STUDI IMPLEMENTASI PEMANFAATAN BERSAMA JARINGAN DISTRIBUSI DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN RENEWABLE PORTFOLIO STANDARD

  

JARINGAN DISTRIBUSI DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN

RENEWABLE PORTFOLIO STANDARD

Taufiq Indraputra Suharjono1, Sasongko Pramono Hadi2, Yusuf Susilo Wijoyo3

  1. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

  2. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

  3. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

  Kontak Person:

  Taufiq Indraputra Suharjono Juusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi, Universitas Gadjah Mada

  Jl. Grafika No.2, Kampus UGM Yogyakarta, 55281

  Telp: 087738933667, E-mail:

Abstrak

  

Renewable Portfolio Standard (RPS) merupakan suatu bentuk kebijakan pemerintah untuk

mendorong pemanfaatan energi baru terbarukan. RPS mewajibkan sebagian konsumsi tenaga

listrik suatu konsumen berasal dari energi baru terbarukan. Pusat Listrik Tenaga Mikrohidro

(PLTMh) dapat dijadikan sebagai sumber energi dalam RPS. Permasalahan utama pemanfaatan

PLTMh yaitu antara lain lokasinya yang jauh dari konsumen tersebut. Salah satu solusi

permasalahan tersebut adalah penerapan Pemanfaatan Bersama Jaringan Distribusi (PBJD).

Sejauh ini mekanisme kebijakan RPS belum diaplikasikan di Indonesia, terlebih untuk penerapan

RPS memanfaatkan PLTMh. Sehingga perlu dilakukan kajian komprehensif terkait implementasi

PBJD dalam upaya penerapan kebijakan RPS. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa

penggunaan PBJD dalam penerapan RPS dari aspek teknis jaringan. Penelitian ini dilakukan

dengan perangkat lunak ETAP. Dari hasil simulasi terlihat bahwa penggunaan PBJD dalam

implementasi RPS menyebabkan perubahan pada aliran daya dan parameter-parameter jaringan

distribusi.

  

Kata kunci: Renewable Portfolio Standard (RPS) , Energi Baru dan Terbarukan, Pemanfaatan

Bersama Jaringan Distribusi (PBJD)

Pendahuluan

  Kebutuhan energi fosil sebagai sumber energi primer yang semakin meningkat menyebabkan semakin menipisnya ketersediaan energi fosil dunia. Selain itu, penggunaan energi fosil juga menyebabkan peningkatkan gas rumah kaca yang menjadi salah satu penyebab pemanasan global. Salah satu upaya yang harus dilakukan untuk menjaga ketersediaan energi fosil dan mengurangi emisi gas rumah kaca adalah mengalihkan penggunaan sumber energi fosil ke sumber energi baru dan terbarukan. Salah satu instrumen penting dalam penggunaan sumber energi baru terbarukan ini adalah kebijakan pemerintah dalam investasi dan penerapan teknologi energi baru terbarukan [1]. Untuk itu diperlukan kebijakan-kebijakan yang mendorong pemanfaatan energi baru dan terbarukan tersebut. Salah satu kebijakan yang banyak diterapkan di berbagai negara di dunia adalah kebijakan berbasis volume, yaitu renewable

  

portfolio standard (RPS). Negara-negara yang telah mengimplementasikan kebijakan ini adalah

  Korea Selatan, China, Jerman dan UK [1], Jepang [2], RPS merupakan suatu kebijakan pemerintah untuk mendorong konsumen listrik menggunakan sumber energi baru dan terbarukan dalam penyediaan tenaga listriknya dengan nilai persentase tertentu dari total kebutuhan tenaga listriknya. Di sektor transportasi, kebijakan berbasis volume (Renewable Fuel Standart) atau mandatory pemanfaatan energi baru terbarukan, telah diterapkan melalui Peraturan Menteri nomor 32 Tahun 2008, yang telah menetapkan persentase minimal kandungan bahan bakar nabati dalam bahan bakar minyak yang dijual ke pasaran. Salah satu sumber energi terbarukan yang dapat dimanfaatkan adalah sumber energi air skala kecil dalam bentuk Pusat Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMh). Salah satu permasalahan yang muncul dalam pemanfaatan PLTMh dalam RPS ini yaitu letaknya yang jauh dari lokasi konsumen listrik yang akan berpartisipasi dalam RPS. Hal tersebut membutuhkan investasi tambahan untuk pembangunan sistem penyaluran yang tidak ekonomis. Salah satu solusi permasalahan tersebut adalah penerapan mekanisme. Pemanfaaatan Bersama Jaringan Distribusi (PBJD). PBJD merupakan pemanfaatan bersama suatu jaringan distribusi milik suatu entitas oleh pihak lain. Berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan yang mencantumkan mekanisme pemanfaatan bersama jaringan, perusahaan swasta pembangkit listrik non-IPP maupun pelaku industri yang ingin mendirikan pembangkit listrik mandiri dapat menyewa jaringan milik PLN untuk menyalurkan energi listrik. Definisi lain adalah penggunaan jaringan transmisi atau distribusi untuk mengirimkan daya listrik dari dan ke entitas lain [3]. Konsep ini mencuat seiring dengan adanya deregulasi industri kelistrikan di negara-negara maju.Pemanfaatan bersama jaringan ini telah banyak diterapkan di beberapa negara seperti Irlandia, Jamaika, Brazil dan New Zealand [4]. Untuk mengimplementasikan mekanisme ini perlu dilakukan tinjauan dari aspek teknis seperti kondisi jaringan eksisting maupun aspek ekonomis seperti biaya sewa jaringan transmisi. Dari aspek teknis implementasi ini perlu memperhatikan parameter-parameter jaringan seperti faktor pembebanan saluran, kapasitas saluran transmisi dan karakteristik pembangkitan dan beban sehingga menjamin kestabilan sistem. Sedangkan dari aspek ekonomis biaya sewa yang dibebankan kepada pengguna jaringan transmisi perlu diperhitungkan.

  Sejauh ini mekanisme kebijakan RPS belum diaplikasikan di Indonesia, terlebih untuk penerapan RPS memanfaatkan PLTMh. Sehingga perlu dilakukan kajian komprehensif terkait implementasi PBJD dalam upaya penerapan kebijakan RPS. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa implementasi PBJD dalam upaya penerapan kebijakan RPS dari aspek teknis. Penelitian mengambil studi kasus pada konsumen listrik besar di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada jaringan distribusi primer 20 kV.

Metode Penelitian

  Pada penelitian ini konsumen listrik yang menjadi objek implementasi kebijakan

  

RPS merupakan suatu instansi kesehatan yang berada di daerah Trihanggo, Gamping, Sleman,

  Daerah Istimewa Yogyakarta. Instansi tersebut memiliki beban sebesar sebesar 270 kVA pada saat beban puncak dan disuplai oleh Gardu Induk 150 kV Godean melalui jaringan Godean wilayah 5.

  Sumber energi terbarukan yang dijadikan objek penelitian yaitu saluran Selokan Mataram yang mengalir tidak terlalu jauh dari instansi kesehatan. Berdasarkan hasil pengamatan [5], potensi sumber energi tenaga air Selokan Mataram terdapat di beberapa titik. Salah satunya terletak di Desa Trini, Trihanggo, Gamping yang letaknya relatif tidak jauh dari instansi kesehatan. Potensi sumber air ini memiliki debit air sebesar 1.500 liter/detik dan head setinggi 2,5 meter. Daya yang dapat dibangkitkan dengan efisiensi turbin sebesar 70% yaitu:

  P = 9,8 m/s. 2,5 m.1.500 liter/detik.0,7 =

  25,72 kW Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa potensi sumber energi air dapat membangkitkan tenaga listrik sebesar 25,72 kW dan dapat dimanfaatkan sebagai PLTMh atau pembangkit listrik tenaga air mikro hidro.

  Gambar 1 merupakan single line diagram jaringan distribusi 20 kV Godean 5. Jaringan distribusi tersebut dibagi ke dalam tiga wilayah yang akan dianalisa parameter-parameter jaringannya yaitu profil tegangan, jatuh tegangan, pembeban saluran, dan rugi-rugi saluran akibat implementasi RPS. Pada penelitian ini letak konsumen listrik instansi kesehatan dan potensi PLTMh 25 kW terletak pada jaringan distribusi 20 kV Godean 5 wilayah II pada pada bus 258 (A) dan 198 (B). Studi power flow dilakukan untuk mengevaluasi parameter-parameter jaringannya seperti profil tegangan, jatuh tegangan, pembebanan saluran dan rugi-rugi saluran akibat implementasi RPS. Pada penelitian ini studi powerflow dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ETAP 12.6.0.

  Gambar 1 Single line diagram jaringan distribusi 20 kV Godean 5

Hasil Penelitian dan Pembahasan

  Berikut merupakan perbandingan profil tegangan di beberapa bus pada wialayah I, II dan

  III hasil simulasi dengan menggunakan perangkat lunak ETAP 12.6.0. Tabel I, II dan III merupakan perbandingan profil tegangan dan pembebanan saluran di beberapa bus wilayah I, II dan III. Dari tabel-tabel hasil simulasi tersebut terlihat bahwa nilai tegangan di setiap bus mengalami kenaikan yang berbeda dibandingkan dengan nilai tegangan tanpa implementasi RPS. Kenaikan tegangan tersebut sangat kecil sehingga masih dalam batas-batas tegangan yang diizinkan pada jaringan distribusi yaitu +5% dan -10% dari tegangan nominal sistem. Dengan demikian, dari sisi tegangan implementasi RPS dan PBJD ini tidak berdampak buruk pada sistem. Adanya implementasi RPS dan PBJD ini justru memperbaiki profil tegangan pada jaringan distribusi. Implementasi RPS ini juga menyebabkan perubahan aliran daya yang mengalir pada jaringan. Daya yang dibangkitkan tidak langsung mengalir ke beban konsumen instansi kesehatan, melainkan daya tersebut digunakan untuk menyuplai daerah- daerah di sekitar PLTMh.

  Dari Tabel 1 dan 2 terlihat bahwa implementasi RPS ini mengurangi pembebanan dan arus yang mengalir di tiap bus wilayah I dan II. Penurunan pembebanan dan arus yang mengalir pada bus-bus yang terletak di sekitar pembangkit disebabkan beban-beban disekitar pembangkit tersebut tidak lagi disuplai oleh grid, namun disuplai oleh pembangkit energi terbarukan PLTMh. Namun pengurangan pembebanan tersebut tidak terjadi pada Bus 160 dan 188. Pada bus-bus tersebut terlihat adanya kenaikan pembebanan. Sedangkan dari Tabel 3, terlihat bahwa pada wilayah 3 implementasi RPS ini menyebabkan kenaikan pembebanan pada bus-bus wilayah 3 namun besar kenaikan tersebut tidak sebesar kenaikan pembebanan yang terjadi pada Bus 160 dan 188. Hal ini menujukkan bahwa wilayah yang terpengaruh dengan adanya implementasi RPS dan PBJD ini hanya wilayah-wilayah yang berada di sekitar pembangkit energi terbarukan PLTMh.

  Tabel 1 Perbandingan profil tegangan dan pembebanan di beberapa bus wilayah I Nama Voltage implementasi RPS Dengan Implementasi RPS Bus kV Total Bus Load Total Bus Load %Mag MVA Amp %Mag MVA Amp

  V V Bus 1 150 100 52.033 200.3 100 52.009 200.2 TRFI-

  20 94.91 24.389 741.8 94.92 24.376 741.4 GDN TRFII- 20 94.757 24.956 760.3

  94.76 24.948 760 GDN Bus 361

  20 94.23 6.434 197.1 94.231 6.429 196.9 Bus 6 20 93.924 6.394 196.5 93.925 6.389 196.4 Bus 26 20 93.124 6.166 191.1 93.126 6.161 191 Bus 30 20 93.059 6.123 189.9 93.061 6.118 189.8 Bus 41 20 92.961 6.097 189.3 92.963 6.092 189.2 Bus 39 20 92.928 6.056 188.1 92.93 6.051 188 Bus 70 20 91.436 5.708 180.2 91.439 5.703 180.1 Tabel 2 Perbandingan profil tegangan dan pembebanan di beberapa bus wilayah II implementasi RPS Dengan Implementasi RPS Total Bus Load Total Bus Load

  Nama Voltage Bus kV %Mag MVA Amp %Mag MVA Amp

  V V

  Bus 160 20 90.665 1.159 36.9 90.668 1.174

  37.4 Bus 188 20 90.677 1.217 38.7 90.681 1.232

  39.2 Bus 190 20 90.697 1.469

  46.8 90.7 1.464

  46.6 Bus 198 20 90.695 0.214 6.8 90.698 0.214

  6.8 Bus 221 20 90.713 1.489 47.4 90.716 1.483

  47.2 Bus 225 20 90.729 1.528 48.6 90.732 1.522

  49.6 Bus 229 20 90.737 1.566 49.8 90.741

  1.56

  49.6 Bus 243 20 90.762 1.682 53.5 90.766 1.677

  53.3 Bus 246 20 90.771 1.721 54.7 90.775 1.715

  54.5 Bus 253 20 90.781 1.741 55.3 90.784 1.735

  55.2 Bus 258

  20 90.79 2.092 66.5 90.794 2.087

  66.3 Bus 261 20 90.801 2.133 67.8 90.805 2.127

  67.6 Bus 265 20 90.813 2.152 68.4 90.816 2.146

  68.2 Tabel 3 Perbandingan profil tegangan dan pembebanan di beberapa bus wilayah III

  implementasi RPS Dengan Implementasi RPS Total Bus Load Total Bus Load Nama Voltage Bus kV

  %Mag MVA Amp %Mag MVA Amp

  V V Bus 25 20 90.798 1.635 52 90.801 1.637

  52 Bus 46 20 90.782 1.489 47.4 90.785 1.491

  47.4 Bus 53 20 90.774

  1.47 46.7 90.777 1.472

  46.8 Bus 61 20 90.767 1.289

  41 90.77 1.291

  41.1 Bus 66

  20

  90.76

  1.27 40.4 90.763 1.272

  40.5 Bus 76 20 90.735

  1.19 37.8 90.737 1.192

  37.9 Sedangkan untuk wilayah-wilayah yang letaknya jauh dari pembangkit energi terbarukan

  hanya mengalami perubahan nilai parameter jaringan yang sangat kecil. Dari hasil simulasi terlihat bahwa dengan implementasi RPS, penambahan pembangkit energi terbarukan dengan kapasitas pembangkitan sebesar 25 kW menyebabkan penurunan pembebanan saluran di keseluruhan jaringan distribusi Godean sebesar 0.482 MVA.

  Tabel 4 Perbandingan rugi-rugi saluran di beberapa bus wilayah I Nama Bus dari- Nama Bus ke-

  Tanpa Implementasi RPS Dengan Implementasi RPS Losses % Drop Losses % Drop kW kvar in Vmag kW kvar in Vmag

  Bus 243

  Tabel 4, Tabel 5 dan Tabel 6 merupakan perbandingan rugi-rugi saluran di beberapa bus pada wilayah I, wilayah II dan wilayah III. Penurunan pembebanan dan arus yang mengalir pada saluran, menyebabkan penurunan rugi-rugi pada saluran. Sedangkan pada saluran antara Bus 160 dan Bus 188 mengalami kenaikan rugi-rugi dikarenakan pembebanan dan arus yang mengalir pada saluran tersebut meningkat. Pada Tabel 6, penurunan maupun peningkatan rugi-rugi tidak terlihat karena letaknya yang jauh dengan letak PLTMh.

  Bus 25 Bus 46 0.112 0.168 0.0161 0.112 0.169 0.0161 Bus 46 Bus 53 0.055 0.08 0.0079 0.055 0.08 0.0079 Bus 53 Bus 61 0.042 0.044 0.0069 0.042 0.045 0.0069 Bus 61 Bus 66 0.041 0.041 0.0068 0.041 0.041 0.0068 Bus 66 Bus 76 0.143 0.108 0.0255 0.144 0.109 0.0256

  Bus ke- Tanpa Implementasi RPS Dengan Implementasi RPS Losses % Drop Losses % Drop kW kvar in Vmag kW kvar in Vmag

  Tabel 6 Perbandingan rugi-rugi saluran di beberapa bus wilayah III Nama Bus dari- Nama

  0.115 0.249 0.0115 0.114 0.247 0.0115

  Bus 261

  0.111 0.237 0.0113 0.110 0.235 0.0113 Bus 265

  Bus 258

  0.077 0.141 0.0094 0.076 0.140 0.0094 Bus 261

  Bus 253

  0.075 0.137 0.0093 0.074 0.135 0.0093 Bus 258

  Bus 246

  0.072 0.127 0.0091 0.071 0.126 0.0091 Bus 253

  0.186 0.302 0.0254 0.185 0.298 0.0253 Bus 246

  Bus 1 TRFI 88.142 2088.968 5.085 88.044 2086.654 5.084 Bus 1 TRFII 92.599 2194.591 5.243 92.533 2193.028 5.242

  Bus 229

  0.059 0.092 0.0082 0.059 0.091 0.0082 Bus 243

  Bus 225

  0.112 0.168 0.0161 0.111 0.166 0.016 Bus 229

  Bus 221

  0.109 0.16 0.0159 0.108 0.158 0.0158 Bus 225

  Bus 190

  0.113 0.096 0.0197 0.115 0.103 0.0199 Bus 221

  Bus 188

  0.068 0.044 0.0125 0.07 0.049 0.0126 Bus 190

  Bus 188 Bus 160

  Bus ke- Tanpa Implementasi RPS Dengan Implementasi RPS Losses % Drop Losses % Drop kW kvar in Vmag kW kvar in Vmag

  Tabel 5 Perbandingan rugi-rugi saluran di beberapa bus wilayah II Nama Bus dari- Nama

  Bus 361 Bus 6 8.681 23,708 0.306 8.668 23.669 0.306 Bus 26 Bus 30 1.802 4.915 0.065 1.799 4.906 0.065 Bus 41 Bus 39 0.883 2.405 0.032 0.884 2.41 0.032 Bus 70 Bus 72 1.6 4.351 0.061 1.597 4.343 0.061

  Kesimpulan

  Implementasi RPS menggunakan PBJD menyebabkan perubahan pada aliran daya dan parameter-parameter jaringan distribusi akibat penambahan pembangkit pada jaringan. Daya yang dibangkitkan oleh pembangkit tidak langsung mengalir ke beban konsumen yang mengimplementasikan RPS, melainkan daya tersebut digunakan untuk menyuplai daerah-daerah di sekitar pembangkit. Hal ini menyebabkan arus yang mengalir pada saluran-saluran yang berada disekitar pembangkit berkurang sehingga mengurangi rugi-rugi daya yang terjadi pada saluran.

  Nilai tegangan di setiap bus mengalami kenaikan dibandingkan dengan nilai tegangan tanpa implementasi RPS. Kenaikan tegangan tersebut sangat kecil sehingga masih dalam batas- batas tegangan yang diizinkan pada jaringan distribusi yaitu +5% dan -10% dari tegangan nominal sistem. Dari sisi tegangan implementasi RPS menguunakan PBJD ini tidak berdampak buruk pada sistem, justru memperbaiki profil tegangan jaringan distribusi.

  Efek dari penambahan pembangkit pada implementasi RPS ini hanya mengubah aliran daya bus-bus dan saluran yang berada di sekitar pembangkit. Semakin besar pembangkitan yang dimasukkan kedalam sistem, maka semakin besar pula perubahan aliran daya yang terjadi dan daerah yang terpengaruh oleh penambahan pembangkitan. Sehingga untuk pembangkitan dengan kapasitas yang lebih besar perlu dilakukan evaluasi mengenai kuat hantar arus penghantar. Pada penelitian ini dikarenakan potensi pembangkitan yang tidak terlalu besar maka perubahan arus yang mengalir masih dalam batas kuat hantar arus masing-masing penghantar.

  Dari hasil simulasi terlihat bahwa dengan implementasi RPS, penambahan pembangkit energi terbarukan dengan kapasitas pembangkitan sebesar 25 kW menyebabkan penurunan pembebanan saluran di keseluruhan jaringan distribusi Godean sebesar 0.482 MVA. Penerapan RPS menggunakan PBJD pada jaringan ini untuk selanjutnya dapat dijadikan dasar perhitungan biaya PBJD dalam kebijakan RPS.

  Referensi

  [1] Amin S, Eunnyeong H. Energy policies to promote Renewable Energy Technologies;

  Learning from Asian Countries Experiences. in International Association for Energy Economics, Kyoto, Japan, February 2012. [2]

  Asano K. Cost estimation for renewable electricity policies in Japan. in Humanitarian Technology Conference (R10-HTC) IEEE Region 10. Page 1-6, August 2013. [3]

  Merill H. M, Erickson B. W. Wheeling Rates Based on Marginal-Cost Theory. in IEEE Transactions on Power Systems. Vol. 4 page 1445-1451, October 1989. [4]

  PPA Energy. Electricity Wheeling Transmission Pricing Framework for Jamaica. 2012 [5]

  Laporan Akhir Review Penyusunan Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah (RUKD) Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 2008.