MEREBUT HAK ADAT DARI NEGARA

MEREBUT HAK ADAT DARI NEGARA
REFLEKSI PUTUSAN MK NO. 35/2012
Oleh : Desriko Malayu Putra

Mahkamah

Konstitusi

melalui

Putusan

MK

35/PUU-X/2012

menyatakan bahwa undang-undang Kehutanan memasukan hutan adat
bagian dari hutan Negara, hal ini merupakan bentuk pengabaian hak-hak
masyarakat adat dan pelanggaran konstitusi. Mahkamah Konstitusi dalam
putusannya menyebutkan: “Oleh karena itu, menempatkan hutan adat
sebagai bagian dari hutan Negara merupakan pengabaian terhadap hak-hak

masyarakat hukum adat”. Hal ini semestinya membuat pemerintah
pemerintah sadar atas “perampasan” yang sudah dilakukan selama ini.
Melalui putusan ini setidanya memberikan angin segar kepada
masyarakat bahwa kawasan hutan yang berada diwilayah adatnya kembali
pengelolaannya secara adat kemudian statusnya masuk kedalam hutan hak.
Konsekuensinya Negara harus secepatnya meregister wilayah-wilayah adat
agar putusan ini segera terealisasi. Dalam putusan MK itu menyebutkan
“Hutan adat (yang disebut pula hutan marga, hutan pertuanan, atau sebutan
lainnya) berada dalam cakupan hak ulayat karena berada dalam satu
kesatuan wilayah (ketunggalan wilayah) masyarakat hukum adat, yang
peragaannya didasarkan atas leluri (traditio) yang hidup dalam suasana
rakyat (in devolksfeer) dan mempunyai suatu badan perurusan pusat yang
berwibawa dalam seluruh lingkungan wilayahnya.”
Hutan adat masuk kedalam hutan hak, artinya pemegang hak atas
tanah adalah pemegang hak atas hutan. Maka dapat disimpulkan terkait
dengan pengelolaan hutan terbagi kedalam Hutan Negara, Hutan masyarakat
hukum adat, dan pemegang hak atas tanah yang diatasnya terdapat hutan.
Putusan ini disambut baik oleh Kementerian Kehutanan namun “menendang”
permasalahan kepada daerah bahwa untuk bisa dikeluarkannya kawasan
hutan menjadi hutan adat mesti dikukuhkan dengan peraturan daerah.