BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pemerolehan Bunyi Ujaran Bahasa Indonesia Anak Usia Dua Tahun: Analisis Fonologi Generatif

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Pemerolehan bahasa oleh anak-anak merupakan salah satu prestasi manusia yang paling hebat dan paling menakjubkan. Itulah sebabnya masalah ini mendapat perhatian besar. Pemerolehan bahasa telah ditelaah secara intensif selama kurang lebih dua dekade. Pada saat itu telah dipelajari banyak hal mengenai bagaimana anak berbicara, mengerti, dan menggunakan bahasa, tetapi sangat sedikit sekali yang diketahui mengenai proses aktual perkembangan bahasa. Satu hal yang perlu diketahui bahwa pemerolehan bahasa sangat banyak ditentukan oleh interaksi rumit aspek-aspek kematangan biologis, kognitif, dan sosial.

  Slobin (1977: 66) pernah mengemukakan dengan baik bahwa “setiap pendekatan modern terhadap pemerolehan bahasa akan menghadapi kenyataan bahwa bahasa dibangun sejak semula oleh setiap anak, memanfaatkan aneka kapasitas bawaan sejak lahir yang beraneka ragam dalam interaksinya dengan pengalaman-pengalaman dunia dan sosial”. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan kalau kebanyakan pendekatan modern terhadap pemerolehan bahasa dititikberatkan pada salah satu aspek proses pemerolehan bahasa. Beberapa di antaranya sangat menaruh perhatian pada ciri-ciri struktural pengembangan sistem linguistik yang lain pada hubungan ucapan-ucapan dini dengan perkembangan kognitif sang anak sedangkan yang lainnya menaruh perhatian besar pada penggunaan sosial bahasa pertama, bahasa dini (Cairn, 1976 : 1-2).

  Pemerolehan bahasa (language acquisition) atau akuisisi bahasa menurut Maksan (1993 : 20) adalah suatu proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh seseorang secara natural, implisit dan informal. Lyons (1981) menyatakan suatu bahasa yang digunakan tanpa kualifikasi untuk proses yang menghasilkan pengetahuan bahasa pada penutur bahasa disebut pemerolehan bahasa. Artinya, seorang penutur bahasa dapat menguasai bahasa yang dipakainya tanpa terlebih dahulu mempelajari bahasa tersebut.

  Pemerolehan bahasa pertama atau first language acquisition digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk berkomunikasi. Pemerolehan bahasa pertama terjadi dengan penerapan hipotesis-hipotesis kerja terhadap kaidah bahasa yang didengarnya. Kalau seorang anak memperoleh satu dan hanya satu bahasa, disebut dengan ekabahasawan atau “monolingual first acquisition”. Kalau seorang anak mampu memperoleh bahasa yang berbeda dengan bahasa pertama atau bahasa ibunya dikenal sebagai dwibahasawan atau “bilingual first acquisition”. Penelitian ini menganut jenis yang pertama bahwa anak berkomunikasi dengan orang tua dan keluarga di rumah atau di luar rumah menggunakan bahasa Indonesia. Dalam pemerolehan bahasa yang ada di dunia, pemerolehan bahasa haruslah dipelajari. Tidak ada manusia yang langsung menguasai suatu bahasa saat dilahirkan. Dengan potensi yang dimiliki manusia sejak dalam kandungan hingga dilahirkan, anak-anak secara alami memperoleh prinsip-prinsip bahasa dari masyarakat bahasa yang ada di sekitarnya (Gustianingsih, 2002: 10; Simanjuntak, 2009: 104).

  Menurut Chomsky (dalam Woolfolk dkk, 1984) anak yang dilahirkan ke dunia telah memiliki kapasitas berbahasa. Seperti halnya dalam bidang ilmu lain, ada faktor peranan yang cukup menonjol, mempengaruhi perkembangan anak pada fisik, psikis, kesehatan, sosial, interaksi dan termasuklah di dalamnya bahasa. Mereka belajar makna kata dan bahasa sesuai dengan apa yang mereka dengar, lihat dan hayati dalam kehidupan sehari-hari. Perkembangan bahasa anak terbentuk oleh lingkungan yang berbeda-beda.

  Pemerolehan bahasa adalah penguasaan bahasa oleh seseorang secara tidak langsung dan dikatakan aktif berlaku dalam kalangan anak-anak dalam lingkungan usia dua tahun sampai enam tahun. Pemerolehan bahasa dikaitkan dengan penguasaan sesuatu bahasa secara alami atau dipelajari secara langsung tanpa melalui pendidikan formal, tetapi memperoleh bahasa yang dituturkan oleh masyarakat di sekitarnya. Hal ini juga yang terjadi pada bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia sebagai B1 merupakan media yang dapat digunakan seorang anak untuk memperoleh nilai-nilai yang terkandung dalam kehidupan masyarakat Indonesia (Gustianingsih, 2002: 12).

  Seorang anak tidak dengan tiba-tiba memiliki tata bahasa pertama dalam otaknya, lengkap dengan semua aturan-aturannya. Bahasa pertama itu diperolehnya dengan beberapa tahap, dan setiap tahap berikutnya lebih mendekati tata bahasa dari bahasa orang dewasa.

  Secara biologis, anak berumur (0.0 – 0.5) telah mencapai tahap meraba (pralinguistik) pertama; (0.5 – 1.0) = tahap meraba (pralinguistik) kedua = kata nonsens: (1.0 – 2.0) = tahap linguistik I = Holofrastik, kalimat satu kata; (2.0 – 3.0) = tahaplinguistik II = kalimat dua kata; (3.0 – 4.0) = tahap linguistik III = pengembangan tata bahasa; (4.0 – 5.0) = tahap linguistik IV = tata bahasa pra-dewasa; dan (5.0) = dan tahap V = kompetensi penuh (Piaget, 1959 : 59; Cairns & Cairns, 1976 : 16, Tarigan, 1985a : 7).

  Pada tahap pralinguistik pertama anak belum dapat menghasilkan bunyi bahasa secara normal, pada tahap pralinguistik yang kedua anak sudah dapat mengoceh atau membabel dengan pola suku kata yang diulang-ulang. Bahkan menjelang usia satu tahun anak sudah mulai mengeluarkan pola intonasi dan bunyi-bunyi tiruan. Pada tahap linguistik pertama anak sudah mulai menggunakan serangkaian bunyi ujaran yang menghasilkan bunyi ujaran tunggal yang bermakna. Pada tahap II kosa kata anak mulai berkembang dengan pesat, ujaran yang diucapkan terdiri atas dua kata dan mengandung satu konsep kalimat yang lengkap. Pada tahap linguistik III anak mampu menggunakan lebih dari dua kata, kalimat yang diucapkan biasanya menyatakan makna khusus yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Pada tahap linguistik IV anak sudah mampu menyusun kalimat yang cukup lengkap meskipun masih ada kekurangan pada penggunaan infleksi dan kata fungsi. Pada tahap linguistik yang terakhir anak sudah memiliki kompetensi penuh dalam berbahasa.

  Menurut Ferguson (1975), sebelum anak mengungkapkan kata pertama bahasa yang sebenarnya, yaitu untuk menyampaikan arti, kita belum dapat mengatakan bahwa perkembangan sistem bunyi atau sistem fonologi si anak telah bermula. Jadi pemerolehan sistem bunyi yang sebenarnya bermula pada waktu anak mengucapkan kata pertama untuk tujuan komunikasi, yaitu untuk menyampaikan arti.

  Di Indonesia, penelitian yang terkenal tentang pemerolehan bahasa dilakukan oleh Dardjowidjojo (2000) meneliti pemerolehan bahasa cucunya sendiri, Echa yang tinggal di Pulau Jawa, selama 5 tahun. Beliau menemukan beberapa perbedaan proses fonologi antara pemerolehan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris anak-anak. Beliau melakukan penelitian lebih menekankan pada pendekatan kognitif Chomsky dibanding dengan pendekatan behaviorisme.

  Pendekatan behaviorisme percaya bahwa bayi seperti lembaran kosong. Lembaran kosong akan berisi tulisan dengan memperoleh stimulus bahasa dari lingkungan bahasa anak. Seorang anak akan mengulangi bunyi-bunyi yang terdengar berulang-ulang, dan kemudian mereka akan menirukan bunyi-bunyi bahasa, baik bunyi vokal maupun bunyi konsonan dari bahasa orang dewasa. Itu artinya bahwa pemerolehan bahasa dimulai dari sebuah bunyi, kosakata, frasa, klausa, dan sampai kepada kalimat.

  Pemerolehan bunyi ujaran adalah satu bagian dari perolehan bahasa yang sering juga disebut perkembangan atau pertumbuhan bahasa. Bagian yang lain ialah pemerolehan sintaksis dan semantik. Ketiga-tiganya dipisahkan hanya untuk memudahkan pengkajian pemerolehan bahasa itu, jadi bukan karena ketiga komponen bahasa itu diperoleh atau berkembang (tumbuh) secara terpisah. Pengkajian pemerolehan fonologi anak usia dua tahun merupakan bagian dari Psikolinguistik Perkembangan (Developmental Psycholinguistics) yang sangat penting dikaji karena orang-orang di sekitar anak akan mengetahui perkembangan bunyi ujaran baik bunyi vokal maupun konsonan dari usia dua tahun. Perkembangan fonologi anak usia dua tahun tidaklah sama dengan perkembangan fonologi orang dewasa.

  Pada usia anak dua tahun, pemerolehan bahasa meliputi ucapan yang dihasilkan oleh bunyi-bunyi dan pilihan kata, bentukan, dan kalimat-kalimat yang dibuat dengan meniru orang dewasa. Akan tetapi masih ditemui kerumitan, keteraturan dan keterbatasan bunyi bahasa. Biasanya seorang anak itu mulai belajar berbahasa dengan baik. Dalam pemerolehan bahasa khususnya pada anak usia dua tahun dapat dilihat dari berbagai segi salah satunya adalah fonologi.

  Pemerolehan fonologi pada anak usia dua tahun dapat dilihat pada saat ia berbicara.

  Perkembangan kebahasaan anak khususnya bunyi ujaran berjalan sesuai dengan jadwal biologisnya. Banyak orang yang mengaitkan hal ini dengan jumlah umur yang dimiliki oleh seseorang. Rujukan kepada jumlah tahun dan bulan memang lebih mudah digunakan untuk menentukan perkembangan motoris anak.

  Perkembangan bunyi ujaran anak-anak disertai oleh pertukaran bunyi ujaran, pelesapan perubahan bahkan mungkin terjadi bentuk metatesis pada bunyi ujaran anak. Disamping perkembangan bunyi ujaran anak ini yang dilihat, penelitian ini juga ingin melihat perkembangan psikis anak, terutama perkembangan kognitifnya. Keterpaduan perkembangan bunyi ujaran dan perkembangan kognitif ini adalah suatu hal yang harus bisa dideskripsikan dalam sebuah penelitian. Ini juga alasan ketertarikan penulis melakukan penelitian ini.

1.2 Rumusan Masalah

  Pemerolehan bahasa pada seorang anak meliputi pemerolehan semantik, fonologi, sintaksis, dan pragmatik. Penelitian ini hanya difokuskan pada pemerolehan fonologi. Penelitian ini secara khusus memfokuskan analisis pemerolehan bahasa Indonesia anak usia dua tahun.

  Yang menjadi masalah pada penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pemerolehan bunyi ujaran anak usia dua tahun khususnya bunyi vokal, konsonan dan semivokal dalam bahasa Indonesia?

  2. Bagaimana perubahan fonologi yang terjadi dalam bahasa anak usia dua tahun?

  3. Bagaimana kaidah fonologi generatif bahasa Indonesia anak usia dua tahun?

  1.3 Tujuan penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendeskripsikan pemerolehan bunyi ujaran anak usia dua tahun khususnya bunyi vokal, konsonan dan semivokal dalam bahasa Indonesia

  2. Mendeskripsikan perubahan fonologi yang terjadi dalam bahasa anak usia dua tahun

  3. Mendeskripsikan kaidah fonologi generatif bahasa Indonesia anak usia dua tahun

  1.4 Manfaat Penelitian

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis.

  1.4.1 Manfaat Teoretis 1.

  Penelitian ini diharapkan sebagai salah satu bahan rujukan dalam penelitian pemerolehan bahasa khususnya bidang fonologi bahasa Indonesia anak usia dua tahun, 2. Penelitian ini diharapkan menambah penelitian bidang psikolinguistik dalam bahasa Indonesia selain bahasa Inggris, Jerman atau bahasa lainnya.

  1.4.2 Manfaat Praktis

  Penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan bagi para orang tua yang memiliki anak usia dini, khususnya yang berusia dua tahun agar mengetahui perkembangan fonologi yang dialami anaknya, sehingga dapat mengetahui perkembangan bahasa anak usia dua tahun.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

  Penelitian ini memiliki ruang lingkup yang terbatas, yakni: penelitian dibatasi pada anak usia dua tahun, fokus penelitian hanya pada pemerolehan fonologi, data penelitian ini berupa bunyi vokal dan konsonan dalam bahasa Indonesia, dan data penelitian ini dianalisis berdasarkan pemerolehan fonologi.