goyah

sebuah kelemahan dalam dunia pendidikan karena hampir tidak mampu mendapatkan

kita. Sebab menjadi guru adalah persoalan peserta didik. Padahal sejarah telah mencatat

panggilan hati, bukan sekedar tempat bahwa banyak sekali para pemimpin bangsa

bekerja semata. Akibatnya yang perlu justru terlahir dari sekolah-sekolah di bawah

dikhawat irkan akan semakin banyak naungan ormas ini. Namun, partisipasi pihak non

model guru yang teks book semata atau pemerintah ini benar-benar dalam kondisi yang

banyak guru yang tidak memiliki relevansi mengkhawatirkan. Olehkarenanya pemerintah

keilmuwan untuk menyampaikan suatu hendaknya t idak menut up mat a t erhadap

pelajaran tertentu. Misal guru geografi kelang sung an hidup sekolah swasta tersebut

mengajar komputer, guru agama mengajar karena telah dan akan terus menjadi soko guru

olahraga dan sebagainya. Menjadi guru pendidikan di nasional kita. Sebabnya sekolah-

juga perlu memiliki kecerdasan sebagai sekolah swasta apalagi di bawah naungan ormas

guru, naluri guru dan kapasitas lainnya. keagamaan biasanya sebagian dana pendidikan

Jika terjadi pemaksaan-pemaksaan seperti diupayakan oleh organisasi, sehingga para

ini, maka siswa tersiksa, dan gurupun juga

Bambang Widyahseno, Qua Vadis Pendidikan Dasar dan Menengah ,... 1065

tersiksa. Akibatnya kualitas pendidikan kita susah untuk mengalami peningkatan. (Nurcahyono, September 2014) Dalam dunia pendidikan kita ternyata

banyak isu yang menarik, baik dan menciptakan optimisme terhadap masa depan pendidikan kita. Namun demikian, ternyata ada juga yang membuat kita sedikit prihatin. Ini terlihat dari fenomena di atas, masih banyak tenaga kependi- dikan kita yang kita paksakan untuk melakukan aktivitas tanpa kita pahami itu sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Prinsip the right man on the right place belum menjadi pegangan yang ampuh bagi pendistribusian pengampu materi pelajaran disekolah-sekolah kita.

Sering kita mendengar guru A meng- ajar materi tertentu yang tidak sesuai dengan kualifikasinya. Bagaimana kita akan mendapat- kan out put yang maksimal jika pemberi materi tidak paham dengan materi yang diberikan kepada peserta didiknya. Apalagi guru yang ber- sangkutan tidak memiliki minat mengajar suatu materi lalu dipaksakan. Program sertifikasi guru juga semakin memperparah kondisi ini sebab guru yang bersertifikasi harus mengampu sejumlah beban mengajar sehingga mereka memaksakan mengajar materi yang bukan bidangnya sekedar untuk memenuhinya. Kondisi guru-guru yang demikian itu senada dengan yang disampaikan oleh seorang informan yaitu:

Yang sangat memprihatinkan itu adalah fenomena baru tenaga pendidikan kita/ guru. Belakangan kualit as SDM-nya sangat menyedihkan. Banyak dari para guru baru yang diangkat maupun masih dalam proses sukwan adalah para lulusan SMA atau sederajat. Secara teori pembelajaran maupun materi pembelajaran jelas mereka ini sangat minim sekali, akibatnya materi yang sedikit tersebut akhirnya dipaksakan, sehingga ketika mereka mengajar materi untuk kelas I hingga kelas VI cenderung sama, padahal yang mereka hadapi adalah siswa di kelas yang berbeda. Kondisi ini sangat lah mengkhawat irkan. (Kusni, September 2014) Banyak pihak akhir-akhir ini menilai

kualitas tenaga pendidik kita mengalami penurun- an terutama terkait dengan proses pengangkatan tenaga pendidik baru. Banyak diantara tenaga pendidik ini belum memiliki kualifikasi yang

memadai. Kompetensi mereka sebagai pendidik sangat memprihat inkan. Memang sesuat u yang dilematis, jika dilihat dari sisi manusiawi mereka adalah manusia yang memang memiliki hak untuk mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengembangkan dirinya di bumi pertiwi ini, mendapatkan pekerjaan dan kesempatan- kesempatan lainnya sebagai sesama warga bangsa.

Namun, jika dilihat dari sisi yang lebih strategis, keterlibatan mereka yang belum memiliki kompetensi sebagai tenaga pendidik justru dapat memperburuk kondisi dan situasi pendidikan kita baik saat ini maupun masa yang akan datang. Di pihak lain, banyak potensi- potensi pendidik baru kita terutama lulusan pendidikan guru yang tidak terakomodasi karena masalah-masalah teknis, misalnya kalah cepat mengakses sekolah atau tidak mampu menembus tes CPNS karena sebab-sebab lain.

Berkenaan dengan dengan kualitas SDM guru ini seorang informan berpendapat: Dari segi SDM telah terjadi perubahan, dahulu lekat dengan idealisme sekarang pragmatisme yang masuk di wilayah pendidikan dimana segala urusan serba duit, mestinya wilayah pendidikan bebas dari pengaruh uang. SDMnya tidak ada standar yang jelas baik menjadi guru, kepala sekolah t enaga kependidikan lainnya tidak lepas dari uang. Melihat kenyataan ini Diknas maupun dewan pendidikan memiliki kewajiban untuk memformulasikan kembali posisi lembaga pendidikan antara kepentingan politik dan non politik. Lembaga pendidikan jangan terintervensi masalah-masalah politik. (M. Fajar Pramono, September 2014) Dalam dunia pendidikan kita ada sebagian

ruhnya yang hilang. Mekanisme penilaian tiba-tiba tidak jujur. UAN secara tiba-tiba pula menjadi momok bukan hanya bagi siswa, tetapi juga menghinggapi guru, kepala sekolah, bahkan masyarakat secara keseluruhan. Guru dan pihak sekolah pada umumnya telah memainkan perannya terlalu berlebihan dengan menjadi ‘joki’ ujian para siswanya. Cara-cara tidak terpuji dari tahun ke tahun semakin membabi buta. Ini tentu saja justru menghancurkan sistem pendidikan yang sudah lama dibangun oleh para pendahulu kita dimana lembaga pendidikan

1066 Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol. 7, Nomor 1, Juni 2015, hlm. 1043-1124

adalah kawah candradimuka yang paling ideal dalam dunia pendidikan kita. Akibatnya, dunia dalam membentuk kader penerus bangsa yang

pendidikan kita semakin carut marut. cerdas, berbudi dan bertaqwa.

Ekspektasi Terhadap Sarana dan Prasarana Ekspektasi Terhadap Sistem Pengelolaan.

Pendidikan.

Berkenaan dengan sistem pengelolaan Mengenai sarana dan prasarana ini salah pendidikan ini harapannya agar ditingkatkan,

seorang informan menyatakan: mengingat sarana dan prasarana pendidikan telah

Secara umum sarana sekolah sudah bagus dicukupi oleh pemerintah, dan guru-gurunya juga

pak, misalnya sekolah anak saya sudah sudah ditingkatkan kesejahteraannya. Mesti-

bagus, bahkan sudah ditingkat. Tetapi nya kalau sudah demikian itu harapanya dapat

yang masih mengganjal di hati saya itu mengelola pendidikan ini dengan baik namun

masalah buku pak? (Udin, September kenyataannya masih jauh, sebagaimana yang

dikatakan oleh Fajar Pramono berkenaan dengan Buku bagaimanapun sangat pent ing, pengelolaan sekolah RSBI:

sayangnya harga buku sekarang sangat tidak Ini merupakan hal yang mendasar, di

terjangkau. Harganya sangat mahal. Masalah buku lain pihak banyak isu pendidikan dasar

bahkan ada kesan menghambat dunia pendidikan dan menengah yang belum ditangani

kita. Sangat pentingnya buku ini menjadikan secara baik, seperti misalnya disinggung

siswa semakin tereksploitasi. Hampir bisa di atas menyangkut RSBI, biaya sekolah

dipasti kan bagi siswa yang tidak memiliki buku proporsi sekolah negeri dan swasta, nilai

panduan akan sangat susah untuk belajar apalagi tambah sekolah tidak jelas, implementasi

mengejar ketertinggalan materi. Mekanisme RSBI saling lempar tanggungjawab antara

buku ini harus segera ditangani secara serius, pemerintah dengan masyarakat. RSBI

kalau bisa diupayakan oleh pemerintah adanya semestinya adalah tanggungjawab negara

buku gratis seperti pada masa lalu. Ini seharus sebagai proyek pilot project, adanya

bisa dilakukan mengingat anggaran pendidikan pembedaan sekolah RSBI dengan reguler

di APBN kita sudah mencapai 20 persen. dan sebagainya. (M. Fajar Pramono,

Lebih lanjut mengenai ketersediaan buku Septmber 2014)

ini Udin mengatakan:

Kita sadari sepenuhnya, bahwa saat ini Buku yang disediakan sekolah itu masih dunia pendidikan kita sedang mencari format

sangat terbatas, bahkan bisa dibilang yang ideal dalam rangka membenahi pendidikan

sangat terbatas sekali. Sebagian besar kita karena pendidikan kita sudah mulai tertinggal

buku harus beli sendiri. Karena harga buku dengan banyak negara. Misalnya dengan negara

yang sangat mahal, saya pinjamkan pada Malaysia saja kita sudah tertinggal. Padahal pada

anak teman-teman saya. Bagi saya yang tahun 1980-an Malaysia banyak mengimpor

penting ada bahan yang dipakai anak saya dan berguru ke negara kita. Tetapi sekarang

untuk belajar. (Udin, September 2014) kondisinya berbalik secara radikal. Banyak anak

Mengenai persoalan buku ini menurut muda kita yang belajar ke negara ini bahkan

Udin:

tidak sedikit yang mengejar gelar doktor ke sana. Ya, karena katanya setiap tahun buku Adalah suatu yang wajar ketika kita melihat dan

pelajaran sekolah itu selalu berubah, tetapi menemukan munculnya akibat dari semangat

sebenarnya isinya tidak jauh berbeda. Ini memajukan dunia pendidikan kita.

yang saya anggap masih menguntungkan Namun demikian juga muncul kesan yang

karena isi t idak banyak mengalami kuat ada mental dan persepsi yang salah dalam

perubahan isi. Namun, alangkah baiknya dunia pendidikan kita. Banyak sekolah yang

jika buku-buku pelajaran sekolah dikasih melakukan pungutan yang besar kepada orang

pemerintah atau setidaknya dipinjami tua siswa dengan dalih untuk kepentingan ini,

seperti jaman saya dulu sekolah, sehingga kepentngan itu. Atau kepentingan politik partisan

orang tua tidak bingung dengan masalah terlalu dominan dalam melakukan intervensi

buku ini. Bagi kami masalah buku ini sangat mengganggui. Karena kalau anak

Bambang Widyahseno, Qua Vadis Pendidikan Dasar dan Menengah ,... 1067

saya tidak sama dengan buku temannya sebab sudah dipenuhi oleh pemerintah, bahkan yang baru kan bisa membuat anak menjadi

di perpustakaan sudah sangat memadai. Namun minder. Selain itu kalau buku gonta-ganti

sekarang hal itu tidak terjadi lagi. Orang tua begitu tidak bisa diwariskan kepada siswa

harus pusing mengusahakan adanya buku ajar ini yang lainnya. Kami sebagai orang tua