MODEL MODEL dan EPISTEMOLOGI ISLAM
epistemologi islam
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Pengertian Filsafat
Secara etimologi istilah flsafat adalah berasal dari bahasa arab yaitu
falsafa watafalsafa artinya berflsafat1[1], hikmah , berfkir teliti dan ahli
dalam masalah-masalah ilmu pengetahuan (alam semesta) 2[2], dan
berasal dari kata philosophy yang berasal dari bahasa yunani yaitu philos
(suka, cinta) dan Sophia (kebijaksanaan)3[3]. Pengertian flsafat dari segi
praktisnya berarti alam fkiran atau alam berfkir. Berflsafatlah artinya
berfkir. Akan tetapi, tidak semua berfkir itu adalah berflsafat sebab
berflsafat adalah berfkir secara mendalam dan sungguh-sunguh. 4[4] Ada
beberapa tokoh yang mendefnisikan apa itu flsafat diantaranya sebagai
berikut 5[5]:
1. Plato (427-347 SM) seorang flusuf yunani yang termashur murid
Socrates dan guru Aristoteles, mengatakan bahwa flsafat itu
tidaklah lain dari pada pengetahuan tentang segala yang ada.
2. Aristoteles (384-322 SM) seorang flusuf terbesar yang merupakan
murid Plato mengatakan bahwa flsafat adalah ilmu pengetahuan
1[1] Ahmad Warson Munawwir,(1997), Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia, Surabaya :Penerbit
Pustaka Progresif,hlm : 1071
2[2] Al-Munjid fi al-lughoh wa al-a’lam,(2005),Beirut:Dar –al Masrq,hlm : 593
3[3] Dr.Dian, Pengantar Filsafat. hlm : 3
4[4] ibid
5[5] ibid
yang meliputi kebenaran yang didalamnya terkandung ilmu-ilmu
metafsika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika
(flsafat menyelidiki sebab dan asas segala benda).
3. Al-Farabi ( wafat 950 M), flusuf muslim terbesar sebelum Ibnu Sina,
mengatakan bahwa flsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam
maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.
Dari uraian diatas defnisi flsafat dapat dikategorikan menjadi 4
defnisi tentang flsafat6[6], yaitu:
1. Philosophy is an attitude toward life and the universe. (Filsafat
adalah satu sikap tentang hidup dan tentang alam semesta).
2. Philosophy is a method of refeetive thinking and reasoned inquiry.
(Filsafat adalah satu metode pemikiran refektif dan penyelidikan
akliah).
3. Philosophy is a group of problems. (Filsafat adalah satu perangkat
masalah).
4. Philosophy is a group of system of thought. (Filsafat adalah satu
perangkat teori atau system pikiran).
B. Sejarah Ilmu7[7]
1. Adam Diberi Kelebihan Dibanding Malaikat dan Jin Oleh Allah
dengan Ilmu
6[6] Ibid,hlm : 4
7[7] Dian Hardiana, Makalah strategi transformasi Islam dengan disiplin ilmu
Allah
SWT
keturunannya
telah
adalah
menyatakan
dikarenakan
bahwa
keunggulan
keilmuan
dariNya,
Adam
dan
sebagaimana
frmanNya:
َ ف
َ ة
َ َََق
ال
م
َ م ع ََر
ِ ََََ مئاِك
َ َم آد
ُ َََض
َ ّ ماءَ كُل
ْ
َ ْ م عَلَى ال
ْ ه
ّ ُ هَََا ث
َ َََاسأ
َ ّ وعَل
َ
َ
َ
ُ ه
ين
ِ ؤء
ِ ما
ِ صا ِد
َ ء
ْ ِء إ
ْ أنْبِئُونِي بِأ
َ ق
ْ ُ ن كُنْت
َ أ
َ م
“Dan
Dia
seluruhnya,
mengajarkan
kemudian
kepada
Adam
mengemukakannya
nama-nama
kepada
para
(benda-benda)
Malaikat
lalu
berfirman: "Sebutkanlah kepada-uu nama benda-benda itu jika kamu
mamang benar orang-orang yang benar!".-QS.Al-Baqarah:31Berkata Ibnu Katsir tentang ayat ini: Yang benar tentang ilmu yang
diajarkan Allah kepada Adam adalah nama-nama segala sesuatu seluruhnya,
baik dzatnya, sifatnya, dan perbuatannya (fungsi), sebagaimana yang
dikatakan Ibnu ‘Abbas: Sampai (penamaan) kentut bersuara dan tidak.
Maksudnya adalah nama-nama semua dzat dan perbuatan (fungsi) baik
besar maupun kecil, oleh sebab itu Imam Bukhari meriwayatkan tentang
Tafsir ayat ini dalam Shahihnya hadits dari nabi yang artinya: “Dari Qatadah,
dari Anas dari Nabi SAW dia bersabda: “Orang-orang mu’min berkumpul
pada hari kiyamat sambil berkata: Andaikan kita meminta syafa’at kepada
tuhan kita? uemudian mereka mendatangi Adam dan berkata: Engkau
adalah bapaknya manusia yang dieiptakan Allah dengan kekuasaannya, dan
bersujud kepadamu malaikat, memberimu ilmu tentang nama-nama segala
sesuatu, maka mintakanlah untuk kami syafa’at kepada tuhanmu sampai
Dia memindahkan kami dari tempat kami ini…”.-HR.BukhariDari ayat dan penerangan ahli tafsir diatas, kita dapat menyimpulkan
bahwa segala sesuatu tentang ilmu yang dimiliki manusia adalah merupakan
pemberian dari Allah, bahkan hingga memiliki kemampuan mendefnisikan
dan menyimpulkan sifat dan fungsi dari segala sesuatu itu, sehingga dengan
kemampuan itulah ilmu pengetahuan dimulai. Sebab inti dari keilmuan pada
dasarnya adalah bagaimana mendefnisikan dan menempatkan defnisi
tersebut sesuai sifat dan fungsi masing-masing. Sehingga jika lahir darinya
disiplin ilmu-ilmu maka itu wajar, sebab semua disiplin ilmu berasal dari
bagaimana memberi istilah tentang sesuatu dan menempatkan fungsinya
sehingga ditetapkanlah kaidah dengan segala teori-teori yang dihasilkan dari
pengamatan dan pengalaman tentang sesuatu, kemudian diberi sentuhan
sejarah dan fakta-fakta yang kebetulan sama dengan apa yang dia
defnisikan, dan dia tetapkan fungsinya. Oleh sebab itu, dalam ilmu manthiq,
ilmu didefnisikan sebagai pengetahuan tentang sesuatu yang belum
diketahui menurut aspek keyakinan atau sangkaan dengan pengetahuan
yang sesuai kenyataannya atau berbeda. Kemudian ilmu dibagai dua:
1. Tashawwuri
Adalah
pengetahuan
tentang
suatu
hakikat-hakikat
kata
tanpa
mendiskusikan terlebih dahulu, untuk menetapkan sesuatu yang berkaitan
dengan hakikat-hakikat itu, atau meniadakannya, seperti mengetahui makna
lafadz Shalat, zakat, shaum. Dan hal tersebut adalah jawaban dari kalimat
tanya: Apa dia? Apa artinya? Tashawwuri dibagai dua: Badihi dan Nadzhari.
a) Badihi
Adalah pengetahuan tentang sesuatu yang tidak membutuhkan
kepada pemikiran dan pandangan, seperti menggambarkan lapar,
haus, dingin, panas.
b) Nadzhari
Adalah apa yang tergantung kepada pembahasan dan penelitian
dengan cermat, seperti menggambarkan hakikat lampu dan radio
2. Tashdiqi
Adalah mengetahui hubungan yang sempurna antara dua kata. Atau
artinya ketetapan atas suatu hakikat dengan menetapkan sesuatu yang
berkaitan dengan hakikat itu, atau meniadakannya. Hal itu seperti ilmu kita
tentang shalat lima waktu wajib, zinah haram, dll. Maka jika ada seseorang
mengatakan: Riba haram menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah. Lalu kita
bertanya apa riba itu? Apa haram itu? Apa qur’an itu? Dan apa sunnah itu?
Maka jawabannya adalah dengan ilmu tashawwuri. Dan jika kita mengetahui
hukum riba maka itulah yang dinamai dengan tashdiqi. Tashdiqi dibagi dua:
a) Badihi
Defnisinya seperti pada tashawwuri. Contohnya adalah seperti
menetapkan bahwa satu setengah dari dua.
b) Nadzhari
Defnisinya seperti pada tashawwuri. Contohnya adalah seperti
menetapkan bahwa Alam akan hancur, dan semua yang mati akan
dibangkitkan dari qubur.
2. Manusia Diberi Ilmu Oleh Allah terbatas
Manusia adalah makhluq Allah yang dilebihkan dari makhluq lainnya
dengan ilmu, akan tetapi ilmu yang diberikan Allah kepada manusia jauh
sekali dari banyak, dan bahkan sedikit sekali. Artinya, sepintar apapun
manusia, maka dihadapan Allah ilmunya tidak seberapa, sehingga jika
kemudian ilmu dan akal didewakan, hal ini sangat keluar dari fthrah
manusia sebagai mahkluq yang menerima ilmu, bukan mencari ilmu secara
hakikat pencarian. Sebab istilah mencari bagi manusia tidak lebih dari
sekedar mendapatkan apa yang telah disediakan oleh Allah, apalagi jika ilmu
tersebut
semuanya
berkenaan
dengan
alam
ciptaan
Allah
SWT,
mendefnisikan dan menjelaskan ciptaan Allah, menetapkan hukum dan
fungsi terhadap semua citpaan Allah, maka bagaimana mungkin ilmu
manusia dapat melebihi Nya padahal yang menciptakan tentu lebih tahu
terhadap semua yang diciptakan, lebih-lebih jika manusia pandangannya
tidak menyeluruh terhadap alam jagad, hanya bersifat dugaan dan dugaan,
teori dan teori. Hal ini dilakukan sebab tidak ada yang benar-benar melihat
bagaimana
manusia
tercipta,
bagaimana
alam terbentuk,
bagaimana
makhluq hidup ada. Mereka hanya menduga-duga berdasarkan atsar8[8]
8[8] Bekas, jejak atau tilas. Lihat: Kamus al-‘Ashri, Atabik ‘Ali, Ahmad Zuhdi Muhdlhar (Multi
Karya Grafika: Yogyakarta-Indonesia, 2003), hlm. 22.
yang ada, tanpa melihat langsung proses kejadiannya. Sedangkan Allah?
Maka maha benar Allah tentang frmanNya bahwa manusia tidak diberikan
ilmu olehNya kecuali sedikit saja, sebagaimana frmanNya:
َ
َ َ سأَلُون
ُ وح
ن
َْ ُ مََا أُوتِيت
َن
ِ م
ِ ح
ُ َرو
ْ َ وي
َ م
ْ م
َ و
ْ نأ
َ َر َربّي
ّ ََل ال
ِ َق
ّ
َ
ِ َم
ِ الر
ِ كع
َ علْم ِ إِء
)۸۵:قلِيئ (اسأراء
ِ ْ ال
Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk
urusan
Tuhan-ku,
dan
tidaklah
kamu
diberi
pengetahuan
melainkan
sedikit.".-QS.Al-Isra:85Berkata Ibnu Katsir tentang ayat diatas: Ketika rasulullah hijrah ke Madinah,
belia didtangi oleh para pendeta Yahudi, dan berkata: Wahai Muhammad!
Bukankah
telah
sampai
kepada
kami
bahwa
kamu
mengatakan
(menyampaikan wahyu) { dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan
sedikit. Apakah yang kamu maksud itu kamu atau kaumu? Nabiu menjawab:
Sekali-kali
aku
tidak
menentukan.
Mereka
kem,udian
mengatakan:
Sesungguhnya kamu membaca bahwa kami diberi taurat, sedangkan
padanya
terdapat
penjelasan
segala
sesuatu.
Kemudian
rasulullah
menjawab: “Ayat itu menurut ilmu Allah sedikit, sedangkan Allah telah
mendatangkan kepada kalian apa yang jika kalian mengamalkannya kalian
akan mendapatkan manfaat”. Dan Allah menurunkan: “Dan seandainya
pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan
kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habishabisnya (dituliskan) kalimat Allah Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana.-QS.Luqman:27-.
BAB 2
EPISTEMOLOGI ISLAM
A. Pengertian Epistemologi Islam
Epistemologi secara sederhana bisa dimaknai teori pengetahuan.
Mungkinkah
mengetahui,
mendapatkan
apa
pengetahuan,
itu
pengetahuan,
merupakan
dan
tema-tema
bagaimana
pembahasan
epistemology. Menurut Milton D. Hunnex, epistemology berasal dari
bahasa yunani yaitu episteme yang bermakna knowledge, pengetahuan
dan logos yang bermakna teori. Istilah ini pertama kali digunakan pada
tahun 1854 oleh J.F. Ferrier yang membuat perbedaan antara dua cabang
flsafat yaitu ontology9[9] dan epistemology. Jika ontology mengkaji
tentang
wujud,
hakikat,
dan
metafsika10[10].
Maka
epistemology
membandingkan kajian sistematik terhadap sifat, sumber, dan validitas
pengetahuan. Menurut Mulyadhi Kartanegara, ada dua pertanyaan yang
tidak bisa dilepaskan dari epistemologi yaitu pertama apa yang dapat
diketahui ( teori dan isi ilmu), dan yang kedua bagaimana mengetahuinya
(metodelogi)
Kajian
epistemology
islam
sangatlah
penting
untuk
dilakukan
mengingat saat ini sudah menyebar apa yang disebut oleh Syamsuddin
Arif yaitu “Kanker Epistemologi” kanker jenis ini telah melumpuhkan
kemampuan menilai (Critieal Power) serta mengakibatkan kegagalan akal
(Intelelleetual failure), yang pada pada gilirannya mengerogoti keyakinan
dan keimanan dan akhirnya ,menyebabkan kekufuran. Gejala dari orang
yang mengindap kanker ini diantaranya suka berkata : Di dunia ini, kita
tidak
pernah tahu kebenaran absolute,
yang kita
tahu
hanyalah
kebanaran dengan “k” kecil, kebenaran itu relative, agama itu mutlak
9[9] Ontology berasal dari bahasa yunani yaitu on berarti being, wujud, apa dan logos berarti
teori. Ontologi adalah salah satu kajian filsafat yang biasa disebut metafisika umum yang
membahas segala sesuatu yang ada secara menyeluruh dan sekaligus. Ada 3 teori ontologis yaitu
idealisme ( realitas yang sesungguhnya bukanlah yang kelihatan, melainkan yang tidak
kelihatan), materialism ( menolak hal-hal yang tidak kelihatan/ relaitas adalah alam
kebendaan),dan dualisme (material dan mental).(Dr.Dian, Pengantar Filsafat, hlm : 47)
10[10] Metafisika adalah hal yang mebicarakan tentang sesuatu yang di luar alam biasa (Kamus
lengkap Bahasa Indonesia Modern, Tim Bahasa Pustaka Agung Harapan,hlm 399)
sedangkan pemikaran keagamaan relative, semua agama benar dalam
porsi dan porsinya masing-masing dan yang lainnya.11[11]
Pertanyaan yang biasa dipersoalkan di dalam epistemology adalah
sebagai berikut : Apakah pengetahuan itu? Apakah yang menjadi sumber
dan
dasar
pengetahuan?
Apakah
pengetahuan
itu
berasal
dari
pengamatan, pengalaman, atau budi pekerti? Apakah pengetahuan itu
adalah kebenaran yang pasti ataukah hanya merupakaan dugaan?.12[12]
B. Mungkinkah Mengetahui?
Pertanyaan itu sudah mengemuka dari sejak zaman yunani kuno. Pada
zaman ini lahir aliran yang bernama sofsme. Menurut kaum sofs bahwa
semua kebenaran itu relative, ukuran kebenaran itu manusia (man is the
measure of all things). Karena manusia berbeda-beda, jadi kebenaran pun
berbeda-beda tergantung manusianya. Menurut anda mungkin benar,
tetapi menurut saya tidak, demikian kurang lebih argumentasi kaum
sofs. Akibatnya mudah diterka, terjadi semacam kekacauan kebanaran
yaitu semua teori sains diragukan, semua aqidah dan kaidah agama
dicurigai, sehingga manusia hidup tanpa pegangan kebenaran dan hal itu
telah menyebabkan manusia terasing di dunianya sendiri.13[13]
Maka kemudian muncullah Socrates yang jejaknya diikuti oleh Plato
dan Aristoteles. Menurut meraka tidak semua kebenaran relative, ada
kebenaran umum yang mutlak benar bagi siapapun, kebenaran ini
disebut idea oleh Plato, dan defnisi oleh aristoteles. Kemudian muncul
sofsme klasik yang berreinkarnasi (terlahir kembali) pada zaman modern
dengan nama skeptisisme. Seorang skeptic akan senantiasa meragukan
11[11] Nashruddin Syarief,Makalah Epistemologi Islam.
12[12] Dr. Dian, Op.Cit, hlm : 57
13[13] Nashrudin Starief, Op.Cit.
kebenaran dan membenarkan keraguan. Bagi mereka pendapat tentang
semua perkara (termasuk yang qath’I14[14] dalam agama) harus selalu
terbuka untuk diperdebatkan. Pada tahap yang lebih ekstrim dia akan
mengklaim bahwa kebenaran hanya bisa dicari dan didekati, tetapi
mustahil ditemukan. Kemudian wujud lain dari sofsme modern adalah
relativisme yaitu menganggap semua orangdan golongan sama-sama
benar, semua pendapat (agama, aliran, sekte, kelompok, dan lain
sebagainya) sama benarnya, tergantung dari sudut pandang masingmasing. Sehingga jika skeptic menolak semua klaim kebenaran, maka
seorang relativis menerima dan menganggap semuanya benar. Aliran ini
yang kemudian berkembang menjadi paham pluralism agama.15[15]
Maka ketika golongan diatas tersebut menyebutkan bahwa tidak ada
kebenaran yang mutlak, maka dalam berbagai tempat Allah SWT juga
suka mengingatkan bahwa hidup ini akan selalu ada 2 pilihan seperti
haqq dan bathil, Benar (shawab) dan keliru (uhata’) dan yang lainnya
sehingga dalam hal ini mengajarkan kepada kita bahwa kebenaran itu
ada dan mungkin untuk diraih.
C. Bagaimana Kita Bisa Mengetahui?
Ilmu diperoleh oleh manusia dengan berbagai cara dan dengan
menggunakan berbagai alat. Menurut Jujun S Suriasumantri, pada
dasarnya terdapat dua cara pokok bagi manusia untuk mendapatkan
pengetahuan yang benar. Yang pertama adalah mendasarkan diri kepada
rasio (logis), dan yang kedua mendasarkan diri kepada pengalaman
(empiris). Kerjasama rasionalisme dan empirisme melahirkan metode
sains (seientifie method), dan dari metode ini lahirlah pengetahuan sains
14[14] Qath’I adalah sesuatu yang sudah pasti ( Mudlar,zuhri,ahmad,(2003),Kamus Krapyak
Al-’Ashri, Jogjakarta:Multi Karya Grafika.hlm 1463)
15[15] Nashrudin Starief, Op.Cit.
(seientifie knowledge) yang dalam bahasa indonesia disebut pengetahuan
ilmiah atau ilmu pengetahuan. Kemudian kerjasama antara rasionalisme
dan empirisme ini melahirkan paham positivisme, yakni paham yang
menyatakan bahwa segala pengetahuan yang ilmiah harus dan pasti
dapat terukur seperti panas diukur dengan derajat panas, jauh diukur
dengan meteran, dan berat diukur dengan timbangan.
Selanjutnya selain pengetahuan rasionalisme dan empirisme terdapat
pengetahuan yang lain yaitu intuisi dan wahyu. Intuisi merupakan
pengetahuan yang didapatan tanpa proses penalaran tertentu. Seseorang
yang sedang terpusat pemikirannya pada suatu masalah tiba-tiba saja
menemukan jawaban atas permasalahan tersebut, tanpa melalui proses
berfkir yang berliku-liku tiba-tiba saja dia sudah sampai di situ.
Semantara wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh
Allah kepada manusia. Pengetahuan ini disalurkan lewat nabi-nabi yang
diutus-Nya
di
setiap
zaman.
Menurut
Jujun
Agama
merupakan
pengetahuan bukan saja mengenai kehidupan manusia sekarang yang
terjangkau pengalaman, namun juga masalah-masalah yang bersifat
transendental seperti latar belakang penciptaan manusia dan hari
kemudian di akhirat nanti. Pengetahuan ini didasarkan kepercayaan akan
hal-hal yang ghaib (supranatural). Akan tetapi pengetahuan jenis ini
banyak tidak diakui oleh para ilmuwan yang kurang berpihak pada
agama, seiiring dibatasinya pengetahuan ilmiah pada logis dan empiris. 16
[16]
Menurut Ahmad Tafsir, terdapat aliran yang mirip sekali dengan
intuisionisme, yaitu iluminasionisme. Aliran ini berkembang di kalangan
tokoh – tokoh agama; di dalam islam disebut teori kasyf. Teori ini
menyatakan bahwa manusia yang hatinya bersih, maka ia telah bersiap
16[16] Ibid
dan sanggup menerima pengetahuan dari tuhan. Aliran ini lebih fokus
pada ilham yang diturunkan Allah swt kepada manusia. Menurut Ahmad
Tafsir, aliran ini terbentang juga di dalam sejarah pemikiran islam, boleh
dikatakan dari sejak awal dan memuncak pada Mulla Shadra.17[17]
Pemikiran al-Nasaf menyatakan bahw terdapat tiga saluran yang
menjadi sumber ilmu, yaitu perspesi indera (idrak al-hawas), proses akal
sehat (ta’aqul) serta intuisi hati (qalb), dan melalui informasi yang benar
(khabar shaqiq). Sedangkan menurut ibnu Taimiyyah terdapat 3 yang
pokok dalam saluran-saluran pengetahuan yaitu khabar, akal dan indera.
Kemudian ibnu Taimiyyah membagi indera kepada indera lahir (panca
indera) dan indera bathin (intuisi hati). Kemudian menurut Al-Ghazali
sumber pengetahuan ada tiga yaitu panca indera, akal dan wahyu
(intuisi) akan tetapi menurut al-Ghazali bahwa intuisi lebih tinggi dan
lebih dipercaya daripada Akal untuk menangkap pengetahuan yang betulbetul diyakini kebenarannya yaitu yang diberikan kepada para nabi dalam
bentuk wahyu.18[18]
Menurt Ibu Thufail terdapat dua jalan dalam objek pengetahuan yaitu
wahyu dan Filsafat dengan menggunakan akal sebagai pengolahnya dan
panca indera yang menangkap sumber pengetahuan dari pengalaman. 19
[19]
D. Apa Itu Ilmu )Pengetahuan(?
17[17] ibid
18[18] Dr. Hasyimsyah Nasution, M.A, (2005),Filsafat Islam,Jakarta : Gaya Media Pratama, Cet
Keempat. hlm : 81.
19[19] Ibid. hlm : 111
ilmu
secara
etimologi
bahwa
ilmu
berasal
dari
kata
‘alima-
ya’lamu-‘ilman yaitu mengetahui20[20] yang kalimat ‘alima merupakan
salah satu sifat dari Allah SWT yaitu al-‘aliimu, al-‘aalimu, ‘allaamu.21[21]
Dibawah ini adalah defnisi-defnisi ilmu menurut para ahli bahasa dan ahli
fqih dan mantiq :
1. ‘Ilmu adalah bentuk mufrad sedang bentuk jamaknya adalah
‘uluumun yang berarti pengetahuan sesuatu tentang sebuah
hakikat keyakinan dan pengetahuan.22[22]
2. Menurut Ahli Fiqih Ilmu adalah sebuah sifat yang tersingkap
kepada apa yang ia tuntut dengan ketersingkapan yang tuntas. 23
[23]
3. Menurut Ahli Mantiq ilmu adalah pengetahuan yang belum
diketahui dari aspek keyakinan, sangkaan baik itu pengetahuan
yang sesuai dengan kenyataan ataupun tidak.24[24]
Jika dikatakan bahwa seseorang mengetahui sesuatu, itu berarti ia
memiliki
pengetahuan
tentang
sesuatu
itu.
Dengan
demikian,
pengetahuan ialah suatu kata yang digunakan untuk menunjuk kepada
apa yang diketahui oleh seseorang tentang sesuatu 25[25]. Peradaban
20[20] Mudlar,zuhri,ahmad,(2003),Kamus Krapyak Al-’Ashri, Jogjakarta:Multi Karya
Grafika.hlm 1313
21[21] Lisanul Arab.
22[22] Al-Munjid fi al-lughoh wa al-a’lam,Op.Cit,hlm : 567
23[23] Abdul hamid Hakim,(t.t) ,mabaadi awwaliyyah fi ushulil fiqihi wa al-qawaa’idi alfiqhiyyah,Jakarta: Maktabah Sa’adiyyah Putra,hlm : 7
24[24] A.Zakaria,(t.t), Ilmu Mantiq,Pesantren PERSIS Garut. Hlm : 3
25[25] Dr. Dian, Op.Cit,hlm : 57
Barat membedakan pengetahuan ke dalam dua istilah teknis, yaitu
seienee dan knowledge. Istilah yang pertama diperuntukkan bagi bidangbidang ilmu fsik atau empiris, sedangkan istilah kedua diperuntukkan
bagi bidang-bidang ilmu nonfsik seperti konsep mental dan metafsika.
Istilah yang pertama diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan
ilmu pengetahuan, sementara istilah kedua diterjemahkan dengan
pengetahuan saja. Dengan kata lain, hanya ilmu yang sifatnya fsik dan
empiris saja yang bisa dikategorikan ilmu, sementara sisanya seperti ilmu
agama tidak bisa dikategorikan ilmu (ilmiah).26[26]
Islam tentu saja tidak mengenal pemenggalan zaman menjadi abad
klasik, pertengahan dan modern. Karena islam tidak pernah terjadi tarikilur yang dahsyat antara akal dan iman, atau antara kekuasaan dunia dan
kekuasaan
agama.
Islam
juga
tidak
mengenal
renaissanee
yang
ditandakan dengan terbebasnya alam pikiran manusia dari kungkungan
penguasa agama. Karena sejak awal kelahirannya, antara agama, akal,
dan
indera,
ketiganya
berjalin
kelindan
dengan
sangat
baik.
Konsekuensinya, tidak akan ditemukan dalam khazanah pemikiran islam
pergesaran defnisi ilmu seperti yang terjadi di dunia barat. Dari sejak
awal dan sampai sekarang, ilmu dalam islam mencakup bidang-bidang
fsik juga nonfsik.
Akan tetapi berkaitan dengan pertanyaan apa itu pengetahuan,
menurut
Wan
Daud,
sekarang
ini
umat
islam
menyadari
bahwa
mendefnisikan ilmu (pengetahuan) secara hadd27[27] adalah mustahil.28
[28]
26[26] Nashrudin Syarief,Op.Cit.
27[27] Menurut ilmu mantiq bahwa definsi (ta’rifat) terbagi kepada empat kategori yaitu had,
rasm, al-lafdzu, bil mitsal. Adapaun dengan mendefinsikan secara jenis dan bagian yang dekat
(mudah dipahami) seperti manusia itu adalah hewan yang berfikir. ( A.Zakaria,(t.t), Ilmu
Mantiq,Pesantren PERSIS Garut. Hlm 26-27) atau kata lain menspesifikasikan cirri-ciri uatama
dengan membedakan objek kajian yang didefinisikan dari objek lainnya.
Menurut Yadzi tokoh lainnya yang menyatakan ilmu tidak mungkin
didefnisikan. Jal itu disebabkan konsep pengetahuan merupakan salah
satu konsep paling jelas dan swanyata (badihi). Bukan saja tidak
membutuhkan defnisi, pengetahuan tidak mungkin didefnisikan, lantaran
tidak
ada
kata
atau
istilah
lain
yang
lebih
jelas
untuk
dipakai
mendefnisikannya. Frase atau tuturan yang lazim dipaki dalam bukubuku flsafat dan logika sebagai defnisi pengetahuan atau ilmu hanyalah
memberikan contoh-contoh (mishdaq/instanee) pengetahuan yang ada
dalam ilmu atau bidang kajian tertentu, bukan defnisi dalam arti
sesungguhnya. Contohnya defnisi yang disebutkan oleh para ulama dan
ahli logika seperti “penangkapan bentuk (shurah / form) sesuatu dalam
fkiran”, atau “hadirnya maujud nonmaterial dalam maujud nonmaterial
lainnya” , atau “hadirnya sesuatu pada maujud nonmaterial”. 29[29]
Kemudian yadzi pun menjelaskan bahwa ilmu itu ada dua yaitu al-‘ilmu
al-huduri (pengetahuan dengan kehadiran, presentational knowledge,
knowledge by presenee). Al-imu al-hushuli (pengetahuan tangkapan atau
perolehan, aequired knowledge).
Dr.
Rajih
menyatakan
‘Abd
hal
al-Hamdi
serupa.
al-Kurdi
Dalam
adalah
karnya
tokoh
tentang
lainnya
yang
perbandingan
epistemology antara Al-Qur’an dan Filsafat (nazariyyat al-ma’rifah baina
al-Qur’an wa al-falsafah) ia menguraikan defnisi ilmu menurut para
pemikir mu’tazilah, flosof yunani, dan para ulama ahlu sunnah. Hasilnya,
ia menyimpulkan bahwa ilmu cukup jelas untuk tidak didefnisikan.
Karena semua defnisi yang diajukan masing-masing pakar berbeda-beda
dan hanya terfokus pada beberapa aspek yang menjadi titik perhatiannya
saja. Sehingga bisa dipastikan tidak ada defnisi ilmu yang had.30[30]
28[28] Nashrudin Syarief,Op.Cit.
29[29] ibid
30[30] ibid
Uraian tersebut dapat diindikasikan dengan jelas bahwa dalam islam
mencangkup dua pengertian; pertama, sampainya ilmu dari Allah ke
dalam jiwa manusia, dan kedua, sampainya jiwa manusia terhadap objek
ilmu melalui penelitian dan kajian. Sebagaimana frman Allah ;
ْ قرأ
َ ن عَل
َ ) خَل1( ق
َ ذي خَل
ّ ك ال
َ
ق
م
ان
س
ن
اس
ق
ب
ر
م
اأ
ب
ْ
ِ
ِ
َ
ّ
َ
ْ
ْ
َ
َ
ِ
َ
َ ْ ا
ٍ
ِ ْ
َ ّ و َرب
َ ْ م ب ََِال
ْ ) ا2(
م
ِ ّ ) ال3( م
ُ ك اسك ْ َر
َ ّ ) عَل4( ِ قلَم
َ ّ ذي عَل
َ ق َرأ
)5( م
َ س
ْ َم ي
َ ْ اسن
ْ َ عل
ْ َ ما ل
َ ان
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia
telah
menciptakan
manusia
dari
segumpal
darah.
Bacalah,
dan
Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan
perantaran kalam Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya”(Q.s al-Alaq:1-5)
Secara jelas ayat di atas menginformsikan bahwa ilmu bisa diperoleh
dengan aktivitas iqra’, juga vusa diperoleh dengan anugerah Allah swt
langsung kepada manusia.
E. Klasifikasi Ilmu
Islam tidak mengenal dikotomi ilmu; yang satu diakui, yang lainnya
tidak.
Yang
berdasarkan
logis-empiris
wahyu
tidak
dikategorikan
ilmiah,
dikategorikan
sedangkan
ilmiah.
Semua
yang
jenis
pengetahuan, apakah itu yang logis-empiris, apalagi yang sifatnya
wahyu, diakui sebagai sesuatu yang ilmiah. Dalam khazanah pemikiran
islam yang dikenal hanya klasifkasi (pembedaan) atau difrerensiasi
(perbedaan), bukan dikotomi seperti yang berlaku di Barat.31[31]
Al-Ghazali misalnya membagi ilmu dari aspek ghard (tujuan/kegunaan)
pada syar’iyyah dan ghair syar’iyyah. Syar’iyyah adalah yang berasal
31[31] Ibid
dari Nabi saw, sedangkan ghair syar’iyyah adalah yang dihasilkan oleh
akal seperti ilmu hitung, dihasilkan oleh eksperimen seperti kedokteran,
atau yang dihasilkan oleh pendengaran seperti ilmu bahasa.Kemudian
Ibnu Taimiyyah membagi ilmu kepada dua aspek yaitu Syar’iyyah adalah
yang berurusan dengan agama dan ketuhanan dan ghair syar’iyyah
adalah yang tidak diperintahkan oleh syara’ dan tidak pula disyaratkan
olehnya. Sementara menurut Oliver Leaman membagi ilmu menjadi dua
pula yaitu alam syahadah adalah alam yang sudah diakrabi dan terpapar
dalam sains alam (nyata) , dan ‘alam al-ghaib adalah alam yang
tersembunyi
dan
karenanya
lebih
dari
sekedar
pengetahuan
proposisional. Cara memperoleh pengetahuan jenis kedua ini adalah
melalui wahyu.32[32]
Klasifkasi seperti ini penting untuk diterapkan agar tidak terjadi
kekacauan ilmu. Ketika agama diukur oleh akal dan indera (induktif),
maka yang lahir adalah sofsme modern. Sehingga adanya Ahmadiyyah
dan aliran-aliran sesat tidak dipahami sebagai sebuah kesalahan,
melainkan sebiah pembenaran bahwa islam itu warna-warni. Demikian
juga, ketika sains dicari-cari pembenarannya dari dalil-dalil agama, maka
yang lahir kelak pembajakan dalil-dalil agam. Sehingga langit yang tujuh
dipahami
sebagai
planet
yang
jumlahnya
tujuh,
sperti
pernah
dikemukakan oleh sebagian flosof muslim di abad pertengahan. 33[33]
Wallahu ‘alam bishawab
BAB III
PENUTUP
32[32] Ibid
33[33] Ibid
Kesimpulan yang kami dapat disimpulkan adalah bahwa Allah swt
memberikan ilmu hanyalah terbatas. Akan tetapi keterbatasan ini menjadi
luar biasa bagi manusia itu sendiri sehingga dengan ilmu tersebut lahir
banyak sekali ilmu seperti ilmu flsafat khususnya epistemology yang
merupakan salah satu kajian flsafat yang menspesifkasikan mengenai apa
itu ilmu (pengetahuan) dan bagaimana cara kita mendapatkan ilmu.
Sehingga dapat disebutkan bahwa menurut islam ilmu di tinjau dari dua
aspek yaitu alam syahadah (nyata) yang melahirkan teori sains, dan yang
lainnya dan alam ghaib (tidak terlihat) yang merupakan wilayah agama dan
kita wajib mengimaninya.
DAFTAR PUSTAKA
1) A.Zakaria,(t.t), Ilmu Mantiq,Pesantren PERSIS Garut.
2) Abdul Hamid Hakim (t,t) Mabaadi awwaliyyah fi ushulil fiqhi wa
qawaaidil fiqhiyyah,Jakarta: Maktabah Sa’adiyyah Putra
3) Ahmad Warson Munawwir,(1997), uamus Al-Munawir Arab-Indonesia,
Surabaya :Penerbit Pustaka Progresif,hlm : 1071
4) Al-Munjid f al-lughoh wa al-a’lam,(2005),Beirut:Dar –al Masrq,hlm : 593
5) Dr.Dian, Pengantar Filsafat.
6) Dr. Hasyimsyah Nasution, M.A, (2005),Filsafat Islam,Jakarta : Gaya
Media Pratama, Cet Keempat. hlm : 81.
7) Dian Hardiana, Makalah strategi transformasi Islam dengan disiplin ilmu
8) uamus al-‘Ashri, Atabik ‘Ali, Ahmad Zuhdi Muhdlhar (Multi Karya
Grafka: Yogyakarta-Indonesia, 2003), hlm. 22.
9) uamus lengkap Bahasa Indonesia Modern, Tim Bahasa Pustaka Agung
Harapan,hlm 399)
10) Nashruddin Syarief,Makalah Epistemologi Islam.
11) Maktabah Syamilah (Software Kitab)
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Pengertian Filsafat
Secara etimologi istilah flsafat adalah berasal dari bahasa arab yaitu
falsafa watafalsafa artinya berflsafat1[1], hikmah , berfkir teliti dan ahli
dalam masalah-masalah ilmu pengetahuan (alam semesta) 2[2], dan
berasal dari kata philosophy yang berasal dari bahasa yunani yaitu philos
(suka, cinta) dan Sophia (kebijaksanaan)3[3]. Pengertian flsafat dari segi
praktisnya berarti alam fkiran atau alam berfkir. Berflsafatlah artinya
berfkir. Akan tetapi, tidak semua berfkir itu adalah berflsafat sebab
berflsafat adalah berfkir secara mendalam dan sungguh-sunguh. 4[4] Ada
beberapa tokoh yang mendefnisikan apa itu flsafat diantaranya sebagai
berikut 5[5]:
1. Plato (427-347 SM) seorang flusuf yunani yang termashur murid
Socrates dan guru Aristoteles, mengatakan bahwa flsafat itu
tidaklah lain dari pada pengetahuan tentang segala yang ada.
2. Aristoteles (384-322 SM) seorang flusuf terbesar yang merupakan
murid Plato mengatakan bahwa flsafat adalah ilmu pengetahuan
1[1] Ahmad Warson Munawwir,(1997), Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia, Surabaya :Penerbit
Pustaka Progresif,hlm : 1071
2[2] Al-Munjid fi al-lughoh wa al-a’lam,(2005),Beirut:Dar –al Masrq,hlm : 593
3[3] Dr.Dian, Pengantar Filsafat. hlm : 3
4[4] ibid
5[5] ibid
yang meliputi kebenaran yang didalamnya terkandung ilmu-ilmu
metafsika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika
(flsafat menyelidiki sebab dan asas segala benda).
3. Al-Farabi ( wafat 950 M), flusuf muslim terbesar sebelum Ibnu Sina,
mengatakan bahwa flsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam
maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.
Dari uraian diatas defnisi flsafat dapat dikategorikan menjadi 4
defnisi tentang flsafat6[6], yaitu:
1. Philosophy is an attitude toward life and the universe. (Filsafat
adalah satu sikap tentang hidup dan tentang alam semesta).
2. Philosophy is a method of refeetive thinking and reasoned inquiry.
(Filsafat adalah satu metode pemikiran refektif dan penyelidikan
akliah).
3. Philosophy is a group of problems. (Filsafat adalah satu perangkat
masalah).
4. Philosophy is a group of system of thought. (Filsafat adalah satu
perangkat teori atau system pikiran).
B. Sejarah Ilmu7[7]
1. Adam Diberi Kelebihan Dibanding Malaikat dan Jin Oleh Allah
dengan Ilmu
6[6] Ibid,hlm : 4
7[7] Dian Hardiana, Makalah strategi transformasi Islam dengan disiplin ilmu
Allah
SWT
keturunannya
telah
adalah
menyatakan
dikarenakan
bahwa
keunggulan
keilmuan
dariNya,
Adam
dan
sebagaimana
frmanNya:
َ ف
َ ة
َ َََق
ال
م
َ م ع ََر
ِ ََََ مئاِك
َ َم آد
ُ َََض
َ ّ ماءَ كُل
ْ
َ ْ م عَلَى ال
ْ ه
ّ ُ هَََا ث
َ َََاسأ
َ ّ وعَل
َ
َ
َ
ُ ه
ين
ِ ؤء
ِ ما
ِ صا ِد
َ ء
ْ ِء إ
ْ أنْبِئُونِي بِأ
َ ق
ْ ُ ن كُنْت
َ أ
َ م
“Dan
Dia
seluruhnya,
mengajarkan
kemudian
kepada
Adam
mengemukakannya
nama-nama
kepada
para
(benda-benda)
Malaikat
lalu
berfirman: "Sebutkanlah kepada-uu nama benda-benda itu jika kamu
mamang benar orang-orang yang benar!".-QS.Al-Baqarah:31Berkata Ibnu Katsir tentang ayat ini: Yang benar tentang ilmu yang
diajarkan Allah kepada Adam adalah nama-nama segala sesuatu seluruhnya,
baik dzatnya, sifatnya, dan perbuatannya (fungsi), sebagaimana yang
dikatakan Ibnu ‘Abbas: Sampai (penamaan) kentut bersuara dan tidak.
Maksudnya adalah nama-nama semua dzat dan perbuatan (fungsi) baik
besar maupun kecil, oleh sebab itu Imam Bukhari meriwayatkan tentang
Tafsir ayat ini dalam Shahihnya hadits dari nabi yang artinya: “Dari Qatadah,
dari Anas dari Nabi SAW dia bersabda: “Orang-orang mu’min berkumpul
pada hari kiyamat sambil berkata: Andaikan kita meminta syafa’at kepada
tuhan kita? uemudian mereka mendatangi Adam dan berkata: Engkau
adalah bapaknya manusia yang dieiptakan Allah dengan kekuasaannya, dan
bersujud kepadamu malaikat, memberimu ilmu tentang nama-nama segala
sesuatu, maka mintakanlah untuk kami syafa’at kepada tuhanmu sampai
Dia memindahkan kami dari tempat kami ini…”.-HR.BukhariDari ayat dan penerangan ahli tafsir diatas, kita dapat menyimpulkan
bahwa segala sesuatu tentang ilmu yang dimiliki manusia adalah merupakan
pemberian dari Allah, bahkan hingga memiliki kemampuan mendefnisikan
dan menyimpulkan sifat dan fungsi dari segala sesuatu itu, sehingga dengan
kemampuan itulah ilmu pengetahuan dimulai. Sebab inti dari keilmuan pada
dasarnya adalah bagaimana mendefnisikan dan menempatkan defnisi
tersebut sesuai sifat dan fungsi masing-masing. Sehingga jika lahir darinya
disiplin ilmu-ilmu maka itu wajar, sebab semua disiplin ilmu berasal dari
bagaimana memberi istilah tentang sesuatu dan menempatkan fungsinya
sehingga ditetapkanlah kaidah dengan segala teori-teori yang dihasilkan dari
pengamatan dan pengalaman tentang sesuatu, kemudian diberi sentuhan
sejarah dan fakta-fakta yang kebetulan sama dengan apa yang dia
defnisikan, dan dia tetapkan fungsinya. Oleh sebab itu, dalam ilmu manthiq,
ilmu didefnisikan sebagai pengetahuan tentang sesuatu yang belum
diketahui menurut aspek keyakinan atau sangkaan dengan pengetahuan
yang sesuai kenyataannya atau berbeda. Kemudian ilmu dibagai dua:
1. Tashawwuri
Adalah
pengetahuan
tentang
suatu
hakikat-hakikat
kata
tanpa
mendiskusikan terlebih dahulu, untuk menetapkan sesuatu yang berkaitan
dengan hakikat-hakikat itu, atau meniadakannya, seperti mengetahui makna
lafadz Shalat, zakat, shaum. Dan hal tersebut adalah jawaban dari kalimat
tanya: Apa dia? Apa artinya? Tashawwuri dibagai dua: Badihi dan Nadzhari.
a) Badihi
Adalah pengetahuan tentang sesuatu yang tidak membutuhkan
kepada pemikiran dan pandangan, seperti menggambarkan lapar,
haus, dingin, panas.
b) Nadzhari
Adalah apa yang tergantung kepada pembahasan dan penelitian
dengan cermat, seperti menggambarkan hakikat lampu dan radio
2. Tashdiqi
Adalah mengetahui hubungan yang sempurna antara dua kata. Atau
artinya ketetapan atas suatu hakikat dengan menetapkan sesuatu yang
berkaitan dengan hakikat itu, atau meniadakannya. Hal itu seperti ilmu kita
tentang shalat lima waktu wajib, zinah haram, dll. Maka jika ada seseorang
mengatakan: Riba haram menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah. Lalu kita
bertanya apa riba itu? Apa haram itu? Apa qur’an itu? Dan apa sunnah itu?
Maka jawabannya adalah dengan ilmu tashawwuri. Dan jika kita mengetahui
hukum riba maka itulah yang dinamai dengan tashdiqi. Tashdiqi dibagi dua:
a) Badihi
Defnisinya seperti pada tashawwuri. Contohnya adalah seperti
menetapkan bahwa satu setengah dari dua.
b) Nadzhari
Defnisinya seperti pada tashawwuri. Contohnya adalah seperti
menetapkan bahwa Alam akan hancur, dan semua yang mati akan
dibangkitkan dari qubur.
2. Manusia Diberi Ilmu Oleh Allah terbatas
Manusia adalah makhluq Allah yang dilebihkan dari makhluq lainnya
dengan ilmu, akan tetapi ilmu yang diberikan Allah kepada manusia jauh
sekali dari banyak, dan bahkan sedikit sekali. Artinya, sepintar apapun
manusia, maka dihadapan Allah ilmunya tidak seberapa, sehingga jika
kemudian ilmu dan akal didewakan, hal ini sangat keluar dari fthrah
manusia sebagai mahkluq yang menerima ilmu, bukan mencari ilmu secara
hakikat pencarian. Sebab istilah mencari bagi manusia tidak lebih dari
sekedar mendapatkan apa yang telah disediakan oleh Allah, apalagi jika ilmu
tersebut
semuanya
berkenaan
dengan
alam
ciptaan
Allah
SWT,
mendefnisikan dan menjelaskan ciptaan Allah, menetapkan hukum dan
fungsi terhadap semua citpaan Allah, maka bagaimana mungkin ilmu
manusia dapat melebihi Nya padahal yang menciptakan tentu lebih tahu
terhadap semua yang diciptakan, lebih-lebih jika manusia pandangannya
tidak menyeluruh terhadap alam jagad, hanya bersifat dugaan dan dugaan,
teori dan teori. Hal ini dilakukan sebab tidak ada yang benar-benar melihat
bagaimana
manusia
tercipta,
bagaimana
alam terbentuk,
bagaimana
makhluq hidup ada. Mereka hanya menduga-duga berdasarkan atsar8[8]
8[8] Bekas, jejak atau tilas. Lihat: Kamus al-‘Ashri, Atabik ‘Ali, Ahmad Zuhdi Muhdlhar (Multi
Karya Grafika: Yogyakarta-Indonesia, 2003), hlm. 22.
yang ada, tanpa melihat langsung proses kejadiannya. Sedangkan Allah?
Maka maha benar Allah tentang frmanNya bahwa manusia tidak diberikan
ilmu olehNya kecuali sedikit saja, sebagaimana frmanNya:
َ
َ َ سأَلُون
ُ وح
ن
َْ ُ مََا أُوتِيت
َن
ِ م
ِ ح
ُ َرو
ْ َ وي
َ م
ْ م
َ و
ْ نأ
َ َر َربّي
ّ ََل ال
ِ َق
ّ
َ
ِ َم
ِ الر
ِ كع
َ علْم ِ إِء
)۸۵:قلِيئ (اسأراء
ِ ْ ال
Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk
urusan
Tuhan-ku,
dan
tidaklah
kamu
diberi
pengetahuan
melainkan
sedikit.".-QS.Al-Isra:85Berkata Ibnu Katsir tentang ayat diatas: Ketika rasulullah hijrah ke Madinah,
belia didtangi oleh para pendeta Yahudi, dan berkata: Wahai Muhammad!
Bukankah
telah
sampai
kepada
kami
bahwa
kamu
mengatakan
(menyampaikan wahyu) { dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan
sedikit. Apakah yang kamu maksud itu kamu atau kaumu? Nabiu menjawab:
Sekali-kali
aku
tidak
menentukan.
Mereka
kem,udian
mengatakan:
Sesungguhnya kamu membaca bahwa kami diberi taurat, sedangkan
padanya
terdapat
penjelasan
segala
sesuatu.
Kemudian
rasulullah
menjawab: “Ayat itu menurut ilmu Allah sedikit, sedangkan Allah telah
mendatangkan kepada kalian apa yang jika kalian mengamalkannya kalian
akan mendapatkan manfaat”. Dan Allah menurunkan: “Dan seandainya
pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan
kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habishabisnya (dituliskan) kalimat Allah Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana.-QS.Luqman:27-.
BAB 2
EPISTEMOLOGI ISLAM
A. Pengertian Epistemologi Islam
Epistemologi secara sederhana bisa dimaknai teori pengetahuan.
Mungkinkah
mengetahui,
mendapatkan
apa
pengetahuan,
itu
pengetahuan,
merupakan
dan
tema-tema
bagaimana
pembahasan
epistemology. Menurut Milton D. Hunnex, epistemology berasal dari
bahasa yunani yaitu episteme yang bermakna knowledge, pengetahuan
dan logos yang bermakna teori. Istilah ini pertama kali digunakan pada
tahun 1854 oleh J.F. Ferrier yang membuat perbedaan antara dua cabang
flsafat yaitu ontology9[9] dan epistemology. Jika ontology mengkaji
tentang
wujud,
hakikat,
dan
metafsika10[10].
Maka
epistemology
membandingkan kajian sistematik terhadap sifat, sumber, dan validitas
pengetahuan. Menurut Mulyadhi Kartanegara, ada dua pertanyaan yang
tidak bisa dilepaskan dari epistemologi yaitu pertama apa yang dapat
diketahui ( teori dan isi ilmu), dan yang kedua bagaimana mengetahuinya
(metodelogi)
Kajian
epistemology
islam
sangatlah
penting
untuk
dilakukan
mengingat saat ini sudah menyebar apa yang disebut oleh Syamsuddin
Arif yaitu “Kanker Epistemologi” kanker jenis ini telah melumpuhkan
kemampuan menilai (Critieal Power) serta mengakibatkan kegagalan akal
(Intelelleetual failure), yang pada pada gilirannya mengerogoti keyakinan
dan keimanan dan akhirnya ,menyebabkan kekufuran. Gejala dari orang
yang mengindap kanker ini diantaranya suka berkata : Di dunia ini, kita
tidak
pernah tahu kebenaran absolute,
yang kita
tahu
hanyalah
kebanaran dengan “k” kecil, kebenaran itu relative, agama itu mutlak
9[9] Ontology berasal dari bahasa yunani yaitu on berarti being, wujud, apa dan logos berarti
teori. Ontologi adalah salah satu kajian filsafat yang biasa disebut metafisika umum yang
membahas segala sesuatu yang ada secara menyeluruh dan sekaligus. Ada 3 teori ontologis yaitu
idealisme ( realitas yang sesungguhnya bukanlah yang kelihatan, melainkan yang tidak
kelihatan), materialism ( menolak hal-hal yang tidak kelihatan/ relaitas adalah alam
kebendaan),dan dualisme (material dan mental).(Dr.Dian, Pengantar Filsafat, hlm : 47)
10[10] Metafisika adalah hal yang mebicarakan tentang sesuatu yang di luar alam biasa (Kamus
lengkap Bahasa Indonesia Modern, Tim Bahasa Pustaka Agung Harapan,hlm 399)
sedangkan pemikaran keagamaan relative, semua agama benar dalam
porsi dan porsinya masing-masing dan yang lainnya.11[11]
Pertanyaan yang biasa dipersoalkan di dalam epistemology adalah
sebagai berikut : Apakah pengetahuan itu? Apakah yang menjadi sumber
dan
dasar
pengetahuan?
Apakah
pengetahuan
itu
berasal
dari
pengamatan, pengalaman, atau budi pekerti? Apakah pengetahuan itu
adalah kebenaran yang pasti ataukah hanya merupakaan dugaan?.12[12]
B. Mungkinkah Mengetahui?
Pertanyaan itu sudah mengemuka dari sejak zaman yunani kuno. Pada
zaman ini lahir aliran yang bernama sofsme. Menurut kaum sofs bahwa
semua kebenaran itu relative, ukuran kebenaran itu manusia (man is the
measure of all things). Karena manusia berbeda-beda, jadi kebenaran pun
berbeda-beda tergantung manusianya. Menurut anda mungkin benar,
tetapi menurut saya tidak, demikian kurang lebih argumentasi kaum
sofs. Akibatnya mudah diterka, terjadi semacam kekacauan kebanaran
yaitu semua teori sains diragukan, semua aqidah dan kaidah agama
dicurigai, sehingga manusia hidup tanpa pegangan kebenaran dan hal itu
telah menyebabkan manusia terasing di dunianya sendiri.13[13]
Maka kemudian muncullah Socrates yang jejaknya diikuti oleh Plato
dan Aristoteles. Menurut meraka tidak semua kebenaran relative, ada
kebenaran umum yang mutlak benar bagi siapapun, kebenaran ini
disebut idea oleh Plato, dan defnisi oleh aristoteles. Kemudian muncul
sofsme klasik yang berreinkarnasi (terlahir kembali) pada zaman modern
dengan nama skeptisisme. Seorang skeptic akan senantiasa meragukan
11[11] Nashruddin Syarief,Makalah Epistemologi Islam.
12[12] Dr. Dian, Op.Cit, hlm : 57
13[13] Nashrudin Starief, Op.Cit.
kebenaran dan membenarkan keraguan. Bagi mereka pendapat tentang
semua perkara (termasuk yang qath’I14[14] dalam agama) harus selalu
terbuka untuk diperdebatkan. Pada tahap yang lebih ekstrim dia akan
mengklaim bahwa kebenaran hanya bisa dicari dan didekati, tetapi
mustahil ditemukan. Kemudian wujud lain dari sofsme modern adalah
relativisme yaitu menganggap semua orangdan golongan sama-sama
benar, semua pendapat (agama, aliran, sekte, kelompok, dan lain
sebagainya) sama benarnya, tergantung dari sudut pandang masingmasing. Sehingga jika skeptic menolak semua klaim kebenaran, maka
seorang relativis menerima dan menganggap semuanya benar. Aliran ini
yang kemudian berkembang menjadi paham pluralism agama.15[15]
Maka ketika golongan diatas tersebut menyebutkan bahwa tidak ada
kebenaran yang mutlak, maka dalam berbagai tempat Allah SWT juga
suka mengingatkan bahwa hidup ini akan selalu ada 2 pilihan seperti
haqq dan bathil, Benar (shawab) dan keliru (uhata’) dan yang lainnya
sehingga dalam hal ini mengajarkan kepada kita bahwa kebenaran itu
ada dan mungkin untuk diraih.
C. Bagaimana Kita Bisa Mengetahui?
Ilmu diperoleh oleh manusia dengan berbagai cara dan dengan
menggunakan berbagai alat. Menurut Jujun S Suriasumantri, pada
dasarnya terdapat dua cara pokok bagi manusia untuk mendapatkan
pengetahuan yang benar. Yang pertama adalah mendasarkan diri kepada
rasio (logis), dan yang kedua mendasarkan diri kepada pengalaman
(empiris). Kerjasama rasionalisme dan empirisme melahirkan metode
sains (seientifie method), dan dari metode ini lahirlah pengetahuan sains
14[14] Qath’I adalah sesuatu yang sudah pasti ( Mudlar,zuhri,ahmad,(2003),Kamus Krapyak
Al-’Ashri, Jogjakarta:Multi Karya Grafika.hlm 1463)
15[15] Nashrudin Starief, Op.Cit.
(seientifie knowledge) yang dalam bahasa indonesia disebut pengetahuan
ilmiah atau ilmu pengetahuan. Kemudian kerjasama antara rasionalisme
dan empirisme ini melahirkan paham positivisme, yakni paham yang
menyatakan bahwa segala pengetahuan yang ilmiah harus dan pasti
dapat terukur seperti panas diukur dengan derajat panas, jauh diukur
dengan meteran, dan berat diukur dengan timbangan.
Selanjutnya selain pengetahuan rasionalisme dan empirisme terdapat
pengetahuan yang lain yaitu intuisi dan wahyu. Intuisi merupakan
pengetahuan yang didapatan tanpa proses penalaran tertentu. Seseorang
yang sedang terpusat pemikirannya pada suatu masalah tiba-tiba saja
menemukan jawaban atas permasalahan tersebut, tanpa melalui proses
berfkir yang berliku-liku tiba-tiba saja dia sudah sampai di situ.
Semantara wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh
Allah kepada manusia. Pengetahuan ini disalurkan lewat nabi-nabi yang
diutus-Nya
di
setiap
zaman.
Menurut
Jujun
Agama
merupakan
pengetahuan bukan saja mengenai kehidupan manusia sekarang yang
terjangkau pengalaman, namun juga masalah-masalah yang bersifat
transendental seperti latar belakang penciptaan manusia dan hari
kemudian di akhirat nanti. Pengetahuan ini didasarkan kepercayaan akan
hal-hal yang ghaib (supranatural). Akan tetapi pengetahuan jenis ini
banyak tidak diakui oleh para ilmuwan yang kurang berpihak pada
agama, seiiring dibatasinya pengetahuan ilmiah pada logis dan empiris. 16
[16]
Menurut Ahmad Tafsir, terdapat aliran yang mirip sekali dengan
intuisionisme, yaitu iluminasionisme. Aliran ini berkembang di kalangan
tokoh – tokoh agama; di dalam islam disebut teori kasyf. Teori ini
menyatakan bahwa manusia yang hatinya bersih, maka ia telah bersiap
16[16] Ibid
dan sanggup menerima pengetahuan dari tuhan. Aliran ini lebih fokus
pada ilham yang diturunkan Allah swt kepada manusia. Menurut Ahmad
Tafsir, aliran ini terbentang juga di dalam sejarah pemikiran islam, boleh
dikatakan dari sejak awal dan memuncak pada Mulla Shadra.17[17]
Pemikiran al-Nasaf menyatakan bahw terdapat tiga saluran yang
menjadi sumber ilmu, yaitu perspesi indera (idrak al-hawas), proses akal
sehat (ta’aqul) serta intuisi hati (qalb), dan melalui informasi yang benar
(khabar shaqiq). Sedangkan menurut ibnu Taimiyyah terdapat 3 yang
pokok dalam saluran-saluran pengetahuan yaitu khabar, akal dan indera.
Kemudian ibnu Taimiyyah membagi indera kepada indera lahir (panca
indera) dan indera bathin (intuisi hati). Kemudian menurut Al-Ghazali
sumber pengetahuan ada tiga yaitu panca indera, akal dan wahyu
(intuisi) akan tetapi menurut al-Ghazali bahwa intuisi lebih tinggi dan
lebih dipercaya daripada Akal untuk menangkap pengetahuan yang betulbetul diyakini kebenarannya yaitu yang diberikan kepada para nabi dalam
bentuk wahyu.18[18]
Menurt Ibu Thufail terdapat dua jalan dalam objek pengetahuan yaitu
wahyu dan Filsafat dengan menggunakan akal sebagai pengolahnya dan
panca indera yang menangkap sumber pengetahuan dari pengalaman. 19
[19]
D. Apa Itu Ilmu )Pengetahuan(?
17[17] ibid
18[18] Dr. Hasyimsyah Nasution, M.A, (2005),Filsafat Islam,Jakarta : Gaya Media Pratama, Cet
Keempat. hlm : 81.
19[19] Ibid. hlm : 111
ilmu
secara
etimologi
bahwa
ilmu
berasal
dari
kata
‘alima-
ya’lamu-‘ilman yaitu mengetahui20[20] yang kalimat ‘alima merupakan
salah satu sifat dari Allah SWT yaitu al-‘aliimu, al-‘aalimu, ‘allaamu.21[21]
Dibawah ini adalah defnisi-defnisi ilmu menurut para ahli bahasa dan ahli
fqih dan mantiq :
1. ‘Ilmu adalah bentuk mufrad sedang bentuk jamaknya adalah
‘uluumun yang berarti pengetahuan sesuatu tentang sebuah
hakikat keyakinan dan pengetahuan.22[22]
2. Menurut Ahli Fiqih Ilmu adalah sebuah sifat yang tersingkap
kepada apa yang ia tuntut dengan ketersingkapan yang tuntas. 23
[23]
3. Menurut Ahli Mantiq ilmu adalah pengetahuan yang belum
diketahui dari aspek keyakinan, sangkaan baik itu pengetahuan
yang sesuai dengan kenyataan ataupun tidak.24[24]
Jika dikatakan bahwa seseorang mengetahui sesuatu, itu berarti ia
memiliki
pengetahuan
tentang
sesuatu
itu.
Dengan
demikian,
pengetahuan ialah suatu kata yang digunakan untuk menunjuk kepada
apa yang diketahui oleh seseorang tentang sesuatu 25[25]. Peradaban
20[20] Mudlar,zuhri,ahmad,(2003),Kamus Krapyak Al-’Ashri, Jogjakarta:Multi Karya
Grafika.hlm 1313
21[21] Lisanul Arab.
22[22] Al-Munjid fi al-lughoh wa al-a’lam,Op.Cit,hlm : 567
23[23] Abdul hamid Hakim,(t.t) ,mabaadi awwaliyyah fi ushulil fiqihi wa al-qawaa’idi alfiqhiyyah,Jakarta: Maktabah Sa’adiyyah Putra,hlm : 7
24[24] A.Zakaria,(t.t), Ilmu Mantiq,Pesantren PERSIS Garut. Hlm : 3
25[25] Dr. Dian, Op.Cit,hlm : 57
Barat membedakan pengetahuan ke dalam dua istilah teknis, yaitu
seienee dan knowledge. Istilah yang pertama diperuntukkan bagi bidangbidang ilmu fsik atau empiris, sedangkan istilah kedua diperuntukkan
bagi bidang-bidang ilmu nonfsik seperti konsep mental dan metafsika.
Istilah yang pertama diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan
ilmu pengetahuan, sementara istilah kedua diterjemahkan dengan
pengetahuan saja. Dengan kata lain, hanya ilmu yang sifatnya fsik dan
empiris saja yang bisa dikategorikan ilmu, sementara sisanya seperti ilmu
agama tidak bisa dikategorikan ilmu (ilmiah).26[26]
Islam tentu saja tidak mengenal pemenggalan zaman menjadi abad
klasik, pertengahan dan modern. Karena islam tidak pernah terjadi tarikilur yang dahsyat antara akal dan iman, atau antara kekuasaan dunia dan
kekuasaan
agama.
Islam
juga
tidak
mengenal
renaissanee
yang
ditandakan dengan terbebasnya alam pikiran manusia dari kungkungan
penguasa agama. Karena sejak awal kelahirannya, antara agama, akal,
dan
indera,
ketiganya
berjalin
kelindan
dengan
sangat
baik.
Konsekuensinya, tidak akan ditemukan dalam khazanah pemikiran islam
pergesaran defnisi ilmu seperti yang terjadi di dunia barat. Dari sejak
awal dan sampai sekarang, ilmu dalam islam mencakup bidang-bidang
fsik juga nonfsik.
Akan tetapi berkaitan dengan pertanyaan apa itu pengetahuan,
menurut
Wan
Daud,
sekarang
ini
umat
islam
menyadari
bahwa
mendefnisikan ilmu (pengetahuan) secara hadd27[27] adalah mustahil.28
[28]
26[26] Nashrudin Syarief,Op.Cit.
27[27] Menurut ilmu mantiq bahwa definsi (ta’rifat) terbagi kepada empat kategori yaitu had,
rasm, al-lafdzu, bil mitsal. Adapaun dengan mendefinsikan secara jenis dan bagian yang dekat
(mudah dipahami) seperti manusia itu adalah hewan yang berfikir. ( A.Zakaria,(t.t), Ilmu
Mantiq,Pesantren PERSIS Garut. Hlm 26-27) atau kata lain menspesifikasikan cirri-ciri uatama
dengan membedakan objek kajian yang didefinisikan dari objek lainnya.
Menurut Yadzi tokoh lainnya yang menyatakan ilmu tidak mungkin
didefnisikan. Jal itu disebabkan konsep pengetahuan merupakan salah
satu konsep paling jelas dan swanyata (badihi). Bukan saja tidak
membutuhkan defnisi, pengetahuan tidak mungkin didefnisikan, lantaran
tidak
ada
kata
atau
istilah
lain
yang
lebih
jelas
untuk
dipakai
mendefnisikannya. Frase atau tuturan yang lazim dipaki dalam bukubuku flsafat dan logika sebagai defnisi pengetahuan atau ilmu hanyalah
memberikan contoh-contoh (mishdaq/instanee) pengetahuan yang ada
dalam ilmu atau bidang kajian tertentu, bukan defnisi dalam arti
sesungguhnya. Contohnya defnisi yang disebutkan oleh para ulama dan
ahli logika seperti “penangkapan bentuk (shurah / form) sesuatu dalam
fkiran”, atau “hadirnya maujud nonmaterial dalam maujud nonmaterial
lainnya” , atau “hadirnya sesuatu pada maujud nonmaterial”. 29[29]
Kemudian yadzi pun menjelaskan bahwa ilmu itu ada dua yaitu al-‘ilmu
al-huduri (pengetahuan dengan kehadiran, presentational knowledge,
knowledge by presenee). Al-imu al-hushuli (pengetahuan tangkapan atau
perolehan, aequired knowledge).
Dr.
Rajih
menyatakan
‘Abd
hal
al-Hamdi
serupa.
al-Kurdi
Dalam
adalah
karnya
tokoh
tentang
lainnya
yang
perbandingan
epistemology antara Al-Qur’an dan Filsafat (nazariyyat al-ma’rifah baina
al-Qur’an wa al-falsafah) ia menguraikan defnisi ilmu menurut para
pemikir mu’tazilah, flosof yunani, dan para ulama ahlu sunnah. Hasilnya,
ia menyimpulkan bahwa ilmu cukup jelas untuk tidak didefnisikan.
Karena semua defnisi yang diajukan masing-masing pakar berbeda-beda
dan hanya terfokus pada beberapa aspek yang menjadi titik perhatiannya
saja. Sehingga bisa dipastikan tidak ada defnisi ilmu yang had.30[30]
28[28] Nashrudin Syarief,Op.Cit.
29[29] ibid
30[30] ibid
Uraian tersebut dapat diindikasikan dengan jelas bahwa dalam islam
mencangkup dua pengertian; pertama, sampainya ilmu dari Allah ke
dalam jiwa manusia, dan kedua, sampainya jiwa manusia terhadap objek
ilmu melalui penelitian dan kajian. Sebagaimana frman Allah ;
ْ قرأ
َ ن عَل
َ ) خَل1( ق
َ ذي خَل
ّ ك ال
َ
ق
م
ان
س
ن
اس
ق
ب
ر
م
اأ
ب
ْ
ِ
ِ
َ
ّ
َ
ْ
ْ
َ
َ
ِ
َ
َ ْ ا
ٍ
ِ ْ
َ ّ و َرب
َ ْ م ب ََِال
ْ ) ا2(
م
ِ ّ ) ال3( م
ُ ك اسك ْ َر
َ ّ ) عَل4( ِ قلَم
َ ّ ذي عَل
َ ق َرأ
)5( م
َ س
ْ َم ي
َ ْ اسن
ْ َ عل
ْ َ ما ل
َ ان
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia
telah
menciptakan
manusia
dari
segumpal
darah.
Bacalah,
dan
Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan
perantaran kalam Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya”(Q.s al-Alaq:1-5)
Secara jelas ayat di atas menginformsikan bahwa ilmu bisa diperoleh
dengan aktivitas iqra’, juga vusa diperoleh dengan anugerah Allah swt
langsung kepada manusia.
E. Klasifikasi Ilmu
Islam tidak mengenal dikotomi ilmu; yang satu diakui, yang lainnya
tidak.
Yang
berdasarkan
logis-empiris
wahyu
tidak
dikategorikan
ilmiah,
dikategorikan
sedangkan
ilmiah.
Semua
yang
jenis
pengetahuan, apakah itu yang logis-empiris, apalagi yang sifatnya
wahyu, diakui sebagai sesuatu yang ilmiah. Dalam khazanah pemikiran
islam yang dikenal hanya klasifkasi (pembedaan) atau difrerensiasi
(perbedaan), bukan dikotomi seperti yang berlaku di Barat.31[31]
Al-Ghazali misalnya membagi ilmu dari aspek ghard (tujuan/kegunaan)
pada syar’iyyah dan ghair syar’iyyah. Syar’iyyah adalah yang berasal
31[31] Ibid
dari Nabi saw, sedangkan ghair syar’iyyah adalah yang dihasilkan oleh
akal seperti ilmu hitung, dihasilkan oleh eksperimen seperti kedokteran,
atau yang dihasilkan oleh pendengaran seperti ilmu bahasa.Kemudian
Ibnu Taimiyyah membagi ilmu kepada dua aspek yaitu Syar’iyyah adalah
yang berurusan dengan agama dan ketuhanan dan ghair syar’iyyah
adalah yang tidak diperintahkan oleh syara’ dan tidak pula disyaratkan
olehnya. Sementara menurut Oliver Leaman membagi ilmu menjadi dua
pula yaitu alam syahadah adalah alam yang sudah diakrabi dan terpapar
dalam sains alam (nyata) , dan ‘alam al-ghaib adalah alam yang
tersembunyi
dan
karenanya
lebih
dari
sekedar
pengetahuan
proposisional. Cara memperoleh pengetahuan jenis kedua ini adalah
melalui wahyu.32[32]
Klasifkasi seperti ini penting untuk diterapkan agar tidak terjadi
kekacauan ilmu. Ketika agama diukur oleh akal dan indera (induktif),
maka yang lahir adalah sofsme modern. Sehingga adanya Ahmadiyyah
dan aliran-aliran sesat tidak dipahami sebagai sebuah kesalahan,
melainkan sebiah pembenaran bahwa islam itu warna-warni. Demikian
juga, ketika sains dicari-cari pembenarannya dari dalil-dalil agama, maka
yang lahir kelak pembajakan dalil-dalil agam. Sehingga langit yang tujuh
dipahami
sebagai
planet
yang
jumlahnya
tujuh,
sperti
pernah
dikemukakan oleh sebagian flosof muslim di abad pertengahan. 33[33]
Wallahu ‘alam bishawab
BAB III
PENUTUP
32[32] Ibid
33[33] Ibid
Kesimpulan yang kami dapat disimpulkan adalah bahwa Allah swt
memberikan ilmu hanyalah terbatas. Akan tetapi keterbatasan ini menjadi
luar biasa bagi manusia itu sendiri sehingga dengan ilmu tersebut lahir
banyak sekali ilmu seperti ilmu flsafat khususnya epistemology yang
merupakan salah satu kajian flsafat yang menspesifkasikan mengenai apa
itu ilmu (pengetahuan) dan bagaimana cara kita mendapatkan ilmu.
Sehingga dapat disebutkan bahwa menurut islam ilmu di tinjau dari dua
aspek yaitu alam syahadah (nyata) yang melahirkan teori sains, dan yang
lainnya dan alam ghaib (tidak terlihat) yang merupakan wilayah agama dan
kita wajib mengimaninya.
DAFTAR PUSTAKA
1) A.Zakaria,(t.t), Ilmu Mantiq,Pesantren PERSIS Garut.
2) Abdul Hamid Hakim (t,t) Mabaadi awwaliyyah fi ushulil fiqhi wa
qawaaidil fiqhiyyah,Jakarta: Maktabah Sa’adiyyah Putra
3) Ahmad Warson Munawwir,(1997), uamus Al-Munawir Arab-Indonesia,
Surabaya :Penerbit Pustaka Progresif,hlm : 1071
4) Al-Munjid f al-lughoh wa al-a’lam,(2005),Beirut:Dar –al Masrq,hlm : 593
5) Dr.Dian, Pengantar Filsafat.
6) Dr. Hasyimsyah Nasution, M.A, (2005),Filsafat Islam,Jakarta : Gaya
Media Pratama, Cet Keempat. hlm : 81.
7) Dian Hardiana, Makalah strategi transformasi Islam dengan disiplin ilmu
8) uamus al-‘Ashri, Atabik ‘Ali, Ahmad Zuhdi Muhdlhar (Multi Karya
Grafka: Yogyakarta-Indonesia, 2003), hlm. 22.
9) uamus lengkap Bahasa Indonesia Modern, Tim Bahasa Pustaka Agung
Harapan,hlm 399)
10) Nashruddin Syarief,Makalah Epistemologi Islam.
11) Maktabah Syamilah (Software Kitab)