Kemampuan Pemecahan Masalah matematik dan
Kemampuan Pemecahan Masalah
by
Ifada Novikasari
Institut Agama Islam Negeri Purwokerto
2016
Kemampuan Pemecahan Masalah
1.
Prinsip dalam Pengajaran yang Menekankan Kemampuan Pemecahan Masalah
Prinsip pengajaran kemampuan pemecahan masalah dapat diterapkan di kelas dengan
ekspositori maupun dengan bantuan komputer. Dalam aplikasinya, pengajaran tersebut perlu
menggunakan prinsip sbb (Foshay & Kirkley, 2003):
1) Untuk keterampilan “dunia-nyata”, guru perlu identifikasi komponen pengetahuan
deklaratif dan prosedural sehingga dapat memberikan penekanan pengajaran yang
tepat.
2) Pertama dapat dilakukan melalui konteks pemecahan masalah, kemudian dapat
memilih antara pengetahuan deklaratif atau prosedural, atau memadukan keduanya.
3) Ketika pengajaran pengetahuan deklaratif, penekanan dilakukan pada model mental
yang tepat dengan pemecahan masalah melalui penjelasan struktur pengetahuan dan
bertanya pada siswa untuk mempredikasi apa yang terjadi atau menjelaskan alasan
jawabannya.
4) Mengajarkan kemampuan pemecahan masalah dalam konteks yang akan pebelajar
gunakan. Masalah autentik dilakukan dengan menjelaskan, praktik, dan penilaian
dengan simulasi, permainan, dan proyek berbasis skenario. Tidak mengajarkan
pemecahan masalah sebagai sesuatu yang abstrak, tidak kontekstual
5) Menggunakan strategi mengajar langsung (deduktif) untuk pengetahuan deklaratif
dan pemecahan masalah yang terstruktur dengan baik.
6) Menggunakan strategi mengajar induktif untuk mendorong penyusunan model dan
pemecahan masalah yang ill-structured.
7) Dalam latihan masalah, pebelajar dibantu untuk memahami (mendefinisikan)
tujuan, kemudian menguraikannya ke tujuan berikutnya.
8) Menggunakan kesalahan pebelajar dalam pemecahan masalah sebagai bukti
miskonsepsi, penyelesaian tidak sekedar menebak. Jika memungkinkan pilih
miskonsepsi dan memluruskannya.
9) Mengajukan pertanyaan dan meminta
saran
strategi
penyelesaian
yang
merefleksikan strategi pemecahan masalah yang digunakan pebelajar. Lakukan hal
ini sebelum dan sesudah mereka bekerja dengan masalah (hal ini seringkali disebut
dengan latihan kognitif).
10) Berikan latihan strategi pemecahan masalah yang serupa lintas konteks untuk
mendorong generalisasi.
11) Menggunakan konteks, masalah, dan gaya mengajar yang dapat membangun
ketertarikan, motivasi, kepercayaan diri, ketekunan dan pengetahuan tentang diri,
dan mengurangi kecemasan.
12) Rencakan urutan pengajaran yang dapat menumbuhkan pengalaman dari levelpemula sampai memahami level-ahli melalui struktur pengetahuan yang digunakan.
13) Ketika mengajarkan pemecahan msalah yang terstruktur dengan baik, ijinkan
pebelajar terkadang membuka buku. Jika prosedur sering digunakan, akan
mendorong memorisasi prosedur dan praktik sampai otomatis.
14) Ketika mengajarkan pemecahan masalah yang cukup terstruktur, pebelajar dapat
menggunaakan pengetahuan deklaratif (konteks) untuk menemukan startegi yang
sesuai dengan konteks dan masalah. Ijinkan banyak strategi yang benar untuk
mendapatkan solusi, dan bandingkan untuk mengetahui strategi yang paling efisien
dan efektif.
15) Ketika mengajarkan pemecahan masalah yang tidak terstruktur (ill-structured),
pebelajar menggunakan pengetahuan (konteks) untuk mendefinisikan tujuan (sifat
untuk diterimanya solusi) kemudian menemukan solusi. Ijinkan banyak strategi
yang benar untuk mendapatkan solusi, dan bandingkan untuk mengetahui strategi
yang paling efisien dan efektif.
2.
Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Masalah dalam pembelajaran matematika diberikan agar siswa terampil dalam
menyelesaikkannya. Siswa yang mengikuti pembelajaran memiliki beragam latar belakang
dan pengalaman sehingga pembelajaran dapat melalui beragam pemecahan masalah.
Kemampuan pemecahan masalah dapat dikembangkan semenjak di tingkat sekolah dasar.
Menurut Schoenfeld (NCTM, 2000) kesalahan kebanyakan siswa dalam pemecahan masalah
bukan disebabkan kurangnya pengetahuan matematika yang dimiliki namun tidak pahamnya
siswa akan masalah sehingga menggunakan cara yang tidak efektif dalam menyelesaikannya.
Oleh karena itu siswa perlu dibiasakan untuk menyelesaikan masalah. Sehingga pemecahan
masalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pembelajaran matematika dan
program pengajaran pemecahan masalah diharapkan siswa dapat (NCTM, 2000):
1) Membangun pengetahuan matematika baru melalui pemecahan masalah
2) Memecahkan masalah yang ada dalam matematika dan konteks lain
3) Menerapkan dan mengadaptasi beragam startegi yang tepat untuk memecahkan
masalah
4) Memperhatikan dan merefleksi pada proses pemecahan masalah matematika
Pemecahan masalah menurut Stanic dan Kilpatrick (1989) dapat merupakan metode
dan juga skill atau keterampilan. Pemecahan masalah terkait kemampuan atau keterampilan
maka dalam memecahkan masalah proses yang dilakukan menyebabkan seseorang memiliki
kemampuan dalam memberikan solusi. Indikator untuk mengukur kemampuan pemecahan
masalah matematika diantaranya (NCTM, 2000):
1) Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan
unsur yang diperlukan,
2) Merumuskan masalah matematik atau menyusun model matematika,
3) Menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan masalah
baru) dalam atau diluar matematika
4) Menjelaskan hasil sesuai permasalahan, dan
5) Menggunakan matematika secara bermakna
Bagaimana siswa dapat menemukan model matematika? Eksperiman yang dilakukan Dunbar
(1998) untuk menyelesaikan masalah menara hanoi diperoleh bahwa siswa menemukan
representasi dari keadaan awal dan lingkungan tugas berupa tantangan menara hanoi.
3. Evaluasi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Mengidentifikai kemampuan pemecahan masalah dapat dikembangkan soal yang
menunjukkan kemampuan tersebut. Berikut ini contoh penyusunan soal berdasarkan indikator
yang dimiliki.
Indikator
Soal
Mengidentifikasi unsur-unsur yang Seorang atlet sedang latihan dengan menaiki atau
diketahui
menuruni tangga. Pertama, ia naik 18 tangga,
kemudian turun 16 tangga, dan terakhir naik lagi 20
tangga. Apabila ia terakhir sampai ditangga 25, dari
tangga berapakah ia naik pertama kali?
Mengidentifikasi
unsur-unsur
dapat
dilakukan dengan membuat gambar sbb:
awal
+18
...
...
+20
25
-16
Menuliskan unsur-unsur yang diketahui
Naik 1 = 18 tangga
Turun = 16 tangga
Naik 2 = 20 tangga
Tangga terakhir = 25
Ditanyakan tangga awal?
Merumuskan masalah atau menyusun Untuk menentukan tangga awal, dapat dilakukan
model matematika
dengan bekerja mundur dari tangga terakhir.
awal
+18
...
-18
+16
...
-16
+20
25
-20
atau
tangga terakhir – naik2 + turun – naik1
Menerapkan
strategi
untuk
menyelesaikan masalah
+18
3
21
-18
+16
5
-16
+20
25
-20
atau
25 – 20 + 16 – 18 = 3
Hasil 3 diperoleh sebagai tangga awal atlet itu
Menjelaskan hasil
mulai latihan. Apabila diperiksa kembali, maka
3+20-16+18 = 25
atau dapat juga diperoleh dengan cara
3+naik1-turun+naik2= 3+18-16+20 = 25
Selanjutnya dalam mengevaluasi soal di atas berpedoman pada Holistic Scoring Rubrics
menurut Cai, Lane dan Jacobcsin (1996), dikembangkan rubrik penskoran sebagai berikut:
NO
Mengidentifikasi unsur-unsur
yang diketahui
Menyusun
matematika
model
0
Tidak ada identifikasi unsur
Tidak
ada
matematika
model
1
Identifikasi unsur ada namun
salah
2
Identifikasi
lengkap
unsur
kurang
Ada model matematika
namun tidak dapat
digunakan
Model
matematika
kurang lengkap
3
Identifikasi
memadai
unsur
sudah
Model
matematika
benar namun kurang
lengkap
Menerapkan
strategi
untuk
menyelesaikan
masalah
Tidak ada pengembangan
strategi
untuk
memecahkan masalah
Ada
pengembangan
strategi namun tidak
sesuai
Ada
sedikit
pengembangan
strategi
namun
tidak
sampai
kesimpulan akhir
Ada
pengembangan
startegi yang memadai
sehingga sampai pada
Menjelasakan hasil
Tidak ada penjelasan
Ada penjelasan namun
salah
Penjelasan
kurang
memadai
untuk
mengiterpretasi temuan
dan tidak memberikan
solusi logis masalah
Penjelasan
memadai
dalam menginterpretasi
temuan
dan
solusi
kesimpulan akhir
4
Identifikasi unsur memadai
ditambah informasi lain dengan
kedalaman analisis
Model
matematika
lengkap dan ditambah
pengembangan model
lain
Pengembangan
strategi
jelas dan sesuai untuk
memecahkan
masalah
dengan strategi alternatif
sampai pada kesimpulan
akhir
masalah, tetapi gagal
dalam
memberikan
alternatif
Penjelasan
lengkap
dengan
memberikan
interpretasi logis atas
temuan dan menawarka
solusi alternatif
Referensi
Cai J., Lane S., & Jacobcsin. (1996). Communication in Mathematics K-12 and Beyond.
NCTM: Virginia.
Dunbar, K. (1998). Problem solving. In W. Bechtel, & G. Graham (Eds.). A companion to
Cognitive Science. London, England: Blackwell, pp 289-298.
Foshay, R., Kirkley, J. (2003). Principles for Teaching Problem Solving. Indiana: Plato
Learning.
National Council of Teacher of Mathematics (NCTM). 2000. Principles and Standars for
School Mathematics. Reston, VA: NCTM
Stanic, G. & Kilpatrick, J. (1989). Historical Perspectives on Problem Solving in The
Mathematics Curriculum. In R. Charles & E. Silver (Eds.), The teaching and assessing
of mathematical problem solving (pp. 1-22). Reston, VA: National Council of Teachers
of Mathematics.
by
Ifada Novikasari
Institut Agama Islam Negeri Purwokerto
2016
Kemampuan Pemecahan Masalah
1.
Prinsip dalam Pengajaran yang Menekankan Kemampuan Pemecahan Masalah
Prinsip pengajaran kemampuan pemecahan masalah dapat diterapkan di kelas dengan
ekspositori maupun dengan bantuan komputer. Dalam aplikasinya, pengajaran tersebut perlu
menggunakan prinsip sbb (Foshay & Kirkley, 2003):
1) Untuk keterampilan “dunia-nyata”, guru perlu identifikasi komponen pengetahuan
deklaratif dan prosedural sehingga dapat memberikan penekanan pengajaran yang
tepat.
2) Pertama dapat dilakukan melalui konteks pemecahan masalah, kemudian dapat
memilih antara pengetahuan deklaratif atau prosedural, atau memadukan keduanya.
3) Ketika pengajaran pengetahuan deklaratif, penekanan dilakukan pada model mental
yang tepat dengan pemecahan masalah melalui penjelasan struktur pengetahuan dan
bertanya pada siswa untuk mempredikasi apa yang terjadi atau menjelaskan alasan
jawabannya.
4) Mengajarkan kemampuan pemecahan masalah dalam konteks yang akan pebelajar
gunakan. Masalah autentik dilakukan dengan menjelaskan, praktik, dan penilaian
dengan simulasi, permainan, dan proyek berbasis skenario. Tidak mengajarkan
pemecahan masalah sebagai sesuatu yang abstrak, tidak kontekstual
5) Menggunakan strategi mengajar langsung (deduktif) untuk pengetahuan deklaratif
dan pemecahan masalah yang terstruktur dengan baik.
6) Menggunakan strategi mengajar induktif untuk mendorong penyusunan model dan
pemecahan masalah yang ill-structured.
7) Dalam latihan masalah, pebelajar dibantu untuk memahami (mendefinisikan)
tujuan, kemudian menguraikannya ke tujuan berikutnya.
8) Menggunakan kesalahan pebelajar dalam pemecahan masalah sebagai bukti
miskonsepsi, penyelesaian tidak sekedar menebak. Jika memungkinkan pilih
miskonsepsi dan memluruskannya.
9) Mengajukan pertanyaan dan meminta
saran
strategi
penyelesaian
yang
merefleksikan strategi pemecahan masalah yang digunakan pebelajar. Lakukan hal
ini sebelum dan sesudah mereka bekerja dengan masalah (hal ini seringkali disebut
dengan latihan kognitif).
10) Berikan latihan strategi pemecahan masalah yang serupa lintas konteks untuk
mendorong generalisasi.
11) Menggunakan konteks, masalah, dan gaya mengajar yang dapat membangun
ketertarikan, motivasi, kepercayaan diri, ketekunan dan pengetahuan tentang diri,
dan mengurangi kecemasan.
12) Rencakan urutan pengajaran yang dapat menumbuhkan pengalaman dari levelpemula sampai memahami level-ahli melalui struktur pengetahuan yang digunakan.
13) Ketika mengajarkan pemecahan msalah yang terstruktur dengan baik, ijinkan
pebelajar terkadang membuka buku. Jika prosedur sering digunakan, akan
mendorong memorisasi prosedur dan praktik sampai otomatis.
14) Ketika mengajarkan pemecahan masalah yang cukup terstruktur, pebelajar dapat
menggunaakan pengetahuan deklaratif (konteks) untuk menemukan startegi yang
sesuai dengan konteks dan masalah. Ijinkan banyak strategi yang benar untuk
mendapatkan solusi, dan bandingkan untuk mengetahui strategi yang paling efisien
dan efektif.
15) Ketika mengajarkan pemecahan masalah yang tidak terstruktur (ill-structured),
pebelajar menggunakan pengetahuan (konteks) untuk mendefinisikan tujuan (sifat
untuk diterimanya solusi) kemudian menemukan solusi. Ijinkan banyak strategi
yang benar untuk mendapatkan solusi, dan bandingkan untuk mengetahui strategi
yang paling efisien dan efektif.
2.
Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Masalah dalam pembelajaran matematika diberikan agar siswa terampil dalam
menyelesaikkannya. Siswa yang mengikuti pembelajaran memiliki beragam latar belakang
dan pengalaman sehingga pembelajaran dapat melalui beragam pemecahan masalah.
Kemampuan pemecahan masalah dapat dikembangkan semenjak di tingkat sekolah dasar.
Menurut Schoenfeld (NCTM, 2000) kesalahan kebanyakan siswa dalam pemecahan masalah
bukan disebabkan kurangnya pengetahuan matematika yang dimiliki namun tidak pahamnya
siswa akan masalah sehingga menggunakan cara yang tidak efektif dalam menyelesaikannya.
Oleh karena itu siswa perlu dibiasakan untuk menyelesaikan masalah. Sehingga pemecahan
masalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pembelajaran matematika dan
program pengajaran pemecahan masalah diharapkan siswa dapat (NCTM, 2000):
1) Membangun pengetahuan matematika baru melalui pemecahan masalah
2) Memecahkan masalah yang ada dalam matematika dan konteks lain
3) Menerapkan dan mengadaptasi beragam startegi yang tepat untuk memecahkan
masalah
4) Memperhatikan dan merefleksi pada proses pemecahan masalah matematika
Pemecahan masalah menurut Stanic dan Kilpatrick (1989) dapat merupakan metode
dan juga skill atau keterampilan. Pemecahan masalah terkait kemampuan atau keterampilan
maka dalam memecahkan masalah proses yang dilakukan menyebabkan seseorang memiliki
kemampuan dalam memberikan solusi. Indikator untuk mengukur kemampuan pemecahan
masalah matematika diantaranya (NCTM, 2000):
1) Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan
unsur yang diperlukan,
2) Merumuskan masalah matematik atau menyusun model matematika,
3) Menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan masalah
baru) dalam atau diluar matematika
4) Menjelaskan hasil sesuai permasalahan, dan
5) Menggunakan matematika secara bermakna
Bagaimana siswa dapat menemukan model matematika? Eksperiman yang dilakukan Dunbar
(1998) untuk menyelesaikan masalah menara hanoi diperoleh bahwa siswa menemukan
representasi dari keadaan awal dan lingkungan tugas berupa tantangan menara hanoi.
3. Evaluasi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Mengidentifikai kemampuan pemecahan masalah dapat dikembangkan soal yang
menunjukkan kemampuan tersebut. Berikut ini contoh penyusunan soal berdasarkan indikator
yang dimiliki.
Indikator
Soal
Mengidentifikasi unsur-unsur yang Seorang atlet sedang latihan dengan menaiki atau
diketahui
menuruni tangga. Pertama, ia naik 18 tangga,
kemudian turun 16 tangga, dan terakhir naik lagi 20
tangga. Apabila ia terakhir sampai ditangga 25, dari
tangga berapakah ia naik pertama kali?
Mengidentifikasi
unsur-unsur
dapat
dilakukan dengan membuat gambar sbb:
awal
+18
...
...
+20
25
-16
Menuliskan unsur-unsur yang diketahui
Naik 1 = 18 tangga
Turun = 16 tangga
Naik 2 = 20 tangga
Tangga terakhir = 25
Ditanyakan tangga awal?
Merumuskan masalah atau menyusun Untuk menentukan tangga awal, dapat dilakukan
model matematika
dengan bekerja mundur dari tangga terakhir.
awal
+18
...
-18
+16
...
-16
+20
25
-20
atau
tangga terakhir – naik2 + turun – naik1
Menerapkan
strategi
untuk
menyelesaikan masalah
+18
3
21
-18
+16
5
-16
+20
25
-20
atau
25 – 20 + 16 – 18 = 3
Hasil 3 diperoleh sebagai tangga awal atlet itu
Menjelaskan hasil
mulai latihan. Apabila diperiksa kembali, maka
3+20-16+18 = 25
atau dapat juga diperoleh dengan cara
3+naik1-turun+naik2= 3+18-16+20 = 25
Selanjutnya dalam mengevaluasi soal di atas berpedoman pada Holistic Scoring Rubrics
menurut Cai, Lane dan Jacobcsin (1996), dikembangkan rubrik penskoran sebagai berikut:
NO
Mengidentifikasi unsur-unsur
yang diketahui
Menyusun
matematika
model
0
Tidak ada identifikasi unsur
Tidak
ada
matematika
model
1
Identifikasi unsur ada namun
salah
2
Identifikasi
lengkap
unsur
kurang
Ada model matematika
namun tidak dapat
digunakan
Model
matematika
kurang lengkap
3
Identifikasi
memadai
unsur
sudah
Model
matematika
benar namun kurang
lengkap
Menerapkan
strategi
untuk
menyelesaikan
masalah
Tidak ada pengembangan
strategi
untuk
memecahkan masalah
Ada
pengembangan
strategi namun tidak
sesuai
Ada
sedikit
pengembangan
strategi
namun
tidak
sampai
kesimpulan akhir
Ada
pengembangan
startegi yang memadai
sehingga sampai pada
Menjelasakan hasil
Tidak ada penjelasan
Ada penjelasan namun
salah
Penjelasan
kurang
memadai
untuk
mengiterpretasi temuan
dan tidak memberikan
solusi logis masalah
Penjelasan
memadai
dalam menginterpretasi
temuan
dan
solusi
kesimpulan akhir
4
Identifikasi unsur memadai
ditambah informasi lain dengan
kedalaman analisis
Model
matematika
lengkap dan ditambah
pengembangan model
lain
Pengembangan
strategi
jelas dan sesuai untuk
memecahkan
masalah
dengan strategi alternatif
sampai pada kesimpulan
akhir
masalah, tetapi gagal
dalam
memberikan
alternatif
Penjelasan
lengkap
dengan
memberikan
interpretasi logis atas
temuan dan menawarka
solusi alternatif
Referensi
Cai J., Lane S., & Jacobcsin. (1996). Communication in Mathematics K-12 and Beyond.
NCTM: Virginia.
Dunbar, K. (1998). Problem solving. In W. Bechtel, & G. Graham (Eds.). A companion to
Cognitive Science. London, England: Blackwell, pp 289-298.
Foshay, R., Kirkley, J. (2003). Principles for Teaching Problem Solving. Indiana: Plato
Learning.
National Council of Teacher of Mathematics (NCTM). 2000. Principles and Standars for
School Mathematics. Reston, VA: NCTM
Stanic, G. & Kilpatrick, J. (1989). Historical Perspectives on Problem Solving in The
Mathematics Curriculum. In R. Charles & E. Silver (Eds.), The teaching and assessing
of mathematical problem solving (pp. 1-22). Reston, VA: National Council of Teachers
of Mathematics.