Retorika dan Gaya Kepemimpinan Ahok dala

Retorika dan
Gaya
Kepemimpina
n Ahok dalam
Penegakan
Kebijakan di
Jakarta

This article will discuss about the rhetoric and leadership of Ahok in
policy inforcement in Jakarta. The importance of the role of a leader for
the nation and particulary in policy inforcement. Leader have a power to
influence, persuade, encourage, even force people to obey all policies
made by his rhetoric.

Fellyan
Dessy
Shohrun
Nada Feny
Dyah A. M.
Alvian T.
Fachriyati

A.

Retorika dan Gaya Kepemimpinan Ahok dalam Penegakan Kebijakan di Jakarta
Wijayanti, Ayu, Nada, Athfina, Alvian Brawijaya University
Abstracts
This article will discuss about the rhetoric and leadership of Ahok in policy inforcement in
Jakarta. The importance of the role of a leader for the nation and particulary in policy inforcement. Leader
have a power to influence, persuade, encourage, even force people to obey all policies made by his
rhetoric. Beside rhetoric, leadership also had a great influence to policy inforcement. Leadership of Ahok
tends to firm, hard, and possessive in achieving its goals. However, it aim to do with the calculation and
systematic planning capable to made Jakarta better. Ahok also classified as a public leader who
transformative, and commited. If during autocratic leadership style is considered negative and reduce
democracy. However, to the case in Jakarta todays need a leader like Ahok. Finally, there is no rhetoric
and leadership best, the effectiveness of rhetoric and leadership that is own by a leader depends on the
condition of society in which he led.
Keyword: Rhetoric, Leadership, Policy
Pendahuluan
Dalam menjalankan suatu organisasi, perusahaan, maupun negara dibutuhkan seorang pemimpin
yang loyal, tegas, dan bijaksana dalam mengambil keputusan. Pemimpin merupakan seseorang yang
telah dipilih dan ditunjuk untuk mengontrol, menjaga, serta mengatur suatu kelompok, organisasi,

perusahaan, maupun masyarakat untuk mencapai tujuan bersama. Hal tersebut juga didukung oleh
pernyataan Tead, Terry, dan Hoyt (dalam Utami, 2013) yang mengatakan bahwa pemimpin memengaruhi
orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing
orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok. Riyadiningsih (2006) juga
menjelaskan bahwa seorang pemimpin mampu mengarahkan bawahannya untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor kemampuan, keadaan psikologis, dan karakter pribadinya.
Seorang pemimpin mempunyai cara dan gaya kepemimpinan yang berbeda-beda dalam
mengaktualisasikan kekuasaan dan kebijakannya masing-masing. Dalam jurnalnya, Kartono (2009 dalam
Utami, 2013) menyebutkan beberapa gaya kepemimpinan, di antara lain: 1) gaya kepemimpinan
paternalistik, 2) gaya kepemimpinan karismatik, 3) gaya kepemimpinan bebas, 4) gaya kepemimpinan
demokratis, 5) gaya kepemimpinan otokratis, 6) gaya kepemimpinan militeristis, 7) gaya kepemimpinan
populistis, dan 8) gaya kepemimpinan administatif atau eksekutif.
Gaya kepemimpinan seseorang erat kaitannya dengan bagaimana cara pemimpin dalam
mempersuasi orang lain melalui retorikanya. Zarefsky (2004) mengatakan bahwa retorika adalah salah
satu keyakinan bahwa pemimpin memiliki suatu gaya khas yang membuat ia berbeda dari yang lain. Oleh
sebab itu, pemimpin sering mengandalkan kata-kata yang diucapkannya untuk mempengaruhi dan

memobilisasi pengikut mereka dan meyakinkan masyarakat tentang manfaat yang dapat timbul dari
kepemimpinan mereka. Tujuan utama dari retorika adalah adalah untuk mempersuasi publik. Alo (2012)
mengatakan dalam jurnalnya, persuasi adalah proses komunikatif interaktif di mana pengirim pesan

bertujuan untuk mempengaruhi kepercayaan, dalam konteks politik yang demokratis, niat pemimpin calon
adalah untuk menarik potensi pengikut untuk diri mereka sendiri melalui kebijakan mereka.
Retorika berbicara tentang kemampuan pemimpin dalam meyakinkan masyarakat untuk mengikuti
aturan-aturan yang telah ditetapkan. Salah satu bentuk dari pelaksaan aturan, yaitu melalui penegakan
kebijakan. Pada dasarnya, kebijakan dibuat untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi di masyarakat,
namun terkadang beberapa orang tidak dapat menerima kebijakan baru yang telah ditetapkan. Oleh sebab
itu, retorika seorang pemimpin dalam menyampaikan kebijakan sangat menentukan diterima atau tidaknya
suatu kebijakan baru di dalam masyarakat. Berkenaan dengan hal tersebut, kami tertarik untuk mengkaji
tentang retorika dan gaya kepemimpinan Ahok dalam mempersuasi masyarakat dengan gaya dan tutur
bahasa yang disampaikan.
Basuki Tjahaja Purnama atau biasa dipanggil Ahok merupakan salah satu pemipin, lebih tepatnya
seseorang yang menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta saat ini. Beliau cukup ramai dibicarakan oleh
masyarakat karena memiliki retorika dan gaya kepemimpinan yang berbeda dibandingkan pemimpin lain.
Beliau dipandang sebagai pemimpin yang arogan, tempramen, dan to the point. Penulis berusaha
mengkaitkan tentang bagaimana retorika yang dilakukan Ahok mampu memengaruhi, bahkan mengubah
pola pikir dan sikap masyarakat atau tidak. Sepaham dengan pernyataan yang telah disampaikan Zarefsky
(2004), ia menyebutkan bahwa retorika tidak hanya faktor yang mengubah sikap audiens tetapi juga
cerminan dari diri pemimpin tersebut.
Isu ini penting untuk dibahas karena besarnya peran seorang pemimpin, terutama untuk
menghadapi tantangan di masa depan, selain itu yang tidak kalah penting adalah pentingnya seorang

pemimpin dalam mengatur masyarakatnya sehingga tercipta masyarakat yang damai, dan sejahtera.
Berbagai penelitian di Indonesia telah dilakukan mengenai hubungan atasan dan bawahan dalam sebuah
organisasi, bagaimana seorang pemimpin memberikan motivasi kepada bawahan, dan bagaimana gaya
kepemimpinan maupun retorika presiden diluar negeri. Dalam makalah ini kami akan mengkaji secara
teoritis apakah gaya kepemimpinan dan retorika seorang Ahok juga akan berpengaruh terhadap
penegakan kebijakan di DKI Jakarta. Penulis akan menganalisis retorika dan gaya kepemimpinan Ahok
dalam menegakkan kebijakan yang akan dibahas lebih lanjut dalam pembahasan.
Retorika dan efeknya
Retorika dan pemimpin adalah dua hal yang saling berkaitan. Retorika yang dilakukan adalah
ketika pemimpin menyampaikan orasi dan kebijakannya di depan masyarakat baik secara bahasa verbal
dan nonverbal. Menurut de Wet (2010 dalam Alo 2012), retorika dan persuasi bekerja bersama-sama.
Retorika adalah seni membujuk orang lain; Oleh karena itu, persuasi tidak terlepas dari retorika.
Terdapat pula cara mengidentifikasi retorika beserta efeknya kepada penerima retorika. Pertama,
meneliti bahwa sikap sering berubah sesuai dengan dasar sebuah pesan. Kedua, penempatan sebuah

sikap atau opini dengan lainnya adalah salah satu macam dari perubahan sikap. Ketiga, fokus pada
pesan-audiens, hubungan-mencari efek dari pesan audiens- hanya satu dimensi dari transaksi retorika,
dan tidak selalu banyak membantu dan informatif (Zarefsky, 2004).
Setiap orang memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda-beda dalam menjalankan tugasnya.
Berdasarkan gaya kepemimpinan tersebut, Ahok dapat dikategorikan dalam gaya kepemimpinan otokratis.

Pembawaan Ahok yang tegas dan keras membuat Ahok disegani oleh masyarakat. Hal tersebut juga
berlaku ketika Ahok menyampaikan retorikanya di depan media atau publik.
Gaya kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja (Ahok), saat ini menjadi sorotan publik.
Berbagai macam media pun, seringkali terkena “semprot” oleh pernyataan Ahok. Tidak hanya media,
masyarakat yang menurutnya keliru dalam bertindak juga sering terkena imbas kemarahannya langsung.
Salah satu bentuk kemarahannya adalah ketika Ahok marah pada pejabat Badan Penanaman Modal dan
Perizinan (BPMP) DKI Jakarta yang tidak bisa menjelaskan programnya dengan rinci.
Retorika yang dilakukan Ahok, bisa jadi akan mengubah sikap masyarakatnya, dari simpatik
menjadi tidak atau sebaliknya. Dalam Zarefsky (2004), disebutkan bahwa bukan hanya faktor retorika yang
mengubah sikap audiens tetapi juga cerminan dari diri pemimpin tersebut. Retorika adalah salah satu
keyakinan bahwa pemimpin memiliki suatu gaya khas yang membuat ia berbeda dari yang lain.
Zarefsky (2004) juga menyebutkan efek dari beretorika, bahwa pesan yang disampaikan seorang
yang menggunakan retorika bisa berefek pada masyarakat. Misalnya saja Ahok menyampaikan
kebjiakannya kepada masyarakat dengan gaya retorika khasnya yang keras. Hal ini mengubah sikap
masyarakat semakin baik atau malah bertambah buruk. Persepsi setiap orang berbeda, bergantung
bagaimana ia menanggapinya.
Retorika Ahok dalam Penegakan Kebijakan
Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa setiap pemimpin mempunyai gaya kepemimpinan dan
retorikanya masing-masing. Begitu pula dengan Ahok, retorikanya yang selalu tepat sasaran dan tanpa
basa-basi mampu mempengaruhi masyarakat untuk mempercayai setiap kata-katanya. Retorika Ahok

menunjukkan bagaimana gaya kepemimpinan dirinya. Dengan retorika yang menekankan pada fakta yang
ada, tegas, dan tepat sasaran menunjukkan bahwa Ahok adalah pemimpin yang otokratis, dimana
pemimpin otokratis adalah pemimpin yang berusaha mewujudkan tujuannya dengan berbagai cara.
Pemimpin ini cenderung tegas, keras, dan obsesif dalam mencapai tujuannya. Namun, tujuan tersebut
berusaha dicapai dengan perhitungan dan perencanaan yang sistematis.
Salah satu contoh yang menunjukkan hal diatas adalah kejadian saat Ahok marah karena
temukan kartu virtual account untuk para penghuni Rusunawa Marunda yang tidak dilengkapi nama dan
foto pengguna.
Kejadian ini salah satunya dimuat dalam portal media online Kompas.com pada tanggal 4
September 2014 — Saat itu Ahok meluapkan kekesalannya karena kecewa dengan kartu virtual
account produksi Bank DKI, Direktur Utama Bank DKI Eko Budiwiyono yang duduk di hadapannya terlihat

pucat. Ia tertunduk, mengangguk, dan berbincang dengan Direktur Operasional Bank DKI Martono
Suprapto.
Basuki kecewa karena kartu virtual account itu hanya mencantumkan nomor unit rusun para
penghuni. Tidak ada identitas beserta foto penghuni. Basuki mempermasalahkan hal ini karena rancangan
kartu dibuat seadanya. Pemprov DKI menjadi tidak bisa mengontrol penghuni dan status kepemilikan
rusunnya. Menurut Ahok, pencantuman nama dan foto penting untuk mencegah mafia menjualbelikan
rusun.
Kejadian ini bisa menggambarkan bagaimana Ahok mempunyai ketegasan dan perencanaan yang

jelas dari setiap system atau program yang dibuat. Hal ini juga menunjukkan bahwa Ahok termasuk dalam
salah satu karakter pemimpin public yang baik, menurut Subowo (2013) salah satu karaketr yang harus
dimiliki pemimpin public yang dapat membina masyarakat menghadapi tantangan masa depan adalah The
meaning of direction (memberikan visi, arah, dan tujuan). Seorang pemimpin yang efektif membawa
kedalaman (passion), perspektif, dan arti dalam proses menentukan maksud dan tujuan dari
kepemimpinannya. Setiap pemimpin yang efektif adalah menghayati apa yang dilakukannya. Waktu
dan upaya yang dicurahkan untuk bekerja menuntut komitmen dan penghayatan.
Seperti yang sudah dijelaskan dalam Kompas.com bahwa perlunya foto penghuni dan nomor unit
rusun untuk memudahkan Pemprov DKI untuk melakukan control dan untuk mencegah mafia
menjualbelikan rusun. Selain itu juga menunjukkan komitmen Ahok untuk memberantas mafia.
Kejadian lain yang juga bisa menggambarkan ketegasan, dan komitmen Ahok pada
pemberantasan korupsi dan pungutan liar adalah ketika KPK menunjukkan praktik pungutan liar di Balai
Uji Kir Jl Kedaung, Jakarta Barat. Mengetahui praktik tersebut Ahok langsung menutup tempat tersebut.
Nilai positif yang dapat kita ambil dari tipe kepemimpinan Ahok adalah, dengan ketegasannya ia
mampu mencapai suatu tujuan. Tujuan ini dicapai dengan perencanaan yang matang dan perhitungan
yang cermat. Tipe kepemimpinan Ahok ini mulai langka di era abad demokratis ini, namun tidak berarti ia
sama sekali tidak mendengarkan masukan pihak lain dan mengacuhkannya. Keterbukaan terhadap saran
dan kritik sangat dibutuhkan pada abad ke 21 ini, namun penyampaian dan retorika Ahok yang
menunjukkan bahwa ia orang yang tegas, tidak menerima kesalahan fatal dan mengharapkan yang terbaik
dari orang-orang yang bekerja di sekitarnya.

Retorika Ahok sepertinya memang mudah membuat orang meradang, namun retorika tersebut
yang membuta orang menilai bahwa Ahok merupakan individu yang tanpa takut merubah apa yang
selama ini salah. Ia dari seseorang yang berasal dari kelompok minoritas yang dengan tegas dan terlihat
dari segala perbuatan dan perilakunya, menantang siapa saja yang tidak ingin dirubah menjadi lebih baik.
Keliatannya dia berpegang pada sebuah pakem yang dalam manajemen di sebut confront the brutal fact .
Menghadapi fakta yang brutal alias menghadapi kenyataan sebenarnya , dan tidak lari menghindarinya
dengan segala dalih.

Amin (2014) menjelaskan bahwa confront the brutal fact berarti menerima semua realitas saat ini
yang terjadi dan melihatnya dengan objektif. Melihat hal secara objektif dan melihat realitas dengan apa
adanya tidak berarti kita tidak memiliki visi yang baik.
“Confronting the brutal facts means accepting the current reality and seeing it as
what it is objectively. Being objective and seeing the reality as what it is does not mean
that you shouldn’t have a vision for greatness. You definitely should have a clear vision,
but at the same time refine the path to it by accepting the brutal facts of the current
situation”. (Amin, 2014)
Kenapa Ahok termasuk orang yang confronting brutal facts? Karena bisa dibilang selama ini
warga Jakarta sudah menerima keruwetan dan segala macam komplikasi kenegatifan Jakarta dengan
pasrah. Mereka mungkin berfikir itulah yang memang terjadi dan akan seterusnya seperti itu, namun Ahok
hadir disana dan mulai memvisualisasikan keadaan Jakarta yang sebenarnya kepada masyarakat dan

menunjukkan bahwa keruwetan dan segala komplikasi tersebut dapat diatasi. Tentunya ia
memvisualisasikannya melalui retorika yang tegas. Contohnya adalah kebijakan yang ia lakukan mengenai
pengaturan Tanah abang yang ruwet.
Perda tentang ketertiban umum sudah ada sejak lama, tapi nampaknya Perda tentang ketertiban
umum juga telah lama diinjak-injak dan tidak digubris oleh para Pedagang Kaki Lima dan preman yang
mem-backing mereka. Para pembuat Perda sebelumnya mungkin juga sudah melakukan banyak hal untuk
menegakan peraturan tersebut. Hanya saja ketika kemudian persoalan menertibkan pedagang kaki lima
ini juga harus berhadapan dengan dunia gelap premanisme, mereka tidak punya nyali. Terlebih ketika di
balik premanisme Tanah abang itu ternyata ada “oknum-oknum hantu” yang tidak dapat tersentuh dan
secara kasat mata kebal hukum, dimana pengaruh mereka mencengkeram kekuasaan tertinggi di negeri
ini. Semakin ciut lah nyali para aparat itu untuk menegakan ketertiban umum. Daripada mereka kehilangan
nafkahnya, lebih baik mereka tutup mata dan telinga soal Tanah abang.
Berpuluh tahun situasi pembiaran itu terjadi. Dan orang Jakarta nyaris percaya bahwa di Tanah
abang kesemrawutan itu memang sebuah keniscayaan yang harus diterima secara legowo dan pasrah.
Warga Jakarta tidak mampu melakukan apa-apa dengan keadaan Tanah abang yang seperti itu. Mereka
memaksa akal sehatnya untuk mempercayai kebenaran tersebut bertahun-tahun lamanya sehingga
sampai di keadaan dimana mereka tidak mempertanyakan hal itu lagi.
Keadaan tersebut terus berlanjut sampai Ahok menunjukan kepada kita bagaimana seharusnya
merawat akal sehat. Dia menggebrak kemapanan Tanah abang, kemapanan para pedagang kaki lima,
kemapanan preman yang mem-backing PKL tersebut, kemapanan para “oknum-oknum hantu” yang

bermain di Tanah abang. Dan yang terpenting mengkonfrontasi fakta brutal yang sudah diterima oleh
masyarakat Jakarta sekian lama tersebut. Dengan retorika nya yang keras, tegas namun memiliki tujuan,
Ahok akhirnya dapat menunjukkan bahwa dengan ketegasan dan kekerasan niat yang selama ini
ditunjukkan dengan retorikanya dapat memuluskan kebijakan yang selama ini susah dan rumit untuk
dilakukan.

Ahok sebagai Pemimpinan Publik
Tantangan kehidupan berbangsa dan bernegara semakin berat di masa depan, tantangan ini
berupa arus globalisasi yang begitu cepat, regionalisasi, knowledge economy, dan borderless world. Alo
(2012) menyebutkan bahwa para pemimpin politik di Africa mayoritas membicarakan tentang isu sosial
dan ekonomi dalam pidatonya. Empat ideologis dominan muncul dari analisis pidato pemimpin Africa
adalah pertumbuhan ekonomi dan kemerdekaan di Afrika, kesatuan dan nasionalisme nasional,
globalisme, kemandirian. Dari temuan Alo tersebut dapat dilihat betapa pentingnya peran seorang
pemimpin, terutama dalam menghadapi isu-isu tersebut. Menurut Subowo (2013) untuk mengarungi
tantangan masa depan tersebut dibutuhkan pemimpin yang tidak hanya berkarakter tetapi diharapkan
pemimpin-pemimpin yang akan datang mampu memenuhi dan memiliki kondisi-kondisi seperti berikut ini:
1. The meaning of direction (memberikan visi, arah, dan tujuan). Seorang pemimpin yang efektif
membawa kedalaman (passion), perspektif, dan arti dalam proses menentukan maksud dan
tujuan dari kepemimpinannya. Setiap pemimpin yang efektif adalah menghayati apa yang
dilakukannya. Waktu dan upaya yang dicurahkan untuk bekerja menuntut komitmen dan

penghayatan.
Salah satu contoh kejadian yang dapat diberikan adalah kejadian saat Ahok marah karena
temukan kartu virtual account untuk para penghuni Rusunawa Marunda yang sudah dijelaskan
pada point sebelumnya.
2. Trust in and from the Leader (menimbulkan kepercayaan). Keterbukaan (candor) merupakan
komponen

penting

dari

kepercayaan. Seorang

pemimpin

yang

menciptakan

iklim

keterbukaan dalam kepemimpinannya adalah pemimpin yang mampu menghilangkan
penghalang berupa kecemasan yang menyebabkan masyarakat yang dipimpinnya menyimpan
sesuatu yang buruk atas kepemimpinnya. Bila pemimpin membagi informasi mengenai apa yang
menjadi kebijakannya, pemimpin tersebut memberlakukan keterbukaan sebagai salah satu tolok
ukur dari “performance” kepemimpinannya.
Judge dan Locke (1993 dalam Wibawa, n.d) menegaskan pula bahwa gaya
kepemimpinan merupakan salah satu faktor penentu kepuasan kerja. Jenkins menambahkan
bahwa keluarnya karyawan lebih banyak disebabkan oleh ketidakpuasan terhadap kondisi
kerja karena karyawan merasa pimpinan tidak memberi kepercayaan kepada karyawan,
tidak ada keterlibatan karyawan dalam pembuatan keputusan, pemimpin berlaku tidak objektif
dan tidak jujur pada karyawan. Pendapat ini didukung oleh Nanus (1992 dalam Wibawa, n.d)
yang mengemukakan bahwa alasan utama karyawan meninggalkan organisasi disebabkan
karena pemimpin gagal memahami karyawan dan pemimpin tidak memperhatikan kebutuhankebutuhan karyawan.
3. A sense of hope (memberikan harapan dan optimisme). Harapan merupakan kombinasi dari
penentuan pencapaian tujuan dan kemampuan mengartikan apa yang harus dilakukan. Seorang
pemimpin yang penuh harapan menggambarkan dirinya dengan pernyataan-pernyataan seperti

ini, misalnya: “Saya mempunyai kemampuan dan pengetahuan tentang transportasi public, maka
saya akan menyiapkan strategi yang tepat untuk mengatasi kemacetan.
Dalam poin ini penulis akan menghubungkan dengan karakteristik pemimpin
transformative. Seorang pemimpin harus mampu menghadirkan suatu transformasi bagi
organisasi maupun masyarakat yang dipimpinnya. Hasil penelitian Bennis dan Nanus, Tichy
dan Devanna telah memberikan suatu kejelasan tentang cara pemimpin transformasional
mengubah budaya dan strategi-strategi sebuah organisasi. Pada umumnya, para pemimpin
transformasional memformulasikan

sebuah

visi,

mengembangkan

sebuah

komitmen

terhadapnya, melaksanakan strategi-strategi untuk mencapai visi tersebut, dan menanamkan
nilai-nilai baru sehingga dapat memberikan harapan dan optimisme bagi masyarakat.

Lebih lanjut, Bernard M. Bass dan Bruce J. Avolio dalam Dewi, 2014) mengemukakan
bahwa kepemimpinan, transformasional mempunyai empat dimensi yaitu:
a. Dimensi yang pertama disebut idealized influence (pengaruh ideal). Dimensi pertama ini
digambarkan sebagai perilaku pemimpin yang membuat para pengikutnya mengagumi,
menghormati dan sekaligus mempercayainya.
b. Dimensi yang kedua yaitu sebagai inspirational motivation (motivasi inspirasi). Dalam dimensi
ini

pemimpin

transformational

digambarkan

sebagai

pemimpin

yang

mampu

mengartikulasikan pengharapan yang jelas terhadap prestasi bawahan, mendemonstasikan
komitmennya, terhadap seluruh tujuan organisasi, dan mampu menggugah spirit tim dalam
organisasi mellaui penumbuhan antusiasme dan optimisme.
c. Dimensi yang ketiga disebut intelectual stimulation ( stimulasi intelektual). Pemimpin
transformasi harus mampu menumbuhkan ide-ide baru memberi solusi yang kreatif terhadap
permasalahan yang dihadapi bawahannya, dan memberikan motivasi kepada bawahan untuk
mencari pendekatan-pendekatan baru dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi.
d. Dimensi yang terakhir yalam menguraikan karakteristik pemimpin disebut individualized
consideration (konsiderasi individu). Dalam dimensi ini pemimpin transformasional
digambarkan sebagai seorang pemimpin yang mau mendengarkan dengan penuh perhatian
masukan-masukan dari bahwahan dan secara khusus mau memperhatikan kebutuhankebutuhan bawahan dan secara khusus. (Stewart, 2006 dalam Dewi, 2014).
Pemimpin ingin agar masyarakat menerima segala kebijakan, rencana dan tindakan
terutama dalam bidang sosial-ekonomi (Denton dan Hahn, 1986; Teittinen, 2000 dalam Alo, 2012).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Litbang Kompas yang dilakukan melalui survey
pendapat warga Ibu Kota terhadap gerakan
pembenahan yang dilakukan Oleh Jokowi-Ahok
di Jakarta.

Setelah dua tahun berjalan, kinerja pemerintahan Jakarta Baru dianggap semakin baik
oleh sebagian besar warga Ibu Kota. Masyarakat menyukai perubahan yang dilakukan, terutama
di bidang kesehatan, birokrasi, dan pendidikan. Penilaian ini seiring dengan pernyataan 71,4
persen responden yang mengaku puas terhadap kinerja pemerintahan Jakarta Baru. Berikut
adalah beberapa upaya pembenahan yang dilakukan oleh Jokowi sebelum mengundurkan diri
menjadi Gubernur DKI Jakarta yang tentunya juga akan diteruskan oleh Ahok:
Pelayanan Kesehatan
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat di pasar tradisional dan rumah susun
serta pengembangan puskesmas rawat inap. Juga muncul kebijakan penambahan kapasitas
tempat tidur kelas tiga pada rumah sakit umum daerah (RSUD) dan peningkatan kesejahteraan
tenaga kesehatan.
Hampir 80 persen responden puas terhadap kebijakan kesehatan yang ada. Salah
satunya, kemunculan Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang kemudian melebur menjadi satu dengan
sistem Jaminan Kesehatan Nasional. Sebelum ada KJS, warga miskin harus melalui birokrasi
panjang mendapatkan surat miskin untuk pengobatan gratis. Dengan KJS, warga bisa
mendapatkan layanan kesehatan di puskesmas, dilanjutkan ke rumah sakit jika diperlukan.
Problem bidang kesehatan juga diyakini oleh mayoritas responden bisa diperbaiki Basuki.
Pemprov DKI berencana mengubah beberapa puskesmas menjadi RS tipe D untuk mengatasi
keterbatasan jumlah tempat tidur di RS. Pemprov DKI juga akan memperbaiki kualitas RSUD
menjadi lebih baik hingga setara RS swasta dan menempatkan dokter spesialis di RSUD.
Birokrasi
Sebanyak 76 persen responden mengaku puas dengan perbaikan birokrasi. Lelang
jabatan lurah dan camat menjadi gebrakan yang patut diacungi jempol. Melalui uji kelayakan dan
kepatutan (fit and proper test) ala Jokowi-Basuki, didapatkan pegawai negeri sipil yang punya
kompetensi dan profesionalisme untuk memimpin kelurahan atau kecamatan.
Keberadaan lelang jabatan kepala sekolah juga menjadi hal baru yang positif. Melalui
program ini, profesionalitas tenaga pendidik diuji. Semua tenaga pendidik PNS di Jakarta yang

berusia maksimal 54 tahun berhak mendaftar lelang. Dengan lelang ini, kepala sekolah baru
diharapkan lebih mementingkan manajemen kegiatan belajar-mengajar dibandingkan dengan
mengurusi proyek. Bulan Maret, 180 kepala sekolah hasil lelang jabatan telah dilantik Gubernur
Jokowi.
Perbaikan birokrasi tampaknya akan terus berlanjut. Penerbitan Peraturan Daerah (Perda)
Nomor 12 Tahun 2013 mengenai Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) selama ini telah
memberikan kemudahan dan kepastian bagi masyarakat dalam memperoleh pelayanan perizinan
dan non-perizinan. Mulai Januari 2015, pengurusan pelayanan publik akan lebih gampang dengan
berdirinya 500 kantor Badan PTSP di Jakarta. Lelang jabatan yang berhasil di waktu lalu akan
dilanjutkan dengan rencana lelang jabatan terhadap 6.434 jabatan eselon II-IV.
Pendidikan
Perbaikan di sektor pendidikan juga dinilai memuaskan oleh 75 persen responden. Kartu
Jakarta Pintar (KJP) menjadi kebijakan yang menonjol. Keberadaan KJP membawa angin segar
bagi pelajar miskin di Jakarta. Setiap bulan, siswa SD mendapat dana KJP Rp 1,08 juta, siswa
SMP Rp 1,2 juta, dan siswa SMA Rp 1,4 juta. Sampai saat ini, sudah 576.000 KJP yang dibagikan
kepada pelajar miskin berprestasi. Pelaksanaan KJP yang relatif lancar selama dua tahun
menyebabkan 83,8 persen responden berharap banyak pada perbaikan di sektor pendidikan. Ke
depan, KJP akan tetap dilaksanakan untuk membantu pelajar miskin. Pekerjaan rumah lain yang
harus diselesaikan adalah peningkatan kualitas tenaga pendidik dan tawuran pelajar.
4. Result (memberikan hasil melalui tindakan, risiko, keingintahuan, dan keberanian). Pemimpin
masa depan adalah pemimpin yang berorientasi pada hasil, melihat dirinya sebagai katalis –
yang berharap mendapatkan hasil besar, tapi menyadari dapat melakukan sedikit saja jika tanpa
usaha dari orang lain.

Kesimpulan
Peran seorang pemimpin begitu besar dalam kemajuan bangsa, dan menegakkan kebijakan demi
mengantarkan masyarakat untuk menjawab tantangan masa depan. Masyarakat yang bisa menjawab
tantangan masa depan adalah masyarakat yang maju, beretika, berpendidikan dan yang paling penting
adalah tertib atau taat pada kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Dalam upaya penegakan kebijakan
oleh pemimpin tentunya tidak semata-mata tugas dari pemimpin, namun juga harus dibantu oleh segenap
pemerintahan yang berwenang. Untuk mewujudkan pemerintahan yang “bersih” pun tidak mudah, hal ini
harus diawali dengan hubungan yang baik antara pemimpin dan semua dinas terkait yang membantunya.
Berulangkali penulis mengatakan bahwa segala upaya yang dilakukan tidak mudah, oleh karena itulah

retorika dan gaya kepemimpinan seorang pemimpin sangat berperan dalam kehidupan masyarakat,
terutama dalam penegakan kebijakan. Retorika dan gaya kepemimpinan yang dimiliki seorang Ahok
pemimpin dalam meyakinkan masyarakat untuk mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan meskipun
dengan caranya yang tegas, bahkan cenderung keras, dan cara yang dilakukan Ahok ini terbukti berhasil
dalam mengatur warga Jakarta. Hal ini tentu merupakan hal yang positif karena seorang pemimpin dituntut
untuk membawa transformasi bagi organisasi dan masyarakat yang dipimpinya.
Referensi
Amin. (2013). Transform Your Tech Company From Good to Great (3/7) – Confront the Brutal
Facts. Diakses pada 5 November 2014, dari http://blog.7geese.com/2013/02/16/confront-the-brutal-facts/
Alidamanik.
(2013,
22
Agustus).
Membaca
http://alidamanik.blogdetik.com/2013/08/22/membaca-ahok/

Ahok.

Pesan

ditulis

di

Alo, Moses A. (2012). A Rhetorical Analysis of Selected Political Speeches of Prominent African
Leaders. British Journal of Arts and Social Sciences ISSN: 2046-9578, Vol.10 No.I
Dewi, U. (2014). Karakteristik Kepemimpinan Politik Indonesia: Transaksional atau Transformatif?.
Ilmu Administrasi Negara, FIS, UNY
Koesmono, H. Teman. 2007. Pengaruh Kepemimpinan Dan Tuntutan Tugas Terhadap Komitmen
Organisasi Dengan Variabel Moderasi Motivasi Perawat Rumah Sakit Swasta Surabaya. JURNAL
MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN, VOL. 9, NO. 1, MARET 2007: 30-40
Sabrina, Joan. (2014) Analisis Penerimaan Pembaca Terhadap Berita Tentang Gaya
Kepemimpinan Ahok Di Majalah Detik. Jurnal E-Komunikasi Vol 2. No.1 Program Studi Ilmu Komunikasi
Universitas Kristen Petra, Surabaya
Suwirta, Andi dan Hermawan, Iyep Candra. 2012. Masalah Karakter Bangsa dan Figur
Kepemimpinan di Indonesia: Perspektif Sejarah. Atikan, 2(1) 2012
Tan, Hwee Hoon & Wee, Gladys. (2002). The role of rhetoric content in charismatic leadership: A
content analysis of a Singaporean leader's speeches. International Journal of Organization Theory and
Behavior. Vol. 5, Nos 3 & 4
Utami, Sulistyo S. 2013. Gaya Kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Berdasarkan Prinsip Tata
Kelola Kepemerintahan yang Baik (GCG). Jurnal Liquidity Jakarta: STIE Ahmad Dahlan
Zarefsky, david. (2004). Presidential Rhetoric and the power of definition. Presidential studies
quarterly. 34(3), 607-619
Subowo, Ari. (2013). Analisis Kepemimpinan Publik di Indonesia. Administrasi Publik Fisip Universitas
Diponegoro.
Wibawa, D.A. (n.d). Kepemimpinan Transaksional dan Kepemimpinan transformasional. Diposting
dalam kppnrantauprapat.net/files/artikel/Kepemimpinan_Transaksional_dan_Transformasional.pdf
Jordan, S. (2014, Juli 24). Ahok Marah-marah di Balai Uji Kir, Jokowi: Memang Harus Ditindak
Tegas. detikNews. Diakses dari http://news.detik.com/read/2014/07/24/103255/2646750/10/ahok-marahmarah-di-balai-uji-kir-jokowi-memang-harus-ditindak-tegas?

Aziza, K. (2014, September 04). Ahok Marah, Dirut Bank DKI Pucat, Penghuni Rusun Marunda
Tepuk

Tangan.

Megapolitan.kompas.com.

diakses

dari

(http://megapolitan.kompas.com/read/2014/09/04/11275501/Ahok.Marah.Dirut.Bank.DKI.Pucat.Penghuni.
Rusun.Marunda.Tepuk.Tangan
Sak.

(2014).

Optimisme

“Jakarta

Baru”

http://ahok.org/berita/news/optimisme-jakarta-baru-berlanjut/

Berlanjut.

Diposting

dalam