Etika dan Profesionalisme dalam Pembentu

Etika dan Profesionalisme dalam Pembentukan
Guru yang Berkarakter
Tugas Profesi Pendidikan

Disusun Oleh
Nama

:

Ria Rizal

Npm

:

13.05.0.016

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Matematika
Universitas Riau Kepulauan (UNRIKA)
Batam
Tahun Akademik 2013/2014


Kata Pengantar
Segala puji hanya milik allah swt. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
rasulullah saw. Berkat limpahan dan rahmat-nya penyusun mampu menyelesaikan tugas
makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah profesi pendidikan. Dimana makalah ini penulis
beri judul “Etika dan Profesionalisme dalam Pembentukan Guru yang Berkarakter”
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi.
Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat
bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi
teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang profesi pendidikan,
yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita.
Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri
penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama
pertolongan dari allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan
pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Universitas Riau Kepulauan. Saya sadar
bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen
pembimbing saya meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah saya di masa
yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.


Batam, 4 Juni 2014

Penyusun

1

Daftar isi
Halaman Judul
Kata Pengantar...................................................................................................................................i
Daftar isi ………………………………………………………………………………………...…ii
BAB I...............................................................................................................................................iii
Pendahuluan.....................................................................................................................................iii
A. Latar Belakang Masalah...................................................................................................................iii
B. Pembatasan Masalah..........................................................................................................................v
C. Perumusan Masalah...........................................................................................................................vi
D. Tujuan Makalah.................................................................................................................................vi
BAB II Isi..........................................................................................................................................1
1.1 Etika dan Profesionalisme.................................................................................................................1


2.

3.

1.1

Pengertian etika dan profesional.....................................................................................1

1.2

Ciri- ciri dan karakteristik profesi...................................................................................5

1.3

Etika seorang guru profesional terhadap lingkungan sekitarnya....................................9

1.4

Sikap professional keguruan.........................................................................................13


Kompetensi Profesional Guru.........................................................................................................18
2.1

karakteristik kompetensi profesional guru.........................................................................18

2.2

aspek – aspek dan kode etik profesional guru....................................................................24

Mengembangkan Sikap Profesional Keguruan.............................................................................26
3.1

pengembangan sikap selama pendidikan prajabatan.........................................................26

3.2

pengembangan sikap selama dalam jabatan.......................................................................26

BAB III PENUTUP.........................................................................................................................27
A. Kesimpulan.......................................................................................................................................27

B. saran...................................................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................28

2

Bab I

pendahuluan

BAB I
Pendahuluan
A.

Latar Belakang Masalah
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyebutkan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradapan bangsa, yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang

demokratis serta bertanggung jawab.
Berbicara seputar profesi pendidikan dan problemnya, tentu tidak akan pernah
selesai masalah demi masalah akan terus muncul seiring bergulirnya dinamika sosial yang
melingkarinya dan pelajar adalah sosok personal yang tergolong rentan terhadap
pengaruh-pengaruh di lingkungannya. Akhir-akhir ini kasus yang menyangkut kenakalan
siswa atau pelajar hampir setiap saat, bahkan dalam kapasitas kasus yang hampir
menyamai kriminalitas kelas kakap.
Dan setiap problematika seputar ketidak berhasilan, selalu merujuk kepada
argumentasi-argumentasi yang klasik. Yakni masalah kekurangan tenaga pendidik,
terutama kekurang mampuan guru dalam mengajar dalam kata lain seorang guru tidak
memiliki profesionalitas dalam mengajar. Guru saat ini bukan saja tidak mampu untuk
mencegah semakin menyebarnya tindakan-tindakan tidak bermoral pelajar, tidak jarang
guru yang berperan sebagai agent, bahkan teladan-teladan amoral. Guru yang telah
terlanjur mengklaim dan memerankan diri sebagai figur tauladan akan didik tidak jarang
menjadi pelaku-pelaku utama tindakan asusila dan amoral.
Tetapi sangat disayangkan jarang sekali guru yang menyadari persoalan ini. Sering
ketika murid melakukan kesalahan guru justru lepas tanggung jawab. Dalam hal
“Moralitas etik” seharusnya para guru tidak selalu didengungkan dengan istilah
“Pembinaan kembali” apalagi terjadi penyimpangan moral – guru sebagai pintu kedua
tauladan moral (yang pertama adalah keluarga) merupakan hal yang tidak dapat diganggu


3

Bab I

pendahuluan

oleh kepentingan yang lain. Karenanya, perlu sekali untuk ditingkatkan kinerja dan
professionalisme guru.
Suatu usaha menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas seperti yang
terkandung dalam tujuan pendidikan nasional diatas, maka kualitas pendidikan di
Indonesia harus selalu ditingkatkan. Peningkatan kualitas pendidikan tentunya harus
didukung dengan adanya peningkatan kualitas tenaga kependidikannya. Adapun yang
dimaksud dengan tenaga kependidikan merupakan suatu komponen yang penting dalam
penyelenggaraan pendidikan, yang bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar,
melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola dan memberikan pelayanan teknis dalam
bidang kependidikan (Hamalik 2003 : 9).
Guru merupakan tenaga kependidikan yang memiliki tugas utama untuk mendidik,
mengajar, melatih, serta mengarahkan peserta didik agar memiliki kesiapan dalam
menghadapi persaingan global yang semakin ketat dengan bangsa lain. Oleh karena itu

kedudukan guru sebagai tenaga professional sangatalah penting dalam terwujudnya visi
dan misi penyelenggaraan pembelajaran pada satuan pendidikan dimana ia melaksanakan
tugasnya.
Guru profesional adalah guru yang mengedepankan mutu dan kualitas layanandan
produknya, layanan guru harus memenuhi standarisasi kebutuhan masyarakat, bangsa, dan
pengguna serta memaksimalkan kemampuan peserta didik berdasar potensi dan
kecakapan yang dimiliki masing-masing individu. Untuk menjadi guru yang profesional
harus memiliki beberapa kompetensi. Dalam undang-undang Guru dan Dosen No.14/2005
dan Peraturan Pemerintah No.19/2005 dinyatakan bahwa kompetensi guru meliputi
kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi professional dan kompetensi
sosial. Semua kompetensi tersebut harus dimiliki oleh seorang guru dalam melakukan
kegiatan mengajar di sekolah. Guru yang bermutu adalah guru yang profesional dalam
pekerjaannya karena guru yang profesional senantiasa dapat meningkatkan kualitasnya.
Oleh karena itu seorang guru harus mampu menguasai kompetensi tersebut sehingga
peserta didik dapat dengan mudah menyerap ilmu yang didapat.
Dewasa ini pendidikan di Indonesia berkembang dengan pesat, dengan kondisi
seperti ini guru dituntut memeliki wawasan yang luas dalam perkembangan pendidikan.

4


Bab I

pendahuluan

Peran dari seorang guru dipandang dari sisi tugas dan tanggung jawabnya tidaklah ringan.
Untuk itu seorang guru selayaknya mendapatkan perhatian yang ideal.
Kinerja seorang guru dikatakan baik jika guru telah melakukan unsur-unsur yang
terdiri dari kesetiaan dan komitmen yang tinggi pada tugas mengajar, menguasai dan
mengembangkan bahan pelajaran, kedisiplinan dalam mengajar dan tugas lainnya,
kreativitas dalam pelaksanaan pengajaran, kerjasama dengan semua warga sekolah,
kepemimpinan yang menjadi panutan siswa, kepribadian yang baik, jujur, dan objektif
dalam membimbing siswa, serta tanggung jawab terhadap tugasnya. Membahas masalah
kualitas dari kinerja guru tidak terlepas dari pencapaian hasil belajar. Hal ini karena
kinerja guru sangat menentukan keberhasilan proses belajar yang efektif dan efisien
srhingga tujuan pendidikan dapat tercapai dan terwujud dari hasil belajar siswa yang baik
yang pada akhirnya dapat mencetak lulusan yang berkualitas.
B.

Pembatasan Masalah
Pembatasan yang dikaitkan dengan judul diatas sangatlah luas, sehingga tidak

mungkin dari lapangan permasalahan-permasalahan itu dapat terjangkau dan terselesaikan
semua. Oleh karena itu perlu adanya

pembatasan masalah guna menghindari

kesalahpahaman sehingga timbul penafsiran yang berbeda-beda yang akan mengakibatkan
penyimpangan judul diatas.
Dalam hal ini penulis membatasi ruang lingkup dan fokus masalah yang akan
dibahas yakni sebagai berikut :
1.

Etika dan profesionalisme guru dibatasi pada pengertian etika dan profesional, ciriciri dan karakteristik profesi, etika seorang guru profesional terhadap lingkungan
sekitarnya dan sikap professional keguruan.

2.

Kompetensi profesional guru dibatasi pada karakteristik kompetensi profesional guru,
aspek – aspek dan kode etik profesional guru.

3.


Mengembangkan sikap profesional keguruan yang dibatasi pada pengembangan
sikap selama pendidikan prajabatan dan sikap selama dalam jabatan

5

Bab I

C.

pendahuluan

Perumusan Masalah
Perumusan masalah atau sering disebut problematika merupakan bagian penting yang
harus ada dalam penulisan karya ilmiah. Sebelum membuat karya ilmiah, harus diketahui
lebih dahulu permasalahannya maka makalah ataupun karya ilmiah akan lebih terarah dan
terfokus.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka yang dijadikan pokok masalah
dalam makalah ini adalah :
1.

Bagaimanakah etika dan profesionalisme guru dalam pembentukan pendidik yang
berkarakter?

D.

2.

Bagaimanakah kompetensi profesional guru itu?

3.

Bagaiamana mengembangkan sikap profesional keguruan ?

Tujuan Makalah
Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan diatas maka tujuan yang hendak
dicapai antara lain:
1. Untuk mengetahui etika dan profesionalisme guru dalam pembentukan pendidik yang
berkarakter
2. Untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan kompetensi profesional guru
3. Untuk mengetahui cara pengembangan sikap profesional keguruan

6

Bab II

Isi

BAB II
Isi
1.

Etika dan Profesionalisme
1.1 Pengertian etika dan profesional.
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu
ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu :
tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak,
perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika
yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara
etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa
dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).
Menurut Sumaryono (1995) : Etika berkembang menjadi studi tentang manusia
berdasarkan kesepakatan menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang
menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan manusia pada umumnya. Selain
itu etika juga berkembang menjadi studi tentang kebenaran dan ketidakbenaran
berdasarkan kodrat manusia yang diwujudkan melalui kehendak manusia.
Etika merupakan suatu ilmu yang membahas perbuatan baik dan buruk manusia
sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Dan etika profesi terdapat suatu
kesadaran yang kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin
memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukan.
Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapatpendapat spontan kita.Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain
karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk
itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh
manusia.
Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai
etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan
1

Bab II

Isi

refleksi.Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari
etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang
meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif.
Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.
Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika
normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai
etika). Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik
dan buruknya prilaku manusia :
1. Etika Deskriptif, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional
sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini
sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar
untuk mengambil keputusan tentang prilaku atau sikap yang mau diambil.
2. Etika Normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola
prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai
sesuatu yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma
sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.
Etika secara umum dapat dibagi menjadi :
1. Etika Umum, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia
bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori
etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam
bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika
umum dapat di analogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai
pengertian umum dan teori-teori.
2. Etika Khusus, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang
kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud : Bagaimana saya
mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan
khusus yang saya lakukan, yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip
moral dasar. Namun, penerapan itu dapat juga berwujud : Bagaimana saya
menilai perilaku saya dan orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan
khusus yang dilatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia
2

Bab II

Isi

bertindak etis : cara bagaimana manusia mengambil suatu keputusan atau
tidanakn, dan teori serta prinsip moral dasar yang ada dibaliknya.
Etika Khusus dibagi lagi menjadi dua bagian :
a. Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap
dirinya sendiri.
b. Etika sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku
manusia sebagai anggota umat manusia.
Perlu diperhatikan bahwa etika individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan
satu sama lain dengan tajam, karena kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan
sebagai anggota umat manusia saling berkaitan. Etika sosial menyangkut hubungan
manusia dengan manusia baik secara langsung maupun secara kelembagaan
(keluarga, masyarakat, negara), sikap kritis terhadpa pandangan-pandangana dunia
dan idiologi-idiologi maupun tanggung jawab umat manusia terhadap lingkungan
hidup. Dengan demikian luasnya lingkup dari etika sosial, maka etika sosial ini
terbagi atau terpecah menjadi banyak bagian atau bidang. Dan pembahasan bidang
yang paling aktual saat ini adalah sebagai berikut:
1. Sikap terhadap sesama
2. Etika keluarga
3. Etika profesi
4. Etika politik
5. Etika lingkungan
6. Etika idiologi
Beberapa manfaat Etika adalah sebagai berikut ,
1. Dapat membantu suatu pendirian dalam beragam pandangan dan moral.
2. Dapat membantu membedakan mana yang tidak boleh dirubah dan mana
yang boleh dirubah.
3. Dapat membantu seseorang mampu menentukan pendapat.
4. Dapat menjembatani semua dimensi atau nilai-nilai.
3

Bab II

Isi

Profesi adalah kata serapan dari sebuah kata dalam bahasa Inggris "Profess", yang
dalam bahasa Yunani adalah "Επαγγελια", yang bermakna: "Janji untuk memenuhi
kewajiban melakukan suatu tugas khusus secara tetap/permanen".Profesi adalah
pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan
khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses
sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi
adalah pada bidang hukum, kedokteran, keuangan, militer,teknik dan desainer.
Pekerjaan tidak sama dengan profesi. Istilah yang mudah dimengerti oleh
masyarakat awam adalah: sebuah profesi sudah pasti menjadi sebuah pekerjaan,
namun sebuah pekerjaan belum tentu menjadi sebuah profesi. Profesi memiliki
mekanisme serta aturan yang harus dipenuhi sebagai suatu ketentuan, sedangkan
kebalikannya, pekerjaan tidak memiliki aturan yang rumit seperti itu. Hal inilah yang
harus diluruskan di masyarakat, karena hampir semua orang menganggap bahwa
pekerjaan dan profesi adalah sama.
Sedangkan profesionalisme

adalah orang yang mempunyai profesi atau

pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu
keahlian yang tinggi. Atau seorang profesional adalah seseorang yang hidup dengan
mempraktekkan suatu keahlian tertentu atau dengan terlibat dalam suatu kegiatan
tertentu yang menurut keahlian, sementara orang lain melakukan hal yang sama
sebagai sekedar hobi, untuk senang – senang atau untuk mengisi waktu luang.
Kaum profesional adalah orang-orang yang memiliki tolak ukur perilaku yang
berada di atas rata - rata. Di satu pihak ada tuntutan dan tantangan yang sangat berat,
tetapi di lain pihak ada suatu kejelasan mengenai pola perilaku yang baik dalam
rangka kepentingan masyarakat. Seandainya semua bidang kehidupan dan bidang
kegiatan menerapkan suatu. Standar profesional yang tinggi, bisa diharapkan akan
tercipta suatu kualitas masyarakat yang semakin baik.
Antara profesi dan profesional berbeda adapun perbedaan dua kata tersebut adalah
sebagai berikut:

4

Bab II

Isi

Profesi :


Mengandalkan suatu keterampilan atau keahlian khusus.



Dilaksanakan sebagai suatu pekerjaan atau kegiatan utama (purna waktu).



Dilaksanakan sebagai sumber utama nafkah hidup.



Dilaksanakan dengan keterlibatan pribadi yang mendalam.

Profesional :


Orang yang tahu akan keahlian dan keterampilannya.



Meluangkan seluruh waktunya untuk pekerjaan atau kegiatannya itu.



Hidup dari situ.



Bangga akan pekerjaannya.

1.2 Ciri- ciri dan karakteristik profesi.
Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi, yaitu :

 Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini
dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun.

 Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap
pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.

 Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus
meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.

 Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu
berkaitan dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai kemanusiaan berupa
keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk
menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus.

 Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.
5

Bab II

Isi

Karakteristik suatu profesi, seperti yang dirumuskan oleh Abraham Flexner
(1915) adalah Aktivitas intelektual, Berdasarkan ilmu dan belajar, Untuk tujuan
praktik dan pelayanan, Dapat diajarkan, Terorganisasi secara internal, Altruistik.
Sedangkan disebutkan oleh Greenwood, E (1957) lima karakteristik suatu profesi,
yaitu: Teori yang spesifik (systematic theory), Otoritas (authority), Wibawa/martabat
(prestige), Kode etik (code ofethics), Budaya profesional (professional culture).
Menurut Edgar Schein (1974), karakteristik profesi adalah:
1. Para profesional terkait dengan pekerjaan seumur hidup dan menjadi sumber
penghasilan utama.
2. Profesional mempunyai motivasi kuat atau panggilan sebagai landasan bagi
pemilihan karier profesionalnya dan mempunyai komitmen seumur hidup yang
mantap terhadap kariernya.
3. Profesional memiliki kelompok ilmu pengetahuan dan keterampilan khusus yang
diperolehnya melalui pendidikan dan latihan yang lama.
4. Profesional mengambil keputusan demi kliennya berdasarkan aplikasi prinsipprinsip dan teori-teori.
5. Profesional berorientasi pada pelayanan, menggunakan keahlian demi kebutuhan
khusus klien
6. Pelayanan yang diberikan kepada klien didasarkan pada kebutuhan objektif klien.
7. Profesional lebih mengetahui apa yang baik untuk klien daripada klien sendiri.
Profesional mempunyai otonomi dalam mempertimbangkan tindakannya.
8. Profesional membentuk perkumpulan profesi yang menetapkan kriteria
penerimaan, standar pendidikan, perizinan atau ujian masuk formal, jalur karier
dalam profesi, dan batasan peraturan untuk profesi.
9. Profesional mempunyai kekuatan dan status dalam bidang keahliannya dan
pengetahuan mereka dianggap khusus.
6

Bab II

Isi

10. Profesional dalam menyediakan pelayanan, biasanya tidak diperbolehkan
mengadakan advertensi atau mencari klien.

Karateristik profesi secara umum:


Keterampilan yang berdasarkan pada pengetahuan teoritis
Professional dapat diasumsikan mempunyai pengetahuan teoritis yang
ekstensif dan memiliki keterampilan yang berdasarkan pada pengetahuan tersebut
dan bisa diterapkan dalam praktik



Asosiasi professional
Profesi biasanya memiliki badan yang diorganisasi oleh para anggotanya,
yang dimaksudkan untuk meningkatkan status para anggotanya. Organisasi
tersebut biasanya memiliki persyaratan khusus untuk menjadi anggotanya.



Pendidikan yang ekstensif
Profesi yang prestisius biasanya memerlukan pendidikan yang lama dalam
jenjang pendidikan tinggi



Ujian kompetensi
Sebelum memasuki organisasi professional, biasanya ada persyaratan untuk
lulus dari suatu tes yang menguji terutama pengetahuan teoritis.



Pelatihan institusional
Selain ujian, juga biasanya dipersyaratkan untuk mengikuti pelatihan
istitusional dimana calon profesional mendapatkan pengalaman praktis sebelum
menjadi

anggota

penuh

organisasi.

Peningkatan

keterampilan

melalui

pengembangan profesional juga dipersyaratkan.


Lisensi
Profesi menetapkan syarat pendaftaran dan proses sertifikasi sehingga hanya
mereka yang memiliki lisensi bisa dianggap bisa dipercaya.
7

Bab II

Isi



Otonomi kerja
Profesional cenderung mengendalikan kerja dan pengetahuan teoretis mereka
agar terhindar adanya intervensi dari luar.



Kode etik
Organisasi profesi biasanya memiliki kode etik bagi para anggotanya dan
prosedur pendisiplinan bagi mereka yang melanggar aturan. Menurut UU NO. 8
(pokok-pokok kepegawaian), Kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah
laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari.
Tujuan Kode etik :

-

Untuk menjunjung tinggi martabat profesi

-

Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.

-

Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.

-

Untuk meningkatkan mutu profesi.

-

Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.

-

Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.

-

Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.

-

Menentukan baku standarnya sendiri.


Mengatur Diri
Organisasi profesi harus bisa mengatur organisasinya sendiri tanpa campur
tangan pemerintah. Profesional diatur oleh mereka yang lebih senior, praktisi
yang dihormati, atau mereka yang berkualifikasi paling tinggi



Layanan publik dan altruisme
Diperolehnya penghasilan dari kerja profesinya dapat dipertahankan selama
berkaitan dengan kebutuhan publik, seperti layanan dokter berkontribusi terhadap
kesehatan masyarakat



Status dan imbalan yang tinggi
Profesi yang paling sukses akan meraih status yang tinggi, prestise, dan
imbalan yang layak bagi para anggotanya. Hal tersebut bisa dianggap sebagai
pengakuan terhadap layanan yang mereka berikan bagi masyarakat.

Nilai Moral Profesi (Frans Magnis Suseno, 1975) :
8

Bab II

Isi



Berani berbuat memenuhi tuntutan progesi



Menyadar kewajiban yang harus depenuhi selama menjalankan profesi



Idealisme sebagai perwujudan makna organisasi profesi

Prinsip Etika Profesi :


Tanggung jawab
- Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya
- Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat
pada umumnya.



Keadilan. Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang
menjadi haknya.



Otonomi. Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan di beri
kebebasan dalam menjalankan profesinya.

1.3 Etika seorang guru profesional terhadap lingkungan sekitarnya.
a.

Etika guru profesional menurut undang –undang
Pada butir kesembilan Kode Etik Guru Indonesia disebutkan bahwa “Guru
melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan”. Dengan
jelas bahwa dalam kode etik tersebut diatur bahwa guru di Indonesia harus taat
akan peraturan perundang-undangan yang di buat oleh pemerintah dalam hal ini
Departemen Pendidikan Nasonal.
Guru merupakan aparatur negara dan abdi negara dalam bidang pendidikan.
Oleh karena itu, guru mutlak harus mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang pendidikan dan melaksanakannya sebagaimana aturan
yang berlaku. Sebagai contoh pemerintah mengeluarkan kebijakan yaitu
mengubah kurikulum dari kurikulum 1994 menjadi kurikulum 2004 atau

9

Bab II

Isi

kurikulum berbasis kompetensi dan kemudian diubah lagi menjadi KTSP dalam
rangka meningkatkan mutu pendidikan.
Dalam kurikulum tersebut, secara eksplisit bahwa hendaknya guru
menggunakan pendekatan kontekstual dalam pembelajarannya. Seorang guru
yang profesional taat akan peraturan yang berlaku dengan cara menerapkan
kebijakan pendidikan yang baru tersebut dan akan menerima tantangan baru
tersebut, yang nantinya diharapkan akan dapat memacu produktivitas guru dalam
rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional.
b.

Etika guru profesional terhadap anak didik
Dalam Kode Etik Guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa guru
berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia seutuhnya yang
berjiwa pancasila. Dalam membimbing anak didiknya Ki Hajar Dewantara
mengemukakan tiga kalimat padat yang terkenal yaitu ing ngarso sung tulodo,
ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani. Dari ketiga kalimat tersebut,
etika guru terhadap peserta didik tercermin. Kalimat-kalimat tersebut mempunyai
makna yang sesuai dalam konteks ini.
Pertama, guru hendaknya memberi contoh yang baik bagi anak didiknya.
Ada pepatah Sunda yang akrab ditelinga kita yaitu “Guru digugu dan Ditiru”
(diikuti dan diteladani). Pepatah ini harus diperhatikan oleh guru sebagai tenaga
pendidik. Guru adalah contoh nyata bagi anak didiknya. Semua tingkah laku guru
hendaknya jadi teladan. Menurut Nurzaman (2005:3), keteladanan seorang guru
merupakan perwujudan realisasi kegiatan belajr mengajar, serta menanamkan
sikap kepercayaan terhadap siswa. Seorang guru berpenampilan baik dan sopan
akan sangat mempengaruhi sikap siswa. Sebaliknya, seorang guru yang bersikap
premanisme akan berpengaruh buruk terhadap sikap dan moral siswa. Disamping
itu, dalam memberikan contoh kepada peserta didik guru harus dapat
mencontohkan bagaimana bersifat objektif, terbuka akan kritikan, dan
menghargai pendapat orang lain.
Kedua, guru harus dapat mempengaruhi dan mengendalikan anak didiknya.
Dalam hal ini, prilaku dan pribadi guru akan menjadi instrumen ampuh untuk
10

Bab II

Isi

mengubah prilaku peserta didik. Sekarang, guru bukanlah sebagai orang yang
harus ditakuti, tetapi hendaknya menjadi ‘teman’ bagi peserta didik tanpa
menghilangkan kewibawaan sebagai seorang guru. Dengan hal itu guru dapat
mempengaruhi dan mampu mengendalikan peserta didik.
Ketiga, hendaknya guru menghargai potensi yang ada dalam keberagaman
siswa. Bagi seorang guru, keberagaman siswa yang dihadapinya adalah sebuah
wahana layanan profesional yang diembannya. Layanan profesional guru akan
tampil dalam kemahiran memahami keberagaman potensi dan perkembangan
peserta didik, kemahiran mengintervensi perkembangan peserta didik dan
kemahiran mengakses perkembangan peserta didik (Kartadinata, 2004:4).
Semua kemahiran tersebut perlu dipelajari dengan sungguh-sungguh dan
sistematis, secara akademik, tidak bisa secara alamiah, dan semua harus
terinternalisasi dan teraktualisasi dalam perilaku mendidik.
Sementara itu, prinsip manusia seutuhnya dalam kode etik ini memandang
manusia sebagai kesatuan yang bulat, utuh, baik jasmani maupun rohani. Peserta
didik tidak hanya dituntut berlimu pengetahuan tinggi, tetapi harus bermoral
tinggi juga. Guru dalam mendidik seharusnya tidak hanya mengutamakan
pengetahuan

atau

perkembangan

intelektual

saja,

tetapi

juga

harus

memperhatikan perkembangan pribadi peserta didik, baik jasmani, rohani, sosial
maupun yang lainnya yang sesuai dengan hakikat pendidikan. Ini dimaksudkan
agar peserta didik pada akhirnya akan dapat menjadi manusia yang mampu
menghadapi tantangan-tantangan di masa depan. Peserta didik tidak dapat
dipandang sebagai objek semata yang harus patuh pada kehendak dan kemauan
guru.
c. Etika guru profesional terhadap pekerjaan
Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang mulia. Sebagai seorang yang
profesional , guru harus melayani masyarakat dalam bidang pendidikan dengan
profesional juga. Agar dapat memberikan layanan yang memuaskan masyarakat,
guru harus dapat menyesuaikan kemampuan dan pengetahuannya dengan
keinginan dan permintaan masyarakat. Keinginan dan permintaan ini selalu
11

Bab II

Isi

berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat yang biasanya dipengaruhi
oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh sebab itu, guru selalu dituntut untuk
secara terus menerus meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan,
keterampilan,

dan

mutu

layanannya.

Keharusan

meningkatkan

dan

mengembangkan mutu ini merupakan butir keenam dalam Kode Etik Guru
Indonesia

yang

berbunyi

“Guru

secara

pribadi

dan

bersama-sama

mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya”.
Secara profesional, guru tidak boleh dilanda wabah completism, merasa diri
sudah sempurna dengan ilmu yang dimilikinya, melainkan harus belajar terus
menerus (Kartadinata, 2004:1). Bagi seorang guru, belajar terus menerus adalah
hal yang mutlak. Hal ini karena yang dihadapi adalah peserta didik yang sedang
berkembang dengan segala dinamikanya yang memerlukan pemahaman dan
kearifan dalam bertindak dan menanganinya.
Untuk meningkatkan mutu profesinya, menurut Soejipto dan kosasi ada ua
cara yaitu cara formal dan cara informal. Secara formal artinya guru mengikuti
pendidikan lanjutan dan mengikuti penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan
ilmiah lainnya. Secara informal dapat dilakukan melalui televisi, radio, koran,
dan sebagainya.
d. Etika guru profesional terhadap tempat kerja
Sudah diketahui bersama bahwa suasana yang baik ditempat kerja akan
meningkatkan produktivitas. Ketidakoptimalan kinerja guru antara lain
disebabkan oleh lingkungan kerja yang tidak menjamin pemenuhan tugas dan
kewajiban guru secara optimal.
Dalam UU No. 20/2003 pasal 1 bahwa pemerintah berkewajiban
menyiapkan lingkungan dan fasilitas sekolah yang memadai secara merata dan
bermutu diseluruh jenjang pendidikan. Jika ini terpenuhi, guru yang profesional
harus mampu memanfaatkan fasilitas yang ada dalam rangka terwujudnya
manusia seutuhnya sesuai dengan Visi Pendidikan Nasional.
Disisi lain, jika kita dihadapkan dengan tempat kerja yang tidak mempunyai
fasilitas yang memadai bahkan buku pelajaran saja sangat minim. Bagaimana
12

Bab II

Isi

sikap kita sebagai seorang guru? Ternyata, keprofesionalan guru sangat diuji
disini. Tanpa fasilitas yang memadai guru dituntut untuk tetap profesional dalam
membimbing anak didik. Kreatifitas guru harus dikembangkan dalam situasi
seperti ini.
Berkaitan dengan ini, pendekatan pembelajaran kontekstual dapat menjadi
pemikiran para guru untuk lebih kreatif. Dalam pendekatan ini, diartikan strategi
belajar yang membantu guru mengaitkan materi pelajaran dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa mengaitkan pengetahuan yang telah
dimilikinya drngan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara itu, sikap profesional guru terhadap tempat kerja juga dengan cara
menciptakan hubungan harmonis di lingkungan tempat kerja, baik di lingkungan
sekolah, masyarakat maupun dengan orang tua peserta didik.
1.4 Sikap professional keguruan
1. Sikap Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
Pada butir sembilan kode etik guru Indonesia disebutkan bahwa: “guru
melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan”.
(PGRI, 1973). Kebijaksanaan pendidikan dinegara kita dipegang oleh pemerintah,
dalam hal ini oleh departemen pendidikan dan kebudayaan. Dalam rangka
pembangunan dibidang pendidikan di Indonesia, departemen pendidikan dan
kebudayaan mengeluarkan ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang
merupakan kebijaksanaan yang akan dilaksanakan oleh aparatnya, yang meliputi
antara lain : Pembangunan gedung-gedung pendidikan, pemerataan kesempatan
belajar antara lain dengan melalui kewajiban belajar, peningkatan mutu
pendidikan, pembinaan generasi muda dengan menggiatkan kegiatan karang
taruna, dan lain-lain.
Guru merupakan unsur aparatur negara dan abdi negara. Karena itu, guru
mutlak perlu mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang
pendidikan, sehingga dapat melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan
kebijasanaan.
Untuk menjaga agar guru Indonesia tetap melaksanakan keentuan-ketentuan
yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, kode etik
13

Bab II

Isi

guru Indonesia mengatur hal tersebut, seperti tertentu dalam dasar ke sembilan
sari kode etik guru. Dasar ini juga menunjukan bahwa guru Indonesia harus
tunduk dan taat kepada pemerintah Indonesia dalam menjalankan tugas
pengabdiannya, sehingga guru Indonesia tidak mendapatkan pengaruh yang
negatif dari pihak luar, yang ingin memaksakan dengan melalui dunia pendidikan.
2. Sikap Terhadap Organisasi Propesi
Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi
PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian. Dasar ini menunjukan kepada
kita betapa pentingnya peranan organisasi profesi sebagai wadah dan sarana
pengabdian. PGRI sebagai organisasi profesi memerlukan pembinaan, agar lebih
berdayaguna dan berhasil guna sebagai wadah usaha untuk membawakan misi
dan memantapkan profesi guru. Keberhasilan usaha tersebut sangat bergantung
kepada kesadaran para anggotanya, rasa tanggung jawab dan kewajiban para
anggotanya. Organisasi PGRI merupakan suatu sistem, dimana unsur
pembentuknya adalah guru-guru.
Organisasi profesional harus membina mengawasi para anggotanya.
Siapakah yang dimaksud dengan organisasi itu ? jelas yang dimaksud bukan
hanya ketua, sekretaris, atau beberapa orang pengurus tertentu saja, tetapi yang
dimaksud dengan organisasi di sini ialah semua anggota dengan seluruh pengurus
dan segala perangkat dan alat-alat perlengkapannya.
Setiap anggota harus memberikan sebagaian waktunya untuk kepentingan
pembinaan profesinya, dan semua waktu dan tenaga yang diberikan oleh para
anggota ini dikordinasikan oleh para pejabat organisasi tersebut, sehingga
pemanfaatanya menjadi efektif dan efisien. Dengan perkataan lain setiap anggota
profesi, apakah ia sebagai pengurus, atau anggota biasa, wajib berpartisifasi guna
memelihara, membina, dan meningkatkan mutu organisasi profesi, dalam rangka
mewujudkan cita-cita organisasi.
Peningkatan mutu profesi keguruan dapat pula direncanakan dan dilakukan
secara bersama atau berkelompok. Kegiatan berkrelompok ini dapat berupa
penataran, lokakarya, seminar, simposium, atau bahkan kuliah disuatu lembaga
14

Bab II

Isi

pendidikan yang diataur secara tersendiri. Misalnya program penyetaraan
program D2 guru-guru sekolah dasar, dan program penyetaraan D3 guru-guru
SLTP, adalah contoh-contoh kegiatan berkelompok yang diatur tersendiri.
3. Sikap Terhadap Teman Sejawat
Dalam ayat 7 kode etik guru di sebutkan bahwa guru memelihara hubungan
seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial. Ini berarti bahwa :


Guru hendaknya menciptakan dan memelihara hubungan sesama guru dalam
lingkungan kerjanya.



Guru hendaknya menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan dan
kesetiakawanan sosial di dalam dan di luar kerjanya.
Dalam hal ini kede etik guru Indonesia menunjukan kepada kita betapa

pentingnya hubungan yang harmonis perlu diciptakan dengan mewujudkan
perasaan bersaudara yang mendalam antara sesama anggota profesi.
4. Hubungan Guru Berdasarkan Lingkungan Kerja
Seperti di ketahui, dalam setaip sekolah terdapat seorang kepala sekolah dan
beberapa guru di tambah dengan beberapa orang personel sekolah lainya sesuai
dengan kebutuhan sekolah tersebut. Berhasil tidaknya sekolah membawa misinya
akan banyak bergantung kepada semua manusia yang terlibat di dalamnya. Agar
setiap personel sekolah dapat berfungsi sebagaimana mestinya, mutlak adanya
hubungan yang baik dan harmonis di antara sesama personel.
Setiap profesional lain yang perlu ditumbuhkan oleh guru adalah sikap ingin
bekerja sama, saling harga menghargai, saling pengertian dan tanggung jawab.
Jika ini sudah berkembang, akan tumbuh rasa senasib sepenanggungan serta
menyadari akan kepentingan bersama, tidak mementingan kepentingan diri
sendiri dengan mengorbankan kepentingan orang lain (Hermawan, 1979).
Adalah kebiasaan kita pada umumnya untuk kadang-kadang bersikap kurang
sungguh-sungguh dan kurang bijaksana, sehingga hal ini menimbulkjan keretakan
diantara sesama kita. Oleh sebab itu, agar jangan terjadi keadaan yang berlarutlarut, kita perlu saling memaafkan dan memupuk suasana kekeluargaan yang
akrab antara sesama guru dan aparatur di sekolah.
15

Bab II

Isi

5. Hubungan Guru Berdasarkan Lingkungan Keseluruhan
Kalau kita ambil sebagai contoh profesi kedokteran, maka dalam sumpah
dokter yang diucapkan pada upacara pelantikan dokter baru, antara lain terdapat
kalimat yang menyatakan bahwa setiap dokter akan memperlakukan teman
sejawatnya sebagai saudara kandung.
Sebagai saudara mereka wajib membantu dalam kesukaran, saling
mendorong kemajuan dalam bidang profesinya, dan saling menghormati hasilhasil karyanya. Mereka saling memberitahukan penemuan-penemuan baru untuk
meningkatkan profesinya.
Sekarang apa yang terjadi pada profesi kita, profesi keguruan? Dalm hal ini
kita harus mengakui dengan jujur vbahwa sejauh ini perofesi keguruan masih
memerlukan pembinaan yang sungguh-sunguh. Rasa persaudaraan seperti
tersebut, bagi kita masih perlu ditumbuhkan sehingga kelak akan dapat kita lihat
bahwa hubungan guru dengan temannya berlangsung seperti halnya dengan
profesi kedokteran.
6. Sikap Terhadap Anak Didik
Dalam kode etik guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa : Guru
berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia
seutuhnya yang berjiwa pancasila.dasar ini mengandung beberapa prinsip yang
harus dipahami oleh seorang guru dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, yakni
: Tujuan pendidikan nasional, prinsip membimbing, dan prinsip pembentukan
manusia Indonesia seutuhnya.
Prinsip manusia seutuhnya dalam kode etik ini memandang manusia sebagai
kesatuan yang bulat, utuh, baik jasmani maupun rohani, tidak hanya berilmu
tinggi tapi juga bermoral tinggi pula. Guru dalam mendidik seharusnya tidak
hanya mengutamakan pengetahuan atau perkembangan intelektual saja. Tetapi
juga harus memperhatikan perkembangan seluruh pribadi peserta didik, baik
jasmani maupun rohani.
7. Sikap Terhadap Tempat Kerja
16

Bab II

Isi

Sudah menjadi perkembangn umum bahwa suasana yang baik ditempat
kerja akan meningkatkan produktifitas. Hal ini disadari dengan sebaik-baiknya
oleh setiap guru, dan guru berkewajiban menciptakan suasana yang demikian
dalam lingkungannya. Untuk menciptakan suasana kerja yang bauk ini ada dua
hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1.

Guru sendiri

2.

Hubungan guru dengan orang tua dan masyarakat sekeliling
Terhadap guru sendiri dengan jelas juga dituliskan dalam salah satu butir

dari kode etik yang berbunyi : “Guru menciptakan suasana sekolah sebaikbaiknya yang menunjang keberhasilan proses belajar mengajar”. Oleh sebab itu,
guru harus aktif mengusahakan suasana yang baik itu dengan berbagai cara, baik
dengan penggunaan metode mengajar sesuai, maupun dengan penyediaan alat
belajar yang cukup, serta pengaturan organisasi kelas yang mantap, ataupun
pendektan lainnya yang diperlukan.
Suasana yang harmonis disekolah tidak akan terjadi bila personil yang
terlibat didalannya, yakni kepala sekolah, guru, staf administrasi dan siswa tidak
menjalin hubungan yang baik diantara sesamanya. Penciptaan suasana kerja yang
menantang harus dilengkapi denga terjalinya hubungan yang baik dengan orang
tua dan masyarakat sekitarnya. Ini dimaksudkan untuk membina peran serta dan
rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidiknya.
8. Sikap Terhadap Pemimpin
Sebagai salah seorang anggota organisasi, baik organisasi guru maupun
organisasi yang lebih besar guru akan selalu berada dalam bimbingan dan
pengawasan pihak atasan. Dari organisasi guru, ada strata kepemimpinan mulai
dari pegurus cabang, daerah, sampai kepusat. Begitu juga sebagai anggota
keluarga besar DEPDIKBUD, ada pembagian pengawasan mulai dari kepala
sekolah, kakandep, dan seterusnya sampai kementri pendidikan dan kebudayaan
9. Sikap Terhadap Pekerja
Profesi guru berhubungan dengan anak didik, yang secara alami mempunyai
persamaan dan perbedaan. Tugas melayani orang yang beragam sangat
17

Bab II

Isi

memerlukan kesabaran dan ketelatenan yang tinggi, terutama bila berhubungan
dengan peserta didik yang masih kecil. Barang kali tidak semua orang dikarunia
sifat seperti itu, namun bila seseorang telah memilih untuk memasuki profesi
guru, ia dituntut untuk belajar dan berlaku seperti itu.
Untuk meningkatkan mutu profesi secara sendiri-sendiri, guru dapat
melakukannya secara formal maupun informal. Secara formal, artinya guru
mengikuti berbagai pendidikan lanjutan atau kursus yang sesuai dengan bidang
tugas, keinginan, waktu, dan kemmapuannya.
Secara informal guru dapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilannya
melalui media masa seperti televisi, radio, majalah ilmiah, Koran, dan
sebagainya.
2.

Kompetensi Profesional Guru
2.1 karakteristik kompetensi profesional guru.
Guru (dari bahasa Sansekerta: yang berarti guru, tetapi arti secara harfiahnya
adalah "berat") yaitu seorang pengajar suatu ilmu. Dalam bahasa Indonesia, guru
umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa karakteristik guru adalah segala tindak
tanduk atau sikap perbuatan guru baik di sekolah maupun dilingkungan
masyarakat.contohnya, bagaimana guru meningkatkan pelayanan, meningkatkan
pengetahuan, memberi arahan, bimbingan dan motifasi kepada peserta didik
nya,bagaimana cara guru berpakaian dan berbicara serta cara bergaul baik dengan
peserta didik, teman sejawat, serta anggota masyarakat lainnya.
Guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus
dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai
guru dengan kemampuan yang maksimal.
Guru profesional adalah guru yang senantiasa menguasai bahan atau materi
pelajaran yang akan diajarkan dalam interaksi belajar mengajar, serta senantiasa
mengembangkan kemampuannya secara berkelanjutan, baik dalam segi ilmu yang
dimilikinya maupun pengalamannya.
18

Bab II

Isi

Menurut Ibrahim Bafadal, dalam peningkatan mutu professional guru
hendaknya mempunyai gagasan, ide, dan pemikiran terbaik mengenai pembelajaran
yang harus dikembangkan oleh guru merujuk pada konsepsi pembelajaran siswa
secara maksimal, dan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik pribadi anak.
Jadi karakteristik guru profesional adalah ciri-ciri orang yang memiliki
pendidikan formal dan menguasai berbagai teknik dalam kegiatan belajar mengajar
serta menguasai landasan-landasan kependidik.

Karakteristik guru yang professional sedikitnya ada lima karakteristik dan
kemampuan professional guru yang harus dikembangkan, yaitu:
a.

Menguasai kurikulum

b. Menguasai materi semua mata pelajaran
c.

Terampil menggunakan multi metode pembelajaran

d. Memiliki komitmen yang tinggi terhadap tugasnya
e.

Memiliki kedisiplinan dalam arti yang seluas-luasnya

Selain karakteristik guru di atas, ada beberapa karakteristik guru yang profesional
antara lain:
a. Fisik
 Sehat jasmani dan rohani


Tidak mempunyai cacat tubuh yang bisa menimbulkan ejekan atau cemoohan
atau rasa kasihan dari anak didik.

b. Mental atau keperibadian


Berkepribadian atau berjiwa pancasila.



Mampu menghayati GBHN.



Mencintai bangsa dan sesama manusia dan rasa kasih sayang kepada anak
didik.



Berbudi pekerti yang luhur.



Berjiwa kreatif, dapat memanfaatkan rasa pendidikan yang ada secara
maksimal.
19

Bab II

Isi



Mampu menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tanggung rasa.



Mampu mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab yang besar akan
tugasnya.



Mampu mengembangkan kecerdasan yang tinggi.



Bersifat terbuka, peka, dan inovatif.



Menunjukkan rasa cinta kepada profesinya.



Ketaatannya akan disiplin.



Memiliki sense of humor

c. Keilmiahan atau pengetahuan


Memahami ilmu yang dapat melandasi pembentukan pribadi.



Memahami ilmu pendidikan dan keguruan dan mampu menerapkannya dalam



tugasnya sebagai pendidik.



Memahami, menguasai, serta mencintai ilmu pengetahuan yang akan
diajarkan.



Memiliki pengetahuan yang cukup tentang bidang-bidang yang lain.



Senang membaca buku-buku ilmiah.



Mampu memecahkan persoalan secara sistematis, terutama yang berhubungan
dengan bidang studi.



Memahami prinsip-prinsip kegiatan belajar mengajar.

d. Keterampilan


Mampu berperan sebagai organisator proses belajar mengajar.



Mampu menyusun bahan belajar atas dasar pendekatan struktural,



interdisipliner, fungsional, behavior, dan teknologi.



Mampu menyusun garis besar program pengajaran ( GBPP )



Mampu memecahkan dan melaksanakan teknik-teknik mengajar yang baik
dalam mencapai tujuan pendidikan.



Mampu merencanakan dan melaksanakan evaluasi pendidikan.

20

Bab II

Isi



Memahami dan mampu melaksanakan kegiatan dan pendidikan luar sekolah.

Jadi seorang guru harus mempunyai pendidikan yang sesuai dengan kompetensi
sebagai seorang guru dan mempunyai pengalaman serta bakat sebagai modal untuk
menjadi seorang guru yang kompeten.

Menurut Wina Sanjaya, karakteristik guru ada beberapa karakteristik kompetensi
professional guru, antara lain:
1. kompetensi pribadi


kemampuan yang berhubungan dengan pengalaman ajaran agama sesuai
dengan keyakinan agama yang dianutnya.



Kemampuan untuk menghormati dan menghargai antar umat beragama.



Kemampuan untuk berprilaku sesuai dengan norma, aturan dan system nilai
yang berlaku dimasyarakat.



Mengembangkan sifat-sifat terpuji sebagai seorang guru misalnya sopan
santun dan tata karma.



Bersikap demokratis dan terbuka terhadap pembaruan dan kritik.

2. kompetensi professional


kemampuan untuk mengusai landasan kependidikan



pemahaman dalam bidang psikologi pendidikan



kamampuan dalam penguasaan materi pelajaran sesuai dengan bidang setudi
yang diajarkannya



kemampuan dalam mengaplikasikan metodologi dan strategi pembelajaran



kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai media dan sumber
belajar
21

Bab II

Isi



kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran



kemampuan dalam menyusun program pembelajaran



kemampuan dalam melaksanakan unsure-unsur penunjang



kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berpikir ilmiah untuk
meningkatkan kinerja

3. kompetensi sosial kem