DOSEN FERRY PRASETYIA, SE

BAG
GIAN VII: PERPAJAKAN

DOSEN
FERRY PRASETYIA, SE
E., MAppEc

JURUSAN ILMU EKONOMI
FAKULTA
KULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
i

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ i
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. iii
BAB II ISI .......................................................................................................................... 1
1. PAJAK ........................................................................................................................ 1
1.1 Pengertian Pajak ................................................................................................ 1
1.2 Prinsip-Prisip Perpajakan.................................................................................. 1
1.3 Dampak Pajak .................................................................................................... 2

2. PAJAK KOMODITAS ............................................................................................... 4
2.1 Optimalisasi Perpajakan ................................................................................... 4
2.2 Aturan-aturan Perpajakan................................................................................. 6
2.3 Efisiensi Perpajakan .......................................................................................... 7
3. PAJAK SEKTOR PRODUKTIF di Negara BERKEMBANG ............................. 8
3.1 Bea Ekspor.......................................................................................................... 8
3.2 Pajak Pariwisata ................................................................................................. 9
3.3 Pajak Bumi/Tanah ............................................................................................ 10
3.4 Perpajakan Sektor Keuangan ........................................................................ 12
4 . PAJAK PERUSAHAAN ........................................................................................ 13
4.1 Pajak Input dan Output.................................................................................... 13
4.2 Sistem Pajak Perusahaan .............................................................................. 14
4.3 Alasan Perusahaan Dikenakan Pajak .......................................................... 15
5. PENGGELAPAN PAJAK....................................................................................... 16
5.1 Tingkat Penggelapan....................................................................................... 18
5.2 Pemeriksaan dan Hukuman ........................................................................... 18
5.3 Bukti Penggelapan ........................................................................................... 19

i


6. PAJAK TIDAK LANGSUNG DI NEGARA BERKEMBANG ............................. 20
6.1 Aspek Kuantitas dari Pajak tidak langsung di Negara Berkembang ........ 20
6.2 Persoalan pajak tidak lansung ....................................................................... 21
7. PAJAK INTERNASIONAL..................................................................................... 21
7.1 Pengenaan pajak insentif untuk investasi asing ......................................... 21
7.2 Tempat Bebas Pajak ....................................................................................... 22
8. ADMINISTRASI PERPAJAKAN........................................................................... 22
8.1 Ruang Lingkup Administrasi Perpajakan ..................................................... 22
BAB III KESIMPULAN................................................................................................... 24
STUDI KASUS ................................................................................................................ 25
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 27
SOAL-SOAL .................................................................................................................... 28
KATA KUNCI ................................................................................................................... 30

ii

BAB I
PENDAHULUAN
Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan
dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama

melaksanakan

kewajiban

perpajakan

untuk

pembiayaan

negara

dan

pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar
pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap
warga Negara untuk ikut berpart isipasi dalam bentuk peran serta terhadap
pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Tanggung jawab atas kewajiban pembayaran pajak, sebagai pencerminan
kewajiban kenegaran di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat

sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut. Pemerintah dalam hal ini Direktorat
Jenderal Pajak, sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan /
penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan. Dalam melaksanakan fungsinya
tersebut, Direktorat Jenderal Pajak berusaha sebaik mungkin memberikan
pelayanan kepada masyarakat sesuai visi dan misi Direktorat Jenderal Pajak.
Sektor perpajakan adalah salah satu sumber penerimaan kas negara
yang paling besar. Secara umum pajak adalah iuran kepada negara yang
dipungut berdasarkan undang-undang perpajakan. Maka dari itu, membayar dan
dan melaporkan penghasilan yang dikenai pajak adalah bentuk perwujudan
nasionalisme

masyarakat

terhadap

pembangunan.

Pembayaran

pajak


merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak
untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan
untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah undangundang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi
merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk
peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Berikut ini akan diuraikan tentang pengertian pajak, prinsip-prinsip pajak,
dampak pajak, pajak komoditas, pajak sektor produktif di negara berkembang,
pajak

perusahaan,

penggelapan

pajak,

pajak

tidak


langsung

berkembang, pajak internasional dan administrasi perpajakan.

iii

dinegara

BAB II
ISI
1. PAJAK
1.1 Pengertian Pajak
Pajak adalah sumber utama pendapatan pemerintah. perpajakan perlu
bagi pemerintah untuk meningkatkan pendapatan tetapi di mana prinsip
manfaat tidak dapat langsung diterapkan, pajak memiliki efek yang berbeda
dari harga pasar yang membiayai barang sektor swasta dan pelayanan.
Pajak adalah iuran wajib kepada negara berdasarkan undang-undang
untuk membiayai belanja negara, dan sebagai alat untuk mengatur
kesejahteraan serta perekonomian. Pajak dipungut


berdasarkan norma-

norma hukum. Dalam ekonomi pajak dapat diartikan sebagai beralihnya
sumber daya dari sektor swasta kepada sektor publik. Pemahaman ini
memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi
menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam
menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa.
Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan
barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.

1.2 Prinsip-Prisip Perpajakan
Prinsip keadilan menyatakan bahwa pajak harus adil. Kemampuan untuk
kriteria membayar dapat dibagi ke dalam dua prinsip lebih lanjut, adil secara
horizontal dan vertikal. Prinsip adil secara horizontal mengartikan bahwa
orang itu di posisi yang sama, atau menikmati level yang sama dari
kesejahteraan,

harus

diperlakukan


sama,

dan

mereka

harus

menyumbangkan jumlah yang sama dari pajak. Prinsip adil secara vertikal
menyatakan bahwa orang-orang itu pada posisi berbeda harus diperlakukan
dengan bervariasi. Prinsip ini sering menjadi diinterpretasikan seperti
memerlukan perpajakan progresif.

1

Prinsip perpajakan mengatakan bahwa kita tidak dapat memperbaiki
perpajakan

dalam


pengertian

bahwa

hal

itu

tidak

mungkin

untuk

melaksanakan alokasi tambahan dengan menggunakan mekanisme yang
lebih rumit. Perpajakan mengalokasikan barang untuk individu dengan
karakteristik yang berbeda dengan menetapkan anggaran untuk mencapai
hasil yang diinginkan.
Prinsip perpajakan menentukan alokasi apa yang dapat dicapai di bawah

informasi

dan

kendala

insentif:

yaitu

semua

alokasi

yang

dapat

diimplementasikan menggunakan sistem pajak yang cocok. Sejak prinsip ini
mendasari pembenaran untuk memanfaatkan perpajakan, itu sangat penting

untuk keadaan yang tepat. Untuk melakukan ini kita perlu beberapa definisi.

1.3 Dampak Pajak
Dampak dari pajak komoditas cukup mudah dipahami pembebanan
dari pajak menaikkan harga barang itu sendiri . Di sisi konsumen
pasar,Dampak standar analisis efek pendapatan dan substitusi memprediksi
apa yang akan terjadi permintaan pajak. Untuk produsen, dampak pajak
adalah kenaikan biaya. Yang lebih menarik adalah pilihan set terbaik dari
pajak bagi pemerintah. Ada pengaturan yang menarik beberapa untuk
pertanyaan ini. Versi yang paling sederhana dapat digambarkan sebagai
berikut: Ada suatu tingkat pendapatan pemerintah untuk dibesarkan
yang harus dibiayai sendiri oleh pajak atas komoditas. Bagaimana pajak
diatur sehingga dapat meminimalkan biaya untuk masyarakat untuk
menaikkan pendapatan yang diperlukan.

2

Periode 2

C
E
A
T

R2
Q

T2
R

c
d

Y

Y2
V

V2

Periode 1
o

T 1 R1

V1

F

Y1

D

B

Dampak pajak terhadap tabungan
Sumber : Guritno Mangkoesoebroto
Titik Y1 adalah tingkat pendapatan individu yang belum dikenakan pajak
pada periode 1 , dan Y2 adalah tingkat pendapatan individu yang belum
dikenakan pajak pada periode 2. Sehingga seorang individu mempunyai
pendapatan pada periode 1 dan periode 2 sebesar titik Y. Pada pendapatan
sebesar Y1 pada periode 1 seseorang akan mempunyai tabungan sebesar
R1Y1 dan pada pendapatan Y2 pada periode 2 seseorang akan mempunyai
tabungan sebesar R2Y2. Titik T adalah keseimbangan konsumen sesudah ada
bunga dan titik Q adalah keseimbangan konsumen sebelum ada bunga.
Dalam hal ini garis anggarannya adalah CD dan AB dan kurva indiverennya
adalah c. pajak perseorangan yang dipungut pada periode 1 sama dengan
periode 2 yaitu sebesar V1Y1=V2Y2 yang harus dibayarkan. Sehingga
pendapatan bersih pada periode 1 adalah pendapatan bruto (OY1) dikurangi
dengan pajak perseorangan (V1Y1) dan pendapatan bersih pada periode 2
adalah

OY2-V2Y2.

Dengan

adanya
3

pajak

perseorangan,

seseoranng

mengubah jumlah tabungannya pada periode 1 dari R1Y1 menjadi T1Y1. Dalam
diagram diatas terlihat bahwa R1Y1=T1Y1 yang berarti adanya pajak
perseorangan menyebabkan seseorang tidak mengubah tabungannya pada
periode 1 dengan situasi sebelum adanya pajak. Hal itu tidak selalu demikian
karena mungkin saja R1Y1 > T1Y1 atau R1Y1 < T1Y1. Dan pada periode 2
seseorang akan mengubah jumlah tabungannya dari R2Y2 menjadi T2Y2.

2. PAJAK KOMODITAS
2.1 Optimalisasi Perpajakan
Tujuan dari analisis adalah untuk menemukan kumpulan pajak yang
memberikan

tingkat

kesejahteraan

tertinggi

sementara

meningkatkan

pendapatan diperlukan oleh pemerintah. Kumpulan pajak yang memberikan
tingkat kesejahteraan tertinggi disebut optimal. Dalam menentukan pajak,
konsumen harus dibiarkan bebas memilih rencana mengkonsumsi yang paling
mereka sukai

dengan harga yang dihasilkan dan perusahaan terus

memaksimalkan keuntungan. Pajak-pajak juga harus mengarah pada harga
yang menyamakan penawaran dengan permintaan. Bagian ini akan
mempertimbangkan masalah untuk kasus konsumen tunggal. Pembatasan ini
menjamin bahwa pertimbangan efisiensi muncul. Masalah yang lebih
kompleks yang melibatkan ekuitas, serta efisiensi.

Revenue and production possibilities
Sumber:Ebook Hindriks

4

Garis horizontal menunjukkan penggunaan tenaga kerja yang digunakan
sebagai masukan, sedangkan sumbu vertikal menunjukkan output yang dijual
oleh perusahaan kepada konsumen. Daerah Y adalah kumpulan pendapatan
perusahaan yang dalam hal ini juga merupakan kumpulan pendapatan untuk
perekonomian.daerah Y berpindah karena potongan pajak ( R ). Normalisasi
pada tingkat upah 1 mengakibat harga output untuk perusahaan mengarah ke
keuntungan nol yang ditunjukkan oleh p. ini adalah tingkat keuntungan tetap
dan menjadi harga keseimbangan bagi perusahaan.

Consumer choice
Sumber : Ebook Hindriks
Gambar di atas menunjukkan batas anggaran dan pilihan konsumen.
Batas anggaran untuk konsumen dibangun dengan menetapkan harga
konsumen untuk output ke q dengan tingkat upah 1. Pajak atas konsumsi
barang ditunjukkan dengan perbedaan di antara q dan p. Harus diperhatikan
bahwa tenaga kerja tidak terkena pajak. Sifat penting dari batas anggaran
adalah miring ke atas dan harus melewati titik asal. Pilihan konsumen diwakili
oleh kurva indiferen. Penawaran tenaga kerja menyebabkan kurangnya utilitas
konsumen sehingga peningkatan penawaran tenaga kerja harus diimbangi
dengan konsumsi yang lebih dari output untuk menjaga utilitas agar konstan.
Kurva indiferensi miring ke bawah. Memberikan preferensi, pilihan yang
optimal ditemukan pada persinggungan batas anggaran dan kurva indiferen
tertinggi yang dapat dicapai. Penafsiran yang memberikan ke kurva
5

penawaran adalah itu titik pada kurva adalah satu-satunya yang konsisten
dengan maksimalisasi utilitas oleh konsumen pada tidak adanya potongan
pajak.
Gambar-gambar diatas dapat ditumpangkan untuk menyatakan produksi
dan keputusan konsumsi secara bersamaan.

Optimal Commodity Taxation
Sumber :Ebook Hindriks
Tingkat utilitas maksimal dicapai pada kurva penawaran pada titik di
mana ia memotong perbatasan produksi, optimalisasi dilambangkan dengan
huruf e dan konsumen adalah pada kurva indiveren I0. t * = q - p, adalah
tingkat pajak yang optimal. Artinya pajak yang menjamin konsumen memilih
titik e. Tarif pajak ini juga harus memastikan bahwa pemerintah meningkatkan
pendapatan yang diperlukan sehingga t * x * = R, di mana x * adalah tingkat
konsumsi pada titik e. Dan R adalah potongan pajak. I1 adalah kurva indiveren
tertinggi dapat dicapai konsumen untuk memberikan kumpulan produksi dan
utilitas dimaksimalkan pada * e. Hal ini akan dipilih oleh konsumen jika mereka
menghadapi batas anggaran yang bertepatan dengan perbatasan produksi.

2.2 Aturan-aturan Perpajakan
Peraturan perpajakan dapat dihitung dengan fungsi utilitas dan
parameter produksi maka tarif pajak yang sebenarnya dapat dihitung.
6

Penggunaan kedua aturan tersebut adalah untuk mendapatkan beberapa
kesimpulan umum tentang faktor-faktor penentu tarif pajak. dilakukan dengan
menganalisis dan memahami masing-masing komponen. Mengingat kembali
bahwa istilah substitusi perubahan permintaan dengan utilitas tetap konstan.
Ramsey mengatakan bahwa sistem perpajakan yang optimal harus
sedemikian rupa sehingga permintaan kompensasi untuk masing-masing
pihak berkurang dalam proporsi yang relatif sama terhadap posisi sebelum
pajak. Ini adalah interpretasi standar dari aturan Ramsey.
Meskipun tarif pajak yang sebenarnya hanya implisit dalam aturan
Ramsey, beberapa komentar masih dapat dibuat. Menggunakan pendekatan
interpretasi, aturan menunjukkan bahwa sebagai pengurangan proporsional
dalam permintaan kompensasi harus sama untuk semua barang, barangbarang yang tidak responsif terhadap permintaan perubahan harga harus
menanggung pajak yang lebih tinggi. Meskipun luas, pernyataan ini hanya
bisa sepenuhnya dibenarkan ketika semua efek harga silang dicatat. Satu
kasus sederhana yang mengatasi kesulitan ini adalah bahwa di mana tidak
ada efek harga silang antara barang yang dikenakan pajak.

2.3 Efisiensi Perpajakan
Aturan pajak tersebut hanya dianggap kasus kompetitif. Ketika ada
masalah pasar persingan tidak sempurna harus diperhitungkan. Fakta
dasarnya

adalah

bahwa

ketidak

sempurna

perusahaan

kompetitif

menghasilkan kurang dari tingkat output efisien. Hal ini memberikan alasan
dasar untuk mensubsidi output mereka relatif terhadap perusahaan yang
kompetitif.
Analisis pengenaan pajak dengan persaingan tidak sempurna adalah
pertanyaan menarik karena keseimbangan tanpa intervensi tidak akan
tercapai Pareto efisien. Pajak-pajak komoditas dapat digunakan untuk
mengimbangi inefisiensi ini dan meningkatkan tingkat kesejahteraan. Untuk
mengambil

pengamatan

ini,

diasumsikan

bahwa

pajak

komoditas

meningkatkan tidak ada pendapatan bersih sehingga efeknya dirasakan
sepenuhnya melalui perubahan mereka menyebabkan harga relatif.
7

Tingkat pergeseran pajak penting dalam penentuan tarif relatif perpajakan.
Meskipun ekonomi disederhanakan oleh abstrak jauh dari efek keuntungan, itu
menunjukkan bahwa dengan kompetisi perpajakan komoditas yang tidak
sempurna dapat termotivasi dengan alasan efisiensi.

3. PAJAK SEKTOR PRODUKTIF di Negara BERKEMBANG
3.1 Bea Ekspor
Tanzi (1991) telah menguraikan sejumlah argumen tradisional untuk
menjelaskan mengapa negara-negara memberlakukan pajak ekspor. Pajak
ekspor dapat dikenakan untuk menekan harga internal produk. Ini setara
dengan subsidi implisit untuk konsumsi produk di rumah. Ia mengutip kasus
beras di Thailand dan daging di Argentina. Dalam hal ini, pajak ekspor dapat
mendistribusikan pendapatan kepada konsumen berpenghasilan rendah.
Pajak ekspor juga dapat digunakan untuk menstimulasi produksi lokal,
atau ekspor banyak produk yang diproses menggunakan bahan baku dalam
negeri sebagai masukan. Pendekatan ini mendorong manufaktur lokal. Pajak
ekspor juga dapat digunakan untuk mempromosikan pangan yang lebih baik
terutama ketika beberapa kwalitas yang dihasilkan. Hal ini dicapai dengan
mengenakan pajak lebih rendah pada tingkat lebih tinggi dari nilai berkualitas
tinggi.
Alasan lain untuk pajak ekspor termasuk keuntungan tak terduga
mensterilkan sebagai akibat dari harga tinggi. Mengekstrak kelebihannya dari
sektor pertanian untuk digunakan dalam bentuk modal juga merupakan alasan
untuk pajak ekspor. Di beberapa negara, pajak ekspor dianggap sebagai uang
muka untuk pajak penghasilan, atau sebagai pengganti pajak tanah. Argumen
di atas memiliki beberapa pembenaran pada tahun 1970 untuk negara-negara
pada tahap awal pembangunan.
Goode(1984) menunjukkan bahwa bea ekspor merupakan proporsi
substansil dari pendapatan di beberapa negara berkembangdi 1970s. bea
ekspor sebagai persentase pendapatan untuk 31 negara berkembang
bergerak dari rata-rata 5 persen untuk Filipina ke 28 persen ke Ghana.
Ada dua alasan utama untuk penurunan pajak ekspor pada 1990-an.
Pertama, banyak negara-negara telah berusaha untuk diversifikasi ekonomi
8

mereka jauh dari ekspor pokok dan mengejar program penyesuaian struktural
untuk mencapai tujuan ini. Kedua, negara-negara berkembang sekarang
menempatkan kepercayaan yang lebih pada pajak internal seperti PPN.
Sebagai hasil dari tren ini, argumen diajukan untuk pajak ekspor oleh Tanzi
(1991) dan lain-lain memiliki kepentingan kurang dalam hitungan pengambilan
keputusan oleh sebagian besar pemerintah. Penekanan pada penghasilan
devisa dalam mencapai keseimbangan pembayaran melebihi argumen untuk
pajak ekspor di negara berkembang.

3.2 Pajak Pariwisata
Pariwisata perpajakan tidak diberi banyak perhatian dalam literatur
keuangan negara. Saya tidak mengetahui adanya studi yang diterbitkan
secara kuantitatif memeriksa kejadian dan efisiensi pajak pariwisata. Sebuah
artikel oleh Bird (1992) adalah analisis jelas tentang alasan untuk perpajakan
pariwisata, serta manfaat relatif dari berbagai jenis pajak pariwisata. Sebuah
studi oleh Karibia Organisasi Pariwisata (1996) juga menyediakan survei dari
pajak pariwisata di Karibia.
Salah satu alasan sulitnya menganalisis kejadian pajak pariwisata adalah
hasil dari karakter yang beragam dari industri pariwisata. Pajak atas sektor
hotel mudah untuk mengidentifikasi untuk tujuan statistik, tetapi pajak lainnya
atas layanan wisata tambahan tidak dapat dipisahkan dari pendapatan pajak
yang diperoleh dari konsumen lain dalam perekonomian.
Kedua, industri pariwisata di sebagian besar negara berkembang manfaat
dari berbagai insentif pajak, membuat kejadian setelah dikurangi pajak pada
wisatawan dan bisnis sulit untuk ditentukan. Kebanyakan insentif berupa
keringanan bea masuk dan pajak keuntungan. Ini meliputi pembebasan
hingga 15 tahun di Jamaika dan St Lucia.
Hal ini juga sulit untuk menentukan biaya efisiensi dari pajak pariwisata,
yaitu dampak pajak atas alokasi sumber daya. Telah disarankan bahwa
insentif pajak untuk mendorong investasi pariwisata tidak efisien. Sebuah
penelitian yang disponsori oleh Organisasi Negara-negara Amerika dan
Karibia Organisasi Pariwisata (1990) menemukan bahwa tidak ada hubungan
yang terlihat antara tingkat insentif dan peningkatan investasi Hotel diukur
dengan kapasitas ruangan yang tersedia. Insentif lebih berguna dalam
9

menarik investor lokal. Investor internasional lebih sedikit terpengaruh oleh
insentif fiskal saja. Karibia Pariwisata penelitian Organisasi (1996), sementara
mengakui argumen di atas, masih direkomendasikan bahwa insentif harus
berorientasi ke arah menurunkan biaya input seperti bea masuk lebih rendah
pada makanan dan minuman, pajak properti yang lebih rendah, dan kredit
pajak untuk pelatihan.
Saya tidak mendukung pandangan Bird (1992) bahwa subsidi investasi
swasta di bidang pariwisata adalah kontraproduktif. Kita juga harus memeriksa
uang, kerja dan output manfaat asing dari investasi tersebut. Pariwisata tentu
memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Beberapa tingkat
subsidi diperlukan untuk mempertahankan daya saing harga internasional.
Namun, sifat insentif harus berubah untuk mengurangi penekanan pada
konstruksi baru dan refurbishing penghargaan, pelatihan, pemasaran, dan
penciptaan lapangan kerja. Mclntyre, Arthur dan Charles (1993) telah
mengusulkan bahwa 90 persen dari keuntungan harus dibebaskan lebih dari
100 persen. Ini mungkin salah satu cara menurunkan sedikit tingkat subsidi,
bukan sepenuhnya menghilangkan subsidi.
Pajak pada pariwisata terdiri dari pajak penjualan umum seperti PPN, bea
masuk, perusahaan, dan pajak properti.

3.3 Pajak Bumi/Tanah
Pajak pertanian diperlukan untuk mempercepat pembentukan modal di
sektor kapitalis. Argumen ini jelas diterapkan pada perekonomian di tahaptahap awal pengembangan. Sebagai pertumbuhan ekonomi, sumber-sumber
keuangan menjadi lebih penting. Ini meliputi pinjaman luar negeri, perpajakan
sektor

lainnya

serta

pinjaman

dalam

negeri.

Di

beberapa

negara

berkembang, pertanian tidak lagi menjadi sektor terbesar dan karena itu tidak
dapat menyediakan sumber besar pajak untuk pembangunan ekonomi. Jika
pemerintah ingin memaksimalkan devisa dari sektor pertanian, pajak yang
berat dari lahan pertanian menjadi jelas kontraproduktif dan tidak boleh
digunakan untuk mencapai tujuan pembangunan. Selanjutnya, tanah pajak
nilai

menghasilkan

penghasilan

dikelola(Strasma et al. 1990).

10

yang

sedikit

dan

mahal

untuk

Terkadang

dipercaya

bahwa

pajak

pada

tanah

pertanian

akan

mempengaruhi petani untuk meningkatkan produktifitas tanah mereka atau
menjual tanah yang tidak produktif ke petani kecil.
Bird (1974) telah mengidentifikasi empat cara untuk mengaji pajak pada
tanah pertanian:
a) Di rem pajak berlandaskan pada area tanah.
b) Pajak berlandaskan pada pendapatan bersih atau kotor dari tanah.
c) Pajak berlandaskan pada nilai sewa.
d) Menaikkan pungutan pada perbaikan di nilai tanah.
Pajak pada area tanah biasanya mudah untuk diatur, dan tingkat
keseragaman pungutan menurut wilayah pertanian atau setiap pembayaran
pajak

kepemilikan

tanah,

tanpa

peduli

ke

kapasitas

tanah

untuk

menghasilkan pendapatan (Bird 1974). Meskipun keuntungan administrasi
dari pajak ini , ini adalah salah satu cara terbatas untuk menaikkan
pendapatan pemerintah pusat (Skinner 1991).
Banyak cara yang digunakan untuk mengaji pajak tanah pertanian adalah
perpajakan dari nilai sewa.nilai sewa berlandaskan pandangan bahwa sewa
itu untuk sebidang tanah yang ditentukan oleh kelebihan hasil pada marginal
atau tanah yang berkualitas rendah. Nilai sewa dapat diekspresikan sebagai
satu pembayaran untuk penggunaan tanah atau sebagai nilai modal dari
tanah. Pajak tanah biasanya ditentukan pada nilai modal dari tanah yang nilai
nasional

ditentukan

oleh

juru taksir

(Bird 1974).

Dalam

beberapa

kesempatan, pajak tanah ditentukan pada nilai lokasi yang setara ke nilai
modal peningkatan kurang. Pada beberapa negara, nilai lokasi dari tanah
pertanian dikenakan pajak pada tafir istimewa dibandingkan dengan pajak
kekayaan umum pada ditingkatkan nilai kapital.
Teori ekonomi memberitahukan kita bahwa jika tanah

pertanian

diperbaiki di persediaan pada pasar kompetitif yang sempurna, pajak akan
dilahirkan oleh tuan tanah.

11

3.4 Perpajakan Sektor Keuangan
Perpajakan sektor keuangan biasanya tidak dibahas dalam buku teks
keuangan publik. Pajak dari sektor keuangan terdiri dari pajak eksplisit dan
implisit. Pajak eksplisit termasuk pajak perusahaan, pajak atas pinjaman,
pendapatan bunga, dan pajak atas aktiva. Di banyak negara, sektor
keuangan dibebaskan dari PPN atas jasa keuangan. Ini berarti bahwa
meskipun sektor keuangan tidak dapat mengisi PPN atas jasa keuangan,
sektor ini masih harus membayar PPN atas pembelian (lihat Stotsky (1995)
untuk pembahasan pajak eksplisit pada lembaga keuangan). Di Barbados,
misalnya, pajak eksplisit mencakup pemotongan pajak 12,5 persen atas
bunga deposito dan pajak atas aktiva bank umum. Di sektor keuangan, sulit
untuk menentukan kejadian dan efisiensi dari berbagai pajak pada pengguna
jasa keuangan.
Pajak implisit adalah fitur yang menonjol dari kebijakan pemerintah
terhadap bank-bank komersial. Mereka terdiri dari persyaratan giro, plafon
suku bunga, dan target pinjaman di bawah harga pasar. Mereka dianggap
sebagai instrumen represi keuangan, yang ada ketika pemerintah pajak dan
lain-kondisi pembatasan transaksi keuangan mengurangi pertumbuhan relatif
sektor keuangan untuk sektor non-keuangan. Plafon suku bunga dan
persyaratan giro membatasi aliran sumber daya untuk sektor swasta dan
mengalihkan dana ke sektor publik (Fry 1988). Meskipun instrumen tingkat
efektif pajak tersebut sulit untuk ditentukan, pajak ini merupakan sumber
penting pendapatan pemerintah.
Chamley (1991) telah berusaha untuk mengukur efisiensi biaya pajak
implisit. Dia mengidentifikasi berbagai jenis efisiensi dalam pengenaan pajak
aset keuangan di negara berkembang. Yang pertama adalah penurunan
tingkat aset keuangan dalam sistem perbankan dan pengalihan aset ke pasar
keuangan asing dan sektor informal. Kedua, pajak ini mengubah alokasi aset
yang tersedia dan memperkuat ketidaksempurnaan yang ada di pasar kredit.
Ketiga, pajak implisit mengurangi tingkat tabungan dan alokasi antarwaktu
sumber daya.
Chamley mencoba untuk mengukur biaya efisiensi dari pajak implisit
menggunakan analisis ekuilibrium parsial. Dia menemukan bahwa biaya
efisiensi lebih tinggi bila laju inflasi tinggi. Keterbatasan analisis Chamley

12

adalah bahwa sejumlah besar variabel dipengaruhi oleh represi keuangan
akan memerlukan analisis keseimbangan umum.
Para pendukung liberalisasi keuangan berpendapat bahwa perlu untuk
mengurangi tingkat pajak implisit, atau menghapusnya untuk meningkatkan
efisiensi sistem keuangan. Ada literatur tentang liberalisasi keuangan (lihat,
misalnya, Williams 1996). Namun, Stiglitz (1994) berpendapat bahwa
kegagalan

pasar

membutuhkan

intervensi

pemerintah

dalam

pasar

keuangan, dan pemerintah di negara berkembang harus melangkah hati-hati
dalam upaya mereka untuk mengatur liberalisasi sistem perbankan.

4 . PAJAK PERUSAHAAN
Perusahaan diperlakukan sebagai entitas yang terpisah untuk tujuan
pajak di semua negara berkembang. perusahaan telah dikenakan pajak
banyak instrumen dengan berbagai motivasi yang berbeda. Transfer antara
perusahaan

dan

pemegang

saham,

dalam

perilaku

korporasi

juga

dipengaruhi oleh struktur sistem pajak perorangan (pribadi), terutama melalui
perlakuan pajak yang menguntungkan dari capital gain.

4.1 Pajak Input dan Output
Bentuk yang paling umum dari pajak masukan yang telah dipungut atas
penggunaan tenaga kerja. Di AS, pajak Jaminan Sosial memberikan contoh
yang terkenal. Pembayaran Asuransi Nasional memainkan peran yang sama
di Inggris. Kedua pajak Jaminan Sosial dan Asuransi Nasional menaikkan
biaya tenaga kerja untuk tenaga kerja relatif terhadap harga modal dan input
lainnya.

Contoh

lain

dari

pajak

atas

tenaga

kerja

adalah

Pajak

Ketenagakerjaan Selektif yang dipungut di Inggris antara 1966 dan 1973.
Tingkat Pajak Ketenagakerjaan Selektif adalah sektor-spesifik: ia dikenakan
pajak tenaga kerja di industri jasa dan disubsidi dalam manufaktur. Untuk
diskusi lebih lanjut efek dari pajak ini melihat Reddaway (1970).
Faktor

subsidi

juga

telah

digunakan

untuk

meningkatkan

tambahan investasi. Subsidi tersebut memiliki efek menurunkan biaya unit
tambahan modal relatif terhadap tenaga kerja. Subsidi ini sering diberikan
dalam bentuk potongan depresiasi tetapi subsidi tunai untuk beberapa bentuk
13

investasi di wilayah geografis tertentu telah tersedia berdasarkan UndangUndang Industri 1972 di Inggris. Pajak keuntungan perusahaan telah sering
ditafsirkan sebagai pajak atas modal di sektor korporasi.
Melihat ketentuan keuangan sebagai input untuk perusahaan, telah terjadi
pula

perbedaaan

perlakuan

pembayaran

kepada

penyedia

layanan

keuangan. Pembayaran bunga kepada pemegang obligasi dapat mengurangi
pajak untuk perusahaan tersebut, berbeda dengan dividen yang dikenakan
pajak. Ketentuan keuangan oleh pemegang saham dapat menyebabkan
keuntungan modal yang dikenakan pajak berdasarkan sistem pajak
perorangan pada tingkat yang berbeda untuk bunga yang diterima dari
kepemilikan obligasi atau dari dividen.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dipungut oleh Uni Eropa pada
dasarnya adalah pajak pada output dari perusahaan. Pajak ini didasarkan
pada nilai tambah dalam produksi. Alternatif pajak pada output meliputi
produksi dan pajak penjualan. Berbeda dengan PPN, ini didasarkan pada
output bruto perusahaan daripada Output bersih.

4.2 Sistem Pajak Perusahaan
Sistem pajak yang sekarang digambarkan umumnya disebut sistem klasik
dan sedang digunakan di AS dan banyak negara lain. Hal ini harus
dibedakan untuk sistem imputasi digunakan di Inggris dan sistem dua tingkat.
Motivasi di balik sistem klasik adalah bahwa pajak perusahaan
merupakan pajak atas manfaat yang mengikuti dari pendirian. Dengan
demikian, kewajiban pajak korporasi diperlakukan sebagai sepenuhnya
berbeda dari pemegang saham perusahaan. Akibatnya, keuntungan yang
dikenakan pajak pada tingkat yang ditetapkan untuk pajak perusahaan,
dividen yang dikenakan pajak pada tingkat pajak pendapatan perseorangan
berlaku untuk pemegang saham yang menerima mereka, seperti bunga yang
diterima oleh pemegang obligasi perusahaan, dan tingkat yang terpisah
berlaku untuk keuntungan modal yang dipungut atas realisasi keuntungankeuntungan. Bunga dibayar oleh perusahaan adalah pengurangan pajak.
Banyak konsekuensi dari sistem pajak berkaitan dengan keuangan
perusahaan mengikuti dari distorsi yang diperkenalkan oleh perlakuan pajak
14

yang berbeda dari dividen dan pembayaran bunga. Di bawah ini, tingkat
pajak korporasi akan dinotasikan τ c, dividen tersebut dikenakan pajak pada
tingkat pribadi τ p dan keuntungan modal pada tingkat τ g. Untuk
mencerminkan realitas dari kode pajak, diasumsikan bahwa τ g