Makalah Al Islam dan Kemuhammadiyahan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pembaharuan pemikiran dalam dunia Islam secara metodologis merupakan
usaha para pemikir dan ulama untuk memahami ajaran Islam dengan
mempergunakan

segenap

kemampuan

kemanusiaannya

sebagaimana

dianugerahkan Allah. Usaha pemikiran tersebut kemudian dikaitkan dengan
berbagai perkembangan sosial budaya yang sedang berkembang dalam usaha
untuk mencari penyelesaian dan mengatasi persoalan di dalam kehidupan
kemasyarakatan yang sedang dihadapi.
Hasil pemikiran yang dilakukan secara mendalam dan sungguh-sungguh
tersebut, kemudian melahirkan berbagai gerakan pembaharuan yang merupakan

operasionalisasi dan pelaksanaan dari hasil pemahaman dan pemikirannya
terhadap ajaran Islam di Indonesia lahir beberapa organisasi atau gerakan Islam,
diantaranya adalalah Muhammadiyah yang lebih dari 30 tahun sebelum merdeka,
dan organisasi lainnya yang bergerak di bidang politik, sosial dan pendidikan.
Muhammadiyah adalah organisasi yang berdiri bersamaan dengan
kebangkitan masyarakat Islam Indonesia pada dekade pertama yang sampai hari
ini bertahan dan membesar yang sulit dicari persepadanannya. Jika dilihat dari
amal usaha dan dan gerakan Muhammadiyah di bidang sosial kemasyarakatan,
khususnya di bidang pendidikan dan dan kesehatan, maka Muhammadiyah
merupakan organisasi sosial keagamaan yang terbesar di Indonesia, bahkan
banyak kalangan menyebutkan sebagai terbesar di seluruh dunia. Demikian pula
dalam berbagai hal yang menyangkut amal usaha dan konseptualisasi nilai-nilai
Islam secara kontekstual.
Dengan usaha Muhammadiyah yang terakhir itu, nilai-nilai ajaran Islam
dapat dirasakan oleh masyarakat menjadi lebih dekat dan akrab dengan
permasalahan kehidupan manusia sehari-hari.

AL ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas yang menyebutkan bahwa Muhammadiyah
sebagai organisasi sosial keagamaan yang terbesar di Indonesia bahkan banyak
yang mengatakan yang terbesar di dunia, maka sangat menarik sekali jika kita
lebih mendalami untuk memahami tentang bagaimana sebenarnya latar belakng
berdirinya Muhammadiyah dan apa saja faktor-faktor yang melatarbelakangi
pendiriannya, sehingga sampai saat ini masih bisa tetap terjaga eksistensinya
sebagai organisasi sosial kemasyarakatan yang terbesar di Indonesia bahkan
dunia.
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan pembuatan makalah ini ialah untuk memenuhi tugas perkuliahan
yang diberikan oleh dosen pembimbing kami, mata kuliah Al Islam dan
Kemuhammadiyahan. Disamping itu penulis juga ingin mengetahui lebih dalam
tentang bagaimana Muhammadiyah didirikan serta apa saja faktor-faktor yang
melatarbelakangi pendiriannya.

AL ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Muhammadiyah

Perserikatan Muhammadiyah sudah dikenal luas sejak beberapa puluh
tahun yang lalu oleh masyarakat Internasioanal, khususnya oleh masyarakat alam
Ialamy. Nama Muhammadiyah sudah sangat akrab di telinga masayrakat pada
umumnya. Adapun arti nama Muhammadiyah dapat dilihat dari dua segi, yaitu
arti bahasa atau etimologis dan arti istilah atau terminologis.
1. Arti Bahasa atau estimologis :
Muhammadiyah berasal dari kata bahasa arab "Muhammad" yaitu
nama nabi atau Rasul yang terakhir. Kemudian mendapatkan "ya
nisbiyah" yang artinya menjeniskan. Jadi Muhammadiyah berarti
umatnya Muhammad atau pengikut Muhammad. Yaitu semua orang
yang meyakini bahwa Muhammad adalah hamba dan pesuruh Allah
yang terakhir. Dengan demikian siapapun yang beragama Islam maka
dia adalah orang Muhammadiyah, tanpa dilihat atau dibatasi oleh
perbedaan

organisasi,

golongan

bangsa,


geografis,

etnis

dan

sebagainya.
2. Arti Istilah atau terminologis :
Muhammadiyah adalah gerakan Islam, Dakwah Amar Makruf Nahi
Munkar, berasas Islam dan bersumber dari Al Qur'an dan Sunah
didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H,
bertepatan tanggal 18 November 1912 M di kota Yogyakarta .

AL ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Muhammadiyah Sebelum Menjadi Organisasi
KH.


Ahmad

Dahlan

mendirikan

Muhammadiyah

sebagai

upaya

penyempurnaan pemikiran beliau dalam melaksanakan Islam dengan sebenarbenarnya dan sebaik-baiknya. Sebelum resmi menjadi organisasi, embrio
Muhammadiyah merupakan gerakan atau bentuk kegiatan dalam rangka
melaksanakan agama Islam secara bersama-sama. Perkumpulan ini diprakarsai
oleh

KH.


Ahmad

Dahlan

dan

bermula

di

kampung

Kauman.

Dengan didirikan di Kauman memberikan kesan bahwa KH. Ahmad Dahlan
sangat memperhatikan lingkungannya. Mungkin dijiwai oleh ayat Alquran yang
berbunyi : Quu anfusakum wa ahlikum naara, yang artinya “Jagalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka.” Gerakan yang digetarkan oleh motivasi seperti itulah
yang nantinya barhak mempunyai landasan dan akar yang kuat.
Dalam gerakannya itu beliau dibantu oleh sahabat-sahabatnya. Ini

membuktikan bahwa untuk melaksanakan Islam tidak bisa sendirian, tetapi harus
bersama-sama dengan yang lain. Karenanya belakangan KH. Ahmad Dahlan
memilih orang-orang yang sepaham, yang juga mempunyai pikiran jangka jauh.
Sebabnya karena gerakan ini tidak cukup hanya untuk satu-dua tahun saja,
melainkan untuk terus menerus. Untuk itulah diangkat beberapa orang murid
(santri).
Kemudian pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 (bertepatan tanggal 18
november 1912) Muhammadiyah diresmikan menjadi organisasi persyarikatan
dan berkedudukan di Yogyakarta yang dipimpin langsung oleh KH. Ahmad
Dahlan. Jadi organisasi yang didirikannya merupakan penyempurnaan dari
pelaksanaan gerakan yang telah dilakukan sebelumnya.

AL ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN

3.2 Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Lahirnya Muhammadiyah
Terdapat

cukup

banyak


penjelasan

tentang

faktor-faktor

yang

melatarbelakangi berdirinya Muhammadiyah, kalau penjelasan-penjelasan ini
diasumsikan sebagai teori, maka Djindar Tamimi berpendapat bahwa faktor-faktor
subjektif dan objektif adalah mendorong berdirinya Muhammdiyah. Faktor
subjektif berkenaan dengan pribadi Ahmad KH. Ahmad Dahlan sendiri.
Sedangkan faktor objektif dibedakan atas dua macam, yaitu intern dan ekstern.
Teori lain yang hanya mempertimbangkan aspek realitas sosial yang mendorong
lahirnya Muhammadiyah yaitu hanya ada dua faktor, internal dan eksternal.
Faktor Internal berkenaan dengan kondisi keberagamaan umat Islam di Jawa,
sedangkan faktor eksternalnya adalah adanya pengaruh gerakan pembaruan Islam
di Timur Tengah dan politik Islam-Belanda tarhadap kaum muslimin di Indonesia.
Selain itu, terdapat teori lain yang mengatakan bahwa telaah mengenai

latar belakang berdirinya Muhammadiyah berhubungan dengan masalah yang
saling terkait, yaitu aspirasi Islam KH. Ahmad Dahlan, realitas sosio-agama di
Indonesia, realitas sosio-pendidikan di Indonesia dan relitas politik Islam HindiaBelanda.
Dan selanjutnya adalah teori yang mengatakan ada tiga faktor yang
mendorong berdirinya Muhammadiyah, yaitu gagasan pembaruan Islam di Timur
Tengah, Pertentangan internal dalam masyarakat jawa dan yang paling penting
adalah penetrasi misi Kristen di Indonesia. Faktor yang terakhir dianggap yang
paling menentukan dilihat dari berbagai kebijakan politik pemerintah kolonial
terhadap Islam dan proteksinya terhadap Nasrani, misalnya adalah ordonansi guru,
pelanggaran-pelanggarannya terhadap kebudayaan lokal dan pembentukan
freemasonry.
Ordonansi guru adalah Suatu kebijakan pemerintah kolonial yang oleh
umat Islam dirasakan sangat menekan. Ordonansi pertama yang dikeluarkan pada
tahun 1905 mewajibkan setiap guru agama Islam untuk meminta dan memperoleh
izin terlebih dahulu, sebelum melaksanakan tugasnya sebagai guru agama,
sedangkan ordonansi kedua yang dikeluarkan pada tahun 1925, hanya
mewajibkan guru agama untuk melaporkan diri. Kedua ordonansi ini

AL ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN


dimaksudkan sebagi media pengontrol bagi pemerintah kolonial untuk mengawasi
sepak terjang para pengajar dan penganjur agama Islam di negeri ini.
Pada tahun yang sama pula yakni tahun 1925 Pemerintah kolonial
mengeluarkan peraturan yang lebih ketat lagi terhadap pendidikan agama Islam
yaitu bahwa tidak semua orang (kiyai) boleh memberikan pelajaran mengaji.
Freemason

adalah

organisasi underground orang Yahudi.

Mereka

melakukan gerakan secara tersembunyi untuk men-support semua maslahah para
pembesar Yahudi dan merintis berdirinya negara Yahudi yang disebut sebagai the
Great Israel. Organisasi ini melakukan beberapa manuver politik diantaranya :
1. Membangun sebuah masyarakat internasional yang tanpa menunjukkan
tendensi agama, namun di bawah kepemimpinan kaum Yahudi agar
mudah menguasai mereka ketika berdirinya negara the Great Israel.
2. Memerangi kaum Muslimin dan juga kaum Nasrani serta menyokong

negara-negara atheis. Adapun agama-agama yang lain, mereka tidak
berminat mengusiknya.
3. Tujuan

utama

mereka

adalah

mendirikan

negara the

Great

Israel serta menobatkan para raja Yahudi di Yerusalem sebagai keturunan
Nabi Daud, menurut klaim mereka. Lalu para raja itu di-set untuk
menguasai
Contohnya,

dunia

internasional

dan

Yahudi

menyebut

orang

mereka
para

sangat
raja

dielu-elukan.
itu

dengan

sebutan sya’abullah al mukhtar (hamba-hamba Allah yang terpilih).
Organisasi ini memiliki peranan penting terhadap banyak peristiwaperistiwa tragis di dunia secara keseluruhan dan juga dunia Islam secara khusus.
Mereka menggunakan berbagai macam cara untuk mewujudkan misi-misi mereka.
Diantaranya adalah dengan merusak kaum muda dan menebarkan moral yang
bobrok diantara mereka. Dan menjadikan ambisi-ambisi para pemuda berupa
syahwat dan kesenangan-kesenangan, sehingga kontrol terhadap kaum muda ada
di tangan orang Yahudi, dan akhirnya mereka bisa mengarahkan kaum muda
sesuai keinginan mereka.
Dan mereka senantiasa mengendalikan media agar dapat diarahkan untuk
melayani

tujuan-tujuan

mereka

sebagaimana

mereka

juga

berusaha

mengendalikan ekonomi internasional. Oleh karena itu anda dapati bahwa orang-

AL ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN

orang terkaya di dunia dan para pemilik perusahaan-perusahaan raksasa itu
berasal dari kaum Yahudi. Mereka telah menghancurkan perekonomian banyak
negara dan menyebabkan ditutupnya banyak perusahaan dengan cara mereka yang
licik dan culas, sebagaimana yang terjadi di Indonesia dan negara lainnya.
3.3 Faktor Obyektif
Faktor objektif yang pertama secara internal, yaitu terdapat ketidak
murnian amalan Islam akibat tidak dijadikan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai
rujukan.
Realitas sosio agama di Indonesia
Kondisi masyarakat yang masih sangat kental dengan kebudayaan Hindu
dan Budha, memunculkan kepercayaan dan praktik ibadah yang menyimpang dari
Islam. Kepercayaan dan praktik ibadah tersebut dikenal dengan sitilah Bid’ah dan
Khurafat. Khurafat adalah kepercayaan tanpa pedoman yang sah menurut AlQur’an dan Al-Hadits, hanya ikut-ikutan orang tua atau nenek moyang mereka.
Sedangkan bid’ah adalah bentuk ibadah yang dilakukan tanpa dasar pedoman
yang jelas, melainkan hanya ikut-ikutan orangtua atau nenek moyang saja.
Melihat realitas sosio-agama ini mendorong KH. Ahmad Dahlan untuk
mendirikan Muhammadiyah. Namun, gerakan pemurniannya dalam arti
pemurnian ajaran Islam dari bid’ah dan khurafat baru dilakukan pada tahun 1916.
Dalam konteks sosio-agama ini, Muhammadiyah merupakan gerakan pemurnian
yang menginginkan pembersihan Islam dari semua sinkretisme dan praktik ibadah
yang terlebih tanpa dasar akaran Islam (Takhayul, Bid’ah, Khurafat).
Realitas sosio pendidikan di Indonesia
KH. Ahmad Dahlan mengetahui bahwa pendidikan di Indonesia terpecah
menjadi dua yaitu pendidikan pesantren yang hanya mengajarkan ajaran-ajaran
agama dan pendidikan barat yang sekuler. Kondisi ini menjadi jurang pemisah
antara golongan yang mendapat pendidikan agama dengan golongan yang
mendapatkan pendidikan sekuler. Kesenjangan ini termanifestasi dalam bentuk
berbusana, berbicara, hidup dan berpikir. Ahmad KH. Ahmad Dahlan mengkaji
secara mendalam dua sistem pendidikan yang sangat kontras ini.
Dualisme sistem pendidikan diatas membuat prihatin Ahmad KH. Ahmad
Dahlan, oleh karena itu cita-cita pendidikan Ahmad KH. Ahmad Dahlan ialah

AL ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN

melahirkan manusia yang berpandangan luas dan memiliki pengetahuan umum,
sekaligus yang bersedia untuk kemajuan masyarakatnya. Cita-cita ini dilakukan
dengan mendirikan lembaga pendidikan dengan kurikulum yang menggabungkan
antara Imtak (Iman dan Takwa) dan Iptek.
Faktor objektif yang kedua secara ekternal, yaitu disebabkan politik
kolonialisme dan imperialisme Belanda yang menimbulkan perpecahan di
kalangan bangsa Indonesia.
1. Periode Pertama (periode sebelum Snouck Hurgronje)
 Belanda berprinsip agar penduduk Indonesia yang beragama Islam
tidak memberontak.
 Menerapkan dua strategi yaitu membuat kebijakan-kebijakan yang
sifatnya membendung dan melakukan kristenisasi bagi penduduk
Indonesia.
 Dalam pelarangan pengalaman ajaran Islam, Belanda membatasi
masalah ibadah haji dengan berbagai aturan tetapi pelarangan ini
justru kontraproduktif bagi Belanda karena menjadi sumber pemicu
perlawanan terhadap Belanda sebagai penjajah karena menghalangi
kesempurnaan Islam seseorang.
2. Periode Kedua (periode setelah Snouck Hurgronje menjadi penasihat
Belanda untuk urusan pribumi di Indonesia)
 Dalam hal ini, tidak semua kegiatan pengamalan Islam dihalangi
bahkan dalam hal tertentu didukung. Kebijakan didasarkan atas
pengalaman Snouck berkunjung ke Makkah dengan menyamar
sebagai seorang muslim bernama Abdul Ghaffar.
 Kebijakan Snouck didasarkan tiga prinsip utama, yaitu : Pertama
rakyat indonesia dibebaskan dalam menjalankan semua masalah ritual
keagamaan

seperti

ibadah;

Kedua

pemerintah

berupaya

mempertahankan dan menghormati keberadaan lembaga-lembaga
sosial atau aspek mu’amalah dalam Islam; Ketiga pemerintah tidak
menoleransi kegiatan apapun yang dilakukan kaum muslimin yang
dapat menyebarkan seruan-seruan Pan-Islamisme atau menyebabkan

AL ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN

perlawanan politik atau bersenjata menentang pemerintah kolonial
Belanda.
3.4 Faktor Subyektif
Bersifat subyek, ialah pelakunya sendiri. Dan ini merupakan faktor sentral,
sedangkan faktor yang lain hanya menjadi penunjang saja. Yang dimaksudkan
disini ialah, kalau mau mendirikan Muhammadiyah maka harus dimulai dari
orangnya sendiri. Kalau tidak, maka Muhammadiyah bisa dibawa kemana saja.
Lahirnya Muhammadiyah tidak dapat dipisahkan dengan KH. Ahmad Dahlan,
tokoh kontroversial pada zamannya. Ia dilahirkan tahun 1868 dan wafat tahun
1923 m, dimakamkan di pemakaman Karangkajen, Yogyakarta hayat yang
dikecap selama 55 tahun, berarti meninggal dalam usia relative muda. Sudah sejak
kanak-kanak beliau diberikan pelajaran dan pendidikan agama oleh orang tuanya,
oleh para guru (ulama) yang ada dalam masyarakat lingkungannya. Ini
menunjukkan rasa keagaman KH. Ahmad Dahlan tidak hanya berdasarkan naluri,
melainkan juga melalui ilmu-ilmu yang diajarkan kepadanya.
Dikala mudanya, beliau terkenal memiliki pikiran yang cerdas dan bebas
serta memiliki akal budi yang bersih dan baik. Pendidikan agama yang
diterimanya dipilih secara selektif. Tidak hanya itu, tetapi sesudah dipikirkan,
dibawa dalam perenungan-perenungan dan ingin dilaksanakan dengan sebaikbaiknya. Di sinilah yang menentukan KH. Ahmad Dahlan sebagai subjek yang
nantinya mendorong berdirinya Muhammadiyah.
Namun faham dan keyakinan agamanya barulah menemukan wujud dan
bentuknya yang mantap sesudah menunaikan ibadah hajinya yang kedua (1902
M) dan sempat bermukim beberapa tahun di tanah suci. Waktu itu beliau sudah
mampu dan berkesempatan membaca ataupun mengkaji kitab-kitab yang disusun
oleh alaim ulama yang mempunyai aliran hendak kembali kepada al-Quran dan
As-Sunnah dengan menggunakan akal yang cerdas dan bebas. Faham dan
keyakinan agama yang dilengkapi dengan penghayatan dan pengalaman
agamanya inilah yang mendorong kelahiran Muhammadiyah.

AL ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN

3.5 Profil KH. Ahmad Dahlan
KH. Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis (lahir di Yogyakarta, 1
Agustus 1868 – meninggal di Yogyakarta, 23 Februari1923 pada umur 54 tahun)
adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah putera keempat dari tujuh
bersaudara dari keluarga K.H. Abu Bakar. KH Abu Bakar adalah seorang ulama
dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu, dan
ibu dari KH. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat
penghulu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada masa itu.
Latar Belakang Keluarga dan Pendidikan
Nama kecil KH. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia
merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhan
saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Ia termasuk keturunan yang
kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, salah seorang yang terkemuka di antara
Walisongo, yaitu pelopor penyebaran agama Islam di Jawa. Silsilahnya tersebut
ialah Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana 'Ainul Yaqin, Maulana
Muhammad Fadlullah (Sunan Prapen), Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig
(Djatinom), Demang Djurung Djuru Sapisan, Demang Djurung Djuru Kapindo,
Kyai Ilyas, Kyai Murtadla, KH. Muhammad Sulaiman, KH. Abu Bakar, dan
Muhammad Darwisy (KH. Ahmad Dahlan).
Pada umur 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun.
Pada periode ini, KH. Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiranpemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani,
Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun
1888.
Pada tahun 1903, ia bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua
tahun. Pada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga
guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan
Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.
Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya
sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai KH.
Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari
perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang

AL ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN

anak yaitu Djohanah, Siradj KH. Ahmad Dahlan, Siti Busyro, Irfan KH. Ahmad
Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah. Disamping itu KH. Ahmad KH. Ahmad Dahlan
pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi
Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai
putera dari perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu)
Cianjur yang bernama Dandanah. Ia pernah pula menikah dengan Nyai Yasin
Pakualaman Yogyakarta. KH. Ahmad Dahlan dimakamkan di KarangKajen,
Yogyakarta.
Pengalaman Organisasi
Disamping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah
Muhammadiyah, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup
berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi wiraswasta yang
cukup menggejala di masyarakat.
Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai
gagasan-gagasan cemerlang, KH. Ahmad Dahlan juga dengan mudah diterima dan
dihormati di tengah kalangan masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat
mendapatkan tempat di organisasi Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam
dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Pada tahun 1912, KH. Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi
Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaruan Islam di bumi
Nusantara. KH. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaruan dalam cara
berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. la ingin mengajak umat
Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunanal-Qur'an dan al-Hadits.
Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 November 1912. Dan sejak
awal KH. Ahmad Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan
organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.
Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh KH. Ahmad Dahlan ini juga
mendapatkan resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya.
Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. la dituduh
hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang
menuduhnya kyai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen,
mengajar di sekolah Belanda, serta bergaul dengan tokoh-tokoh Budi Utomo yang

AL ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN

kebanyakan dari golongan priyayi, dan bermacam-macam tuduhan lain. Saat itu
KH. Ahmad Dahlan sempat mengajar agama Islam di sekolah OSVIA Magelang,
yang merupakan sekolah khusus Belanda untuk anak-anak priyayi. Bahkan ada
pula orang yang hendak membunuhnya. Namun ia berteguh hati untuk
melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaruan Islam di tanah air bisa mengatasi
semua rintangan tersebut.
Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad KH. Ahmad Dahlan mengajukan
permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan
hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat
Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku
untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah
Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan
perkembangan organisasi ini. Maka dari itu kegiatannya dibatasi. Walaupun
Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari,
Imogiri dan lain-Iain telah berdiri cabang Muhammadiyah.
Hal ini jelas bertentangan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda.
Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan menyiasatinya dengan
menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama
lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Al-Munir di Ujung Pandang,
Ahmadiyah di Garut. Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah
Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah.
Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama'ah dan
perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam.
KH. Ahmad Dahlan juga bersahabat dan berdialog dengan tokoh agama
lain seperti Pastur van Lith pada 1914-1918. Van Lith adalah pastur pertama yang
diajak dialog oleh KH. Ahmad Dahlan. Pastur van Lith di Muntilan yang
merupakan tokoh di kalangan keagamaan Katolik. Pada saat itu KH. Ahmad
Dahlan tidak ragu-ragu masuk gereja dengan pakaian hajinya.
Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh KH. Ahmad
Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, disamping juga melalui
relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan
sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama

AL ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN

dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan
terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin berkembang
hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 KH.
Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda
untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia.
Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2
September 1921.
Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan
dakwah Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan juga memfasilitasi para anggota
Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam
Muhammadiyah.

Selama

hidupnya

dalam

aktivitas

gerakan

dakwah

Muhammadiyah, telah diselenggarakan dua belas kali pertemuan anggota (sekali
dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah AIgemeene Vergadering (persidangan
umum).
3.6 Pemikiran KH. Ahmad Dahlan tentang Islam dan Umatnya
Aksi sosial Ahmad Dahlan bukan semata gerakan keagamaan dalam arti
ritual, melainkan bisa disebut sebagai “revolusi kebudayaan”. Berbagai gagasan
dan aksi sosial KH. Ahmad Dahlan tidak hanya mencerminkan nalar kritisnya,
melainkan juga menunjukkan kepedulian pada nasib rakyat kebanyakan yang
menderita, tidak berpendidikan dan miskin.
Aktualisasi Islam tidak hanya secara pribadi, manusia diwajibkan
menegakkan Islam ditengah-tengah masyarakat. KH. Ahmad Dahlan tidak
menginginkan masyarakat Islam yang seperti dahulu, ataupun masyarakat baru
yang membentuk budaya Islam baru. Jalan yang ditempuh KH. Ahmad Dahlan
adalah dengan menggembirakan umat Islam Indonesia untuk beramal dan berbakti
sesuai dengan ajaran Islam. Bidang pendidikan misalnya, KH. Ahmad Dahlan
mengadopsi sistem pendidikan Belanda karena diangap efektif. Bahkan membuka
peluang bagi wanita Islam untuk sekolah, padahal di Arab, India dan Pakistan ini
menjadi masalah.
Sedangkan dibidang sosial Ahmad Dahlan mendirikan panti asuhan untuk
memelihara anak yatim dan anak-anak terlantar lainnya. Yang kemudian banyak
berkembang Yayasan-yayasan Yatim Piatu Muhammadiyah, Rumah Sakit PKU

AL ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN

Muhammadiyah, dan tersbesar adalah lembaga pendidikan Muhammadiyah baik
TK, SD, SMP, SMU dan Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang jumlahnya
terbesar di Indonesia.

AL ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Muhammad Darwis atau lebih dikenal dengan K.H. Ahmad Dahlan
menuntut ilmu di kota suci Makkah, dan hasil dari pendidikannya itu kemudian
beliau membentuk sebuah wadah perubahan untuk kembali kepada Al-Qur’an dan
As -unnah Rasullullah sesuai dengan arti Muhammadiyah yaitu pengikut Nabi
Muhammad SAW. Dari terbentuknya Muhammadiyah di kampung Kauman
Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H yang bertepatan pada 18 November
1912 M dan tersebar luas hampir seluruh Indonesia sehingga menjadi organisasi
besar sampai dengan sekarang tidak lepas dari buah pikiran K.H. Ahmad Dahlan.
4.2 Saran
Dari kesimpulan di atas, dapat disarankan hal-hal sebagai berikut :
1. Sebagai

warga

umat

Islam

Muhammadiyah,

kita

harus

mempertahankan dan meneruskan perjuangan KH. Ahmad Dahlan dari
segala bentuk yang dapat menghancurkan agama Islam.
2. Sebagai umat Islam yang beriman dan bertaqwa pada-Nya, kita tidak
seharusnya melakukan hal-hal yang dilarang Islam seperti tahayul,
bid’ah, khurofat. Kita harus menjalankan dan mengamalkan seperti apa
yang diajarkan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist.
3. Sebagai umat Islam yang berilmu, kita harus memperdalam ilmu dalam
segala bidang seperti IPTEK dan ilmu yang lainnya tanpa
membedakan, dengan syarat kita tahu apa yang kita pelajari sesuai
dengan ajaran Islam.
4. Untuk menjaga agama Islam dari pemusnahan orang-orang kafir, kita
sebagai umat Islam harus bersatu melindungi agama Islam.

AL ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN

DAFTAR PUSTAKA
http://violetaindriani.blogspot.com/2013_11_01_archive.html
18 November 2014 17:32
http://id.wikipedia.org/wiki/Ahmad_Dahlan
18 November 2014 17:32

AL ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN