AHLI SUNNAH WAL JAMA’AH

AHLI SUNNAH WAL JAMA’AH
*MEMET KURNIA*

PENGERTIAN SUNNAH
Sunnah (sunnah Rasulullah saw) adalah sesuatu yang menjelaskan dan menafsirkan kitab Allah
(Al-qur‟an) baik berupa perkataan, perbuatan maupun penetapan Rasulullah saw. Dengan kata lain
sunnah merupakan cara atau jalan yang harus diikuti, sering disebut pula Diin Al-Islam, tidak akan
menyimpang dari sunnah tersebut kecuali orang bodoh dan pelaku bid‟ah.
Dari pengetian di atas jelas bagi umat islam bahwa sunnah merupakan petunjuk pelaksanaan dari
Al-qur‟an, bagi setiap pribadi muslim dilarang untuk menterjemahkan atau menafsirkan Al-qur‟an
dengan pemikirannya sendiri tanpa bersandar pada sunnah Rasulullah.
Sebagaimana al-qur‟an menjelaskan

         
Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah
diturunkan kepada mereka dan supaya mereka berfiikir.
(QS. An-Nahl : 44)
Lafadh „Adz-Dzikra‟ dalam ayat di atas memiliki pengertian Al-Qur‟an yang diturunkan bagi
manusia dan dalam memahami pelaksanaannya, Rasulullah saw diberikan kewajiban untuk
menjelaskannya karena apa yang diajarkan Rasulullah saw bersandar pada wahyu Allah yang
diberikan kepadanya.

Rasulullah saw bersabda

ٗ‫ِزٍَْٗ ِع‬ٚ َْ‫جُ اٌمزآ‬١ِ‫ح‬ُٚ‫ أ‬ِّٟٔ‫أالَ إ‬

Sesungguhnya aku diberi Al-Qur‟an dan yang setara Al-Qur‟an untuk menyertainya (HR. Ahmad
dan Ashab As-Sunan kecuali An-Nasai)
Dalam ayat lain dijelaskan

              
 

Ya Tuhan Kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan
membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab (Al
Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang
Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Baqarah : 129)

Redaksi ayat

“”


Menurut Qatadah bahwa arti hikmah adalah sunnah
Ibnu Zaid mengartikan hikmah

ٗ‫ٔٗ إالّ ب‬ٛ‫َ ْعزِف‬٠ ‫ ال‬ٞ‫ُٓ اٌذ‬٠‫اٌحىّتُ اٌذ‬

Hikmah adalah agama yang tidak ada seorangpun yang mengetahuinya dengan pasti kecuali dengan
penjelasan Rasulullah saw.
Abu Ja‟far Ath-Thabari dalam tafsirnya menjelaskan

 ‫ي‬ٛ‫اِْ اٌزس‬١َ‫ا إالّ بب‬ٍُّٙ‫ن ع‬
ْ ‫ُ ْذ َر‬٠ ٌَُْ ٟ‫اٌحىّتُ اٌعِ ٍُُْ بأحىاَِ اهللِ اٌخ‬
Hikmah adalah ilmu mengenai hukuk-hukum Allah, tidak ada yang mengetahui tentang ilmu
tersebut kecuali dengan penjelasan Rasulullah saw.
Jadi tujuan adanya sunnah adalah untuk penfsiran dan penjelasan dalam memandu Al-Qur‟an agar
dapat difahami dengan jelas oleh umat Islam, maka dalam menafsirkan Al-qur‟an seyogyanya
ditimbang dengan sunnah dilarang sama sekali ditafsirkan menurut pemahaman akal fikiran atau
berdasar karena banyak orang yang melakukannya.
Sebagaimana qaidah dalam agama menyebutkan

ُ‫ اهلل‬ََٝٙٔ ٞ‫ ِِْٓ احّباعِ اٌُّخَشابِٗ اٌذ‬ٛ٘ ِٗ‫حزو‬ٚ ٍْٗ‫ بفِع‬ ِ‫ي‬ٛ‫اِْ اٌزس‬١َ‫ِاثِ ِع اٌ َغفٍْ ِت عٓ ب‬ُّٛ‫ّسهُ باٌع‬

ُ َّ‫اٌخ‬
ٕٗ‫ع‬
Berpegang teguh pada dalil-dalil umum (perkataan kebanyakan orang) serta melalaikan penjelasan
Rasulullah saw baik perbuatan yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh Rasulullah saw
merupakan perbuatan yang mengikuti hal samar-samar yang telah melarang Allah swt terhadap
perbuatan tersebut.

PENGERTIAN JAMA‟AH
Lafadh
ِ‫ اٌجّاعت‬tidak terdapat dalam Al-Qur‟an Al-Karim tetapi di dalam sunnah Rasulullah
lafadh tersebut banyak ditemukan, para peneliti sunnah dalam penelitian lafadh ِ‫ اٌجّاعت‬mereka
hanya menemukan arti ِ‫ اٌجّاعت‬dalam makna yang sama yaitu lawan kata dari perpecahan yang
tercela.

Seperti dalam hadits Rasul saw

(‫اٖ أحّذ‬ٚ‫ب )ر‬
ٌ ‫اٌفُزْلَتُ عذا‬ٚ ‫اٌجّاعتُ رحّ ٌت‬
Jama‟ah merupakan rahmat dan perpecahan adalah adzab (HR. Ahmad)


(‫ح‬١‫ابٓ ِاجٗ بإسٕاد صح‬ٚ ٞ‫اٌخزِذ‬ٚ ‫اٖ أحّذ‬ٚ‫َاٌفُزْلتَ )ر‬ٚ ُ‫ّاو‬٠‫إ‬ٚ ِ‫ىُ باٌجّاعت‬١ٍ‫ع‬
Pegang teguhlah jam‟ah (persatuan) dan berhati-hatilah dari perpecahan (HR. Ahmad, At-Tirmidzi,
Ibnu Majah dengan isnad yang shahih)
Jadi lafadh ِ‫ اٌجّاعت‬mengandung pengertian persatuan dan kesatuan bukan berarti kumpulan atau
kelompok manusia.
Firman Allah swt

‫ا‬ُٛ‫ال حَفَزّل‬ٚ ‫عًا‬١ّ‫حبًِْ اهللِ ج‬
َ ‫ا ب‬ُِّٛ‫عخَص‬
ْ ‫َا‬ٚ

Dan berpegang teguhlah kalian semua pada tali Allah swt dan janganlah bercerai berai (QS. AlImran : 103)
Lafadh ِ‫حبًِْ اهلل‬
َ ditafsirkan sebagai berikut :
Menurut Abu Ja‟far Ath-Thabari

ِ‫ِٓ اهلل‬٠‫ا بذ‬ُٛ‫حَ َّّسّى‬

Bergantunglah pada agama Allah
Menurut Ibnu Mas‟ud


ُ‫ حبًُْ اهللِ اٌجّاعت‬:‫ضًا‬٠‫لاي أ‬ٚ ِ‫اٌجَّاعت‬

Persatuan dan kemudian Ibnu Mas‟ud menguatkan bahwa tali Allah adalah persatuan
Menurut Qatadah

ْ‫اٌمزآ‬
Tali Allah berarti Al-Qur‟an.

Menurut Ibnu Zaid

َ‫اإلسْال‬

Tali Allah berarti Al-Islam
Abu Ja‟far Ath-Thabari menguatkan pendapat-pendapat di atas sebagaimana dalam tafsirnya

ٌِِٗٛ‫طاعتِرس‬ٚ ِٗ‫ طاعخ‬ٍٝ‫االجْخّاعِ ع‬ٚ ِ‫ ِٓ اال ْئخِالف‬،ٗ‫ وخاب‬ٟ‫ىُ ف‬١ٌ‫ِذ اهللُ إ‬َٙ‫ ع‬ٞ‫ْذِٖ اٌذ‬َٙ‫ع‬ٚ ‫ٓ اهلل‬٠‫ا عٓ د‬ُٛ‫ال َحخَفزّل‬ٚ

Dan janganlah kalian bercerai berai dari agama Allah swt dan janji-Nya sebagaimana Allah telah
berjanji kepada kalian di dalam kitab-Nya, yakni keharusan kebersamaan dan persatuan dalam

keta‟atan kepada-Nya dan keta‟atan kepada Rasul-Nya (tafsir Ath-Thabari : 378 jilid 3)

Dengan demikian dapat difahami bahwa jama‟ah berasal dari ijtima (bersatu) dalam dasar-dasar
yang telah tetap dalam Al-kitab, As-sunnah dan ijma serta mengikuti apa yang dipegang oleh ulama
salaf (sahabat) yaitu konsisten dengan kebenaran dan mengikuti sunnah nabi serta menjauhi bid‟ahbid‟ah dan hal yang diada-adakan, lawan kata dari jama‟ah dalam pengertian ini adalah
perpecahan dalam agama.

Rasulullah saw bersabda :

(ُٖ‫ز‬١‫غ‬ٚ ‫د‬ٚ‫دا‬ٛ‫اٖ أب‬ٚ‫)ر‬

ُ‫ اٌجّاعت‬ٟ٘ٚ ً‫احذة‬ٚ ّ‫ إٌار إال‬ٟ‫ا ف‬ٍُٙ‫َٓ ٍِِّتً و‬١‫سبع‬ٚ ٍ‫ رالد‬ٍٝ‫إّْ ٘ذٖ األِّتَ سخَ ْفخَزِق ع‬ٚ

Sesungguhnya umat ini akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga aliran, seluruhnya akan masuk
neraka kecuali yang satu, yaitu jama‟ah. (HR. Abu Daud dan lainnya)
Jama‟ah dengan pengertian di atas berarti tidak disyaratkan banyak atau sedikitnya pengikut tetapi
jama‟ah adalah yang sesuai dengan kebenaran yang terdapat dalam Al-Qur‟an dan As-Sunnah
sekalipun kebanyakan manusia bertentangan dengan kebenaran tersebut.
Ibnu Mubarak ditanya tentang pengertian jama‟ah, siapa jama‟ah yang bisa diteladani ? Ibnu
Mubarak menjawab : Abu Bakar dan Umar.

Abu Ishaq bin Rahawaih berkata : Sesungguhnya jama‟ah adalah seorang „Alim yang berpegang
teguh terhadap sunnah dan cara-cara Rasulullah, dan barangsiapa yang bersama dan mengikutinya
maka orang yang mengikuti tersebut disebut jama‟ah.
Menurut Ibnu Mas‟ud bahwa jama‟ah adalah yang sesuai dengan kebenaran meskipun kamu hanya
seorang diri .
AHLI SUNNAH WAL JAMA‟AH
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Ahli Sunnah Wal Jama‟ah adalah para pendahulu
umat Islam dari golongan para sahabat dan golongan tabi‟in yang telah sungguh-sungguh bersatu
dalam kebenaran yang tegas dari Al-Qur‟an dan Sunnah Rasulullah serta imamnya adalah
Rasulullah saw, dan setiap orang yang berda‟wah sebagaimana yang telah dida‟wahkan oleh
Rasulullah, para sahabat dan tabi‟in sampai hari kiamat, termasuk di dalamnya mereka yang
mengikuti jalan yang telah ditempuh para ulama salaf disebut ahli sunnah wal jama‟ah.

JALAN DAN KEYAKINAN AHLI SUNNAH WAL JAMA‟AH
Jalan terang ahli sunnah wal jama‟ah adalah berbeda dengan yang lainnya yakni jalan
kebenaran dan berfikiran yang baik, bahwasannya mereka beriman sepenuhnya terhadap agama
yang benar dan berpegang teguh pada kitab Allah swt dan mengikuti aturan yang disampaikan oleh

Rasulullah saw, berusaha membela kebenaran Allah dan Rasul-Nya dengan sepenuh jiwanya
meskipun kebanyakan manusia menentangnya.

Sebagaimana Ibnu Mas‟ud berkata

‫حذ ن‬ٚ َ‫ْوْٕج‬ٌَٛٚ َ‫افَك اٌحك‬ٚ‫اٌجّاعتُ ِا‬

Jama‟ah adalah sesuatu yang sesuai dengan kebenaran meskipun hanya kamu seorang diri yang
menjalankannya.
Abu Syam‟ah berkata

ُٗ‫احّباع‬ٚ ِ‫َُ اٌحك‬ٚ‫َ اٌجّاعتِ فاٌّزادُ بٗ ٌز‬ٚ‫ْذُ جاءَ األِْزُ بٍُز‬١‫ح‬ٚ

Dimana telah datang sebuah perintah untuk kewajiban berjama‟ah, maka yang dimaksudnya adalah
kewajiban untuk menyesuaikan dengan aturan kebenaran yang datang dari Allah swt dan mengikuti
aturan Rasulullah saw.

ُ٘ٚ ِ‫َ أِْزُاهلل‬ٟ‫أح‬٠ ّٝ‫ُ حخ‬ٌَٙ‫َضُزُّ٘ َِْٓ خَذ‬٠ ‫ ال‬،ِ‫ اٌحك‬ٍٝ‫َٓ ع‬٠‫ ظا٘ز‬ٟ‫ " ال حَزاي طائف ٌت ِٓ أِّخ‬ ّٟ‫لاي إٌب‬ٚ
-ٗ١ٍ‫ ِخّفك ع‬-"‫وذٌه‬
Nabi saw bersabda : Tidak akan hilang jama‟ah dari umatku yaitu nampak jelas kebenaran dalam
setiap langkah mereka, tidak akan memadharatkan kepada mereka meskipun orang-orang tidak
memberi pertolongan kepada mereka sampai pertolongan Allah swt datang kepada mereka , dan
begitulah mereka. (HR. Mutafak Alaih). Hadits di atas adalah lafadh Muslim.

Adapun kecemerlangan fikiran dalam jalan tersebut, sesungguhnya jalan tersebut diterangi
cahaya dari akarnya, dan jalan tersebut adalah jalannya para sahabat, mereka adalah orang-orang
yang dididik dan diajari langsung oleh Rasulullah saw, sebagaimana beliau bersabda :

ٍُ‫ِّس‬ٚ ٞ‫ اٌبخار‬ٜٚ‫ر‬ٚ . -‫د‬ٚ‫دا‬ٛ‫اٖ أب‬ٚ‫ ر‬.- "ٍََُُٙٔٛ٠ َٓ٠‫ رُّ اٌذ‬، ٍََُُٙٔٛ٠ َٓ٠‫ رُّ اٌذ‬، ُٙ١‫َٓ بُ ِعزْجُ ف‬٠‫ْ اٌذ‬
ُ ْ‫ اٌمَز‬ٟ‫زُأِّخ‬١‫خ‬

Yang paling baik diantara umatku adalah zaman orang-orang dimana aku diutus di dalamnya,
kemudian zaman orang-orang setelah mereka dan kemudian zamannya orang-orang setelah para
tabi‟in (HR. Abu Daud dan meriwayatkan pula Bukhari dan Muslim).
Tabiat ahli sunnah wal jama‟ah berbeda atau terpisah dengan yang lainnya, yakni berpegang
pada jamahiriyyah, aghlabiyah dan qiyadah.
Jamahiriyah ahli sunnah wal jama‟ah adalah tunduk dalam aturan-turan islam yang luas
melingkupi seluruh aturan bagi orang islam dan beriman. Dan begitu pula meskipun jumlah kaum
mulimin banyak, seluruhnya mereka menjadi satu umat yang berdiri di atas satu aqidah, ibadah dan
akhlak. Dan bersatu pula dalam awal dan akhir.
Firman Allah swt

       
Sesungguhnya (agama Tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah

Tuhanmu, Maka sembahlah aku. (QS. Al-Anbiya : 92)
Aghlabiyah adalah sikap menjaga keyakinan ahli sunnah wal jama‟ah daripada kegelapan terbesar
kebanyakan orang awam dari umat islam. Menurut Abu Ghalib : bahwasannya kegelapan terbesar

mereka adalah dapat berpotensi dalam memicu perpecahan. Adapun orang yang masuk dalam
jajaran aghlabiyah adalah para mujtahid, ulama dan ahli syariat yang menjalankan syariatnya
dengan benar. Menurut Abu Ishaq Rahawaih bahwa kalau seandainya kamu ditanya tentang orangorang bodoh yang berada dalam kegelapan yang besar, adalah mereka yang mengatakan bahwa
jama‟ah adalah kelompok manusia.
Adapun qiyadiyah adalah harus adanya Imam yang menunjukkan dan ditaati.
Sabda Rasulullah saw

- ٍُ‫اٖ ِّس‬ٚ‫ ر‬- " ً‫ّت‬١ٍ٘‫خَتً جا‬١ِِ َ‫ ِاث‬،َ‫فارقَ اٌجّاعتَ فّاث‬ٚ ِ‫َِْٓ خَزَس ِٓ اٌطاعت‬

Barangsiapa yang keluar dari kataatan dan memisahkan diri dari jama‟ah, maka apabila mati,
matinya adalah mati jahiliyah (HR. Muslim)
Bahwasannya tidak sempurna nilai sebuah jama‟ah dalam setiap maknanya kecuali harus ada
pimpinan jamaah yang mampu menunjukkan jalan kebenaran dan dicintai, sesungguhnya imam
tersebut tidak akan hidup pada zaman sekarang, dengan arti lain, imamnya para ahli sunnah wal
jama‟ah adalah Rasulullah saw sendiri dan jama‟ah beliau yang memegang kebenaran tidak akan
hilang sepanjang zaman.

Adapun makna jama‟ah menurut Bukhari adalah para ahli ilmu, Ahmad bin Hanbal berkata :
kalau seandainya tidak ada mereka para ahli hadits maka aku tidak akan tahu siapa mereka. Al-Qadi
Iyad berkata : yang dimaksud Ahmad tentang ahli sunnah wal jama‟ah adalah mereka yang
berkeyakinan pada madzhab ahli hadits.
Imam Nawawi berkata : sesungguhnya jama‟ah ini terpisah dari bermacam-macamnya pemahaman
orang mukmin. Dan sebagian ahli sunnah wal jama‟ah mereka para pemberani dan para pejuang,
sebagiannya ada ahli fiqih dan ahli hadits, sebagiannya pula ada ahli zuhud dan yang memerintah
kepada kebenaran dan melarang pada keburukan, serta ada ahli-ahli dalam bidang lain yang sifatnya
baik, mereka tidak diharuskan berada dalam satu golongan tetapi terkadang mereka memimisahkan
diri dari lingkungan.
AQIDAH AHLI SUNNAH WAL JAMA‟AH
Aqidah ahli sunnah wal jama‟ah beriman terhadap sifat-sifat Allah swt yang terkandung dalam
kitab-Nya dan beriman pula terhadap sifat-sifat Rasul-Nya tanpa tahrif, ta‟lil, takyif dan tidak pula
tamtsil tetapi mereka mengimani bahwa Allah Maha Suci dan Maha Tinggi sebagaimana Al-Qur‟an
menyatakan

      
tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat. (QS.
Asy-Syuraa : 11)

Tahrif
Tahrif secara bahasa berarti merubah dan mengganti. Menurut pengertian syar'i berarti: merubah
lafazh Al-Asma'ul Husna dan Sifat-sifat-Nya Yang Maha Tinggi, atau makna maknanya.
Tahrif terbagi dua bagian :

1. Tahrif dengan cara menambah atau merubah bentuk lafadh, contoh seperti perkataan
golongan jamhiah yang menyebutkan lafadh “istawa”(duduk di atasnya) menjadi “istaula”
(menguasai) dengan penambahan “lam” demikian pula perkataan orang bid‟ah yang
memansubkan lafadh Allah dalam ayata

ً‫ّا‬١ٍِْ‫ حَى‬َٝ‫س‬ُِٛ ٌٍُّٗ‫َوٍَََُ ا‬ٚ

Artinya : Dan Allah berbicara kepada Musa dengan langsung (QS. An-Nisa : 164)
2. Merubah makna, dengan menetapkan lafad sebagaimana aslinya namun merubah makna
yang sesungguhnya, contoh lafadh “ghadlab” (marah) dengan makna iradatul intiqam yang
artinya keinginan untuk membalas dendam. “rahmah” (kasih sayang) dengan iradatul in‟am
yang artinya keinginan untuk member nikmat.” Al-Yadu” (tangan) dengan an-ni‟mah
(nikmat).
Ta‟thil
Ta‟thil menurut bahasa berarti meniadakan, adapun menurut pengertian syara berarti meniadakan
sifat-sifat Ilahiayah dari Allah swt, mengingkari sifat-sifat terseburt dari Dzat-Nya atau mengingkari
sebagian dari sifat-sifat tersebut.
Sementara perbedaan anatara tahrif dan ta‟thil, tahrif adalah penafsiran nash-nash Al-qur‟an dan
As-sunnah dengan interprestasi yang salah adapun ta‟thil adalah penafian (pentiadaan) suatu makna
yang benar yang ditunjukkan oleh Al-qur‟an dan As-sunnah.
Ta‟thil terbagi dalam beberapa bagian
1. Penolakan terhadap Allah atas sifat-sifat-Nya yang suci dengan cara meniadakan Asma dan
Sifat-Sifat-Nya secara keseluruhan atau pun sebagaiannya.
2. Meniadakan muamalah dengan-Nya, yaitu meniadakan ibadah kepada-Nya baik secara total
atau sebagiannya, atau dengan cara beribadah kepada selain-Nya disamping beribadah
kepada-Nya.
3. Meniadakan pencipta bagi makhluk, sebagaimana perkataan orang-orang yang mengatakan
bahwa alam yang menciptakannya sendiri dan mengatur sendiri-sendiri.
Jika diperhatikan dengan seksama bahwa setiap pelaku tahrif (muharif) adalah pelaku ta‟thil
(mu‟athil), namun tidak setiap mu‟athil adalah muharif.
Takyif
Takyif adalah bertanya dengan “kaifa” (bagaimana), adapun yag dimaksud dengan takyif adalah
memastikan hakekat suatu sifat dengan menentukan benda atau keadaan tertentu terhadapnya.
Meniadakan bentuk atau keadaan terhadap suatu makna bukanlah membiarkan makna yang
terkandung dalam sifat-sifat tersebut, inilah faham yang dipegang oleh para Salaf As-Shalih, seperti
yang dikatakan Imam Malik ketika ditanya tentang Lafad istawa, beliau menjawab : bahwa
maknanya sudah diketahui adapun bentuk atau keadaannya tidak diketahui, sementara
mempertanyakannya adalah bid‟ah.
Tamsil
Tamsil artinya adalah menyerupakan yaitu menjadikan sesuatu serupa dengan sifat-sifat Allah swt
baik dalam sifat-sifat Datiyah maupun Fi‟liyah.

Tamsil terbagi menjadi dua bagian :
1. Menyerupakan makhluk dengan Pencipta, seperti halnya keyakinan orang-orang nasrani
yang menyerupakn Al-Masih putra Mariyam dengan Allah swt dan orang-orang Yahudi
yang menyerupakan uzaair dengan Allah swt.
2. Menyerupakan Pencipta dengan makhluk, seperti perkataan orang-orang yang mengatakan
Allah mempunyai wajah seperti yang dimiliki oleh makhluk, dan memiliki pendengaran,
tangan seperti makhluk, dan penyerupaan-penyerupaan bathil lainnya.
Ahli sunnah wal jama‟ah mengimani sepenuhnya Allah Maha Suci dan Maha Tinggi dengan
bersandar pada ayat Allah swt

                
      
(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasanganpasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu
berkembang biak dengan jalan itu. tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah
Aqidah ahli sunnah wal jam‟ah mengakui bahwa iman adalah harus diucapkan dengan perkataan,
dii‟tiqadkan dengan hati dan dilakukan dengan perbuatan, maka bukan beriman hanya diucapkan
dan dilakukan tetapi tidak di I‟itiqadkan karena sesungguhnya iman tersebut adalah imannya orangorang munafiq, bukan beriman hanya diucapkan dan I‟itiqadkan saja tanpa dilakukan dengan
perbuatan karena sesungguhnya iman tersebut adalah imannya orang-orang murji‟ah.
Dan banyak yang mengatakan bahwa amal adalah iman, sebagaimana firman Allah swt

      

     
    

(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami
berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan
memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang
mulia.(QS. Al-Anfal : 3-4).
Dan bahwasannya iman akan bertambah kuat apabila disertai dengan keta‟atan dan iman akan
berkurang dengan perbuatan maksiat.
Sesungguhnya Allah telah membagi orang-orang beriman dengan tiga tingkatan

          
lalu di antara mereka ada yang Menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang
pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah.
yang demikian itu adalah karunia yang Amat besar. (QS. Al-Fathir : 32).

Mereka yang berbuat baik lebih dulu mereka adalah orang-orang yang membebani dirinya dengan
kewajiban-kewajiban dan sunat-sunat dan meninggalkan perbuatan-perbuatan yang haram dan dan
dibenci. Dan orang-orang yang ada dipertengahan adalah mereka yang merasa cukup dengan
membebani dirinya dengan sebagian kewajiban-kewajiban dan meninggalkan sebagian yang
diharamkan. Dan orang yang menipu dirinya sendiri adalah orang-orang yang berani melakukan
sebagian hal yang diharamkan dan meringkas kewajiban-kewajiban serta berani menetapkan aqidah
keimanan bersamanya.
Dan sebagian dari aqidah ahli sunnah wal jama‟ah adalah mereka tidak berani mengkafirkan
seseorang muslim hanya karena satu dosa meskipun yang dilakukan orang tersebut termasuk dalam
dosa besar, kecuali orang tersebut mengingkari terhadap sesuatu yang telah diketahui dalam urusan
agama karena darurat dan sesuatu telah ditetapkan hukumnya dalam kitab Allah swt, sunnah
Rasulullah saw dan ijma para Ulama salaf (sahabat). Dan bahwasannya mereka hanya menghukumi
orang tersebut hanya sebatas fasiq dan kurang iman. Dan aqidah ini pertengahan antara aqidah
khawarij yang menyatakan kufur bagi orang yang melakukan dosa besar selama dosa tersebut
bukan syirik. Dan aqidah murji‟ah yang menyatakan bahwa dia adalah yang sempurna dalam iman,
mereka mengatakan : bahwa maksiat tidak akan memberi madharat terhadap iman dan tidak
bermanfaat pula ta‟at terhadap kekufuran.
Dan sebagian aqidah ahli sunnah wal jama‟ah adalah bahwasannya kebaikan dan keburukan adalah
merupakan qadla dan taqdir Allah swt dan sesungguhnya manusia tidak mempunyai kekuasaan
terhadap amalnya dan tidak bisa memilih amalnya dan aqidahnya, tidak mempunyai hak terhadap
pahala dan siksa dari perhitungan ikhtiyarnya. Allah swt berfirman

     
Maka barang siapa yang dikehendaki-Nya beriman maka ia beriman dan barang siapa yang
dikehendaki-Nya kufur maka ia kufur (QS. Al-Kahfi :29).
Aqidah tersebut menyalahi aqidahnya Jabariyah menurut pendapat mereka : sesungguhnya seorang
hamba mempunyai kekuasaan akan amal-amalnya tidak ada baginya hak untuk memilih dan
berbeda dengan aqidah Qadariyah mereka mempunyai pemahaman bahwasannya seorang hamba
baginya mempunyai kehendak yang merdeka dan keluar dari jalur Kehendak Allah swt dan
keinginan hamba menjadikan amalnya adalah untuk dirinya sendiri.
Dan sesungguhnya Allah swt telah menolak dua kelompok tersebut sesuai dengan firman-Nya

        
Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah,
Tuhan semesta alam. (QS. At-Takwir : 29).
Maka barangsiapa yang telah ditaqdirkan Allah swt menjadi ahli sorga maka Allah akan
menjadikan perbuatan ahli sorga dan tidak akan menyulitkannya bujukan-bujukan para pembujuk
(syetan), dan barangsiapa yang telah ditaqdirkan Allah swt menjadi ahli neraka maka Allah akan
menjadikannya amal-amal ahli neraka dan tidak akan bermanfaat baginya nasihat para pemberi
nasihat, diangkat pena, dikosongkan lembaran-lembaran kertas, telah kering pena dan begitulah
keadaannya sampai hari kiamat.

Dan merupakan aqidah ahli sunnah wal jama‟ah bahwa mereka tidak menetapkan seseorang akan
menjadi ahli sorga atau ahli neraka kecuali orang-orang yang telah ditetapkan oleh Rasulullah saw,
mereka selamanya berharap mejadi orang baik dan takut menjadi orang yang jahat (buruk), dan
bahwasannya mereka melakukan shalat dibelakang orang yang baik ataupun orang yang buruk
(fajir) selama dalam pelaksanaan dhahir shalatnya benar.
Termasuk dalam aqidah ahli sunnah wal jama‟ah membenarkan adanya karamah yang diberikan
kepada seseorang berbentuk khawariul „adah sebagai tanda memuliakan bagi mereka.

Dokumen yang terkait

AKIBAT HUKUM PENOLAKAN WARISAN OLEH AHLI WARIS MENURUT KITAB UNDANG - UNDANG HUKUM PERDATA

7 73 16

ANALISA YURIDIS PENETAPAN AHLI WARIS BERDASARKAN HUKUM WARIS BW (Studi Putusan Pengadilan Negeri Jember No. 67/Pdt.G/2011/PN.Jr)

2 49 18

KONVERSI AGAMA DAN PEMAHAMAN NILAI ISLAM SANTRI PONDOK ITIKAF JAMA’AH NGAJI LELAKU, LAWANG

1 27 2

ANALISIS YURIDIS KEABSAHAN PERJANJIAN KREDIT YANG DILAKUKAN TANPA PERSETUJUAN AHLI WARIS (ANALISA PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NO. 777 PK/Pdt/2010)

1 6 7

HAK AHLI WARIS YANG MURTAD DALAM PEMBAGIAN WARIS DITINJAU DARI KOMPILASI HUKUM ISLAM

0 14 17

PENGAWASAN DINAS KESEHATAN TERHADAP PRAKTIK AHLI GIGI DI KOTA BANDAR LAMPUNG (Skripsi)

11 37 29

KONTRIBUSI ANGGOTA TIM AHLI DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM EKSKRESI (Kajian Deskriptif pada Siswa Kelas XI IPA2 Semester Genap SMA Negeri 5 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014

0 8 57

KONTRIBUSI ANGGOTA TIM AHLI DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM EKSKRESI (Kajian Deskriptif pada Siswa Kelas XI IPA2 Semester Genap SMA Negeri 5 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 8 58

KONSTRIBUSI ANGGOTA TIM AHLI DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM EKSKRESI (Kajian Deskriptif pada Siswa Kelas XI IPA4 Semester Genap SMA Negeri 5 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 7 63

KONSTRIBUSI ANGGOTA TIM AHLI DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM EKSKRESI (Kajian Deskriptif pada Siswa Kelas XI IPA4 Semester Genap SMA Negeri 5 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 6 63