TERHAOAP TO KSISITA S KARBON TE TR A KLORIDA PADA HEPATOSIT TIKUS TERISOLASI DENGAN PARAMETER ENZIM GPT
7 > D A M ^ H O & A T
S K R I P S I
LILIK LESTYO BUDI UTOMO P E N G A R U H P E M B E R I A N E K S TR A K B A W A N G P U TI H ( Allium sativum L . ) TE R H A O A P T O K S I S I T A S K A R B O N T E T R A K L O R I D A P A D A H E P A TO S I T T I K U S TE R I S O L A S I D E N G A N P A R A M E TE R E N Z I M G P T f f U / o
M 1 L I K PERFUSI A k A A N ’UNIVERS1TAS A 1RJ.ANCCA"
S U R A B A Y A F A K U L T A S F A R M A S I U N I V E R S I T A S A I R L A N G G A S U R A B A Y A 1 9 8 9
P EN GAR UH P EM B ER I AN EK S TR AK BAW AN G P U TI H {Allium sativum L.)
TE R H A D A P T 0 K 3 I S I T A S KAR BON TE TR A K LO R I D A P A D A H E P A TO S I T TI K U S TE R I S O L A S I D EN GAN P A R A M E TE R EN Z I M G P T
SKRIPSI DIBUAT UNTUK MEMENUHI SYARAT MENCAPAI GELAR SARJANA FARMASI PADA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA
1 9 8 9
Oleh : LILIK LESTYO BUDI UTOMO
050410655 Disetujui oleh Pembimbing
AHMAD FUAD. M.S
KATA PEN a NTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kepada Tahan Yang Maha Esa atas Rahmat dan Karunianya, sehingga kami dapat menye- lesaikan skripsi ini untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana farmasi pa da fakultas Farmasi Unuversitas Airlangga.
Terima kasih kami sampaikan kepada Almamater ter— cinta, Fakultas Farmasi Universitas Airlangga yang telah memberi kesempatan kepada kami untuk belajar selama ini.
Tidak lupa pad^ kesempatan ini kami sampaikan pula rasa terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :
- Bapak Drs. Ahmad Fuad, MS dari Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi Unair.
- Bapak Drs. Wahjo Dyatmiko Apt, dari Laboratorium Fi tokimia Fakultas Farmasi Unair.
- Bapak DR. Mulya Hadi Santosa dari Laboratorium Bio- teknologi Fakultas Farmasi Unair, yang telah memberikan bimbingan, saran, pengarahan dan semangat serta dorongan moral yang sangat berha'r— ga dalam pelaksanaan hingga selesainya skripsi ini.
- Bapak DR. Gunawan Indrayanto sebagai Kepala Laborato rium Bioteknologi Farmasi Universitas Airlangga.
- Bapak DR. Noor Cholies sebagai Ketua Jurusan Biologi Farmasi Universitas Airlangga.
, ivi I L I iv
- UNIVEMT&® AlftkANGtjA
S U I A B A Y A _ -- I
- Laboratorium Medis Selamat Sejahtera Jember yang te lah memberikan fasilitas sehingga terse 1esainya tugas ini .
- Bapak dan ibu dosen penguji yang telah berkenan mene- rima dan memeriksa skripsi ini.
- Bapak dan ibu serta Saudara kami tercinta atas ban- tuan baik moril maupun material sehingga tugas ini dapat terselesaikan.
- Rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang tidak da pat kami sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung. Semoga Tuhan Yang Maha Esa berkenan melimpahkan Rakh- mat dan Hidayahnya kepada kita semua. Amin.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati kami berharap semoga skripsi yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan, khususnya dunia ke-farmasian.
Surabaya, Desember 1989 Penyusun
2
X iD A F T A R
I S I
ha1aman DAFTAR I SI ........................................ iv DAFTAR GAMBAR ..................................... vi
DAFTAR L A M P I R A M ................................... viii BAB I . P E K D A H U L U A N .............................
1 BAB I I . TINJAUAN P U S T A K A .......................
4
1. Tinjauan tentang tanaman Allium sa tivum Linn......................... .
4
2. Tinjauan tentang karbon tetra klo
7 rida .................................
3. Model percobaan in vitro pada hepar..
10
15 4. Uji hepatoprotektif .................
5. Enzim Glutamat Piruvat Transferase ..
IB 6. Uji Alanin Aminotransferase ........
19
20 BAB III. BAHAN, ALAT dan METODE PENELITIAN .....
20 1. Bahan penelitian ....................
2. Alat-alat yang digunakan ...... .
21 3. Metode penelitian ...................
21 1. Persiapan alat ..................
21 2. Persiapan tikus .................
2 2
22 3. Pelaksanaan preparasi ...........
4. Pensuspensian dan pencucian hepa tosit ........................... Ji
5. Penghitungan hepatosit dan test vitalitas .......................
34 6. Pembuatan ekstrak bawang putih...
36 7. Pembuatan CCl 0,4 mM ...........
39 8. Model percobaan yang dilakukan ..
39 9. Uji hambatan aktivitas enzim GPT.
41 10. Pemeriksaan aktivitas enzim GPT..
41 i v m i l i k PERPUSTAKAAN
- •’U N m i X . -j i T/ u t A m L A N 6 f l A B
BAB
IV. HASIL PENELITIAN ...................... .....43
1. Hasil preparasi hepatosit .......... ..... 43
2. Hasil percobaan inkubasi sel dengan karbon tetra klorida ................ ..... 44
3. Hasil percobaan inkubasi sel dengan ekstrak bawang putih ................ ..... 46
4. Hasil percobaan inkubasi sel pada tikus 1 .............................. ..... 47
5. Hasil percobaan inkubasi sel pada tikus 2 .............................. ..... 50
6. Hasil percobaan inkubasi sel pada tikus 3 .............................. ..... 53
7. Hasil uji aktivitas enzimGPT oleh ekstrak bawang putih ......... ........... 56 BAB
V. P E M B A H A S A N .............................. ..... 58 BAB VI. KESIMPULAN ................................... 61 BAB VII.
SARAN-SARAN .................................. 62 DAFTAR P U S T A K A .................................. .....63
D A F T A R G A M B A R Gambar
halaman
1. Irisan berbentuk huruf U pada dinding peri- tonial .....................................
23
2. Masuknya sistem perfusi pada vena porta dan vena cava ..................................
24 3. Posisi tangan dan hewan ...................
25
4. Situasi hewan dan alat perfusi untuk re- sirkulasi media perfusi pada preparasi he— patosi t ........... . .......................
29
5. Skema situasi hewan dan alat perfusi untuk resirkulasi media perfusi pada preparasi hepatosit ..................................
30 6. Cara pensuspensian hepatosit ..............
32 7.a. Penyaringan hepatosit .................... .
33 7.b. Pemisahan hepatosit .......................
34 8. Bidang-bidang dan garis dalam Neubauer ....
35
9. Hepatosit tikus secara mikroskopi dengan pewarnaan Trypan blue (perbesaran 75 kali).
43
10. Kurva selisih pelepasan GPT dalam medium suspensi hepatosit pada penambahan CCl^ 0,2 mM .....................................
44
11. Kurva selisih pelepasan GPT dalam medium suspensi hepatosit pada penambahan CCl 0,4 mM dan 0,8 mM .........................
45
12. Kurva selisih pelepasan GPT dalam medium suspensi hepatosit pada penambahan ekstrak bawang putih ...............................
46 vi
13. Kurva selisih pelepasan GPT dalam medium suspensi hepatosit pada tikus 1 ..........
48
14. Kurva selisih pelepasan GPT dalam medium suspensi hepatosit pada ' penambahan CCl^ 0,4 mM dan CCl^ 0,4 mM yang 1 jam sebelum- nya diberi ekstrak bawang putih 0,1875pl/ml
49
15. Kurva selisih pelepasan GPT dalam medium suspensi hepatosit pada tikus 2 ..........
51
16. Kurva selisih pelepasan GPT dalam medium suspensi hepatosit pada penambahan CCl^ 0,4 mM dan CCl^ 0,4 mM yang 1 jam sebelum- nya diberi ekstrak bawang putih 0,1875pl/ml
52
17. Kurva selisih pelepasan GPT dalam medium suspensi hepatosit pada tikus 3 ..........
54
18. Kurva selisih pelepasan GPT dalam medium suspensi hepatosit pada penambahan CCl^ 0,4 mM dan CCl 0,4 mM yang 1 jam sebelum-
4 nya diberi ekstrak bawang putih 0,1875/jl/ml
55
19. Grafik prosentase hambatan aktivitas enzim GPT pada berbagai konsentrasi ekstrak ba wang putih .................................
56
v
i 1D A F T A R L A M P I R A N
lampiran halaman
1. Komposisi media perfusi hepar tanpa pengi-
68
peng -
2. Komposisi media perfusi hepar dengan
69 ikat ion kalsium ...................
70 3. Komposisi larutan Seglen-3 .....
Komposisi kit GPT optimized UV -* test dari 4.
71 Boehringen Mannheim GmBh .......
dengan
5. Data hasil percobaan inkubasi sel
72 CC1 ..... ..........................
4 Data hasil percobaan inkubasi sel dengan 6.
73 ekstrak bawang putih ............... se 1 pada
7. Data hasil percobaan inkubasi
74 tikus 1 .........................
Data hasil percobaan inkubasi sel pada 8.
76 tikus 2 .........................
Data hasil percobaan inkubasi se 1 pada 9.
78
enzim Data hasil uji hambatan aktivitas 10.
80 GPT oleh ekstrak bawang putih ...
Spektrogram ekstrak bawang putih konsen- 11 .
81 vi i i
B A B I P E N D A H U L U A N
Pembangunan kesehatan yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dilaksanakan dengan tujuan ter— capainya kemampuan untuk hidup sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal (1). Obat tradisonal yang merupakan warisan nenek moyang atau obat dari bahan alam saat ini tetap digunakan oleh masyarakat secara luas. Oleh karena itu dalam upaya pembangunan di bidang obat harus pula mencakup pembangunan obat di bidang obat tradisional atau obat dari bahan alam.
Kenyataan menunjukkan bahwa pembangunan obat tradisi onal atau obat dari bahan alam akhir— akhir ini mengalami peningkatan. Sebagai contoh telah beredarnya Soft Capsul dari ekstrak bawang putih {Allium sativum L).
Azizawati dkk (2) menyebutkan bahwa Bawang putih me- ngandung senyawa-senyawa organik tidak jenuh yang mempu— nyai gugus fungsional sulfhidril dan jembatan disulfida, seperti dialil disulfida, propil alii disulfida, glutation sistein, sistin dan asam tioktat. Sedang obat - obat yang digunakan sebagai anti hepatotoksik adalah senyawa-senyawa yang mempunyai gugus fungsional sulfhidril dan jembatan disulfida, seperti sistein, metionin, homosistein dan glu tation .
1 Ekstrak bawang putih (Alliun sativum L) mempunyai ke- gunaan sebagai penurun kadar kolesterol dalam tubuh, di- samping itu juga mempunyai kegunaan lain diantaranya, pe nurun tekanan darah, penurun gula darah (2).
HD Reuter (3) menyebutkan bahwa bawang putih juga da pat menghambat aktivitas enzim SGOT, SGPT, LDH, dan kolin— esterase dalam tubuh dan juga mempengaruhi membran plasma.
Dengan latar belakang zat kandungan dan aktivitas biologis yang telah dilakukan peneliti diatas, maka dila kukan penelitian secara in vitro (tingkat seluler) terha-
i
dap ekstrak bawang putih untuk mengetahui aktivitas biolo- gisnya terhadap toksisitas CCl^ dengan menggunakan model percobaan memakai suspensi hepatosit tikus terisolasi
Model percobaan memakai suspensi hepatosit tikus ter— isolasi dipergunakan karena model percobaan ini mempunyai keuntungan antara lain :
1. Lebih efektif dibanding percobaan in vivo jika di- tinjau dari jumlah hewan yang diperlukan, yaitu dengan satu organ hepar (satu hewan percobaan) da pat diperoleh suspensi sel (hepatosit) dalam jum lah yang cukup untuk satu rancangan percobaan (pe- neli tian) .
2. Vitalitas dan kapasitas enzim pemetabolisme sus pensi sel (hepatosit) dapat diukur setiap saat ji ka dibanding percobaan tingkat organ atau potong- an jaringan. (4,5)
3 Perfusi in situ organ hepar dengan cairan fisiologis
yang mengandung enzim kolagenase atau ion pengikat kalsium akan dengan mudah mensuspensikan sel hepar dalam suatu me dia dan sel tetap dipertahankan hidup untuk percobaan se- bagai sistem suspensi atau kultur sel. Pada penelitian ini digunakan model percobaan memakai suspensi hepatosit ti kus terisolasi [5,6].
Penambahan karbon tetra klorida sebagai hepatotoksik pada sistem suspensi atau kultur akan menyebabkao terjadi peningkatan aktivitas enzim GOT dan GPT (enzyme leakage). Pada kondisi percobaan yang sama peningkatan aktivitas enzim GPT selalu lebih besar bila dibandingkan dengan ak tivitas enzim GOT, sehingga dalam penelitian ini digunakan parameter enzim GPT. C7]
Ekstrak bawang putih akan diuji pengaruhnya pada efek rembesan (enzyme leakage) enzim GPT yang disebabkan oleh CCl^. Aktivitas enzim GPT ditentukan dengan spektrofoto- meter pada panjang gelombang 340 nm dengan menggunakan suatu pereaksi baku (kit) GPT.
Dengan hasil penelitian ini akan diketahui lebih lan- jut aktivitas biologis tingkat seluler bawang putih dan dapat menambah informasi ilmiah bagi pemakaian tradisional bawang putih di dunia kesehatan.
B A B U
TI N JA U A N P U S TA K A 2.1. Tinjauan tentang tanaman Allium sativum Linn.
C3,B,9,10,11,12,13,14 3.
2.1.1. Klasifikasi tanaman.
Spermatopyta Divisi
Angiospermae Anak divisi Kelas Monocotyledonae Bangsa Li 1 iales
Li 1 iaceae Suku
All ium Marga Jenis Allium, sativum linn.
Nama nasional Indonesia Bawang putih
Bawang'puti h Malaysia F i 1ipina Bawang Thailan Kratein
Nama InaoriS' Garlic Nama daerah
: lasuma (Gayo), bawang mentar Sumatra
(Alas), lasuma (Batak karo /Batak- toba), pasuma (Batak - simalungun), bawang (Melayu), bawang putieh, dasun (Minangkabau), bawang hendak
(Lampung) Kalimantan : Bawang basihong (Dayak ngaju), uduh bawang (Kenya), Bawang puteh (B u 1ungan), bawangpu1ak (Tarakan). Jawa : Bawang bodas, bawang putih (Sun- da), bhabang pote (Madura), bawang
(Jawa). Nusa Tenggara : Kesuma (Bali), langsuma, lesune
(Sasak), neune (Bima), lansuna ma- nura (Sangi), laisoma mabotiek (Roti), balpeofoleae (Timor). Sulawesi : Yantuna mapusi (Mongondo’ w ) , lesuma bado (Tonsoro), pia maputi (Goron- talo), lasuma kebo (Makasar), le suma pute (Bugis). Maluku : Kasai bati (uru), bawa davare
(Halmahera), bawa babudo (Terna- te), bawaiso (Tidore).
2.1.2. Morfologi tanaman.
Tanaman herba dengan tinggi 30 - 60 cm, banyak ditanam diladang di daerah pegunungan yang cukup mendapat sinar matahari. Tumbuhan berumpun dengan umbi batang yang disebut bulbus. Tiap bulbus ter— bungkus kulit tipis. Daunnya berbentuk pita dan berakar serabut, bunganya berwarna putih. Kalau ba wang putih itu diiris-iris, baunya sangat tajam dan amat menandai (khas).
5
6 2.1.3. Kandungan tanaman.
- Minyak atsiri (allil disulfida, allil propil di sulfida) 0,1-0,9 7..
- Allisin.
- A 1 1iin.
- Enzim alliinase, mirosinase.
- Karbohidrat 0,2 */..
- Protein, lemak, vitamin A, B1 dan C.
- Kalsium, fosfor, besi, belerang, dan selenium.
- Koline 0,7 7..
- Inulin.
2.1.4. Aktivitas biologis.
- Anti bakteri.
- Anti mikotik.
- Anti virus (propi1aksis).
- Anti tumor.
- Anti trombosis.
- Menurunkan tekanan darah.
- Menurunkan kaar gula darah.
- Mempengaruhi aktivitas enzim SGOT, SGPT, LDH dan kolin esterase.
- Antelmintik.
- Hemorrhoid.
2.1.5. Simplisia yang digunakan.
- Bulbus segar dan bulbus kering.
2.1.6. Toksisitas.
/"
I
- Jika digunakan secara topikal dapat lenyebabkan iritasi kulit.
7
- Jika digunakan secara oral dapat menyebabkan iritasi lambung.
Rumus molekul : CC14.
Berat molekul : 1 5 3 ,8
2.2.1. Sifat fisika kimia karbon tetra klorida.[153 Karbon tetra klorida berupa cairan yang berat, jernih, tidak berwarna, tidak mudah terbakar.
Berat jenis : 1,592 - 1,595.
Kelarutan : 1 : 1500 air, larut dalam lemak dan minyak menguap, bercampur dengan klo- roform, eter, dan light petro- levm..
2.2.2. Absorbsi dan nasibnya dalam tubuh.[15} Karbon tetra klorida segera diabsorbsi setelah inhalasi, dan juga diabsorbsi dari saluran pencer— naan. Karbon tetra klorida diekskresi secara perla- han-lahan melalui paru-paru, urin dan faeses.
2.2.3. Pengaruh karbon tetra klorida terhadap kultur ja- ringan sel hepar.[73 Bahan yang bersifat sitotoksis sering mempu- nyai efek yang tidak spesifik dalam meningkatkan permeabi1itas membran sel terhadap komponen-kompo- nen dari sel tersebut. Sebagai contoh meningkatnya aktivitas enzim SGOT dan SGPT dalam peredaran darah yang berasal dari hepar pada pemberian karbon tetra klorida pada binatang percobaan seperti pada tikus dan anjing.
M I L I K.
PERPUSTAKAAN
I S U T v A B A Y A Metode kultur j a n n g a n sel hepar, dapat di — gunakan untuk mDnentukan e + ek dari karbon tetra klorida dengan bertambahnya pengeluaran enzim yang berasal dari sel hepar. Enzim GOT dan GPT akan di — sekresi secara normal pada medium kultur, dimana dengan penambahan karbon tetra klorida akan mening- katkan sekresi kedua enzim tersebut yang berasal dari sel hepar ke dalam medium kultur karena penga— ruh karbon tetra klorida terhadap membran sel ter— sebut.' Sebagai catatan bahwa peningkatan enzim GPT selalu lebih besar dari pada enzim GOT pada kondisi percobaan yang sama [73.
Pada percobaan dengan Hepatic Tissue Culture
Cell dengan penambahan sebanyak 0,2 mM karbon tetra
klorida dalam medium kultur selama tidak lebih dari 48 jam akan menyebabkan peningkatan enzim GOT dan GPT yang berasal dari sel hepar.
Kawaguchi dkk. telah melaporkan bahwa adanya penurunan enzim dalam hepar (GOT dan GPT) dan ada nya peningkatan enzim GOT dan GPT dalam serum pada pemberian karbon tetra klorida secara intra musku- ler pada pengamatan selama 24 jam sampai 120 jam pada tikus.
Sifat toksik dari karbon tetra klorida diduga karena terbentuknya radikal bebas. Pada mulanya terjadi pemisahan ikatan karbon — klorida yang akan membentuk ion klorida dan trihlorometi1 radikal
( °CC1 ). Adanya 0 (oksigen) menyebabkan te>rbentuk-
3
2
a
9
nya triklorometil dioksida (triklorometi1 peroksi radikal). Kemampuan bentuk radikal mengikat atom hidrogen dari ikatan lerak tidak jenuh akan menye- babkan integritas membran hilang sehingga sel hepar mengalami mikrosis (mati) L16, 17}.
Disamping itu karbon tetra klorida juga mem- pengaruhi membran dari mitokondria, dan membran da ri retikulum endoplasma pada struktur lemaknya. Or— gan sel lain yang dipengaruhi adalah lisosom yang ditandai den'gan pelepasan enzim dalam medium sus pensi karena adanya hambatan penggabungan leucin membentuk protein (18).
Mekanisme kematian sel oleh karbon tetra klo rida : CCl karbon tetra klorida
CCl °CC1 COO Cl CO
3
3 2 trikloro metil trikloro metyl peroksi radikal fosgen radikal dengan lemak peroksidasi sel mati
t o
2.3. Model percobaan in vitro pada hepar.[A ,27]
2.3.1. Macam model percobaan in vitro pada hepar di dalam praktek dan penelitian pengenbangan antara lain :
2.3.1.1. Model percobaan menggunakan fraksi mikrosoma hepar.
Fraksi mikrosoma hepar adalah salah satu frak si homogenitas jaringan hepar yang banyak mwngan- dung enzim pemetabolisme. Untuk itu dilakukan isolasi hepar dari tubuh hewan yang terbius, ke- mudian hepar dipotong kecil-kecil lalu dihancur- kan dengan homogenisator, sehingga akan didapat suspensi fragmen sel (fraksi-fraksi subseluler).
Pemakaian fraksi mikrosoma ini mempunyai ko- relasi dengan kondisi in vivo yang kuramg sekali. tetapi sifatnya sederhana dan mudah dalam tahap penyiapan dan perlakuan selanjutnya untuk pene- 1i tian.
2.3.1.2. Model percobaan menggunakan potongan jaringan hepar.
Pemakaian potongan jaringan hepar sebagai suatu model percobaan in vitro merupakan suatu usaha pendekatan in vivo, yaitu masih adanya ko- ordinasi dan kooperasi antar sel-sel,. Te*api mo del ini mempunyai kekurangan yaitu mudah terjadi- nya nekrosa sel pada bagian dalam potongan ja ringan karena tidak cukupnya konsumsi zat asam.
ii
Dapat diduga bahwa kualitas dan reproduksibi- litas hasil dari percobaan memakai potongan jari ngan hepar ini kurang baik dan sangat tergantung pelaksana percobaan, sehingga model percobaan ini jarang dipakai.
2.3.1.3. Model percobaan menggunakan organ hepar terper— fusi.
Pada model percobaan ini dibuat suatu sistim sirkulasi tertutup (resirkulasi) melalui organ hepar yang dipisahkan dari tubuh hewan percobaan
(terisolasd). Korelasi dengan kondisi in vivo ba ik sekali karena selama percobaan, keseluruhan organ hepar masih intact, termasuk hepatosit be- serta sistem kapiler hepar di dalamnya. Kekurang- annya adalah bahwa dengan satu hepar (satu hewan percobaan) hanya dapat dilakukan penelitian untuk satu perlakuan, vitalitas preparat (hepar teriso- lasi) selama percobaan sulit diperiksa dan dengan satu preparat hanya dapat digunakan terbatas be- berapa jam saja.
2.3.1.4. Model percobaan menggunakan hepatosit terisolasi.
Adalah suatu keberhasilan besar dalam ilmu pengetahuan selama dekade terakhir bahwa dapat dilakukan preparasi (isolasi) hepatosit (sel pa- renkim hepar) yang masih intact dalam jumlah yang cukup untuk tujuan penelitian jangka pendek serta untuk kultur sel.
^
f
v> • .. . /."1
- a g o
ta
Ada banyak cara preparasi yang bervariasi pada pada prinsip dan teknik isolasi sel dari jaringan yang dapat dipakai sebagai metode preparasi/ iso lasi hepatosit dari hepar.
Umumnya preparasi dilakukan dengan cara per— fusi tertutup (resirkulasi) organ hepar secara in situ dengan cairan fisiologis simulasi yang me ngandung enzim proteolitik (kolagenase) atau se nyawa pengikat ion kalsium (EDTA, Na sitrat). Setelah perfusi selesai dan organ hepar nampak telah terdisintegrasi, selanjutnya hepar diiso- lasi dari hewan dan sel-sel hepar tanpa banyak kesulitan dapat tersuspensi setelah kapsula hepar dapat dirobek-robek. Vitalitas dan kapasitas he patosit yang diperoleh dapat diukur setiap saat.
Dari satu organ hepar (satu hewan percobaan) dapat diperoleh hepatosit dalam jumlah cukup be- sar sesuai dengan besar hewan percobaan. Umumnya yang sering dipakai hewan percobaan adalah tikus.
2.3.1.5. Model percobaan menggunakan kultur hepatosit.
Model percobaan memakai kultur sel merupakan kelanjutan dari percobaan dengan suspensi hepa tosit terisolasi. Pemakaian kultur hepatosit dimaksudkan agar : - dapat dilakukan percobaan yang lebih lama.
- setiap akan melakukan percobaan tidak perlu se tiap kali dilakukan preparasi hepatosit cukup
13
memakai/mengambi1 dari kultur sel yang ter— sedia.
2.3.2. Prinsip cara preparasi hepatosit terisolasi.[4,5] 1. Prinsip disintegrasi mekanis.
2. Prinsip memakai zat pengikat ion kalsium (chelator).
3. Prinsip memakai enzim proteolitik.
Disintegrasi mekanik adalam cara konvensional yang sudah jarang dipakai. Jaringan hepar dipaksa- kan (mekanik).melalui suatu kasa/filter dengan dia meter 100 pm, baik terbuat dari logam atau nilon. Dapat diduga bahwa kualitas hasil preparasi tidak baik dan jumlah sel yang didapat sangat sedikit.
Pemakaian zat pengikat ion kalsium, misalnya EDTA, dipakai atas dasar bahwa ion kalsium yang bervalensi dua men-jadi jembatan ikatan antar sel hepar. Dengan hilangnya ion kalsium maka sel — sel hepar terdisintegrasi.
Enzim proteolitik, misalnya kolagenase akan bekerja pada matrik antar sel didalam jaringan hepar, sehingga sel-sel hepar terdisintegrasi.
2.3.3. Teknis pelaksanaan prinsip pemakaian chelator atau enzim proteolitik.[4,5]
1. Cara dispersi inkubasi.
2. Cara disintegrasi perfusi.
14 2.3.3.1. Dispersi inkubasi.
Dilakukan inkubasi terhadap potongan-potongan kecil jaringan hepar dalam media enzim atau zat pengikat ion kalsium pada kondisi dan selama wak tu tertentu. Dengan demikian diperlukan pengaduk- an dan media disentegrasi sering diganti yang baru.
Cara dispersi inkubasi mulai ditinggalkan o- rang karena cara disentegrasi perfusi lebih efek- tif dalam arti lebih banyak diperoleh ' hepatosit dengan vitalitas yang tinggi pula.
2.3.3.2. Disintegrasi perfusi.
Perfusi artinya suatu proses pemasukan cairan ke dalam suatu sistem (hepar) secara kontinu de ngan kecepatan yang teratur. Perfusi hepar dila kukan dengan memasukkan cairan lewat vena porta dan keluar melalui vena hepatica. Cara perfusi memerlukan alat pen.ting yaitu pompa paristaltik. Pompa ini mampu menyalurkan media dengan kecepat an yang dapat diatur. Hal penting selama dilaku kan preparasi hepatosit terisolasi adalah kondisi simulasi fisologis untuk mempertahankan vitalitas sel. Kondisi ini selain meliputi komposisi media yang berkaitan dengan tonisitas dan pH, juga me liputi faktor temperatur.
15
2.4. Uji hepatoprotektif L4,19,20,21,22,23,24] Dengan bertambahny«: ia.poran adanya kasus efek samping bahan obat dan bahan kimia berupa hepatotok- sisitas (toksik terhadap hepar dan fungsinya), maka penelitian uji hepatoprotektif menjadi makin intensif mencari bahan alam atau senyawa yang mempunyai akti vitas melindungi (protektif) hepar dari bahan hepato- toksik. Hepatotoksisitas dapat disebabkan oleh fak- tor— faktor antara lain:
1. Kondisi non fisiologis misalnya : konsentrasi yang tinggi, perubahan pH atau tonisitas, yang merupa kan awal dari kematian sel.
2. Sifar merusak terhadap plasma membran sel dari hepatosit. Kerusakan membran merupakan penyebab awal dari kematian s e l .
3. Sifat menghambat dan merusak terhadap reaksi intra seluler beserta zat yang terlibat dalam reaksi tersebut.
4. Sifat merusak terhadap inti sel.
Bahan hepatotoksik bekerja baik secara ekstra seluler atau intra seluler, dapat berupa bahan exogen atau metabolit dari bahan obat, antara lain :
1. Zat kimia exogen : karbon tetra klorida, galakto- samin, phalloidine, TOX (tertiary-buty1 dydroper— oxide).
2. Bahan obat atau metabolitnya : Hidrazin (metabolit INH) .
16 Untuk menguji aktivitas hepatoprotektif diper—
lukan pengetahuan tentang parameter pengukur hepato- toksisitas. Parameter tersebut tercakup pada metode- metode sebagai berikut :
1. Integritas membran plasma, yaitu uji vitalitas sel dengan pewarnaan trypan blue, uji aktivitas enzim L D H , GOT dan GPT. 2- Fungsi metabolisme, yaitu aktivitas sintetis albu min atau gllserol, uji aktivitas enzim pemeta- bolisme sitokrom P —450, uji kandungan GSH (reduced gJutation).
3- Mutagenicity Testing, yaitu mengukur efek terhadap kromosom/DNA dan manifestasi perubahannya.
Uji hepatoprotektif tidak lain adalah meneliti pengaruh zat yang diuji terhaap aktivitas (toksisi— tas) zat hepatotoksik tertentu meXalui parameter yang sesuai. Jenis parameter ini menentukan jenis inter— pretasi sifat hepatoprotektif. Apakah protektif ter— hadap kerusakan membran plasma, atau protektif ter— hadap fungsi— fungsi metabolisme hepar ataupun pro tektif terhadap mutagenitas.
Uji hepatoprotektif dapat dilakukan melalui uji in vivo atau in vitro. Uji in vitro memakai hepa tosit terisolasi sebagai percobaan tingkat seluler mempunyai kelebihan bahwa secara spontan dapat dike— tahui aktivitas Jangsung pada sel (hepatosit) serta
17
langsung mengukur parameter hepatoprotektif. Percoba an uji hepatoprotektif menggunakan hepatosit dilaku kan dengan melakukan inkubasi bahan uji bersama zat hepatotoksik dalam sistein suspensi (untuk percobaan jangka waktu 1—4 jam) atau dalam sistem kultur hepa- tosit (untuk jangka waktu lebih dari 24 jam).
Telah banyak diketahui atau diketemukan pene- liti bahan— bahan yang bersifat hepatoprotektif. Seba gai contoh beberapa zat hepatoprotektif yang dibagi dalam dua golongan :
1. Bahan sintetis, contoh : Asam amino, misalnya cis- tein dan metionin (karena kandungan gugus SH) ; senyawa dipeptida, misalnya : arginil-aspartat, orniti1—aspartat, arginil— ketoglutarat (zat ini sebagai aktifator siklus urea) ; senyawa tripep- tida,misalnya : glisin-histidin-1isin (sebagai
liver growth faktor).
2. Bahan alam, yang merupakan metabolit sekunder ta naman. Saat ini sedang banyak dilaporkan tentang berkhasiatnya beberapa metabolit sekunder tanaman sebagai hepatoprotektif. Misalnya tanaman Allium
sativum, Liquidambar formosana, Eliptica alba, Mu sa acuminata9 Rehmania glutinosa, Casia tora9 Cap- paris spinosa.
Metode pendekatan pencarian tanaman berkhasiat hepatoprotektif dapat melalui pendekatan etnofarma- kognosi (indikasi pemakaian dalam masyarakat secara
t s
traditional yang dapat dikaitkan dengan obat/jamu un- tuk hati) atau pendekatan kemotaksonomi dan SAR (di- cari tanaman yang mengandung metabolit sekunder seje- nis atau mirip dengan zat yang telah diketahui mem- punyai aktivitas).
Belum ada cara baku untuk rancangan uji hepa- toprotektif. Yang umum dicoba peneliti adalah ran cangan inkubasi bersama (zat hepatotoksik dan zat yang diuji) atau rancangan penambahan zat yang diuji sebelum dan sesudah inkubasi zat hepatotok&ik. Inku basi dapat pada sistem suspensi hepatosit atau sistem ku1tur.
2.5. Enzim GPT (25) Dikenal dua jenis enzim transferase yang lazim dipakai untuk menilai adanya gangguan fungsi sel hati yaitu aspartat amino transferase dan alanin amino transferase. Alanin amino transferase membawa gugus amino alanin ke asam alfa ketoglutarat menghasilkan asam glutamat dan asam piruvat, sehingga lebih dike- nal dengan nama glutamat piruvat transferase (GPT). Enzim GPT mengkatalis reaksi sebagai berikut :
CH
3 HCNH 2 COOH COOH
I CH
2 CH 2 I c=o
COOH GPT CH
3 I C = 0 CQOH CDOH
I CH 2 i
CH
2 CH-NH
COOH Alanin Asam a-keto- Asam piruvat Asam glutamat g 1utara t
19 Gp T terutama terdapat dalam hati dan sedikit
terdepat daiam ginjal dan otot bergaris, yang ter- larut dalam sitoplasma. Oleh karena itu kenaikan aktivitas enzim dalam serum lebih khas menunjukkan adanya gangguan sel-sel hati.
Pada gangguan yang ringan pada membran sel ha ti, enzim sitoplasma akan merembes ke dalam serum, terutama GPT. Oleh karena itu GPT sangat cocok untuk mengenal terjadinya gangguan sel hati walaupun de— rajat gangguannya ringan.
2.6. Uji Alanin amino transferase (ALT/GPT) [263 Metode : Ultra violet, Kinetik, GSCC Prinsip :
ALT/GPT Alanin + 2-0xoglutarat ----- . » Piruvat + Glutamat
- l d h Piruvat + NADH + H --------- =•♦ 1-Lactat + NAD
Kecepatan penurunan absorbansi pada 334, 340, atau 365 nm karena terbentuknya NAD yang berasal dari ter— bentuknya piruvat dan ini digunakan sebagai pengukur— an aktivitas ALT/GPT.
B A B
III BAH AN , A L A I . d* n
M E TO D E P E N E L I TI A N
3.1. Bahan nenelitian — Bawang putih (A 1 1 ium sativum Linn..) — Karbon tetra klorida (CCl^) — Dapar A. Sebelum digunakan dongan gas 02 : CO^ = 95 : tertera pada lampiran 1. — Dapar B. Sebelum digunakan dengan gas 0 s CO = 95 s
2
2 tertera pada lampiran 2. — Seglen-3.
Komposisi kimianya tertera — Trypan blue. — Ether. — HC1 0,1 N. — NaOH 0,1 N. — Dapar NaCl pH 7,00. — Kit GPT dari Boehringer Mannhein. Komposisi kimia nya tertera pada lampiran 4.
— Heparin 5000 IU/ml. — Serum kontrol untuk u j 1 pereaksi kit GPT optimized— UV test. dapar ini diseimbangkan
5. Komposisi kimianya % dapar ini diseimbangkan
5. Komposisi kimianya pada lampiran 3.
at
- - Hewan percobaan : Hewan : Tikus putih.
strain : Wistar. berat badan : 150 - 300 gram, jenis kelamin : jantan.
Umur : ± 5 bulan (dewasa). Hewan diperoleh'dari Laboratorium Hewan Universitas Indonesia.
3.2. Alat-alat vano digunakan - Seperangkat alat operasi hewan.
- Pompa peristaltik.
- pH-meter.
- Behring Elisa Photometer.
- Hemasitometer : Improve Neubauer.
- Mikroskop.
- Seperangkat alat untuk perfusi hepar.
- Shaker Water Bath.
- Alat penghitung (counting clock).
- Alat suntik 'Terumo syringe disposable/steri 1 non pyrogenic' ukuran 1,0 ml.
- Surflo IV catheter sterile, Terumo 16 G x 2.
- Surflo IV catheter sterile, Terumo 20 G x 2.
3.3. Metode Penelitian [5,6]
3.3.1. Persiapan alat Disiapkan susunan peralatan perfusi seperti tampak pada gambar 4 dan gambar 5, media perfusi
- -> r<
hepar sebelum digunakan dialiri dengan gas 0 : CO
2
2 - 95 s 5 v/v dan suhu media dibuat 37 °C. Tikus dianestesi dengan ether. Selama melaku- kan anestesi ketenangan tikus perlu dijaga, misal- nya cara memegang tikus harus hati-hati (tidak terlalu kasar) sehingga tidak terjadi stress pada tikus. Stress pada tikus terlihat bila tikus menjadi gelisah dan bahkan sampai terkencing- kencing, karena stress pada tikus dapat menyebabkan vasokonstriksi pada pembuluh darah khususnya pada hepar.
'
3.3.2. Persiaoan tikus Tikus dipuasakan selama sehari (tidak diberi makan tapi masih diberi minum), Hal ini dimaksudkan agar pada hari isolasi, hepatosit tikus dalam kondisi metabolisms nonhiperaktif. Kemudian tikus tersebut ditimbang.
3.3.3. Pelaksanaan preoarasi Tikus yang . telah teranestesi diletakkan terlentang pada papan operasi hewan dengan keempat kakinya diikatkan pada papan operasi tersebut. Pada daerah ventral dilakukan sterilisasi lokal dengan alkohol 70 Disuntikkan secara intravena 0,25 ml larutan Heparin 5000 IU/ml pada ekornya. Hal ini ditujukan untuk menghindari pembekuan darah.
Dilakukan pembukaan rongga peritonial, dibuat irisan bentuk huruf U. Mula-mula dilakukan penge-
23
lupasan kulit, baru kemudian dilakukan irisan pada dinding peritonial. Cara pembuatan irisan dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Irisan berbentuk huruf U pada dinding peritonial.
Irisan dinding peritonial diangkat ke atas dan diikatkan pada tempat operasi. Maka seluruh organ di dalam rongga peritonial akan nampak. Selanjutnya dilakukan penyisihan organ usus dan lainnya ke arah sebelah kiri, sehingga nampak jelas pembuluh darah porta dan vena cava inferior.
Dibuat beberapa ligatur (simpul ikatan) yang longgar {tampak pada gambar 2) yaitu :
- vena porta, dibuat dua buah dan berjarak 5 mm, serta 10 mm dari hepar (pangkal vena porta pada hepar).
24 ~ e.r t e n 8bflominahs untuk mencegah aliran darah ciasuK ke usus.
- vena cava inferior, pada posisi sesudah (ke arah jantung) vena renal is.
Ligatur dibuat dari benang berwarna putih setebal 0,5 mm dan sepanjang 20 cm.
Gambar 2. Masuknya sistem perfusi pada vena porta dan keluar melalui vena cava.
Disiapkan aliran media perfusi dengan kecepat- an pelan (10 ml/menit), kanula No. 20 disiapkan sehingga dengan cepat dapat diletakkan pada posisi stabii sedemikian sehingga dapat mencapai tepat pada vena porta.
25 Telunjuk kiri diletakkan di bawah vena pcrta,
sedangkan ibL jari menjepit dua benang ligatur, narrpak jelas vena porta di sebelah ibu jari. Dengan posisi ini diharapkan pada waktu dilakukan peng- ikatan ligatur pada vena porta setelah kanula dapat dimasukkan, cukup dilakukan penarikan dua benang ligatur lainnya dengan tangan kanan (memakai pinset). Posisi tangan dan hewan seperti tampak pada gambar 3 :
Gambar 3. Posisi tangan dan hewan
Tangan kanan dengan memakai gunting memotong perlahan (robekan kecil) vena cava pada posisi sebelum (ke arah jantung) vena renalis, selanjutnya segera pula dilakukan pemotongan vena porta pada posisi 2 mm sebelum (ke arah hepar) ligatur tef— akhir, kemudian gunting segera dilepaskan, ambil kanula, masukkan dengan benar pada vena porta me- lalui posisi vena porta yang terpotong, sampai kanula masuk sejauh 2 mm setelah ligatur pertama, tetapi tidak sampai menembus hepar. Setelah jelas bahwa kanula masuk sampai 2 mm melebihi ligatur
26
pertama (hal ini dapat dilihat dengan adanya per- ubahan warna hepar dari merah coklat menjadi coklat muda yang menunjukkan telah terjadinya perfusi he par walaupun belum dilakukan pengikatan kedua liga- tur pada vena porta). Posisi kanula distabilkan tanpa harus dipegang tangan kanan (kedudukan stabil kanula beserta pipa saluran media perfusi sangat penting), segera dilakukan pengikatan ligatur de ngan tangan kanan dengan bantuan pinset. Setelah ligatur diikat, barulah tangan kiri melepaskan pe- gangan pada posisi dibawah vena porta. Pelepasan ini harus hati-hati, yakin bahwa tidak akan menye babkan keluarnya kembali kanula dari vena porta. Lalu dilakukan ikatan kedua kalinya pada kedua li gatur vena porta dan pangkal kanula (atau pipa sa luran perfusi) difiksir pada hewan dan tempat ope rasi untuk menstabilkan posisi kanula. Hal ini untuk mencegah keluarnya kanula dari vena porta ka rena pergerakan kanula. Sampai disini selesailah tahap perfusi hepar dengan memasukkan cairan per fusi melalui vena porta dan keluar melalui vena ca va inferior.
Dilakukan pembukaan rongga dada. Mula-mula di lakukan perobekan kulit ke arah leher, kemudian di buat irisan dari arah ventral ke arah kranial sam pai leher. Juga dilakukan perobekan sebagian
2 7
diafragma, sehingga nampak. semua organ di rongga dada terutama jantung dan vena cava inferior. Dibuat ligatur dengan ikatan longgar pada vena cava inferior sejauh 10 mm dari pertemuan vena hepatica dengan vena cava inferior, disiapkan kanula No 16 dengan pipa saluran sepanjang minimal 30 cm. Cari posisi yang stabil sehingga nantinya dapat dengan cepat dan mudah kanula masuk pada vena cava infe rior di rongga dada dan kedudukannya mudah untuk difiksir agar stabil.
Tangan kiri memegang satu benang ligatur, tangan kanan mengambil gunting dan membuat robekan k.ecil pada bilik kanan jantung, gunting dilepas, ambil kanula, masukkan pada vena cava inferior me lalui lubang robekan pada bilik kanan jantung. Setelah yakin bahwa kanula masuk pada vena cava inferior sampai mendekati hepar (atau pertemuan vena cava inferior dan vena hepatica), benang liga tur yang lain ditarik dengan tangan kanan untuk membuat ikatan pada ligatur. Dibuat ikatan sekali lagi, kemudian sisa benang difiksirkan pada pangkal kanula. Hal ini untuk mencegah keluarnya kanula dari vena cava inferior kalau terjadi pergerakan pada kanula.
Dilakukan pengikatan erat ligatur pada posisi vena cava inferior sesudah vena renalis (ke arah jantung) dengan tujuan menyumbat aliran keluar per—
2S
fusi melalui posisi tersebut. Kemudian dilakukan penambahan kecepatan aliran perfusi sampai 50 ml/menit, maka akan tampak terjadi aliran keluar perfusi dari hepar melalui kanula yang dipasang pada vena cava inferior dalam rongga dada.
Aliran keluar perfusi dapat ditampung pada labu erlenmeyer 50 ml dan dari sini dapat dihisap disirkulasikan kembali masuk ke dalam labu perse- diaan media perfusi dengan pompa peristaltik. De ngan sistem perfusi resirkulasi ini cukup' disedia- kan larutan perfusi 1 liter. Jika tidak memakai sistem resirkulasi, maka dibutuhkan media perfusi sejumlah 3 liter dengan perhitungan 50 ml/menit dikalikan 60 menit perfusi.