MAKALAH INFLUENZA A H5N1 ATAU FLU BURUNG (1)

MAKALAH
INFLUENZA A (H5N1) ATAU FLU BURUNG

NAMA
NIM
TEMPAT KERJA

DISUSUN OLEH :
: MOCHAMAD MAKIN
: 1511308231113
: RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA

PROGRAM S1 KEPERAWATAN TRANSFER STIKES MUHAMMADIYAH
SAMARINDA

Menu
Cari
Chairul-ums’s Blog
ners never die
Hubungan Perawat-Dokter
KOLABORASI PERAWAT-DOKTER

DALAM RUMAH SAKIT
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Dengan memanjatkan rasa puja dan puji syukur atas kehadirat Allah SWT , berkat rahmat dan hidayah-Nya
sehingga makalah yang berjudul “KOLABORASI PERAWAT-DOKTER DALAM RUMAH SAKIT“ ini
dapat terselesaikan.
Makalah Kolaborasi Perawat-Dokter dalam Rumah Sakit ini kami susun berdasarkan referensi data dari
internet, buku,bahkan dari jurnalpun kami gunakan sebagai referensi. Makalah ini kami susun secara
sistematis dengan tujuan untuk menyelesaikan tugas Ilmu Sosial Politik semester 2.

Dalam penjelasan makalah ini, kami dapat bantuan dari beberapa pihak. Untuk itu, kami ucapkan terima
kasih kepada:
1. Sugeng Mashud,S.Kep,NS di S1 Keperawatan semester 2 UM Surabaya
2. Teman-teman semester 2 serta semua pihak yang telah membantu kami.
Kami menyadari bahwa makalah ini tentu masih ada kekurangan dan kelemahan.Untuk itu, kritik dan saran
yang konstruktif sangat kami harapkan agar makalah ini bisa menjadi acuan kedepan yang lebih baik lagi.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua khususnya mahasiswa dan mahasiswi UM_Surabaya,
serta mendapatkan ridho Allah SWT. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surabaya, juni 2009

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Kolaborasi merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk menggambarkan suatu hubungan kerja
sam yang dilakukan pihak tertentu. Sekian banyak pengertian yang dikemukakan dengan sudut pandang
beragam namun didasari prinsip yang sam yaitu mengenai kebersamaan, kerja sama, berbagi tugas,
kesetaraan, tanggung jawab dan tanggung gugat. Namun demikian kolaborasi sulit didenifisikan untuk
menggambarkan apa yang sebenarnya yang menjadi esensi dari kegiatan ini. Seperti yang dikemukakan
National Joint Practice Commision(1977) yang dikutip Siegler dan Whitney(2000) bahwa tidak ada
definisi yang mampu menjelaskan sekian ragam variasi dan kompleknya kolaborasi dalam kontek
perawatan kesehatan.
Pada saat sekarang dihadapkan pada paradigma baru dalam pemberian pelayanan kesehatan yang menuntut
peran perawat yang lebih sejajar untuk berkolaborasi dengan dokter. Pada kenyataannya profesi
keperawatan masih kurang berkembang dibandingkan dengan profesi yang berdampingan erat dan sejalan
yaitu profesi kedokteran. Kerjasam dan kolaborasi dengan dokter perlu pengetahuan, kemauan, dan
keterampilan, maupun sikap yang professional mulai dari komunikasi, cara kerjasama dengan pasien,
Maupin dengan mitra kerjanya, sampai pada keterampilan dalam mengambil keputusan.
Salah satu syarat yang paling penting dalam pelayanan kesehatan adalah pelayanan yang bermutu. Suatau
pelayanan dikatakan bermutu apabila memberikan kepuasan pada pasien. Kepuasan pada pasien dalam

menerima pelayanan kesehatan mencakup beberapa dimensi. Salah satunya adalah dimensi kelancaran
komunikasi antaran petugas kesehatan (termasuk dokter) dengan pasien. Hal ini berarti pelayanan
kesehatan bukan hanya berorientasi pada pengobatan secara medis saja, melainkan juga berorientasi pada
komunikasi karena pelayanan melalui komunikasi sangat penting dan berguna bagi pasien, serta sangat
membantu pasien dalam proses penyembuhan.
I.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana kerjasama dokter dan perawat dapat mencapai tingkat kolaborasi yang baik?
2. Bagaimana hubungan perawat dengan dokter didalam praktiknya dapat meningkat dengan baik dengan
komunikasi yang baik pula?
3. Apakah perawat perlu rangsangan dari lingkungan yaitu rangsangan melalui kerjasama atau kolaborasi
dengan dokter?
4. Apakah ada faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi system kolaborasi?
I.3 Tujuan
1. Mengetahui tahap-tahap praktik kolaboarasi
2. Mengetahui hubungan antara komunikasi dan praktik kolaborasi
3. Perbedaan praktik kolaborasi di antara kelompok pasien
BAB II

II.1 TREND DAN ISSUE YANG TERJADI
Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang telah cukup lama dikenal ketika

memberikan bantuan kepada pasien.Perspektif yang berbeda dalam memendang pasien,dalam prakteknya
menyebabkan munculnya hambatan-hambatan teknik dalam melakukan proses kolaborasi. Kendalap
sikologi keilmuan dan individual, factor sosial, serta budaya menempatkan kedua profesi ini memunculkan
kebutuhan akan upaya kolaborsi yang dapat menjadikan keduanya lebih solid dengan semangat
kepentingan pasien.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa banyak aspek positif yang dapat timbul jika hubungan kolaborasi
dokter-perawat berlangsung baik. American Nurses Credentialing Center (ANCC) melakukan risetnya
pada 14 Rumah Sakit melaporkan bahwa hubungan dokter-perawat bukan hanya mungkin dilakukan, tetapi
juga berlangsung pada hasil yang dialami pasien ( Kramer dan Schamalenberg, 2003). Terdapat hubungan
kolerasi positif antara kualitas huungan dokter perawat dengan kualitas hasil yang didapatkan pasien.
Hambatan kolaborasi dokter dan perawat sering dijumpai pada tingkat profesional dan institusional.
Perbedaan status dan kekuasaan tetap menjadi sumber utama ketidaksesuaian yang membatasi pendirian
profesional dalam aplikasi kolaborasi. Dokter cenderung pria, dari tingkat ekonomi lebih tinggi dan
biasanya fisik lebih besar dibanding perawat, sehingga iklim dan kondisi sosial masih mendkung dominasi
dokter. Inti sesungghnya dari konflik perawat dan dokter terletak pada perbedaan sikap profesional mereka
terhadap pasien dan cara berkomunikasi diantara keduanya.
Dari hasil observasi penulis di Rumah Sakit nampaknya perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
belum dapat melaksanakan fungsi kolaborasi khususnya dengan dokter. Perawat bekerja memberikan
pelayanan kepada pasien berdasarkan instruksi medis yang juga didokumentasikan secara baik, sementara
dokumentasi asuhan keperawatan meliputi proses keperawatan tidak ada. Disamping itu hasil wawancara

penulis dengan beberapa perawat Rumah Sakit Pemerintah dan swasta, mereka menyatakan bahwa banyak
kendala yang dihadapi dalam melaksanakan kolaborasi, diantaranya pandangan dokter yang selalu
menganggap bahwa perawat merupakan tenaga vokasional, perawat sebagai asistennya, serta kebijakan
Rumah Sakit yang kurang mendukung.
Isu-isu tersebut jika tidak ditanggapi dengan benar dan proporsional dikhawatirkan dapat menghambat
upaya melindungi kepentingan pasien dan masyarakat yang membutuhkan jasa pelayang kesehatan, serta
menghambat upaya pengembangan dari keperawatan sebagai profesi.
II.1.1 PEMAHAMAN KOLABORASI
Pemahaman mengenai prinsip kolaborasi dapat menjadi kurang berdasar jika hanya dipandang dari
hasilnya saja. Pembahasan bagaimana proses kolaborasi itu terjadi justru menjadi point penting yang harus
disikapi.bagaimana masing-masing profesi memandang arti kolaborasi harus dipahami oleh kedua belah
pihak sehingga dapat diperoleh persepsi yang sama.
Seorang dokter saat menghadapi pasien pada umumnya berfikir, “ Apa diagnosa pasien ini dan perawatan
apa yang dibutuhkannya “ pola pemikiran seperti ini sudah terbentuk sejak awal proses
pendidikannya.Sudah dijelaskan secara tepat bagaimana pembentukan pola berfikir seperti itu apalagi
kurikulum kedokteran terus berkembang.Mereka juga diperkenalkan dengan lingkungan klinis dibina
dalam masalah etika,pencatatan riwayat medis,pemeriksaan fisik serta hubungan dokter dan
pasien.Mahasiswa kedokteran pra-klinis sering terlibat langsung dalam aspek psikososial perawatan pasien
melalui kegiatan tertentu seperti gabungan bimbingan-pasien.Selama periode tersebut hampir tidak ada
kontak formal dengan para perawat,pekerja sosial atau profesional kesehatan lain.Sebagai praktisi memang

mereka berbagi linkungan kerja dengan para perawat tetapi mereka tidak dididik untuk menanggapinya
sebagai rekanan/sejawat/kolega.
Dilain pihak seorang perawat akan berfikir,apa masalah pasien ini? Bagaimana pasien menanganinya?
,bantuan apa yang dibutuhkannya? dan apa yang dapat diberikan kepada pasien Perawat dididik untuk
mampu menilai status kesehatan pasien, merencanakan interfensi, melaksanakan rencana, mgevaluasi hasil
dan menilai kembali sesuai kebutuhan. Para pendidik menyebutnya sebagai proses keperawatan. Inilah
yang dijadikan dasar argumentasi bahwa profesi keperawatan didasari oleh disiplin ilmu yang membantu

individu sakit atau sehat dalam menjalankan kegiatan yang mendukung kesehatan atau pemulihan sehingga
pasien bisa mandiri.
Sejak awal perawat didik mengenal perannya dan berinteraksi dengan pasien. Praktek keperawatan
menggabungkan teori dan penelitian perawatan dalam praktek rumah sakit dan praktek pelayanan
kesehatan masyarakat. Para pelajar bekerja di unit perawatan pasien bersama staf perawatan untuk belajar
merawat,menjalankan prosedur dan menginternalisasi peran.
Kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan shering pengetahuan yang direncanakan yang
disengaja,dan menjadi tanggung jawab bersama untuk merawat pasien. Kadangkala itu terjadi dalam
hubungan yang lama antara tenaga profesional.
Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau perawat klinik bekerja dengan dokter
untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam lingkup praktek profesional keperawatan, dengan
pengawasan dan supervisi sebagai pemberi petunjuk pengembangan kerjasama atau mekanisme yang

ditentukan oleh perturan suatu negara dimana pelayanan diberikan. Perawat dan dokter merencanakan dan
mempraktekkan sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktek dengan
berbagi nilai-nilai dan pengetahuan serta respek terhadap orang lain yang berkonstribusi terhadap
perawatan individu, keluarga dan masyarakat.
II.1. 2 ANGGOTA TIM INTERDISIPLIN
Tim pelayanan kesehatan interdisiplin merupakan sekelompok profesional yang mempunyai aturan yang
jelas, tujuan umum dan berbeda keahlian. Tim akan berfungsi baik jika terjadi adanya konstribusi dari
anggota tim dalam memberikan pelayanan kesehatan terbaik. Anggota tim kesehatan meliputi:
pasien,perawat,dokter,fisioterapi,pekerja sosial,ahli gizi,manager, dan apoteker. Oleh karena itu tim
kolaborasi hendaknya memiliki komunikasi yang efektif, bertanggung jawab dan saling menghargai antar
sesama anggota tim.
Perawat sebagai anggota membawa perspektif yang unik dalam interdisiplin tim. Perawat menfasilitasi dan
membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari praktek profesi kesehatan lain. Perawat
berperan sebagai penghubung penting antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan.
Dokter memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati dan mencegah penyakit. Pada siuasi ini
dokter menggunakan modalitas pengobatan seperti pemberian obat dan pembedahan. Mereka sering
berkonsultasi dengan anggota tim lainnya sebagai membuat refelan pembarian pengobatan.
Kerjasam adlaha menghargai pendapat orang lain dan bersedia memeriksa beberapa alterntif pendapat dan
perubaha pelayanan. Asertifitas penting ketika individu dalam tim mendukung pendapat mereka dengan
keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa pendapatnya benar-benar didengar dan konsesus untuk

dicapai. Tanggung jawab, mendukung suatu keputusan yang diperoleh dari hasil konsesus dan harus
terlibat dalam pelaksanaannya. Komunikasi artinya bahwa etiap anggota bertanggung jawab untuk
membagi informasi penting mengenai perawatan pasien dan issu yang relevan untuk membuat keputusan
klinis. Otonomi mencakup kemandirian anggot tim dalam batas kompetensinya. Kordinasi adalah efisiensi
organisasi yng dibutuhkan dalam perawatan pasien, mengurangi duplikasi dan menjamin orang yang
berkualifikasi dalammenyelesaikan permaslahan.
Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktis profesional, kolegalitas, komunikasi
dan praktek yang difokuskan pada pasien. Kolegasilitas menekankan pada saling menghargai, dan
pendekatan profesional untuk masalah-masalah dalam tim dari pada menyalahkanseseorang atau
menghindari tanggung jawab. Hensen menyarankan konsep dengan ari yang sama: mutualitas,dimana dia
mengartikan sebagai sutu hubungan yang menfalitasi suatu proses dinamis antar orang-orang ditandai oleh
keinginan maju mencapai tujuan dan kepuasan setiap anggota. Kepercayaan adlah konsep umum untuk
semua elemen kolaborasi. Tanpa rasa percaya, kerjasama tidak akan ada, asertif menjadi ancaman,
menghindari dari tanggung jawab, terganggunya komunikasi. Otonom akan ditekan dan koordinasi tidak
kan terjadi.
Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama team multidisipliner dapat digunakan untuk mencapai tujuan
kolaborasi team:

1. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan keahlian unik professional
2. Produktifitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya

3. Meningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas
4. Meningkatnya kohensifitas antar professional
5. Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional
6. Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas, dan menghargai dan memahami orang lain
Berkaitan dengan issue kolaborasi dan soal menjalin kerjasama kemitraan dokter, perawat perlu
mengantisipasi konsekuensi perubahan dari vokasional menjadi professional. Status yuridis seiring
perubahan perwat dari perpanjangan tangan dokter menjadi mitra dokter yang sangt kompleks. Tanggung
jawab hokum juga akan terpisah untuk masing-masing kesalahan atau kelalaian. Yaitu, malpraktek medis,
dan mal praktek keperwatan. Perlu ada kejelasan dari pemerintah maupun para pihak yang terkait mengeni
tanggung jawab hukum dari perawat, dokter maupun rumah sakit. Organisasi profesi perawat juga harus
berbenah dan memperluas sruktur organisasi agar dapat mengantisipasi perubahan.
Komunikasi dibutuhkan untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif, hal tersebut perlu ditunjang oleh saran
komunikasi yang dapat menyatukan data kesehatan pasien secara komfrenhensif sehingga menjadi sumber
informasi bagi semua anggota team dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu perlu dikembangkan
catatan status kesehatan pasien yang memunkinkan komunikasi dokter dan perawat terjadi secara efektif.
Pendidikan perawat perlu terus ditingkatkan untuk meminimalkan kesenjangan professional dengan dokter
melalui pendidikan berkelanjutan. Peningkatan pengatahuan dan keterampilan dapat dilakukan melalui
pendidikan formal sampai kejenjang spesialis atau minimal melalui pelatihan-pelatihan yang dapat
meningkatkan keahlian perawat.
II.2 BAHAN DAN CARA PENELITIAN

Subyek penelitian adalah 60 tenaga profesi yang terdiri dari 30 perawat dan 30 dokter sebagai responden,
dan dilanjutkan observasi praktik kolaborasi dengan unit analis pasien (dengan 3 macam kelompok:10
pasien parah (40 x observasi, 10 pasien sedang (57 x observasi) dan 10 pasien mandiri (30 x observasi)).
Penelitian ini non-eksperimental degan rancangan cross sectional dengan unit analis interaksi perawat
dokter dalam memberikan pelayanan terhadap pasien. Metode pengumpulan data denga cara observasi dan
kosioner diberikan kepada semua dokter dan perawat yang merawat di ruang VIP.
Variabel penelitian, yaitu variabel independen praktik kolaborasi, variabel komunkasi (11 sub variebel) dan
domain. Variabel moderator, yaitu variabel karakteristik demografi dan variabel kebutuhan ekonomi
individu. Data dianalisis secara deskriptif untuk menjelaskan tingka praktik kolaborasi, dan untuk melihat
hubungan komunikasi dan praktik kolaborasi, domain dan praktik kolaborasi dengan menggunakan
analisis korelasi spearman rank. Untuk melihat hubungan tersebut yang dimoderasi oleh karakteristik
demografi dan kebutuhan ekonomi individu menggunakan regresi multivariate dan untuk melihat seberapa
perbedaan praktik kolaborasi diantar kelompok pasien dengan menggunakan uji bedah “t_test”.
II.2.1 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tingkat praktik kolaboarasi pada pasien yang tergantung penuh (parah) belum mencapai kolaborasi tetapi,
pada tahap berunding dan banyak tahap menghindar terutama lulusan SPK dan dokter spesialis. Sedangkan
pada pasien yang ketergantungan sebagian (sedang) rata-rata pada tahap berunding-berakomodasi
(mendekati kolaborasi). Hal tersebut disebabkan adanya perbedaan pengetahuan antara dokter dan perawat
maupun kurangnya komitmen dokter untu ikut meningkatkan kualitas sumber daya manusia keperawatan
dan mutu pelayanan keperawatan yang komprehensif (sesuai paradigma baru yaitu managed care).

Hasil observasi praktik kolaborasi menurut kelompk pasien: pasien parah dan menghindar 32%, berunding
dan akan berunding 45%, pasien sedang dan menghindar 26%, serta berunding dan akan berunding 57,8%.
Pada pasien yang mendiri dan menghindar 25%, berunding dan akan berunding 30%, dan berundingberakomodasi 43%, dimana perawat berdiskusi dengan dokter pada pasien yang sudah mandiri untuk
persiapan pulang, tetapi pada pasien parah kurang berdiskusi( hanya menerima pengarahan dan keputusan
dari dokter). Sesuai standar akreditas rumah sakit, perawat dalam menyampaikan pasien pulang harus
memberi penyuluhan dan membuat resum pemulangan pasien.

Hubungan komunikasi dalam pratik kolaborasi mempunyai nilai p