Pengertian Saham Obligasi dan Sukuk
(14) Pengertian Saham, Obligasi, dan Sukuk
Tanya:
Bagaimana hukum saham dan instrument keuangan lainnya?
Hasil Diskusi:
Skema dasar saham itu halal. Nah, yang bikin haram adalah jualannya, emitennya, atau
transaksinya. Sama dengan bank syariah, masih ada beberapa kondisi yang
diragukan compliencenya tapi tetap menjadi pilihan dibanding bank konvensional.
Instrumen atau aset keuangan terdiri dari beberapa jenis, diantaranya: saham, obligasi, dan
produk turunannnya (kontrak derivatif). Saham adalah bukti kepemilikan di mana pemegang
saham adalah pemilik perusahaan sesuai dengan persentase kepemilikannya. Sementara
obligasi adalah surat hutang jangka panjang di mana perusahaan yang butuh dana
menerbitkan surat hutang dengan jangka wktu tertentu. Investor yang membeli obligasi akan
mendapatkan bunga secara rutin yang diistilahkan dengan kupon. Zaman dulu obligasi itu
seperti kertas seukuran A4 yang ujungnya digunting sebagai kupon untuk nantinya digunakan
sebagai bukti pengambilan bunga dari perusahaan yg menerbitkannya. Jadi pemegang saham
adalah pemilik perusahaan dan memiliki hak suara. Sementara pemegang obligasi bukan
pemilik perusahaan dan tidak memiliki hak suara. Keduanya bersifatmarketable, artinya
dapat diperjualbelikan.
Karena saham adalah representasi perusahaan, maka naik turunnya harga saham di bursa
seharusnya dilandasi oleh info-info terkait perusahaan. Misalnya, begitu SAF bilang pensiun
harga saham MU anjlok di bursa. Nah kalau obligasi, harganya dipengaruhi oleh tingkat suku
bunga pasar.
Orang-orang finance orientasinya adalah tingkat pengembalian (return), makanya mereka
selalu berupaya bagaimana caranya agar kita bisa mendapat return optimal dengan risiko
yang minimal. Salah satu caranya adalah dengan tidak memusatkan uang kita di satu
instrumen keuangan saja. Jadi uangnya disebar, sekian % di saham, sekian % di obligasi, dan
sebagainya. Di sinilah konsep reksadana mulai muncul.
Karena investasi itu butuh ilmu, perusahaan reksadana menawarkan jasa mengelola dana kita
melalui perantaraan manajer investasi (MI). Jadi simplenya reksadana itu ya persis seperti
menyebar uang di berbagai instrumen keuangan. Cumaoleh si MI distandarkan biar mudah:
reksadana saham berarti uang kita nanti dipecah ke berbagai saham, reksadana syariah berarti
uang kita dialokasikan ke berbagai instrumen keuangan syariah. Setiap hari kita bisa
memantau pergerakan imbal hasil produk reksadana yang kita beli. Nah, si MI yang
mengelola uang kita itulah yang pekerjaaannya tiap hari mantengin(memperhatikan dengan
seksama) pergerakan harga saham, obligasi, kurs, dan sebagainya sehingga dia bisa dengan
segera memainkan seluruh dana yang dia kelola agar returnnya optimal.
Jadi secara risiko urutan dr paling rendah ke tinggi adalah:
1. Deposito. Uang kita dijamin LPS jadi aman.
2. Reksadana.
3. Obligasi
4. Saham
Prinsip investasi itu high risk high return jadi otomatis saham returnnya paling tinggi.
Yang membayar MI ya kita, ada tarif standarnya sekian % dari nilai investasi. Biasanya
paling tinggi 4%. Kalau pialang saham beda. Tugasnya dia sebagai sebagai perantara saja.
Wakil kita di bursa untuk transaksi saham atau obligasi. Tapi dia juga mendapat fee.
Bagaimana hukumnya menurut syariah? Saham pada dasarnya mirip dengan
akad syirkah (persekutuan). Misalnya ada 3 orang berspakat mau mendirikan bisnis laundry:
A memberi modal 50 juta, B 30 juta, C 20 juta. Jadi si A punya kepemilikan 50%, B 30%, C
20%. Nah, saham itu adalah bukti kepemilikan syirkah tadi. Jika suatu saat si A ingin keluar
dari syirkah dia bisa menawarkan B atau C untuk beli kepemilikan A, jika mereka tidak mau,
maka A bisa menjual saham itu ke orang lain. Seharga berapa? Seharga nilai riil bisnis
mereka yang telah berjalan. Jadi pada dasarnya transaksi saham itu boleh. Kalau melihat
fatwa 80, Dewan Syariah Nasional memberikan 2 kriteria untuk kehalalan saham. Pertama,
modal dan aktifitas perusahaannya harus sesuai syariah. Kedua, cara kita bertransaksi tidak
boleh termasuk dalam 14 transaksi terlarang (bai najsy, short selling, insider trading, dll).
Karena obligasi adalah surat hutang, berarti obligasi syariah adalah surat hutang syariah
dong? MUI mendefinisikannya sbagai surat berharga, bukan surat hutang. Makanya istilah
obligasi syariah mnjadi rancu. Di acara Second tahun 2005 pernah menjadi perdebatan. Maka
saya rasa istilah Sukuk jauh lebih tepat.
Simplenya sukuk adalah sertifikat kepemilikan atas suatu aktivitas investasi atau harta
berwujud dengan jangka waktu tertentu. Jadi sukuk bukanlah surat hutang melainkan lebih
mirip saham. Bedanya dngan saham, sukuk punya batas jatuh tempo.
Ilustrasinya begini: A, B, dan C sepakat menyetor masing-masing 100 juta untuk beli rumah
seharga 300 juta yang nantinya akan dikontrakkan selama 5 tahun. Sebagai bukti kepemilikan
bersama atas rumah, diterbitkanlah sertifikat untuk masing-masing orang. Uang kontrakan
rumah akan dibagi rata ke A, B, dan C. Di akhir tahun ke-5 rumah itu dijual dan uangnya
dibagi rata diantara A, B, dan C. Maka sertifikat kepemilikan itulah yg dinamakan sukuk.
Maka sukuk sangat tergantung dari akadnya. Dalam ilustrasi saya di atas, kalo uang
kontrakannya fiks, maka imbal hasil bagi A, B, dan C juga fiks.
Jadi kalau boleh saran untuk yang sudah memiliki gaji atau income, selain ditabung di
tabungan yang bisa diambil kapan saja itu, menabung jugalah di tempat yang susah diambil,
semua pilihan investasi ada plus minusnya. Piilih yang paling banyak manfaatnya dan halal.
Tanya:
Bagaimana hukum saham dan instrument keuangan lainnya?
Hasil Diskusi:
Skema dasar saham itu halal. Nah, yang bikin haram adalah jualannya, emitennya, atau
transaksinya. Sama dengan bank syariah, masih ada beberapa kondisi yang
diragukan compliencenya tapi tetap menjadi pilihan dibanding bank konvensional.
Instrumen atau aset keuangan terdiri dari beberapa jenis, diantaranya: saham, obligasi, dan
produk turunannnya (kontrak derivatif). Saham adalah bukti kepemilikan di mana pemegang
saham adalah pemilik perusahaan sesuai dengan persentase kepemilikannya. Sementara
obligasi adalah surat hutang jangka panjang di mana perusahaan yang butuh dana
menerbitkan surat hutang dengan jangka wktu tertentu. Investor yang membeli obligasi akan
mendapatkan bunga secara rutin yang diistilahkan dengan kupon. Zaman dulu obligasi itu
seperti kertas seukuran A4 yang ujungnya digunting sebagai kupon untuk nantinya digunakan
sebagai bukti pengambilan bunga dari perusahaan yg menerbitkannya. Jadi pemegang saham
adalah pemilik perusahaan dan memiliki hak suara. Sementara pemegang obligasi bukan
pemilik perusahaan dan tidak memiliki hak suara. Keduanya bersifatmarketable, artinya
dapat diperjualbelikan.
Karena saham adalah representasi perusahaan, maka naik turunnya harga saham di bursa
seharusnya dilandasi oleh info-info terkait perusahaan. Misalnya, begitu SAF bilang pensiun
harga saham MU anjlok di bursa. Nah kalau obligasi, harganya dipengaruhi oleh tingkat suku
bunga pasar.
Orang-orang finance orientasinya adalah tingkat pengembalian (return), makanya mereka
selalu berupaya bagaimana caranya agar kita bisa mendapat return optimal dengan risiko
yang minimal. Salah satu caranya adalah dengan tidak memusatkan uang kita di satu
instrumen keuangan saja. Jadi uangnya disebar, sekian % di saham, sekian % di obligasi, dan
sebagainya. Di sinilah konsep reksadana mulai muncul.
Karena investasi itu butuh ilmu, perusahaan reksadana menawarkan jasa mengelola dana kita
melalui perantaraan manajer investasi (MI). Jadi simplenya reksadana itu ya persis seperti
menyebar uang di berbagai instrumen keuangan. Cumaoleh si MI distandarkan biar mudah:
reksadana saham berarti uang kita nanti dipecah ke berbagai saham, reksadana syariah berarti
uang kita dialokasikan ke berbagai instrumen keuangan syariah. Setiap hari kita bisa
memantau pergerakan imbal hasil produk reksadana yang kita beli. Nah, si MI yang
mengelola uang kita itulah yang pekerjaaannya tiap hari mantengin(memperhatikan dengan
seksama) pergerakan harga saham, obligasi, kurs, dan sebagainya sehingga dia bisa dengan
segera memainkan seluruh dana yang dia kelola agar returnnya optimal.
Jadi secara risiko urutan dr paling rendah ke tinggi adalah:
1. Deposito. Uang kita dijamin LPS jadi aman.
2. Reksadana.
3. Obligasi
4. Saham
Prinsip investasi itu high risk high return jadi otomatis saham returnnya paling tinggi.
Yang membayar MI ya kita, ada tarif standarnya sekian % dari nilai investasi. Biasanya
paling tinggi 4%. Kalau pialang saham beda. Tugasnya dia sebagai sebagai perantara saja.
Wakil kita di bursa untuk transaksi saham atau obligasi. Tapi dia juga mendapat fee.
Bagaimana hukumnya menurut syariah? Saham pada dasarnya mirip dengan
akad syirkah (persekutuan). Misalnya ada 3 orang berspakat mau mendirikan bisnis laundry:
A memberi modal 50 juta, B 30 juta, C 20 juta. Jadi si A punya kepemilikan 50%, B 30%, C
20%. Nah, saham itu adalah bukti kepemilikan syirkah tadi. Jika suatu saat si A ingin keluar
dari syirkah dia bisa menawarkan B atau C untuk beli kepemilikan A, jika mereka tidak mau,
maka A bisa menjual saham itu ke orang lain. Seharga berapa? Seharga nilai riil bisnis
mereka yang telah berjalan. Jadi pada dasarnya transaksi saham itu boleh. Kalau melihat
fatwa 80, Dewan Syariah Nasional memberikan 2 kriteria untuk kehalalan saham. Pertama,
modal dan aktifitas perusahaannya harus sesuai syariah. Kedua, cara kita bertransaksi tidak
boleh termasuk dalam 14 transaksi terlarang (bai najsy, short selling, insider trading, dll).
Karena obligasi adalah surat hutang, berarti obligasi syariah adalah surat hutang syariah
dong? MUI mendefinisikannya sbagai surat berharga, bukan surat hutang. Makanya istilah
obligasi syariah mnjadi rancu. Di acara Second tahun 2005 pernah menjadi perdebatan. Maka
saya rasa istilah Sukuk jauh lebih tepat.
Simplenya sukuk adalah sertifikat kepemilikan atas suatu aktivitas investasi atau harta
berwujud dengan jangka waktu tertentu. Jadi sukuk bukanlah surat hutang melainkan lebih
mirip saham. Bedanya dngan saham, sukuk punya batas jatuh tempo.
Ilustrasinya begini: A, B, dan C sepakat menyetor masing-masing 100 juta untuk beli rumah
seharga 300 juta yang nantinya akan dikontrakkan selama 5 tahun. Sebagai bukti kepemilikan
bersama atas rumah, diterbitkanlah sertifikat untuk masing-masing orang. Uang kontrakan
rumah akan dibagi rata ke A, B, dan C. Di akhir tahun ke-5 rumah itu dijual dan uangnya
dibagi rata diantara A, B, dan C. Maka sertifikat kepemilikan itulah yg dinamakan sukuk.
Maka sukuk sangat tergantung dari akadnya. Dalam ilustrasi saya di atas, kalo uang
kontrakannya fiks, maka imbal hasil bagi A, B, dan C juga fiks.
Jadi kalau boleh saran untuk yang sudah memiliki gaji atau income, selain ditabung di
tabungan yang bisa diambil kapan saja itu, menabung jugalah di tempat yang susah diambil,
semua pilihan investasi ada plus minusnya. Piilih yang paling banyak manfaatnya dan halal.