Perkembangan Diplomasi Multilatera danl Indo
Summary Studium Generale Perkembangan Diplomasi Multilateral Indonesia
NPM
: 1306384082
Jurusan
: Ilmu Hubungan Internasional
Sumber
: Kuliah Umum Syamsul Hadi, M.A., Ph.D. dan Drs. Hasan Kleib, M.A., tentang
“Perkembangan Diplomasi Multilateral Indonesia” pada hari Kamis, 24 April
2014 di Pusat Studi Jepang Universitas Indonesia
Perkembangan Diplomasi Multilateral Indonesia
Dalam hubungan internasional dikenal akan istilah Multilateral. Multilateral adalah
hubungan antar negara yang pelakunya lebih dari tiga negara baik internasional maupun
kawasan. Hubungan multilateral ini sangatlah penting untuk diperhatikan, karena baik buruknya
hubungan multilateral akan membuat sebuah image mengenai sebuah negara di depan mata
dunia internasional. Indonesia merupakan salah satu negara besar di kawasan Asia Tenggara
yang mencoba untuk mulai aktif dalam dunia internasional dengan salah satu tandanya adalah
menjadi chairman dalam KTT ASEAN di Bali pada tahun 2003. Hal yang dilakukan Indonesia
ini merupakan upaya Indonesia untuk membentuk image yang baik setelah krisis yang menerpa
Indonesia. Dalam summary kuliah umum mengenai perkembangan diplomasi multilateral
Indonesia, akan dibahas mengenai penjelasan dari diplomasi multilateral dan kegiatan nyata dari
kegiatan diplomasi multilateral Indonesia.
Sebelum membahas mengenai kegiatan nyata dari kegiatan diplomasi multilateral
Indonesia, terlebih dahulu akan dibahas mengenai penjelasan dari diplomasi multilateral. Seperti
yang sudah dijelaskan mengenai definisi dari multilateral yaitu hubungan antar negara yang
pelakunya lebih dari tiga negara baik internasional maupun kawasan. Jika dilihat dari tujuannya,
multilateral memiliki tujuan untuk membangun image dari sebuah negara di dunia internasional.
Terdapat 2 aspek di dalam hubungan multilateral, yaitu forum dan isi. Di mana secara garis besar
forum merupakan cara-cara untuk mencapai isi dari hubungan multilateral yang akan
dilaksanakan oleh tiga atau lebih negara.
Forum dibagi menjadi empat bagian, yaitu PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa), NonPBB, Forum, dan Inisiatif Multilateral. PBB merupakan satu-satunya forum yang paling
universal dan anggotanya hampir seluruh negara di dunia serta cakupan isu-isunya luas, mulai
dari kesehatan, budaya, ekonomi, keamanan, hak asasi, dll. Tercermin dari beberapa organisasi
bagian dari PBB seperti WHO yang menanganani bagian kesehatan, kemudian UNDP yang
menangani bagian perkembangan di dunia, dll. Walaupun dalam kehidupan sehari-hari PBB
dikenal dengan badan-badannya yang banyak, namun secara umum PBB terdiri dari enam organ
utama atau enam dewan, yaitu Majelis Umum, Dewan Keamanan, Dewan Ekonomi dan Sosial,
Sekretariat, Mahkamah Internasional, dan Dewan Perwalian. Majelis Umum merupakan majelis
musyawarah utama, di dalam Majelis Umum sering dibahas isu-isu yang berhubungan dengan
kondisi perdamaian di dunia. Dewan Keamanan merupakan dewan yang bertugas untuk
memutuskan resolusi tertentu untuk perdamaian dan keamanan. Dewan Keamanan diberikan
sebuah hak khusus, yaitu hak veto untuk menolak hasil dari sebuah musyawarah yang dilakukan
di PBB. Dewan Keamanan terdiri dari 5 anggota tetap dan 10 anggota tidak tetap, 5 anggota
negara tetap adalah China, Perancis, Rusia, Inggris, dan Amerika Serikta. Untuk 10 anggota tidak
tetap dipilih melalui Majelis Umum dengan durasi keanggotaan 2 tahun. Untuk periode saat ini
adalah Azerbaijan, Guatemala, Morocco, Pakistan, Togo, Argentina, Australia, Luxembourg,
Rwanda, dan ROK. Dewan selanjutnya adalah Dewan Ekonomi dan Sosial yang bertugas untuk
membantu dalam mempromosikan kerjasama ekonomi, sosial internasional, dan pembangunan.
Sekretariat bertugas untuk menyediakan studi, informasi, dan fasilitas yang diperlukan oleh PBB.
Mahkamah Internasional merupakan organ peradilan primer. Dewan yang terakhir adalah Dewan
Pewalian, namun belakangan dewan saat ini sedang tidak aktif.
Forum selanjutnya adalah Non-PBB, forum di luar PBB. Organisasi multilateral nonPBB dibagi menjadi dua, yaitu organisasi yang mempunyai sekretariat, contohnya OKI dan yang
tidak mempunyai sekretariat, contohnya GNB (Gerakan Non-Blok). Maksud dari kepemilikan
atau ketidakpemilikan dari sekretariat adalah ada tidaknya kantor pusat dari organisasi
multilateral ini. Tetapi, walaupun tidak ada sekretariat, tetap saja organisasi multilateral yang
tidak memiliki sekretariat tetap diakui oleh dunia internasional. Jenis forum yang lainnya adalah
Forum, yang merupakan kegiatan yang dilakukan oleh sekumpulan negara-negara yang memiliki
tujuan, concern, atau kepentingan yang sama. Contohnya antara lain G-20, Nuclear Security
Summin, Bali Democracy Forum, dll. Forum biasanya dalam bentuk diskusi yang nantinya akan
menghasilkan sebuah hasil diskusi. Jenis forum yang terakhir adalah inisiatif multilateral, dilihat
dari namanya inisiatif, isi dari jenis forum ini adalah inisiatif yang bersifat multilateral,
contohnya adalah Open Government. Forum-forum yang sudah dijelaskan sebelumnya memiliki
beberapa fungsi, diantaranya pembentukan norma-norma, pembentukan prinsip-prinsip
internasional, dan mencari solusi atas masalah-masalah internasional.
Sebuah forum dalam hubungan multilateral pasti akan menghasilkan sebuah keluaran
(outcome) yang nantinya hasil dari forum ini akan dilaksanakan oleh negara-negara peserta
forum tersebut. Berdasarkan sifatnya hasil dari forum dapat dibagi menjadi tiga, yaitu Moral atau
Political Binding, Legally Binding, dan Non Binding. Hasil dari forum pertama yang bersifat
moral atau Political Binding akan dilaksanakan oleh negara yang terlibat dan mereka merasa
terikat secara moral dengan hasil dari forum itu, contohnya adalah resolusi, deklarasi, dan
communiqué. Selanjutnya adalah Legally Binding, secara legal atau hukum mengikat semua
negara yang ikut dan berpartisipasi di dalam perundingan atau perjanjian. Contohnya adalah
Traktat dan Resolusi PBB. Resolusi PBB menjadi perdebatan karena sebenarnya sebuah resolusi
mengikat secara moral, namun menurut anggota- anggota tetap Dewan Keamanan PBB, resolusi
PBB mengikat semua negara anggota PBB tanpa terkecuali meskipun tidak terlibat dalam
perundingan. Hasil forum yang terakhir adalah Non Binding, memiliki makna tidak terjadinya
pengambilan keputusan dalam suatu perundingan. Contohnya adalah tidak terjadi konsensus di
dalam forum yang dilaksanakan.
Hasil dari forum di atas nantinya akan dilaksanakan dalam hubungan multilateral yang
dilakukan oleh negara-negara peserta forum. Dalam proses pembentukannya dalam forum
biasanya dilakukan dua cara pengambilan keputusan, cara ini biasanya dilakukan di PBB, yaitu
Konsensus dan Voting. Konsensus merupakan cara pengambilan konsensu dengan cara mencari
jalan tengah dengan mempertimbangkan kepentingan dari masing-masing negara. Di dalam
konsensus ini Dewan Keamanan PBB diharuskan untuk voting, namun anggota yang lain tidak.
Kelemahan yang dimiliki cara konsensus ini adalah untuk mencapai konsensus setiap negara
harus menurunkan interestnya yang nantinya akan memperpanjang waktu untuk mencapai hasil
dari forum tersebut. Cara kedua adalah Voting, di dalam voting terdapat 3 opsi, yaitu against,
agree, dan abstain. Untuk memilih abstain, negara harus memiliki dua alasan, yaitu negara
tersebut tidak datang ke dalam forum tersebut dengan kemungkinan negara tersebut tidak suka
dengan isu yang akan dibahas. Kedua, negara tersebut ada namun belum memilih biasanya
karena terlambat dan belum memilih. Suatu negara yang menyatakan abstain bukan berarti
negara tersebut tidak berpendirian, karena abstain sebenarnya merupakan sebuah posisi. Abstain
juga dilakukan oleh negara ketika dalam suatu resolusi terdapat satu paragraf yang dirasa tidak
cocok karena merugikan sedangkan paragraf yang lain setuju.
Dalam pengambilan keputusan, selain cara yang digunakan dalam melakukan diplomasi,
terdapat hal yang ingin dicapai atau dicari di dalam diplomasi multilateral. Tentu saja, keputusan
yang ingin dicapai adalah dapat mempertemukan kepentingan-kepentingan dari masing-masing
tiap negara. Ada dua capaian yang biasanya ingin dicapai dalam proses diplomasi multilateral,
yaitu victory atau kemenangan dan win-win solution serta take and give. Capaian yang pertama
adalah victory, dalam berdiplomasi suatu negara dapat fleksibel dan akomodatif namun harus
mencapai victory. Dalam hal ini, victory yang dimaksud adalah kepentingan negara dalam
keputusan itu masih dipertimbangkan sehingga negara tidak merasa rugi akan hasil/capaian dari
proses diplomasi multilateral. Capaian yang kedua adalah win-win solution serta take and give,
sebagai orang yang berdiplomasi harus tahu isu- isu pokok, tahu posisi negaranya tersebut
sehingga tahu sejauh mana negara dapat fleksibel, kemudian upayakan memperjuangkan
kepentingan paling tidak mempertahankan atau paling minimal keputusan yang diambil tidak
merugikan negara.
Untuk mencapai capaian dalam berdiplomasi dibutuhkan teknik-teknik khusus bagi
seorang diplomat, ada 3 teknik khusus yang biasanya digunakan seorang diplomat dalam
mempertahankan kepentingan negaranya, yaitu don’t say no too early, mengatakan tidak jika
masih ragu, dan high call. Teknik yang pertama adalah don’t say no too early, maksudnya adalah
ketika seorang diplomat dihadapkan dengan sebuah pilihan, jangan terburu-buru mengatakan
tidak terhadap resolusi yang diberikan, kadang-kadang jika hanya dilihat sekali, keputusan itu
akan merugikan negara dari diplomat tersebut. Namun, bisa saja jika ditelaah lebih lanjut
mengenai resolusi yang ditawarkan, resolusi tersebut dapat menguntungkan negara dari diplomat
tersebut dalam kondisi tertentu. Teknik yang kedua adalah jika ragu dalam membuat keputusan,
lebih baik nyatakan tidak terlebih dahulu. Apabila kemudian ingin berganti jawaban dapat
mencari alasan. Akan lebih baik jika dalam menyatakan ketidaksetujuan atau kesetujuan dalam
sebuah resolusi di dalam berdiplomasi mengatakan tidak dahulu terhadap resolusi itu jika dirasa
kurang sesuai dengan kepentingan negara. Jika dibandingkan dengan mengatakan setuju terlebih
dahulu akan lebih sulit bagi seorang diplomat mengutarakan alasan kenapa tiba-tiba diplomat
tersebut setuju dengan resolusi yang diberikan. Teknik yang terakhir adalah high call yaitu
memberi perhatian lebih terhadap sebuah kasus sehingga negara tersebut mendapat perhatian
lebih di dalam forum internasional.
Setelah berbicara mengenai hal-hal mengenai diplomasi multilateral, yang akan dibahas
selanjutnya adalah aksi nyata Indonesia dalam melakukan diplomasi multilateral. Dalam
melakukan diplomasi multilateral di dalam Indonesia terdapat 3 isu utama, yaitu terorisme,
people smuggling (penyelundupan manusia), dan Hak Asasi Manusia (HAM). Isu yang pertama
mengenai terorisme membicarakan tentang kondisi terorisme di Indonesia. Saat ini, tidak ada
pengertian pasti untuk terorisme. Hal ini dikarenakan kerancuan apakah mereka teroris atau
freedom fighter. Indonesia salah satu negara yang countering terrorism. Isu ini terangkat ketika
terjadi bom bali yang terjadi pada tahun 2002 dan 2005, saat itu Indonesia mendapat image dari
dunia internasional sebagai negara yang memiliki terorisme tinggi. Isu kedua adalah people
smuggling (penyelendupan manusia). People Smuggling merupakan sebuah istilah yang merujuk
pada gerakan illegal yang terorganisir dari kelompok atau individu yang melintasi batas negara
dan terjadi transaksi pembayaran. Jadi mereka yang diselundupkan dibayar untuk diselundupkan.
Isu ini merupakan salah satu masalah Indonesia dengan Australia. Permasalahannya karena PM
Australia menyatakan tidak ada lagi People Smuggling ke Australia. Solusi yang diperlukan
antara Indonesia dan Australia adalah sharing responsibility. Isu yang ketiga adalah Hak Asasi
Manusia. HAM atau Hak Asasi Manusia merupakan Hak yang dimiliki oleh manusia sejak
manusia itu lahir dan isu ini mulai terangkat di Indonesia ketika kasus Munir mencuat ke media.
Namun, di akhir kepempimimpinan Presiden SBY, Indonesia sudah berhasil menyelesaikan
beberapa tujuan yang tercantum dalam The Millennium Development Goals (MDGs). Indonesia
belum dapat menyelesaikan permasalahan lingkungan dan kematian ibu anak.
Isu-isu di atas menekan Indonesia untuk lebih aktif dalam pergaulan internasional,
terutama dalam politik luar negeri Indonesia. Indonesia yang mengalami krisis pada tahun 19981999 dengan krisisnya yang berupa ketidakpastian politik, radikalisme agama dan terorisme,
serta kekerasan komunal yang terjadi hingga tahun 2003 menjadi keprihatinan berbagai pihak,
baik dari dalam maupun luar negeri. Bahkan krisis yang dialami Indonesia membuat negara lain
ragu akan kemampuan Indonesia untuk bangkit dari krisisnya. Namun, di dalam keraguan
tersebut, Indonesia berhasil mematahkan asumsi tersebut, dengan dilaksanakan pemilu tahun
2004, menandakan bahwa Indonesia mampu untuk bangkit dari krisisnya. Indonesia juga mulai
mengaktifkan diri di dalam pergaulan internasional, atau Indonesia menyebutnya dengan “New
Activism” dalam diplomasi multilateral Indonesia. Bukti nyata dari mulai aktifnya Indonesia
dalam kancah internasional adalah Indonesia menjadi chairman dalam KTT ASEAN di Bali pada
tahun 2003. KTT ini menghasilkan kesepakatan bentuknya ASEAN Community dengan pilar
ekonomi, keamanan dan sosial-budaya. Indonesia dalam regional ASEAN menekankan
pentingnya ASEAN sebagai driving force dari seluruh kerjasama regional yang berkaitan dengan
terbentuknya AEC. Indonesia menekankan untuk mempertimbangkan kepentingan yang ada di
dalam ASEAN dalam setiap pembentukan perjanjian multilateral. Melihat konflil Laut China
Selatan, Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa, mengemukakakn konsep “Dynamic
Equilibrium” dengan absennya great power di Asia Timur maka ASEAN ada diperlukan sebagai
perekat regional dan menjadikan ASEAN sebagai inti dari perjanjian multilateral yang akan
dibentuk.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya Indonesia
mampu untuk menjalin hubungan multilateral yang baik dengan keaktifan Indonesia di dalam
regional ASEAN, dirasa mampu untuk mendorong Indonesia menjadi bangsa yang berpengaruh
dalam dunia internasional. Namun, ada beberapa poin penting dalam hubungan multilateral
Indonesia yang perlu diperhatikan, seperti sifat yang ‘mengalah’ dalam kebijakan politik
internasional Indonesia. Hal ini akan menyebabkan Indonesia akan dipandang
oleh dunia
internasional sebagai bangsa yang lemah dan tidak konsisten dalam pergaulan internasional.
Potensi hubungan multilateral yang ada di Indonesia perlu ditingkatkan, karena dengan Indonesia
yang memiliki nama di dalam dunia internasional, mampu membantu Indonesia dalam mengatasi
masalah-masalah yang ada di dalam negeri.
NPM
: 1306384082
Jurusan
: Ilmu Hubungan Internasional
Sumber
: Kuliah Umum Syamsul Hadi, M.A., Ph.D. dan Drs. Hasan Kleib, M.A., tentang
“Perkembangan Diplomasi Multilateral Indonesia” pada hari Kamis, 24 April
2014 di Pusat Studi Jepang Universitas Indonesia
Perkembangan Diplomasi Multilateral Indonesia
Dalam hubungan internasional dikenal akan istilah Multilateral. Multilateral adalah
hubungan antar negara yang pelakunya lebih dari tiga negara baik internasional maupun
kawasan. Hubungan multilateral ini sangatlah penting untuk diperhatikan, karena baik buruknya
hubungan multilateral akan membuat sebuah image mengenai sebuah negara di depan mata
dunia internasional. Indonesia merupakan salah satu negara besar di kawasan Asia Tenggara
yang mencoba untuk mulai aktif dalam dunia internasional dengan salah satu tandanya adalah
menjadi chairman dalam KTT ASEAN di Bali pada tahun 2003. Hal yang dilakukan Indonesia
ini merupakan upaya Indonesia untuk membentuk image yang baik setelah krisis yang menerpa
Indonesia. Dalam summary kuliah umum mengenai perkembangan diplomasi multilateral
Indonesia, akan dibahas mengenai penjelasan dari diplomasi multilateral dan kegiatan nyata dari
kegiatan diplomasi multilateral Indonesia.
Sebelum membahas mengenai kegiatan nyata dari kegiatan diplomasi multilateral
Indonesia, terlebih dahulu akan dibahas mengenai penjelasan dari diplomasi multilateral. Seperti
yang sudah dijelaskan mengenai definisi dari multilateral yaitu hubungan antar negara yang
pelakunya lebih dari tiga negara baik internasional maupun kawasan. Jika dilihat dari tujuannya,
multilateral memiliki tujuan untuk membangun image dari sebuah negara di dunia internasional.
Terdapat 2 aspek di dalam hubungan multilateral, yaitu forum dan isi. Di mana secara garis besar
forum merupakan cara-cara untuk mencapai isi dari hubungan multilateral yang akan
dilaksanakan oleh tiga atau lebih negara.
Forum dibagi menjadi empat bagian, yaitu PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa), NonPBB, Forum, dan Inisiatif Multilateral. PBB merupakan satu-satunya forum yang paling
universal dan anggotanya hampir seluruh negara di dunia serta cakupan isu-isunya luas, mulai
dari kesehatan, budaya, ekonomi, keamanan, hak asasi, dll. Tercermin dari beberapa organisasi
bagian dari PBB seperti WHO yang menanganani bagian kesehatan, kemudian UNDP yang
menangani bagian perkembangan di dunia, dll. Walaupun dalam kehidupan sehari-hari PBB
dikenal dengan badan-badannya yang banyak, namun secara umum PBB terdiri dari enam organ
utama atau enam dewan, yaitu Majelis Umum, Dewan Keamanan, Dewan Ekonomi dan Sosial,
Sekretariat, Mahkamah Internasional, dan Dewan Perwalian. Majelis Umum merupakan majelis
musyawarah utama, di dalam Majelis Umum sering dibahas isu-isu yang berhubungan dengan
kondisi perdamaian di dunia. Dewan Keamanan merupakan dewan yang bertugas untuk
memutuskan resolusi tertentu untuk perdamaian dan keamanan. Dewan Keamanan diberikan
sebuah hak khusus, yaitu hak veto untuk menolak hasil dari sebuah musyawarah yang dilakukan
di PBB. Dewan Keamanan terdiri dari 5 anggota tetap dan 10 anggota tidak tetap, 5 anggota
negara tetap adalah China, Perancis, Rusia, Inggris, dan Amerika Serikta. Untuk 10 anggota tidak
tetap dipilih melalui Majelis Umum dengan durasi keanggotaan 2 tahun. Untuk periode saat ini
adalah Azerbaijan, Guatemala, Morocco, Pakistan, Togo, Argentina, Australia, Luxembourg,
Rwanda, dan ROK. Dewan selanjutnya adalah Dewan Ekonomi dan Sosial yang bertugas untuk
membantu dalam mempromosikan kerjasama ekonomi, sosial internasional, dan pembangunan.
Sekretariat bertugas untuk menyediakan studi, informasi, dan fasilitas yang diperlukan oleh PBB.
Mahkamah Internasional merupakan organ peradilan primer. Dewan yang terakhir adalah Dewan
Pewalian, namun belakangan dewan saat ini sedang tidak aktif.
Forum selanjutnya adalah Non-PBB, forum di luar PBB. Organisasi multilateral nonPBB dibagi menjadi dua, yaitu organisasi yang mempunyai sekretariat, contohnya OKI dan yang
tidak mempunyai sekretariat, contohnya GNB (Gerakan Non-Blok). Maksud dari kepemilikan
atau ketidakpemilikan dari sekretariat adalah ada tidaknya kantor pusat dari organisasi
multilateral ini. Tetapi, walaupun tidak ada sekretariat, tetap saja organisasi multilateral yang
tidak memiliki sekretariat tetap diakui oleh dunia internasional. Jenis forum yang lainnya adalah
Forum, yang merupakan kegiatan yang dilakukan oleh sekumpulan negara-negara yang memiliki
tujuan, concern, atau kepentingan yang sama. Contohnya antara lain G-20, Nuclear Security
Summin, Bali Democracy Forum, dll. Forum biasanya dalam bentuk diskusi yang nantinya akan
menghasilkan sebuah hasil diskusi. Jenis forum yang terakhir adalah inisiatif multilateral, dilihat
dari namanya inisiatif, isi dari jenis forum ini adalah inisiatif yang bersifat multilateral,
contohnya adalah Open Government. Forum-forum yang sudah dijelaskan sebelumnya memiliki
beberapa fungsi, diantaranya pembentukan norma-norma, pembentukan prinsip-prinsip
internasional, dan mencari solusi atas masalah-masalah internasional.
Sebuah forum dalam hubungan multilateral pasti akan menghasilkan sebuah keluaran
(outcome) yang nantinya hasil dari forum ini akan dilaksanakan oleh negara-negara peserta
forum tersebut. Berdasarkan sifatnya hasil dari forum dapat dibagi menjadi tiga, yaitu Moral atau
Political Binding, Legally Binding, dan Non Binding. Hasil dari forum pertama yang bersifat
moral atau Political Binding akan dilaksanakan oleh negara yang terlibat dan mereka merasa
terikat secara moral dengan hasil dari forum itu, contohnya adalah resolusi, deklarasi, dan
communiqué. Selanjutnya adalah Legally Binding, secara legal atau hukum mengikat semua
negara yang ikut dan berpartisipasi di dalam perundingan atau perjanjian. Contohnya adalah
Traktat dan Resolusi PBB. Resolusi PBB menjadi perdebatan karena sebenarnya sebuah resolusi
mengikat secara moral, namun menurut anggota- anggota tetap Dewan Keamanan PBB, resolusi
PBB mengikat semua negara anggota PBB tanpa terkecuali meskipun tidak terlibat dalam
perundingan. Hasil forum yang terakhir adalah Non Binding, memiliki makna tidak terjadinya
pengambilan keputusan dalam suatu perundingan. Contohnya adalah tidak terjadi konsensus di
dalam forum yang dilaksanakan.
Hasil dari forum di atas nantinya akan dilaksanakan dalam hubungan multilateral yang
dilakukan oleh negara-negara peserta forum. Dalam proses pembentukannya dalam forum
biasanya dilakukan dua cara pengambilan keputusan, cara ini biasanya dilakukan di PBB, yaitu
Konsensus dan Voting. Konsensus merupakan cara pengambilan konsensu dengan cara mencari
jalan tengah dengan mempertimbangkan kepentingan dari masing-masing negara. Di dalam
konsensus ini Dewan Keamanan PBB diharuskan untuk voting, namun anggota yang lain tidak.
Kelemahan yang dimiliki cara konsensus ini adalah untuk mencapai konsensus setiap negara
harus menurunkan interestnya yang nantinya akan memperpanjang waktu untuk mencapai hasil
dari forum tersebut. Cara kedua adalah Voting, di dalam voting terdapat 3 opsi, yaitu against,
agree, dan abstain. Untuk memilih abstain, negara harus memiliki dua alasan, yaitu negara
tersebut tidak datang ke dalam forum tersebut dengan kemungkinan negara tersebut tidak suka
dengan isu yang akan dibahas. Kedua, negara tersebut ada namun belum memilih biasanya
karena terlambat dan belum memilih. Suatu negara yang menyatakan abstain bukan berarti
negara tersebut tidak berpendirian, karena abstain sebenarnya merupakan sebuah posisi. Abstain
juga dilakukan oleh negara ketika dalam suatu resolusi terdapat satu paragraf yang dirasa tidak
cocok karena merugikan sedangkan paragraf yang lain setuju.
Dalam pengambilan keputusan, selain cara yang digunakan dalam melakukan diplomasi,
terdapat hal yang ingin dicapai atau dicari di dalam diplomasi multilateral. Tentu saja, keputusan
yang ingin dicapai adalah dapat mempertemukan kepentingan-kepentingan dari masing-masing
tiap negara. Ada dua capaian yang biasanya ingin dicapai dalam proses diplomasi multilateral,
yaitu victory atau kemenangan dan win-win solution serta take and give. Capaian yang pertama
adalah victory, dalam berdiplomasi suatu negara dapat fleksibel dan akomodatif namun harus
mencapai victory. Dalam hal ini, victory yang dimaksud adalah kepentingan negara dalam
keputusan itu masih dipertimbangkan sehingga negara tidak merasa rugi akan hasil/capaian dari
proses diplomasi multilateral. Capaian yang kedua adalah win-win solution serta take and give,
sebagai orang yang berdiplomasi harus tahu isu- isu pokok, tahu posisi negaranya tersebut
sehingga tahu sejauh mana negara dapat fleksibel, kemudian upayakan memperjuangkan
kepentingan paling tidak mempertahankan atau paling minimal keputusan yang diambil tidak
merugikan negara.
Untuk mencapai capaian dalam berdiplomasi dibutuhkan teknik-teknik khusus bagi
seorang diplomat, ada 3 teknik khusus yang biasanya digunakan seorang diplomat dalam
mempertahankan kepentingan negaranya, yaitu don’t say no too early, mengatakan tidak jika
masih ragu, dan high call. Teknik yang pertama adalah don’t say no too early, maksudnya adalah
ketika seorang diplomat dihadapkan dengan sebuah pilihan, jangan terburu-buru mengatakan
tidak terhadap resolusi yang diberikan, kadang-kadang jika hanya dilihat sekali, keputusan itu
akan merugikan negara dari diplomat tersebut. Namun, bisa saja jika ditelaah lebih lanjut
mengenai resolusi yang ditawarkan, resolusi tersebut dapat menguntungkan negara dari diplomat
tersebut dalam kondisi tertentu. Teknik yang kedua adalah jika ragu dalam membuat keputusan,
lebih baik nyatakan tidak terlebih dahulu. Apabila kemudian ingin berganti jawaban dapat
mencari alasan. Akan lebih baik jika dalam menyatakan ketidaksetujuan atau kesetujuan dalam
sebuah resolusi di dalam berdiplomasi mengatakan tidak dahulu terhadap resolusi itu jika dirasa
kurang sesuai dengan kepentingan negara. Jika dibandingkan dengan mengatakan setuju terlebih
dahulu akan lebih sulit bagi seorang diplomat mengutarakan alasan kenapa tiba-tiba diplomat
tersebut setuju dengan resolusi yang diberikan. Teknik yang terakhir adalah high call yaitu
memberi perhatian lebih terhadap sebuah kasus sehingga negara tersebut mendapat perhatian
lebih di dalam forum internasional.
Setelah berbicara mengenai hal-hal mengenai diplomasi multilateral, yang akan dibahas
selanjutnya adalah aksi nyata Indonesia dalam melakukan diplomasi multilateral. Dalam
melakukan diplomasi multilateral di dalam Indonesia terdapat 3 isu utama, yaitu terorisme,
people smuggling (penyelundupan manusia), dan Hak Asasi Manusia (HAM). Isu yang pertama
mengenai terorisme membicarakan tentang kondisi terorisme di Indonesia. Saat ini, tidak ada
pengertian pasti untuk terorisme. Hal ini dikarenakan kerancuan apakah mereka teroris atau
freedom fighter. Indonesia salah satu negara yang countering terrorism. Isu ini terangkat ketika
terjadi bom bali yang terjadi pada tahun 2002 dan 2005, saat itu Indonesia mendapat image dari
dunia internasional sebagai negara yang memiliki terorisme tinggi. Isu kedua adalah people
smuggling (penyelendupan manusia). People Smuggling merupakan sebuah istilah yang merujuk
pada gerakan illegal yang terorganisir dari kelompok atau individu yang melintasi batas negara
dan terjadi transaksi pembayaran. Jadi mereka yang diselundupkan dibayar untuk diselundupkan.
Isu ini merupakan salah satu masalah Indonesia dengan Australia. Permasalahannya karena PM
Australia menyatakan tidak ada lagi People Smuggling ke Australia. Solusi yang diperlukan
antara Indonesia dan Australia adalah sharing responsibility. Isu yang ketiga adalah Hak Asasi
Manusia. HAM atau Hak Asasi Manusia merupakan Hak yang dimiliki oleh manusia sejak
manusia itu lahir dan isu ini mulai terangkat di Indonesia ketika kasus Munir mencuat ke media.
Namun, di akhir kepempimimpinan Presiden SBY, Indonesia sudah berhasil menyelesaikan
beberapa tujuan yang tercantum dalam The Millennium Development Goals (MDGs). Indonesia
belum dapat menyelesaikan permasalahan lingkungan dan kematian ibu anak.
Isu-isu di atas menekan Indonesia untuk lebih aktif dalam pergaulan internasional,
terutama dalam politik luar negeri Indonesia. Indonesia yang mengalami krisis pada tahun 19981999 dengan krisisnya yang berupa ketidakpastian politik, radikalisme agama dan terorisme,
serta kekerasan komunal yang terjadi hingga tahun 2003 menjadi keprihatinan berbagai pihak,
baik dari dalam maupun luar negeri. Bahkan krisis yang dialami Indonesia membuat negara lain
ragu akan kemampuan Indonesia untuk bangkit dari krisisnya. Namun, di dalam keraguan
tersebut, Indonesia berhasil mematahkan asumsi tersebut, dengan dilaksanakan pemilu tahun
2004, menandakan bahwa Indonesia mampu untuk bangkit dari krisisnya. Indonesia juga mulai
mengaktifkan diri di dalam pergaulan internasional, atau Indonesia menyebutnya dengan “New
Activism” dalam diplomasi multilateral Indonesia. Bukti nyata dari mulai aktifnya Indonesia
dalam kancah internasional adalah Indonesia menjadi chairman dalam KTT ASEAN di Bali pada
tahun 2003. KTT ini menghasilkan kesepakatan bentuknya ASEAN Community dengan pilar
ekonomi, keamanan dan sosial-budaya. Indonesia dalam regional ASEAN menekankan
pentingnya ASEAN sebagai driving force dari seluruh kerjasama regional yang berkaitan dengan
terbentuknya AEC. Indonesia menekankan untuk mempertimbangkan kepentingan yang ada di
dalam ASEAN dalam setiap pembentukan perjanjian multilateral. Melihat konflil Laut China
Selatan, Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa, mengemukakakn konsep “Dynamic
Equilibrium” dengan absennya great power di Asia Timur maka ASEAN ada diperlukan sebagai
perekat regional dan menjadikan ASEAN sebagai inti dari perjanjian multilateral yang akan
dibentuk.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya Indonesia
mampu untuk menjalin hubungan multilateral yang baik dengan keaktifan Indonesia di dalam
regional ASEAN, dirasa mampu untuk mendorong Indonesia menjadi bangsa yang berpengaruh
dalam dunia internasional. Namun, ada beberapa poin penting dalam hubungan multilateral
Indonesia yang perlu diperhatikan, seperti sifat yang ‘mengalah’ dalam kebijakan politik
internasional Indonesia. Hal ini akan menyebabkan Indonesia akan dipandang
oleh dunia
internasional sebagai bangsa yang lemah dan tidak konsisten dalam pergaulan internasional.
Potensi hubungan multilateral yang ada di Indonesia perlu ditingkatkan, karena dengan Indonesia
yang memiliki nama di dalam dunia internasional, mampu membantu Indonesia dalam mengatasi
masalah-masalah yang ada di dalam negeri.