BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemberian Vitamin A kepada Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2013

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Pencapaian derajat kesehatan ditandai dengan menurunnya angka kematian Bayi (AKB), menurunnya Angka Kematian Ibu (AKI) dan menurunnya prevalensi gizi kurang dan gizi buruk serta meningkatnya Umur harapan Hidup (UHH), di Indonesia, AKB telah menurun dari 35 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2004 menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 (SDKI, 2007). AKI menurun dari 307 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2004 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Target yang akan dicapai sesuai kesepakatan

  

Millineum Development Goal’s (MDGs) tahun 2015 adalah menurunkan angka

  kematian ibu menjadi 102 kematian per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi menjadi 24 per 1000 kelahiran hidup (Kemenkes, 2010).

  Morbiditas dan mortalitas pada wanita hamil, bersalin dan nifas adalah masalah besar di negara berkembang. Di negara-negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita usia subur disebabkan hal yang berkaitan dengan kehamilan. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal saat hamil, melahirkan dan masa nifas (Karwati dkk, 2011).

  Tingginya AKI menunjukkan derajat kesehatan di Indonesia masih rendah. AKI dipengaruhi oleh penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Salah satu penyebab langsung berkaitan dengan infeksi yang berulang. Penyebab langsung ini diperburuk oleh status kesehatan gizi ibu yang kurang baik saat kehamilan (Prawihardjo, 2009).

  Menurut hasil Survei Kesehatan Demografi Indonesia (SKDI) tahun 2010, penyebab kematian ibu hampir 90% terjadi pada saat persalinan dan segera setelah persalinan. 50% kematian ibu disebabkan oleh perdarahan (27%) dan eklampsi (23%), sedangkan yang lain disebabkan oleh infeksi, abortus dan komplikasi persalinan lainnya. Selain itu rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil, pemberdayaan perempuan yang kurang baik (gender) dan latar belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat dan politik serta kebijakan merupakan faktor penentu angka kematian (Riskesdas, 2010).

  Provinsi Aceh pada tahun 2011 jumlah AKI sebesar 158/100.000 kelahiran Hidup. Proporsi penyebab kematian ibu tersebut adalah perdarahan (38%), eklamsi (20%) dan infeksi (4%). Jumlah kematian ibu merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan pada sektor kesehatan. Jumlah kematian ibu meliputi kematian yang terkait dengan masa kehamilan, persalinan dan nifas. Salah satu upaya untuk menurunkan AKI adalah program pemberian vitamin A pada ibu nifas.

  Cakupan vitamin A pada ibu nifas di provinsi Aceh untuk tahun 2011 adalah sebanyak 70,0%. Sedangkan tahun 2012 adalah sebesar 73,4 % (Dinkes Provinsi Aceh, 2012).

  Kabupaten Aceh Selatan merupakan salah satu Kabupaten di Aceh yang terdiri dari 18 Kecamatan. Jumlah Puskesmas sebanyak 22 buah. Angka Kematian Ibu (AKI) di Aceh Selatan tahun 2012 sebanyak 7 orang (222,2/100.000 KH), dengan penyebab kematian adalah hipertensi dalam kehamilan 1 orang (14,5%), infeksi 2 orang (28,5%) dan penyebab lain 4 orang (57%) dan AKB berjumlah 32 orang (10,2/1.000 KH), dengan penyebab kematian BBLR 12 orang (37,5%), asfiksia 11 orang (34,3%), tetanus neonatorum 1 orang (3 %), infeksi 2 orang (6%) dan penyebab lain 6 orang (18,7%) (Dinkes Aceh Selatan, 2013).

  Angka cakupan vitamin A pada ibu nifas di kabupaten Aceh Selatan pada tahun 2011 adalah sebesar 70,12 %, sedangkan pada tahun 2012 cakupan vitamin A adalah 80,75 %. Walaupun cakupan vitamin A pada ibu nifas mengalami kenaikan sebesar 10,63 %, namun cakupan tersebut belum memenuhi target cakupan nasional, yaitu 100 % ibu nifas harus mendapat vitamin A dosis tinggi. Dan masih ditemui kejadian infeksi nifas sebagai penyebab kematian ibu yaitu sebesar 28,5 % dari 3.450 ibu nifas di kabupaten Aceh Selatan tahun 2012.

  Infeksi kala nifas adalah infeksi-peradangan pada semua alat genital pada masa nifas oleh sebab apapun dengan ketentuan meningkatnya suhu tubuh melebihi 38º C tanpa menghitung hari pertama dan berturut-turut selama dua hari. Sumber terjadinya infeksi kala nifas adalah manipulasi penolong yang terlalu sering melakukan pemeriksaan dalam atau penggunaan alat yang kurang steril ( Manuaba, 2010).

  Menurut Almatsier (2010), fungsi kekebalan tubuh menurun pada kekurangan vitamin A, sehingga mudah terserang infeksi. Di samping itu lapisan sel yang menutupi trakhea dan paru-paru mengalami keratinisasi, tidak mengeluarkan lendir, sehingga mudah dimasuki mikroorganisme dan bakteri atau virus yang menyebabkan infeksi saluran pernafasan. Bila terjadi pada permukaan dinding usus akan menyebabkan diare. Perubahan pada permukaan saluran kemih dan kelamin dapat menimbulkan infeksi pada ginjal dan kandung kemih serta vagina. Kekurangan vitamin A pada ibu nifas dapat menyebabkan komplikasi infeksi nifas yang dapat menyebabkan kematian. Vitamin A dinamakan juga vitamin anti-infeksi.

  Upaya pemanfaatan sumber-sumber vitamin A alami dan fortifikasi masih belum dapat dilaksanakan secara luas dan intensif, maka pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi sangat penting dan tetap dilaksanakan. Cakupan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI) dapat tercapai apabila seluruh jajaran kesehatan dan sektor-sektor terkait dapat menjalankan peranannya masing-masing dengan baik. Pemberian kapsul vitamin A pada ibu nifas dilakukan oleh petugas Puskesmas, bidan desa dan dukun bayi. Pemberian ini dapat dilakukan pada waktu pertolongan persalinan atau kunjungan rumah (Depkes, 2000).

  Kurang Vitamin A (KVA) masih merupakan masalah yang tersebar di seluruh dunia terutama di negara berkembang dan dapat terjadi pada semua umur terutama pada masa pertumbuhan. KVA dalam tubuh dapat menimbulkan berbagai jenis penyakit yang merupakan “Nutrition Related diseases” yang dapat mengenai berbagai anatomi dan fungsi dari organ tubuh seperti menurunkan sistem kekebalan tubuh dan menurunkan epitelisme sel-sel kulit. Suplementasi kapsul Vitamin A pada anak umur 6-59 bulan dan ibu nifas bertujuan tidak hanya untuk pencegahan kebutaan tetapi juga untuk penanggulangan Kurang Vitamin A (KVA) (Depkes, 2006).

  Salah satu sasaran pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi adalah pada ibu nifas. Pemberian kapsul vitamin A pada ibu nifas memiliki manfaat penting bagi ibu dan bayi yang disusuinya. Vitamin A melalui suplementasi dapat meningkatkan kualitas air susu ibu (ASI), meningkatkan daya tahan tubuh, dan dapat meningkatkan kelangsungan hidup anak. Oleh sebab itu, pemerintah di tingkat kabupaten dapat meningkatkan kualitas kesehatan ibu dan anak dengan upaya memperkuat program vitamin A ibu nifas. Berbeda dengan hampir semua komponen dalam ASI, yang secara relatif ada dalam jumlah yang sama, konsentrasi vitamin A dalam ASI sangat bergantung pada status gizi ibu. Pemberian kapsul vitamin A pada ibu setelah melahirkan dapat meningkatkan status vitamin A dan jumlah kandungan vitamin tersebut dalam ASI. Pedoman Nasional saat ini merekomendasikan bahwa 100 % ibu nifas menerima satu kapsul vitamin A dosis tinggi 200.000 SI paling lambat 30 hari setelah melahirkan. Meskipun data Nutrition and Health Surveillance System (NSS) di beberapa provinsi menunjukkan bahwa cakupannya hanya berkisar antara 15-25%.

  Di Indonesia rendahnya cakupan vitamin A ibu nifas karena adanya kendala seperti: tidak selalu bidan memiliki akses akan kapsul vitamin A, kunjungan rumah oleh kader jarang dilakukan, dan masih banyak ibu maupun petugas kesehatan yang belum tahu adanya program pemerintah mengenai pemberian kapsul vitamin A pada ibu nifas (HKI, 2004).

  Wanita di Indonesia mengalami KVA karena asupan makanan mereka tidak mencukupi kebutuhan akan vitamin A. Angka kecukupan gizi vitamin A di Indonesia untuk ibu hamil adalah 500 RE (Retinol Equivalent) per hari. Jumlah ini meningkat menjadi 700 RE per hari pada ibu hamil dan 850 RE per hari pada ibu menyusui. Berdasarkan data terbaru Nutrition and Health Surveillance System (NSS), media asupan vitamin A untuk ibu di Indonesia hanyalah 150 RE untuk ibu yang berada di daerah kumuh perkotaan dan hanya 200 RE untuk ibu yang tinggal di daerah pedesaan. Dengan menghitung rata-rata masa menyusui 18-20 bulan untuk setiap anak dan tingkat fertilitas saat ini, kemungkinan seorang ibu akan membutuhkan vitamin A yang tinggi pada sepertiga kurun waktu masa subur mereka (HKI, 2004).

  Pedoman International yang menganjurkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti ilmiah tentang mamfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan dan perkembangannya. ASI memberi semua energi dan gizi (nutrisi) yang dibutuhkan bayi selama 6 bulan pertama hidupnya. Pemberian ASI eksklusif mengurangi tingkat kematian bayi yang disebabkan oleh berbagai penyakit yang umum menimpa anak-anak seperti diare dan radang paru, serta mempercepat pemulihan bila sakit dan membantu menjarangkan kelahiran. Ibu nifas yang diberikan vitamin A dosis tinggi akan meningkatkan kandungan vitamin A dalam ASInya (Maritalia, 2012).

  Menurut Almatsier (2010), vitamin A berpengaruh terhadap fungsi kekebalan tubuh pada manusia dan hewan. Mekanisme sebenarnya belum diketahui pasti.

  Retinol tampaknya berpengaruh terhadap pertumbuhan dan diferensiasi limfosit B (leukosit yang berperan dalam proses kekebalan humoral). Di samping itu kekurangan vitamin A menurunkan respon antibodi yang bergantung pada sel – T (limfosit yang berperan pada kekebalan seluler).

  Status nutrisional pada masa remaja, kehamilan dan laktasi memiliki dampak langsung pada kesehatan maternal dan bayi selama masa nifas. Intake nutrisi pasca persalinan harus ditingkatkan untuk mengatasi kebutuhan energi selama menyusui. Tiga defisiensi vitamin dan mineral adalah kelainan yang terjadi sebagai akibat kekurangan iodin, kekurangan vitamin A, serta anemia defisiensi besi (Prawirohardjo, 2009).

  Rendahnya cakupan pemberian kapsul vitamin A untuk ibu nifas disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya a). Ketidaktahuan ibu tentang manfaat kapsul vitamin A untuk ibu nifas; b). Tidak tersedianya kapsul vitamin A untuk ibu nifas pada penolong persalinan; c). Kurangnya kordinasi antara petugas di lapangan terutama dengan penolong persalinan; d). Kurang dimanfaatkannya kader dalam distribusi kapsul vitamin A untuk ibu nifas; e). Ketidaktahuan petugas kesehatan mengenai adanya program pemerintah mengenai kapsul vitamin A untuk ibu nifas yang diberikan dua kali (Dewi, 2010).

  Bidan berperan penting dalam pemberian pelayanan kebidanan, oleh karenanya selain bidan harus memiliki ketrampilan klinis dan pengetahuan, juga sikap yang baik, namun bidan tidak akan dapat melakukan yang terbaik untuk keluarga dan komunitas dalam perawatan manakala bidan tidak memiliki otonomi profesional dan budaya perawatan. Artinya dalam melakukan pelayanan kebidanan, bidan harus memiliki kompetensi dan jiwa menolong. Bidan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Pasal 2 ayat (1) termasuk tenaga kesehatan, pasal tersebut menyebutkan bahwa tenaga kesehatan terdiri dari : Tenaga medis, Tenaga keperawatan, Tenaga kefarmasian,Tenaga kesehatan masyarakat, Tenaga gizi, Tenaga keterapian fisik, Tenaga keteknisian medik. Sesuai dengan bunyi Pasal 2 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 bahwa, Tenaga Keperawatan meliputi Perawat dan Bidan (Mustika dkk, 2001).

  Pelayanan kesehatan dasar yang harus dilakukan oleh seorang bidan desa antara lain adalah melaksanakan pemeriksaan berkala ibu hamil, melakukan pertolongan persalinan, melakukan deteksi dini pada ibu hamil resiko tinggi. Bidan desa merupakan pelaku perawatan nifas, pembina dukun bayi, dan pelaku otopsi verbal. Selain itu, bidan desa juga harus melakukan rujukan ibu hamil resiko tinggi dan melakukan pendampingan persalinan pada tenaga non kesehatan (Depkes, 2005)

  Bidan memiliki fungsi yang sangat penting dalam asuhan mandiri, kolaborasi dan rujukan yang tepat. Bidan dituntut untuk senantiasa mampu mendeteksi secara dini tanda serta gejala komplikasi kehamilan, memberikan pertolongan kegawadaruratan kebidanan, prenatal serta merujuk kasus. Praktek kebidanan saat ini sudah mengalami perluasan peran dan fungsi, dari terfokus pada ibu hamil, bersalin, nifas, bayi baru lahir serta anak balita. Dengan demikian pemberian vitamin A kepada ibu nifas merupakan salah satu tanggung jawab bidan, karena bidanlah yang paling sering mendampingi proses persalinan ( Farodis, 2012).

  Hasil penelitian Yatino (2005) menunjukkan bahwa hasil cakupan program kesehatan dan gizi tidak berhubungan dengan kinerja bidan desa. Hal ini dimungkinkan, karena jika dilihat dari keberhasilan program hampir semua bidan tidak menunjukkan hasil yang memuaskan begitupun dengan cakupan. Baik untuk cakupan program gizi dan kesehatan, semua bidan desa masih dibawah target yang telah ditentukan Dinas Kesehatan. Mungkin hanya satu atau dua orang bidan saja yang mencapai target dalam program. Berdasarkan pengamatan dilapang terlihat semangat/etos kerja bidan desa relatif rendah, bidan desa kurang memahami tugas dan fungsinya sebagai bidan desa yang merupakan ujung tombak pelayanan di masyarakat. Hal ini dimungkinkan karena bidan tidak menerapkan buku-buku panduan yang ada, kemudian bidan desa beranggapan mereka tidak di perhatikan oleh pemerintah terutama Departemen Kesehatan karena sejak mereka diangkat/ ditugaskan menjadi bidan desa PTT (Pegawai Tidak Tetap) tidak juga diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Padahal sebelumnya pemerintah menjanjikan mereka akan diangkat setelah mengabdi 2 (dua) tahun, sedangkan beban kerja mereka sama dengan bidan PNS bahkan lebih berat kerena mereka tinggal di desa dan bidan PNS kebanyakan tinggal di Ibukota Kecamatan.

  Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Depkes RI tahun 2000 yang menyatakan bahwa keterlibatan bidan desa dalam keberhasilan program kesehatan dan gizi sangat kecil. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa program bidan desa hanya dapat meningkatkan program sebesar 0,05 %. Dengan demikian program bidan desa tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan yaitu sebagai pelaksana pelayanan kesehatan yang langsung berhubungan dengan masyarakat dan juga sebagai perpanjangan tangan dari Puskesmas.

  Berdasarkan survei awal yang dilakukan di Puskesmas Kecamatan Sawang terdapat 15 desa dan setiap desa terdapat 1-2 bidan desa dan jumlah bidan semuanya

  32 orang, dari 200 orang ibu nifas tahun 2012, hanya 127 orang (63,50 %) yang mendapat Vitamin A sebanyak 2 kali dalam masa nifas. Jumlah kematian neonatal dari Januari sampai Desember 2012 sebanyak 4 orang (AKB 10,2/1.000 Kelahiran Hidup) dengan penyebab kematian BBLR 2 orang, asfiksia 1 orang dan penyebab lain 1 orang.

  Dari hasil wawancara peneliti dengan 10 orang bidan di Kecamatan Sawang, 5 orang mengatakan sudah memberikan vitamin A pada ibu nifas, sedangkan 5 orang lagi belum, dikarenakan mereka tidak tahu tentang mamfaat dan pemberian vitamin A pada ibu nifas. Banyak dari ibu-ibu nifas tersebut yang mengalami masalah pada saat masa nifas seperti demam, anemia, ASI yang kurang. Juga adanya masalah pada bayinya seperti bayi yang sering demam, diare, campak dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).

  Pemberian Vitamin A pada ibu nifas dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya pengetahuan dan sikap. Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimulus terhadap tindakan seseorang. Tindakan seseorang terhadap sesuatu dapat ditunjukkan dengan sikap. Sikap merupakan suatu reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu (Notoatmodjo, 2010).

  Dari uraian di atas diperlukan suatu upaya yang sistematis dan berkesinambungan dari semua pihak, terutama bidan untuk meningkatkan cakupan pemberian vitamin A kepada ibu nifas, sehingga akibat yang ditimbulkan karena dampak KVA tidak terjadi.

  Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang memengaruhi pemberian vitamin A kepada ibu nifas di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan.

  1.2 Permasalahan

  Masih terdapat ibu nifas yang tidak mengkonsumsi vitamin A di Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan tahun 2013. Maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana faktor (umur, pendidikan, masa kerja, pengetahuan, sikap bidan, ketersediaan vitamin A, dan dukungan Dinas kesehatan) memengaruhi pemberian Vitamin A kepada ibu nifas di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan tahun 2013.

  1.3 Tujuan Penelitian

  Untuk menganalisis faktor (umur, pendidikan, masa kerja, pengetahuan, sikap bidan, ketersediaan vitamin A, dan dukungan Dinas Kesehatan) memengaruhi pemberian Vitamin A kepada ibu nifas di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan tahun 2013.

  1.4 Hipotesis

  Umur, pendidikan, masa kerja, pengetahuan, sikap bidan, ketersediaan vitamin A, dan dukungan Dinas Kesehatan memengaruhi pemberian Vitamin A kepada ibu nifas di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan tahun 2013.

1.5 Manfaat Penelitian 1.

  Memberikan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan dalam merumuskan kebijakan terhadap peningkatan pemberian vitamin A kepada ibu nifas untuk dapat menurunkan AKI dan AKB.

Dokumen yang terkait

Faktor-faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Vitamin K1 pada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun Medan Tahun 2013

2 86 98

Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemberian Vitamin A kepada Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2013

0 36 117

Pengaruh Faktor Predisposisi, Pendukung dan Pendorong Ibu Bayi (Umur 9-11 Bulan) Terhadap Pemberian Imunisasi Campak di Wilayah Kerja Puskesmas Sawang Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2010

1 40 134

Hubungan Pengetahuan Bidan Tentang Vitamin A Dengan Cakupan Pemberian Vitamin A Pada Ibu Nifas di BPS Wilayah Kerja Puskesmas Tegal Sari Kecamatan Medan Denai Tahun 2013

1 48 74

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Faktor-faktor yang Memengaruhi Minat Beli Produk Susu oleh Ibu yang Mempunyai Balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar Tahun 2013

0 0 11

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Faktor yang Memengaruhi Penyembuhan Luka Perineum Pada Ibu Pasca Persalinan Normal di Wilayah Kerja Puskesmas Jeumpa, Gandapura, dan Kuta Blang Kabupaten Bireuen

0 0 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Vitamin - Faktor-faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Vitamin K1 pada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun Medan Tahun 2013

0 0 16

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Faktor Determinan yang Memengaruhi Ibu dalam Memilih Penolong Persalinan di Puskesmas XIII Kota Kampar I Kabupaten Kampar Tahun 2013

0 0 10

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Faktor-faktor yang Memengaruhi Lama Ketidaklangsungan Pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) pada Ibu PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak Tahun 2013

0 0 14

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Faktor yang Memengaruhi Kehamilan Usia Dini di Kecamatan Karang Baru Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013

0 0 7