BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Narkoba dan Penggolongannya Narkoba merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif berbahaya lainnya. Narkoba merupakan bahan atau zat yang dimasukkan ke tubuh manusia dengan cara diminum, dihirup

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Narkoba dan Penggolongannya

  Narkoba merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif berbahaya lainnya. Narkoba merupakan bahan atau zat yang dimasukkan ke tubuh manusia dengan cara diminum, dihirup, ataupun disuntikkan dapat mengubah pikiran,

  9,10 perasaan, perilaku, serta menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologis.

  Narkotika

   merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

  tanaman sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau

  9-13 perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri, dan menimbulkan ketergantungan.

  Narkotika digolongkan sebagai berikut:

  a. Golongan I: Narkotika yang hanya digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan

  12,13 ketergantungan. Contohnya heroin, kokain, ganja.

  Heroin memiliki rumus molekul C21H23NO5 dan nama lainnya

  

diacetylmorphine . Narkotika jenis ini sangat adiktif dengan meniru endorfn pada

  sistem saraf pusat dengan mengganggu kemampuan tubuh untuk merasa sakit dengan cara menimbulkan perasaan senang untuk pengguna. Endorfin mengaktifkan reseptor tubuh opioid yang merupakan protein dalam sel membran. Opioid seperti heroin adalah agonis karena molekul heroin mengikat reseptor untuk memulai efek. Jumlah yang banyak dari reseptor ini terdapat di daerah limbik yang merupakan wilayah otak yang mengontrol memori, emosi, bau, dan rasa lapar. Reseptor opioid lainnya ditemukan di daerah lain dari tubuh termasuk sumsum tulang belakang, saluran

  Efek ini juga melibatkan GABA dengan cara menghambat interneuron pada daerah tegmental ventral. Ketika heroin mengikat reseptor, sejumlah GABA yang dikeluarkkan berkurang. GABA biasanya mengurangi jumlah dopamin yang dikeluarkan di nucleus accumbens tapi heroin meningkatkan jumlah produksi dopamin dan menimbulkan perasaan senang. Konsumsi secara terus-menerus dari heroin menghambat produksi cAMP. Ketika heroin tidak dikonsumsi oleh pengguna, akan terjadi peningkatan cAMP yang menyebabkan hiperaktivitas saraf dan hasrat

  14 untuk mengonsumsi obat tersebut.

  Kokain disalahgunakan dengan cara dihirup, yaitu membagi setumpuk kokain menjadi beberapa bagian bergaris lurus diatas permukaan kaca atau benda yang mempunyai permukaan datar kemudian dihirup dengan menggunakan penyedot atau gulungan kertas atau cara lain yang dapat digunakan dengan cara dibakar bersama tembakau. Efek dari pemakaian kokain ini membuat pemakai merasa segar, hilang nafsu makan, menambah rasa percaya diri, dan juga dapat menghilangkan rasa sakit

  13 serta lelah.

  Kokain meningkatkan kadar dopamin yang hadir pada jarak diantara sel-sel saraf dengan menghalangi penghapusan kembali ke sel. Jumlah dopamin yang berlebihan menghasilkan reseptor dalam jumlah yang cukup banyak yang muncul pada beberapa sel-sel otak, menyebabkan efek hiperaktif dan menstimulasi otak sama kuatnya seperti mengaktifasi reward pathway yang menyebabkan perasaan senang dan menyebabkan kecanduan. Efek stimulan ini juga memberikan rasa

  15 tegang yang berlebihan pada jantung.

  Kanabis nama lainnya ganja, marijuana, grass, cimeng, dan lain-lain. Ganja berasal dari tanaman Canabis sativa dan Canabis indica. Cara penggunaannya daun. THC merangsang reseptor cannabinoid (CBRs), yang terletak di permukaan neuron untuk menghasilkan efek psikoaktif. CBRs merupakan bagian dari sistem endocannabinoid, sebuah jaringan komunikasi di otak yang berperan dalam pengembangan dan fungsi saraf. CBRs biasanya diaktifkan secara alami oleh neurotransmitter dan anandamid. THC meniru anandamid dengan mengikat CBRs dan mengaktifkan neuron, tetapi efek dari THC yang lebih kuat dan lebih lama aktif daripada neurotransmitter endogen. CBRs tersebar luas di otak, tapi sangat lazim di hipocampus, cerebelum, korteks prefrontal, dan amygdala yang merupakan daerah otak yang terlibat dalam kesenangan, kognisi, konsentrasi, memori, persepsi nyeri,

  16 dan koordinasi motorik.

  Reseptor CBRs mengatur aktivasi pelepasan beberapa neurotransmiter, termasuk noradrenalin, GABA, serotonin, dan dopamin. Beberapa penelitian pada hewan telah menunjukkan bahwa paparan THC meningkatkan pelepasan noradrenalin yang menyebabkan perilaku kecemasan pada hewan pengerat. Salah satu efek keuntungan yang mungkin dari efek ganja yaitu meningkatkan jumlah serotonin sedangkan GABA bertanggung jawab atas defisit memori dilakukan oleh

16 THC sama seperti stres.

  b. Golongan II: Narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat juga digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contohnya

  12,13 morfin.

  Morfin merupakan salah satu analgesik opioid psikoaktif yang kuat. Morfin dapat menjadi suatu zat yang sangat adiktif yang dapat menyebabkan ketergantungan

  Hasilnya bahwa morfin memblok sinyal sakit dari kedua sistem saraf pusat dan perifer. Lebih jauh lagi, obat tidak berhenti menransmisi rasa sakit, melainkan mengubah persepsi rasa sakit pengguna. Efek euforia yang dihasilkan oleh morfin merupakan bagian dari mekanisme lain yang melibatkan inhibitor gamma-

  

aminobutyric acid (GABA) dan neuron masing-masing. Dalam kondisi selular,

  GABA mengurangi jumlah dopamin yang merupakan neurotransmitter di otak yang berhubungan dengan kesenangan dan dikeluarkan di otak. Morfin menghambat

  17 jumlah GABA yang dilepaskan di otak.

  Seiring waktu, secara bertahap akan meningkatkan tingkat dopamin otak yang menghasilkan perasaan euforia. Selain itu, penggunaan jangka panjang morfin menghambat produksi siklik adenosin monofosfat (cAMP). Ketika morfin tiba-tiba menjadi tidak tersedia, tubuh manusia memproduksi lebih cAMP sebagai hasil yang

  17 mengarah ke hiperaktif dan rasa ingin mengonsumsi obat tersebut.

  c.

  Golongan III: Narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contohnya

  12,13 kodein.

  Narkotika yang sering disalahgunakan adalah: a. Opiat : morfin, heroin.

  b.

  Ganja.

  13 c.

  Kokain. a. Golongan I: psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat

  13 kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya ekstasi, shabu.

  MDMA (3,4 - methylenedioxy-- methamphetamine) populer sebagai ekstasi atau lebih sering sebagai Molly merupakan sintetis atau obat psikoaktif yang menimbulkan perasaan euforia, emosional, empati kepada orang lain, dan distorsi pada persepsi indrawi dan waktu. Ekstasi dikonsumsi secara oral, biasanya dalam

  18 bentuk tablet atau kapsul.

  Mekanisme keja ekstasi dengan cara meningkatkan aktifitas dari tiga neurotransmiter, yaitu serotonin, dopamin, dan norepinefrin. Efek emosional dan lebih sosial akibat penggunaan ekstasi biasanya dikarenakan secara langsung atau tidak langsung oleh pelepasan serotonin dalam jumlah yang cukup besar yang mempengaruhi suasana hati seperti fungsi lainnya untuk meningkatkan nafsu makan dan tidur. Serotonin juga memicu pelepasan hormon oksitosin dan vasopressin yang mempunyai peranan penting dalam hal kasih sayang, kepercayaan, gairah seksual,

  18 dan hubungan sosial.

  Shabu merupakan zat adiktif yang cepat dan ampuh menstimulasi sistem saraf pusat yang menyebabkan pelepasan norepinefrin dan dopamin pada celah sinaptik serta saat memblokir reuptake. Ini mengakibatkan menipisnya neurotransmiter yang tersedia dan kemungkinan berkontribusi untuk toleransi yang cepat dan akhirnya terjadi gejala withdrawal. Shabu secara struktural terkait dengan epinefrin dan akan menyebabkan meningkatnya tekanan darah baik sistolik maupun diastolik yang

  19 biasanya disertai dengan refleks bradikardia.

  Shabu bertindak dengan mengubah tingkat neurotransmiter sistem saraf pusat. norepinefrin bertanggung jawab untuk kewaspadaan dan efek anti-kelelahan, serta

  20 serotonin dapat menyebabkan kerusakan kognitif yang akhirnya depresi.

  b. Golongan II: psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi, dan atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi

  13 kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya metilfenidat atau ritalin.

  c. Golongan III: psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya fenobarbital,

  13 flunitrazepam.

  d. Golongan IV: psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya diazepam, 13. bromazepam, dan lain-lain. Psikotropika yang sering disalahgunakan yaitu ekstasi

  13 dan shabu .

  Bahan adiktif lainnya adalah zat-zat selain narkotika dan psikotropika yang dapat menimbulkan ketergantungan, contohnya kelompok alkohol dan inhalasi. Minuman beralkohol mengandung etanol yang berpengaruh menekan susunan saraf pusat. Jika diigunakan sebagai campuran dengan narkotika ataupun psikotropika akan memperkuat pengaruh zat tersebut didalam tubuh manusia.

  Ada 3 golongan minuman beralkohol, yaitu

2.2 Dampak Penggunaan Narkoba Pada Tubuh

2.2.1 Dampak Pada Kesehatan Umum

  Dampak penyalahgunaan narkoba seseorang sangat bergantung pada jenis narkotika yang dipakai, kepribadian pemakai, dan situasi atau kondisi pemakai. Secara umum dampak kecanduan narkotika dapat terlihat pada fisik, psikis, maupun

  12 sosial seseorang.

  Dampak fisik yang terjadi dapat berupa gangguan pada sistem saraf atau neurologis, gangguan pada jantung dan pembuluh darah, gangguan pada kulit atau dermatologis, gangguan pada paru-paru atau pulmoner, sering sakit kepala, mual-

  12 mual dan muntah, suhu tubuh meningkat, pengecilan hati, serta sulit tidur.

  Selanjutnya dampak terhadap kesehatan reproduksi adalah gangguan pada endokrin, gangguan fungsi seksual, kesehatan reproduksi pada remaja perempuan antara lain perubahan periode menstruasi, ketidakteraturan menstruasi, dan

  12 amenorhoe atau tidak haid.

  Bagi pengguna narkoba melalui jarum suntik, khususnya pemakaian jarum suntik secara bergantian, risikonya tertular penyakit seperti hepatitis B, C, dan HIV. Penyalahgunaan narkoba bisa berakibat fatal jika terjadi kelebihan dosis yaitu konsumsi narkotika melebihi kemampuan tubuh untuk menerimanya sehingga

  12 kelebihan dosis bisa menyebabkan kematian.

  Dampak psikologi dan sosial yang ditimbulkan yaitu sering tegang dan gelisah, hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga, menjadi pemarah, sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan, cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman bahkan bunuh diri, dikucilkan oleh lingkungan, pendidikan menjadi

  12 terganggu, serta masa depan yang suram.

2.2.2 Dampak Pada Kesehatan Rongga Mulut

  Efek kesehatan mulut dari narkoba dapat dijelaskan dengan gambaran klinis dan proses patologis yang sering terihat pada rongga mulut. Orang dewasa dengan penyalahgunaan narkoba lebih rentan terhadap berbagai jenis penyakit mulut

  20 termasuk penyakit periodontal dan karies gigi.

  Terjadi peningkatan kerusakan gigi dan kelainan gusi karena pengabaian diri, merokok, kebersihan mulut yang buruk, dan gizi yang kurang sehingga frekuensi makan dan menyikat gigi menjadi tidak teratur disamping mempunyai kebiasaan mengemil yang sangat berhubungan dengan terjadinya penyakit pada rongga mulut

  21 dan gigi.

  Beberapa dampak yang terjadi antara lain:

  A. Xerostomia Shabu merupakan stimulan adiktif yang kuat yang dapat memberikan efek terhadap sistem saraf pusat. Shabu merupakan amin simpatomimetik yang bekerja pada re septor α dan β adrenergik. Stimulasi dari reseptor α pada vaskularisasi kelenjar saliva menghasilkan vasokontriksi dan menurunkan laju aliran saliva. Hiposalivasi ini meminimalkan kemampuan normal protektif dari saliva dan meningkatkan risiko

  20 karies dan demineralisasi.

  Xerostomia mempunyai beberapa kemungkinan penyebabnya. Obat yang paling sering berhubungan yaitu shabu, ekstasi, antipsikotik seperti phenothiazines, penekan nafsu makan, atropin, benzodiazepin, hypnotic, opioid, dan obat terlarang

  22 21,23 lainnya. Metadon juga dapat mengakibatkan xerostomia atau mulut kering.

  Opioid dikenal menyebabkan hipofungsi salivasi yang mengakibatkan xerostomia. Ganja dan ekstasi (3,4 methylenedioxy – methamphetamine; MDMA) juga dapat

  22,23 B. Kelainan Pengecapan Obat dapat merusak pengecapan rasa. Obat mungkin menyebabkan hilangnya ketajaman rasa atau hypogeusia, penyimpangan rasa atau dysgeusia, serta hilangnya

  22

  23

  sensasi rasa atau augesia walaupun ini jarang terjadi. Dalam hal ini opioid , shabu,

  22 dan kokain dapat menyebabkan gangguan dalam pengecapan rasa.

  Efek dari kebiasaan cara penggunaan opioid juga diartikan secara langsung oleh reseptor pusat opioid, kebanyakan terjadi pada reseptor kappa dan mu. Beberapa perubahan termasuk perantaraan dari peningkatan kenikmatan dan penghargaan terhadap aspek substansi manis oleh pengguna opioid dimana opioid ini lebih menginduksi rasa manis, terlebih untuk sukrosa. Konsekuensi dari kemampuan opioid untuk langsung menginduksi secara cepat rasa manis dari karbohidrat mungkin

  24 menjadi faktor yang berkontribusi secara signifikan.

  C. Kelainan Mukosa 1.

  Ulserasi mukosa Merokok kokain dapat menyebabkan ulserasi atau lesi eksopitik pada palatum. Lesi ini kemungkinan disebabkan oleh panas secara langsung pada mukosa karena merokok dibandingkan efek bahan kimia lainnya. Efek oral dari penggunaan kokain berhubungan dengan jalur masuknya obat secara inhalasi nasal, merokok, dan pengolesan langsung pada oral mukosa, terutama gingiva. Kokain mempunyai efek vasokontriksi yang dapat menyebabkan ulserasi dan atrofi dari jaringan. Itu mungkin

  25 juga menjadi efek stimulan pada otot wajah dan pengunyahan.

  Ulserasi oral dan infeksi sering terjadi di kalangan pengguna shabu. Ketika merokok atau dihisap, bahan kaustik yang terkandung mengenai permukaan rongga menyebabkan infeksi sekunder dan membuat kemampuan terbatas untuk berbicara

  26 dan makan.

  2. Pigmentasi mukosa Perubahan warna transient superfisial dorsum lidah, jaringan lunak lainnya, dan gigi mungkin terjadi dalam berbagai warna, biasanya kekuningan atau coklat, serta mungkin disebabkan oleh beberapa kebiasaan seperti tembakau, sirih, penggunaan kokain, beberapa obat seperti iron salts, bismut, klorheksidin atau antibiotik, terutama jika ini juga menyebabkan xerostomia (agen seperti psikotropika)

  22 serta heroin juga dapat menyebabkan pigmentasi pada mukosa oral.

  3. Kanker rongga mulut Ganja dapat berhubungan dengan terjadinya kanker rongga mulut dimana biasanya terjadi pada bagian depan dasar mulut dan lidah. Mekanisme yang terjadi pada penggunaan ganja dengan cara merokok bekerja seperti zat karsinogen yang berhubungan dengan hadirnya aromatik hidrokarbon, benzopyrene, dan nitrosamine dalam jumlah 50% lebih besar dibandingkan jumlah yang terkandung dalam rokok

  27 tembakau.

4. Kandidiasis oral

  Pada pengguna ganja dengan cara merokok terjadi peningkatan insiden kandidiasis rongga mulut yang disebabkan adanya hidrokarbon yang terkandung, dimana ini sebagai sumber energi bagi candida. Faktor lain yang dapat mempengaruhi seperti respon imun yang turun disebabkan oleh penggunaan secara kronis, kebersihan gigi tiruan yang jelek, dan faktor nutrisi juga turut

  27,28 D.

  Kelainan Gigi 1.

  Karies Akibat mulut kering yang disebabkan oleh metadon dapat menyebabkan peningkatan risiko karies gigi atau berpotensi terkena infeksi candida. Tingginya kandungan gula atau asam dalam metadon dapat berkontribusi terhadap kerusakan atau erosi langsung dari enamel, baik yang mengandung gula ataupun bebas gula dapat menghambat sekresi saliva yang merupakan salah satu pertahanan alami tubuh

  21 terhadap plak.

  Berkontak lama dengan metadon yang mengandung gula berhubungan dengan kerusakan gigi dan karies gigi. Bukan hanya metadon yang menyebabkan karies yang parah tetapi buruknya kebersihan rongga mulut dikalangan pecandu opioid dan pengguna metadon dapat memperburuk masalah yang sudah ada daripada memicu

  21 masalah baru.

  Pengguna heroin menunjukkan kesehatan mulut yang buruk dalam hal karies dan penyakit periodontal. Sebuah studi pada heroin injektor melaporkan bahwa terlepas dari kebersihan mulut mereka, pasien-pasien ini menderita progresif karies gigi. Daerah ini meliputi area yang lebih luas daripada tipe lesi servikal, karies pada pasien ini lebih gelap dan biasanya terbatas pada permukaan bukal dan labial. Pola ini

  23 mungkin menjadi patognomonik untuk penyalahgunaan heroin.

  Pada penggunaan ganja, gaya hidup yang dikombinasikan dengan penurunan jumlah saliva membuat sangat rentan terjadi karies halus pada permukaan gigi. Pada pengguna shabu menghadapi peningkatan risiko karies yang lebih dikenal sebagai

  

meth-mouth , terkait dengan kurangnya kebersihan mulut, tinggi asupan gula, dan

  23 penurunan sekresi saliva. Pada penggunaan ekstasi berhubungan dengan konsumsi minuman bersoda yang berlebihan. Gula pada minuman mengandung asam yang dapat meningkatkan terjadinya karies dan gigi lebih berpotensi menjadi erosi. Risiko erosi enamel meningkat dengan berkurangnya sekresi saliva dan kapasitas buffer saliva. Mual dan

  30 muntah akibat efek ekstasi juga dapat meningkatkan erosi enamel pada gigi.

  Pada opioid, ketidakpedulian terhadap kebersihan rongga mulutnya mengakibatkan status oral higiene yang jelek dan perubahan rasa yang lebih menyukai makanan manis berpengaruh pada perkembangan lesi karies dan juga

  24 disebabkan oleh xerostomia akibat efek opioid dan obat lainnya.

2. Bruxism

  Mengasah atau mengertakkan gigi dapat terjadi akibat penggunaan ekstasi, shabu, dan kokain. Pada pengguna shabu mengasah atau mengertakkan gigi terjadi karena peningkatan aktivitas motorik. Beberapa pengguna shabu yang menderita

  

bruxism terjadi keretakan pada setengah gigi, terutama pada gigi seri atas lateral, gigi

  29 taring, dan premolar pertama.

  Penggunaan shabu dapat menyebabkan pengguna merasa cemas dan gugup, sehingga menyebabkan mengertakkan dan mengasah gigi. Tanda-tanda bruxism, termasuk fraktur gigi dan erosi yang parah sering terjadi. Vasokonstriksi juga dapat

  26 mempengaruhi vitalitas gigi yang dapat meningkatkan kemungkinan fraktur enamel.

  Mengasah gigi dikenal sebagai bruxism dan dapat menjadi ekstrim, terutama bila dikombinasikan dengan mulut kering. Hal ini dapat menyebabkan gigi retak dan

  

31

patah serta mengakibatkan kerusakan saraf.

2.3 Kerangka Teori

  NARKOBA Narkotika

  Psikotropika Bahan Adiktif Lainnya Pengaruh Terhadap Kesehatan Tubuh

  Kesehatan Umum Kesehatan Rongga Mulut

  Xerostomia

  Kelainan Kelainan Kelainan Pengecapan Mukosa Gigi

2.4 Kerangka Konsep

  Narkoba Manifestasi oral 1.

  Xerostomia 2. Kelainan pengecapan 3. Kelainan Mukosa 4. Kelainan Gigi 1.

  Jenis narkoba 2. Jumlah narkoba 3. Frekuensi penggunaan 4. Cara Pemakaian 5. Lama Pemakaian 6. Kebersihan Rongga Mulut 7. Diet

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asetaminofen (Parasetamol) - Penetapan Kadar Bahan Baku Parasetamol Yang Digunakan Pt. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan Secara Hplc (High Performance Liquid Chromatography)

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tablet 2.1.1. Tablet Secara Umum - Uji Disolusi Tablet Kalsium Laktat Produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan

0 1 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air 2.1.1 Pengertian air - Analisis Cemaran Mikroba Terhadap Kualitas Treated Water Dengan Metode Pour Plate di PT Coca-Cola Bottling Indonesia Unit Medan

0 0 14

Pengaruh Pengumuman Bond Rating Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia (Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar dalam Index Kompas 100 Tahun 2010-2014)

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Efisiensi Pasar Modal - Pengaruh Pengumuman Bond Rating Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia (Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar dalam Index Kompas 100 Tahun 2010-2014)

0 0 19

Pengaruh Pengumuman Bond Rating Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia (Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar dalam Index Kompas 100 Tahun 2010-2014)

0 0 12

b. Tidak Bila pertanyaan no.1 dijawab ya, wawancara dihentikan Bila dijawab tidak, diteruskan ke pertanyaan no.2 2. Apakah BapakIbu mengkonsumsi obat antihipertensi 2 secara rutin (setiap hari) ? a. Ya b. Tidak Bila pertanyaan no.2 dijawab ya, diteruskan

0 0 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hipertensi - Gambaran Xerostomia Pada Pasien Hipertensi Di Puskesmas Sentosa Baru Dan Puskesmas Sering Medan

0 0 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi - Persepsi Orangtua Tentang Kualitas Hidup Anak Dihubungkan Dengan Pengalaman Karies Anak Usia 6-7 Tahun Di SD Namira Dan SDN 060922

0 0 8

Prevalensi Manifestasi Oral Pengguna Narkoba di Panti Sosial Parmadi Putra (PSPP) Insyaf Sumatera Utara

0 1 7