Aplikasi sistem bagi hasil pembiayaan musyarakah : studi kasus pada BPR Syariah Wakalumi Ciputat Tangerang

(1)

zywvutsrponmlkjihgfedcbaWVUTSRPNMLKJIHGFEDCBA

i

Kata pengantar

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, awal dari segala sesuatu yang selalu

memberikan Rahmat-Nya kepada seluruh umat manusia. Shalawat dan salam selalu

tercurahkan kepada Khatimul Anbiya Nabi Muhammmad SAW. Shalawat dan salam

juga tak lupa kita curahkan kepada keluarga dan para sahabat-Nya yang pantas kita

jadikan teladan.

Terimakasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan kepada:

1. Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, MM selaku Dekan Fakultas Syari’ah

dan Hukum semoga diberikan Kesehatan dan sukses dalam setiap kegiatanya.

2. Ibu Euis Amalia, M. Ag selaku ketua jurusan Muamalat dan Pak Azharuddin

Latif, M. Ag selaku Sekertaris Jurusan.

3. M. Daud Arif Khan. SE. Msi. Ak. BAP, dan DR. H. Supriyadi Ahmad MA,

terima kasih atas segala bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini.

4. Dosen Fakultas Syariah terima kasih atas didikannya selama penulis jadi

mahasiswa.

5. Ketua Perpustakaan (Syariah dan Umum)berserta staf terima kasih atas


(2)

zywvutsrponmlkjihgfedcbaWVUTSRPNMLKJIHGFEDCBA

ii

6. Staf karyawan BPRS Wakalumi Tangerang terima kasih atas waktu dan

tempat yang diberikan sehingga penulis bisa mencari data-data yang di perlukan.

7. Ibu dan Bapak di Riau. Terima kasih atas doa dan sesuatu yang tidak mungkin

dapat ananda balas meskipun dengan menyerahkan jiwa ini. Ananda

bersyukur karena terlahir melalui perantara kalian. Semoga gusti Allah selalu

menyayangi kalian seperti kalian menyayangiku dan semoga nanti ananda

bisa jadi anak yang berbakti dunia dan akhirat serta berguna bagi negara dan

bangsa dalam memajukan ekonomi syariah. Ananda persembahkan skripsi ini

untuk kalian.

8. Kakak dan Abang Ipar (Vinda dan Donny) dan adik-adik ku tercinta (Donny,

Nando, Silvia, Dan paling Bontot Rafa) semoga kita selalu di satukan dalam

keluarga yang di ridhoi Nya.

9. Teman-teman jurusan perbankan syariah, terutama perbankan syariah kelas B.

10. Teman-teman Kostan yang selalu bersama (Buyung , Dori, Umam, Cep, Jep)

dan lainnya.

11. Keluarga yang tergabung dalam Wifa Group, terima kasih atas bantuannya.

12. Semua pihak yang telah terlibat dalam penyelesaian skripsi ini, baik secara


(3)

zywvutsrponmlkjihgfedcbaWVUTSRPNMLKJIHGFEDCBA

utsrpnligeaPK

iii

Akhirnya tak ada yang abadi di dunia ini moga kebersamaaan dan kasih sayang

selalu bersama kita, begitu juga dengan skirpsi ini masih jauh dari kesempurnaan.


(4)

yxvutsrponmlkjihgfedcbaWVTSRPONMLKJHFEDCBA

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembahasan dan Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Metode Penelitian ... 9

E. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II TINJAUAN UMUM SISTEM BAGI HASIL PEMBIAYAAN MUSYARAKAH PADA PERBANKAN ISLAM ... 11

A. Musyarakah ... 11

1. Pengertian Musyarakah ... 11

2. Landasan Hukum ... 14

3. Jenis-jenis Musyarakah ... 17

4. Rukun dan Syarat Musyarakah ... 28

5. Sebab Berakhirnya Musyarakah ... 32

B. Bagi hasil ... 33


(5)

yxvutsrponmlkjihgfedcbaWVTSRPONMLKJHFEDCBA

BAB III GAMBARAN UMUM BPRS WAKALUMI ... 36

A. Sejarah Singkat ... 36

B. Visi dan Misi, Moto ... 38

C. Struktur Organisasi BPRS Wakalumi ... 39

D. Produk-Produk dan Jasa BPRS Wakalumi ... 43

E. Target Pasar ... 48

F. Sistem Operasional ... 49

BAB IV APLIKASI SISTEM BAGI HASIL BMI PADA PEMBIAYAAN MUSYARAKAH ... 51

A. Prosedur Pembiayaan Musyarakah ... 51

1. Pola Executing ... 56

2. Pola Chanelling ... 61

B. Aplikasi Sistem Bagi Hasil Pembiayaan Musyarakah ... 64

C. Nisbah Bagi Hasil ... 66

D. Pembagian Keuntungan dan Kerugian Serta Resiko Pembiayaan Musyarakah ... 70

E. Analisa Bagi Hasil ... 71

BAB V PENUTUP ... 75

A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77


(6)

yxwvutsrponmlkjihgfedcbaZYWUTSRQPONMLKJIHGDCBA

yvutsrqponmlkjihgfedcbaUTSRPONMLKJIHDBA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Masyarakat Indonesia telah menyadari akan pentingnya fungsi bank, baik

sebagai pengusaha maupun sebagai masyarakat biasa. Sebagai telah diketahui, hampir

setiap unsur masyarakat tidak dapat melepaskan diri dari keterlibatannya dengan

bank, baik sebagai deposan maupun sebagai nasabah peminjam. Peranan bank saat ini

telah meliputi segala aspek kebutuhan hidup masyarakat dan masyarakat tidak dapat

melepaskan diri dari keterlibatannya dengan bank. Bank merupakan badan usaha

yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk lainnya dalam

rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak.

Sebagi sistem hidup yang sempurna, Islam menginginkan kepada umatnya

agar dalam melakukan kegiatan ekonomi harus berpedoman kepada Al-Qur’an.

Sebagaimana diketahui bahwa, riba itu dilarang keberadaannya berdasarkan nash

Al-Qur’an karena dampak yang timbul dari pengambilan riba tersebut, begitu juga

dengan bunga bank yang ditetapkan pada bank-bank konvensional.1

Di tengah pertumbuhan perbankan nasional yang menggunakan sistem

bunga, perbankan syari’ah dengan sistem profit and loss sharing terus mengalami

perkembangan yang cukup pesat. Hal ini ditandai dengan beroperasinya beberapa

1

Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah: Dari Teori Ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), Cet I, h.4


(7)

yvutsrqponmlkjihgfedcbaUTSRPONMLKJIHDBA

2

bank dengan menggunakan sistem syari’ah, banyaknya bank umum konvensional

yang mendirikan unit usaha syari’ah, dan pertumbuhan bank perkreditan rakyat

syari’ah.

Perbankan merupakan suatu jenis bisnis yang sangat unik. Keunikannya

terletak pada peraturan yang sedemikian banyak untuk yang memagari seluruh jenis

transaksinya. Hal ini sebenarnya merupakan tindakan preventif untuk mengamankan

dana masyarakat yang dihimpun oleh bank, dan untuk menjaga agar bank tetap eksis

sebagai lembaga kepercayaan masyarakat. Dari pihak internal bank, peraturan dibuat

sedemikian rupa untuk menghindari resiko yang akan membawa kerugian materil

ataupun immateril.2 Bank Islam bukan sekedar lembaga keuangan yang bersifat

sosial. Bank Islam juga merupakan lembaga bisnis dalam rangka memperbaiki

perekonomian umat. Sehubungan dengan hal itu, maka dana yang di kumpulkan dari

masyarakat harus disalurkan dalam bentuk pinjaman kepada masyarakat yang

membutuhkan, atau dalam bentuk lain dengan memperhatikan asas perbaikan

perekonomian umat.

Seperti halnya bank konvensional, bank syari’ah juga mempunyai fungsi

sebagai suatu lembaga intermediasi (intermediary institute),yaitu lembaga yang

mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut

kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan.3

2

Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, ( Jakarta: Zikrul Hakim, juli 2003 ), h. Iii


(8)

yvutsrqponmlkjihgfedcbaUTSRPONMLKJIHDBA

3

Orientasi pembiayaan yang diberikan bank syari’ah adalah untuk mengembangkan

atau meningkatkan pendapatan nasabah dan bank syari’ah. Sasaran pembiayaan ini

adalah semua sektor ekonomi untuk kegiatan usaha seperti pertanian, industri rumah

tangga, perdagangan dan jasa.4 Perbankan Islam memberikan layanan bebas bunga

kepada para nasabahnya. Pembayaran dan penarikan bunga dilarang dalam semua

bentuk transaksi. Islam melarang kaum muslimin menarik atau membayar bunga

(riba). Pelarangan inilah yang membedakan sistem perbankan Islam dengan

perbankan konvensional.5

Bank komersial Islam berbeda dari bank-bank komersial tradisional dalam

dua hal. Perbedaan yang pertama dan paling signifikan adalah penghapusan riba.

Pelarangan ini akan memaksa bank untuk menggunakan metode-metode operasi baru

yang didasarkan terutama pada aransemen Profit and loss sharing (PLS). Perbedaan

utama kedua adalah bahwa dana yang berasal dari masyarakat harus digunakan untuk

melayani kepentingan umum dan bukan kepentingan individu. Dengan demikian,

transaksi-transaksi perbankan tidak boleh semata-mata profit oriented, tetapi

sebaliknya ditujukan untuk kebutuhan masyarakat Islam secara keseluruhan.

3

Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kebudayaan dalam Tata Hukum Perbankan

Indonesia, ( Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1999 ), h.1 4

Muhamad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil di Bank Syari’ah, ( Yogyakarta: UII Press,2001),

5

Mervyn K. Lewis dan Lativah M. Algaoud, Perbankan Syari’ah: Prinsip Praktek Prospek, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2003), cet. 1, h. 11

h.10


(9)

4

Ide dasar sistem perbankan sebenarnya dapat dikemukakan dengan

sederhana. Operasi institusi keuangan Islam terutama berdasarkan pada prinsip profit

and loss sharing, bagi untung dan rugi. Bank Islam tidak membebankan bunga,

melainkan mengajak partisipasi dalam bidang usaha yang didanai. Para deposan juga

sama-sama mendapat bagian dari keuntungan bank sesuai dengan rasio yang telah

ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian, ada kemitraan antara bank Islam dan para

deposan di suatu pihak, dan antara bank dan nasabah investasi sebagai pengelola

sumberdaya para deposan dalam berbagai usaha produktif di pihak lain. Sistem ini

berbeda dengan bank konvensional yang pada intinya meminjam dana dengan

menarik bunga pada sisi lainnya. Kompleksitas perbankan Islam tanpak dari

keragaman (dan penamaan) instrumen-instrumen yang digunakan, serta pemahaman

atas dalil-dalil hukum Islamnya.6 Dengan dilarangnya penggunaan suku bunga dalam

transaksi keuangan, bank-bank Islam diharapkan untuk menjalankan operasi hanya

berdasarkan pola profit and loss sharing (PLS bagi untung dan rugi) atau model

permodalan lain yang dapat diterima.

Meskipun banyak sekali bentuk kontrak dalam permodalan Islam, namun ada

beberapa jenis transaksi yang telah dikenal di antaranya: Mudharabah (kontrak

permodalan); Musyarakah (kontrak kemitraan/partnership); dan metode mark up

(penaikan harga). Mudharabah merupakan kontrak profit and loss sharing di mana

satu pihak mempercayakan sejumlah modal kepada seorang investor dengan imbalan

memperoleh suatu bagian yang telah ditentukan dari keuntungan/kerugian bisnis yang

6

Ibid., h. 9 - 10


(10)

5

dimodali. Prinsip ini merupakan inti sistem perbankan Islam karena dana yang

diberikan kepada sebuah bank Islam dikelola dalam aransemen profit and loss

sharing. Sedangkan dalam Musyarakah, biasanya terdapat lebih dari satu penyandang

dana; semua pihak menginvestasikan dananya dengan proporsi yang beragam, dan

keuntungan atau kerugian ditanggung bersama sesuai dengan kontribusi mereka

dalam bisnis tersebut. Musyarakah membutuhkan kemitraan yang lebih aktif dari

pihak-pihak yang menggabungkan modalnya dan mengelola serta mengontrol

perusahaan sama. Sementara keuntungan dan kerugian ditanggung

bersama-sama sesuai dengan kesapakatannya.

Mekanisme perhitungan bagi hasil yang digunakan bank syari’ah dapat di

lakukan dengan dua sistem.7 Pertama, profit and loss sharing yakni pembagian

keuntungan berdasarkan keuntungan bersih dari hasil usaha setelah di lakukan

pengurangan – pengurangan biaya modal kerja yang di laksanakan. Kedua, revenue

sharing, di mana antara bank dan nasabah berbagi hasil berdasarkan pendapatan

keseluruhan usaha yang dilakukan tanpa melalui proses pengurangan biaya yang

sudah di keluarkan oleh pengelolah dana. Bagi hasil yang di bagikan kenasabah

sangat di pengaruhi oleh pendapatan yang di peroleh. Semakin banyak pendapatan,

maka semakin banyak pula yang di bagihasilkan, dan begitu pula sabalikanya

Tidak ada sistem ekonomi yang dapat mempertahankan kesehatan dan

ketahanannya atau memberikan sumbangan secara positif terhadap pencapaian

7

Tim Pengembangan Perbankan Syari’ah Institut bankir Indonesia, konsep, produk dan

Implementasi Operasional Bank Syari’ah, (jakarta: Djambatan, 2001),h. 264


(11)

yvutsrqponmlkjihgfedcbaUTSRPONMLKJIHDBA

6

tujuan-tujuan sosio-ekonomi tanpa dukungan uang dan sistem perbankan yang

handal. Oleh karena itu, sistem keuangan dan perbankan harus diperbaiki demi

menghindari berbagai akses dan ketidakseimbangan yang dapat mendorong

ketidakadilan, kerakusan akan konsumsi yang tidak ada habisnya.8 Karena sistem

keuangan dan perbankan bukan merupakan bagian terpisah dari perekonomian,

reorganisasinya juga harus menjadi bagian yang penting dari keseluruhan perubahan,

termasuk informasi moral, regenerasi sosio-ekonomi dan pembaharuan politik. Peran

proaktif dan positif negara tidak dapat diabaikan.9

Bank Muamalat Indonesia merupakan bank pertama di Indonesia yang

beroperasi dengan sistem syariah serta memiliki ciri khas tersendiri. Bank Muamalat

Indonesia berusaha memajukan perekonomian rakyat dengan memberikan

fasilitas-fasilitas pembiayaan yang sesuai dengan syariat Islam dan tidak memberatkan

masyarakat.

Peran BPRS Wakalumi sebagai salah satu bank perkreditan yang menawarkan

fasilitas pembiayaan kepada pengusaha kecil dan menengah yang berada di wilayah

Ciputat dan sekitarnya. Para pengusaha terutama pada pengusaha kecil dan menengah

dengan adanya pembiayaan musyarakah, sangat tertolong dan terbantu di dalam

mengatasi masalah-masalah permodalan mereka hadapi. Namun, yang menjadi

pertanyaan adalah apakah produk pembiayaan musyarakah yang mereka tawarkan

8

M Umer Chapra, Alqur’an: Menuju Sistem Moneter yang Adil, Terjemahan oleh Lukam Hakim. (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), h. xxxii

9

Ibid., h. 19


(12)

7

juga mampu menciptakan peluang dan keuntungan atau laba bagi bank? Sehubungan

dengan uraian diatas penulis tertarik untuk menulis karya ilmiah dengan Aplikasi Sistem Bagi Hasil Pembiayaan Musyarakah. (Studi Kasus BPRS Wakalumi Ciputat, Tangerang)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Masalah dalam skripsi ini akan dibatasi pada beberapa hal. Pertama, aplikasi

sistem bagi hasil yang diterapkan oleh pihak BPRS Wakalumi. Kedua, produk

pembiayaan yang digunakan di BPRS Wakalumi, dibatasi hanya pada pembiayaan

musyarakah. Penulis membatasi masalah yang akan dibahas dalam karya tulis ini

diarahkan dalam rangka meneliti bagaimana aplikasi sistem bagi hasil pada

pembiayaan musyarakah di BPRS Wakalumi Ciputat Tangerang yang disalurkan

kepada nasabah dan pada perusahaan-perusahaan lainnya.

Permasalahan dalam skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana aplikasinya pembiayaan musyarakah pada BPRS Wakalumi

Ciputat Tangerang?

2. Apakah BPRS Wakalumi Ciputat menggunakan sistem Profit and Loss

Sharing atau Revenue Sharing dalam aplikasinya pembiayaan musyarakah?


(13)

8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian dan penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut:

a. Menjelaskan praktek bagi hasil pembiayaan musyarakah dan cara pemberian

pembiayaan musyarakah.

b. Menganalisis dan menilai peranan sistem bagi hasil pembiayaan musyarakah

terhadap pendapatan

2. Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian dan penulisan karya tulis

ini adalah sebagai berikut:

a. Dapat menambah wawasan pengetahuan mahasiswa dan dapat yang berupa

gagasan atau pendapat. Bagi mahasiswa jurusan Muamalat khususnya,

diharapkan skripsi ini dapat mensosialisasikan sistem bagi hasil untuk

mengembangkan ekonomi Islam

b. Skripsi ini juga diharapkan dapat memperluas informasi dalam rangka

menambah dan meningkatkan khasanah pengetahuan, khususnya di bidang

ekonomi Islam.

c. Diharapkan bisa menambah pengetahuan tentang sistem bagi hasil dan

produk-produk perbankan syari’ah khususnya di pembiayaan musyarakah


(14)

9

D. Metode Penelitian

Dalam menyusun skripsi ini, penulis melakukan dua macam penelitian yaitu:

penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field

researsch).

1. Penelitian kepustakaan (library research) dilakukan dengan cara

mengumpulkan berbagai informasi tertulis dengan mempelajari

buku-buku, majalah, koran dan artikel-artikel yang berhubungan dengan

permasalahan yang dibahas.

2. Penelitian lapangan (field research) dilakukan dengan cara mengadakan

penelitian langsung kepada obyek penelitian. Sedangkan pengumpulan

data dalam penelitian ini diperoleh ada dua cara, yaitu:

a. Observasi, dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung pada

BPRS Wakalumi, guna mengetahui keadaan yang sebenarnya terjadi

di lokasi penelitian yang berkaitan dengan permasalahan penelitian

yang dibahas.

b. Wawancara yaitu penulis menggunakan wawancara untuk memperoleh

informasi berkenaan hal-hal dan data-data tentang masalah yang

diteliti.

Buku pedoman yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini, adalah

Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta tahun 2005


(15)

yutsrponmlkjihgfedbaWVUTSRPNMLKIHEDCBA

10

E. Sistematis Penulisan

BAB I : Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika

penulisan.

BAB II : Bab ini merupakan tinjauan pustaka mengenai pengertian pembiayaan musyarakah, landasan hukum pembiayaan musyarakah, macam-macam

pembiayaan musyarakah, rukun dan syarat musyarakah, sebab berakhirnya

musyarakah, dan pembahasan mengenai bagi hasil.

BAB III : Bab ini menggambarkan profil BPRS Wakalumi yang meliputi: sejarah sungkat, visi, misi dan moto, manajemen, struktur organisasi, dan

produk-produk BPRS Wakalumi

BAB IV : Pada bab ini dibahas mengenai prosedur pembiayaan musyarakah, aplikasi sistem bagi hasil pembiayaan musyarakah pada BPRS Wakalumi,

nisbah bagi hasil pembiayan musyarakah, pembagian keuntungan serta

resiko pembiayan, dan analisa bagi hasil pembiayaan musyarakah.

BAB V : Penutup

Bab ini berisikan kesimpulan dari bab-bab sebelumnya dan saran.


(16)

zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaYWUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG MUSYARAKAH DAN BAGI HASIL

A. Al-Musyarakah

1. Pengertian Al-Musyarakah

Kata Syirkah atau Syarikat berasal dari kata Syarika-Yasyraku-syarkan Wa-syarikan Wasyirkatan, secara harfiah berarti persekutuan, perseroan, perkumpulan, perserikatan, dan perhimpunan.1 Musyarakah atau syirkah yang dari segi bahasa berarti ikhtilath (percampuran), yaitu percampuran antara sesuatu dengan yang lainnya, atau bisa dikatakan juga percampuran antara satu modal dengan modal yang lain sehingga tidak dapat di bedakan satu dengan yang lainnya.2 Para ahli fiqh mendefinisikan sebagai aqad antara orang-orang yang berserikat dalam modal maupun dalam keuntungan. Hasil keuntungan dibagihasilkan sesuai dengan kesepakatan bersama di awal sebelum melakukan usaha. Sedangkan kerugian ditanggung secara profesional sampai modal masing-masing. Secara umum, musyarakah dapat diartikan sebagai patungan modal usaha yang dimiliki dua orang atau lebih dengan sistem bagi hasil menurut kesepakatan bersama-sama. Musyarakah asal

1

Ahmad Al-Munawir, Kamus Arab Indonesia, (Yogyakarta: Trapyap Press, 1996), cet. II, h. 765.

2

Sofiniyah Ghufron, Brief Case Book Edukasi Profisional Syariah, Cara Mudah Memahami Akad-Akad Syari’ah, (Jakarta: RenaisanAnggota IKAPI, 2005), cet I, h.43


(17)

12

katanya merujuk pada gabungan dua atau lebih ladang dalam keadaan kedua-duanya tidak dapat dibedakan antara satu dengan yang lainnya. Menurut undang-undang, perbuatan itu merujuk kepada kesatuan dua orang atau lebih dalam satu perkara, walaupun ladang itu tidak digabungkan secara fisikal karena kontrak yang menyebabkan berlakunya gabungan itu.3

Sedangkan pengertian musyarakah atau syirkah adalah keikutsertaan dua orang atau lebih dalam suatu usaha tertentu dengan beberapa modal yang ditetapkan berdasarkan perjanjian untuk bersama-sama menjalankan suatu usaha dengan pembagian keuntungan dan kerugian dalam bagian atau kesepakatan yang telah ditentukan di awal kontrak musyarakah atau aqad kerjasama antara dua belah pihak atau lebih untuk melakukan usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama-sama sesuai dengan kesepakatan.4

Sedangkan syirkah menurut para ahli fiqh adalah sebagai berikut:

Pertama. Dikemukakan oleh ulama malikiyah, menurut mereka asy-syirkah

adalah izin kedua belah pihak yang berkerja sama terhadap harta mereka secara bersama-sama dan setiap pihak mempunyai hak atas keputusan harta tersebut. kedua. Dikemukakan oleh ulama syafi’iyah dan ulama hanabilah,

3

Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT Dana Bakti Wakaf, 1996), jilid IV,h. 254

4

Sofiniyah Ghufron, Brief Case Book Edukasi Profisional Syariah, Cara Mudah Memahami Akad-Akad Syari’ah , Op. Cit., h. 43


(18)

zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaYWUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA

13

menurut pendapat mereka asy-syirkah adalah hak bertindak hukum bagi dua orang atau lebih pada sesuatu yang mereka sepakati.5

Tetapi jumhur ulama menggunakan istilah ini kepada kontrak yang khusus dengan syarikat, meskipun tidak berlaku percampuran antara dua bagian modal, karena kontrak itu yang menyebabkan terjadinya percampuran.6 Namun, pada dasarnya definisi-definisi yang dikemukakan para ulama fiqh di atas hanya berbeda secara redaksional, sedangkan pada dasarnya yang terkandung di dalamnya adalah sama, yaitu ikatan kerjasama yang dilakukan antara dua orang atau lebih dalam melakukan perdagangan. Dengan adanya aqad musyarakah yang disepakati ke dua belah pihak, semua pihak yang mengikatkan diri berhak bertindak hukum terhadap harta serikat itu, dan berhak mendapatkan keuntungan dan resiko apabila terjadi sesuai dengan persetujuan yang disepakati.

Dalam aplikasi perbankan, Biasanya musyarakah diaplikasikan dalam dua bentuk pembiayaan. Pertama, pembiayaan proye, dimana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama dengan bagi hasil yang telah disepakati bersama antara nasabah dan bank yang bersangkutan.

Kedua, modal ventura, biasanya pada lembaga keuangan yang dibolehkan

5

Nasrun Haroen, Fiqh Muamalat, (Jakarta: PT Radar Jaya Pratama, 2000), cet. I. h 165-166

6


(19)

zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaYWUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA

14

melakukan investasi dalam kepemilikan perusahaan, musyarakah ditetapkan dalam skema modal ventura. Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank akan melakukan divestasi atau bank menjual sebagian sahamnya, baik secara singkat maupun bertahap.

Adapun pengertian lain dalam aplikasi di perbankan, musyarakah

adalah kerjasama antara pemilik modal (bank) dengan pedagang atau pengelola, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi modal dengan keuntungan dari hasil usaha bersama ini dapat dibagikan, baik menurut proporsi penyertaan modal masing-masing maupun sesuai dengan kesepakatan bersama. Hasil keuntungan musyarakah juga diatur sesuai dengan prinsip pembagian dan keuntungan dan kerugian (Profit and Loss Sharing Principle/PLS). Seperti yang digunakan oleh undang-undang No.10 tahun 1998 tentang prinsip bagi hasil.7

2. Landasan Hukum Musyarakah

Landasan hukum syirkah tertera di dalam Al-Qur’an, Hadits dan Ijma para Ulama. Adapun landasan hukum tersebut adalah sebagai berikut:

a. Al-Qur’an

Secara Terminologi, kata musyarakah atau syirkah terdapat jelas di dalam Al-qur’an, sebagaimana firman Allah Swt sebagai berikut:

7

Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya Dalam Tata Hokum Perbankan Indonesia, (Jakarta: PT Temprini, 1999), h.57


(20)

zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaYWUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA

َ

َ

ا

وﺮ

ىﻮ ا

ﻰ اﻮ وﺎ ﻻو

ﻻا

ناوﺪ او

ْ

اﻮ وﺎ

و

"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran" (Q.S Al-Maidah: 2)

Firman Allah Swt:

ا

ﻰﻓ

آﺮ

ءﺎ

ﻬﻓ

...

"

Maka mereka berserikat pada sepertiga…”(Q.S. An-Nisaa:12)

Dan dalam ayat lain Allah berfirman:

ناو

اﺮ آ

ا

ﻄ ﺨ

ءﺎ

ﻰﻐ

ﻬﻀ

ﻻا

ﺬ ا

اﻮ ا

اﻮ و

تﺎ ﺎ ا

…..

ه

و

"Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat dzalim kepada sebagian yang lain kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal salaeh…” (Q.S. Shad: 24)

Ketiga ayat di atas perkenaan dan pengakuan Allah swt, akan adanya perserikatan dalam kepemilikan harta. Hanya saja dalam surat An-Nisaa: 12 perkongsiannya terjadi secara otomatis atau disebut syirkah jabar terjadinya karena waris, sementara di dalam surat Shad: 24, terjadi atas dasar aqad (ikhtiyari).8

8

Muhammad Rifai, Konsep Perbankan Syaria, (Semarang: Wicaksana, 2002), h.54-55


(21)

zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaYWUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA

b. Hadits

ﻰ ا

ةﺮ ﺮه

لﺎ

:

لﺎ

ر

لﻮﺳ

ﷲا

ﷲا

ﺳو

نا

ﷲا

لﻮ

ﺎ ا

ا

آﺮ

ﺎ هﺪ ا

)

اور

ﻜ ودوادﻮ ا

(

"Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW berkata: “Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla berfirman: Aku pihak ketiga dari dua orang bersyarikat selama salah satunya tidak menghianati lainnya,” (H.R. Abu Dawud dan hakim)

Hadist Qudsi tersebut menunjukkan kecintaan Allah kepada hamba-hambanya yang melakukan perkongsian selama saling menjunjung tinggi amanat kebersamaan dan menghindari penghinaan.9

c. Ijma

Selain dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Hadits tentang landasan hukum bahwa musyarakah diperbolehkan menurut hukum Islam, ditambah lagi dengan adanya landasan hukum ijma, Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al Mughni 5/109 telah berkata, “Kaum muslim telah berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan pendapat mengenai unsur di dalamnya. Dan para ulama juga sepakat bahwa secara umum, melakukan syirkah diperbolehkan dan tidak ada yang menolak legitimasi musyarakah.

9

Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah, Dari Teori Ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), cet. I. h. 91


(22)

17

3. Jenis-Jenis Musyarakah

Secara umum para ulama fiqh membagi syirkah ke dalam dua bentuk, yaitu: 1) Syirkah Al-Amlak (perserikatan dalam pemilikan), 2) Syirkah Al-Uqud (perserikatan berdasarkan satu aqad).10

a. Syirkah Al-Amlak (perserikatan dalam pemilikan)

Syirkah Al-amlak atau milik adalah kebersamaan kepemilikan dua orang atau lebih yang memiliki harta bersamaan tanpa melalui atau didahului oleh aqad syirkah.11 Atau bisa dikatakan suatu perkongsian yang tidak perlu suatu kontrak untuk membentuknya, tetapi terjadi dengan sendirinya. Syirkah dalam bentuk ini terjadi karena warisan, wasiat atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu modal oleh dua orang atau lebih dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam sebuah modal nyata, dan berbagi pula dari keuntungan yang di hasilkan oleh modal tersebut.12

Sedangkan syirkah dalam katagori syirkah al-amlak terbagi menjadi dua, yaitu syirkah al-amlak ikhtiyar dan syirkah al-amlak jabar.

1) Syirkah Al-Amlak Ikhtiyar (syarikat pilihan)

Pengertian al-amlak ikhtiyar adalah perserikatan berdasarkan pilihan orang yang berserikat, artinya suatu perserikatan yang muncul

10

Nasrun Haroen, Fiqh Muamalat , Op. Cit., h. 167

11

Sofiniyah Ghufron, Brief Case Book Edukasi Profisional Syariah, Cara Mudah Memahami Akad-Akad Syari’ah, Op. Cit., h. 44

12


(23)

zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaYWUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA

18

akibat tindakan hukum orang yang berserikat, terjadinya al-amlak ikhtiyar seperti dua orang yang membeli barang atau ke dua-duanya menerima suatu barang yang dihadiahkan kepada mereka maupun yang diwasiatkan kepada mereka. Dalam hal ini, barang yang dibeli, dihadiahkan atau diwasiatkan tersebut menjadi barang kongsi antara mereka berdua.13

Bisa juga terjadinya al-amlak ikhtiyar dalam perkongsian adalah secara otomatis tetapi bebas. Otomatis dalam arti tidak memerlukan suatu perjanjian atau akad dalam pembentukannya, sedangkan bebas artinya terdapat pilihan untuk menolak dari salah satu pihak. Seperti dua orang yang bersepakat membeli suatu barang atau mereka menerima hibah, wasiat atau waqaf dari orang lain, di mana mereka menerima harta tersebut, maka dalam hal ini harta yang mereka terima menjadi milik mereka secara berserikat.

2) Al-Amlak Jabar (syarikat tanpa pilihan)

Pengertian Al-amlak Jabar adalah sesuatu yang di tetapkan menjadi milik dua orang atau lebih, tanpa kehendak dari mereka. Artinya perserikatan itu terjadi secara paksa, bukan atas dasar kehendak orang yang berserikat, seperti harta warisan yang mereka terima dari orang-orang yang telah meninggal dunia. Dalam hal ini, ahli waris tidak

13


(24)

zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaYWUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA

19

memiliki pilihan untuk tidak menerima warisan tersebut, maka harta itu menjadi milik bersama orang-orang yang menerima harta warisan.14 Esensi dari syirkah al-amlak atau milik adalah suatu kepemilikan

bersama atas suatu kekayaan (common ownership of property) tidak dianggap sebagai suatu kekayaan suatu kemitraan (partnership) dalam pengertian yang sebenarnya, karena timbulnya bukan berdasarkan kesepakatan berbagi keuntungan dan resiko kerugian.15

b. Syirkah Al-Uqud (perserikatan berdasarkan suatu aqad atau kontrak)

Syirkah al-uqud adalah akad kerjasama yang disepakati dua orang atau lebih untuk mengikatkan diri dalam perserikatan modal dan keuntungan. Akad tersebut terjadi dengan kesepakatan di mana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah dan mereka pun sepakat untuk berbagi keuntungan dan kerugian.16

Syirkah ini dapat dianggap sebagai kemitraan yang sesungguhnya, karena pihak yang bersangkutan secara suka rela berkeinginan untuk membuat suatu perjanjian investasi bersama dan berbagi keuntungan dan kerugian. Perjanjian yang dimaksud tidak merupakan perjanjian formal dan tertulis, bisa saja perjanjian tersebut itu

14

Nasrun Haroen, Fiqh Muamalat , Op. Cit., h. 167

15

Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, Op. Cit., h. 59

16

Sofiniyah Ghufron, Brief Case Book Edukasi Profisional Syariah, Cara Mudah Memahami Akad-Akad Syari’ah, Op. Cit., h. 44


(25)

20

berupa informal dan secara lisan. Sebagaimana halnya yang terdapat pada perjanjian mudharabah, adalah lebih baik apabila perjanjian syirkah al-uqud di informasikan dalam suatu perjanjian tertulis dengan di saksikan para saksi yang memenuhi syarat.

Syirkah dalam katagori syirkah al-uqud terbagi menjadi empat bagian yaitu:

syirkah al-inan, syirkah al-mufawadha, syirkah al-wujuh, dan yang terakhir

syirkah abdan/al-amal.

1. Syirkah Al-Inan

Syirkah Al-Inan yaitu dua orang yang berserikat dalam permodalan untuk melakukan perdagangan dan bersekutu dalam keuntungan.17 Atau perjanjian kemitraan dua orang atau lebih dengan memberikan modal baik berbentuk uang maupun dalam bentuk tenaga kerja dalam bentuk kombinasi dari semua dari investasi tersebut. Dalam perserikatan jenis ini, tidak ada persyaratan bahwa modal yang digabungkan oleh masing-masing pihak yang berserikat tidak mesti harus sama jumlanya baik dalam modal pengelolah maupun dalam pembagian keuntungannya maka boleh saja modal salah satu pihak jauh lebih besar dari pihak lainnya. Maka dalam hal ini harus benar-benar tegas dan jelas di tentukan dalam perjanjian yang telah disepakati. Sedangkan bagian dari kerugian yang harus ditanggung oleh masing-masing

17

Arisson Hendry, Perbankan Syari’ah Persfektif Praktisi, Sebuah Paparan Komprehensif Praktek Perbankan syariah Di Indonesia , (Jakarta: Muamalat Institute, 1999), cet I, h. 81


(26)

zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaYWUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA

21

pihak sesuai dengan modal yang ditanamkan oleh masing-masing yang bersangkutan yang melakukan serikat.18

Syirkah al-inan ini merupakan bentuk syirkah yang paling banyak dipraktekkan dalam dunia bisnis. Hal ini karena bentuk perserikatan ini lebih mudah dan fleksibel sistem pelaksanaannya, di mana salah satu dari patner dapat memiliki modal yang lebih tinggi dari pada mitra yang lain begitu pula salah satu pihak dapat menjalankan perniagaan sementara yang yang lain tidak ikut serta. Sedangkan pembagian keuntungan dalam syirkah al-inan ini dapat di lakukan sesuai dengan kesepakatan mereka yang melakukan serikat, bahkan boleh salah satu patner memiliki keuntungan yang lebih besar sekiranya ia memang lebih memiliki keahlian dan keuletan dalam pekerjaanya dibandingkan dengan yang lain. Adapun kerugian yang diperoleh harus dibagi menurut modal yang ditanamkan oleh masing-masing patner.19 Berikut ini beberapa karakteristik dari syirkah al-inan.20

a. Besarnya penyertaan modal dari masing-masing anggota tidak harus sama

b. Masing-masing anggota mempunyai hak penuh dalam pengelolahan usaha.

18

Muhammad, Sistem dan Operasional Bank Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2000), cet ke I, h. 12

19

Ikhwan Abidin basri, JIC, Jakarta. Go. Id

20


(27)

zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaYWUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA

c. Pembagian keuntungan dapat didasarkan sesuai dengan persentase modal masing-masing, tetapi bisa juga atas negosiasi.

d. Kerugian dan keuntungan bersama sesuai dengan besarnya penyertaan modal masing-masing pihak yang berserikat.

Semua ulama membolehkan jenis syirkah ini. Mazhab Hanafi dan

22

Hambali mengizinkan salah satu dari alternatif mengenai keuntungan. Pertama, keuntungan dari kedua pihak dibagi menurut porsi dana mereka. Kedua, keuntungan bisa dibagi secara sama, tetapi kontribusi dana masing-masing pihak mungkin berbeda. Ketiga, keuntungan dapat dibagi secara tidak sama tetapi dana yang diberikan sama.21 Sedangkan Mazhab Maliki dan Mazhab Syafi’i menerima jenis dengan syarat? keuntungan dan kerugian dibagi proporsional sesuai dengan dana yang ditanamkan. Alasan mereka, keuntungan musyarakah ini dianggap keuntungan modal. Dalam syirkah al-inan para pihak atau mitra bertindak sebagai kuasa dari kemitraan itu, tetapi bukan merupakan penjamin bagi mitra usaha lainnya. Sebagai konsekuensinya, seorang mitra tidak bertanggungjawab terhadap kewajiban pihak lain.22

21

Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syari’ah Suatu Pengenalan Umum, (Jakarta: Tazkia Institut, 1999), h.131

22

Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, Op. Cit. h.61


(28)

23 2. Syirkah Al-Mufawadhah

Secara terminologi, syirkah al-mufawadhah adalah perserikatan dua orang atau lebih pada suatu obyek, dengan syarat masing-masing pihak memasukan modal yang sama jumlahnya, serta melakukan tindakan hukum yang sama, sehingga masing-masing pihak dapat bertindak hukum atas nama orang-orang yang berserikat tersebut.

Syirkah al-mufawadhah merupakan bentuk syirkah yang lebih mengutamakan kesamaan dalam segala hal, baik dalam penyertaan modal, pembagian kerja, keuntungan maupun kerugian yang ditimbulkan dari usaha tersebut. Ulama Hanafiya dan Zaidiyah tidak membolehkan modal salah satu pihak lebih besar dari pada modal pihak lain dan keuntungan yang diterima salah satu pihak lebih besar dari yang diperoleh mitra serikatnya. Demikian juga dalam masalah kerja dan kerugian.

Jadi, masing-masing anggota memiliki kesamaan dalam permodalan dan keuntungan. Satu pihak tidak dibenarkan memiliki saham modal lebih banyak dari partnernya, seperti; jka ia memiliki saham modal 1000 dinar dan partnernya 500 dinar. Meskipun tidak digunakan dalam proses bisnis, dan tidak boleh menyisakan sepeserpun dari modal syirkah kecuali harus dimasukkan dalam proses syarikah. Disyaratkan pula adanya kesamaan wewenang.

Tidak dibenarkan jika transaksi tersebut dilakukan antara anak kecil dengan orang yang sudah balig, atau antara seorang muslim dengan non


(29)

zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaYWUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA

24

muslim. Tidak dibenarkan jika wewenang salah satu partner lebih banyak dari yang lain. Setiap partner menjadi wakil dan penjamin bagi partner lain, setiap partner bertanggungjawab atas transaksi dan tindakan yang dilakukan partnernya lainnya. Jika salah satu dari syarat-syarat ini tidak terpenuhi, atau kebutuhan modal bisa ditutupi oleh saham salah satu pihak maka transaksi

syarikah ini berubah menjadi syarikah annan, karena tidak adanya kesamaan. (para pelaku dalam syarikah mufawadhah tidak saling mempunyai hak milik atas harta yang bersifat pribadi, baik itu dari warisan atau hadiah23

Beberapa syarat dalam syirkah al-mufawadhah, adalah 1. Nilai masing-masing pihak atau mitra harus sama

2. Persamaan wewenang dalam bertindak. Dengan demikian, tidak sah perserikatan anak kecil dengan orang dewasa.

3. Persamaan agama. Tidak sah perserikatan antara orang muslim dengan non muslim.

4. Setiap pihak atau mitra harus dapat menjamin, atau wakil pihak yang lainnya dalam pembelian dan penjualan barang yang diperlukan.

Mengenai hukum kebolehan praktek syirkan al-mufawadhah ini, terdapat perbedaan dari kalangan ulama. Ulama yang membolehkan, seperti hanafiyah, zaidiyah. Berbeda dengan ulama syafi’iyah, hanabilah tidak

23

Arisson Hendry, Perbankan Syari’ah Persfektif Praktisi, Sebuah Paparan Komprehensif Praktek Perbankan syariah Di Indonesia , Op. Cit. h.81-82


(30)

zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaYWUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA

25

membolehkan karena sangat sulit menentukan prinsip kesamaan modal, kerja, dan keuntungan dalam perserikatan ini.24

3. Syirkah Al-Wujuh

Adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang tidak mempunyai modal sama sekali, tetapi mempunyai keahlian dalam bisnis. Mereka berani membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan, dan menjual barang tersebut dengan harga tunai. Mereka berbagi dalam keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh mitra.

Jenis musyarakah ini tidak memerlukan modal karena pembeliannya secara kredit berdasarkan jaminan tersebut. Kontrak ini pun sering disebut sebagai musyarakah piutang. Di zaman sekarang, perserikatan seperti ini mirip makelar dan banyak dilakukan oleh orang. Dalam perserikatan ini, pihak yang berserikat membeli barang secara kredit. Hanya atas dasar suatu kepercayaan, kemudian barang yang mereka beli secara kredit itu mereka jual kembali dengan harga tunai, sehingga mereka memperoleh keuntungan dari barang yang mereka beli secara kredit dan dijual secara tunai.

Hukum perserikatan seperti ini diperselisihkan dikalangan para ulama fiqh. Ulama yang membolehkan perserikatan seperti ini adalah. Ulama Hanafiyah, Hanabilah, dan Zaidiyah. Alasannya masing-masing bertindak sebagai wakil dari pihak lain, sehingga pihak lain itu terikat pada transaksi yang dilakukan oleh mitra serikatnya. Di samping itu, menurut mereka

24


(31)

26

perserikatan seperti ini banyak dilakukan orang di berbagai wilayah Islam, dan tidak ada ulama fiqh yang menentangnya. Ulama Malikiyah, Syafi’iyah, Zahiriyah dan Syiah Imamiyah. Menyatakan bahwa perserikatan ini tidak sah. Alasannya, obyek dalam perserikatan itu adalah modal dan harga, sedangkan dalam serikat al-wujuh tidak demikian. Karena baik modal maupun kerja dalam perserikatan ini tidak jelas. Modal orang-orang yang mengikatkan diri dalam syirkah al-wujuh tidak ada, dan bentuk kerjanya pun tidak jelas. Oleh sebab itu, transaksi seperti ini menurut mereka, termasuk transaksi terhadap sesuatu yang tidak ada (al-ma’dum), yang dilarang oleh syara.

4. Syirkah Al-Abdan

Adalah kontrak kerjasama dua orang yang berserikat untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari penjualan itu. Dan hasilnya untuk mereka berdua, misalnya, kerjasama antara dua orang tukang penjahit, untuk menerima orderan seragam baju kantor, dan kerjasama antara dua orang tukang besi untuk mengerjakan proyek syarikat ini biasa dikenal dengan syarikat para pekerja. Dengan pembagian hasil yang sama atau berbeda, baik pekerja itu sejenis seperti tukang jahit denga tukang jahit, atau tidak sejenis seperti tukang penjahit dengan tukang besi, mereka menyewa tempat untuk perniagaanya dan bila mendapatkan keuntungan dibagi menurut kesepakatan mereka. Para mitra menyumbangkan keahlian dan tenaga untuk


(32)

zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaYWUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA

27

bisnis tanpa memberikan modal. Syarikat ini lazim disebut syarikat al-amal

(syarikat kerja)25

Terhadap boleh atau tidaknya betuk perserikatan ini masih diperselisikan kalangan Ulama fiqh. Kalangan ulama fiqh yang membolehkan perserikatan ini di antaranya Malikiyah, Hanafiyah Hanabilah dan Zaidiyah, karena tujuan utama dari perserikatan ini adalah mencari keuntungan dengan modal kerja bersama. Alasan mereka membolehkan syarikat ini berdasarkan atas riwayat dari Ibnu Masud, Ammar dan Sa’ad. Ketiga sahabat ini melakukan suatu perserikatan dalam Perang Badar untuk berkerjasama mendapatkan harta rampasan perang. Ibnu masud mengatakan, “ Saya dan Ammar tidak mendapatkan apa-apa, sedangkan Sa’ad mendapatkanya. ketika itu Rosulullah SAW tidak mengingkari perserikatan itu ( Hr abu daud, An-nasa’I, dan Ibnu Majah dari Abi Ubaidah ). Hanya sajah, Ulama Malikiyah mengajukan satu syarat untuk keabsahan perserikatan ini, yaitu bahwa kerja yang dilakukan orang yang berserikat ini harus sejenis, satu tempat, serta hasil yang diperoleh dibagi menurut kuantitas kerja masing-masing. Misalnya, perserikatan dalam menjahit pakaian orang atau menerima upah jahitan. Masing-masing pihak harus megerjakan bagian pekerjaan yang terkait dengan penjahit pakaian itu, sekalipun jenis yang dikerjakan tidak sama. Seperti, satu orang menggunting baju sesuai ukuran pemesan dan satu orang lagi

25


(33)

yutsrpnmlkihgedbaYUTSRPNMLKJIHGEDBA

zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaYWUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA

28

menjahitnya. Sekalipun berbeda jenis pekerjaan yang dikerjakan masing-masing pihak, namun, pekerjan itu masih dalam rangka menyelesaikan penjahitan tersebut.26

Sedangkan kalangan ulama fiqh yang tidak membolehkan serikat ini adalah ulama Syafi’iyah, Imamiyah, dan Hanafiyah. Mereka berpendapat bahwa syarikah hanya terbatas pada harta dan bukan pada kerja (perundang-undangan modern meniadakan syarikah jenis ini karena tidak didasari modal. Jadi modal syarikah tidak boleh berupa kerja masing-masing pihak semata, akan tetapi harus ada yang berbentuk materi). Karena sebuah kerja itu tidak pasti. Jadi didalamnya terdapat unsur untung-untungan dan ketidak pastian; dimana masing-masing tidak mengetahui apakah partnernya produktif atau tidak. Dan karena masing-masing memiliki fisik dan produktifitas berbeda, jadi masing-masing mempunyai daya hasil sendiri-sendiri, seperti seandainya mereka perserikatan dalam mengumpulkan kayu bakar, berburu, dan hal-hal mubah lainnya.27

4. Rukun dan Syarat Musyarakah

a Rukun Musyarakah

Menurut jumhur ulama, rukun syirkah ada 3, yaitu:

26

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Op. Cit., h. 171-172

27

Arisson Hendry, Perbankan Syari’ah Persfektif Praktisi, Sebuah Paparan Komprehensif Praktek Perbankan syariah Di Indonesia , Op. Cit., h. 84


(34)

29

1. Sighat (ucapan) ijab dan qabul (penawaran dan penerimaan) Tidak ada bentuk khusus dari kontrak musyarakah. Ia dapat berbentuk pengucapan yang menunjukan tujuan, misalnya: “Mengadakan perseroan dengan anda dalam masalah ini “, kemudian pihak yang bersangkutan yang mengadakan perseroan tersebut menjawab: “Aku terima”, akad dianggap sah jika diucapkan secara formal atau tertulis.

2. Pihak yang berakad (Shahibul Maal) dan pelaksana (musyarik)

Pihak yang berakad harus cakap hukum, berakal, dan mampu bertransaksi

3. Obyek akad (proyek/usaha)

Obyek akad harus jelas, yaitu yang terdiri dari modal usaha dan kerja.

b. Syarat Musyarakah

ク Ucapan.

Akad syirkah dianggap sah apabila diucapkan secara verbal atau ditulis dan disaksikan oleh para saksi. Tidak ada bentuk khusus dari kontrak musyarakah, ia dapat berbentuk pengucapan yang menunjukkan tujuan.


(35)

30

ク Pihak yang berkontrak

Disyaratkan bahwa mitra harus kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.

ク Obyek kontrak (modal)

Modal yang diberikan harus berupa uang tunai, emas, perak, atau yang bernilai sama. Modal dapat terdiri dari modal berwujud asset perdagangan, seperti barang-barang, property, perlengkapan, dan sebagainya. Bahkan dalam bentuk hak yang tidak terlihat, seperti lisensi, hak paten. Bila itu dilakukan seluruh modal tersebut harus dinilai terlebih dahulu secara tunai dan disepakati oleh mitranya.

ク Kerja

Partisipasi para mitra dalam pekerjaan musyarakah adalah sebuah ketentuan dasar hukum kerjasama. Tidak dibenarkan bila salah seorang di antara mereka menyatakan tak akan ikut serta menangani pekerjaan dalam kerjasama. Namun, tidak ada keharusan mereka menanggung beban kerja secara bersama. Salah satu pihak boleh menangani pekerjaan lebih dari yang lain, dan berhak menuntut pembagian keuntungan lebih bagi dirinya.28

28

Sofiniyah Ghufron, Brief Case Book Edukasi Profisional Syariah, Cara Mudah Memahami Akad-Akad Syari’ah , Op. Cit., h.48-49


(36)

yutsrpnmlkihgedbaYUTSRPNMLKJIHGEDBA

31

ク Pembagian Keuntungan dan Kerugian

Pembagian Keuntungan

Dalam musyarakah, keuntungan harus di kuantifikasi atau dinilai jumlahnya. Hal tersebut untuk mempertegas dasar berkontrak musyarakah agar tidak ada perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan dan penghentian

musyarakah. Jika para mitra mengatakan bahwa keuntungan akan dibagi di antara kita, maka dalam hal ini keuntungan akan dialokasikan menurut saham masing-masing dalam modal atau presentase tertentu.

Setiap keuntungan mitra harus merupakan bagian proporsional dari seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi seorang mitra.29

Pembagian kerugian

Kerugian merupakan bagian modal yang hilang, karena kerugian harus dibagikan para mitra secara proporsional terhadap saham masing-masing dalam modal. Para modal dapat menghindar dari tanggung jawab atas kerugian yang timbul.

29

Dewan Syari’ah Nasional MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah, (Jakarta: BMI, 2000), cet. I, h. 53


(37)

32

5. Sebab Berakhirnya Musyarakah

Ada beberapa hal yang menyebabkan berakhirnya suatu akad musyarakah.

Menurut ulama fiqh hal-hal yang dapat membatalkan atau menunjukkan berakhirnya akad musyarakah, ada yang bersifat umum (general) dan sebab-sebab yang besifat khusus (spesifik). Adapun hal-hal yang bersifat umum, yaitu:

a. Salah satu pihak membatalkan atau mengundurkan diri, meskipun tanpa persetujuan yang lainnya.

b. Salah satu pihak kehilangan kecakapannya bertindak hukum dalam mengelola harta, seperti orang gila.

c. Salah satu pihak meninggal dunia, tetapi jika salah satu anggota musyarakah

lebih dari dua, yang batal hanya yang meninggal dunia saja.

d. Orang yang jatuh bangkrut yang berakibat tidak berkuasa lagi atas harta yang menjadi saham musyarakah.

e. Salah satu pihak berada di bawah pengampunan.

Kemudian ulama fiqh juga mengemukakan hal-hal yang bersifat khusus yang membuat berakhirnya akad perserikatan, jika dilihat dari bentuknya perserikatan yang dilakukan, sebagai berikut:30

1. Syirkah Al-amwal, akad perserikatan ini dianggap batal apabila semua atau sebagian modal perserikatan hilang, karena obyek dalam perserikatan ini adalah harta. Maka dengan hilangnya harta berarti perserikatannya juga berakhir.

30


(38)

33

2. Syirkah Al-muwafadhah, perserikatan ini dinyatakan batal apabila modal masing-masing pihak tidak sama kuantitasnya, karena al-muwafadhah itu sendiri berarti persamaan, baik dalam modal, kerja, maupun dalam pembagian keuntungan dan kerugian di antara pihak yang berserikat.

B. Bagi hasil

1. pengertian bagi hasil

Bagi hasil menurut terminologi asing, bagi hasil dikenal dengan (profit sharing). Profit sharing dalam kamus ekonomi diartikan sebagai pembagian laba. Bagi hasil, merupakan salah satu langkah dalam transaksi ekonomi untuk memperoleh keseimbangan sosial dalam memperoleh kesempatan pendapatan ekonomi. Dengan demikian, bagi hasil dipandang sebagai langkah yang cukup efektif untuk mencegah terjadinya kesenjangan antara yang kaya dengan yang miskin. Dalam kehidupan bermasyarakat.

Secara teknis, prinsip bagi hasil terlaksana melalui mekanisme penyertaan modal (participartory loan) atas dasar prinsip profit and loss sharing dari suatu proyek usaha. Dengan demikian, pemilik kapital merupakan mitra, bukan sebagai pihak yang yang meminjamkan dana. Hal ini terlaksana dalam sebuah bentuk kerja sama antara pemilik modal dengan pengusaha lain dalam melaksanakan unit-unit ekonomi atau proyek usaha dengan landasan saling membutuhkan.

Meskipun bagi hasil dengan metode profit and loss sharing merupakan metode dasar dalam transaksi investasi, tapi di negara kita pada saat ini mengenal


(39)

zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaYWUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA

34

atau bank-bank Islam menggunakan dua metode perhitungan. Yaitu aplikasinya perbankan syariah pada umumnya menggunakan Profit Loss sharing dan Revenue Sharin, tergantung pada kebijakan masing-masing bank untuk memilih salah satu dari sistem yang ada.

Adapun fatwa Dewan Syariah Nasional yang menetapkan bagi hasil adalah fatwa No. 15/DSN-MUI/IX/2000 tanggal 7 Jumadil Akhir 1421 H atau tanggal 16 September 2000 M tentang prinsip distribusi bagi hasil dalam lembaga keuangan syariah, Fatwa tersebut menyatakan:

a. Pembagian hasil usaha antara pihak (mitra) dalam suatu bentuk usaha kerja sama boleh didasarkan pada prinsip Profit Loss Sharing (bagi untung), yakni bagi hasil yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi biaya pengelolaan dana, dan boleh juga didasarkan pada prinsip Revenue sharing (bagi pendapatan), yakni bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan pengelola dana, dan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.

b. Kedua prinsip tersebut pada dasarnya dapat digunakan untuk keperluan distribusi hasil usaha dalam lembaga keuangan syariah

c. Supaya para pihak yang berkepentingan memperoleh kepastian tentang prinsip mana yang boleh digunakan dalam LKS, sesuai dengan prinsip ajaran Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang prinsip-prinsip pembagian hasil usaha dalam LKS untuk di jadikan rujukan dan pedoman.31

31

Tim Penulis Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, (Jakarta: PT. Intermasa, 2003), cet. 2, h.93


(40)

yutsrpnmlkihgedbaYUTSRPNMLKJIHGEDBA

Dalam fatwa tersebut telah jelas bahwa ada dua prinsip bagi hasil dalam keuangan syariah yakni, Profit and Loss Sharing dan Revenue Sharing, sehingga pihak bank dapat memilih salah satu dari kedua prinsip tadi dalam aplikasi sistem bagi hasilnya.

Menurut klasifikasinya, bagi hasil terbagi dalam dua sistem, yaitu:

a. Sistem bagi hasil berdasarkan Revenue Sharing adalah sistem perhitungan nisbah bagi hasil yang berdasarkan kepada pendapatan keseluruhan yang diterima sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut atau sistem pembagian keuntungan berdasarkan penjualan atau pendapatan. Dalam hal ini, biaya-biaya ditanggung pengusaha atau mudharib. Perhitungan bagi hasil dilakukan berdasarkan nisbah yang telah disepakati dengan nasabah pada saat terjadinya kontrak atau akad pembiayaan.

b. Sistem bagi hasil berdasarkan Profit and Loss Sharing, adalah perhitungan bagi hasil berdasarkan kepada hasil total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut atau sistem pembagian keuntungan berdasarkan hasil laba bersih setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.


(41)


(42)

36

BAB III

GAMBARAN UMUM BPRS WAKALUMI

A. Sejarah Singkat Berdirinya BPRS Wakalumi

Sejarah berdirinya BPR Syari’ah di Indonesia sebagai salah satu bentuk jenis

Bank Perkreditan Rakyat di Indonesia tidak bisa lepas dari sejarah BPR-BPR

pada umumnya. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang status hukumnya disahkan

dalam paket kebijaksanaan keuangan moneter dan perbankan melalui PAKTO

tangal 27 Oktober 1988, pada dasarnya merupakan penjelmaan modal baru

lumbung Desa dan Bank Desa dengan beraneka ragam namanya yang ada

khususnya di pulau Jawa sejak akhir 1890-an hingga tahun 1967, sejak keluarnya

UU pokok Perbankan, status hukumnya diperjelas dengan izin dari Menteri

Keuangan. Dengan adanya keharusan izin tersebut, diikuti dengan upaya-upaya

pembenahan terhadap badan-badan kredit Desa yang berproses menjadi lembaga

keungan bank.1

Bank Wakalumi ini berdiri dipelopori oleh adanya keinginan para karyawan

alumni Citibank untuk membuat suatu BPR. Pada awalnya para karyawan alumni

Citibank tersebut ingin mendirikan sebuah yayasan yang diberi nama Wakalumi

(Wakaf Karyawan Dan Alumni Muslim Citibank). Yayasan ini bergerak dalam

bidang sosial dan pendidikan bagi anak yatim, miskin dan dhuafa khususnya.

1

Warkum Sumitro Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait (BAMUI dan TAKAFUL) di Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2001), cet. Ke-I h. 105


(43)

37

Adapun tujuan didirikan BPRS Wakalumi ini selain sebagai unit bisnis yang

profesional dan Islami, juga untuk menyediakan dana berkesinambungan guna

mendukung kegiatan yayasan.2

Pada tanggal 9 April 1990, yayasan ini resmi mendirikan perseroan berupa

BPR yang beroperasi dengan menggunakan sistem konvensional. Namun

berdasarkan Akte Notaris B.R.A.Y Mahyastoeti Notonagoro No. 78 tanggal 9

Juni 1994, perseroan ini menyetujui masuknya Bank Muamalat sebagai

pemegang saham dengan kepemilikan sebesar 49 persen. Dengan masuknya Bank

Muamalat ini, sistem operasional yang digunakan BPR yang tadinya

menggunakan sistem operasional secara konvensional dirubah menjadi

menggunakan sistem operasional secara syariah.

Mulai dari Komisaris dan Direktur dipegang oleh orang-orang dari Bank

Muamalat, dengan posisi Bank Wakalumi berada di bawah Bank Muamalat.

Dengan adanya bantuan teknis dan manajemen dari Bank Muamalat, kinerja Bank

Wakalumi menjadi semakin baik. Setelah melalui transisi untuk melakukan

konversi sistem operasional, maka sejak tahun 1995, perseroan resmi beroperasi

dengan sistem syariah. Dengan surat keputusan menteri keuangan RI No. Kep

016/KM. 17/1995/tanggal 16 Juni 1995, maka Bank Wakalumi merupakan BPR

pertama yang merubah sistem operasional dari konvensional menjadi sistem

operasional syariah.

2


(44)

38

Mulai tahun 2003, keterkaitan antara Bank Wakalumi dengan Bank Muamalat

lebih ditingkatkan lagi dengan menjadikan Bank Wakalumi sebagai mitra kerja

Bank Muamalat. Melalui proses yang panjang BPRS Wakalumi telah mampu

menjadi suatu lembaga keuangan yang sehat, baik dari segi asset maupun kinerja

usaha secara umum. Hal ini dibuktikan dengan produktivitas dan peningkatan

asset yang cukup berarti dari waktu ke waktu. Kini Bank Wakalumi memiliki 4

kantor kas yang tersebar di wilayah Kabupaten Tangerang.

BPRS Wakalumi ini telah mengalami beberapa kali perubahan modal dasar,

berawal dari Rp. 300 juta meningkat menjadi Rp. 1,5 milyar, kemudian pada

tahun 2005 meningkat menjadi Rp. 6 milyar. Sejak masuknya Bank Muamalat

pada tahun 1994, kepemilikan perseroan terbuka bagi sapa saja yang memiliki

komitmen yang sama untuk mengembangkan ekonomi umat.3

B. Visi, Misi dan Motto BPRS Wakalumi

Adapun visi, misi dan motto BPRS Wakalumi adalah

1. Visi

Visi yang akan diwujudkan oleh BPRS Wakalumi adalah menjadikan

BPR syariah terbaik dan terpercaya.

3


(45)

yutsrponmlkjihgedaWVUTSRPONMLKJIGFEDCBA

39

2. Misi

a. Memberdayakan ekonomi umat dengan fokus usaha mikro, kecil dan

menengah

b. Memberikan layanan unggul dan amanh bagi para mitra usaha.

c. Memiliki sistem dan cara kerja yang unggul dengan sumber daya

insani yang profisional, kompeten, handal dan menjujung tinggi

Ukhuwah Islamiyah.

d. Memberikan manfaat optimal bagi para Stakeholder

e. Memberikan kontribusi nyata bagi Negara dan bangsa

3. Motto

Adapun motto BPR syariah Wakalumi adalah membangun kualitas

hidup yang hasanah

C. Struktur Organisasi BPRS Wakalumi

Susunan Pengurus BPRS Wakalumi:

Dewan Pengawasa Syariah

Ketua : Drs. H. Zakarsih Nur

Anggota : KH. Ahmad Munir S.

Dewan Komisaris

Ketua : Teddy Kharsadi

Anggota : Isnaini Mufti Aziz


(46)

40

Dewan Direksi : Andung Muda Harmanu

Anggota : Ani Soraya

Pembiayaan : Silvi S

Pendanaan : Muslih

Puryanto

Audit :Yani

Sekertaris : Tri Haryanto

Adm, Legal dan Remedial : Nursirwansyah

Yusman

Budiyono

Iwan S

Umum dan Personalia : Nursidik

Mukiyo N

Satia

Operasi : Rofiqoh

Widiastuti

Marlia

Keterangan :

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) merupakan organ perseroan yang

memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang


(47)

ywutsrponmlkjihfedbaSQPOMKIHDCB

41

untuk menetapkan perubahan anggaran dasar (AD), termasuk di dalamnya

mengangkat direksi dan komisaris.

Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah badan independen yang ditempatkan

oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) pada bank, yang beranggotakan para pakar di

bidang syariah muamalat dan memiliki pengetahuan tentang perbankan. Adapun

tugas utama Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi kegiatan usaha bank agar

tidak menyimpang dari ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan oleh

DSN.4 Selain itu DPS memiliki fungsi sebagai berikut:

1. Sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pemimpin unit

usaha syariah, dan pemimpin kantor cabang syariah mengenai hal-hal

yang berkaitan dengan aspek perbankan syariah.

2. Sebagai mediator antara bank dan DSN dalam mengkomunikasikan

usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari bank yang

memerlukan kajian dan fatwa dari DSN.

3. Sebagai perwakilan DSN yang di tempatkan pada bank dan kewajiban

untuk melaporkan kegiatan usaha serta perkembangan bank syariah

yang di awasi kepada DSN.

Dewan komisaris adalah organ perseroan yang mempunyai tugas mengawasi

dan mengarahkan pelaksanaan-pelaksanaan yang dijalankan oleh direksi agar tetap

mengikuti kebijaksanaan bank seperti tercantum dalam anggaran dasar mengenai

4

Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: Alvabet, 2002), cet. I, h. 121


(48)

ywutsrponmlkjihfedbaSQPOMKIHDCB

42

peraturan tugas dewan komisaris. Dewan komisaris diangkat dan diberhentikan dalam

rapat umum pemegang saham (RUPS).

Dewan direksi mempunyai tugas memimpin dan mengawasi kegiatan bank

sehari-hari sesuai dengan kebijaksanaan umum yang telah disetujui dewan komisaris

dalam rapat para pemegang saham untuk mencapai tujuan perseroan.

Pembiayaan bertugas membuat register calon debitur, membuat register

debitur, membuat daftar rencana angsuran atau pembayaran debitur dan

aktualisasinya, membuat surat-surat peringatan, pemecahan permasalahan debitur,

membuat struktur dana dan alokasi dana dari dana mobilisasi tersebut untuk

memenuhi permohonan pembiayaan yang masuk, serta semua tugas yang

berhubungan dengan masalah pembiayaan kecuali pembiayaan yang bermasalah.5

Pendanaan bertugas menghimpun tabungan, baik itu tabungan umum,

tabungan pendidikan, tabungan Qurban, tabungan haji, maupun tabungan kelompok;

serta menghimpun deposito.

Audit bertugas menjaga kekayaan bank melalui program audit control,

vertical dari system monitoring yang telah dirancang serta melakukan pengembangan

- pengembangan dari sistem yang telah dipakai.

Sekretaris, bertugas melakukan surat-menyurat, arsip, dan dokumean.

Administrasi, Legal & Remedial, bertugas mengatur, mengawasi dan

melaksanakan kegiatan administrasi dan dokumentasi pemberian pembiayaan serta

5

Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Press, 2000), h. 58


(49)

43

melakukan kegiatan untuk mengamankan posisi bank dalam memberikan pembiayaan

sesuai dengan hokum yang berlaku.

Bagian Umum dan Personalia bertugas menyimpan daftar hadir karyawan,

surat-surat ijin dan surat-surat tugas, urusan gaji karyawan dan social, penyeleggaraan

kartu pegawai dan data pegawai, kenaikan dan pangkat, pendidikan dan pembinaan

karyawan.

Bagian Operasi bertugas melaksanakan kegiatan operasi bank. Adapun yang

termasuk dalam bagian operasi ini adalah: teller, service operasional, tabungan dan

sundries, serta loan dan deposito

D. Produk-Produk dan Jasa BPRS Wakalumi

Secara garis besar produk yang ditawarkan BPRS Wakalumi dibagi menjadi

dua kelompok. Pertama produk-produk penghimpun dana, Kedua produk-produk

penyaluran dana.

1. Produk-Produk Penghimpun Dana.

a. Tabungan Tawakal (Tabungan Wakalumi)

Tabungan tawakal merupakan tabungan simpanan nasabah yang

mana penarikannya dapat di lakukan setiap saat atau sewaktu-waktu jam

kerja BPRS Wakalumi. Sedangkan menurut Undang-Undang No. 10


(50)

44

dilakukan menurut syarat-syarat tetentu yang disepakati, tetapi tidak dapat

ditarik dengan cek, bilyet, giro.6

Tabungan tawakal ini merupakan produk penghimpun dana

dengan menggunakan konsep mudharabah di mana dana tersebut dikelola

oleh bank agar mendapatkan keuntungan sedangkan nasabah mendapatkan

bagi hasil dari keuntungan dana tersebut sesuai dengan kesepakatan yang

telah dibuat oleh bank dengan para nasabah diawal terjadinya pada

tabungan tawakal ini. Ada beberapa macam jenis tabungan yang di

katagorikan masuk dalam tabungan tawakali ini, yaitu :

1) Tabungan Umum

2) Tabungan Pendidikan

Tabungan pendidikan merupakan tabungan kolektif siswa atas

nama satu sekolah. Pengumpulan atas tabungan ini di lakukan oleh kepala

sekolah dan dapat juga dilakukan oleh bendahara dan siapa saja yang di

tunjuk olah kepala sekolah.

3) Tabungan Keluarga

4) Tabungan Kelompok

Tabungan kelompok merupakan tabungan berupa simpanan atas

sekumpulan orang di mana simpanan tersebut hanya mengatas namakan

satu orang untuk satu rekening.

a. Tabungan Haji Mudharabah (Tahajud)

6


(51)

45

Merupakan simpanan nasabah yang berniat untuk menjalankan

ibadah haji yang penarikannya dapat dilakukan pada saat nasabah akan

menunaikan ibadah haji sebagai setoran ONH atau pada kondisi-kondisi

tertentu. Tabungan haji ini menggunakan konsep mudharabah, hasil

tabungan ini akan menambah saldo tabungan haji sehingga dapat dengan

cepat bisa menunaikan ibadah haji.

Dalam penyetoran tabungan haji ini, BPRS Wakalumi

berkerjasama dengan bank muamalat.

b. Tabungan Qurban Wakalumni (Taqwa)

Tabungan qurban yang diterapkan oleh BPRS Wakalumi

merupakan simpanan nasabah yang berniat untuk menjalankan ibadah

qurban, di mana penarikannya dapat dilakukan pada saat melakukan

ibadah qurban atau pada saat kondisi tertentu. Tabungan qurban ini

menggunakan konsep Mudharabah, bagi hasil dari keuntungan

pengelolahan dana akan menambah saldo tabungan qurban. Selain itu

BPRS Wakalumi juga memberikan fasilitas pemesanan dan penyaluran

hewan qurban.

c. Tabungan Zakat, Infaq, dan Shadaqah (Tazkiah)

Tabungan tazkiah yang dipakai BPRS Wakalumi merupakan

tabungan titipan nasabah kepada bank untuk disalurkan kepada yang

berhak menerimanya atau di kelola oleh bank untuk pembiayaan kebajikan


(52)

46

dilakukan melalui bank atas permintaan nasabah dan dapat juga dilakukan

oleh nasabah itu sendiri. Dalam hal ini bank bertindak sebagai penyalur

Zakat, Infak dan Shadaqah, atau istilah fiqhnya bank bertindak sebagai

Amil Zakat.

d. Deposito Mudharabah

Deposito Mudharabah adalah jenis simpanan yang dapat di tarik

berdasarkan jangka waktu tertentu di mana batasan waktunya di tetapkan

oleh BPRS Wakalumi (satu, tiga, enam, dan dua belas bulan) atau menurut

perjanjian dengan bank. Dana akan dikelolah oleh bank untuk

mendapatkan keuntungan.nasabah mendapatkan bagi hasil dari

keuntungan sesuai dengan kesepakatan antara bank dengan nasabah.

Sedangkan bagi hasil yang diperoleh oleh nasabah dengan bank

tergantung dengan jangka waktu masing-masing dari perjajian di awal.

2. Produk-Produk Penyaluran Dana

a. Pembiayaan Mudharabah

Jenis pembiyaan ini memberikan modal kerja usaha atau investasi

kepada pengusaha sebesarhingga 100%, dimana BPRS Wakalumi

memberikan modal sepenuhnya kepada nasabah yang ingin melakukan

usaha. Sedangkan nasabah yang bersangkutan bertanggungjawab

melaksanakan kegiatan usaha dan semua yang bersangkutan dari usaha

tersebut. BPRS Wakalumi hanya bertindak sebagai penyandang dana,


(53)

47

maupun dari segi tempatnya. Bagi hasil dari usaha yang dilakukan melalui

perjanjian sesuai dengan kesepakatan bersama.

b. Pembiayaan Murabahah

Pembiayaan ini berupa pembelian barang atau akad jual beli antara

BPRS Wakalumi dengan nasabah, di mana BPRS Wakalumi membeli

barang yang diperlukan nasabah dan menjual kepada nasabah yang

bersangkutan sebesar harga pokok ditambah keuntungan untuk bank yang

disepakati.

c. Pembiayaan Musyarakah

Pembiayaan untuk modal kerja dan investasi secara, di mana

BPRS Wakalumi dengan nasabah bersama-sama menyediakan dana untuk

kegiatan usaha atau kerjasama usaha patungan untuk membiayai usaha

yang halal dan produktif.dan bank juga dapat terlibat dari akad

musyarakah tersebut. Bagi hasil keuntungan dibagi berdasarkan nisbah

yang telah disepakati antara bank dengan nasabah.

d. Pembiayan Ijarah

Pembiayaan yang digunakan untuk memperoleh manfaat dari suatu

barang atau tempat dengan cara sewa, dimana bank syariah bertindak

sebagai pemberi sewa dan nasabah bertindak sebagai penyewa. Sedangkan

jangka waktu pembayaran disesuaikan dengan masa kegunaan sewa


(54)

48

e. Pembiayaan Qardul Hasan

Pembiayaan qardul hasan merupakan pinjaman lunak (kebajikan)

yang diberikan kepada nasabah yang benar-benar memerlukan pinjaman

atau pinjaman untuk orang-orang yang tidak mampu. Dalam pemberian

pinjaman berupa qardul hasan, bank tidak sembarangan memberikan dana

secara cuma-Cuma. Bank Meberikan syarat-syarat khusus kepada

pembiayan qardul hasan ini.

Nasabah yang berhak memperoleh pinjaman ini adalah nasabh

yang yang sulit untuk memperoleh pembiayan lainnya. Bank tidak

mendapatkan keuntungan atas pembiayaan ini. Dimana bank hanya

mengenakan kepada nasabah biaya administrasi yang timbul akibat dari

transaksi qardul hasan. Dimana sumber dana yang dihasilkan untuk

mengeluarkan pembiayaan yang seperti ini berasal dari dana Zakat, Infak

dan Shadaqah.

E. Target pasar

Dalam meningkatkan aktivitas pembiayaan, BPRS Wakalumi membuat suatu

rancangan atau pedoman dalam kegiatan untuk sosialisasi produk-produknya serta

proses pembiayan yang terdapat di bank syariah tersebut. Hal ini dilakukan agar

masyarakat memahami sekaligus mengatahui tentang sistem atau cara kerja

bank-bank yang beroperasi secara Islam. Untuk itu BPRS Wakalumi mempunyai target


(55)

49

1. Dari segi aktivitas ekonomi

BPRS Wakalumi melihat dari segi aktivitas ekonomi, segmentasi umum

pembiayaan yang diberikan kepada nasabah, badan usaha atau perorangan secara

umum, baik sendiri-sendiri ataupun kolektif, kegunaan pembiayaan untuk modal

kerja, maupun multiguna.

2. Dari segi wilayah kerja

Target pasar dari segi wilayah kerja adalah wilayah disekitar kantor PT. BPRS

Wakalumi berada.

3. Dari segi jenis usaha

Target pasar dari segi jenis usaha ini terdiri dari : jasa pendidikan, jasa makanan

dan minuman, industri pakaian dan pelengkapannya, serta perdagangan dan

lain-lain. Kebijakan jenis usaha ditentukan dengan kondisi ekonomi yang berlaku di

pasar.

4. Dari segi pengalaman

Dari segi ini, diutamakan nasabah yang telah memiliki pengalaman mengelola

usaha sejenis ( untuk wiraswasta ) atau karyawan minimal 2 tahun.11

F. Sistem Operasional

Semua jenis transaksi perbankan, bank tabungan maupun pembiayaan pada

PT. BPRS Wakalumi di rancang tanpa unsur bunga, melaikan didasarkan pada

prinsip kerjasama hasil dan jual beli. Dengan sistem seperti ini, praktek bunga


(56)

50

prinsip saling mengutungkan dalam usaha. Dengan demikian, penempatan dan

pembiyaan pada BPRS Wakalumi memberi manfaat antara lain :

1. Terhindar dari riba,

2. Nisabah (profit/ keuntungan yang diberikan kepada bank tetap bersaing


(57)

51

BAB IV

APLIKASI SISTEM BAGI HASIL PADA PEMBIAYAAN MUSYARAKAH PADA BPRS WAKALUMI

A. Prosedur Pembiayaan Musyarakah Pada BPRS Wakalumi

Salah satu aspek penting dalam perbankan syariah adalah proses pembiayaan

yang sehat. Yang dimaksud dengan proses pembiayaan yang sehat adalah proses

pembiayaan yang berimplikasi kepada investasi yang halal dan baik serta

menghasilkan keuntungan sebagaimana yang diharapkan, bahkan lebih. Pada bank

syariah, proses pembiayaan yang sehat tidak hanya berimplikasi kondisi bank yang

sehat, tetapi juga berimplikasi pada peningkatan kinerja sektor riil yang dibiayai oleh

bank tersebut.1

Untuk mendapatkan pembiayaan dengan fasilitas musyarakah, calon nasabah

diharuskan melalui beberapa proses yang telah ditetapkan oleh bank BPRS

Wakalumi. Adapun proses dan persyaratan pada umumnya yang ditetapkan oleh

BPRS Wakalumi secara umum tidak jauh berbeda dengan bank-bank yang lain untuk

mendapatkan pembiayaan musyarakah.

Tahapan awal proses pembiayaan adalah permohonan pembiayaan. Secara

formal, permohonan pembiayaan diajukan secara tertulis dari nasabah kepada pihak

bank. Namun, dalam implementasinya permohonan dapat dilakukan secara lisan

1

Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2003), h 138.


(58)

52

terlebih dahulu, untuk kemudian ditindaklanjuti jika menurut officer bank usaha yang

dimaksud layak. Berikut ini adalah prosedur pengajuan pembiayaan:

1. Inisiatif

Walk In Client dan Solisitasi. Adalah calon nasabah dengan cara datang ke

bank untuk mendapatkan jasa pelayanan dari bank. Sedangkan solisitasi

adalah tindakan yang dilakukan oleh BPRS Wakalumi dengan cara door to

door atau dengan istilah lain tindakan menjemput orang, di mana petugas

BPRS Wakalumi harus proaktif dalam pencarian calon nasabah yang masuk

katagori yang layak untuk memperoleh pembiayaan.

2. Dokumentasi (Colection Data)

Apabila dari hasil proses inisiatif disimpulkan bahwa calon nasabah layak

untuk dibiayai, maka pihak BPRS (account manager) mengumpulkan data

penunjang pembuatan usulan pembiayaan kepada panitia pembiayaan.

Adapun data-data tersebut adalah

a. Formulir Permohonan Usulan Pembiayaan

b. Kelengkapan Umum

Kelengkapan umum ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu pembiayaan

kolektif, usaha kecil yang belum berbadan usaha, dan pembiayaan perusahaan

yang telah berbadan usaha. Pada pembiayaan kolektif dan perusahaan yang

belum berbadan usaha, nasabah wajib melengkapi:

1) Foto copy KTP


(59)

53

3) Surat keterangan tempat tinggal, sedangkan yang tidak menetap surat

keterangan domisili.

4) Surat keterangan sudah menikah

5) Denah peta lokasi rumah

Untuk pengusaha kecil yang belum berbadan usaha. perlu

menambahkan kelengkapan sebagai berikut:

1) Laporan keuangan sederhana

2) Foto copy surat perintah kerja untuk pemenuhan modal pelaksanaan

suatu proyek

3) Foto copy surat izin usaha

4) Foto copy nomor pokok wajib pajak

5) Foto copy surat tanda daftar perusahaan

6) Foto copy surat keterangan domisili usaha

Sedangkan pada pembiayaan yang telah berbadan usaha, nasabah

wajib melengkapi dokumen-dokmen berupa:

1) Foto copy permohonan

2) Proposal perusahaan

3) Laporan keuangan

4) Foto copy daftar perusahaan

5) Foto copy akte pendirian perusahaan

6) Foto copy anggaran dasar perusahaan


(60)

54

8) Foto copy nomor pokok wajib pajak

9) Foto copy surat tanda daftar perusahaan

10) Foto copy SPK

c. Jaminan

3. Investigasi atau Penyelidikan

Setelah calon nasabah menyerahkan berbagai persyaratan yang diminta oleh

pihak BPRS Wakalumi ketika mengajukan permohonan pembiayaan, maka

account officer melakukan investigasi kepada nasabah. Adapun proses

investigasi ini yang dilakukan oleh pihak BPRS dengan berbagai cara, yaitu.

a. Wawancara

Wawancara awal dilakukan ketika calon nasabah mengajukan

permohonan dana.

b. On The Spot

On the spot adalah kunjungan langsung yang dilakuka oleh pihak bank ke

tempat nasabah untuk melakukan pemantauan usaha nasabah di lapangan

dan pihak bank melakukan wawancara dengan calon nasabah serta

pihak-pihak yang bersangkutan dengan calon nasabah. untuk menentukan

apakah nasabah tersebut benar-benar layak atau tidak untuk mendapatkan

pembiayaan.

4. Analisa Pembiayaan

Setelah BPRS Wakalumi menerima proposal pembiayaan yang dilengkapi


(61)

55

proposal tersebut. Untuk memenuhi terlaksananya proses standar dan

memenuhi kriteria penilaian yang di syaratkan yang disusun oleh account

officer dengan mempertimbangkan

a. Informasi secara umum

b. Informasi mengenai permintaan pembiayaan

c. Informasi mengenai kemampuan membayar kembali

d. Informasi mengenai jaminan pembiayaan

e. Informasi mengenai hubungan nasabah dengan perbankan saat ini

5. Presentasi

Setelah melakukan analisa account officer akan mengajukan usulan

pembiayaan kepada komite pembiayaan untuk memperoleh persetujuan.

6. Persetujuan

Usulan pembiayaan yang telah diterima oleh komite akan

dipertimbangkan, setelah pihak komite melihat persyaratan-persyaratan

yang diperoleh di lapangan oleh account officer. Apabila persyaratan

tersebut memenuhi syarat, maka pihak komite akan memutuskan:

a. Bila pembiayaan itu tidak layak, maka seluruh dokumen harus

dikembalikan kepada nasabah dan account officer menyampaikan

penolakan kepada nasabah.

b. Bila pembiayaan itu layak, maka account officer akan memberitahukan


(1)

yxwvutsrponmlkjihgfedcbaWTSRPOMLKIHFCB

jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil”. Pokok-pokok yang

ketentuan yang diatur lebih lanjut dalam peraturan memuat antara lain program peningkatan taraf hidup rakyat banyak yang berupa penyediaan kredit dengan bunga rendah atau pembiayaan dengan prinsip bagi hasil.

Pembiayaan musyarakah BPRS Wakalumi merupakan pembiayaan antara bank dengan perusahaan dimana baik pihak BPRS Wakalumi maupun pihak perusahaan secara bersama-sama membiayai suatu usaha atau proyek yang dikelolah secara bersama, atas dasar bagi hasil sesuai dengan penyertaan.

Sistem bagi hasil yang diterapkan pada pembiayaan musyarakah pada BPRS Wakalumi adalah Revenue sharing, yaitu perhitungan bagi hasil berdasarkan kepada total keseluruhan pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pembiayaan tersebut. Pendistribusian Revenue

Sharing pada bank syariah hanya dilakukan atas investasi dana dan tidak termasuk

pada pendapatan fee atau komisi atas jasa-jasa yang diberikan oleh bank, karena pendapatan yang diperoleh harus dialokasikan untuk mendukung biaya operasional. Sedangkan dalam Profit Loss Sharing, pendapatan yang dibagikan oleh bank adalah seluruh pendapatan. Baik hasil investasi dana maupun pendapatan jasa-jasa yang diberikan oleh bank setelah dikurangi biaya-biaya operasional.

Menurut penulis, sistem yang diaplikasikan dalam pembiayan musyarakah pada BPRS Wakalumi telah sesuai dengan fatwa dewan syariah yang menerapkan tentang Revenue Sharing, yaitu fatwa No. 15/DSN-MUI/IX/2000 tanggal 7 Jumadil


(2)

74

Akhir 1421 H atau tanggal 16 September 2000 M. Tentang prinsip distribusi bagi hasil dalam lembaga keuangan syariah, fatwa tersebut adalah:

a. Pembagian hasil usaha antara pihak (mitra) dalam suatu bentuk usaha kerja sama boleh didasarkan pada prinsip Profit Loss Sharing, (bagi untung), yakni bagi hasil yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi biaya pengelolahan dana, dan boleh juga didasarkan pada prinsip Revenue sharing (bagi pendapatan), yakni bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan pengelola dana, dan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.

b. Kedua prinsip tersebut pada dasarnya dapat digunakan untuk keperluan distribusi hasil usaha dalam lembaga keuangan syariah

c. Supaya para pihak yang berkepentingan memperoleh kepastian tentang prinsip mana yang boleh digunakan dalam LKS, sesuai dengan prinsip ajaran Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang prinsip-prinsip pembagian hasil usaha dalam LKS untuk di jadikan rujukan dan pedoman. Dalam fatwa tersebut telah jelas bahwa ada dua prinsip bagi hasil dalam keuangan syariah yakni, Profit and Loss Sharing dan Revenue Sharing sehingga pihak bank dapat memilih salah satu dari kedua prinsip tadi dalam aplikasi sistem bagi hasilnya.


(3)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Praktek sistem pembiayaan musyarakah yang diterapkan oleh BPRS Wakalumi sesuai dengan konsep musyarakah yang ada dalam dimana suatu perjanjian antara bank dengan pengusaha, dimana bank maupun pihak pengusaha secara bersama membiayai suatu usaha atau membiayai suatu proyek yang dikelolah secara bersama pula, atas dasar bagi hasil sesuai dengan persyaratan pada awal aqad. Dan keuntungan dibagikan atas kesepakatan dan sesuai dengan dana yang di investasikan oleh nasabah.

2. Pembiayan musyarakah di BPRS Wakalumi menggunakan Sistem Reveneu

Sharing, yaitu perhitungan bagi hasil yang berdasarkan kepada total

pendapatan keseluruhan yang diterima sebelum dipotong dengan biaya-biaya untuk memperoleh pendapatan tersebut. Fatwa Dewan Syariah tentang prinsip distribusi bagi hasil dalam lembaga keuangan syariah, menyebutkan Pembagian hasil usaha antara pihak (mitra) dalam suatu usaha kerja sama boleh didasarkan pada prinsip Profit Loss Sharing (bagi untung), dan boleh juga didasarkan pada prinsip Reveneu Sharing (bagi pendapatan),


(4)

76

B. Saran

1. Pada umumnya bank syariah kurang melakukan sosialisasi terhadap produk-produk yang ada di bank syariah sehingga masih banyak masyarakat awam yang belum tau sistem kinerja perbankan syariah. Berdasarkan dari uraan di atas maka penulis menyarankan kepada pihak BPRS Wakalumi agar lebih memperhatikan lagi upaya mensosialisasikan produk-produk yang ada di BPRS Wakalumi

2. Dilihat dari prosedur pinjaman yang terdapat di perbanka syariah sangatlah rumit untuk dipahami oleh masyarakat. Maka dari itu Agar dalam prosedur pinjaman lebih mudah dan fleksibel agar masyarakat dapat memanfaatkan pinjaman dengan mudah.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin basri, Ikhwan JIC, Jakarta. Go. Id

Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam, Yogyakarta: PT Dana Bakti Wakaf, 1996 Al-Zuhayli, Wahbah, Al-Fiqh Al-Islam Wa Adlatuhu, Beirut : Darul Fikri 1990 Antonio, Muhammad Syafi’I, Bank syariah : Dari Teori Ke Praktek, Jakarta, Gema

Insani Press, cet. Ke I, 2001

………., Bank Syariah WAcana bUlama dan Cendikiawan, Jakarta, Tazkia Institute, 1999

Chapra, M Umer, Alqur’an: Menuju Sistem Moneter yang Adil, Terjemahan Oleh Lukman Hakim, Yogyakarta: Dana Bakti Prima Yasa, 1997

Dewan Syari’ah MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah , Jakarta : BMI, 2000 cet. I Ghufron, Sofiniyah Brief Case Book Edukasi Profisional Syari’ah, Cara Mudah

Memahami Akad-Akad Syari’ah, Jakarta: Renaisan Anggota IKAPI, 2005

Hendry, Arisson, Perbankan Syari’ah Persfektif Praktisi, Sebuah paparan

Komprehensif Praktek Perbankan Syari’ah di Indonesia, Jakarta Muamalat

Institute, 1998, cet. I

Lewis, Mervyn K. dan Algaoud, Lativah M, Perbankan Syari’ah: Prinsip Praktek

Prospek, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2003

Muhammad, Tehnik Perhitungan Bagi Hasil di Bank Syari’ah, Yogyakarta: UII Press, 2002

………., Sistem Operasional Bank Islam, Yogyakarta: UII Press 2000, cet.I Nasrun Haroen, Fiqh Muamalat, Jakarta: PT Radar Jaya Pratama, 2000 cet. I Rifai, Muhammad, Konsep Perbankan Syari’ah, Semarang: Wicaksana 2002

Sjahdeini , Sutan Remy, Perbankan Islam dan Kebudayaan dalam Taata Hukum


(6)

78

Sumitro, Warkum, Asas-Asas Perbankan Syariah dan Lembaga-Lembaga Terkait, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997, Cet. Ke-2

Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah, Beirut: Dar Al-fikr, 1391

Tim Pengembangan Perbankan Syari’ah Institut Bankir Indonesia, Konsep, Produk dan Implementasi Operasional Bank Syari’ah, Jakarta: Djambatan, 2001 Zulkifli, Sunarto, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syari’ah, Jakarta: Zikrul