Laporan Pertumbuhan Populasi Lalat Buah

Pertumbuhan Populasi Lalat Buah (Drosophila melanogaster)
Azhari Fatikhasuri
Program Studi S-1 Pendidikan Biologi FKIP UNS
azharifa@student.uns.ac.id
ABSTRAK
Praktikum ini bertujuan untuk mengenal lalat buah (Drosophila melanogaster), membedakan seks lalat buah dewasa
secara morfologi, mempelajari pertumbuhan populasi lalat buah. Praktikum dilakukan pada hari Selasa, 11 April 2017
di Laboratorium Mikrobiologi FKIP Biologi UNS. Prinsip kerja praktikum yaitu pembuatan medium makanan sebagai
medium kultur lalat buah (campuran dari buah pisang, tape ketela, benzoat), eterisasi dan pengamatan, pengamatan
pertumbuhan populasi lalat buah. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah lalat yang hidup dan mati, rasio
jenis kelamin lalat. Pengamatan dilakukan setiap hari, selama 14 hari (12-23 April 2017). Hasil analisis menunjukkan
bahwa nilai laju pertumbuhan instrinsik lalat buah pada botol kultur I adalah rN= 18, sedangkan pada botol kultur II
adalah rN=0. Pertumbuhan populasi lalat buah memiliki model pertumbuhan eksponensial berupa kurva J, dipengaruhi
faktor lingkungan seperti ketersediaan makanan, suhu dan cahaya.
Kata Kunci: populasi, pertumbuhan populasi, lalat buah (Drosophila melanogaster).

PENDAHULUAN
Populasi merupakan sekelompok organisme yang memiliki spesies sama (takson tertentu)
atau kelompok lain dapat terjadi interaksi genetik dengan jenis yang bersangkutan, serta terdapat
pada waktu tertentu dan pada suatu wilayah atau kawasan tertentu (Imran, 2008). Populasi memiliki
karakterisitik kelompok yang tidak dapat diterapkan pada lingkup individu. Karakteristik dasar

populasi adalah mengenai kepadatan (densitas). Parameter populasi yang dapat mengubah
kepadatan populasi adalah natalitas (laju tingkat kelahiran), mortalitas (laju tingkat kematian), serta
imigrasi dan emigrasi (Tarumingkeng, 1994 dalam Imran, 2008). Tingkat pertumbuhan populasi
yaitu sebagai hasil akhir dari kelahiran dan kematian, juga dipengaruhi oleh struktur umur dan sex
ratio pada populasi tersebut (Hadisubroto, 1989 dalam Lamatoa, 2013).
Ukuran populasi dapat berubah-ubah seiring berjalannya waktu. Beberapa populasi bersifat
konstan (stabil) dan beberapa populasi berfluktuatif dengan skala besar. Dalam perubahan populasi,
faktor lingkungan menjadi faktor penentu utamanya. Penyelidikan tentang dinamika populasi, pada
hakikatnya adalah dengan mengukur keseimbangan antara kelahiran dan kematian pada populasi
tersebut dalam upaya untuk memahami pola dinamika populasi tersebut di alam (Naughton, 1973).
Pertumbuhan populasi berarti perubahan ukuran populasi pada periode waktu tertentu.
Populasi dikatakan mengalami pertumbuhan apabila laju natalitas lebih besar daripada laju
mortalitas. Kajian mengenai pertumbuhan populasi ini penting agar dapat menganalisis laju
pertumbuhan populasi, menentukan model pertumbuhan populasi, serta menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan populasi tersebut. Menurut Basukriadi (2011), grafik yang
menggambarkan secara aritmatik laju pertumbuhan populasi dN/dt = rN, dikenal sebagai kurva
1

bentuk J atau kurva laju pertumbuhan eksponensial. Sedangkan menurut Chusnia (2009), kurva
pertumbuhan populasi pada lingkungan yang terbatas disebut kurva bentuk S (sigmoid). Kurva

sigmoid berbeda dengan kurva bentuk J dalam dua hal, yaitu: kurva sigmoid memiliki asimptot atas
(kurva tidak melebihi titik maksimal tertentu), dan kurva ini mendekati asimptot secara perlahan,
tidak secara mendadak atau tajam. Kurva sigmoid disebut juga kurva logistik.
Ciri-ciri umum lalat buah antara lain (Agustina, E., Mahdi, N., Herdanawati, 2013) :
a. Berukuran kecil, antara 3-5 mm.
b. Thorax berbulu-bulu dengan warna dasar putih, sedangkan abdomen bersegmenlima dan
bergaris hitamSayap panjang, berwarna transparan, dan posisi bermula darithorax
c. Mata majemuk berbentuk bulat agak ellips dan berwana merah.Terdapat mata oceli pada
bagian atas kepala dengan ukuran lebih kecil dibandingmata majemuk.
d. Warna tubuh kuning kecoklatan dengan cincin berwarna hitam di tubuh bagian belakang.
e. Urat tepi sayap (costal vein) mempunyai dua bagian yang terinteruptus dekatdengan
tubuhnya.
f. Crossvein posterior umumnya lurus, tidak melengkung.
g. Sungut (arista) umumnya berbentuk bulu, memiliki 7-12 percabangan.
Lalat jantan memiliki sisir kelamin (sex comb) pada sepasang kaki depan (segmen
metatarsal pertama) memiliki 3 garis hitam, ujung abdomen membulat warna gelap dengan pita
hitam penyatuan segmen dorsal dari abdomen dan akhir bagian ventral terdapat penis dan klaspen
(terdapat ovipositor). Lalat betina bentuk abdomen pada kecil dan runcing, jumlah segmen pada
betina ada 7, sisir kelamin memiliki 5 garis hitam pada permukaan atas abdomen (Yasin, 1989
dalam Aini, 2008).


Drosophila
klasifikasi
Insecta,

melanogaster memiliki

filum

Arthropoda,

ordo

Diptera,

kelas
sub-ordo

Cyclorrhapha, familia Drosophilidae dan genus Drosophila (Strickberger, 1962). Lalat buah
(Drosophila melanogaster) pertama kali diperkenalkan oleh T. H. Morgan dan W. E. Castle pada

tahun 1900. D. melanogaster merupakan organisme eksperimen modern dalam bidang genetika
karena memiliki karakter fenotip berbeda dan terlihat nyata, mudah mendapatkan, murah (dapat
dibiakkan dalam botol yang hanya berisi media pisang yang difermentasi) dan mempunyai waktu
perkembiakan yang tidak terlalu lama (2 minggu dengan waktu pematangan seksual awal yaitu 7
2

jam setelah keluar dari pupa). Di samping itu, Drosophila melanogaster sangat peka terhadap
lingkungan (Gill and Ellar, 2002 dalam Siburian, 2008).
Drosophila melanogaster tergolong Holometabola, memiliki periode istirahat dalam fase
pupa. Dalam perkembangannya, Drosophila melanogaster mengalami metamorfosis sempurna
yaitu melalui fase telur, larva, pupa dan dewasa atau imago (Frost, 1959 dalam Aini, 2008). Siklus
hidup lalat buah dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Siklus hidup Drosophila melanogaster (html.rincondelvago.com)

1. Fase Telur: telur Drosophila memiliki “sayap air” yang mencegah telur agar tidak tenggelam
dan terbenam dalam medium semicair (Strickberger, 1962 dalam Agustina, dkk, 2013). Telur di
permukaan media makanan setelah 24 jam dari perkawinan. Setelah fertilisasi acak telur
berkembang kurang lebih satu hari, kemudian menetas menjadi larva.
2. Fase Larva: larva berwarna putih dengan segmen tipe vermiform. Segmen kepala dalam

prothoraks dan thorak tidak terdapat lengan. Tubuh berubah meruncing dan menajam pada
ujungnya. Kepala berbentuk globular dan mempunyai warna yang sama dengan dada dan perut,
dengan lebar lebih pendek daripada prothoraks dan perut. Antena dan ocelli menghilang.
Kulitnya pada permulaan stadium tidak begitu kuat tetapi larva kecil muda secara periodik akan
menambahkan kulit hingga mencapai ukuran dewasa. Pada beberapa keadaan disebut dengan
belatung. Larva yang baru menetas disebut sebagai instar 1. Larva makan dan tumbuh dengan
cepat kemudian berganti kulit mejadi instar 2 dan instar 3. Instar 3 berubah menjadi pupa, dua
sampai tiga hari kemudian. Saat larva siap menjadi pupa, larva perlahan meninggalkan medium
dan menempel di permukaan yang relatif kering, seperti sisi botol atau di bagian kertas kering
yang diselipkan ke pakan (Strickberger, 1962 dalam Agustina, dkk, 2013).
3. Fase Pupa: pupa yang baru terbentuk awalnya bertekstur lembut dan putih seperti kulit larva
tahap akhir, tetapi secara perlahan akan mengeras dan warnanya gelap Tahap akhir fase ini
ditunjukkan dengan perkembangan dalam pupa seperti mulai terlihatnya bentuk tubuh dan organ
dewasa (imago). Ketika perkembangan tubuh sudah mencapai sempurna, maka Drosophila
melanogaster dewasa akan muncul melalui ujung anterior dari pembungkus pupa. Lalat dewasa
yang baru muncul ini berukuran sangat panjang dengan sayap yang belum berkembang. Sayap
mulai berkembang dan tubuhnya berangsur menjadi bulat. Organisme terdapat dalam peti
3

seperti biji yang keras atau puparium (merupakan kulit larva yang kering), yang menutupi

semua alat-alat tambahan sehingga bertipe koarktat (Sastrodihardjo, 1984 dalam Agustina, dkk,
2013).
4. Fase Dewasa (Imago): tubuh terdiri atas caput/kepala, thorax/dada dan abdomen/perut. Pada
kepala yang tersusun atas 6 somit menjadi satu terdapat sepasang antena, mata dan mulut
dengan bagian-bagiannya. Dada terdiri dari 3 somit, yaitu prothorax/dada depan,
mesothorax/dada tengah dan metathorax/dada belakang serta terdapat 3 pasang kaki yang
beruas-ruas pada tiap somit dan sepasang sayap pada dada tengah. Pada somit perut terdiri atas
3 bagian, yaitu dorsum/atas, pleura/samping dan venter/bawah. Garis dorso-pleura terdapat di
antara dorsum dan pleura, sedangkan garis pleura-ventral di antara pleura dan venter. Sayap
pada dada tengah lebar dan lebih panjang daripada dada serta membulat di bagian ujung, yang
merupakan pertumbuhan daerah tergum dan pleura. Pada sayap tedapat berbagai cabang tabung
pernapasan (trakea). Tabung ini mengalami penebalan sehingga dari luar tampak seperti jari-jari
sayap. Oleh karenanya tabung berfungsi ganda sebagai pembawa oksigen dan penguat sayap.
Semua bagian-bagian tubuh dari D. melanogaster, Meigen dewasa ini juga terdapat pada imago
yang baru keluar dari pupa. Perbedaanya hanya adanya penyempurnaan bentuk dan fungsi organ
dalam tubuh (Yasin, 1989 dalam Agustina, dkk, 2013).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pada siklus hidup Drosophila melanogaster
antara lain suhu lingkungan, ketersediaan makanan, tingkat kepadatan botol pemeliharaan dan
intensitas cahaya.
1. Suhu lingkungan, dimana Drosophila melanogaster mengalami siklus selama 8-11 hari dalam

kondisi ideal. Kondisi ideal yang dimaksud adalah suhu sekitar 25-28°C. Pada suhu ini lalat
akan mengalami satu putaran siklus secara optimal. Sedangkan pada suhu rendah atau sekitar
180C, waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan siklus hidupnya relatif lebih lama dan lambat
yaitu sekitar 18-20 hari.
2. Ketersediaan media makanan, dimana jumlah telur Drosophila melanogaster yang dikeluarkan
akan menurun apabila kekurangan makanan. Viabilitas dari telur juga dipengaruhi oleh jenis dan
jumlah makanan larva betina (Shorrocks, 1972 dalam Agustina, dkk, 2013).
3. Tingkat kepadatan botol pemeliharaan, pada Drosophila melanogaster dengan kondisi ideal
dimana tersedia cukup ruang (tidak terlalu padat) individu dewasa dapat hidup sampai kurang
lebih 40 hari. Namun, apabila kondisi botol medium terlalu padat akan menyebabkan
menurunnya produksi telur dan meningkatnya jumlah kematian pada individu dewasa.
4. Intensitas cahaya, dimana Drosophila melanogaster lebih menyukai cahaya remang-remang
dan akan mengalami pertumbuhan yang lambat selama berada di tempat yang gelap. (Shorrocks,
1972 dalam Agustina, dkk, 2013).

4

Rumusan masalah praktikum adalah: 1. Bagaimanakah cara untuk mengenal lalat? 2.
Bagaimanakah cara membedakan seks lalat buah dewasa secara morphologik? 3. Bagaimanakah
cara mempelajari pertumbuhan populasi lalat buah?.

Tujuan praktikum untuk: 1. mengenal lalat buah (Drosophila melanogaster), 2.
membedakan seks lalat buah dewasa secara morphologik, 3. mempelajari pertumbuhan populasi
lalat buah.

METODE
1. Waktu dan Tempat praktikum
Praktikum pertumbuhan populasi lalat buah (Drosophila melanogaster) dilaksanakan pada
hari Selasa, 11 April 2017 di ruang Laboratorium Mikrobiologi Kampus FKIP UNS. Praktikum
dimulai pada pukul 16.00 WIB dan berakhir pada pukul 17.00 WIB.
2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum antara lain: Mortar dan alu, digunakan untuk
menghaluskan buah pisang. Wadah berupa nampan, digunakan sebagai tempat mencampurkan buah
pisang, tape ketela dan benzoat. Panci dan kompor, digunakan untuk memasak campuran medium
kultur lalat. Botol kultur, digunakan sebagai wadah medium kultur lalat buah. Kertas merang,
dipasang dalam posisi berdiri pada medium di dalam botol kultur. Kertas HVS, digunakan untuk
meletakkan lalat buah yang telah dieterisasi. Alumunium foil, sebagai penutup botol kultur. Kapas,
digunakan untuk mengambil eter dan melakukan eterisasi pada lalat buah. Kuas halus, digunakan
untuk mengambil lalat buah dan memasukkannya ke dalam botol kultur. Kertas label, digunakan
untuk memberikan label pada botol kultur. Alat tulis dan kertas HVS, digunakan untuk mencatat
data hasil pengamatan.

Bahan yang digunakan dalam praktikum antara lain:
Lalat buah (Drosophila melanogaster) normal jantan dan betina, digunakan sebagai hewan
yang akan diamati pertumbuhan populasinya. Eter, digunakan untuk melakukan pembiusan
(eterisasi) pada lalat buah. Pisang (50 gr), tape ketela (25 gr), benzoat (± 0.5 sendok teh), ketiganya
dicampurkan menjadi satu sebagai medium kultur lalat buah. Air secukupnya, digunakan untuk
memasak campuran medium kultur lalat.

3. Cara Kerja

5

Cara kerja dalam praktikum yaitu pembuatan medium kultur lalat buah (Drosophila
melanogaster), eterisasi dan pengamatan, pengamatan pertumbuhan populasi lalat buah, analisis
data hasil pengamatan, penyusunan laporan.
a. Pembuatan medium makanan (medium kultur)
1) Menghaluskan 50 gr buah pisang, kemudian mencampurkan dengan 25 gr tape ketela dan ± 0.5
sendok teh benzoat. Tape ketela digunakan untuk pembuatan medium kultur karena
mengandung khamir yang merupakan makanan lalat buah. Sedangkan benzoat digunakan
sebagai pengawet agar medium tidak cepat busuk selama pengamatan berlangsung.
2) Membuat medium makanan dengan tekstur agak padat, karena medium yang lembek akan

3)
4)
5)
6)

menyulitkan pengamatan dan penghitungan lalat buah.
Memasak campuran ketiga bahan tersebut di dalam air yang mendekati mendidih.
Mensterilkan botol kultur, kemudian memasukkan campuran mediumke dalam botol.
Meletakkan kertas merang dengan posisi berdiri pada medium dalam botol kultur.
Menutup botol dengan alumunium foil yang dilubangi kecil di tengahnya agar udara dapat
masuk.

b. Eterisasi dan pengamatan
1) Menyediakan kapas secukupnya, lalu membasahi kapas dengan sedikit eter. Jangan terlalu
banyak karena lalat akan mati
2) Memeriksa botol kultur dan memastikan agar tidak ada lalat yang berada di dekat mulut botol.
Jika ada, tepi botol diketuk secara perlahan agar lalat tidak jatuh ke media makanan.
3) Membuka sedikit tutup botol kultur, memasukkan kapas kemudian segera menutup kembali
agar lalat tidak terbang keluar.
4) Setelah lalat terbius (30 detik), mengambil kapas dan menuangkan lalat di atas kertas HVS.

Kemudian memisahkan lalat yang sudah mati dan lalat yang masih hidup. Lalat yang sudah
mati sayapnya membuka dan kaki-kaki mengarah ke samping. Lalat yang mati tidak diikutkan
dalam penelitian.
5) Biasanya lalat tetap dalam keadaan terbius selama 5-10 menit. Bila perlu memperpanjang
waktu pengamatan, dilakukan eterisasi ulang tetapi hanya dalam waktu beberapa detik agar
lalat tidak mati.
6) Pengamatan sebaiknya menggunakan kuas halus agar tidak terjadi kerusakan dan kaca
pembesar agar pengamatannya lebih teliti.
c. Pengamatan pertumbuhan populasi
1) Lalat yang masih terbius tidak diperbolehkan untuk diletakkan langsung di atas medium karena
lalat akan tenggelam di dalam medium. Caranya dengan menggunakan kertas yang dibuat
seperti sendok atau botol dimiringkan.
2) Memberikan label pada botol kultur, dengan mencantumkan: nama, jumlah jantan, jumlah
betina, tanggal.
3) Menutup botol kultur dengan kertas yang dilubangi kecil-kecil.
6

4) Mengamati perkembangan lalat buah dengan cara menghitung jumlah lalat yang hidup dan
jumlah lalat yang mati. Pengamatan dilakukan setiap hari selama 15 hari.
5) Mencatat data ke dalam tabel pengamatan.
6) Melakukan analisis data (diagram atau grafik) dan menyusun laporan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Data Pengamatan
Data pengamatan pertumbuhan populasi lalat buah dapat dilihat pada tabel 1., sedangkan data
rasio jenis kelamin lalat buah dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 1. Data pengamatan pertumbuhan populasi lalat buah

Har

Jumlah Lalat Buah pada

Jumlah Lalat Buah pada Botol

i

Botol Kultur I
Hidup
Mati

Kultur II

ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

4
5
5
5
5
4
4
7
11
18
16
20
25
28

1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
2
0
0
0

Hidup

Mati

4
4
4
4
4
4
3
3
3
4
3
3
4
5

1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0

Keterangan

Rabu, 12 April 2017
Kamis, 13 April 2017
Jum’at, 14 April 2017
Sabtu, 15 April 2017
Minggu, 16 April 2017
Senin, 17 April 2017
Selasa, 18 April 2017
Rabu, 19 April 2017
Kamis, 20 April 2017
Jum’at, 21 April 2017
Sabtu, 22 April 2017
Minggu, 23 April 2017
Senin, 24 April 2017
Selasa, 25 April 2017

Tabel 2. Rasio jenis kelamin lalat buah

Har

Jenis Kelamin Lalat Buah

i

pada Botol Kultur I
Betina
Jantan

ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

2
3
3
3
3
2
2
4
6
10
9
12

2
2
2
2
2
2
2
3
5
8
7
8

Jenis Kelamin Lalat Buah

Keterangan

pada Botol Kultur II
Betina
Jantan
2
2
2
2
2
2
2
2
2
3
2
2

2
2
2
2
2
2
1
1
1
1
1
1
7

Rabu, 12 April 2017
Kamis, 13 April 2017
Jum’at, 14 April 2017
Sabtu, 15 April 2017
Minggu, 16 April 2017
Senin, 17 April 2017
Selasa, 18 April 2017
Rabu, 19 April 2017
Kamis, 20 April 2017
Jum’at, 21 April 2017
Sabtu, 22 April 2017
Minggu, 23 April 2017

13
14

16
17

9
11

2
3

2
2

Senin, 24 April 2017
Selasa, 25 April 2017

Analisis Kuantitatif
a. Pertumbuhan populasi lalat buah
Hasil pengamatan pertumbuhan populasi lalat buah digambarkan dalam bentuk
kurva pada gambar 2 dan gambar 3.

Object 3

Gambar 2. Populasi lalat buah pada botol kultur I

8

Object 5

Gambar 3. Populasi lalat buah pada botol kultur II

Berdasarkan data hasil pengamatan, dilakukan analisis kuantitatif berkaitan dengan laju
pertumbuhan populasi lalat buah pada kedua botol kultur.
1) Laju pertumbuhan populasi pada botol kultur I
2) Laju pertumbuhan populasi pada botol kultur II

b. Rasio jenis kelamin lalat buah
Hasil pengamatan rasio jenis kelamin lalat buah digambarkan dalam bentuk diagram
pada gambar 4 dan 5.

Object 7

Gambar 4. Rasio jenis kelamin lalat buah pada botol kultur I

9

Object 9

Gambar 5. Rasio jenis kelamin lalat buah pada botol kultur II

Perbandingan hasil analisis rasio jenis kelamin lalat buah jantan pada kedua botol
kultur dapat dilihat pada gambar 6.

Object 11

Gambar 6. Rasio jenis kelamin jantan botol kultur I dan II

Perbandingan hasil analisis rasio jenis kelamin lalat buah betina pada kedua botol
kultur dapat dilihat pada gambar 7.

10

Object 13

Gambar 7. Rasio jenis kelamin betina botol kultur I dan II

Analisa Kualitatif
a. Pertumbuhan populasi lalat buah
Berdasarkan kurva pertumbuhan populasi lalat buah, ada beberapa hal yang dapat
dijelaskan, yaitu sebagai berikut.
1) Pada botol kultur I semakin lama jumlah lalat buah yang hidup semakin banyak
sehingga terjadi peningkatan jumlah populasi, botol kultur II semakin lama jumlah lalat
buah yang mati semakin banyak sehingga terjadi penurunan jumlah populasi.
2) Pada botol kultur I, jumlah populasi awal sebanyak 5 ekor lalat. Lalat buah yang hidup
bertambah 1 dengan jumlah 5 ekor lalu konstan hingga hari ke-5. Lalat buah mati 1 ekor
pada hari-6 dan hari-7 menjadi 4 ekor. Lalu, mengalami penambahan terus menerus
hingga hari-10 sejumlah 28 ekor.
3) Pada botol kultur II, jumlah populasi awal sebanyak 5 ekor lalat. Pada awalnya lalat
buah yang hidup jumlahnya tidak berubah (konstan) hingga hari ke-6, kemudian
berkurang ada 1 ekor lalat buah yang mati hari-7 jumlah lalat 3 ekor. Lalu, lalat hidup 1
ekor bertambah hari ke-10 lalu mati 1 ekor hari-11, dan konstan bertambah 1 ekor
hingga hari-15 jumlah akhir 5 ekor lalat buah.
4) Perbandingan antara botol kultur I dan II menunjukkan bahwa:
- Peningkatan jumlah populasi lalat buah lebih banyak terjadi pada botol kultur I,
-

karena pada botol kultur II jumlahnya cenderung konstan.
Kemampuan lalat buah dalam bertahan hidup lebih baik pada botol kultur I, karena
pada botol kultur I mengalami penambahan terus-menerus hingga jumlah populas
akhir 28 ekor.
Populasi lalat buah mengalami perubahan jumlah dari waktu ke waktu (pertumbuhan

populasi). Berdasarkan analisis hasil praktikum, dapat diketahui bahwa pertumbuhan
populasi lalat buah lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan, antara lain suhu
11

lingkungan, tingkat kepadatan botol kultur dan ketersediaan media makanan. Menurut Lints
& Soliman (1988), rentang hidup Drosophila tergantung pada besarnya pengaruh
lingkungan tempat hidupnya. Kondisi ini meliputi jenis makanan yang tersedia, ukuran
botol, jumlah lalat dalam botol, tingkat perpindahan makanan dan lalat, kondisi ekologis
dimana lalat tersebut tumbuh dan diamati, dan lain sebagainya. Studi tentang Drosophila
lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Jumlah lalat buah akan mempengaruhi kerapatan di dalam botol kultur, dimana lalat
buah dapat hidup lebih lama apabila tersedia cukup ruang dan medium makanan yang tidak
terlalu padat. Pada praktikum ini jumlah awal lalat buah pada botol kultur I (5 ekor) dan
botol kultur II (5 ekor). Jumlah lalat buah yang lebih banyak menyebabkan kerapatan di
dalam botol kultur menjadi lebih tinggi sehingga lalat hanya dapat bertahan hidup dalam
waktu relatif singkat. Menurut Sukmiwati dan Dahlia (2007) dalam Agustina, dkk, (2013),
pertumbuhan populasi menyebabkan peningkatan kerapatan yang berdampak terjadinya
persaingan antarindividu, baik ruang maupun makanan, sehingga dengan berjalannya waktu,
pertumbuhan akan menurun dan berhenti tumbuh saat dicapai batas daya dukung. Menurut
Shorrocks (1972) dalam Agustina, dkk (2013), pada kondisi laboratorium banyak dilaporkan
bahwa lalat buah dewasa rata-rata mati dalam 6 atau 7 hari.
Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan populasi lalat buah yaitu suhu dan
makanan. Kondisi ideal suhu yang dimaksud adalah suhu sekitar 25-28°C. Suhu di dalam
biakan botol dapat lebih tinggi dibandingkan suhu lingkungan sekitar di luar botol, karena
adanya peningkatan panas akibat fermentasi ragi (Aini, 2008). Pada praktikum, setelah
beberapa hari tumbuh jamur pada medium makanan. hal ini sesuai dengan pernyataan Aini
(2008), bahwa medium Drosophila melanogaster yang digunakan adalah pisang pada
kondisi ruangan 29°C tetapi empat sampai dengan lima hari ternyata tumbuh jamur pada
permukaan medium. Menurut Widyaleksono (2012), ketersediaan makanan berdampak pada
jumlah telur D. melanogaster yang dikeluarkan dari induk (serangga dewasa). Penurunan
telur terjadi apabila media kekurangan nutrisi (kekurangan zat makanan). Lalat buah akan
menghasilkan keturunan yang tidak baik bila ketersediaan makanan kurang, hal ini
berdampak pada telur yang sedikit dan larva yang kecil, yang seringkali gagal berkembang
menjadi individu dewasa.
Pertumbuhan populasi lalat buah mengikuti model pertumbuhan eksponensial
dengan kurva berbentuk J. Dalam buku Jendela Iptek Ekologi (2000: 33), dinyatakan bahwa
perubahan populasi jenis ragi yang dibiakkan dalam kondisi laboratoris dapat digambarkan
melalui kurva bentuk J yang merupakan kurva khas perkembangan sebagian besar
organisme. Dimulai dari titik awal, populasi berkembang cukup pesat, kemudian menjadi
lambat, lalu menjadi stabil ketika besar populasi mendekati daya dukung. Ketika koloni ragi
12

berkembang, individu di dalamnya menurunkan tingkat reproduksi sebagai persiapan untuk
menghadapi faktor-faktor seperti menipisnya persediaan makanan dan menumpuknya
kotoran. Efek-efek ini meningkat bersamaan dengan meningkatnya populasi.
b. Jenis kelamin lalat buah
Berdasarkan kurva rasio jenis kelamin lalat buah, ada beberapa hal yang dapat
dijelaskan, yaitu sebagai berikut.
1) Pada botol kultur I maupun II, lalat buah betina lebih mendominasi daripada lalat buah
jantan dalam hal jumlah. Kecenderungan yang terjadi relatif sama, yaitu jumlah lalat
pada awalnya meningkat, kadang turun, lalu meningkat kembali.
2) Pada botol kultur I maupun II, jumlah populasi awal lalat buah jantan yaitu sebanyak 2
ekor. Masa perkembangan, lalat buah jantan pada botol kultur I jumlahnya lebih banyak
daripada botol kultur II. Akan tetapi, ketahanan hidupnya berkurang karena pada hari ke9 lalat jantan pada botol kultur I mati sebanyak 1 ekor menjadi total 5 ekor lalat. Lalu
mengalami pertumbuhan sebanyak 7 ekor lalat buah jantan. Sedangkan lalat jantan pada
botol kultur II konstan sebanyak 2 ekor lalu mengalami penurunan jumlah yang hidup
pada hari ke-7 sebanyak 1 ekor yang masih hidup, dan mengalami pertumbuhan hari ke13 sebanyak 2 ekor total lalat buah jantan botol kultur II.
3) Pada botol kultur I, jumlah populasi awal lalat buah betina sebanyak 2 ekor, sedangkan
pada botol kultur II sebanyak 2 ekor. Dalam perkembangannya, lalat buah betina pada
botol kultur I lebih meningkat pesat dibandingkan lalat betina pada botol kultur II.
Namun, lalat betina pada botol kultur I terdapat 1 ekor yang mati, yaitu pada hari ke-11.
Sedangkan lalat betina pada botol kultur II yang masih bertahan hidup hingga hari ke-14
sebanyak 2 ekor.
4) Perbandingan antara botol kultur I dan II menunjukkan bahwa secara keseluruhan (baik
lalat jantan maupun betina) perubahan jumlah lalat pada botol kultur I cenderung stabil
dan lebih banyak sehingga mampu bertahan hidup, sedangkan pada botol kultur II
cenderung stabil namun tidak lama untuk bertahan hidup.
Analisis Laju Pertumbuhan Populasi Lalat Buah pada Botol I
a. Perhitungan laju natalitas (b)
jumlah kelahiran
x 1 00 %
Laju natalitas (b) =
jumlah populasi
24
x 100
b=
5
b = 4.8
b. Perhitungan laju mortalitas (d)
jumlah kematian
x 1 00 %
Laju mortalitas (d) =
jumlah populasi
2
x 100
d=
5
d = 0.4
13

c. Perhitungan laju pertumbuhan (r)
r=b–d
r = 4.8 – 0.4 = 4.4  r > 0 maka termasuk laju pertumbuhan eksponensial
d. Carrying capacity (K) yaitu jumlah populasi maksimal yang dapat hidup, pada botol I
sebesar 28.

e. Rumus model pertumbuhan logistik ( N = 5 )
(K−N )
dN
=r max N
dt
K
( 28−5)
dN
=( 4.4)(5)
dt
28
dN
=18
dt
Nilai dN/dt = rN, dimana rN merupakan laju pertumbuhan populasi. Hasil analisis pada
botol kultur I menunjukkan nilai rN sebesar 18, laju pertumbuhan positif, artinya jumlah
populasi mengalami pertambahan seiring bertambahnya waktu.
Kurva pertumbuhan populasi lalat buah pada botol kultur I dapat dilihat pada gambar 8.
Jumlah populasi lalat buah (ekor)

Kurva pe rtumbuhan populasi lalat pada botol kultur I
30
25
20
15
10
5
0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

Waktu (hari)
Jumlah Lalat Buah Pada Botol Kultur I
Logarithmic (Jumlah Lalat Buah Pada Botol Kultur I)
Gambar 8. Kurva pertumbuhan populasi lalat buah pada botol kultur I

Analisis Laju Pertumbuhan Populasi Lalat Buah pada Botol II
a. Perhitungan laju natalitas (b)
jumlah kelahiran
x 1 00 %
Laju natalitas (b) =
jumlah populasi
2
x 100
b=
5
b = 0.4
b. Perhitungan laju mortalitas (d)
jumlah kematian
x 1 00 %
Laju mortalitas (d) =
jumlah populasi
1
x 100
d=
5
14

14

d = 0.2
c. Perhitungan laju pertumbuhan (r)
r=b–d
r = 0.4 – 0.2 = 0.2  r > 0 maka termasuk laju pertumbuhan eksponensial
d. Carrying capacity (K), yaitu jumlah populasi maksimal yang dapat hidup, pada botol II
sebesar 5.
e. Rumus model pertumbuhan logistik ( N = 5 )
(K−N )
dN
=r max N
dt
K
(5−5)
dN
=( 0.2)(5)
dt
5
dN
=0
dt
Nilai dN/dt = rN, dimana rN merupakan laju pertumbuhan populasi. Hasil analisis pada
botol kultur II menunjukkan nilai rN sebesar 0, laju pertumbuhan konstan, artinya jumlah
populasi relatif stabil.
Kurva pertumbuhan populasi lalat buah pada botol kultur II dapat dilihat pada gambar 9.
Jumlah populasi lalat buah (ekor)

Kurva pe rtumbuhan populasi lalat pada botol kultur II
6
5
4
3
2
1
0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

Waktu (hari)
Jumlah Lalat Buah Pada Botol Kultur II
Logarithmic (Jumlah Lalat Buah Pada Botol Kultur II)
Gambar 9. Kurva pertumbuhan populasi lalat buah pada botol kultur II

KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Lalat buah (Drosophila melanogaster) merupakan serangga yang mengalami metamorfosis
sempurna. Siklus hidup lalat buah meliputi fase telur, larva, pupa dan dewasa (imago). Ciri-ciri
lalat buah adalah memiliki tubuh berwarna kuning atau coklat, dan memiliki mata yang
berwarna merah, tergolong hewan yang habitatnya kosmopolitan (bisa hidup dimana saja sesuai
dengan habitat).
15

2. Penggunaan lalat buah dalam percobaan dikarenakan lalat berukuran kecil, mudah didapat dan
mudah dipelihara, memiliki siklus hidup sangat pendek, kurang lebih dua minggu, hanya
memiliki sedikit kromosom (delapan kromosom, terdiri dari enam autosom dan dua gonosom)
sehingga mudah dihitung.
3. Perbedaan jenis kelamin lalat buah secara morphologik:
Karakteristik
Ukuran tubuh
Ukuran sayap
Abdomen

Lalat Betina
Lebih besar
Lebih panjang
Ujung
abdomen

Lalat Jantan
Lebih kecil
Lebih pendek
Ujung

abdomen

meruncing dengan warna menumpul dengan warna
Segmen pada abdomen
Sex comb

yang sama
7 segmen
Tidak ada

lebih hitam
5 segmen
Ada

4. Pertumbuhan populasi merupakan perubahan ukuran populasi pada periode waktu tertentu. Pada
pertumbuhan populasi Drosophila melanogaster, faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
populasinya didominasi oleh faktor lingkungan, yaitu: suhu lingkungan, ketersediaan media
makanan, tingkat kepadatan botol pemeliharaan (botol kultur), dan intensitas cahaya.
5. Pertumbuhan populasi pada Drosophila melanogaster termasuk pertumbuhan eksponensial
dengan model pertumbuhan logistik berupa kurva J.

DAFTAR PUSTAKA
Abadi, Fitsum., Olivier Gimenez., Raphae L Arlettaz., And Michael Schaub. (2010). An Assessment
of Integrated Population Models: Bias, Accuracy, and Violation of The Assumption of
Independence. Ecology 91 (1) : 7–14
Agustina, Elita, dkk. (2013). Perkembangan Metamorphosis Lalat Buah (Drosophilla melanogaster)
Pada Media Biakan Alami Sebagai Referensi Pembelajaran pada Matakuliah
Perkembangan Hewan. Jurnal Biotik, 1 (1) : 12-18
Aini, Nur. (2008). Kajian Awal Kebutuhan Nutrisi Drosophila melanogaster. Skripsi. Departemen
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Ariefiandy, A. (2009). Populasi Biawak Komodo (Varanus komodoensis) dan Populasi Satwa
Komodo. NTT Landak. Jurnal Survey 1(1)
Budrys, e. a. (2004). Population Size Assessment Using Mark-Release-Recapture of 12 Species of
Orthoptera, Diptera, and Hymoneptera: A Comparison of Methods. Latvijas Entomologs ,
11.
Donkers, P., Patil, J. G., Wisniewski, C., & Diggle, J. E. (2011). Validation of Mark-Recapture
Population Estimates for Invasive Common Carp, Cyprinus carpio, in Lake Crescent,
Tasmania. Journal of Applied Ichthyology, 1-8.
Evans, T. A. (1994). Estimating Relative Decline in Populations of Subterranean Termites Due To
Baiting. Journal of Economic Entomology , 108.
Imran, Tobing SL. (2008). Teknik Estimasi Ukuran Populasi Suatu Spesies Primata. Vis vitalis 1(1),
43-52.
16

Jendela Iptek Ekologi. (2000). Jakarta: Balai Pustaka.
Karyanto, Puguh & Saputra, A. (2017). Modul Praktikum Ekologi Hewan. Surakarta: UNS Press
Lamatoa, D. C., Koneri, R., Siahaan, R., & Maabuat, P. V. (2013). Populasi Kupu-Kupu
(Lepidoptera) di Pulau Mantehage , Population of Butterfly (Lepidoptera) in Mantehage
Island , North Sulawesi. Jurnal Ilmiah Sains, 13 (1) : 52-56.
Naughton. (1973). Ekologi Umum edisi Ke 2. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press.
Resosoedarmo, Soedjiran. (1990). Pengantar Ekologi. Jakarta: PT Remaja Rosdakarya.
Santoso, Rachmat Slamet. (2011). Identifikasi D. Melanogaster pada Media Biakan Alami dari
Pisang Sepatu, Belimbing dan Jambu Biji. Jurnal Buana Sains. 11(2): 149-162.
Widyaleksono, dkk. (2012). Petunjuk Praktikum Ekologi Umum. Surabaya: Airlangga University
Press.

LAMPIRAN
-

1 lembar laporan sementara

-

1 lembar foto dokumentasi praktikum

-

1 lembar perhitungan
Surakarta, 2 Mei 2017
Asisten,

Praktikan,

Dian Permata Sari

Azhari Fatikhasuri
K4314012

17