Selang elastis dan plastis (elastic and plastic ranges)

Batas elastis (elastic limit)
Ordinat suatu titik yang hampir berimpitan dengan titik P diketahui sebagai
batas elastis, yaitu tegangan maksimum yang terjadi selama tes tarikan sedemikian
sehingga tidak terjadi perubahan bentuk atau deformasi maupun residu permanen
ketika pembebanan dipindahkan. Untuk kebanyakan bahan nilai batas elastis dan
batas proporsi adalah hampir sama dan sering digunakan sebagai istilah yang saling
menggantikan. Pada kasus-kasus dimana pemisahan diantara dua nilai ditemukan,
nilai batas elastis selalu sedikit lebih besar daripada batas proporsi.

Selang elastis dan plastis (elastic and plastic ranges)
Daerah atau rentang kurva tegangan-regangan yang ditarik dari origin sampai
batas proporsi disebut selang elastis; sedang rentang kurva tegangan regangan yang
ditarik dari batas proporsi sampai titik runtuh (point of rupture) disebut selang pastis.

Titik lelah (yield point)
Ordinat titik Y pada Gb. 6-3, yang dinyatakan dengan σyp, dimana terjadi
peningkatan atau pertambahan regangan tanpa adanya penambahan tegangan
disebut sebagai titik lelah dari bahan. Setelah pembebanan mencapai titik Y, maka
dikatakan terjadi kelelahan. Pada beberapa bahan terdapat dua titik pada kurva
tegangan-regangan dimana terjadi peningkatan regangan tanpa perubahan tegangan.
Masing-masing disebut titik lelah atas dan titik lelah bawah.


Tegangan maksimum (ultimate strength, tensile strength)
Ordinat titik U pada Gb. 6-3, ordinat maksimum pada kurva, diketahui sebagai
tegangan maksimum atau tegangan puncak dari bahan.

Tegangan putus (breaking strength)
Ordinat pada titik B pada Gb. 6-3 disebut tegangan putus dari bahan.

Modulus kekenyalan, keuletan (modulus of resilence)
Kerja yang dilakukan suatu unit volume bahan, seperti misalnya gaya tarikan
yang dinaikkan secara bertahap dari nol sampai suatu nilai dimana batas proporsional
bahan dicapai, disebut sebagai batas kekenyalan. Ini dapat dihitung sebagai luasan
dibawah kurva tegangan regangan dari titik origin sampai batas proporsional dan
digambarkan dengan daerah yang diarsir pada Gb. 6-3. Satuan untuk kuantitas ini
adalah N.m/m3. Dengan demikian, modulus kekenyalan adalah kemampuan bahan
menyerap energi pada selang elastisnya.

Modulus kekerasan (modulus of toughness)

36


Kerja yang dilakukan suatu unit volume bahan, seperti misalnya gaya tarikan
yang dinaikkan dari nol sampai suatu nilai yang menyebabkan keruntuhan didefinisikan
sebagai modulus kekerasan. Ini dapat dihitung sebagai luasan dibawah kurva
tegangan-regangan dari origin sampai titik keruntuhan. Kekerasan bahan adalah
kemampuan untuk menyerap energi pada selang plastis dari bahan.

Persentase pengurangan luasan-penampang
Penurunan luasan-penampang dari luasan awal pada bagian patah dibagi
dengan luasan awalnya dikalikan dengan seratus didefinisikan sebagai persentase
pengurangan luasan-penampang. Perlu dicatat bahwa ketika gaya tarikan bekerja
pada suatu batang, luas penampangnya berkurang, tetapi perhitungan untuk tegangan
normal biasanya dibuat pada basis luasan awal. Kasus ini ditunjukkan pada Gb. 6-3.
Ketika regangan menjadi semakin besar maka sangat penting untuk memperhatikan
nilai luasan penampang melintangnya, dan kalau ini dilakukan maka akan diperoleh
kurva tegangan regangan yang benar. Kurva demikian ditunjukkan oleh garis putusputus pada Gb. 6-3.

Persentase pertambahan panjang (elongation)
Persentase pertambahan panjang didefiniskan sebagai pertambahan panjang
setelah patah dibagi dengan panjang awal dan dikalikan dengan seratus. Baik

persentasi pengurangan luasan-penampang dan pertambahan panjang merupakan
ukuran keuletan atau ductility bahan.

Tegangan kerja (working stress)
Karakteristik-karakteristik kekuatan yang telah didiskusikan diatas dapat
digunakan untuk memilih tegangan kerja. Sering suatu tegangan ditentukan hanya
dengan membagi salah satu dari tegangan luluh atau tegangan puncak dengan suatu
bilangan yang disebut faktor keselamatan. Pemilihan faktor keselamatan didasarkan
pada keputusan perancang dan berdasarkan pengalaman. Faktor keselamatan spesifik
kadang-kadang ditentukan dengan kode-kode rancangbangun.
Kurva tegangan-regangan non-linier bahan rapuh, seperti ditunjukkan Gb. 6-6,
memberikan karakteristik beberapa ukuran kekuatan yang lain yang tidak dapat
ditunjukkan oleh kurva tegangan-regangan linier. Beberapa karakteristik ukuran
tersebut adalah:

Kekuatan lelah (yield strength), sisa regangan
Ordinat pada kurva tegangan-regangan dimana bahan mengalami perubahan
bentuk atau deformasi yang tetap ketika pembebanan dipindahkan disebut kekuatan
atau tegangan lelah bahan. Perubahan bentuk tetap disini biasanya diambil sekitar
0.0035 mm/mm. Pada Gb. 6-6 perubahan bentuk ε1 ditunjukkan pada sumbu regangan

dan garis O’Y digambarkan sejajar dengan tangen awal kurva dari titik origin. Ordinat Y
menunjukkan kekuatan lelah bahan, disebut juga bukti tegangan (proof stress).

37

Modulus tangen
Laju perubahan tegangan terhadap perubahan regangan disebut modulus
tangen bahan. Ini sebenarnya merupakan bentuk modulus sesaat (instantaneous) dan
dinyatakan dengan Et = dσ/dε.

Koefisien ekspansi linier
Koefisien ekspansi linier didefinisikan sebagai perubahan panjang per unit
panjang suatu batang lurus karena perubahan suhu sebesar 1 derajat dan biasanya
dinyatakan dengan α. Nilai koefisien ini adalah independen terhadap unit panjang
tetapi tergantung pada skala suhu yang digunakan. Sebagai contoh, dari Tabel 1-1
koefisien untuk baja adalah 6.5 × 10-6/°F tetapi 12 × 10-6/°C. Perubahan suhu pada
bahan mengakibatkan kenaikan tegangan internal, seperti yang diberikan karena
pembebanan.

Rasio Poisson

Ketika suatu batang dikenai pembebanan tarik sederhana maka terjadi
penambahan panjang batang pada arah pembebanan, tetapi terjadi pengurangan
dimensi lateral tegaklurus terhadap pembebanan. Rasio regangan pada arah lateral
terhadap arah aksial didefinisikan sebagai rasio Poisson (Poisson’s ratio). Dalam buku
ini dilambangkan dengan μ. Pada kebanyakan logam μ mempunyai nilai antara 0.25
sampai 0.35.

7. Kekuatan geser, tekan dan puntir
Hasil pengujian tarik tersebut, selain menentukan besarnya kekuatan tarik
struktur material (bahan), maka sekaligus akan dapat diperkirakan besaran kekuatan
material lainnya dalam memikul/menerima berbagai jenis beban yang mengenainya.
Kekuatan geser bahan besarnya sekitar 50% dari kekuatan tarik. Sedangkan
besarnya kekuatan torsi sekitar 75% dari kekuatan tarik. Kekuatan tekan pada benda
yang rapuh mudah ditentukan, karena mudah patah. Tapi pada bahan yang ulet,
kekuatan tekannya baru terlihat bila beban yang diberikan besar. Bahan rapuh seperti
besi cor kira-kira 3 – 4 kali kekuatan tarik. Tetapi untuk baja, karena sangat ulet sulit
untuk ditentukan.

38


ANALISA GAYA, MOMEN, TEGANGAN DAN
REGANGAN
1. Gaya
Gaya (beban) merupakan faktor terpenting dalam bidang perancangan mesin,
karena berpengaruh sangat besar pada hasil rancangan. Disaat elemen mesin
melaksanakan fungsinya sebagaimana yang dikehendaki, maka berbagai bentuk gaya
akan bekerja padanya, sesuai dengan konstruksi dan sifat kerja elemen mesin
tersebut.
Sesuai bunyi Hukum Newton Ketiga, Besarnya gaya yang bekerja pada elemen
mesin (gaya aksi) akan mendapatkan tahanan dari elemen mesin tersebut dalam besar
yang sama tetapi dengan arah yang berlawanan (gaya reaksi). Seandainya gaya
reaksi tidak terjadi, tentulah gaya aksi tidak akan berarti apa-apa sama sekali dan akan
sangat sulit untuk dideteksi sifat kerjanya. Dengan demikian besarnya gaya aksi baru
akan bernilai, jika ada reaksi dari tahanan.
Dengan demikian ada berbagai jenis gaya yang biasa mengenai elemen mesin, yakni :

a. Gaya tarik dan tekan (Tensile and compressive force)
Pembebanan Batang Secara Aksial
Untuk memulai diskusi ini, kita ambil kasus paling sederhana dimana sebatang
logam dengan luas penampang konstan, dibebani melalui kedua ujungnya dengan

sepasang gaya linier dengan arah saling berlawanan yang berimpit pada sumbu
longitudinal batang dan bekerja melalui pusat penampang melintang masing-masing.
Untuk kesetimbangan statis besarnya gaya-gaya harus sama. Apabila gaya-gaya
diarahkan menjauhi batang, maka batang disebut di-tarik; jika gaya-gaya diarahkan
pada batang, disebut di-tekan. Kedua kondisi ini digambarkan pada Gb. 1-1.
Dibawah aksi pasangan gaya-gaya ini, hambatan internal terbentuk didalam
bahan dan karakteristiknya dapat dipelajari dari bidang potongan melintang
disepanjang batang tersebut. Bidang ini ditunjukkan sebagai a-a di Gb. 1-2(a). Jika
untuk tujuan analisis porsi batang disebelah kanan bidang dipindahkan, seperti pada
Gb. 1-2(b), maka ini harus digantikan dengan sesuatu untuk memberikan efek pada
porsi sebelah kiri tersebut. Dengan cara introduksi bidang potong ini, gaya-gaya
internal awal sekarang menjadi gaya eksternal terhadap porsi sisa batang. Untuk
kesetimbangan pada porsi sebelah kiri, efek ini harus berupa gaya horisontal dengan
besar P. Namun demikian, gaya P yang bekerja tegak-lurus (normal) pada penampang
melintang a-a ini secara aktual merupakan resultan distribusi gaya-gaya yang bekerja
pada penampang melintang dengan arah normal.
Disini sangat penting untuk membuat beberapa asumsi berkaitan dengan
variasi distribusi gaya-gaya, dan karena gaya P bekerja pada penampang melintang

39


maka secara umum diasumsikan bahwa gaya-gaya tersebut adalah seragam diseluas
penampang.
Gambar :
a

F

F

F

F

Tarik

(a)

a


F
F
F

F
Tekan

(b)

Gb. 1-1

Gb. 1-2

- Gaya tarik ( Fta)
merupakan : gaya yang dalam kerjanya menarik elemen mesin secara berlawanan
terhadap reaksi tahanannya,

tepat pada garis sumbu benda. Sehingga

mengakibatkan perpanjangan (peregangan) pada elemen mesin tersebut.

Gambar :

Reaksi

Aksi

- Gaya tekan (Fte)
merupakan : gaya yang dalam kerjanya menekan elemen mesin secara
berlawanan terhadap reaksi tahanannya, tepat pada garis sumbu benda. Sehingga
mengakibatkan terjadinya pemendekan ( pengkerutan ) pada benda.
Gambar :

40

Reaksi

Aksi

Pada gambar diatas terlihat saat meja mendapat gaya tekanan dari bobot
balok (W) (akibat gaya tarik grafitasi bumi terhadap massa balok), meja

lansung memberikan reaksi kearah yang berlawanan sebesar gaya normal
(FN).

b. Gaya geser (Shear force) (FS)
Bentuk dari gaya tarik atau gaya tekan yang bekerja pada bidang geser,
persinggungan dari dua benda yang dikenai gaya tadi terhadap gaya reaksinya.
Sehingga menggesar bidang tahanan yang ada padanya.
Bekerja pada benda tahanan dalam bentuk dua gaya yang arahnya saling
berlawanan (aksi-reaksi), terpisah secara tangensial melalui suatu bidang geser,
yang menyebabkan terjadinya penggeseran/pengguntingan terhadap penampang
benda yang menahan bidang geser tadi.

41

Gambar :

Bidang tahanan
bidang geser
F (aksi)
F

(reaksi)

Benda tahanan

Gambar diatas memperlihatkan sebuah kopling dengan beberapa paku keling
sebagai pengikat plat geseknya, yang akan mengalami geseran akibat gaya putar.

c. Gaya putar / puntir (Torsion force) ( FP ).
Merupakan : gaya yang bekerja pada suatu jarak tertentu dari sumbu benda ( r ),
yang mengakibatkan benda terpuntir / terpelintir disepanjang sumbunya, akibat
adanya reaksi dari tahanan yang bekerja pada ujung lainnya.

42

Gambar :

FP
r

tahanan

d. Gaya lentur (Bending force) ( FL).
Merupakan : gaya yang bekerja pada jarak tertentu (L) dari tumpuan benda dengan
arah

kerja

tegak

lurus

sumbu

benda.

Sehingga

melentur/melengkung di sepanjang sumbunya.
Gambar :

L
FL

L
FL

mengakibatkan

benda

43

2. Momen
Merupakan efek putaran atau lengkungan yang terjadi akibat bekerjanya gaya
pada suatu benda. Dikenal ada dua jenis momen, berdasarkan pada posisi gaya
terhadap benda :
a. Momen puntir/putar ( M p )
Terbentuk oleh gaya puntiran/putar ( Fp ) yang bekerja pada jarak tertentu ( r ) dari
sumbu benda yang mengakibatkan benda terpelintir disepanjang sumbunya.
b. Momen lentur/lengkung ( ML )
Terbentuk oleh gaya lentur ( FL ) yang bekerja pada jarak tertentu ( L ) dari
tumpuan penyangga benda yang mengakibatkan benda melentur/melendut
disepanjang sumbunya.
Secara matematik formulasi hubungan antara gaya ( F ) dan momen ( M ) tersebut
dapat dinyatakan sebagai :

-

Mp = Fp x r

-

ML = FL x L

Gambar :

FP
r

Mp = Fp x r
L
FL

44

ML = FL x L

3. Tegangan dan Regangan
Gaya yang bekerja pada elemen mesin, selalu menimbulkan reaksi berupa
gaya dalam struktur material (yang besarnya sama tapi berlawanan arah) jika ada
tahanan. Bekerjanya gaya ini pada bagian penampang benda mengakibatkan
terjadinya tegangan di dalam struktur material benda, karena gaya akan terbagi rata di
setiap satuan luas bidang penampang. Besarnya tegangan yang terjadi akibat gaya
atau pembebanan, dalam hal ini dinamakan sebagai tegangan pembebanan / kerja (
).
Tegangan pembebanan maksimum akibat gaya atau beban maksimum yang
mengenai benda, sangat menentukan sekali bagi keberhasilan material benda untuk
bertahan dari kerusakan. Ia menjadi batasan maksimum bagi kekuatan struktur
material benda untuk bertahan dari pembebanan lebih (diluar kondisi normal). Maka,
untuk menghindari kegagalan material dalam menghadapi pembebanan, besarnya
tegangan pembebanan yang terjadi tidak boleh melebihi kekuatan struktur material (
<  ). Pemilihan akan besarnya kekuatan bahan elemen mesin, ditentukan sekali oleh
besarnya tegangan akibat beban maksimum. Dalam perhitungan, besar kekuatan
bahan elemen mesin dinyatakan sebagai tegangan izin bahan atau kekuatan bahan
(  ).
Hubungan antara besar tegangan pembebanan ( ) dengan tegangan izin
bahan / maksimum (  ), dinyatakan oleh faktor keamanan (Sf), dimana :
Sf =




Faktor keamanan dalam hal ini tentunya adalah sebagai faktor yang harus ditetapkan
perancang untuk menghadapi kemungkinan dari pembebanan maksimum (diluar
kondisi normal) yang akan diterima elemen mesin saat berfungsi.

Tegangan Normal
Daripada berbicara tentang gaya internal yang bekerja pada beberapa luasan
elemen yang kecil, lebih baik, untuk tujuan perbandingan, kita memperlakukan gaya
normal yang bekerja pada suatu unit luasan pada penampang melintang. Intensitas

45

gaya normal per unit luasan disebut tegangan normal dan dinyatakan dalam unit gaya
per unit luasan, misalnya lb/in2, atau N/m2. Apabila gaya-gaya dikenakan pada ujungujung batang sedemikian sehingga batang dalam kondisi tertarik, maka terjadi suatu
tegangan tarik pada batang; jika batang dalam kondisi tertekan maka terjadi
tegangan tekan. Perlu dicatat bahwa garis aksi dari gaya yang bekerja adalah melalui
pusat setiap bagian penampang melintang batang.

Regangan normal
Kita misalkan suatu spesimen telah ditempatkan pada mesin tes tekan-tarik dan
gaya tarikan diberikan secara gradual pada ujung-ujungnya. Perpanjangan pada gage
dapat diukur seperti dijelaskan diatas untuk setiap kenaikan tertentu dari beban aksial.
Dari nilai-nilai ini, perpanjangan per unit panjang yang biasa disebut regangan normal
dan diberi simbol dengan ε, dapat diperoleh dengan membagi total pertambahan
panjang ∆l dengan panjang gage L, yaitu


l
L

Regangan biasanya dinyatakan meter per meter sehingga secara efektif tidak
berdimensi.
Sebagai efek dari kerja gaya dalam struktur material, maka jenis tegangan dan
regangannya tergantung dari jenis gaya yang bekerja, yakni :

a. Tegangan dan regangan tarik (Tensile stress and strain)
Tegangan tarik ( ta) terjadi akibat bekerjanya gaya tarik ( Fta ) pada satuan luas
penampang ( A ) struktur material elemen mesin, sehingga bendanya mengalami
perpanjangan. Rasio/perbandingan antara perpanjangan yang terjadi ( L )
terhadap panjang benda semula ( L ) disebut sebagai regangan tarik ( ta ). Secara
matematik dapat ditulis :

ta = Fta / A

dan

ta = L / L

Gambar :

Fta

Fta

ta

ta

46

b. Tegangan dan regangan tekan (Compressive stress and strain)
Tegangan tekan ( te ) terjadi akibat kerja suatu gaya tekan ( Fte ) pada satuan luas
penampang ( A ) struktur material elemen mesin, sehingga bendanya mengalami
perpendekan. Rasio/perbandingan antara perpendekan yang terjadi ( L ) terhadap
panjang benda semula ( L ) disebut sebagai regangan tekan ( te ). Secara
matematik dapat ditulis :
te = Fte / A

dan

te = L / L

Gambar :

Fta

Fta

te

te

CONTOH- CONTOH SOAL TEGANGAN TARIK-TEKAN :
1. Suatu plat penutup diikat pada setiap ujungnya oleh empat buah baut dan mur,
berdiameter 20 mm. Plat tersebut duduk pada ring berdiameter dalam 22 mm dan
diameter luar 50 mm. Ring tembaga yang ditempatkan diantara mur dan plat
memiliki diameter dalam 22 mm dan diameter luar 44 mm.

47

Jika plat harus menahan beban sebesar 12 ton, hitunglah tegangan yang terjadi
pada ring bawah sebelum mur dikencangkan.
Bagaimana dengan tegangan yang terjadi pada ring atas dan bawah, setelah mur
dikencangkan sehingga menghasilkan tarikan sebesar 500 kg pada setiap baut.
Jawab :
Diketahui : F = 12 ton

Ft = 500 kg

d rb = 22 mm

d ra = 22 mm

D rb = 50 mm

D ra = 44 mm

D b = 20 mm

Maka :
a. Luas penampang ring bawah : A rb =


4

. (D rb2 - d rb2 ) =


4

. ( 50 2 – 20 2 )

= 1583 mm 2
b. Luas penampang ring atas

: A ra =


4

. (D ra2 - d ra2 ) =


4

. ( 44 2 – 20 2 )

= 1140 mm 2
c. Beban yang diterima setiap baut : F1 =

12000
= 3000 kg
4

c. Tegangan pada ring bawah sebelum mur dikencangkan :
rb =

F1
3000
=
= 1,895 kg/mm 2
Arb
1583

d. Tegangan pada ring atas setelah mur dikencangkan :
ra =

Ft
500
=
= 0,4385 kg/mm 2
Ara
1140

e. Tegangan pada ring bawah setelah mur dikencangkan :

rb =

F1  Ft
3000  500
=
= 2,211 kg/mm 2
Arb
1583

LANJUTAN CONTOH SOAL TEGANGAN TARIK-TEKAN :
2. Sebuah baut jepit baja berdiameter 18 mm, dipasang menembus tabung tembaga
berdiameter luar 40 mm dan dalam 24 mm. Mur yang dipasang pada ujung baut
untuk menjepit tabung dengan perantara ring, menimbulkan tegangan 10 N/mm2
pada baut. Seluruh perangkat ini kemudian ditempatkan pada mesin bubut guna
membubut setengah panjang dari tabung tembaga pada kedalaman 1,5 mm.

48

Hitunglah tegangan yang terhimpun dalam tabung tembaga pada bagian yang
dikerjakan.
Jawab :
 b = 10 N/mm 2

Diketahui : D b = 18 mm
d tt = 24 mm

t = 1,5 mm

D tt = 40 mm
Maka :
a. Luas penampang batang baut



: Ab=

. D b2 =

4



b. Luas penampang tabung tembaga : A tt =

4

. 18 2 = 81  mm 2

. (D tt 2 - d tt 2 )

4



=



. ( 40 2 – 24 2 )

4

= 256  mm 2
c. Jepitan yang dilakukan mur-baut terhadap tabung tembaga tentu saja
menimbulkan gaya tarik pada batang baut dan sebaliknya menimbulkan gaya
tekan pada tabung dengan besar yang sama.
Jadi :
F b = Ftt
b . Ab =

 tt . A tt

10 . 81  =  tt . 256 
 tt =

10x81
= 3,16 N/mm2
256

d. Karena setengah panjang tabung tembaga dibubut diameternya sedalam 1,5
mm, maka :
- diameter yang tersisa : D tt.s = 40 – (2 x 1,5) = 37 mm
- Luas penampang yang tersisa : A tt.s =
=


4


4

. (D tt.s 2 - d tt 2 )
. ( 37 2 – 24 2 )

= 198,3  mm 2
- Luas penampang tabung tembaga yang utuh = A tt.u = A tt = 256  mm 2

49

e. Setelah pembubutan, karena luas penampang setengah panjang tabung
tembaga berkurang, maka tentu saja akan berakibat pada berubahnya pola
tegangan yang terjadi sebelumnya, karena :

 =

F
.
A

Dengan demikian

dari besarnya :
Gaya tekan pada bagian tabung yang dibubut = gaya tekan pada bagian
tabung yang masih utuh = gaya tarik pada batang baut
A tt.b .  tt.b = A tt.u .  tt.u = A b .  b2
198,3  .  tt.s = 256  .  tt.2 = 81  .  b2

f.

 tt.s =

81
.  b2 = 0,41 .  b2
198,3

 tt.2 =

81
.  b2 = 0,32 .  b2
256

Berkurangnya sebagian luas penampangnya, akan menambah besar efek
pengkerutan () pada tabung. Akibatnya gaya tarik pada batang baut jepit akan
berkurang, sehingga :
L = L 1 = L 2
dengan demikian :

 b   b2
Eb

x L =

 tt .b   tt
Ett

x

 tt .2   tt
L
L
+
x
Ett
2
2

* dengan membagi “L” pada bagian kiri dan kanan persamaan, menjadi :

10   b 2
2.Ett
 b2 =

=

0,41. b 2  3,16
0,32. b 2  3,16
+
2.Ett
2.Ett

16,32
= 9,43 N/mm2
1,73

c. Tegangan dan regangan geser (Shear stress and strain)
Tegangan geser ( s ) timbul akibat kerja dari dua gaya geser ( Fs ) yang saling
berlawanan arah (aksi – reaksi) terhadap suatu bidang geser, pada satuan luas
bidang penampang tahanan elemen mesin ( A ). Sehingga bidang penampang
tersebut mengalami regangan geser (mulai akan tergunting) searah bekerjanya

50

gaya, sebesar sudut ( ) terhadap sumbu benda yang tergeser. Secara matematik
dapat ditulis :
s = Fs / A

dan

G = s / 

dimana :
G = modulus geser / kekakuan (rigidity) material benda yang mengalami geseran.
Gambar :

Bidang penampang tahanan geser
Bidang geser

Fs
(aksi)

Fs
(reaksi)



Kondisi pergeseran pada bidang penampang benda tahanan :

Fs (aksi)

s
s
Fs (reaksi)


d. Tegangan puntir / putar (Torsional stress)
Terjadi di sepanjang struktur material elemen mesin yang dikenai momen puntir
(MP) atau torsi ( T ), akibat fungsinya dalam meneruskan daya putar ( P ). Besarnya
tegangan yang terjadi (P) akan mencapai maksimum pada sisi terluar benda (dengan

51

radius r ), terutama pada bagian ujung benda yang dijepit / ditahan (sejarak L dari titik
tumpuan gaya). Sebaliknya, menjadi nol ( 0 ) pada sumbu benda dan pada titik
tumpuan gaya. Hal ini dikarenakan, geseran pada struktur material benda searah radial
(sudut geser  ), bertambah besar sesuai dengan pertambahan jarak.
Gambar :

P maks.



r

P = 0
P maks
MP = T

Dengan demikian persamaan umum untuk tegangan puntir, adalah :
MP / IP = P / r = G. / L
Dimana : IP

= Inersia polar, yang menyatakan kekuatan bentuk penampang bulat
dalam menahan gaya putar atau torsi.
= Ixx

=
Ixx dan Iyy

+


32

Iyy =


64

.d4 +


64

.d4

.d4

= inersia benda pada sumbu x dan sumbu y.

G = modulus geser / kekakuan (rigidity) material benda. Menyatakan sifat
kekakuan material dalam menerima pembebanan puntir

 Dari persamaan umum tegangan puntir, akan diperoleh dua persamaan berikut :
- Persamaan puntir berdasarkan kekuatan bahan :
Dari :


T
= P
d
IP
2

52

T




32

=

.d 4



 T =

16

P
d
2

. P . d 3

- Persamaan puntir berdasarkan kekakuan bahan
Adalah :

T


32

.d 4

=

G.
L

 Untuk poros yang berlobang :
- IP =


32

. (d l 4 - d d 4 ) , dengan

r =

dl
2

maka





T = P .

T =


16


32

. (d l4 - d d 4 ) . 2

dl

. P . d l 3 (1 – k4 ) , dimana : k =

dd
dl

CONTOH- CONTOH SOAL TEGANGAN PUNTIR (PUTAR) :
1. Untuk pembebanan putar / puntir pada perancangan poros pejal ( tidak berlobang ) :

53

2. Untuk pembebanan putar / puntir pada perancangan poros berlobang

(Hollow Shaft) :

54

55



Lanjutan untuk soal nomor 3, pembebanan putar / puntir pada perancangan poros
berlobang ( Hollow Shaft ) :

56

e. Tegangan lentur (Bending stress)
Merupakan tegangan yang diakibatkan oleh bekerjanya momen lentur pada
benda. Sehingga pelenturan benda disepanjang sumbunya menyebabkan sisi bagian
atas tertarik, karena bertambah panjang dan sisi bagian bawah tertekan, karena
memendek. Dengan demikian struktur material benda di atas sumbu akan mengalami
tegangan tarik, sebaliknya dibagian bawah sumbu akan menderita tegangan tekan.
Sedangkan daerah diantara permukaan atas dan bawah, yaitu yang sejajar dengan
sumbu benda tetap, tidak mengalami perubahan, ini disebut sebagai bidang netral.
Persamaan umum tegangan lentur, adalah :
ML / I = L / y = E / R
Dimana : I = inersia pada sumbu benda (Ixx atau Iyy).
y = jarak dari bidang netral ke permukaan luar benda.
E = modulus elastisitas / Young.
R = radius kelengkungan benda.

Gb. Aplikasi tuas mekanik

57

Contoh soal untuk pembebanan lentur pada rancangan batang penyangga penampang
empat persegi panjang :

58

f. Tegangan luluh (Crushing / Bearing stress)
Merupakan tegangan yang timbul akibat terkonsentrasi / terpusatnya gaya tekan
pada suatu daerah kontak yang sangat kecil, diantara dua elemen mesin yang
sedang melakukan kerja sama dalam meneruskan tenaga. Tegangan jenis ini
umumnya terjadi pada elemen / komponen mesin yang berfungsi sebagai
penyambung / pengunci, seperti : pasak, paku keling, pin, baut dan lain-lain.
Gambar :

Dari gambar diatas terlihat, distribusi gaya tekan pada pin akibat tarikan mata
setang tidak merata, karena akan dipengaruhi oleh bentuk permukaan kontak dan
sifat fisik material kedua komponen. Kesulitan dalam menentukan distribusi
tegangan akibat hal tersebut, umumnya disederhanakan dengan mengambil luas
proyeksi daerah kontaknya pada sumbu benda yang tegak lurus terhadap arah
kerja gaya. Dengan demikian persamaan tegangannya adalah :

b

= Fb / Ab

dimana :
Ab =

luas proyeksi permukaan kontak pada sumbu benda (pin) yang
tegak lurus terhadap arah kerja gaya.

=

l .d

l

=

panjang daerah kontak

d

=

diameter pin

59

g. Tegangan karena panas (Thermal stress)
Perubahan temperatur pada benda apapun di dunia ini (naik atau turun), tentu
saja akan menyebabkan pemuaian atau penyusutan pada struktur material benda.
Akibatnya, akan terjadi pertambahan atau pengurangan (deformasi) pada ukuran
benda. Jika proses ini dibiarkan bebas berlansung, tentunya tidak akan berdampak
apa-apa terhadap benda. Tetapi, jika proses tersebut dihalangi, jelas sekali akan
menyebabkan timbulnya tegangan di dalam struktur material benda. Adapun jenis
tegangannya, tergantung dari deformasi yang terjadi.
Misalnya :

l

= panjang benda semula

 t = kenaikan temperatur


= koefisien muai panas material benda.

Maka perubahan panjang yang terjadi :

l = l . .t

Jika ujung-ujung benda (batang) ditahan pada tumpuan yang kaku, akibatnya proses
pemuaiannya terhalangi. Regangan tertahan yang terjadi adalah :
 =  l / l. = (l .  .  t) / l =

.t

Sedangkan tegangan karena panas yang timbul besarnya :
 = E. = E..t
Catatan :
- Jika elemen mesin terbentuk dari dua material atau lebih (dengan  berbeda) yang
saling berkontak lansung, maka kenaikan temperatur akan menyebabkan tegangan
tekan pada material yang  lebih tinggi. Sebaliknya akan menyebabkan tegangan
tarik pada material yang  lebih rendah.
Gambar :

60

h. Tegangan kejut (Impact stress)
Saat melaksanakan fungsinya kadangkala elemen mesin dikenai oleh sejumlah
beban yang besar dan waktu datangnya tidak terduga. Sifat kerja yang mendadak,
tentu saja bersifat merusak pada elemen mesin, karena jenis bebannya sudah berada
berada diluar aspek perancangan. Beban jenis ini dikenal sebagai beban kejut..
Penyebab terjadinya pembebanan jenis ini berbagai macam, tergantung dari
sifat kerja alat. Secara umum dapat dinilai dari jumlah energi kinetik yang dihasilkan
dari tumbukan yang terjadi. Gambaran sederhana bisa diberikan dalam bentuk
sejumlah energi yang dikandung benda berbobot (W) terjatuh dari suatu ketinggian (h).
Gambar :

F

L
h
L
L

Efek dari bobot jatuh (W) terhadap benda yang dikenainya berupa beban kejut,
tentu saja menyebabkan terjadinya tegangan kejut (impact stess) dalam struktur
material benda. Turunan persamaannya diambil dari persamaan energi :
dimana :
Energi yang diterima sistim = energi potensial yang dimiliki beban pada ketinggian h
0,5 . F . L
0,5 . i . A .

dengan :

F

 i .L
E

= i . A

dan

=

W . (h + L)

=

W . (h +

L =

 i .L

 i .L
E

E

)

, sehingga :

61

A.L
W .L
. i 2 . i – W.h
2 .E
E

= 0

dengan demikian :
i

=

2.h. A.E
W
. ( 1 + 1
)
W .L
A

dimana :
A = luas bidang penampang batang
E = modulus young
L

= panjang batang

L = deformasi batang
F

= gaya yang menyebabkan batang terdefleksi

i = tegangan yang terjadi dalam struktur material benda.
H = ketinggian jatuh

Gambar motor bakar :
Motor bakar merupakan bagian mesin yang paling lengkap dalam mendapatkan
berbagai bentuk tegangan akibat beban kerja.

62

Contoh soal untuk permasalahan pembebanan kejut ( impact / shock load ) :