sistem informasi S1 sistem (9)
KATA PENGANTAR
Segenap jiwa raga mengucapkan puja dan puji syukur kehadirat Illahi Rabbi dalam setiap
hembusan nafas, atas limpahan begitu banyak nikmat dan rahmat, sesungguhnya Allah selalu
bersama orang-orang yang mengharap pertolonganNYA. Kepada DIA yang senantiasa
menemani penulis dalam menyeleseikan penyusunan makalah yang berjudul ”Evaluasi
kemampuan lahan”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah aplikasi SIG dan perencanana
pengembangan wilayah di bidang studi geografi, untuk itu patutlah kiranya dengan segala
kerendahan hati yang tulus dan ikhlas dalam kesempatan ini tak lupa penulis sampaikan
terima kasih kepada Dr. Nasiah M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah dan senegap pihak
yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materi .
Akhirnya penulis berharap semoga apa yang menjadi kebaikan dan bantuan yang
diberikan dalam penyeleseian makalah ini, mendapat imbalan dari Allah SWT dan semoga
Allah SWT selalu meridhoi usaha kita. Amien .
Makassar , ......... januari 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air dan
vegetasi, di mana faktor- faktor tersebut mempengaruhi potensinya terhadap penggunaan
lahan. Termasuk di dalamnya juga hasil kegiatan manusia di masa lalu dan sekarang yang
mengakibatkan banjir, erosi, sedimentasi, akumulasi garam, dan lain-lain.
1
Mendesaknya kebutuhan hidup masyarakat, menyebabkan masyarakat pada umumnya
mengelolah dan membuka lahan baru menjadikannya lahan pertanian walaupun tidak sesuai
dengan kemampuan lahannya. Akibatnya hutan menjadi sasaran perluasan pemenuhan
kebutuhan penduduk sehingga terjadilah alih fungsi lahan (Hakim, 2002). Alih fungsi lahan
pertanian yang terjadi saat ini lebih tepat disebut betonisasi atau aspalisasi. Terminologi
betonisasi dan aspalisasi ini di introduksi guna mempersempit dan mempertegas pengertian
alih fungsi lahan yang bermakna amat luas, mulai dari alih fungsi lahan hutan ke lahan
perkebunan sampai lahan sawah yang meloloskan air (permeable) menjadi permukiman dan
industri yang cenderung tidak meloloskan air (impermeable).
Membahas kemampuan lahan pada dasarnya akan membantu kepentingan upaya
pemanfaatan lahan secara optimal dan penataan lahan secara tepat bagi pengembangan
tanaman tertentu disertai tindakan pengelolaan/pemeliharaan dan pengawetan (konservasi)
agar tidak terjadi kerusakan pada lahan yang akhirnya diperoleh hasil yang optimal dan
lestari. Tingkat kemampuan lahan yang tinggi diharapkan berpotensi besar dalam berbagai
penggunaan, yang memungkinkan penggunaan yang intensif untuk berbagai macam kegiatan.
Pada kabupaten Gowa, khususnya kecamatan Tompobulu adalah salah satu kecamatan
yang terdiri dari 14 (empat belas) desa yaitu ; Berutallasa, Pencong, Parangloe, Taring,
Garing, Bonto buddung, Tanete, Cikoro, Rappolemba, Rappoala, Malakaji, Datara, Tonrorita,
dan Lauwa (Kecamatan Tompobulu dalam angka 2000). Diantara empat belas desa tersebut,
Kelurahan Cikoro merupakan daerah yang menjadi kajian dari hasil penelitian.
Sebagian besar lahan yang ada di lokasi tersebut oleh masyarakat setempat dijadikan
sebagai lahan perkebunan, persawahan, dan dijadikan sebagai areal hutan. Mengingat bahwa
lahan sebagai sumber daya alam yang terbatas. Oleh karena itu karakteristik lahan perlu
dipahami dengan baik untuk dijadikan sebagai dasar perencanaan penggunaan lahan sehingga
dalam pemanfaatan dan pengolahan lahan tidak mengalami kesalahan-kesalahan sehingga
kelestariannya dapat terkendali.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang ada pada latar belakang tersebut di atas, maka
dikemukakan beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana kelas kemampuan lahan di Kelurahan Cikoro, Kecamatan
Tompobulu, Kabupaten Gowa ?
2
2.
Apakah bentuk pemanfaatan / penggunaan lahan di Kelurahan Cikoro,
Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Gowa
sudah sesuai dengan kelas kemampuan
lahannya ?
C. Tujuan
Dari hasil penelitian maka dapat dikaji tujuan penelitian yang dapat dirumuskan
berdasarkan permasalahan tersebut di atas adalah :
1.
Untuk mengetahui kelas kemampuan lahan di Kelurahan Cikoro, Kecamatan
Tompobulu, Kabupaten Gowa.
2.
Untuk mengetahui tingkat kesesuaian bentuk pemanfaatan / penggunaan lahan dengan
kelas kemampuan lahan yang ada di Kelurahan Cikoro, Kecamatan Tompobulu,
Kabupaten Gowa.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Evaluasi Lahan
Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaan (perfomance) lahan
jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei dan
studi bentuklahan, tanah, vegetasi, iklim, dan aspek lahan lainnya, agar dapat
mengidentifikasi, dan membuat perbandingan berbagai penggunaan lahan yang mungkin
dikembangkan (FAO, 1976 dalam Arsyad, 1989).
Evaluasi sumber daya lahan merupakan proses untuk menduga potensi sumber daya
lahan untuk berbagai penggunaannya. Pada dasarnya evaluasi sumber daya lahan
membutuhkan keterangan-keterangan yang menyangkut tiga aspek utama yaitu : lahan,
penggunaan lahan, dan aspek ekonomi. Evaluasi sumber daya lahan berfungsi untuk
memberikan
pengertian
tentang
hubungan-
hubungan
antara
kondisi
lahan
dan
penggunaannya serta memberikan kepada perencana berbagai perbandingan dan alternatif
pilihan penggunaan yang dapat diharapkan berhasil (Sitorus, 1995).
Ada dua pendekatan yang digunakan dalam evaluasi lahan yaitu : (1)Evaluasi
kualitatif yaitu evaluasi yang dilaksanakan dengan cara mengelompokkan lahan ke dalam
beberapa kategori berdasarkan perbandingan relatif kualitas lahan tanpa melakukan secara
terperinci dan tepat biaya dan pendapatan bagi penggunaan lahan
tersebut, dan (2) evaluasi kuantitatif yaitu evaluasi lahan dinyatakan dalam term
ekonomi berupa masukan (input) dan keluaran (output). Pendekatan evaluasi lahan di dalam
penelitian ini adalah evaluasi secara kualitatif (Arsyad, 1989).
B. Kemampuan Lahan
Kemampuan lahan adalah potensi lahan bagi penggunaan berbagai sistem pertanian
secara luas dan tidak membicarakan peruntukan jenis tanaman tertentu ataupun tindakan
pengelolaannya. Oleh karena itu, kemampuan lahan bersifat lebih umum jika dibandingkan
dengan kesesuaian lahan (Sitorus,1995).
kemampuan lahan suatu wilayah perlu diketahui dengan baik agar pemanfaatan lahan
tersebut tidak mengalami kesalahan, sehingga kelestariannya dapat terkendali. Kesalahan
yang sering terjadi dalam pemanfaatan lahan tersebut karena teknik dan pengelolaan lahan
tersebut tidak sesuai dengan kemampuan lahan. Untuk mengetahuinya perlu areal lahan yang
dibudidayakan maupun tidak digarap dan diklasifikasikan sesuai dengan karakteristik yang
4
dimilikinya. Karakteristik lahan tersebut perlu diketahui agar dapat dimanfaatkan secara
optimal bagi kehidupan manusia (Hakim, 2002).
a. Klasifikasi Kemampuan Lahan
Klasifikasi kemampuan lahan (Land Capability Clasification) adalah penilaian lahan
(komponen-komponen lahan) secara sistematik dan pengelompokkannya ke dalam beberapa
kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam
penggunaannya secara lestari (Arsyad, 1989).
Sistem klasifikasi kemampuan lahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sistem faktor pembatas, artinya mulai dari pembatas terkecil hingga pembatas terbesar,
pembatas terkecil untuk kelas terbaik dan semakin besar pembatasnya maka semakin rendah
tingkatannya. Sitorus (1995) menyebut ini sebagai sistem kategori. Kelas merupakan tingkat
tertinggi dan bersifat luas dalam struktur klasifikasi.
Berdasarkan system klasifikasi yang dikemukakan oleh Hockensmith dan Steele
(1943) dan Klingebiel dan Montgomery (1973) tanah dikelompokkan kedalam delapan kelas
yang ditandai dengan huruf Romawi dari I sampai VIII. Tanah pada kelas I sampai IV dengan
pengelolaan yang baik mampu menghasilkan dan sesuai untuk berbagai penggunaan untuk
penanaman tanaman ternak, padang rumput dan hutan. Pada tanah kelas V, VI dan VII sesuai
untuk padang rumput, tanaman pohon-pohon atau vegetasi alami. Tanah dalam kelas VIII
sebaiknya dibiarkan dalam keadaan alami. Berikut ini uraian dari masing-masing kelas
kemampuan lahan dalam Arsyad,1989.
1) Kelas Kemampuan I
Lahan kelas kemampuan I mempunyai sedikit penghambat yang membatasi
penggunaannya. Lahan kelas I sesuai untuk berbagai penggunaan pertanian, mulai dari
tanaman semusim (dan tanaman pertanian pada umumnya), tanaman rumput, padang
rumputm hutan produksi, dan cagar alam. Tanah-tanah dalam kelas kemampuan I
mempunyai salah satu atau kombinasi sifat dan kualitas sebagai berikut:
(1) terletak pada topografi datar (kemiringan lereng < 3%),
(2) kepekaan erosi sangat rendah sampai rendah,
(3) tidak mengalami erosi,
(4) mempunyai kedalaman efektif yang dalam,
(5) umumnya berdrainase baik
5
(6) mudah diolah,
(7) kapasitas menahan air baik,
(8) subur atau responsif terhadap pemupukan
(9) tidak terancam banjir, di bawah iklim setempat yang sesuai bagi pertumbuhan
tanaman umumnya.
2) Kelas Kemampuan II
Tanah-tanah dalam lahan kelas kemampuan II memiliki beberapa hambatan atau
ancaman kerusakan yang mengurangi pilihan penggunaannya atau mengakibatkannya
memerlukan tindakan konservasi yang sedang. Lahan kelas II memerlukan pengelolaan yang
hati-hati, termasuk di dalamnya tindakan-tindakan konservasi untuk mencegah kerusakan
atau memperbaiki hubungan air dan udara jika tanah diusahakan untuk pertanian tanaman
semusim. Hambatan pada lahan kelas II sedikit, dan tindakan yang diperlukan mudah
diterapkan. Tanah-tanah ini sesuai untuk penggunaan tanaman semusim, tanaman rumput,
padang penggembalaan, hutan produksi dan cagar alam. Hambatan atau ancaman kerusakan
pada lahan kelas II adalah salah satu atau kombinasi dari faktor berikut:
(1) lereng yang landai atau berombak (>3 % – 8 %),
(2) kepekaan erosi atau tingkat erosi sedang,
(3) kedalaman efetif sedang
(4) struktur tanah dan daya olah kurang baik,
(5) salinitas sedikit sampai sedang atau terdapat garam Natrium yang mudah
dihilangkan akan tetapi besar kemungkinabn timbul kembali,
(6) kadang-kadang terkena banjir yang merusak,
(7) kelebihan air dapat diperbaiki dengan drainase, akan tetapi tetap ada sebagai
pembatas yang sedang tingkatannya, atau
(8) keadaan iklim agak kurang sesuai bagi tanaman atau pengelolannya.
6
3) Kelas Kemampuan III
Tanah-tanah dalam kelas III mempunyai hambatan yang berat yang mengurangi
pilihan pengunaan atau memerlukan tindakan konservasi khusus atau keduanya. Tanah-tanah
dalam lahan kelas III mempunyai pembatas yang lebih berat dari tanah-tanah kelas II dan jika
digunakan bagi tanaman yang memerlukan pengolahan tanah, tindakan konservasi yang
diperlukan biasanya lebih sulit diterapkan dan dipelihara. Lahan kelas III dapat digunakan
untuk tanaman semusim dan tanaman yang memerlukan pengolahan tanah, tanaman rumput,
padang rumput, hutan produksi, hutan lindung dan suaka marga satwa. Hambatan yang
terdapat pada tanah dalam lahan kelas III membatasi lama penggunaannya bagi tanaman
semusim, waktu pengolahan, pilihan tanaman atau kombinasi pembatas-pembatas tersebut.
Hambatan atau ancaman kerusakan mungkin disebabkan oleh salah satu atau beberapa hal
berikut:
(1) lereng yang agak miring atau bergelombang (>8 – 15%),
(2) kepekaan erosi agak tinggi sampai tinggi atau telah mengalami erosi sedang,
(3) selama satu bulan setiap tahun dilanda banjir selama waktu lebih dari 24 jam,
(4) lapisan bawah tanah yang permeabilitasnya agak cepat,
(5) kedalamannya dangkal terhadap batuan, lapisan padas keras (hardpan), lapisan padas
rapuh (fragipan) atau lapisan liat padat (claypan) yang membatasi perakaran dan
kapasitas simpanan air,
(6) terlalu basah atau masih terus jenuh air setelah didrainase,
(7) kapasitas menahan air rendah,
(8) salinitas atau kandungan natrium sedang,
(9) kerikil dan batuan di permukaan sedang, atau (1) hambatan iklim yang agak besar.
4)
Kelas kemampuan IV
Hambatan dan ancaman kerusakan pada tanah-tanah di dalam lahan kelas IV lebih
besar dari pada tanah-tanah di dalam kelas III, dan pilihan tanaman juga lebih terbatas. Jika
digunakan untuk tanaman semusim diperlukan pengelolaan yang lebih hati-hati dan tindakan
7
konservasi yang lebih sulit diterapkan dan dipelihara, seperti teras bangku, saluran
bervegatasi dan dam penghambat, disamping tindakan yang dilakukan untuk memelihara
kesuburan dan kondisi fisik tanah. Tanah di dalam kelas IV dapat digunakan untuk tanaman
semusim dan tanaman pertanian dan pada umumnya, tanaman rumput, hutan produksi,
padang penggembalaan, hutan lindung dan cagar alam. Hambatan atau ancaman kerusakan
tanah-tanah di dalam kelas IV disebabkan oleh salah satu atau kombinasi faktor-faktor
berikut:
(1) lereng yang miring atau berbukit (> 15% – 30%),
(2) kepekaan erosi yang sangat tinggi,
(3) pengaruh bekas erosi yang agak berat yang telah terjadi,
(4) tanahnya dangkal,
(5) kapasitas menahan air yang rendah,
(6) selama 2 sampai 5 bulan dalam setahun dilanda banjir yang lamanya lebih dari 24
jam,
(7) kelebihan air bebas dan ancaman penjenuhan atau penggenangan terus terjadi setelah
didrainase (drainase buruk),
(8) terdapat banyak kerikil atau batuan di permukaan tanah,
(9) salinitas atau kandungan Natrium yang tinggi (pengaruhnya hebat), dan/atau (1)
keadaan iklim yang kurang menguntungkan.
5) Kelas Kemampuan V
Tanah-tanah di dalam lahan kelas V tidak terancam erosi akan tetapi mempunyai
hambatan lain yang tidak praktis untuk dihilanghkan yang membatasi pilihan pengunaannya
sehingga hanya sesuai untuk tanaman rumput, padang penggembalaan, hutan produksi atau
hutan lindung dan cagar alam. Tanah-tanah di dalam kelas V mempunyai hambatan yang
membatasi pilihan macam penggunaan dan tanaman, dan menghambat pengolahan tanah bagi
tanaman semusim. Tanah-tanah ini terletak pada topografi datar tetapi tergenang air, selalu
terlanda banjir, atau berbatu-batu (lebih dari 90 % permukaan tanah tertutup kerikil atau
batuan) atau iklim yang kurang sesuai, atau mempunyai kombinasi hambatan tersebut.
Contoh tanah kelas V adalah:
8
(1) tanah-tanah yang sering dilanda banjir sehingga sulit digunakan untuk penanaman
tanaman semusim secara normal,
(2) tanah-tanah datar yang berada di bawah iklim yang tidak memungknlah produksi
tanaman secara normal,
(3) tanah datar atau hampir datar yang > 90% permukaannya tertutup batuan atau kerikil,
dan atau
(4) tanah-tanah yang tergenang yang tidak layak didrainase untuk tanaman semusim,
tetapi dapat ditumbuhi rumput atau pohon-pohonan.
6) Kelas Kemampuan VI
Tanah-tanah dalam lahan kelas VI mempunyai hambatan yang berat yang
menyebabkan tanah-tanah ini tidak sesuai untuk pengunaan pertanian. Penggunaannya
terbatas untuk tanaman rumput atau padang penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung,
atau cagar alam. Tanah-tanah dalam lahan kelas VI mempunyai pembatas atau ancaman
kerusakan yang tidak dapat dihilangkan, berupa salah satu atau kombinasi faktor-faktor
berikut:
(1) terletak pada lereng agak curam (>30% – 45%),
(2) telah tererosi berat,
(3) kedalaman tanah sangat dangkal,
(4) mengandung garam laut atau Natrium (berpengaruh hebat),
(5) daerah perakaran sangat dangkal, atau
(6) iklim yang tidak sesuai.
Tanah-tanah kelas VI yang terletak pada lereng agak curam jika digunakan untuk
penggembalaan dan hutan produksi harus dikelola dengan baik untuk menghindari erosi.
Beberapa tanah di dalam lahan kelas VI yang daerah perakarannya dalam, tetapi terletak pada
lereng agak curam dapat digunakan untuk tanaman semusim dengan tindakan konservasi
yang berat seperti, pembuatan teras bangku yang baik.
9
7) Kelas Kemampuan VII
Lahan kelas VII tidak sesuai untuk budidaya pertanian, Jika digunakan untuk padanag
rumput atau hutan produksi harus dilakukan dengan usaha pencegahan erosi yang berat.
Tanah-tanah dalam lahan kelas VII yang dalam dan tidak peka erosi jika digunakan unuk
tanaman pertaniah harus dibuat teras bangku yang ditunjang dengan cara-ceara vegetatif
untuk konserbvasi tanah , disamping yindkan pemupukan. Tanah-tanah kelas VII
mempunuaio bebetapa hambatan atyai ancaman kerusakan yang berat da tidak
dapatdihiangkan seperti
(1) terletak pada lereng yang curam (>45 % – 65%), dan / atau
(2) telah tererosi sangat berat berupa erosi parit yang sulit diperbaiki.
8) Kelas kemampuan VIII
Lahan kelas VIII tidak sesuai untuk budidaya pertanian, tetapi lebih sesuai untuk
dibiarkan dalam keadaan alami. Lahan kelas VIII bermanfaat sebagai hutan lindung, tempat
rekreasi atau cagar alam. Pembatas atau ancaman kerusakan pada lahan kelas VIII dapat
berupa:
(1) terletak pada lereng yuang sangat curam (>65%), atau
(2) berbatu atau kerikil (lebih dari 90% volume tanah terdiri dari batu atau kerikil atau
lebih dari 90% permukaan lahan tertutup batuan), dan
(3) kapasitas menahan air sangat rendah. Contoh lahan kelas VIII adalah puncak gunung,
tanah mati, batu terungkap, dan pantai pasir.
Dalam pembahasan kali ini akan mengkaji hasil penelitian yang pernah dilakukan.
Tempat hasil kajian penelitian yang telah dilaksanakan mengenai evaluasi kemampuan lahan
adalah Kelurahan Cikoro yang terletak di Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa. Adapun
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemampuan lahan adalah;
Kemiringan lereng, Kepekaan erosi, Tingkat erosi, Kedalaman efektif tanah, Tekstur lapisan
atas, Tekstur lapisan bawah, Permeabilitas, Drainase, Singkapan batuan dan Ancaman banjir
10
C. Penggunaan Lahan
Lahan merupakan lingkungan yang komplek dimana terdiri dari iklim, relief,
tanah, hidrologi, vegetasi, dan semua mahluk hidup yang berperan dalam penggunaannya
(FAO, 1976 dalam Hakim, 2002). Lahan sebagai suatu kesatuan merupakan sumberdaya
alam yang tetap dan terbatas, mengharuskan para perencana pembangunan dapat mengatur
lahan secara proporsional agar dapat diciptakan kualitas lingkungan hidup yang dinamis.
Penggunaan lahan (Landuse) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur tangan)
manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materiil maupun
spritual (Arsyad, 1989).
Lahan sebagai sumberdaya alam yang tetap dan terbatas, di dalam penggunannya
perlu dipertimbangkan keseimbangan antara kesesuaian bentuk penggunaan lahan
dengan kelas kemampuan lahannya. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan
kemampuan lahannya akan menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan sehingga
tingkat produktivitas tanah akan semakin berkurang dan akan berakibat pada
perekonomian/pendapatan dan kesejahteran masyarakat itu sendiri. Adapun skema
hubungan antara bentuk penggunaan lahan dengan kelas kemampuan lahan untuk
pertanian dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.
I
II
III
IV
V
S. Intensip
Intensif
Pertanaman
Sedang
Terbatas
Intensif
Sedang
Hutan
Penggembalaan
Terbatas
aian dan Pilihan Penggunaan Berkurang
Kelas
Kemampuan
Lahan
Cagar Alam
Intensitas dan Macam Penggunaan Meningkat
VI
VII
VIII
Bagian yang diarsir menunjukkan
penggunaan yang sesuai dari kelas
yang bersangkutan
Gambar 2. 1. Skema Hubungan antara Kesesuaian Bentuk Penggunaan Lahan dengan
KelasKemampuan Lahan (Arsyad, 1989)
Wilayah yang menjadi objek kajian dari hasil penelitian merupakan
Kelurahan
Cikoro yang terletak di Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa. Adapun faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kemampuan lahan adalah :
1. Kemiringan lereng
6. Tekstur lapisan bawah
2. Kepekaan erosi
7. Permeabilitas
3. Tingkat erosi
8. Drainase
4. Kedalaman efektif tanah
9. Singkapan batuan
5. Tekstur lapisan atas
10. Ancaman banjir
Adapun kriteria pengklasifikasian dari masing-masing parameter penentu kelas
kemampuan lahan dengan tenknik analisis tabularis dengan metode perbandingan
(matching) berdasarkan kriteria Arsyad (1989) sebagai berikut :
1.
Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng diperoleh dengan pengukuran lapang dengan menggunakan abney
level, dapat pula diperoleh dari peta rupabumi. Klasifikasi kelas lereng dapat dilihat pada
Tabel 1 berikut :
Tabel 1. Klasifikasi Lereng
Kode
A
Lereng (%)
0–3
Klasifikasi
B
>3 - 8
Landai atau berombak
C
>8 - 15
Agak miring atau bergelombang
D
>15 - 30
Miring agak berbukit
Datar
E
>30 - 45
Agak curam
F
>45 - 65
Curam
G
Sumber : Sitanala Arsyad (1989)
>65
2.
Sangat curam
Kepekaan Erosi (KE)
Nilai erodibilitas tanah ditentukan dengan menggunakan nomograf Weiscmeier dan
Smith (1951).. Klasifikasi tekstur, struktur dan permeabilitas berdasarkan kriteria klasifikasi
oleh Arsyad (1989), sedangkan kandungan bahan organik diklasifikasikan dengan
menggunakan sistem pengklasifikasian yang ditetapkan oleh Departemen Kehutanan RI
(1992). Kelas struktur tanah diklasifikasikan berdasarkan ukuran diameter tanah dan setiap
kelas diberi kode sesuai dengan tingkatnya. Klasifikasi sturuktur tanah menurut Arsyad
(1989) dapat dilihat pada Tabel 2. Adapun permeabilitas diklasifikasikan sesuai dengan
klasifikasi yang dikemukakan Arsyad (1989) yang dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
Tabel 2. Kelas Struktur Tanah
Kode
1
Kelas Struktur Tanah (Ukuran diameter)
Granuler sangat halus (< 1mm)
2
Granuler sangat halus (1 sampai 2 cm)
3
Granuler sedang sampai kasar (2 sampai 10 mm)
4
Sumber : Arsyad, 1989
Berbentuk blok,plat dan massif
Tabel 3. Kelas Permabilitas
Kode
6
Kecepatan (cm/jam)
< 0,5
Kelas Permeabilitas
Sangat lambat
5
0,5 – 2,0
Lambat
4
2,0 – 6,3
Lambat sampai sedang
3
6,3 – 12,7
Sedang
2
12,7 – 25,4
Sedang sampai cepat
>25,4
Cepat
1
Sumber : Arsyad, 1989
Kandungan bahan organik diklasifikasikan sesuai dengan klasifikasi yang ditetapkan
Departemen Kehutanan RI (1992) dalam 5 tingkatan. Klasifikasi kandungan bahan
organik dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Kelas Kandungan Bahan Organik
Kode
0
Kriteria (%)
< 2,0
Kelas Permeabilitas
Sangat rendah
1
2,0 – 3,5
Rendah
2
3,6 – 5,0
Sedang
3
5,1 – 8,5
Tinggi
4
> 8,6
Sumber : Departemen Kehutanan RI, 1992
Sangat tinggi
Sistem pengklasifikasian untuk tingkat erodibilitas tanah (K) dapat dilihat pada
Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Klasifikasi Kepekaan Erosi Tanah
Kode
KE1
Kepekaan Erosi Tanah
0,00 - 0,10
KE2
0,11 - 0,20
Rendah
KE3
0,21 - 0,32
Sedang
KE4
0,33 - 0,43
Agak tinggi
KE5
0,44 - 0,55
Tinggi
0,56 – 0,64
Sangat tinggi
KE6
Sumber : Arsyad,1989
3.
Klasifikasi
Sangat rendah
Tingkat Erosi (e)
Penentuan tingkat erosi berdasarkan hasil perhitungan besar erosi diklasifikasikan
berdasarkan sistem klasifikasi Arsyad pada Tabel 6 berikut.
Tabel 6. Klasifikasi Tingkat erosi
Kode
e0
Kriteria
Tidak ada erosi
Klasifikasi
Tidak ada
e1
Kurang dari 25% lapisan atas hilang
Sangat ringan
e2
25-75% lapisan atas hilang
Ringan
e3
Lebih dari 75% lapisan atas atau sampai
Sedang
kurang dari 25% lapisan bawah hilang
e4
Lebih dari 25% lapisan bawah hilang
Berat
e5
Erosi parit
Sumber : Arsyad ,1989
4.
Sangat berat
Kedalaman Efektif Tanah (K)
Kedalam efektif tanah diukur dari permukaan tanah hingga lapisan keras pada tanah
yang mengganggu atau membatasi perakaran. Kriteria dan diklasifikasi kedalaman efektif
tanah oleh Arsyad dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.
Tabel 7. Klasifikas Kedalaman Efektif Tanah
Kode
K0
Solum Tanah (cm)
>90
Klasifikasi
Dalam
K1
50 - 90
Sedang
K2
25 - 90
Dangkal
K3
< 25
Sangat dangkal
Sumber : Arsyad,1989
5.
Tekstur Tanah
Tekstur tanah merupakan perbandingan antara fraksi lempung, debu dan pasir dalam
suatu massa tanah. Tekstur tanah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kualitas lahan. Klasifikasi tekstur tanah dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.
Tabel 8. Klasifikasi Tekstur Tanah
Kode
t1
Kriteria
Lempung, lemp. berpasir, lemp. berdebu
Halus
t2
Geluh lempungan, geluh lemp debuan
Agak halus
t3
Geluh, geluh debuan, debu
Sedang
t4
Geluh pasiran, geluh pasir
Agak kasar
t5
Pasir, pasir geluhan
Sumber : Arsyad, 1986
Klasifikasi
Kasar
1. Permeabilitas (P)
Permeabilitas adalah kemampuan tanah meloloskan air dan udara dalam keadaan
jenuh. Kriteria dan klasifikasi permeabilitas yang dikemukakan oleh Arsyad dapat dilihat
pada Tabel 9. berikut.
Tabel 9. Klasifikasi Permeabilitas
Kode
P1
Kriteria (cm/jam)
< 0,5
Klasifikasi
Lambat
P2
0,5 - 2,0
Agak lambat
P3
> 2,0 - 6,25
Sedang
P4
>6,25 - 12,5
Agak cepat
P5
> 12,5
Sumber : Sitanala Arsyad,1989
2.
Cepat
Drainase (d)
Drainase adalah pengaliran air yang berada pada profil tanah maupun pada
permukaan tanah, diketahui dengan keberadaan bercak kuning, coklat dan kelabu.
Klasifikasi drainase oleh Arsyad dapat dilihat pada Tabel 10 berikut.
Tabel 10. Klasifikasi Drainase
Kod
Kriteria
Klasifikasi
Air lebih cepat keluar, sangat sedikit air yang ditahan oleh
Berlebihan
e
d0
tanah, tanaman akan kekurangan air.
d1
Tanah mempunyai peredaran udara yang baik, seluruh
Baik
profil tanah (150 cm) berwarna terang tidak terdapat
bercak-bercak kuning, coklat dan kelabu.
d2
Tidak terdapat bercak berwarna kuning, cokelat atau kelabu
Agak baik
pada lap. atas dan bagian atas lap. bawah.
d3
Terdapat bercak-bercak pada seluruh lap.bawah (40 cm dari
Agak buruk
permukaan tanah).
d4
Bagian bawah lap.atas terdapat warna atau bercak-bercak
Buruk
berwarna coklat, kelabu dan kuning.
d5
Seluruh lapisan tanah berwarna kelabu atau terdapat bercak
Sangat buruk
warna kebiruan, atau terdapat air yang menggenang di
permukaan tanah.
Sumber : Arsyad, 1989
1. Ancaman Banjir/Genangan (O)
Ancaman banjir pada suatu wilayah diperoleh dengan wawancara pada masyarakat
setempat dan dipandu dengan pengamatan lapangan. Adapun klasifikasi ancaman banjir
oleh Arsyad dapat dilihat pada Tabel 12 berikut :
Tabel 12. Klasifikasi Ancaman Banjir/Genangan
Kode
Kriteria
Klasifikasi
O0
Frekwensi
1 x dalam 10 tahun
Lama genangan
Tiada
Tidak pernah
O1
1 x dalam 6-10 tahun
2 hari
Jarang
O2
1 x dalam 3-5 tahun
2 hari - 3 minggu
Sering
O3
1 x tiap 2-3 tahun
2 hari - 20 minggu
Sering sekali
> 20 minggu
Sangat sering sekali
O4
1 x tiap tahun
Sumber : Arsyad, 1989
Hubungan antara kelas kemampuan lahan dan kriteria klasifikasi disusun dalam suatu
matriks yang dijadikan sebagai acuan dalam penentuan kelas kemampuan lahan seperti;
Tabel 13. Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan
Faktor Penghambat/
Kelas Kemampuan Lahan
IV
V
Pembatas Lahan
I
II
III
1. Lereng permukaan
A
B
C
D
KE4,KE
2. Kepekaan erosi
KE1,KE
3. Tingkat erosi
2
KE3
e1
5
VI
VII
VII
A
E
F
I
G
KE6
(*)
(*)
(*)
(*)
e3
(**
e4
e5
(*)
4. Kedalaman efektif
e0
k1
E2
k2
)
k3
(*)
(*)
5. Tekstur lap. Atas
k0
t1,t2,t
K2
t1,t2,t3,t
(*)
t1,t2,t3,t
t1,t2,t3,t
t5
4
(*)
4
4
sda
6. Tekstur lap bawah
7. Permeabilitas
8. Drainase
t1,t2,t3
sda
p2,p3
3
t1,t2,t3,t4
sda
sda
sda
(*)
sda
sda
p5
p2,p3
p2,p3,p4
p2,p3,p4
p1
(*)
(*)
d0
9. sebaran/Singkapan
d1
d2
d3
d4
d5
(**)
(**)
b4
10. Ancaman banjir
b0
b0
b1
b2
b3
(*)
(*)
(*)
O0
O1
O2
O3
O4
(**)
(**)
Sumber : Arsyad,1989
C. Satuan lahan
Satuan lahan merupakan areal lahan yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu sebagai satuan analisis atau satuan pemetaan.
Parameter satuan lahan yang membentuk satuan lahan di Kelurahan Cikoro adalah
geologi, kemiringan lereng, jenis tanah, dan penggunaan lahan. Berdasarkan keempat
parameter pembentuk satuan lahan tersebut, maka satuan lahan ditentukan dengan cara
menumpangsusunkan (overlay) dari peta jenis tanah, kemiringan lereng, geologi dan
penggunaan lahan yang masing – masing berskala 1: 50.000. Dari hasil tumpangsusun
(overlay) keempat peta tersebut, maka dihasilkan 17 jenis satuan lahan yang tersebar di
wilayah Kelurahan Cikoro. Ketujuh belas satuan lahan di daerah penelitian tersebut
karakteristik lahannya dapat dilihat pada tabel 6 dan persebarannya dapat dilihat pada gambar
11 Peta Satuan Lahan Kelurahan Cikoro Tahun 2007.
a. Geologi
Jenis batuan yang tedapat pada lokasi penelitian terdiri dari dua jenis yaitu Batuan
Gunungapi Lompobattang (Breksi, Endapan Lahar dan Tufa) dan Batuan Gunungapi
Baturape-Cindako.
Tabel 5.1 Luas Lahan di Kelurahan Cikoro Berdasarkan Peta Geologi
N
Jenis Geologi
Luas
o
1
Batuan
Gunungapi
Lompobattang
(Breksi,
(Ha)
(%)
2.047,33
82,56
Endapan Lahar,Tufa) (Qlv)
2. Batuan Gunungapi Baturape-Cindako (Qlvp1)
431,95
17,41
Jumlah
2.479,28
100,00
Sumber Rizki Amalia: Hasil Analisis Peta Geologi Kelurahan Cikoro Tahun 2007
Berdasarkan tabel 5.1 diatas menunjukkan bahwa jenis batuan yang menempati
wilayah yang terluas adalah Batuan Gunungapi Lompobattang (Qlv) dengan luas 2.047,33 Ha
atau 82,56 persen dan batuan yang menempati wilayah yang tersempit adalah Batuan
Gunungapi Baturape-Cindako (Qlvp1) dengan luas 431,95 atau 17,41 persen.
b. Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng di Kelurahan Cikoro berdasarkan klasifikasi Arsyad (1989) dapat
di bedakan atas dua kelas kemiringan yaitu kelas III dan kelas IV. Kelas III dan kelas IV yang
berkisar 15 – > 40 persen (%). Berdasarkan Peta Rupa Bumi Lembar 2010-
dan 2010-62
dengan menggunakan metode Wentworth diperoleh kelas kemiringan lereng di daerah
tersebut. Setelah dilakukan maka luas masing – masing dari kelas kemiringan lereng dapat
dilihat pada Tabel 5.2.
Pengukuran kemiringan lereng (slope) yang dilakukan dengan menggunakan metode
Wentworth, dengan persamaan 1 yaitu:
α=
( N −1 ) ci
x 100
d x sk
Keterangan :
α = besar sudut lereng dalam %
N = jumlah kontur yang terpotong oleh diagonal
Ci =Kontur Interval (m)
d = panjang garis diagonal (cm)
sk= skala peta(cm)
Tabel 5.2 Luas Lahan Kelurahan Cikoro Berdasarkan Kemiringan Lereng
Kelas
Lereng (%)
III
IV
15-30
30-45
Klasifikasi
Luas
(Ha)
(%)
Miring/Berbukit
1.778,2
71,7
Agak curam
701,08
28,27
Jumlah
2.479,28
100,00
Sumber skripsi Rizki Amalia : Hasil Analisis Peta Kemiringan Lereng Kelurahan Cikoro
Tahun 2007.
Berdasarkan tabel 5.2 di atas menunjukkan bahwa wilayah Kelurahan Cikoro
mempunyai kelas kemiringan lereng yaitu kelas III dan IV. Kelas III menempati wilayah
terluas dengan luas 1.778,2 ha atau 71,7 persen dan kelas IV menempati wilayah tersempit
dengan luas 701,08 ha atau 28,27 persen. Kelas kemiringan lereng III terdapat pada satuan
lahan 1, 2, 3, 11, 13, 14, 16, 17. Kelas kemiringan lereng IV terdapat pada 9 satuan lahan
yaitu satuan lahan 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 12, 15.
Dapat dilihat pada gambar 5.1 Peta Kemiringan Lereng Kelurahan Cikoro. Hasil
overlay peneliti.
Gambar 5.1 Peta Kemiringan Lereng kelurahan Cikoro (sumber: Rizki Amalia, 2007)
b.
Tanah
Parameter ketiga dari penyusunan peta satun lahan yaitu jenis tanah. Jenis tanah yang
terdapat di lokasi penelitian terdiri dari andosol cokelat, litosol cokelat kekuningan,mediteran
cokelat kemerahan. Luas jenis tanah yang terdapat di Kelurahan Cikoro Kecamatan
Tompobulu Kabupaten Gowa dapat dilihat pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3 Luas Kelurahan Cikoro Berdasarkan Jenis Tanah
N
o
Jenis Tanah
Simbol
Luas
(Ha)
(%)
1 Andosol Coklat
Ac
936,04
37,75
2 Litosol Coklat Kekuningan
Lck
1232,98
49,71
3 Mediteran Coklat Kemerahan
Mck
310,26
12,51
Jumlah
2.479,28
100,00
Sumber skripsi Rizki Amalia : Hasil Analisis Peta Jenis Tanah Kelurahan Cikoro tahun 2007.
Gambar 5.2 Peta Jenis Tanah (sumber: Rizki amalia, 2007)
Berdasarkan tabel 5.3 dan peta pada gambar 5.2 di atas menunjukkan bahwa jenis
tanah litosol coklat kekuningan menempati wilayah yang terluas yaitu 1232,98 ha atau 49,71
persen, kemudian jenis tanah andosol coklat dengan luas 936,04 ha atau 37,75 persen dan
jenis tanah yang menempati wilayah tersempit adalah tanah mediteran coklat kemerahan
dengan luas 310,26 atau 12,51 persen.
c.
Penggunaan Lahan
Bentuk penggunaan lahan merupakan parameter keempat penyusun satuan lahan.
Jenis penggunaan lahan yang terdapat di lokasi penelitian terdiri dari hutan, sawah dan
tegalan. Adapun luas dan agihan masing- masing bentuk penggunaan lahan tersebut dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5.4 Luas Lahan Di Kelurahan Cikoro Berdasarkan Peta Penggunaan Lahan
No
1
2
3
Bentuk Penggunaan
Lahan
Simbol
Luas
(Ha)
(%)
Hutan
Ht
845,81
34,1
Sawah
Sw
117,79
4,74
Tegalan
Tg
1.515,68
61,13
Jumlah
2.479,28
100,00
Sumber skripsi Rizki Amalia: Hasil Analisis Peta Penggunaan Lahan 2007
Berdasarkan tabel 5.4 di atas menunjukkan bahwa jenis penggunaan lahan yang
menempati wilayah yang terluas adalah tegalan dengan luas 1.515,68 ha atau 61,13 persen,
kemudian hutan dengan luas 845,81 ha atau 34,1 persen dan penggunaan lahan yang
menempati wilayah yang tersempit adalah sawah dengan luas 117,79 atau 4,74 persen.
Berikut peta penggunaan lahan di kelurahan cikoro
Gambar 5.2 Peta Penggunaan Lahan (sumber; Rizki amalia, 2007)
Peta satuan lahan ditentukan dengan menumpangsusunkan (overlay)
Peta
penggunaan Lahan, Peta Kemiringan Lereng, Peta Geologi, Peta Bentuklahan dan Peta Tanah
masing- masing skala 1 : 50.000. Hasil overlay kelima peta tersebut kemudian diperoleh 17 (
tujuh belas ) satuan lahan. Adapun karakteristik dari ke tujuh belas satuan lahan yang
terdapat pada lokasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.5 berikut satuan lahan yang terdapat
di Kelurahan Cikoro dapat dilihat pada gambar 5.2. dan Peta Satuan Lahan Kelurahan
Cikoro.
Gambar 5.3 Peta Penggunaan Lahan (sumber gambar:Rizky Amalia, 2007)
Tabel 5.5 Karakteristik dan Luas Satuan Lahan Pada Wilayah Kelurahan Cikoro
No
Satuan Lahan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
D1 Qlv III Ac Tg
D1 Qlv III Mck Sw
D1 Qlv IV Lck Tg
D1 Qlv IV Ac Tg
D1 Qlv III Mck Tg
D1 Qlvp1 III Mck Tg
D1 Qlv III Lck Ht
D1 Qlvp1 III Lck Ht
D1 Qlv III Ac Ht
D1 Qlv III Lck Sw
D1 Qlvp1 III Lck Sw
D1 Qlv IV Ac Ht
D1 Qlvp1 IV Ac Ht
D1 Qlv IV Lck Ht
D1 Qlvp1 IV Lck Ht
D1 QLv III Lck Tg
D1 Qlvp1 III Lck Tg
Lereng
(%)
Tanah
Geologi
Ac
Mck
Lck
Ac
Mck
Mck
Lck
Lck
Ac
Lck
Lck
Ac
Ac
Lck
Lck
Lck
Lck
Qlv
Qlv
Qlv
Qlv
Qlv
Qlvp1
Qlv
Qlvp1
Qlv
Qlv
Qlvp1
Qlv
Qlvp1
Qlv
Qlvp1
Qlv
Qlvp1
15-30
15-30
15-30
30-45
15-30
15-30
15-30
15-30
30-45
15-30
15-30
30-45
30-45
30-45
30-45
15-30
15-30
Jumlah
Penggunaan
Luas
Persen
Lahan
(ha)
(%)
Tegalan
Sawah
Tegalan
Tegalan
Tegalan
Tegalan
Hutan
Hutan
Hutan
Sawah
Sawah
Hutan
Hutan
Hutan
Hutan
Tegalan
Tegalan
241,8
83,86
14,14
22,34
218,9
7,5
35,02
16,69
129,5
5,08
28,85
511,67
30,73
78,22
43,98
706,8
304,2
2.479,2
9,75
3,38
0,57
0,90
8,83
0,30
1,41
0,67
5,22
0,20
1,16
20,64
1,24
3,15
1,77
28,51
12,27
8
100,00
Sumber skripsi Rizki Amalia : Hasil Pengukuran dan Pengamatan Lapangan Tahun 2007
Keterangan :
Mck
: Mediteran Coklat Kemerahan
Lck
: Litosol Coklat Kekuningan
Ac
: Andosol Coklat
Qlvp
: Batuan Gunung Api Lompobattang ( Breksi, Tufa, Endapan Lahar)
Qlvp1
: Batuan Gunung Api Baturape-Cindako
Evaluasi kemampuan lahan dilakukan dengan menggunakan pendekatan satuan lahan
sebagai satuan analisis atau satuan pemetaan. Penetapan kelas kemampuan lahan dalam
penelitian ini dilakukan dengan cara mencocokkan (matching) antara parameter penentu kelas
kemampuan lahan dengan sistem klasifikasi kemampuan lahan yang dikemukakan oleh
Arsyad (1989). Sistem klasifikasi kemampuan lahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sistem klasifikasi berdasarkan acuan kemampuan lahan aktual yang didapatkan
berdasarkan data yang ada, tanpa mempertimbangkan asumsi atau upaya perbaikan dan
tingkat pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi faktor penghambat yang ada.
Hasil- hasil yang dibahas dalam penelitian ini, tidak lepas dari rumusan masalah sebagai
berikut :
Kelas Kemampuan Lahan
Penetapan kelas kemampuan lahan pada penelitian ini ditentukan berdasarkan sepuluh
karakteristik lahan penentu kelas kemampuan lahan yaitu kemiringan lereng, kepekaan erosi,
tingkat erosi, kedalaman efektif tanah, tekstur lapisan atas, tekstur lapisan bawah,
permeabilitas, drainase, ancaman banjir, dan singkapan batuan. Di antara kesepuluh
parameter penentu kelas kemampuan lahan tersebut, kelas kemiringan lereng merupakan
faktor utama yang mempengaruhi kelas kemampuan lahan.
Berdasarkan metode mencocokkan (matching), kesepuluh karakteristik lahan tersebut
diklasifikasikan berdasarkan kriteria Arsyad (1989) . kemudian di matching-kan dengan
sistem klasifikasi
kelas kemampuan lahan yang terdapat pada. Adapun karakteristik
parameter penentu kelas kemampuan lahan dan hasil klasifikasi kemampuan lahan di
Kelurahan Cikoro dapat dilihat pada Tabel 5.5.
Variasi kemampuan lahan pada daerah penelitian ditentukan berdasarkan faktor
penghambat pada masing- masing satuan lahan. Kelurahan Cikoro terdiri atas 17 satuan
lahan. Di lokasi penelitian terdapat 3 kelas kemampuan lahan yaitu kelas IV, VI, dan VII
sedangkan kelas I, II, III, V, VIII tidak terdapat pada lokasi penelitian. Faktor pembatas yang
paling dominan dari masing- masing satuan lahan yaitu kemiringan lereng, tingkat erosi,
kepekaan erosi, dan kedalaman efektif tanah.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Bentuk penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kelas kemampuan lahannya
terdiri atas 7 satuan lahan yang terdapat pada kemampuan lahan VI dan 8 satuan lahan
yang terdapat pada kemampuan lahan VII dengan penggunaan lahan berupa tegalan,
sawah, dan hutan, sedangkan pada satuan lahan yang lain telah sesuai antara penggunaan
lahan dengan kemampuan lahannya
B.
Saran
Hasil dari evaluasi kemampuan lahan Kelurahan Cikoro dapat dijadikan sebagai
alternatif atau bahan informasi tentang perlakuan yang sesuai atau penggunaan lahan
yang sesuai agar dapat meningkatkan produksi lahan secara lestari
.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………... i
BAB I. PENDAHULUAN …………………………………………………
1
A. Latar Belakang ………………………………………………….
1
B. Rumusan Masalah ………………………………………………
4
BAB II. PEMBAHASAN
……………………………………...............
A. Evaluasi Lahan ……………………………………………......
4
B. Kemampuan Lahan......................................................................
4
BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………..
A. Kesimpulan ……………………………………………………..
25
B. Saran ……………………………………………………………
25
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 26
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2004. Data dan Informasi Kehutaan Propinsi Sulawesi Selatan. Departemen
Kehutanan
dan
Pusat
Inventarisasi
dan
Statistik
Kehutanan.
Online-
(http//www.google.com)
Anonim, 2004. Gowa dalam Angka 2004. BPS Sulawesi Selatan.
Alfandi, Widoyo. 2001. Epistemology Geografi. Yogyakarta: Gajah Mada University. Press.
Arsyad, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Bogor
Endarwaty, Dewi. 2006. Evaluasi Kemampuan Lahan Desa Komba Kecamatan Larompong
Kabupaten Luwu. Skripsi. Makassar: Jurusan Geografi UNM
Nasiah, 2000. Modul Evaluasi Kemampuan Lahan untuk Pembangunan Wilayah. Makassar:
Program Pasca Sarjana UNM.
Amilia, Rizki. 2007. Evaluasi Kemampuan Lahan Kelurahan Cikoro Kecamatan Tompobulu
Kabupaten Gowa. Skripsi . Makassar: Jurusan Geografi UNM
Tugas Kelompok
EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN
OLEH:
KELOMPOK 1
Jumiati
Windayani Ika Yunita Sari S
PROGRAM STUDI PKLH KEHUSUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2013
Segenap jiwa raga mengucapkan puja dan puji syukur kehadirat Illahi Rabbi dalam setiap
hembusan nafas, atas limpahan begitu banyak nikmat dan rahmat, sesungguhnya Allah selalu
bersama orang-orang yang mengharap pertolonganNYA. Kepada DIA yang senantiasa
menemani penulis dalam menyeleseikan penyusunan makalah yang berjudul ”Evaluasi
kemampuan lahan”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah aplikasi SIG dan perencanana
pengembangan wilayah di bidang studi geografi, untuk itu patutlah kiranya dengan segala
kerendahan hati yang tulus dan ikhlas dalam kesempatan ini tak lupa penulis sampaikan
terima kasih kepada Dr. Nasiah M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah dan senegap pihak
yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materi .
Akhirnya penulis berharap semoga apa yang menjadi kebaikan dan bantuan yang
diberikan dalam penyeleseian makalah ini, mendapat imbalan dari Allah SWT dan semoga
Allah SWT selalu meridhoi usaha kita. Amien .
Makassar , ......... januari 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air dan
vegetasi, di mana faktor- faktor tersebut mempengaruhi potensinya terhadap penggunaan
lahan. Termasuk di dalamnya juga hasil kegiatan manusia di masa lalu dan sekarang yang
mengakibatkan banjir, erosi, sedimentasi, akumulasi garam, dan lain-lain.
1
Mendesaknya kebutuhan hidup masyarakat, menyebabkan masyarakat pada umumnya
mengelolah dan membuka lahan baru menjadikannya lahan pertanian walaupun tidak sesuai
dengan kemampuan lahannya. Akibatnya hutan menjadi sasaran perluasan pemenuhan
kebutuhan penduduk sehingga terjadilah alih fungsi lahan (Hakim, 2002). Alih fungsi lahan
pertanian yang terjadi saat ini lebih tepat disebut betonisasi atau aspalisasi. Terminologi
betonisasi dan aspalisasi ini di introduksi guna mempersempit dan mempertegas pengertian
alih fungsi lahan yang bermakna amat luas, mulai dari alih fungsi lahan hutan ke lahan
perkebunan sampai lahan sawah yang meloloskan air (permeable) menjadi permukiman dan
industri yang cenderung tidak meloloskan air (impermeable).
Membahas kemampuan lahan pada dasarnya akan membantu kepentingan upaya
pemanfaatan lahan secara optimal dan penataan lahan secara tepat bagi pengembangan
tanaman tertentu disertai tindakan pengelolaan/pemeliharaan dan pengawetan (konservasi)
agar tidak terjadi kerusakan pada lahan yang akhirnya diperoleh hasil yang optimal dan
lestari. Tingkat kemampuan lahan yang tinggi diharapkan berpotensi besar dalam berbagai
penggunaan, yang memungkinkan penggunaan yang intensif untuk berbagai macam kegiatan.
Pada kabupaten Gowa, khususnya kecamatan Tompobulu adalah salah satu kecamatan
yang terdiri dari 14 (empat belas) desa yaitu ; Berutallasa, Pencong, Parangloe, Taring,
Garing, Bonto buddung, Tanete, Cikoro, Rappolemba, Rappoala, Malakaji, Datara, Tonrorita,
dan Lauwa (Kecamatan Tompobulu dalam angka 2000). Diantara empat belas desa tersebut,
Kelurahan Cikoro merupakan daerah yang menjadi kajian dari hasil penelitian.
Sebagian besar lahan yang ada di lokasi tersebut oleh masyarakat setempat dijadikan
sebagai lahan perkebunan, persawahan, dan dijadikan sebagai areal hutan. Mengingat bahwa
lahan sebagai sumber daya alam yang terbatas. Oleh karena itu karakteristik lahan perlu
dipahami dengan baik untuk dijadikan sebagai dasar perencanaan penggunaan lahan sehingga
dalam pemanfaatan dan pengolahan lahan tidak mengalami kesalahan-kesalahan sehingga
kelestariannya dapat terkendali.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang ada pada latar belakang tersebut di atas, maka
dikemukakan beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana kelas kemampuan lahan di Kelurahan Cikoro, Kecamatan
Tompobulu, Kabupaten Gowa ?
2
2.
Apakah bentuk pemanfaatan / penggunaan lahan di Kelurahan Cikoro,
Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Gowa
sudah sesuai dengan kelas kemampuan
lahannya ?
C. Tujuan
Dari hasil penelitian maka dapat dikaji tujuan penelitian yang dapat dirumuskan
berdasarkan permasalahan tersebut di atas adalah :
1.
Untuk mengetahui kelas kemampuan lahan di Kelurahan Cikoro, Kecamatan
Tompobulu, Kabupaten Gowa.
2.
Untuk mengetahui tingkat kesesuaian bentuk pemanfaatan / penggunaan lahan dengan
kelas kemampuan lahan yang ada di Kelurahan Cikoro, Kecamatan Tompobulu,
Kabupaten Gowa.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Evaluasi Lahan
Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaan (perfomance) lahan
jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei dan
studi bentuklahan, tanah, vegetasi, iklim, dan aspek lahan lainnya, agar dapat
mengidentifikasi, dan membuat perbandingan berbagai penggunaan lahan yang mungkin
dikembangkan (FAO, 1976 dalam Arsyad, 1989).
Evaluasi sumber daya lahan merupakan proses untuk menduga potensi sumber daya
lahan untuk berbagai penggunaannya. Pada dasarnya evaluasi sumber daya lahan
membutuhkan keterangan-keterangan yang menyangkut tiga aspek utama yaitu : lahan,
penggunaan lahan, dan aspek ekonomi. Evaluasi sumber daya lahan berfungsi untuk
memberikan
pengertian
tentang
hubungan-
hubungan
antara
kondisi
lahan
dan
penggunaannya serta memberikan kepada perencana berbagai perbandingan dan alternatif
pilihan penggunaan yang dapat diharapkan berhasil (Sitorus, 1995).
Ada dua pendekatan yang digunakan dalam evaluasi lahan yaitu : (1)Evaluasi
kualitatif yaitu evaluasi yang dilaksanakan dengan cara mengelompokkan lahan ke dalam
beberapa kategori berdasarkan perbandingan relatif kualitas lahan tanpa melakukan secara
terperinci dan tepat biaya dan pendapatan bagi penggunaan lahan
tersebut, dan (2) evaluasi kuantitatif yaitu evaluasi lahan dinyatakan dalam term
ekonomi berupa masukan (input) dan keluaran (output). Pendekatan evaluasi lahan di dalam
penelitian ini adalah evaluasi secara kualitatif (Arsyad, 1989).
B. Kemampuan Lahan
Kemampuan lahan adalah potensi lahan bagi penggunaan berbagai sistem pertanian
secara luas dan tidak membicarakan peruntukan jenis tanaman tertentu ataupun tindakan
pengelolaannya. Oleh karena itu, kemampuan lahan bersifat lebih umum jika dibandingkan
dengan kesesuaian lahan (Sitorus,1995).
kemampuan lahan suatu wilayah perlu diketahui dengan baik agar pemanfaatan lahan
tersebut tidak mengalami kesalahan, sehingga kelestariannya dapat terkendali. Kesalahan
yang sering terjadi dalam pemanfaatan lahan tersebut karena teknik dan pengelolaan lahan
tersebut tidak sesuai dengan kemampuan lahan. Untuk mengetahuinya perlu areal lahan yang
dibudidayakan maupun tidak digarap dan diklasifikasikan sesuai dengan karakteristik yang
4
dimilikinya. Karakteristik lahan tersebut perlu diketahui agar dapat dimanfaatkan secara
optimal bagi kehidupan manusia (Hakim, 2002).
a. Klasifikasi Kemampuan Lahan
Klasifikasi kemampuan lahan (Land Capability Clasification) adalah penilaian lahan
(komponen-komponen lahan) secara sistematik dan pengelompokkannya ke dalam beberapa
kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam
penggunaannya secara lestari (Arsyad, 1989).
Sistem klasifikasi kemampuan lahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sistem faktor pembatas, artinya mulai dari pembatas terkecil hingga pembatas terbesar,
pembatas terkecil untuk kelas terbaik dan semakin besar pembatasnya maka semakin rendah
tingkatannya. Sitorus (1995) menyebut ini sebagai sistem kategori. Kelas merupakan tingkat
tertinggi dan bersifat luas dalam struktur klasifikasi.
Berdasarkan system klasifikasi yang dikemukakan oleh Hockensmith dan Steele
(1943) dan Klingebiel dan Montgomery (1973) tanah dikelompokkan kedalam delapan kelas
yang ditandai dengan huruf Romawi dari I sampai VIII. Tanah pada kelas I sampai IV dengan
pengelolaan yang baik mampu menghasilkan dan sesuai untuk berbagai penggunaan untuk
penanaman tanaman ternak, padang rumput dan hutan. Pada tanah kelas V, VI dan VII sesuai
untuk padang rumput, tanaman pohon-pohon atau vegetasi alami. Tanah dalam kelas VIII
sebaiknya dibiarkan dalam keadaan alami. Berikut ini uraian dari masing-masing kelas
kemampuan lahan dalam Arsyad,1989.
1) Kelas Kemampuan I
Lahan kelas kemampuan I mempunyai sedikit penghambat yang membatasi
penggunaannya. Lahan kelas I sesuai untuk berbagai penggunaan pertanian, mulai dari
tanaman semusim (dan tanaman pertanian pada umumnya), tanaman rumput, padang
rumputm hutan produksi, dan cagar alam. Tanah-tanah dalam kelas kemampuan I
mempunyai salah satu atau kombinasi sifat dan kualitas sebagai berikut:
(1) terletak pada topografi datar (kemiringan lereng < 3%),
(2) kepekaan erosi sangat rendah sampai rendah,
(3) tidak mengalami erosi,
(4) mempunyai kedalaman efektif yang dalam,
(5) umumnya berdrainase baik
5
(6) mudah diolah,
(7) kapasitas menahan air baik,
(8) subur atau responsif terhadap pemupukan
(9) tidak terancam banjir, di bawah iklim setempat yang sesuai bagi pertumbuhan
tanaman umumnya.
2) Kelas Kemampuan II
Tanah-tanah dalam lahan kelas kemampuan II memiliki beberapa hambatan atau
ancaman kerusakan yang mengurangi pilihan penggunaannya atau mengakibatkannya
memerlukan tindakan konservasi yang sedang. Lahan kelas II memerlukan pengelolaan yang
hati-hati, termasuk di dalamnya tindakan-tindakan konservasi untuk mencegah kerusakan
atau memperbaiki hubungan air dan udara jika tanah diusahakan untuk pertanian tanaman
semusim. Hambatan pada lahan kelas II sedikit, dan tindakan yang diperlukan mudah
diterapkan. Tanah-tanah ini sesuai untuk penggunaan tanaman semusim, tanaman rumput,
padang penggembalaan, hutan produksi dan cagar alam. Hambatan atau ancaman kerusakan
pada lahan kelas II adalah salah satu atau kombinasi dari faktor berikut:
(1) lereng yang landai atau berombak (>3 % – 8 %),
(2) kepekaan erosi atau tingkat erosi sedang,
(3) kedalaman efetif sedang
(4) struktur tanah dan daya olah kurang baik,
(5) salinitas sedikit sampai sedang atau terdapat garam Natrium yang mudah
dihilangkan akan tetapi besar kemungkinabn timbul kembali,
(6) kadang-kadang terkena banjir yang merusak,
(7) kelebihan air dapat diperbaiki dengan drainase, akan tetapi tetap ada sebagai
pembatas yang sedang tingkatannya, atau
(8) keadaan iklim agak kurang sesuai bagi tanaman atau pengelolannya.
6
3) Kelas Kemampuan III
Tanah-tanah dalam kelas III mempunyai hambatan yang berat yang mengurangi
pilihan pengunaan atau memerlukan tindakan konservasi khusus atau keduanya. Tanah-tanah
dalam lahan kelas III mempunyai pembatas yang lebih berat dari tanah-tanah kelas II dan jika
digunakan bagi tanaman yang memerlukan pengolahan tanah, tindakan konservasi yang
diperlukan biasanya lebih sulit diterapkan dan dipelihara. Lahan kelas III dapat digunakan
untuk tanaman semusim dan tanaman yang memerlukan pengolahan tanah, tanaman rumput,
padang rumput, hutan produksi, hutan lindung dan suaka marga satwa. Hambatan yang
terdapat pada tanah dalam lahan kelas III membatasi lama penggunaannya bagi tanaman
semusim, waktu pengolahan, pilihan tanaman atau kombinasi pembatas-pembatas tersebut.
Hambatan atau ancaman kerusakan mungkin disebabkan oleh salah satu atau beberapa hal
berikut:
(1) lereng yang agak miring atau bergelombang (>8 – 15%),
(2) kepekaan erosi agak tinggi sampai tinggi atau telah mengalami erosi sedang,
(3) selama satu bulan setiap tahun dilanda banjir selama waktu lebih dari 24 jam,
(4) lapisan bawah tanah yang permeabilitasnya agak cepat,
(5) kedalamannya dangkal terhadap batuan, lapisan padas keras (hardpan), lapisan padas
rapuh (fragipan) atau lapisan liat padat (claypan) yang membatasi perakaran dan
kapasitas simpanan air,
(6) terlalu basah atau masih terus jenuh air setelah didrainase,
(7) kapasitas menahan air rendah,
(8) salinitas atau kandungan natrium sedang,
(9) kerikil dan batuan di permukaan sedang, atau (1) hambatan iklim yang agak besar.
4)
Kelas kemampuan IV
Hambatan dan ancaman kerusakan pada tanah-tanah di dalam lahan kelas IV lebih
besar dari pada tanah-tanah di dalam kelas III, dan pilihan tanaman juga lebih terbatas. Jika
digunakan untuk tanaman semusim diperlukan pengelolaan yang lebih hati-hati dan tindakan
7
konservasi yang lebih sulit diterapkan dan dipelihara, seperti teras bangku, saluran
bervegatasi dan dam penghambat, disamping tindakan yang dilakukan untuk memelihara
kesuburan dan kondisi fisik tanah. Tanah di dalam kelas IV dapat digunakan untuk tanaman
semusim dan tanaman pertanian dan pada umumnya, tanaman rumput, hutan produksi,
padang penggembalaan, hutan lindung dan cagar alam. Hambatan atau ancaman kerusakan
tanah-tanah di dalam kelas IV disebabkan oleh salah satu atau kombinasi faktor-faktor
berikut:
(1) lereng yang miring atau berbukit (> 15% – 30%),
(2) kepekaan erosi yang sangat tinggi,
(3) pengaruh bekas erosi yang agak berat yang telah terjadi,
(4) tanahnya dangkal,
(5) kapasitas menahan air yang rendah,
(6) selama 2 sampai 5 bulan dalam setahun dilanda banjir yang lamanya lebih dari 24
jam,
(7) kelebihan air bebas dan ancaman penjenuhan atau penggenangan terus terjadi setelah
didrainase (drainase buruk),
(8) terdapat banyak kerikil atau batuan di permukaan tanah,
(9) salinitas atau kandungan Natrium yang tinggi (pengaruhnya hebat), dan/atau (1)
keadaan iklim yang kurang menguntungkan.
5) Kelas Kemampuan V
Tanah-tanah di dalam lahan kelas V tidak terancam erosi akan tetapi mempunyai
hambatan lain yang tidak praktis untuk dihilanghkan yang membatasi pilihan pengunaannya
sehingga hanya sesuai untuk tanaman rumput, padang penggembalaan, hutan produksi atau
hutan lindung dan cagar alam. Tanah-tanah di dalam kelas V mempunyai hambatan yang
membatasi pilihan macam penggunaan dan tanaman, dan menghambat pengolahan tanah bagi
tanaman semusim. Tanah-tanah ini terletak pada topografi datar tetapi tergenang air, selalu
terlanda banjir, atau berbatu-batu (lebih dari 90 % permukaan tanah tertutup kerikil atau
batuan) atau iklim yang kurang sesuai, atau mempunyai kombinasi hambatan tersebut.
Contoh tanah kelas V adalah:
8
(1) tanah-tanah yang sering dilanda banjir sehingga sulit digunakan untuk penanaman
tanaman semusim secara normal,
(2) tanah-tanah datar yang berada di bawah iklim yang tidak memungknlah produksi
tanaman secara normal,
(3) tanah datar atau hampir datar yang > 90% permukaannya tertutup batuan atau kerikil,
dan atau
(4) tanah-tanah yang tergenang yang tidak layak didrainase untuk tanaman semusim,
tetapi dapat ditumbuhi rumput atau pohon-pohonan.
6) Kelas Kemampuan VI
Tanah-tanah dalam lahan kelas VI mempunyai hambatan yang berat yang
menyebabkan tanah-tanah ini tidak sesuai untuk pengunaan pertanian. Penggunaannya
terbatas untuk tanaman rumput atau padang penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung,
atau cagar alam. Tanah-tanah dalam lahan kelas VI mempunyai pembatas atau ancaman
kerusakan yang tidak dapat dihilangkan, berupa salah satu atau kombinasi faktor-faktor
berikut:
(1) terletak pada lereng agak curam (>30% – 45%),
(2) telah tererosi berat,
(3) kedalaman tanah sangat dangkal,
(4) mengandung garam laut atau Natrium (berpengaruh hebat),
(5) daerah perakaran sangat dangkal, atau
(6) iklim yang tidak sesuai.
Tanah-tanah kelas VI yang terletak pada lereng agak curam jika digunakan untuk
penggembalaan dan hutan produksi harus dikelola dengan baik untuk menghindari erosi.
Beberapa tanah di dalam lahan kelas VI yang daerah perakarannya dalam, tetapi terletak pada
lereng agak curam dapat digunakan untuk tanaman semusim dengan tindakan konservasi
yang berat seperti, pembuatan teras bangku yang baik.
9
7) Kelas Kemampuan VII
Lahan kelas VII tidak sesuai untuk budidaya pertanian, Jika digunakan untuk padanag
rumput atau hutan produksi harus dilakukan dengan usaha pencegahan erosi yang berat.
Tanah-tanah dalam lahan kelas VII yang dalam dan tidak peka erosi jika digunakan unuk
tanaman pertaniah harus dibuat teras bangku yang ditunjang dengan cara-ceara vegetatif
untuk konserbvasi tanah , disamping yindkan pemupukan. Tanah-tanah kelas VII
mempunuaio bebetapa hambatan atyai ancaman kerusakan yang berat da tidak
dapatdihiangkan seperti
(1) terletak pada lereng yang curam (>45 % – 65%), dan / atau
(2) telah tererosi sangat berat berupa erosi parit yang sulit diperbaiki.
8) Kelas kemampuan VIII
Lahan kelas VIII tidak sesuai untuk budidaya pertanian, tetapi lebih sesuai untuk
dibiarkan dalam keadaan alami. Lahan kelas VIII bermanfaat sebagai hutan lindung, tempat
rekreasi atau cagar alam. Pembatas atau ancaman kerusakan pada lahan kelas VIII dapat
berupa:
(1) terletak pada lereng yuang sangat curam (>65%), atau
(2) berbatu atau kerikil (lebih dari 90% volume tanah terdiri dari batu atau kerikil atau
lebih dari 90% permukaan lahan tertutup batuan), dan
(3) kapasitas menahan air sangat rendah. Contoh lahan kelas VIII adalah puncak gunung,
tanah mati, batu terungkap, dan pantai pasir.
Dalam pembahasan kali ini akan mengkaji hasil penelitian yang pernah dilakukan.
Tempat hasil kajian penelitian yang telah dilaksanakan mengenai evaluasi kemampuan lahan
adalah Kelurahan Cikoro yang terletak di Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa. Adapun
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemampuan lahan adalah;
Kemiringan lereng, Kepekaan erosi, Tingkat erosi, Kedalaman efektif tanah, Tekstur lapisan
atas, Tekstur lapisan bawah, Permeabilitas, Drainase, Singkapan batuan dan Ancaman banjir
10
C. Penggunaan Lahan
Lahan merupakan lingkungan yang komplek dimana terdiri dari iklim, relief,
tanah, hidrologi, vegetasi, dan semua mahluk hidup yang berperan dalam penggunaannya
(FAO, 1976 dalam Hakim, 2002). Lahan sebagai suatu kesatuan merupakan sumberdaya
alam yang tetap dan terbatas, mengharuskan para perencana pembangunan dapat mengatur
lahan secara proporsional agar dapat diciptakan kualitas lingkungan hidup yang dinamis.
Penggunaan lahan (Landuse) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur tangan)
manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materiil maupun
spritual (Arsyad, 1989).
Lahan sebagai sumberdaya alam yang tetap dan terbatas, di dalam penggunannya
perlu dipertimbangkan keseimbangan antara kesesuaian bentuk penggunaan lahan
dengan kelas kemampuan lahannya. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan
kemampuan lahannya akan menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan sehingga
tingkat produktivitas tanah akan semakin berkurang dan akan berakibat pada
perekonomian/pendapatan dan kesejahteran masyarakat itu sendiri. Adapun skema
hubungan antara bentuk penggunaan lahan dengan kelas kemampuan lahan untuk
pertanian dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.
I
II
III
IV
V
S. Intensip
Intensif
Pertanaman
Sedang
Terbatas
Intensif
Sedang
Hutan
Penggembalaan
Terbatas
aian dan Pilihan Penggunaan Berkurang
Kelas
Kemampuan
Lahan
Cagar Alam
Intensitas dan Macam Penggunaan Meningkat
VI
VII
VIII
Bagian yang diarsir menunjukkan
penggunaan yang sesuai dari kelas
yang bersangkutan
Gambar 2. 1. Skema Hubungan antara Kesesuaian Bentuk Penggunaan Lahan dengan
KelasKemampuan Lahan (Arsyad, 1989)
Wilayah yang menjadi objek kajian dari hasil penelitian merupakan
Kelurahan
Cikoro yang terletak di Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa. Adapun faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kemampuan lahan adalah :
1. Kemiringan lereng
6. Tekstur lapisan bawah
2. Kepekaan erosi
7. Permeabilitas
3. Tingkat erosi
8. Drainase
4. Kedalaman efektif tanah
9. Singkapan batuan
5. Tekstur lapisan atas
10. Ancaman banjir
Adapun kriteria pengklasifikasian dari masing-masing parameter penentu kelas
kemampuan lahan dengan tenknik analisis tabularis dengan metode perbandingan
(matching) berdasarkan kriteria Arsyad (1989) sebagai berikut :
1.
Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng diperoleh dengan pengukuran lapang dengan menggunakan abney
level, dapat pula diperoleh dari peta rupabumi. Klasifikasi kelas lereng dapat dilihat pada
Tabel 1 berikut :
Tabel 1. Klasifikasi Lereng
Kode
A
Lereng (%)
0–3
Klasifikasi
B
>3 - 8
Landai atau berombak
C
>8 - 15
Agak miring atau bergelombang
D
>15 - 30
Miring agak berbukit
Datar
E
>30 - 45
Agak curam
F
>45 - 65
Curam
G
Sumber : Sitanala Arsyad (1989)
>65
2.
Sangat curam
Kepekaan Erosi (KE)
Nilai erodibilitas tanah ditentukan dengan menggunakan nomograf Weiscmeier dan
Smith (1951).. Klasifikasi tekstur, struktur dan permeabilitas berdasarkan kriteria klasifikasi
oleh Arsyad (1989), sedangkan kandungan bahan organik diklasifikasikan dengan
menggunakan sistem pengklasifikasian yang ditetapkan oleh Departemen Kehutanan RI
(1992). Kelas struktur tanah diklasifikasikan berdasarkan ukuran diameter tanah dan setiap
kelas diberi kode sesuai dengan tingkatnya. Klasifikasi sturuktur tanah menurut Arsyad
(1989) dapat dilihat pada Tabel 2. Adapun permeabilitas diklasifikasikan sesuai dengan
klasifikasi yang dikemukakan Arsyad (1989) yang dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
Tabel 2. Kelas Struktur Tanah
Kode
1
Kelas Struktur Tanah (Ukuran diameter)
Granuler sangat halus (< 1mm)
2
Granuler sangat halus (1 sampai 2 cm)
3
Granuler sedang sampai kasar (2 sampai 10 mm)
4
Sumber : Arsyad, 1989
Berbentuk blok,plat dan massif
Tabel 3. Kelas Permabilitas
Kode
6
Kecepatan (cm/jam)
< 0,5
Kelas Permeabilitas
Sangat lambat
5
0,5 – 2,0
Lambat
4
2,0 – 6,3
Lambat sampai sedang
3
6,3 – 12,7
Sedang
2
12,7 – 25,4
Sedang sampai cepat
>25,4
Cepat
1
Sumber : Arsyad, 1989
Kandungan bahan organik diklasifikasikan sesuai dengan klasifikasi yang ditetapkan
Departemen Kehutanan RI (1992) dalam 5 tingkatan. Klasifikasi kandungan bahan
organik dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Kelas Kandungan Bahan Organik
Kode
0
Kriteria (%)
< 2,0
Kelas Permeabilitas
Sangat rendah
1
2,0 – 3,5
Rendah
2
3,6 – 5,0
Sedang
3
5,1 – 8,5
Tinggi
4
> 8,6
Sumber : Departemen Kehutanan RI, 1992
Sangat tinggi
Sistem pengklasifikasian untuk tingkat erodibilitas tanah (K) dapat dilihat pada
Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Klasifikasi Kepekaan Erosi Tanah
Kode
KE1
Kepekaan Erosi Tanah
0,00 - 0,10
KE2
0,11 - 0,20
Rendah
KE3
0,21 - 0,32
Sedang
KE4
0,33 - 0,43
Agak tinggi
KE5
0,44 - 0,55
Tinggi
0,56 – 0,64
Sangat tinggi
KE6
Sumber : Arsyad,1989
3.
Klasifikasi
Sangat rendah
Tingkat Erosi (e)
Penentuan tingkat erosi berdasarkan hasil perhitungan besar erosi diklasifikasikan
berdasarkan sistem klasifikasi Arsyad pada Tabel 6 berikut.
Tabel 6. Klasifikasi Tingkat erosi
Kode
e0
Kriteria
Tidak ada erosi
Klasifikasi
Tidak ada
e1
Kurang dari 25% lapisan atas hilang
Sangat ringan
e2
25-75% lapisan atas hilang
Ringan
e3
Lebih dari 75% lapisan atas atau sampai
Sedang
kurang dari 25% lapisan bawah hilang
e4
Lebih dari 25% lapisan bawah hilang
Berat
e5
Erosi parit
Sumber : Arsyad ,1989
4.
Sangat berat
Kedalaman Efektif Tanah (K)
Kedalam efektif tanah diukur dari permukaan tanah hingga lapisan keras pada tanah
yang mengganggu atau membatasi perakaran. Kriteria dan diklasifikasi kedalaman efektif
tanah oleh Arsyad dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.
Tabel 7. Klasifikas Kedalaman Efektif Tanah
Kode
K0
Solum Tanah (cm)
>90
Klasifikasi
Dalam
K1
50 - 90
Sedang
K2
25 - 90
Dangkal
K3
< 25
Sangat dangkal
Sumber : Arsyad,1989
5.
Tekstur Tanah
Tekstur tanah merupakan perbandingan antara fraksi lempung, debu dan pasir dalam
suatu massa tanah. Tekstur tanah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kualitas lahan. Klasifikasi tekstur tanah dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.
Tabel 8. Klasifikasi Tekstur Tanah
Kode
t1
Kriteria
Lempung, lemp. berpasir, lemp. berdebu
Halus
t2
Geluh lempungan, geluh lemp debuan
Agak halus
t3
Geluh, geluh debuan, debu
Sedang
t4
Geluh pasiran, geluh pasir
Agak kasar
t5
Pasir, pasir geluhan
Sumber : Arsyad, 1986
Klasifikasi
Kasar
1. Permeabilitas (P)
Permeabilitas adalah kemampuan tanah meloloskan air dan udara dalam keadaan
jenuh. Kriteria dan klasifikasi permeabilitas yang dikemukakan oleh Arsyad dapat dilihat
pada Tabel 9. berikut.
Tabel 9. Klasifikasi Permeabilitas
Kode
P1
Kriteria (cm/jam)
< 0,5
Klasifikasi
Lambat
P2
0,5 - 2,0
Agak lambat
P3
> 2,0 - 6,25
Sedang
P4
>6,25 - 12,5
Agak cepat
P5
> 12,5
Sumber : Sitanala Arsyad,1989
2.
Cepat
Drainase (d)
Drainase adalah pengaliran air yang berada pada profil tanah maupun pada
permukaan tanah, diketahui dengan keberadaan bercak kuning, coklat dan kelabu.
Klasifikasi drainase oleh Arsyad dapat dilihat pada Tabel 10 berikut.
Tabel 10. Klasifikasi Drainase
Kod
Kriteria
Klasifikasi
Air lebih cepat keluar, sangat sedikit air yang ditahan oleh
Berlebihan
e
d0
tanah, tanaman akan kekurangan air.
d1
Tanah mempunyai peredaran udara yang baik, seluruh
Baik
profil tanah (150 cm) berwarna terang tidak terdapat
bercak-bercak kuning, coklat dan kelabu.
d2
Tidak terdapat bercak berwarna kuning, cokelat atau kelabu
Agak baik
pada lap. atas dan bagian atas lap. bawah.
d3
Terdapat bercak-bercak pada seluruh lap.bawah (40 cm dari
Agak buruk
permukaan tanah).
d4
Bagian bawah lap.atas terdapat warna atau bercak-bercak
Buruk
berwarna coklat, kelabu dan kuning.
d5
Seluruh lapisan tanah berwarna kelabu atau terdapat bercak
Sangat buruk
warna kebiruan, atau terdapat air yang menggenang di
permukaan tanah.
Sumber : Arsyad, 1989
1. Ancaman Banjir/Genangan (O)
Ancaman banjir pada suatu wilayah diperoleh dengan wawancara pada masyarakat
setempat dan dipandu dengan pengamatan lapangan. Adapun klasifikasi ancaman banjir
oleh Arsyad dapat dilihat pada Tabel 12 berikut :
Tabel 12. Klasifikasi Ancaman Banjir/Genangan
Kode
Kriteria
Klasifikasi
O0
Frekwensi
1 x dalam 10 tahun
Lama genangan
Tiada
Tidak pernah
O1
1 x dalam 6-10 tahun
2 hari
Jarang
O2
1 x dalam 3-5 tahun
2 hari - 3 minggu
Sering
O3
1 x tiap 2-3 tahun
2 hari - 20 minggu
Sering sekali
> 20 minggu
Sangat sering sekali
O4
1 x tiap tahun
Sumber : Arsyad, 1989
Hubungan antara kelas kemampuan lahan dan kriteria klasifikasi disusun dalam suatu
matriks yang dijadikan sebagai acuan dalam penentuan kelas kemampuan lahan seperti;
Tabel 13. Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan
Faktor Penghambat/
Kelas Kemampuan Lahan
IV
V
Pembatas Lahan
I
II
III
1. Lereng permukaan
A
B
C
D
KE4,KE
2. Kepekaan erosi
KE1,KE
3. Tingkat erosi
2
KE3
e1
5
VI
VII
VII
A
E
F
I
G
KE6
(*)
(*)
(*)
(*)
e3
(**
e4
e5
(*)
4. Kedalaman efektif
e0
k1
E2
k2
)
k3
(*)
(*)
5. Tekstur lap. Atas
k0
t1,t2,t
K2
t1,t2,t3,t
(*)
t1,t2,t3,t
t1,t2,t3,t
t5
4
(*)
4
4
sda
6. Tekstur lap bawah
7. Permeabilitas
8. Drainase
t1,t2,t3
sda
p2,p3
3
t1,t2,t3,t4
sda
sda
sda
(*)
sda
sda
p5
p2,p3
p2,p3,p4
p2,p3,p4
p1
(*)
(*)
d0
9. sebaran/Singkapan
d1
d2
d3
d4
d5
(**)
(**)
b4
10. Ancaman banjir
b0
b0
b1
b2
b3
(*)
(*)
(*)
O0
O1
O2
O3
O4
(**)
(**)
Sumber : Arsyad,1989
C. Satuan lahan
Satuan lahan merupakan areal lahan yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu sebagai satuan analisis atau satuan pemetaan.
Parameter satuan lahan yang membentuk satuan lahan di Kelurahan Cikoro adalah
geologi, kemiringan lereng, jenis tanah, dan penggunaan lahan. Berdasarkan keempat
parameter pembentuk satuan lahan tersebut, maka satuan lahan ditentukan dengan cara
menumpangsusunkan (overlay) dari peta jenis tanah, kemiringan lereng, geologi dan
penggunaan lahan yang masing – masing berskala 1: 50.000. Dari hasil tumpangsusun
(overlay) keempat peta tersebut, maka dihasilkan 17 jenis satuan lahan yang tersebar di
wilayah Kelurahan Cikoro. Ketujuh belas satuan lahan di daerah penelitian tersebut
karakteristik lahannya dapat dilihat pada tabel 6 dan persebarannya dapat dilihat pada gambar
11 Peta Satuan Lahan Kelurahan Cikoro Tahun 2007.
a. Geologi
Jenis batuan yang tedapat pada lokasi penelitian terdiri dari dua jenis yaitu Batuan
Gunungapi Lompobattang (Breksi, Endapan Lahar dan Tufa) dan Batuan Gunungapi
Baturape-Cindako.
Tabel 5.1 Luas Lahan di Kelurahan Cikoro Berdasarkan Peta Geologi
N
Jenis Geologi
Luas
o
1
Batuan
Gunungapi
Lompobattang
(Breksi,
(Ha)
(%)
2.047,33
82,56
Endapan Lahar,Tufa) (Qlv)
2. Batuan Gunungapi Baturape-Cindako (Qlvp1)
431,95
17,41
Jumlah
2.479,28
100,00
Sumber Rizki Amalia: Hasil Analisis Peta Geologi Kelurahan Cikoro Tahun 2007
Berdasarkan tabel 5.1 diatas menunjukkan bahwa jenis batuan yang menempati
wilayah yang terluas adalah Batuan Gunungapi Lompobattang (Qlv) dengan luas 2.047,33 Ha
atau 82,56 persen dan batuan yang menempati wilayah yang tersempit adalah Batuan
Gunungapi Baturape-Cindako (Qlvp1) dengan luas 431,95 atau 17,41 persen.
b. Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng di Kelurahan Cikoro berdasarkan klasifikasi Arsyad (1989) dapat
di bedakan atas dua kelas kemiringan yaitu kelas III dan kelas IV. Kelas III dan kelas IV yang
berkisar 15 – > 40 persen (%). Berdasarkan Peta Rupa Bumi Lembar 2010-
dan 2010-62
dengan menggunakan metode Wentworth diperoleh kelas kemiringan lereng di daerah
tersebut. Setelah dilakukan maka luas masing – masing dari kelas kemiringan lereng dapat
dilihat pada Tabel 5.2.
Pengukuran kemiringan lereng (slope) yang dilakukan dengan menggunakan metode
Wentworth, dengan persamaan 1 yaitu:
α=
( N −1 ) ci
x 100
d x sk
Keterangan :
α = besar sudut lereng dalam %
N = jumlah kontur yang terpotong oleh diagonal
Ci =Kontur Interval (m)
d = panjang garis diagonal (cm)
sk= skala peta(cm)
Tabel 5.2 Luas Lahan Kelurahan Cikoro Berdasarkan Kemiringan Lereng
Kelas
Lereng (%)
III
IV
15-30
30-45
Klasifikasi
Luas
(Ha)
(%)
Miring/Berbukit
1.778,2
71,7
Agak curam
701,08
28,27
Jumlah
2.479,28
100,00
Sumber skripsi Rizki Amalia : Hasil Analisis Peta Kemiringan Lereng Kelurahan Cikoro
Tahun 2007.
Berdasarkan tabel 5.2 di atas menunjukkan bahwa wilayah Kelurahan Cikoro
mempunyai kelas kemiringan lereng yaitu kelas III dan IV. Kelas III menempati wilayah
terluas dengan luas 1.778,2 ha atau 71,7 persen dan kelas IV menempati wilayah tersempit
dengan luas 701,08 ha atau 28,27 persen. Kelas kemiringan lereng III terdapat pada satuan
lahan 1, 2, 3, 11, 13, 14, 16, 17. Kelas kemiringan lereng IV terdapat pada 9 satuan lahan
yaitu satuan lahan 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 12, 15.
Dapat dilihat pada gambar 5.1 Peta Kemiringan Lereng Kelurahan Cikoro. Hasil
overlay peneliti.
Gambar 5.1 Peta Kemiringan Lereng kelurahan Cikoro (sumber: Rizki Amalia, 2007)
b.
Tanah
Parameter ketiga dari penyusunan peta satun lahan yaitu jenis tanah. Jenis tanah yang
terdapat di lokasi penelitian terdiri dari andosol cokelat, litosol cokelat kekuningan,mediteran
cokelat kemerahan. Luas jenis tanah yang terdapat di Kelurahan Cikoro Kecamatan
Tompobulu Kabupaten Gowa dapat dilihat pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3 Luas Kelurahan Cikoro Berdasarkan Jenis Tanah
N
o
Jenis Tanah
Simbol
Luas
(Ha)
(%)
1 Andosol Coklat
Ac
936,04
37,75
2 Litosol Coklat Kekuningan
Lck
1232,98
49,71
3 Mediteran Coklat Kemerahan
Mck
310,26
12,51
Jumlah
2.479,28
100,00
Sumber skripsi Rizki Amalia : Hasil Analisis Peta Jenis Tanah Kelurahan Cikoro tahun 2007.
Gambar 5.2 Peta Jenis Tanah (sumber: Rizki amalia, 2007)
Berdasarkan tabel 5.3 dan peta pada gambar 5.2 di atas menunjukkan bahwa jenis
tanah litosol coklat kekuningan menempati wilayah yang terluas yaitu 1232,98 ha atau 49,71
persen, kemudian jenis tanah andosol coklat dengan luas 936,04 ha atau 37,75 persen dan
jenis tanah yang menempati wilayah tersempit adalah tanah mediteran coklat kemerahan
dengan luas 310,26 atau 12,51 persen.
c.
Penggunaan Lahan
Bentuk penggunaan lahan merupakan parameter keempat penyusun satuan lahan.
Jenis penggunaan lahan yang terdapat di lokasi penelitian terdiri dari hutan, sawah dan
tegalan. Adapun luas dan agihan masing- masing bentuk penggunaan lahan tersebut dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5.4 Luas Lahan Di Kelurahan Cikoro Berdasarkan Peta Penggunaan Lahan
No
1
2
3
Bentuk Penggunaan
Lahan
Simbol
Luas
(Ha)
(%)
Hutan
Ht
845,81
34,1
Sawah
Sw
117,79
4,74
Tegalan
Tg
1.515,68
61,13
Jumlah
2.479,28
100,00
Sumber skripsi Rizki Amalia: Hasil Analisis Peta Penggunaan Lahan 2007
Berdasarkan tabel 5.4 di atas menunjukkan bahwa jenis penggunaan lahan yang
menempati wilayah yang terluas adalah tegalan dengan luas 1.515,68 ha atau 61,13 persen,
kemudian hutan dengan luas 845,81 ha atau 34,1 persen dan penggunaan lahan yang
menempati wilayah yang tersempit adalah sawah dengan luas 117,79 atau 4,74 persen.
Berikut peta penggunaan lahan di kelurahan cikoro
Gambar 5.2 Peta Penggunaan Lahan (sumber; Rizki amalia, 2007)
Peta satuan lahan ditentukan dengan menumpangsusunkan (overlay)
Peta
penggunaan Lahan, Peta Kemiringan Lereng, Peta Geologi, Peta Bentuklahan dan Peta Tanah
masing- masing skala 1 : 50.000. Hasil overlay kelima peta tersebut kemudian diperoleh 17 (
tujuh belas ) satuan lahan. Adapun karakteristik dari ke tujuh belas satuan lahan yang
terdapat pada lokasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.5 berikut satuan lahan yang terdapat
di Kelurahan Cikoro dapat dilihat pada gambar 5.2. dan Peta Satuan Lahan Kelurahan
Cikoro.
Gambar 5.3 Peta Penggunaan Lahan (sumber gambar:Rizky Amalia, 2007)
Tabel 5.5 Karakteristik dan Luas Satuan Lahan Pada Wilayah Kelurahan Cikoro
No
Satuan Lahan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
D1 Qlv III Ac Tg
D1 Qlv III Mck Sw
D1 Qlv IV Lck Tg
D1 Qlv IV Ac Tg
D1 Qlv III Mck Tg
D1 Qlvp1 III Mck Tg
D1 Qlv III Lck Ht
D1 Qlvp1 III Lck Ht
D1 Qlv III Ac Ht
D1 Qlv III Lck Sw
D1 Qlvp1 III Lck Sw
D1 Qlv IV Ac Ht
D1 Qlvp1 IV Ac Ht
D1 Qlv IV Lck Ht
D1 Qlvp1 IV Lck Ht
D1 QLv III Lck Tg
D1 Qlvp1 III Lck Tg
Lereng
(%)
Tanah
Geologi
Ac
Mck
Lck
Ac
Mck
Mck
Lck
Lck
Ac
Lck
Lck
Ac
Ac
Lck
Lck
Lck
Lck
Qlv
Qlv
Qlv
Qlv
Qlv
Qlvp1
Qlv
Qlvp1
Qlv
Qlv
Qlvp1
Qlv
Qlvp1
Qlv
Qlvp1
Qlv
Qlvp1
15-30
15-30
15-30
30-45
15-30
15-30
15-30
15-30
30-45
15-30
15-30
30-45
30-45
30-45
30-45
15-30
15-30
Jumlah
Penggunaan
Luas
Persen
Lahan
(ha)
(%)
Tegalan
Sawah
Tegalan
Tegalan
Tegalan
Tegalan
Hutan
Hutan
Hutan
Sawah
Sawah
Hutan
Hutan
Hutan
Hutan
Tegalan
Tegalan
241,8
83,86
14,14
22,34
218,9
7,5
35,02
16,69
129,5
5,08
28,85
511,67
30,73
78,22
43,98
706,8
304,2
2.479,2
9,75
3,38
0,57
0,90
8,83
0,30
1,41
0,67
5,22
0,20
1,16
20,64
1,24
3,15
1,77
28,51
12,27
8
100,00
Sumber skripsi Rizki Amalia : Hasil Pengukuran dan Pengamatan Lapangan Tahun 2007
Keterangan :
Mck
: Mediteran Coklat Kemerahan
Lck
: Litosol Coklat Kekuningan
Ac
: Andosol Coklat
Qlvp
: Batuan Gunung Api Lompobattang ( Breksi, Tufa, Endapan Lahar)
Qlvp1
: Batuan Gunung Api Baturape-Cindako
Evaluasi kemampuan lahan dilakukan dengan menggunakan pendekatan satuan lahan
sebagai satuan analisis atau satuan pemetaan. Penetapan kelas kemampuan lahan dalam
penelitian ini dilakukan dengan cara mencocokkan (matching) antara parameter penentu kelas
kemampuan lahan dengan sistem klasifikasi kemampuan lahan yang dikemukakan oleh
Arsyad (1989). Sistem klasifikasi kemampuan lahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sistem klasifikasi berdasarkan acuan kemampuan lahan aktual yang didapatkan
berdasarkan data yang ada, tanpa mempertimbangkan asumsi atau upaya perbaikan dan
tingkat pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi faktor penghambat yang ada.
Hasil- hasil yang dibahas dalam penelitian ini, tidak lepas dari rumusan masalah sebagai
berikut :
Kelas Kemampuan Lahan
Penetapan kelas kemampuan lahan pada penelitian ini ditentukan berdasarkan sepuluh
karakteristik lahan penentu kelas kemampuan lahan yaitu kemiringan lereng, kepekaan erosi,
tingkat erosi, kedalaman efektif tanah, tekstur lapisan atas, tekstur lapisan bawah,
permeabilitas, drainase, ancaman banjir, dan singkapan batuan. Di antara kesepuluh
parameter penentu kelas kemampuan lahan tersebut, kelas kemiringan lereng merupakan
faktor utama yang mempengaruhi kelas kemampuan lahan.
Berdasarkan metode mencocokkan (matching), kesepuluh karakteristik lahan tersebut
diklasifikasikan berdasarkan kriteria Arsyad (1989) . kemudian di matching-kan dengan
sistem klasifikasi
kelas kemampuan lahan yang terdapat pada. Adapun karakteristik
parameter penentu kelas kemampuan lahan dan hasil klasifikasi kemampuan lahan di
Kelurahan Cikoro dapat dilihat pada Tabel 5.5.
Variasi kemampuan lahan pada daerah penelitian ditentukan berdasarkan faktor
penghambat pada masing- masing satuan lahan. Kelurahan Cikoro terdiri atas 17 satuan
lahan. Di lokasi penelitian terdapat 3 kelas kemampuan lahan yaitu kelas IV, VI, dan VII
sedangkan kelas I, II, III, V, VIII tidak terdapat pada lokasi penelitian. Faktor pembatas yang
paling dominan dari masing- masing satuan lahan yaitu kemiringan lereng, tingkat erosi,
kepekaan erosi, dan kedalaman efektif tanah.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Bentuk penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kelas kemampuan lahannya
terdiri atas 7 satuan lahan yang terdapat pada kemampuan lahan VI dan 8 satuan lahan
yang terdapat pada kemampuan lahan VII dengan penggunaan lahan berupa tegalan,
sawah, dan hutan, sedangkan pada satuan lahan yang lain telah sesuai antara penggunaan
lahan dengan kemampuan lahannya
B.
Saran
Hasil dari evaluasi kemampuan lahan Kelurahan Cikoro dapat dijadikan sebagai
alternatif atau bahan informasi tentang perlakuan yang sesuai atau penggunaan lahan
yang sesuai agar dapat meningkatkan produksi lahan secara lestari
.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………... i
BAB I. PENDAHULUAN …………………………………………………
1
A. Latar Belakang ………………………………………………….
1
B. Rumusan Masalah ………………………………………………
4
BAB II. PEMBAHASAN
……………………………………...............
A. Evaluasi Lahan ……………………………………………......
4
B. Kemampuan Lahan......................................................................
4
BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………..
A. Kesimpulan ……………………………………………………..
25
B. Saran ……………………………………………………………
25
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 26
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2004. Data dan Informasi Kehutaan Propinsi Sulawesi Selatan. Departemen
Kehutanan
dan
Pusat
Inventarisasi
dan
Statistik
Kehutanan.
Online-
(http//www.google.com)
Anonim, 2004. Gowa dalam Angka 2004. BPS Sulawesi Selatan.
Alfandi, Widoyo. 2001. Epistemology Geografi. Yogyakarta: Gajah Mada University. Press.
Arsyad, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Bogor
Endarwaty, Dewi. 2006. Evaluasi Kemampuan Lahan Desa Komba Kecamatan Larompong
Kabupaten Luwu. Skripsi. Makassar: Jurusan Geografi UNM
Nasiah, 2000. Modul Evaluasi Kemampuan Lahan untuk Pembangunan Wilayah. Makassar:
Program Pasca Sarjana UNM.
Amilia, Rizki. 2007. Evaluasi Kemampuan Lahan Kelurahan Cikoro Kecamatan Tompobulu
Kabupaten Gowa. Skripsi . Makassar: Jurusan Geografi UNM
Tugas Kelompok
EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN
OLEH:
KELOMPOK 1
Jumiati
Windayani Ika Yunita Sari S
PROGRAM STUDI PKLH KEHUSUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2013