Konsep dasar dan Teori Gestalt

Konsep dasar Teori Gestalt
Gestalt adalah sebuah teori yang menjelaskan proses persepsi melalui pengorganisasian komponenkomponen sensasi yang memiliki hubungan, pola, ataupun kemiripan menjadi kesatuan. Teori gestalt
beroposisi terhadap teori strukturalisme. Teori gestalt cenderung berupaya mengurangi pembagian sensasi
menjadi bagian-bagian kecil.Teori ini dibangun oleh tiga orang, Kurt Koffka, Max Wertheimer, and
Wolfgang Köhler. Mereka menyimpulkan bahwa seseorang cenderung mempersepsikan apa yang terlihat
dari lingkungannya sebagai kesatuan yang utuh.
Asumsi Tingkah Laku Bermasalah
Individu bermasalah, karena terjadinya pertentangan antara kekuatan “top dog” dan “under dog”. Top dog
adalah posisi kuat yang menuntut, mangancam sedangkan under dog adalah keadaan membela diri, tidak
berdaya dan pasif. Individu bermasalah karena ketidakmampuan seseorang dalam mengintegrasikan
pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya karena disebabkan mengalami kesenjangan antara masa sekarang
dan
masa
yang
akan
datang.
Spektrum tingkah laku bermasalah pada individu meliputi :



Kepribadian kaku (rigid)




Tidak mau bebas-bertanggung jawab, ingin tetap tergantung



Menolak berhubungan dengan lingkungan



Memeliharan unfinished bussiness



Menolak kebutuhan diri sendiri



Melihat diri sendiri dalam kontinum “hitam-putih”.


Tujuan Konseling
Tujuan utama konseling Gestalt adalah membantu klien agar berani mengahadapi berbagai macam
tantangan maupun kenyataan yang harus dihadapi. Tujuan ini mengandung makna bahwa klien haruslah
dapat berubah dari ketergantungan terhadap lingkungan/orang lain menjadi percaya pada diri, dapat
berbuat lebih banyak untuk meingkatkan kebermaknaan hidupnya.
Individu yang bermasalah pada umumnya belum memanfaatkan potensinya secara penuh, melainkan baru
memanfaatkan sebagaian dari potensinya yang dimilikinya. Melalui konseling konselor membantu klien
agar potensi yang baru dimanfaatkan sebagian ini dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal.
Secara lebih spesifik tujuan konseling Gestalt adalah sebagai berikut.
 Membantu klien agar dapat memperoleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau realitas.
 Membantu klien menuju pencapaian integritas kepribadiannya
 Mengentaskan klien dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan orang lain ke mengatur diri

sendiri (to be true to himself)

Meningkatkan kesadaran individual agar klien dapat beringkah laku menurut prinsip-prinsip Gestalt,
semua situasi bermasalah (unfisihed bussines) yang muncul dan selalu akan muncul dapat diatasi dengan
baik.


Deskripsi Proses Konseling
pertama, konselor mengembangkan pertemuan konseling, agar tercapai situasi yang memungkinkan
perubahan-perubahan yang diharapkan pada konseli. Pola hubungan yang diciptakan untuk setiap konseli
berbeda, karena masing-masing konseli mempunyai keunikan sebagai individu serta memiliki kebutuhan
yang
bergantung kepada masalah yang harus dipecahkan.
kedua, konselor berusaha meyakinkan dan mengkondisikan konseli untuk mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan sesuai dengan kondisi konseli. Ada dua hal yang dilakukan konselor dalam fase ini, yaitu :
Membangkitkan motivasi konseli, dalam hal ini konseli diberi kesempatan untuk menyadari
ketidaksenangannya atau ketidakpuasannya. Makin tinggi kesadaran konseli terhadap ketidakpuasannya
semakin besar motivasi untuk mencapai perubahan dirinya, sehingga makin tinggi pula keinginannya
untuk
bekerja sama dengan konselor.
Membangkitkan dan mengembangkan otonomi konseli dan menekankan kepada konseli bahwa konseli
boleh
menolak saran-saran konselor asal dapat mengemukakan alasan-alasannya secara bertanggung jawab.
ketiga, konselor mendorong konseli untuk mengatakan perasaan-perasaannya pada saat ini, konseli diberi
kesempatan untuk mengalami kembali segala perasaan dan perbuatan pada masa lalu, dalam situasi di sini
dan
saat ini. Kadang-kadang konseli diperbolahkan memproyeksikan dirinya kepada konselor.

Melalui fase ini, konselor berusaha menemukan celah-celah kepribadian atau aspek-aspek kepribadian
yang
hilang, dari sini dapat diidentifikasi apa yang harus dilakukan konseli.
keempat, setelah konseli memperoleh pemahaman dan penyadaran tentang pikiran, perasaan, dan tingkah
lakunya, konselor mengantarkan konseli memasuki fase akhir konseling.
Tekhnik Konseling
1. Permainan Dialog
Teknik ini dilakukan dengan cara klien dikondisikan untuk mendialogkan dua kecenderungan yang saling
bertentangan yaitu, kecenderungan top dog (adil, menuntut, dan berlaku sebagai majikan) dan under dog
(korban, bersikap tidak berdaya, membela diri, dan tak berkuasa). Disini ada permainan kursi kosong,
yaitu klien diharapkan bermain dialog dengan memerankan top dog maupun under dog sehingga klien
dapat merasakan keduanya dan dapat melihat sudut pandang dari keduanya.
2.Teknik Pembalikan
Teori yang melandasi teknik pembalikan adalah teori bahwa klien terjun ke dalam suatu yang ditakutinya
karena dianggap bisa menimbulkan kecemasan, dan menjalin hubungan dengan bagian-bagian diri yang
telah ditekan atau diingkarinya. Gejala-gejala dan tingkah laku sering kali mempresentasikan pembalikan
dari dorongan-dorongan yang mendasari. Jadi konselor bisa meminta klien memainkan peran yang
bertentangan dengan perasaan-perasaan yang dikeluhkannya atau pembalikan dari kepribadiannya.

3.Bermain Proyeksi

Memantulkan pada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri tidak mau melihat atau
menerimanya.
4.Tetap dengan Perasaan
Teknik ini bisa digunakan pada saat klien menunjuk pada perasaan atau suasana hati yang tidak
menyenangkan yang ia sangat ingin menghindarinya. Terapi mendesak klien untuk tetap atau menahan
perasaan yang ia ingin hindari itu.

Peran dan Tugas Konselor
Dalam pendekatan teori Gestalt ini, peran konselor adalah:
1.Memfokuskan pada perasaan klien, kesadaran pada saat yang sedang berjalan, serta hambatan terhadap
kesadaran.
2.Tugas terapis adalah menantang klien sehingga mereka mau memanfaatkan indera mereka sepenuhnya
dan berhubungan dengan pesan-pesan tubuh mereka.
3.Menaruh perhatian pada bahasa tubuh klien, sebagai petunjuk non verbal.
4.Secara halus berkonfrontasi dengan klien guna untuk menolong mereka menjadi sadar akan akibat dari
bahasa mereka.

Penampilan Konselor






Konselor mengembangkan pertemuan konseling, agar tercapai situasi yang memungkinkan
perubahan-perubahan yang diharapkan pada klien
Konselor berusaha meyakinkan dan mengkondisikan klien untuk mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan sesuai dengan kondisi klien
Konselor mendorong klien untuk mengatakan perasaan-perasaannya pada saat ini
Setelah klien memperoleh pemahaman dan penyegaran tentang pikiran, perasaan, dan tingkah
lakunya, konselor mengantarkan klien memasuki fase akhir konseling

Kelebihan Pendekatan
-Terapi Gestalt menangani masa lampau dengan membawa aspek-aspek masa lampau yang relevan ke
saat sekarang.
-Terapi Gestalt memberikan perhatian terhadap pesan-pesan nonverbal dan pesan-pesan tubuh.
-Terapi Gestalt menolakk mengakui ketidak berdayaan sebagai alasan untuk tidak berubah.
-Terapi Gestalt meletakkan penekanan pada klien untuk menemukan makna dan penafsiran-penafsiran
sendiri.

-Terapi Gestalt menggairahkan hubungan dan mengungkapkan perasaan langsung menghindari

intelektualisasi
abstrak
tentang
masalah
klien.

Kelemahan
 Terapi Gestalt tidak berlandaskan pada suatu teori yang kukuh
 Terapi Gestalt cenderung antiintelektual dalam arti kurang memperhitungkan faktor-faktor kognitif.
 Terapi Gestalt menekankan tanggung jawab atas diri kita sendiri, tetapi mengabaikan tanggung jawab

kita kepada orang lain.
 Teradapat bahaya yang nyata bahwa terapis yang menguasai teknik-teknik Gestalt akan

menggunakannya secara mekanis sehingga terapis sebagai pribadi tetap tersembunyi.
 Para klien sering bereaksi negative terhadap sejumlah teknik Gestalt karena merasa dianggap tolol.

Sudah sepantasnya terapis berpijak pada kerangaka yang layak agar tidak tampak hanya sebagai
muslihat-muslihat.


Keterbatasan
Tehnik-tehnik gestalt gampang untuk mengekspresikan emosi yang kuat. Jika perasaan ini tidak
ditindak lanjut dan jika usaha pemahaman tidak berhasil, klien kemungkinan besar menjadi
keliru penyelesaiannya dan tidak akan memiliki perasaan yang terhubung dengan
pengetahuannya. Keterbatasan lain adalah bahwa klien yang memiliki kesulitan menggunakan
imajinasinya mungkin tidak akan mendapatkan keuntungan dari proses ini.

10. Penerapan dalam Terapi Individu dan Kelompok
Terapi Gestalt bisa diterapkan dengan berbagai cara, baik dalam setting individual maupun setting
kelompok
Setting Individu, menurut ringkasan Gudnanto (Pendekatan Konseling, 2012)
contoh, klien adalah seorang ibu yang terlalu keras mendidik anak perempuannya yang berusia 13 tahun.
Aturan keras dari ibu membuat anak merasa ketakutan, cemas dan trauma bahakan beberapa hari tidak
pulang kerumah yang tanpa sepengetahuan ibunya ternyata anaknya menginap di rumah nenek. Suaminya
yang merasa kecewa dan kewalahan terhadap sikap istrinya yang keras itu akhirnya meminta cerai. Latar
bekang yang membuat istrinya keras seperti itu adalah didikan dari orang tua sang istri yang terlalu keras
dari kecil sampai remaja. Istri sebenarnya merasa “sakit hati” dengan perlakuan itu dan sangant dendam.
Dan didikan keras itulah yang diteruskannya kepada putrinya. Dalam kasus seperti ini, konselor dapat
menerapkan teknik permainan dialog yang didalamnya ada teknik kursi kosong. Klien disuruh untuk


berperan sebagai under dog yang menjadi korban. Klien di arahkan untuk menjadi sadar akan
perbuatannya saat ini bahwa sikapnya yang keras itu hanya sebagai ungkapan balas dendam yang di
teruskan kepada putrinya. Selain itu, klien bisa disuruh untuk melakukan permainan ulangan. Mengulang
kembali apa yang dialaminya dulu atas sikap kasar orang tuanya dengan upaya meningkatkan kesadaran
atas pengulangan tersebut.
Setting Kelompok, menurut M.A Subandi dalam bukunya (Psikoterapi)
contoh, teknik bermain peran di dalam kelompok. Misalnya seseorang yang merasa khawatir akan apa
yang di pikirkan orang lain terhadapnya, ia kemudian diminta untuk memerankan orang yang mungkin
menilainya itu. Setelah ia memerankan orang yang danggapnya menilai dirinya, ia di minta untuk
mengecek kembali pada orang iti. Tidak jarang terjadi bahwa apa yang dianggapnya itu tidak nyata.
Semua itu hanya penilaian saja, padahal orang lain tidak menilainya seperti yang dianggapnya. Dalam
setting kelompok seperti ini, biasanya anggota akan lebih cepat mengenali keyakinan yang kurang
rasional yang selama ini belum pernah dicocokkannya dengan orang lain.