Urutan Pemerolehan Kosa Kata Dasar Bahasa Indonesia Dalam Bahasa Lisan Anak Usia 3-4 Tahun: Kajian Psikolinguistik

(1)

URUTAN PEMEROLEHAN KOSA KATA DASAR BAHASAINDONESIA DALAM BAHASA LISAN ANAK USIA 3–4 TAHUN :

KAJIAN PSIKOLINGUISTIK

SKRIPSI

DISUSUN OLEH: SITI FATIMA BATUBARA

100701048

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015


(2)

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacuh dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar yang saya peroleh.

Medan, Februari 2015 Hormat saya


(4)

URUTAN PEMEROLEHAN KOSA KATA DASAR BAHASA INDONESIA DALAM BAHASA LISAN ANAK USIA 3−4 TAHUN

KAJIAN PSIKOLINGUISTIK

OLEH

SITI FATIMA BATUBARA ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan urutan pemerolehan kosa kata dasar bahasa Indonesia dalam bahasa lisan anak usia 3−4 tahun, dan bagaimana hubungan psikolinguistik Behaviorisme B.F. Skinner dengan urutan pemerolehan kosa kata dasar bahasa Indonesia dalam bahasa lisan anak usia 3−4 tahun.

Penelitian ini menggunakan teori Psikolinguistik Behaviorisme.

Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak, yaitu menyimak penggunaan bahasa. Adapun teknik dasar yang digunakan untuk mengembangkan metode simak adalah teknik sadap, sedangkan teknik lanjutannya menggunakan teknik rekam. Setelah semua data terkumpul, kemudian digunakan teknik catat, yaitu dengan cara mencatat semua data yang telah terkumpul. Data yang sudah terkumpul itu akan diklasifikasikan sesuai dengan tahap-tahap perkembangan pemerolehan bahasa.

Untuk menganalisis data digunakan metode padan. Teknik dasar yang digunakan untuk mengembangkan metode padan tersebut adalah teknik pilah unsur penentu yang memiliki suatu alat yaitu daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh peneliti.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah urutan pemerolehan kosa kata dasar bahasa Indonesia dalam bahasa lisan anak usia 3-4 tahun. Urutan pemerolehan kosa kata dasar dimulai dari kata benda, kata kerja, kata bagian tubuh, kata bilangan, dan kata kekerabatan. Secara psikolinguistik behaviorisme mengungkapkan bahasa anak dipengaruhi lingkungannya, seperti guru TK, ayah, ibu, kakak, adik, bahkan seorang pembantu. Senyuman, hadiah, dan pujian adalah stimulus yang harus diberikan orang dewasa kepada anak agar respon bahasa anak dapat meningkat dan anak tidak takut untuk mengeluarkan bahasanya.

Kata kunci: Pemerolehan bahasa, Urutan pemerolehan kosa kata dasar bahasa Indonesia, Psikolinguistik Behaviorisme.


(5)

PRAKATA

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Alhamdulillahi Rabbil Alamin, puji syukur hanya kepada Allah SWT. Akan rahmat, ridho dan hidayah-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Urutan Pemerolehan Kosa Kata Dasar Bahasa Indonesia Dalam Bahasa Lisan Anak Usia 3-4 Tahun: Kajian Psikolinguistik“. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpah keharibaan junjungan Nabi besar Muhammad SAW., keluarga dan sahabatnya.

Penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik berupa bantuan spiritual seperti doa, dukungan, nasihat, dan petunjuk praktis, maupun materi. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih dengan setulus hati kepada:

1. Dr. Syahron Lubis, M.A., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, serta kepada Pembantu Dekan I, Pembantu Dekan II, dan Pembantu Dekan III.

2. Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si., sebagai Ketua Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan dan perhatian kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

3. Drs. Haris Sutan Lubis, M.SP, sebagai sekretaris Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan dukungan dan perhatian kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.


(6)

4. Dr. Gustianingsih, M.Hum., sebagai dosen pembimbing I. Terima kasih banyak Bu buat semua jerih payah dan kerja keras Ibu dalam membimbing penulis dan semua informasi, nasehat, saran dan doa yang Ibu berikan selama proses penyusunan skripsi ini. Penulis sangat bersyukur dan berterimakasih diberi kesempatan menjadi mahasiswi bimbingan Ibu, karena bagi penulis, Ibu adalah orang tua di kampus yang selalu mengayomi anaknya dan sosok yang bertanggung jawab sekali. Terima kasih ya Bu, penulis menyayangi Ibu.

5. Drs. Amhar Kudadiri, M.Hum., sebagai dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, dorongan, dan masukan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu staf pengajar Departemen Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengajaran berbagi materi perkuliahanselama penulis mengikuti perkuliahan.

7. Almarhum Ayahanda Abdul Rahim Batubara dan Ibunda Rita Hariani tercinta yang sangat penulis sayang, atas doa yang selalu dipanjatkan serta perhatian Ibunda yang tiada henti-hentinya, kasih sayang dan dukungan baik moral maupun material kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, hasil karya ananda yang sederhana ini untuk Almarhum Ayahanda dan Ibunda tercinta. 8. Abang dan adik tercinta, Ali Kahfi Batubara, Ali Muhammad Batubara S.E,

dan Annisa Batubara yang selalu membantu dan memberikan motivasi kepada penulis, terkhususnya untuk adikku sayang yang setia menemani dan merawat penulis saat sakit, saat sedih, saat senang, dan abangku yang juga setia


(7)

mengantarkan dan menjemput penulis, terimakasih adikku sayang, dan terimakasih abangku udah jadi tukang ojek penulis hehee.

9. Sepupu tercinta Fira, Sesti, Reo, Sobby, Elsa dan Kemal yang lucu banget, terimakasih atas canda dan tawa yang membuat penulis semakin bersemangat untuk menyelesaikan skripsi ini, terkhususnya untuk myfira yang selalu mengerti situasi dan kondisi penulis, juga tempat curhat penulis saat senang maupun susah, terimakasih atas perhatian, hiburan, serta kejutan-kejutan hadiah untuk penulis, penulis berharap kita akan selalu sayang-menyayangi sampai anak cucu kita nanti amin.

10.Untuk Amelia Irayanti S.S, terimakasih atas perhatiannya dalam membantu penulis untuk mengumpulkan data dalam skripsi ini, bantuan itu sangat berarti bagi penulis.

11.Semua kisah tentang D;JISUN yang takkan pernah lekang oleh waktu, Devi, Jois, Intan, Siti, Utami, dan Nia. We gonna miss every moment. Semoga kita menjadi sukses dan berguna sampai anak cucu kita kelak amin.

12.Seluruh teman-teman seperjuangan angkatan 2010, Nessa, Elfi, Indah, Indry, Ricky, Ade, serta masih banyak lagi teman-teman yang telah membantu dan memberikan motivasi dalam proses skripsi ini. Kebersamaan kita selama ini adalah pengalaman yang akan menjadi kenangan terindah.

13.Seluruh keluarga, sahabat, dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan. Yang telah memberikan dukungan, motivasi, inspirasi, dan membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga mendapatkan balasan dari Allah SWT.


(8)

14.Kepala sekolah PAUD LELY yang telah memberikan izin penelitian di sekolah Ibu. Terimakasih juga buat anak-anak yang menjadi subjek penelitian.

Semoga Allah SWT. memberikan balasan pahala dan nikmat atas bantuan yang selama ini diberikan kepada penulis, Amin. Penulis menyadari banyak sekali terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Namun dengan kerendahan hati, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang membutuhkan. Oleh karena itu segala saran dan kritik membangun sangat diharapkan. Terima kasih.

Medan, Februari 2015


(9)

DAFTAR ISI PERNYATAAN

ABSTRAK PRAKATA DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Batasan Masalah ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

BAB IIKONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep ... 7

2.1.1Pemerolehan Bahasa ... 7

2.1.2Pemerolehan Kosa Kata Dasar Bahasa Indonesia ... 8

2.1.3Perkembangan Bahasa Anak ... 10

2.2 Landasan Teori ... 12

2.2.1Psikolinguistik ... 12

2.2.2 Psikolinguistik Behaviorisme ... 13

2.2.3 Urutan Pemerolehan Kosakata Dasar Anak Usia 3—4 Tahun ... 15


(10)

BAB IIIMETODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 18

3.2 Sumber Data ... 18

3.3 Metode Dan Teknik Pengumpulan Data ... 18

3.4 Metode Dan teknik Analisis Data ... 19

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Urutan Pemerolehan Kosa Kata Dasar Bahasa Indonesia Dalam Bahasa Lisan Anak Usia 3—4 Tahun ... 22

4.1.1 Pemerolehan Kosa Kata Dasar Bahasa Indonesia pada Kata Kerabat... ... 23

4.1.2 Pemerolehan Kosa Kata Dasar Bahasa Indonesia pada Kata Kerja... ... 25

4.1.3 Pemerolehan Kosa Kata Dasar Bahasa Indonesia pada Kata Benda... ... 30

4.1.4 Pemerolehan Kosa Kata Dasar Bahasa Indonesia pada Kata Bilangan... ... 37

4.1.5 Pemerolehan Kosa Kata Dasar Bahasa Indonesia pada Kata Bagian Tubuh... ... 40

4.2 Hubungan Psikolinguistik Behaviorisme Skinner dengan Urutan Pemerolehan KosaKata Dasar Bahasa Indonesia dalam Bahasa Lisan Anak Usia 3 – 4 Tahun ... 50

4.2.1 Pemerolehan Kosakata Dasar Anak Usia Tiga Tahun ... 52


(11)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1Simpulan ... 58 5.2 Saran ... 59 DAFTAR PUSTAKA


(12)

URUTAN PEMEROLEHAN KOSA KATA DASAR BAHASA INDONESIA DALAM BAHASA LISAN ANAK USIA 3−4 TAHUN

KAJIAN PSIKOLINGUISTIK

OLEH

SITI FATIMA BATUBARA ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan urutan pemerolehan kosa kata dasar bahasa Indonesia dalam bahasa lisan anak usia 3−4 tahun, dan bagaimana hubungan psikolinguistik Behaviorisme B.F. Skinner dengan urutan pemerolehan kosa kata dasar bahasa Indonesia dalam bahasa lisan anak usia 3−4 tahun.

Penelitian ini menggunakan teori Psikolinguistik Behaviorisme.

Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak, yaitu menyimak penggunaan bahasa. Adapun teknik dasar yang digunakan untuk mengembangkan metode simak adalah teknik sadap, sedangkan teknik lanjutannya menggunakan teknik rekam. Setelah semua data terkumpul, kemudian digunakan teknik catat, yaitu dengan cara mencatat semua data yang telah terkumpul. Data yang sudah terkumpul itu akan diklasifikasikan sesuai dengan tahap-tahap perkembangan pemerolehan bahasa.

Untuk menganalisis data digunakan metode padan. Teknik dasar yang digunakan untuk mengembangkan metode padan tersebut adalah teknik pilah unsur penentu yang memiliki suatu alat yaitu daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh peneliti.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah urutan pemerolehan kosa kata dasar bahasa Indonesia dalam bahasa lisan anak usia 3-4 tahun. Urutan pemerolehan kosa kata dasar dimulai dari kata benda, kata kerja, kata bagian tubuh, kata bilangan, dan kata kekerabatan. Secara psikolinguistik behaviorisme mengungkapkan bahasa anak dipengaruhi lingkungannya, seperti guru TK, ayah, ibu, kakak, adik, bahkan seorang pembantu. Senyuman, hadiah, dan pujian adalah stimulus yang harus diberikan orang dewasa kepada anak agar respon bahasa anak dapat meningkat dan anak tidak takut untuk mengeluarkan bahasanya.

Kata kunci: Pemerolehan bahasa, Urutan pemerolehan kosa kata dasar bahasa Indonesia, Psikolinguistik Behaviorisme.


(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Bahasa merupakan alat komunikasi yang dipelajari secara sosial oleh manusia untuk menyampaikan pendapat dan maksud yang tersimpan di dalam pikiran ketika berada dalam masyarakatnya. Bahasa diperoleh melalui upaya pembelajaran yang formal seperti sekolah atau tidak formal seperti keluarga atau lingkungan masyarakat.

Pada dasarnya bahasa itu sudah dimiliki manusia sejak lahir, walaupun dalam bentuk ocehan. Ocehan tersebut kemudian berkembang menjadi kata demi kata sampai pada pengucapan kalimat. Bahasa yang dimiliki anak sejak kecil adalah bahasa pertama yang lebih dikenal dengan sebutan bahasa ibu. Bahasa ibu atau native language adalah bahasa pertama yang dikuasai atau diperoleh anak

(Dardjowidjojo, 2003: 241). Bahasa inilah yang awalnya dikenal dan dipergunakan anak dalam kehidupannya sehari-hari sebagai alat komunikasi.

Menurut Chaer (2003:167), ada dua proses yang terjadi ketika seorang kanak-kanak sedang memeroleh bahasa pertamanya, yaitu proses kompetensi dan proses performansi. Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa yang berlangsung secara tidak disadari. Proses kompetensi ini menjadi syarat untuk terjadinya proses performansi. Kompetensi tidak diperoleh secara berlainan, melainkan diperoleh secara bersamaan sesuai dengan perkembangan usia anak. Selanjutnya menurut Chaer (2003:167), proses performansi sendiri memiliki dua tahap, yaitu proses pemahaman dan proses penerbitan atau proses menghasilkan


(14)

kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan kemampuan atau kepandaian mengamati atau kemampuan mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar, sedangkan proses penerbitan melibatkan kemampuan mengeluarkan atau menerbitkan kalimat-kalimat itu sendiri. Kedua proses ini selanjutnya menjadi kompetensi linguistik kanak-kanak.

Anak-anak memperoleh komponen-komponen utama bahasa ibu mereka dalam waktu yang relatif singkat. Ketika mereka mulai bersekolah dan mempelajari bahasa secara formal, mereka sudah mengetahui cara berbicara untuk berkomunikasi dengan orang lain. Mereka sudah mengetahui dan mengucapkan sejumlah besar kata. Bayi mulai memperoleh bahasa ketika berumur kurang dari satu tahun, sebelum dapat mengucapkan suatu kata, mereka memperhatikan muka orang dewasa dan menanggapi orang dewasa, meskipun tentu saja belum menggunakan bahasa dalam arti yang sebenarnya. Mereka juga dapat membedakan beberapa ucapan orang dewasa. Selanjutnya, ketika berumur satu tahun, bayi mulai mengoceh, bermain dengan bunyi seperti halnya bermain dengan jari-jari tangan dan jari-jari kakinya. Perkembangan bahasa pada periode ini disebut perkembangan pralinguistik (Gleason, 1985: 3).

Ketika bayi mulai dapat mengucapkan beberapa kata, perkembangan bahasa mereka juga memiliki ciri-ciri yang universal. Bentuk ucapan yang digunakan hanya satu kata, kata-katanya sederhana yaitu yang mudah diucapkan dan memiliki arti konkret. Kata-kata tersebut adalah nama benda-benda, kejadian, atau orang-orang yang ada di sekitar anak, misalnya mama, papa, meong, maem. Perkembangan fonologis mulai tampak pada periode umur ini, demikian juga


(15)

perkembangan semantik yaitu pengenalan makna oleh anak. Kira-kira ketika anak berumur tiga tahun, mengetahui kurang lebih lima puluh kata, kebanyakan anak mulai mencapai tahap kombinasi dua kata.

Kata-kata yang diucapkan ketika mencapai tahap satu kata dikombinasikan dalam ucapan-ucapan pendek tanpa kata petunjuk, kata depan, atau bentuk-bentuk lain yang seharusnya digunakan. Anak mulai dapat mengucapkan "Ma, mimik", maksudnya "Mama, saya minta minum". Pada tahap dua kata ini anak mulai mengenal berbagai makna kata dan dapat menggunakan bentuk bahasa yang menunjukkan jumlah, jenis kelamin, dan waktu terjadinya peristiwa. Selanjutnya anak-anak mulai dapat membuat kalimat-kalimat pendek. Pada waktu mulai masuk sekolah taman kanak-kanak, anak-anak telah memiliki sejumlah besar kosakata. Mereka memahami kosakata lebih banyak. Mereka dapat bergurau, bertengkar dengan temannya dan berbicara dengan sopan kepada orang tua dan guru mereka.

Dalam proses pemerolehan bahasa diketahui bahwa anak usia 3‒4 tahun belum dapat mengungkapkan bahasa ibunya secara sempurna dan terkadang orang dewasa menegur kesalahan anak dengan cara kasar dan cara halus. Apabila orang dewasa menegur dengan cara kasar maka, kata yang dihasilkan anak tersebut tidak berkembang. Karena dalam diri anak secara tidak langsungsudah mendapatkan rangsangan yang buruk dari orang dewasa terhadap kata yang dihasilkannya, sehingga kata yang dihasilkan anak tersebut tidak dapat berkembang. Apabila orang dewasa menegur dengan cara halus ditambah dengan pujian kepada anak


(16)

tersebut, maka kata yang dihasilkan anak tersebut dapat berkembang karena anak mendapatkan rangsangan yang baik dari orang dewasa.

Contoh pujian yang diberikan orang dewasa: Peneliti : Dila masuk sekolah jam berapa? Dila : “Dam sepulo” (jam sepuluh)

Peneliti : Pinter... Dila bisa hitung satu sampai sepuluh? Dila : “Satu, dua, tiga, empat, lima, tujuh, lapan (delapan)

Peneliti : Pinter…. Sayang…. teruskan ya…

Orang dewasa melakukan hal yang baik melalui kata-katanya sendiri seperti pujian dan sentuhan kasih, membuat anak tersebut menjadi senang dan termotivasi untuk berkata-kata terus tanpa merasa bosan.

Dardjowidjojo (2000: 36) mengatakan bahwa dalam pemerolehan kosa katakonkret dan yang ada disekitar anak usia 3‒4 tahun adalah kosa kata paling awal dikuasai. Demikian juga kata untuk perbuatan dan keadaan juga dikuasai secara dini.

Dalam studi ini dibahas tentang urutan pemerolehan kosa kata dasar bahasa Indonesia dalam bahasa lisan anak usia 3−4 tahun. Saya setuju penelitian mengenai pemerolehan bahasa anak-anak sangat perlu diadakan serta dikembangkan. Ada dua alasan penelitian tersebut penting diadakan. Pertama, bahwa hal itu sendiri memang menarik. Kedua, bahwa hasil-hasil dari telaah-telaah pemerolehan bahasa dapat menerangkan masalah pendidikan dan pengobatan, seperti ophasia (kehilangan kemampuan memakai atau memahami


(17)

kata-kata karena suatu penyakit otak), hambatan ujaran dan perkembangan kognitif. teori psikolinguistik.

Penelitian ini hanya membahas urutan pemerolehan kosa kata dasar bahasa Indonesia dalam bahasa lisan anak usia 3−4 tahun pada PAUD Bunda Lely, Medan. Banyaknya pengguna Bahasa Indonesia sehingga membuat peneliti membatasi penelitian bahasa Indonesia di daerah Pancing, Medan.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi permasalahan pada penelitian ini adalah

1. Bagaimanakah urutan pemerolehan kosa kata dasar bahasa Indonesia dalam bahasa lisan anak usia 3−4 tahun?

2. Bagaimanakah hubungan psikolinguistik Behavioririsme B.FSkinner dengan urutan pemerolehan kosa kata dasar bahasa Indonesia dalam bahasa lisan anak usia 3−4 tahun?

1.3Batasan Masalah

Penelitian ini difokuskan pada anak normal usia 3‒4 tahun, tidak cacat fisik dan mental. Bahasa yang digunakan di rumah atau di PAUD “Bunda Lely” adalah bahasa Indonesia.


(18)

1.4Tujuan Penelitian

Adapun penelitian ini memiliki tujuan untuk:

1.Mendeskripsikan urutan pemerolehan kosa kata dasar bahasa Indonesia dalam bahasa lisan anak usia 3−4 tahun tahun.

2. Mendeskripsikan hubungan psikolinguistik Behaviorisme B..FSkinner dengan urutan pemerolehan kosa kata dasar bahasa Indonesia dalam bahasa lisan anak usia 3−4 tahun.

1.5Manfaat Penelitian

Suatu penelitian haruslah memiliki manfaat, adapun manfaat pada penelitian ini adalah

1. Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis yaitu memperkaya khazanah ilmu pengetahuan tentang psikolinguistik, khususnya teori Behaviorisme B.F. Skinner.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pendidikan, Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan untuk merumuskan kebijaksanaan perencanaan pengajaran bahasa pendidikan anak usia dini.

b. Bagi Peneliti lain, Penelitian pemerolehan bahasa pada anak usia dini diharapkan dapatmemberikan motivasi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian dengan hasil yang lebih baik.

c. Bagi pembaca dan penikmat bahasa, Penelitian ini dapat digunakan sebagai pembanding bagi penelitian lain yang melakukan penelitian berkaitan dengan pemerolehan bahasa pada anak-anak.


(19)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep

Konsep dijadikan sebagai dasar pengembangan penulisan selanjutnya untuk memahami hal–hal yang ada dalam penelitian. Konsep dipandang sebagai definisi operasional untuk menegaskan pengertian sesuai dengan pijakan teori yang dipilih dalam suatu penelitian. Dalam penelitian ini konsep dasar yang dijadikan acuan yaitu, pemerolehan bahasa, pemerolehan kosa kata dasar bahasa Indonesia, dan perkembangan bahasa.

2.1.1 Pemerolehan Bahasa

Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang kanak-kanak ketika dia memeroleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dari pembelajaran bahasa(Chaer 2002: 167)

Setiap anak yang normal akan belajar bahasa pertama (bahasa ibu) dalam tahun-tahun pertamanya dan prosesitu terjadi hingga kira-kira umur lima tahun (Nababan, 1992: 72)

Menurut Tarigan (1987: 83), dalam proses perkembangan, semua anak manusia yang normal paling sedikit memeroleh satu bahasa yang alamiah. Dengan kata lain, setiap anak yang normal atau mengalami pertumbuhan yang wajar, memeroleh suatu bahasa yaitu bahasa pertama atau bahasa ibu dalam tahun-tahun pertama kehidupannya, kecuali ada gangguan fisik seperti tuli


(20)

ataupun alasan-alasan sosial, tetapi biasanya anak telah dapat berkomunikasi secara bebas pada saat dia mulai masuk sekolah.

Anak usia 3−4 tahun memeroleh kosa kata dasar yang fonemnya belum sempurnatetapi,ada juga sebagian anak yang dapat memeroleh kosa kata dasar dengan fonem yang sempurna. Pemerolehan bahasa pada anak tergantung pada pendidikan, dan lingkungan anak tersebut. Anak usia 3−4 tahun akan lebih aktif dalam berkomunikasi jika lawan bicaranya sudah dikenalnya dan sering memberinya hadiah.

2.1.2 Pemerolehan Kosa Kata Dasar Bahasa Indonesia

Kosa kata dasar adalah kata-kata yang tidak mudah berubah atau sedikit sekali kemungkinannya dikutip dari bahasa lain. Berikut beberapa jenis kosa kata dasar:

1. Kata bilangan pokok, misalnya: satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh, dua puluh, sebelas, dua belas, seratus, dua ratus, seribu, dua ribu, sejuta, serta dua juta.

2. Kata kerja pokok, misalnya: makan, minum, tidur, bangun, berbicara, melihat, mendengar, menggigit, berjalan, bekerja, mengambil, menangkap, dan lari.

3. Kata benda, ada dua jenis kata benda, yaitu kata benda konkrit dan kata benda abstrak. Kata benda konkrit adalah kata benda yang dapat disentuh. Misalnya tumbuhan-tumbuhan, hewan, dan benda-benda yang dapatdilihat seperti, bangku, meja, termos, bando, dan gelang.Kata benda abstrak, yaitu


(21)

benda yang hanya bisa dirasakan dan tidak bisa disentuh misalnya angin, udara. Dalam penelitian ini, peneliti memakai kata benda konkrit.

Pada penelitian ini, peneliti juga membagi kata benda yang terdiri atas kata benda pada istilah kekerabatan dan nama-nama bagian tubuh. Istilah kekerabatan, misalnya: ayah, ibu, anak, adik, kakak,nenek, kakek, paman, bibi, menantu, dan mertua. Nama-nama bagian tubuh, misalnya: kepala, rambut, mata, telinga, hidung, mulut, bibir, gigi, lidah, pipi, leher, dagu, bahu, tangan, jari, dada, perut, pinggang, kaki, betis, telapak, dan punggung.

Ada dua cara yang terpenting ketika anak-anak mempelajari kata-kata tersebut. Pertama mereka mendengar kata-kata tersebut dari orang tua, anak-anak yang lebih tua, teman sepermainan, televisi dan radio, tempat bermain, dan toko, pusat perbelanjaan. Kedua mereka mengalaminya sendiri misalnya mereka mengatakan benda-benda, memakannya, merabanya, menciumnya, dan meminumnya. Kosakata mereka itu hanya dibatasi oleh pengalaman-pengalaman mereka dan oleh model-model yang tersedia.

Kualitas keterampilan berbahasa seseorang jelasbergantung kepada kuantitas dan kualitas kosa kata yang dimilikinya. Semakin kaya kosa kata yang dimilikinya, semakin besar pula kemampuan keterampilan berbahasanya. Perlu disadari dan dipahami benar-benar bahwa kenaikan kelas para siswa di sekolah ditentukan oleh kualitas berbahasa mereka. Dengan perkataan lain, kenaikan kelas itu merupakan suatu jaminan akan peningkatan kuantitas dan kualitas kosa kata


(22)

mereka dalam segala bidang studi yang mereka peroleh sesuai dengan kurikulum (Tarigan, 1983:7).

2.1.3Perkembangan Bahasa Anak

Penelitian yang dilakukan terhadap perkembangan bahasa anak usia 3‒4 tahun tidak terlepas dari teori psikologi yang dianut. Dalam hal ini sejarah telah mencatat adanya teori dalam perkembangan bahasa anak. Pandangan yang dikemukakan oleh pakar dari Amerika, yaitu pandangan behaviorisme yang berpendapat bahwa penguasaan bahasa pada kanak - kanak bersifat “suapan” (Chaer, 2003: 221)

Menurut Frances chato (1968, dalam Chaer, 2003: 221), anak belajar mengucapkan kata sebagai suatu keseluruhan, tanpa memperhatikan fonem kata- kata itu satu per satu. Sedangkan menurut Waterson (1971, dalam Chaer, 2003: 234), anak hanya dapat menangkap ciri–ciri tertentu dari kata yang diucapkan oleh orang dewasa, dan pengucapannya terbatas pada kemampuan artikulasinya. Misalnya, ketika pada tahap tertentu si anak belum mampu mengucapkan fonem [k] tetapi sudah dapat mengucapkan fonem [t], dia akan menirukan kata [ikan] dan [bukan] yang diucapkan orang dewasa dengan lafal [itan] dan [butan]. Dengan demikian kita lihat anak ini menyederhanakan ucapannya yang dilakukan secara sistematis.

Kaum behavioris menekankan bahwa proses pemerolehan bahasa pertama dikendalikan dari luar diri si anak yaitu, berupa ransangan yang diberikan oleh lingkungan kepada anak. Menurut kaum behavioris kemampuan berbicara dan


(23)

memahami bahasa oleh anak diperoleh melalui rangsangan dari lingkungannya. Anak dianggap sebagai penerima pasif dari tekanan lingkungannya, tidak memiliki peranan yang aktif di dalam proses perkembangan perilaku verbalnya. Kaum behavioris bukan hanya tidak mengakui peranan aktif si anak dalam proses pemerolehan bahasa, juga tidak mengetahui kematangan si anak itu. Proses perkembangan bahasa terutama ditentukan oleh lamanya latihan yang diberikan oleh lingkungannya (Chaer, 2003: 223).

Menurut Skinner (Chaer, 2003: 223) kaidah gramatikal adalah berlaku verbal yang memungkinkan seseorang dapat menjawab atau mengatakan sesuatu. Namun, kalau kemudian anak dapat berbicara, bukanlah karena penguasaan kaidah sebab anak tidak dapat mengungkapkan kaidah bahasa, melainkan dibentuk secara langsung oleh faktor di luar dirinya. Kaum Behavioris berpendapat bahwa ransangan (stimulus) dari lingkungan tertentu memperkuat kemampuan berbahasa anak. Perkembangan bahasa mereka pandang sebagai suatu kemajuan dari kemampuan verbal yang berlaku secara acak sampai pada kemampuan yang sebenarnya untuk berkomunikasi melalui prinsip pertalian S-R (stimulus-respon) dan proses peniruan.


(24)

Dalam suatu penelitian harus ada suatu teori yang sesuai dengan objek penelitian tersebut, mendasar terhadap teori tersebut, dapat diupayakan dan, mempertahankan keakuratannya. Dalam penelitian ini penulis menggunakan kajian psikolinguistik, teori behaviorisme menurut pandangan B.F. Skinner.

2.2.1 Psikolingusitik

Psikolinguistik adalah satu cabang linguistik yang bekerja sama dengan ilmu lain, yaitu ilmu psikologi dalam menganalisis bahasa dan berbahasa (bertutur) dengan cara mengkaji proses-proses yang berlaku pada waktu seorang bertutur dan memahami kalimat-kalimat yang didengar. Psikolinguistik mempelajari cara seorang anak memeroleh bahasa ibunya dan hubungan di antara bahasa yang diperoleh itu dengan proses berpikir.

Secara etimologi kata psikolinguistik terbentuk dari kata psikologi dan kata linguistik, yakni dua bidang ilmu yang berbeda, yang masing - masing berdiri sendiri, dengan prosedur dan metode yang berlainan. Namun, keduanya sama - sama meneliti bahasa sebagai objek formalnya. Hanya objek materinya yang berbeda, linguistik mengkaji struktur bahasa, sedangkan psikologi mengkaji perilaku berbahasa atau proses berbahasa.

Psikolinguistik mencoba menguraikan proses–proses psikologi yangberlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat–kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh manusia (Chaer, 2003: 5). Maka secara teoretis tujuan utama psikolinguistik adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik dapat diterima dan secara


(25)

psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemerolehannya. Dengan kata lain, psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat bahasa, dan bagaimana struktur ini diperoleh, digunakan pada waktu berbicara, dan pada waktu memahami kalimat-kalimat dalam pertuturan itu. Dalam praktiknya psikolinguistik mencoba menerapkan pengetahuan linguistik dan psikologi pada masalah-masalah pengajaran dan pembelajaran bahasa, seperti pengajaran membaca permulaan dan membaca lanjut, kedwibahasaan dan kemultibahasaan, serta penyakit bertutur seperti afasia, gagap, dan sebagainya serta masalah-masalah sosial lain yang menyangkut bahasa, seperti bahasa dan pendidikan, bahasa dan pembangunan nusa dan bangsa.

Kerja sama antara psikologi dan linguistik setelah beberapa lama berlangsung tampaknya belum cukup untuk dapat menerangkan hakikat bahasa seperti tercermin dalam defenisi di atas. Maka meskipun digunakan istilah psikolinguistik, bukan berarti hanya kedua bidang ilmu itu saja yang diterapkan, tetapi juga hasil penelitian dari ilmu-ilmu lain juga dimanfaatkan.

2.2.2 Psikolinguistik Behaviorisme

Psikolinguistik behaviorisme berusaha menjelaskan bahwa proses pemerolehan bahasa pertama sebenarnya dikendalikan dari luar diri si anak, yaitu rangsangan yang diberikan melalui lingkungan (Chaer, 2009: 22). Dalam pandangan ini seorang psikolog dari Universitas Harvard, B.F Skinner (1957). Ia menjelaskan bahwa perhatian dalam pemerolehan bahasa anak (B1) ditujukan


(26)

pada prakiraan, dan unit-unit fungsional perilaku manusia yang hanya dapat terjadi melalui efek yangterlihatpada orang lain saja.

Penerapan teori behaviorisme ini didasarkan oleh adanya rangsangan (stimulus) kemudian diikuti oleh reaksi (respon). Bila rangsangan menghasilkan reaksi yang benar, maka akan diberi hadiah atau imbalan (reinforcement) yang menyenangkan dan kemungkinan rangsangan itu akan dilakukan berulang-ulang. Namun, jika reaksi yang dihasilkan salah akan dihukum, yaitu penghentian imbalan.

Chaer (2008: 56) menjelaskan bahwa imbalan semacam ini dapat diberikan dalam bentuk pemberian makanan atau minuman dalam porsi kecil karena harus diberikan secara berulang-ulang. Selain itu dalam bentuk memberikan mainan kepada anak, namun hanya terbatas sekitar 5-10 menit saja, kemudian diambil kembali. Imbalan lain seperti, pelukan, ciuman, tepukan, dan elusan. Imbalan verbal juga perlu diberikan seperti “bagus”,”pandai”, “pintar”, sebagai pujian karena telah melaksanakan instruksi dengan benar.

Contoh dalam percakapan:

Peneliti : Pergi ke sekolah sama siapa putri? Putri : Sama bunda.

Peneliti : oh...bunda, kamu pintar ya (sambil mengelus wajah putri) Orang dewasa melakukan hal yang baik melalui kata – katanya sendiri seperti pujian dan sentuhan kasih, sehingga anak tersebut menjadi senang dan termotivasi untuk berkata – kata terus dan kosa kata yang dihasilkan anak tersebut


(27)

dapat berkembang karena anak mendapat rangsangan yang baik dari orang dewasa.

2.2.3 Urutan Pemerolehan Kosakata Dasar Anak Usia 3—4 Tahun

Penelitian tentang pemerolehan bahasa sudah banyak diteliti oleh para ahli, baik itu penelitian tentang pemerolehan bahasa pertama, kedua, urutan pemerolehan kata, dan sebagainya. Seperti yang dikatakan Krashen (1985: 66, dalam Pramuniarti, 2008: 3) temuan yang paling menarik dalam penelitian pemerolehan bahasa dewasa ini adalah penelitian tentang urutan pemerolehan struktur gramatikal yang mengacu pada teori pemarkahan bahasa (marhedness theory). Ellis (1994: 1003, dalam Pramuniarti, 2008:4) mengatakan urutan

pemerolehan dapat digunakan untuk menguji suatu prediksi yang berdasarkan “pemarkahan”, khususnya dapat dilihat melalui penanda tipologi yang sudah sangat dikenal yaitu NAPH. Ellis (1994: 726, dalam Pramuniarti, 2008: 18) juga menambahi suatu hal yang dapat diidentifikasi melalui pengujian atas sampel yang representative dari bahasa alamiah dalam hal urutannya agar menentukan ciri-ciri umum yang terdapat pada semua bahasa atau hamper semua bahasa-bahasa.

Ellis (1994: 418, dalam Pramuniarti, 2008: 222) menggambarkan suatu bentuk urutan pemerolehan Klausa Relative yang mengacu pada hasil kajian dari Keenan dan Comrie, yaitu Subject > Direct Objek > Indirect >Oblique > Genitive > Object of Comparative. Hal ini juga menunjukkan variasi fungsi


(28)

pemerolehan kosa kata dasar bahasa Indonesia anak usia 3—4 tahun dalam penelitian ini.

2.3 Tinjauan Pustaka

Urutan pemerolehan dalam bahasa analisis psikolingustik, sebelumnya pernah diteliti oleh:

Fauzi (2000) dalam skripsinya yang berjudul “Pemerolehan Bahasa Anak-Anak Usia 0‒5 Tahun: Analisis Psikolinguistik”, membahas tentang tahap-tahap pemerolehan bahasa yang terdiri dari tahap perkembangan prasekolah dan tahap perkembangan kombinatori. Tahap perkembangan sekolah meliputi, tahap meraba, tahap holofrastik, tahap kalimat dua kata, tahap pengembangan tata bahasa, dan tahap kombinasi penuh. Tahap perkembangan kombinatori meliputi perkembangan negatif, perkembangan introgatif, dan perkembangan sistem bunyi. Fauzi juga membahas tentang perkembangan bahasa dan perkembangan kognitif.

Pramuniati (2000), dalam tesisnya yang berjudul “Urutan Pemerolehan Klausa Relatif Bahasa Perancis oleh Pembelajar Bahasa Perancis FBS-Universitas Negeri Medan”,menyimpulkan NPAH (Noun Phrase Accessibility Hierarchy) dapat memprediksi posisi urutan pemerolehan fungsi klausa relatif, sehingga dari hirarki dapat diketahui posisi terendah dan posisi tertinggi dari hirarki assessibilitas klausa relatif bahasa Perancis.

Dardjowidjojo (2000) tentang penelitian longitudinalnya “Echa Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia” menggunakan waktu lima tahun terhadap cucunya Echa mengungkapkan bahwa pemerolehan bahasa itu terdiri atas


(29)

pemerolehan fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, leksikon, dan pragmatik. Pemerolehan bahasa juga mengatakan bahwa pemerolehan bahasa tidak dapat terjadi hanya karena adanya bekal kodrati (innate properties) belaka. Pemerolehan bahasa juga tidak mungkin terjadi hanya karena adanya faktor lingkungan saja, kedua-duanya diperlukan sebagai proses penguasaan bahasa.

Gustianingsih (2002) dalam tesisnya yang berjudul “Pemerolehan Kalimat Majemuk Bahasa Indonesia pada Anak Usia Taman Kanak-Kanak”, mengatakan kemampuan anak usia taman kanak-kanak akan kalimat majemuk merupakan parameter untuk mengukur keberhasilan dan sekaligus dasar pengajaran di sekolah dasar.

Lumbanraja (2010),“Pemerolehan Leksikal Nomina Bahasa Angkola Anak Usia 3‒4 Tahun”, Dari data yang diperoleh, hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pemerolehan leksikal nomina bahasa Angkola pada anak usia 3‒4 tahun itu sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Masukan yang diterima anak dari lingkungan sekitarnya mempengaruhi jumlah kosa kata yang dapat dikuasai anak-anak usia 3‒4 tahun tersebut. Urutan pemerolehan leksikal nomina bahasa Angkola pada anak usia 3‒4 tahun adalah nomina orang, nomina makanan, nomina hewan, nomina buah-buahan, nomina alat dapur, nomina sayur-sayuran, nomina elektronik, dan nomina minuman.


(30)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PAUD “Bunda Lely” Medan, dan waktu penelitian di laksanakan pada 22 September 2014 sampai 20 Desember 2014.

3.2 Sumber Data

Sumber data penelitian ini adalah anak normal usia 3–4 tahun yang berjumlah tiga anak (Naysila, Dila, Putri). Data diambil dari tuturan lisan anak normal usia 3–4 tahun tentang kosa kata dasar dalam bahasa Indonesia.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Sebelum melakukan pengumpulan data terlebih dahulu dilakukan observasi.Hal ini dilakukan untuk mengamati kosa kata yang diucapkan anak - anak dengan kosa kata yang diucapkan orang dewasa (dalam Gustianingsih, 2002:28). Kemudian, untuk pengumpulan datanya dilakukan dengan metode simak atau penyimakan yaitu menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993:133). Adapun teknik dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik sadap. Pada praktiknya, penyimakan atau metode simak itu diwujudkan dengan penyadapan, maksudnyanya menyadap penggunaan bahasa seseorang atau beberapa orang (Sudaryanto, 1993:133).


(31)

Kemudian dilanjutkan dengan teknik pancing. Teknik pancing dilakukan untuk memancing anak – anak, agar anak – anak mau berbicara dengan peneliti dan tambahan stimulus berupa imbalan untuk memunculkan respon pada anak. Selanjutnya teknik rekam, yaitu merekam semua bahasa yang dipakai anak – anak usia 3 – 4 tahun (Gustianingsih, 2009:72). Setelah itu dilanjutkan dengan teknik catat, yaitu dengan cara mencatat data yang telah terkumpul. Data yang telah terkumpul itu akan diklasifikasikan sesuai tahap–tahap perkembangan pemerolehan bahasa pada anak.

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul, mulailah diadakan analisis terhadap data untuk menyelesaikan permasalahan penelitian yang telah ditetapkan. Kemudian data diolah dengan menggunakan metode padan. Metode padan adalah sebuah metode yang alat penentunya diluar, terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993:13). Metode padan digunakan untuk menyeleksi serangkaian kata-kata yang diujarkan anak dari tahap-tahap perkembanganya.

Kemudian dikembangkan dengan menggunakan teknik lanjutan, yaitu dengan menggunakan teknik pilah unsur sebagai teknik analisis data.

Teknik pilah unsur penentu yang memiliki suatu alat yaitu daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh peneliti (Sudaryanto, 1993: 21). Data yang akan diklasifikasikan pada kosa kata dasar anak usia 3 – 4 tahun yaitu:

a. kosa kata dasar kekerabatan b. kosa kata dasar benda


(32)

c. kosa kata dasar bilangan d. kosa kata dasar kerja

e. kosa kata dasar nama – nama bagian tubuh

Kosa kata yang diucapkan bebas, artinya si anak mengucapkan kata tersebut atas kemauannya sendiri.

Contoh dalam percakapan;

Peneliti : Ini kenapa hidungnya? (menunjuk hidung nisa) (1) Nisa : Idung (hidung)

Peneliti : Mamak mana? (2) Nisa : Di umah (di rumah)

Peneliti : Lagi ngapain mamak di rumah? (3) Nisa : Masyakk {masak)

Peneliti : Sama siapa?

(4) Nisa : Ma kak Nia (sama kakak nia) Peneliti : Itu apa? (menunjuk sendal) Nisa : ...(diam)

Peneliti : Ini nisa pakai apa? Nisa pintar, dan cantik? (menunjuk sendal)

(5) Nisa : Selop (sendal)

Pada data di atas Nisa sudah dapat memeroleh kosa kata dasar yaitu, kata nama-nama bagian tubuh pada nomor (1), kata benda pada nomor (2) dan (5), kata


(33)

kerja pada nomor (3), kata kekerabatan pada nomor (4). Jadi kata yang pertama kali diperoleh Nisa adalah kata nama-nama bagian tubuh. Maka urutan pemerolehan kosa kata dasar yang diperoleh Nisa adalah, Kata benda, kata bagian tubuh, kata kerja, dan kata kekerabatan.

Setelah itu dilakukan dengan teknik lanjutan yaitu teknik hubung banding membedakan, yaitu bahasa yang digunakan anak-anak dengan bahasa yang digunakan orang dewasa (Sudaryanto, 1993:27). Anak hanya dapat menangkap ciri–ciri tertentu dari kata yang diucapkan oleh orang dewasa, dan pengucapannya terbatas pada kemampuan artikulasinya. Misalnya, ketika pada tahap tertentu si anak mengucapkan kata umah yang berarti ‘rumah’. Pada bahasa anak tersebut ada fonem yang dihilangkan, yaitu fonem /r/. Dengan demikian dapat dilihat anak ini menyederhanakan ucapannya yang dilakukan secara sistematis.


(34)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Urutan Pemerolehan Kosa Kata Dasar Bahasa Indonesia Dalam Bahasa Lisan Anak Usia 3—4 Tahun

Pemerolehan bahasa adalah salah satu cara manusia untuk dapat menguasai dan menggunakan suatu bahasa yang dipelajari atau bahasa sasaran yang dapat disesuaikan dengan perkembangannya (Dardjowidjojo, 2000: 39-40).

Urutan pemerolehan kosa kata dasar anak usia 3−4 tahun sangat

dipengaruhi oleh masukan-masukan yang sering didengar oleh anak. Anak yang sudah bersekolah akan sangat berbeda pemerolehan kosa katanya dengan anak yang belum bersekolah. Anak usia 3−4 merupaka n tahapan yang sangat rentan untuk menerima masukan dari lingkungannya. Pemerolehan bahasa anak di Pendidikan Anak Sekolah Dini (PAUD) akan sangat berpengaruh dengan pengucapan dan bentuk yang dihasilkan. Anak yang sudah dididik pada lingkungan sekolah sudah memahami pengucapan kosa kata yang benar dalam bentuk yang benar.

Urutan pemerolehan kosa kata pada anak tergantung pada benda-benda yang sering diamati dan dilihatnya sehari-hari. Anak yang sudah dididik di PAUD akan memeroleh kosa kata yang lebih beragam dan pengetahuan yang lebih baik, misalnya dalam menghitung urutan bilangan satu sampai sepuluh, sudah dapat mengindentifikasi bagian-bagian tubuh, dan mengenal benda-benda yang ada di sekitarnya dengan lebih jelas.


(35)

4.1.1Pemerolehan Kosa Kata Dasar Bahasa Indonesia pada Kata Kekerabatan

Pada anak usia 3−4 tahun, kosa kata kekerabatan sudah banyak dikenali oleh anak. Kekerabatan yang sudah dikuasai anak adalah kekerabatan yang paling sering dilihatnya dalam kesehariannya dan sering berinteraksi dengan anak tersbut. Kosa kata kekerabatan, misalnya: ayah, ibu, anak, adik, kakak,nenek, kakek, paman, bibi.

Kosa kata kekerabatan yang akan dianalisis adalah kosa kata yang sering diucapkan oleh anak bukan silsilah keluarga yang belum dimengerti oleh anak yang berusia 3‒4 tahun tahun.

Untuk melihat urutan pemerolehan kosa kata dasar bahasa Indonesia dalam bahasa lisan anak usia 3−4 tahun dapat dilakukan dengan cara menghitung jumlah pemerolehan kosa kata dasar yang diperoleh anak-anak tersebut, seperti cara kerja yang dilakukan oleh Ellis (dalam Pramuniarti, 2008: 22).

Contoh dalam percakapan: (1) Nama : NaysilaUsia : 4 tahun Peneliti : Naysila ke sini sama siapa?

(6) Naysila : Sama mama

Peneliti : Mama di mana?

(7) Naysila : Mama nek ayunan (mama naik ayunan) Peneliti : Itu siapa?

(8) Naysila : Kakak

Peneliti : Kalau sama Putripanggil apa? (menunjuk teman) (9) Naysila : Adek


(36)

Data (6) sampai (9) menunjukkan anak sudah dapat menguasai panggilan untuk orang yang paling dekat dengan dirinya. Orang yang sering ada di sekitar anak dan paling sering dijumpainya, yaitu mama, kakak, dan adek.

Contoh percakapan: (2) Nama: Putri Usia: 3 tahun Peneliti : Putri tadi kesini sama siapa?

(10) Putri : Kakek

Pada data (10) Putri menyebut kosa kata kakek hanya ini menunjukkan bahwa kedekatan Putri dengan Kakeknya yang sering mengantar Putri ke sekolah setiap hari.

Contoh percakapan: (3) Nama: Dila Usia: 4 tahun Peneliti : Tadi datang sama siapa?

(11)Dila : SamaBunda Peneliti : Pintar

Peneliti : Ini adek atau kakak? (menunjuk temannya) (12) Dila : Adek

Peneliti : Dila kalau di rumah mainnya sama siapa? (13)Dila : Ma kakak (sama kakak)


(37)

Data (6) sampai (13) menunjukkan bahwa anak-anak paling mudah menguasai kosa kata kekerabatan, yaitu bunda, mama, kakek, dan adik. Khusus untuk sebutan ibu, Naysila menyebutnya mama dan Dila menyebutnya bunda. Hal ini terjadi disebabkan kebiasaan yang telah diterapkan dalam lingkungan anak sehari-hari, sehingga sebutan yang menunjukkan panggilan untuk orang yang sama menjadi berbeda.

4.1.2 Pemerolehan Kosa Kata Dasar Bahasa Indonesia pada kata Kerja Kosa kata kerja adalah kosa kata yang abstrak bagi anak. Anak tidak bisa melihat benda yang nyata untuk menandakan sebuah kata kerja. Anak mengidentifikasi kosa kata kerja dengan ikut serta melakukan hal-hal yang sesuai dengan kosa kata tersebut. Gerakan-gerakan yang sering dilihat dan dilakukan oleh anak akan sangat mudah untuk diidentifikasi anak, sehingga menghasilkan kosa kata dasar yang dikuasai oleh anak.

Pemerolehan kosa kata dasar bahasa Indonesia pada kata kerja dapat berkembang bila sering melakukan aktivitas yang sama setiap harinya. Pemerolehan kosa kata kerja merupakan pemerolehan yang sering diperoleh anak dari lingkungannya, sehingga dapat dianalisisdengan baik.

Contoh percakapan (1) Nama: Naysila, Usia : 4 tahun Peneliti : Syla ke sini tadi naik apa ?

(14)Naysila : Jalan (berjalan).


(38)

(15) Naysila : Minum (termos minuman) Peneliti : Mama lagi apa? (16) Naysila : Ayunan (berayun) Peneliti : Kakak Syla lagi apa? (17) Naysila : Tulis (menulis).

Peneliti : Itu kawannya lagi ngapain ya? (menunjuk salah satu temannya) (18) Naysila : Nyanyi (bernyanyi).

Peneliti: Naysila datang ke sekolah mau ngapain, nak? (19) Naysila : Lajar (belajar)

Peneliti : Naysila pulang sekolah ngapain, nak? (20) Naysila : Makan, bobok (makan, tidur)

Peneliti :Habis bobok ngapain lagi? (setelah tidur melakukan apa lagi?) (21) Naysila : Mandik (mandi).

Data (14) sampai (21) menunjukkan bahwa Naysila sudah mampu menjawab peneliti dengan benar. Kosa kata yang diperoleh oleh Naysila merupakan kosa kata yang sering dilihatnya dalam aktivitasnya sehari-hari, misalnya, jalan, minum, berayun, menulis, bernyanyi, belajar, makan, tidur, dan mandi.

Naysila yang sudah terbiasa melakukan hal yang sama setiap hari dan sudah menjadi rutinitasnya tidak lagi sulit menceritakan atau menyebutkan kosa kata yang berhubungan dengan kosakata kerja. Pemerolehan kosa kata Naysila dapat berkembang dengan baik disebabkan seringnya Naysila melakukan hal yang


(39)

sama sehari-hari dan menjadi kebiasaan yang menghasilkan pemerolehan bahasa bagi anak.

Contoh percakapan (2) Nama : Putri, Usia : 3 Tahun Peneliti : Putri lagi apa ?

(22) Putri : Duduk Peneliti : Bunda mana? (23) Putri : Pigi (pergi)

Peneliti : Putri sukanya makan apa? (24) Putri : Makan ayam kentaki

Peneliti : Putri uda bisa makan sendiri? (25) Putri : Cuap (disuapi)

Peneliti : Mata gunanya apa putri? (26) Putri : Lihat (melihat)

Peneliti : Kaki gunanya untuk apa ya? (27) Putri : Gini (menunjukkan gerakkan kaki)

Peneliti :Pintar sekali ya. Kalau begitu namanya berjalan (mengelus kepala anak)

Peneliti : Hidung gunanya untuk apa ya? (28) Putri : Cium (Mencium)

Dari data percakapan (22) sampai (28) dengan Putri terlihat Putri belum sempurna mengucapkan kosa kata kerja yang diucapkannya. Putri masih perlu


(40)

banyak berlatih untuk mengucapkan kosa kata yang benar, masih perlu bimbingan dari keluarga dan guru di sekolah. Pada percakapan Putri memiliki sikap pemalu dibandingkan dengan teman-temannya yang lain, oleh karena itu peneliti harus melakukan pendekatan yang lebih banyak kepada Putri.

Pada data percakapan (27) Putri belum mampu mengucapakan kosa kat berjalan dengan baik, tetapi putri mengerti maksud pertanyaan peneliti. Putri

berusaha menjawab pertanyaan dengan menggunakan gerakan, sehingga peneliti memberitahukan penggunaan kosa kata yang benar.

Putri sudah mampu mengucapkan kosa kata dasar bahasa Indonesia pada kata kerja. Putri memeroleh kosa kata kerja dengan diberi rangsangan berupa kata kerja yang dilakukan oleh bagian tubuh manusia, sehingga putri yang berusia tiga tahun mampu menjawabnya dan memberikan respon positif kepada peneliti, misalnya, mata digunakan untuk melihat, kaki digunakan untk berjalan, hidung digunakan untuk mencium. Kosa kata mencium ditujukan untuk mencium bau-bauan.

Contoh percakapan (3) Nama : Dila, Usia : 4 Tahun Peneliti : Dila lagi apa ?

(29) Dila : Lagi tulis (sedang menulis). Peneliti : Habis ini Dila mau ngapain? (30) Dila : Makan

Peneliti : Dila pulang sekolah ngapain? (31) Dila : Nonton (menonton)


(41)

Peneliti : Kalau di sekolah miss ngapain ya? (32) Dila : Belajar

Peneliti : Kalau Dila di sekolah itu belajar, tapi ibu guru mengajari Dila supaya pintar, gitu ya nak. (sambil mengelus kepala)

Peneliti : Dila pernah nangis di rumah? (33) Dila : Nangis (menangis)

Peneliti : Kalau Dila nangis diapain sama bunda? (34) Dila : Cubit

Peneliti : Dila mau nangis lagi, nak? (35) Dila : Gak, nanti cubit Bunda.

Peneliti : Pintar, Dila janji ya (sambil menyalam anak)

Dari data (29) sampai (35) menunjukkan bahwa anak sudah dapat memeroleh kosakata dasar kata kerja, kosa kata yang dikuasai anak merupakan kosa kata yang sering dilakukannya, misalnyaduduk, pergi, makan, tulis, nonton, belajar, nangis, dan cubit.

Percakapan ini dilakukan antara peneliti dan Dila yang sedang berada didalam ruang kelas. Dila sedang mengerjakan tugas yang diberikan oleh gurunya dan peneliti menanyakan aktivitas Dila setelah pulang sekolah. Dila mampu mengucapkan kosa kata dasar kerja dengan benar, menunjukkan aktivitas yang dilakukan di sekolah (belajar) dan aktivitas di rumah (nonton).

Pada percakapan (34) dan (35) Dila, mengucapkan kalimat sederhana Gak nanti cubit Bunda. Hal ini menunjukkan suatu aktivitas yang dilakukan


(42)

berulang-ulang, sehingga menjadi ingatan bagi Dila yang menyebabkan Dila tidak mau melakukan hal menangistersebut karena mendapat hukuman, yaitu berupa cubitan dari Bundanya.

Ketika melakukan penelitian dengan anak usia 3‒4 tahun, peneliti bukan hanya sekedar bertanya tetapi juga memperbaiki kosa kata yang salah dengan cara memberikan teguran halus kepada anak usia 3‒4 tahun. Peneliti memberikan sentuhan-sentuhan, seperti elusan di kepala dan salaman yang menandakan perjanjian. Anak diminta untuk berjanji melakukan sesuatu yang baik, sehingga anak akan selalu ingat dan melakukan hal yang diperintahkan kepadanya.

4.1.3 Pemerolehan Kosa Kata Dasar Bahasa Indonesia pada kata Benda Kosa kata benda, ada dua jenis kata benda, yaitu kata benda kongrit dan kata benda abstrak. Kata benda konkrit adalah kata benda yang dapat disentuh, nyata. Misalnya tumbuhan-tumbuhan, hewan, dan benda-benda yang dapat dilihat seperti meja, sepatu, pensil, baju, rumah. Kata benda abstrak adalah kata benda yang tidak dapat dilihat, misalnya angin. Anak Usia 3−4 tahun biasanya hanya mampu mengidentifikasi kata benda kongrit, karena mudah dikenali dan dapat disentuh oleh anak secara langsung.

Pemerolehan kosakata dasar bahasa Indonesia pada kata benda sering dijumpai pada pemerolehan bahasa pertama. Benda-benda yang ada di lingkungan sekitar anak dengan mudah dapat diidentifikasi oleh anak. Peneliti dapat secara langsung menunjukkan benda-benda yang ada disekitarnya untuk dapat diucapkan oleh anak dan menjadi proses pemerolehan bahasa pada anak.


(43)

Contoh percakapan (1) Nama : Naysila, Usia : 4 Tahun Peneliti : Ini namanya apa ?

(36) Naysila : Sepatu

Peneliti : Kalau ini namanya apa? (37) Naysila : Pinsil (pensil)

Peneliti : Sila pakai apa? (38) Naysila : Bando

Peneliti : Sila duduk di mana? (39) Naysila : Bangku

Peneliti : Naysila mandi pake apa? (40) Naysila : Didi (salah satu merk sabun)

Peneliti : Boleh kakak lihat tasnya? Ada apa di dalam yah? (sambil membuka tas)

(41) Naysila : Buku.

Peneliti : Ini namanya apa? (menunjuk sebuah benda) (42) Naysila : Setip

Peneliti : Cantik-cantik setip Naysila ya, beli dimana? (43) Naysila : Medan mol (Medan Mall)

Peneliti : Setip Naysila gambar apa ya? (44) Naysila : Bunga.

Peneliti : Ini namanya apa ya? (menunjuk sebuah benda) (45) Naysila : Raut (rautan pensil)


(44)

Peneliti : Pinternya Naysila, jaga baik-baik ya supaya gak ilang (Naysila pintar ya, dijaga baik-baik ya supaya tidak hilang)

Data (36) sampai (45) menunjukkan bahwa Naysila sudah mampu mengidentifikasi benda-benda disekitarnya. Benda-benda yang tergolong dengan benda kongkrit, yang sering digunakannya dalam aktivitasnya sehari-hari, seperti sepatu, pensil, bando, bangku, didi (sabun), buku, penghapus, bunga, dan rautan pensil. Pada data (43) Naysila mengidentifikasikan sebuah tempat yang sering dikunjunginya bersama keluarganya, yaitu Medan Mall.

Naysila mengucapkan sabun dengan sebuatan didi. Didi merupakan salah satu merk sabun yang sering dipakai oleh Naysila. Maka, Naysila menggantikan kosa kata sabun menjadi didi. Hal ini terjadi karena kebiasaan Naysila yang

menyebutkan sabun dengan didi. Lingkungannya membenarkan menyebutkan

didi menjadi sabun. Hal ini bila diteruskan akan menjadi kebiasaan bagi Naysila,

sehingga setiap sabun Naysila menyebutnya didi.

Naysila juga telah mampu mengidentifikasi bentuk penghapusnya dengan bentuk bunga secara tepat. Naysila mampu mengidentifikasi bunga, misalnya berbentuk dan memiliki beraneka warna yang beragam dan indah dilihat.

Naysila tergolong anak yang aktif dalam berkomunikasi, segala sesuatu yang ada disekitarnya dapat diungkapkannya dengan baik. Kejadian apapun yang dilakukannya sehari-hari akan diungkapkannya dengan baik, kosa kata Medan


(45)

Contoh percakapan (2) Nama : Putri, Usia : 3 Tahun Peneliti : Put.... ini namanya apa?

(46) Putri : Setip (penghapus). Peneliti : Tadi ke sekolah naik apa ? (47) Putri : Keeta (sepada motor) Peneliti : Kalau ini namanya apa? (48) Putri : Hape

Peneliti : Ini namanya apa? Yang Putri pakai? (49) Putri : Baju

Peneliti : Kalau ini apa? (menunjuk suatu benda) (50) Putri : Lok (rok)

Peneliti : Pintarnya, kalau perempuan pakai rok. Laki-laki pakai apa ya namanya?

(51) Putri : Nana (celana)

Peneliti : Ye… (bertepuk tangan) celana ya, nak. (52) Putri : Celana

Peneliti : Bagus. Kalau ini namanya apa Putri? (sambil menunjuk suatu benda) (53) Putri : Eja (meja)

Peneliti : Meja. Coba ulang, nak. (54) Putri : Meja

Peneliti : Kalau ini namanya apa, nak? (55) Putri : Duduk


(46)

Peneliti : Namanya kursi untuk duduk. Kursi. Ulangi, nak. (56) Putri : Kursi

Data (46) sampai (56) menunjukkan bahwa Putri sudah mampu menguasai benda-benda yang ada disekitarnya walaupun lafal pengucapannya belum jelas tetapi masih dapat dimengerti oleh peneliti. Kosa kata dasar yang dikuasai oleh Putri adalah Setip ‘penghapus’, keeta ‘sepeda motor’, hape ‘telepon genggam’, baju, rok, celana, meja, kursi.

Putri yang masih berumur tiga tahun belum mengenal benda-benda apa saja yang ada disekitarnya. Putri mengungkapkan ‘kursi’ dengan ‘duduk’. Peneliti berusaha memperbaiki pemahaman kosa kata Putri dengan cara kembali mengucapkan kosa kata yang sesuai dan Putri mengikutinya dengan baik. Cara seperti ini efektif untuk menambah pemerolehan kosa kata anak.

Dari data percakapan (50) dan (51) Putri sudah memiliki kemampuan untuk membedakan pakaian yang dipakai oleh anak laki-laki dan anak perempuan. Putri yang masih berumur tiga tahun, mampu mengatakan nana (celana) untuk laki-laki dan lok (rok) untuk pakaian perempuan. Putri dengan tepat mampu mengidentifikasikan kegunaan benda tersebut.

Putri mampu dengan baik menyebutkan benda-benda seperti setip, keeta, hape, baju, lok, nana, meja, duduk, kursi itu semua disebabkan lingkungan tempat

Putri berada pernah menemukan benda-benda tersebut, sehingga Putri tidak canggung atau pun bingung untuk dapat mengucapkannya.


(47)

Contoh percakapan (3) Nama : Dila, Usia : 4Tahun Peneliti : Dila tadi ke sekolah naik apa ?

(57) Dila : Betcak (becak). Peneliti : Dila pakai apa ? (58) Dila : Gelang

Peneliti :Kalau yang Putri pakai apa namanya? (menunjuk jilbab temannya)

(59) Dila : Tudung (jilbab)

Peneliti : Dila kalau dirumah nonton apa? (60) Dila : Tipi (TV)

Peneliti : Nonton apa di TV (61) Dila : Upin Ipin Peneliti : Terus nonton apa lagi? (62) Dila : Ponbob (Sponsbob)

Peneliti : Dila kenapa suka Upin Ipin dan Sponsbob? (63) Dila : Kotak

Peneliti : Dila tidur di mana? (64) Dila : Kamar

Peneliti : Kalau tidur Dila pake apa? (65) Dila : Guling

Dari data (57) sampai data (65) menunjukkan bahwa Dila sudah memeroleh kosakata dasar benda, yaitu sepatu, becak, gelang, jilbab, TV, upin ipin, sponsbob, kamar, dan guling. Anak sudah dapat mengucapkannya


(48)

disebabkan seringnya mereka melihat benda-benda tersebut di lingkungan sekitarnya, sehingga mereka mampu mengucapkannya dengan baik.

Dila mampu mengidentifikasi benda-benda yang ada disekitarnya dengan baik, bukan hanya itu pemerolehan bahasa Dila juga bertambah dengan tokoh kartu yang disukainya. Aktivitas yang dilakukan oleh Dila setiap hari, seperti pergi ke sekolah naik becak, dan memakai guling ketika sedang tidur akan menjadi pemerolehan kosa kata dasar benda bagi Dila.

Selain benda-benda yang berada di lingkungan sekitarnya, tontonan anak melalui media sosial juga memengaruhi perkembangan kosa kata anak. Seperti acara tontonan anak, upin ipin dan sponsbob yang sering di lihatnya di TV. Keluarga dalam hal ini perlu membatasi tontonan anak agar anak tetap terkendali dalam memilih acara TV yang dilihatnya setiap hari.

Pemerolehan kosa kata dasar anak berasal dari apa yang dilihatnya setiap hari dan hal-hal yang mampu menarik perhatian anak. Seorang anak akan lebih baik jika diawasi dalam hal memilih acara TV yang akan dinikmatinya setiap hari agar anak dapat tetap terkendali dalam pemerolehan bahasa, sehingga setiap kosa kata yang dikeluarkannya sesuai dengan umurnya saat ini.


(49)

Kosa kata bilangan pokok, misalnya: satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh, dua puluh, sebelas, dua belas, seratus, dua ratus, gopek, seribu, dan dua ribu.

Pemerolehan kosa kata dasar bahasa Indonesia pada bilangan, terdiri dari bilangan-bilangan yang sering didengar oleh anak, misalnya angka 1-10 dan nilai sejumlah uang yang sering didengarnya dari lingkungannya, sehingga nilai-nilai nominal yang tidak diketahui anak tidak menjadi pemerolehan kosa kata dasar bahasa Indonesia pada kata bilangan.

Contoh percakapan (1) Nama : Naysila, Usia 4 Tahun Peneliti : Sila umurnya berapa?

(66) Naysila : Eempat (empat tahun). Peneliti : Buku Sila ada berapa nak? (67) Naysila : Tiga.

Peneliti : Sila bisa hitung satu sampai sepuluh?

(68) Naysila :Satu, dua, tiga, empat, lima, en nam (enam), tujuh, lapan

(delapan), mbilan (sembilan), sepuluh. Peneliti : Pinter...Sila pensilnya itu ada berapa? (69)Naysila : Hmmm...lapan (delapan).

Data (66) sampai (69) menunjukkan bahwa Naysila sudah mampu berhitung secara sempurna untuk bilangan satu sampai sepuluh. Naysila juga mendapat pujian dari peneliti untuk mampu menjawab pertanyaan peneliti. Peneliti berusaha agar Naysila termotivasi untuk terus menjawab pertanyaan


(50)

dengan baik. Rangsangan yang diberikan membuat Naysila semakin termotivasi untuk menjawab pertanyaan peneliti.

Naysila sudah mampu menghitung dengan baik itu dikarenakan Naysila sudah sering mendengar ajaran dari gurunya di sekolah. Anak umur empat tahun yang belum bersekolah tentu belum mampu menghitung dengan benar bilangan satu sampai sepuluh perlu penelitian yang lebih lanjut untuk membandingkan hal tersebut. Lingkungan sekolah terutama taman kanak-kanak yang memersiapkan anak untuk dapat melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu sekolah dasar. Pentingnya pendidikan bagi anak untuk dapat membantu anak memeroleh kosa kata dengan baik.

Contoh percakapan (2) Nama : Putri, Usia : 3 tahun Peneliti : Putri tau gak ini berapa?

(sambil mengangkat dua jari). (70) Putri : Uua (dua) Peneliti : Adik putri ada berapa? (71) Putri : Satuu (satu)

Peneliti : Uang ini berapa jumlahnya? (72) Putri : Gopek (lima ratus rupiah) Peneliti : Kalau ini uang berapa?

(menunjukkan uang seharga Rp 20.000) (73)Putri : Gak tahu


(51)

Data (70) sampai (73) menunjukkan bahwa putri sudah mengenal jumlah mata uang, mata uang yang dikuasainya adalah jumlah yang sering diperolehnya, bila diberikan jumlah uang yang lebih besar Putri tidak mampu menyebutkan jumlah uang yang benar karena tidak pernah diberi tahu.

Putri hanya mengenal mata uang tertentu karena lingkungannya tidak memberikan uang yang nominalnya cukup besar. Hal ini baik untuk anak-anak sehingga mereka tidak berasumsi untuk memiliki banyak uang yang bukan kebutuhan anak-anak.

Anak yang terlalu banyak diberi uang akan menimbulkan kebiasaan yang buruk, sehingga bila tidak diberi uang anak akan menangis. Kebiasaan memberi uang dapat menimbulkan sifat konsumtif bagi anak-anak dan mengakibatkan sifat boros yang akan menyusahkan keluarga, terutama orang tua.

Contoh percakapan (3) Nama: Dila, Usia : 4 Tahun Peneliti : Dila masuk sekolah jam berapa?

(74) Dila : Dam sepulo (jam sepuluh) Peneliti : Dila bisa hitung satu sampai sepuluh?

(75) Dila : Satu, dua, tiga, empat lima, tujuh, lapan (delapan) Peneliti : Pinter, sayang teruskan ya…

Dari data (74) dan (75) menunjukkan bahwa anak sudah dapat memeroleh kosa kata dasar bilangan, meskipun Dila belum sempurna menghitung satu sampai sepuluh. Peneliti tetap memberikan sitimulus berupa ucapan sayang yang


(52)

membuat anak merasa termotivasi untuk terus belajar, sehingga pemerolehan bahasa anak dapat berkembang dengan baik.

Rangsangan atau respon positif harus terus diberikan kepada anak untuk menambah rasa kepercayaan dirinya. Ketika terjadi kesalahan, anak harus tetap diberi rangsangan yang baik, sehingga tidak menimbulkan ketakutan dalam dirinya untuk terus mencoba segala sesuatu. Seorang anak harus tetap ditanamkan rasa kepercayaan dirinya untuk terus menjawab pertanyaan meskipun salah, tetapi akan diperbaiki dengan cara yang halus tidak membuat anak menjadi takut.

4.1.5 Pemerolehan Kosa Kata Dasar Bahasa Indonesia pada Kata Nama-nama Bagian Tubuh

Kosa kata nama-nama bagian tubuh, misalnya: kepala, rambut, mata, telinga, hidung, mulut, bibir,gigi, lidah, pipi, leher, dagu, bahu, tangan, jari, dada, perut, pinggang, kaki, betis, telapak, dan punggung.

Pemerolehan kosa kata bagian tubuh lebih efektif jika peneliti menunjukkan bagian tubuh tersebut, sehingga anak dengan mudah untuk menjawab pertanyaantersebut. Beberapa bagian tubuh belum dapat disebut oleh anak usia 3−4 tahun, sehingga peneliti tidak menggunakannya dalam pemerolehan kosa kata dasar berikut.

Contoh percakapan (1) Nama : Naysila, Usia : 4 tahun Peneliti : Ini apa namanya ?


(53)

Peneliti : Bagus, pintar Sila. Untuk melihat namanya apa? (77) Naysila : Mata

Peneliti : Kalau untuk mendegar? (78) Naysila : Kuping (telinga)

Peneliti : Kalau untuk berbicara? (79) Naysila : Mulut

Data percakapan di atas (76) sampai (79) menunjukkan bahwa anak sudah mampu mengetahui bagian-bagian tubuhnya. Anak sudah mengenal bagian tubuhnya dengan sempurna. Bagian tubuh yang mampu diidentifikasi anak biasanya berupa pancaindra, seperti mata, mulut, telinga, hidung. Bagian tubuh lain yang mampu diucapkan anak sebagai kosa kata dasar, yaitu tangan, kaki, dan kuku, dan rambut. Naysila dengan baik menyebutkan berbagai kosa kata benda dengan baik, hal ini menunjukkan pemerolehan kosa kata Naysila sudah baik.

Contoh percakapan (2) Nama : Putri, Usia : 3 Tahun Peneliti : Ini apa namanya ?

(80)Putri : Idungg (hidung)

Peneliti : Kalau untuk menulis namanya apa? (81) Putri : Angan (tangan)

Peneliti : Ini namanya tangan (menunjuk tangan) pinter... Terus, kalau untuk melihat?


(54)

Peneliti : Kalau yang ini? (menunjuk kaki) (83)Putri : Kakki (kaki)

Peneliti : Kalau yang buncit ini namanya apa ya? (sambil memegang perut Putri)

(84) Putri : Peyut (perut)

Peneliti : Pintar Putri, kalau ini yang suka makan namanya Apa Putri?

(85) Putri : Mulut

Peneliti : Cantik, kalau ini namanya apa? (86) Putri : Angan (tangan)

Peneliti : Ini jari. Coba ulangi sayang.

(87) Putri : Jali

Peneliti : Pintar, nanti kakak kasih kue yah.

Dari data (80) sampai (87) terlihat bahwa Putri telah mampu menguasai kosa kata dasar bagian tubuh, meskipun ketika peneliti menunjuk jari, Putri mengatakan itu tangan. Ketika anak melakukan kesalahan dalam pengucapan kosa katanya, Peneliti selalu memberikan respon yang baik, misalnya mengulangi pengucapan kata tersebut sehingga mampu diucapkan dengan baik oleh anak. Kemudian, ketika mampu diucapkan dengan benar maka anak akan mendapatkan pujian atau berupa hadiah dari peneliti. Hal ini akan menimbulkan semangat bagi anak, sehingga anak akan terus mau belajar dan menumbuhkan rasa percaya diri


(55)

dalam diri anak, sehingga setiap pertanyaan dapat dijawab, meskipun masih ada terjadi kesalahan dalam menjawabnya.

Ketika peneliti menunjukkan jari tangan kepada Putri dengan cepat Putri menyebutkan tangan. Hal ini terjadi disebabkan pemerolehan bahasa Putri hanya mengenal kosa kata dasar tangan. Kosa kata seperti hidung, tangan, mata, perut, mulut, jari, dan kaki dapat diucapkan dengan baik. Semua bagian-bagian tersebut

dapat dengan mudah diterima anak tersebut meskipun pengucapannya masih belum sempurna, tetapi masih bisa dimengerti oleh orang dewasa.

Contoh percakapan (3) Nama : Dila, Usia : 4 Tahun Peneliti : Ini namanya apa ?

(88) Dila : Kuku Dila

Peneliti : Cantik ya kuku Dila, kalau ini namanya apa? (menunjuk tangan)

(89) Dila : Tangan

Peneliti : Ini namanya apa? (menunjuk hidung) (90) Dila : Idung (hidung)

Peneliti : Hidung namanya. Pintar sekali kamu ya. Peneliti : Itu yang ompong, namanya apa Dila? (91) Dila : Gikgik (gigi).

Peneliti : Kalau ini namanya apa? (menunjuk rambut)

(92) Dila : Rambut (Rambut)


(56)

(sambil memegang bahu Dila)

(93) Dila : em…. (sambil menggelengkan kepala) Peneliti : Namanya ini bahu (sambil menujuk bahu)

(94) Dila : hu.. (bahu, sambil mengikuti peneliti) Peneliti : Pintar. (sambil tersenyum)

Peneliti : Ini namanya apa, Dila? (menujuk leher) (95) Dila : Lehel (leher)

Peneliti : Pintar kali Dila ya. (pintar sekali) Peneliti : Ini yang tembem namanya apa, Dila?

(96) Dila : Pipi

Peneliti : Kalau ini namanya apa? (menujuk betis)

(97) Dila : Kaki

Peneliti : Betis, coba sayang ulangi. Betis. (98) Dila : Etis (betis)

Peneliti : Dila pintar. Kalau ini namanya apa? (menujuk rambut?

(99) Dila : Lambut (rambut) Peneliti : Kalau ini apa? (menujuk jari) (100) Dila : Angan (tangan) Peneliti : Jari.

Dari data (88) sampai (100) anak sudah dapat mengenali bagian-bagian tubuh dengan benar, tetapi pengucapannya belum sempurna sehingga peneliti


(57)

mengucapkannya dengan sempurna dan anak dapat mengerti maksud dari peneliti. Pada data (98) dan (100) ternyata Dila anak usia empat tahun belum mampu membedakan antara betis dan kaki, serta jari dan tangan, sehingga peneliti menjelaskan kembali pengucapan yang benar terhadap Dila.

Dari data-data tersebut dapat diketahui bahwa ketika peneliti mengucapkan kata bahu anak belum sempurna mengulangi kata tersebut, sehingga menjadi hu hal ini bisa terjadi karena anak belum pernah memeroleh kosa kata tersebut dari lingkungannya.

Beberapa bagian tubuh belum dapat diidentifikasi oleh anak usia 3‒4 tahun, secara sempurna belum mampu dilakukan oleh anak berusia 3‒4 tahun. Kosakata yang sering didengar oleh anak akan menjadi pemerolehan bahasa bagi anak, semakin sering anak mendengar suatu kosakata maka, ia akan mengingatnya dan suatu saat ketika bertemu dengan kondisi yang sama anak akan mengeluarkan kosa kata tersebutsebagai pemerolehan bahasanya.


(58)

Dari seluruh pemerolehan kosa kata dasar di atas dapat dijumlahkan kosa kata dasar anak 3‒4 tahun melalui tabel berikut,

Subjek

Kosa kata dasar

Kata kerabat Kata kerja Kata benda Kata bilangan Kata bagian tubuh Jumlah kosa kata dasar Dila (4tahun)

3 9 10 9 4 35

Naysila (4 tahun)

3 4 8 10 9 34

Putri (3 tahun)

1 6 8 3 7 25

Total

7 19 26 22 20 96

Kosa kata yang diperoleh paling banyak adalah kosa kata benda dan kosa kata yang diperoleh paling sedikit adalah kosa kata kekerabatan. Maka, urutan pemerolehan kosa kata dasar pada anak di atas adalah kata benda, kata bilangan, kata nama-nama tubuh, kata kerja, dan kata kekerabatan. Hal ini sekaligus menjawab masalah nomor satu.

Kosa kata yang dominan diperoleh anak usia 3−4 tahun dominan masih berupa kata dasar dan tidak ada kata yang menggunakan kata berimbuhan. Dari


(59)

tabel kosa kata bahasa Indonesia di atas dapat diketahui bahwa anak usia tiga sampai empat tahun lebih banyak menggunakan kata yang mempunyai unsur kata benda. Hal ini dikarenakan anak-anak dapat melihat secara langsung objek kata yang disebutkan, sehingga dapat dengan mudah ia mengingat kata yang telah diajarkan.

Penggunaan kata bilangan menempati urutan kedua dalam penelitian ini. Anak usia empat tahun sudah mampu mengucapkan angka 1-10 dengan tepat. Hal ini disebabkan guru di sekolah sering mengucapkan bilangan tersebut. Anak usia tiga tahun, belum mampu menangkap dengan baik pemerolehan kosa kata bilangan 1-10. Anak umur 3 tahun hanya mampu penyebutkan beberapa angka saja.

Penggunaan kosa kata bagian tubuh menempati urutan ketiga. Hal ini disebabkan anak dapat menyentuh secara langsung bagian tubuh mereka. Ketika peneliti mengajukan pertanyaan, peneliti tinggal memegang atau menunjuk bagian tubuh yang dimaksud, sehingga dengan mudah anak akan mengucapkan kosa kata tersebut. Anak usia 3−4 tahun belum mampu membedakan bagian tubuh secara kompleks, mereka mengatakan jari sebagai tangan dan betis sebagai kaki. Hal ini terjadi pada putri yang berumur tiga tahun.

Penggunaan kosa kata kerja menempati urutan keempat. Hal ini disebabkan anak sering mendengar kata kerja tersebut dalam lingkungannya sehari-hari. Ketika di sekolah, guru menuntun untuk melakukan sesuatu maka kata yang mereka ucapkan akan diulang-ulang dan mereka akan mengucapkannya


(60)

sambil memperagakannya, sehingga anak akan dengan mudah mengerti apa yang mereka lakukan dan ucapkan.

Penggunaan kosa kata kekerabatan menempati urutan kelima. Kekerabatan bagi anak usia 3−4 tahun adalah anggota keluarga yang paling sering mereka lihat dalam aktivitas sehari-hari. Orang tua, kakak, adik, kakek, nenek, tante, om (bila ada). Faktor kebudayaan sangat berpengaruh dalam pemerolehan kosa kata kekerabatan. Ketiga objek penelitian ini hidup dalam daerah perkotaan yang tidak terlalu banyak mengenal istilah kekerabatan dalam aktivitasnya sehari-hari.

Secara umum urutan pemerolehan kosa kata dasar bahasa Indonesia usia 3-4 tahun dimulai dari, kata benda > kata bilangan> kata nama-nama tubuh > kata kerja > kata kekerabatan. Hal ini sekaligus menjawab masalah nomor satu.


(61)

Berikut ini adalah perbandingan urutan pemerolehan kosa kata dasar bahasa Indonesia dalam bahasa lisan pada Putri, Naysila dan Dila.

Dari data atas dapat diurutkan pemerolehan kosa kata dasar Putri, Naysila, dan Dila sebagai berikut:

1. Putri: kata benda, kata kerja, kata bagian tubuh, kata biangan, kata kekerabatan, dan kata keterangan.

Jenis Kosakata Putri Naysila Dila

Kata kerja 10 10 25

Kata sifat 4 6 10

Kata benda 19 16 31

Kata bilangan 5 11 12

Kata keterangan 1 5 3

Kata ganti - 1 2

Kata Tanya - - -

Kata Seru - - 1

Kata depan - 2 -

Kata kekerabatan 3 3 4

Kata bagian tubuh 6 9 5

Jumlah Kosakata


(62)

2. Naysila: kata benda, kata bilangan, kata kerja, kata bagian tubuh, kata sifat, kata keterangan, kata kekerabatan, kata depan, dan kata ganti.

3. Dila: kata benda, kata kerja, kata bilangan, kata sifat, kata bagian tubuh, kata kekerabatan, kata keterangan, kata ganti, dan kata seru.

4.2 Hubungan Psikolinguistik Behaviorisme B.F. Skinner dengan Urutan Pemerolehan Kosa Kata Dasar Bahasa Indonesia

Penerapan teori Behaviorisme didasarkan oleh adanya rangsangan (stimulus) kemudian diikuti oleh reaksi (respon). Bila rangsangan menghasilkan reaksi yang benar, maka akan diberi hadiah atau imbalan (reinforcement) yang menyenangkan dan kemungkinan rangsangan itu akan dilakukan berulang-ulang. Namun, jika reaksi yang dihasilkan salah akan dihukum, yaitu pemberhentian imbalan.

Hubungan antara Psikolinguistik Behaviorisme B.F. Skinner dengan urutan pemerolehan kosa kata dasar bahasa Indonesia, yaitu rangsangan yang diberikan oleh lingkungan sekitar bagi seorang anak yang masih berusia 3−4 tahun dapat menambah pemerolehan kosa kata anak, terutama bila rangsangan-rangsangan tersebut mampu memotivasi anak untuk melakukan hal yang sesuai dengan perintah. Anak akan memberikan respon yang baik jika dimotivasi dengan hal dan sesuatu yang disukainya, misalnya hadiah. Anak yang mampu merespon dengan baik akan berusaha untuk mampu melakukan perintah dengan tepat sehingga mendapat hadiah dan menambah kosa kata dasarnya.


(63)

Urutan kosa kata yang diperoleh anak juga dipengaruhi oleh umurnya. Anak usia tiga tahun (Putri) cenderung memakai kosa kata yang bentuknya lebih sederhana, seperti lebih banyak menggunakan kata dasar daripada kata yang berimbuhan, kata berimbuhan hanya sesekali muncul di dalam pengujaran anak usia tiga tahun, kata berimbuhan seperti bernyanyi, belajar, berayun dan beberapa imbuhan lainnya sebagian diperoleh saat anak-anak3‒4 tahunberada di sekolah dan guru merekasering mengucapkan kata-kata tersebut sehingga menjadi pemerolehan kosa kata kerja bagi anak. Jika kosa kata tersebut diulang secara terus-menerus, kosa kata tersebut akan diserap oleh anak dan membentuk kosa kata dasar berimbuhan walaupun dalam pengujaran sebagian anak ada yang belum sempurna.

Pada usia tiga tahun, pemerolehan kosa kata yang mereka dapatkan hanya sebatas kata dasar saja, sedangkan untuk pemakaian kata berimbuhan hanya sedikit pengucapannya belum terlalu menonjol.

Usia empat tahun (Naysila, Dila) sudah mampu mengucapkan beberapa kalimat berimbuhan dengan baik, tetapi kosa kata dasar yang masih mendominasi. Anak usia empat tahun sudah mulai jelas dalam pengucapannya, bahasa sudah mulai dapat dimengerti oleh orang dewasa. Anak sudah mampu merespon dengan baik setiap kosa kata yang diberikan dan mudah menarik perhatian anak tersebut.

Penelitian ini mempunyai tiga objek penelitian, yaitu Putri (tiga tahun), Naysila (empat tahun), dan Dila (empat tahun). Ketiga objek tersebut memiliki pemerolehan kosa kata yang berbeda, karakter-karakter yang berbeda dan tentu saja berasal dari lingkungan keluarga yang berbeda juga.


(64)

Berikut ini hubungan antara Behaviorisme dan urutan pemerolehan kosa kata dasar bahasa Indonesia dalam bahasa lisan anak usia 3−4 tahun

4.2.1 Pemerolehan Kosakata Dasar Anak Usia Tiga Tahun

Untuk melihat hubungan kosa kata dasar anak usia tiga tahun dilakukan dengan menganalisis lingkungan tempat tinggal, sekolah, dan karakter yang ada dalam diri anak.

Putri (tiga tahun) mempunyai karakter yang cukup pasif dan jarang berbicara. Namun, dari segi fisik Putri cukup aktif. Sifatnya sedikit cuek, sehingga saat peneliti bertanya yang dia jawab hanya seputar yang peneliti tanyakan tanpa banyak bercerita. Saat penelitian ini ia tidak banyak mengeluarkan kata-kata, jika tidak dipancing dengan pertanyaan maka ia tidak akan berujar apapun, kecuali saat teman-temannya berceloteh atau bercerita tentang apapun, dia akan berceletuk kecil atau hanya menimpali pembicaraan teman-temannya. Usianya yang masih kecil juga memengaruhi dalam hal pengucapan. Ada beberapa kasus Putritentang pemerolehan bahasanya, yaitu:

1. Putri hanya memberi respon jika ada stimulus, tidak ada stimulus tidak ada respon.

2. Pemerolehan kata benda lebih banyak.

3. Perkembangan bahasanya sangat terbatas dibandingkan dengan yang lain. 4. Kosa kata dasar yang diperoleh masih berupa satu kata, dan pengucapan

juga masih belum sempurna.


(65)

6. Belum mampu mengenal orang di sekitarnya dengan baik, seperti nama

gurunya.

Peneliti tetap memberikan rangsangan kepada Putri agar dapat menjawab pertanyaan dengan baik, peneliti memberikan kata-kata pujian yang membantu Putri agar tetap bersemangat sewaktu ditanya oleh peneliti walaupun Putri sedang bermain ataupun sedang belajar.

4.2.2 Pemerolehan Kosakata Dasar Anak Usia Empat Tahun

Anak usia empat tahun sudah lebih aktif dalam berkomunikasi dengan orang disekitarnya dan mampu dengan berani mengajukan pernyataan-pernyataan yang mungkin tidak ia mengerti. Pengucapan kosa kata anak usia empat tahun juga sudah lebih baik dibanding anak anak usia tiga tahun.

Naysila berumur empat tahun. Naysila memiliki badan yang sehat dan tergolong anak yang ceria, tidak malu atau takut terhadap orang asing, mudah akrab dengan siapa saja. Keingintahuaannya yang tinggi merupakan faktor utama ia memeroleh kosa kata baru. Ketika peneliti datang pertama kali, sudah menunjukkan sikap keingintahuannya dengan bertanya kepada gurunya terlebih dahulu, walaupun awalnya Nampak seperti malu-malu akhirnya cepat akrab dengan peneliti. Berikut kasus Naysila tentang pemerolehan bahasanya:

1. Mampu merspon dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan dengan baik.

2. Sangat rentan untuk mengikuti sesuatu yang dilihatnya, baik itu ucapan langsung ataupun audio visual yang sering dilihatnya di televisi.


(66)

3. Mampu mengucapkan kalimat sederhana. 4. Pemerolehan kosa kata sangat baik. 5. Pemerolehan kata benda lebih banyak.

6. Mampu mengucapkan tempat tinggal, kata kekerabatan, dan mampu mengucapkan tiga kosa kata secara langsung.

7. Mampu mengenal warna, dan gambar dengan baik.

Selain Putri dan Naysila di dalam penelitian ini juga dibandingkan dengan Dila. Dila seorang anak perempuan berumur empat tahun. Dila anak perempuan yang cukup aktif, ramah, ceria, dan sedikit pemalu akan tetapi dengan cepat ia akrab dengan peneliti dan juga cerewet atau banyak bicara. Awalnya kosa kata yang dikeluarkan sedikit bahkan tidak terdengar karena ia sedikit tegang bertemu dengan orang yang baru dikenalnya akan tetapi lama kelamaan ia mulai terbiasa dan banyak bercerita mengenai apa yang ia suka, bahkan sesekali bersama teman-temannya ia menyanyikan lagu yang sangat disukai. Berikut kasus Dila tentang pemerolehan bahasanya:

1. Mampu merespon dengan baik.

2. Kosa kata yang banyak diperoleh adalah kata benda. 3. Mampu menggunakan kalimat sederhana.

4. Mampu mengenal warna dan gambar dengan baik. 5. Perkembangan bahasa sangat baik, dan aktif dikelas.


(67)

6. Mampu mengingat, dan mengikuti gaya bicara dari acara televisi yang ia gemari. (dalam tahap pemerolehan ini, Dila sedang mengalami proses performansi, yaitu pross penerbitan atau penghasilan kalimat).

Bila dilihat dari Psikolinguistik Behaviorisme Skinner, anak usia 3−4 tahun yaitu,Putri, Naysila dan Dila rata-rata memeroleh kosa kata benda yang lebih banyak dibanding dengan kata kerabat, kata kerja, kata bilangan, dan kata nama– nama bagian tubuh. Hal ini terjadi bukan karena penguasaan kaidah gramatikal yang baik, tetapi anak dibentuk secara langsung oleh faktor lingkungannya. Stimulus (rangsangan) berupa kosa kata dasar yang diberikan kepada anak menjadi ingatan jangka panjang dan setiap kali mendengar stimulus kosa kata dasar tersebut akan direspon anak dengan baik. Selain karena lingkungan anak telah diberikan imbalan berupa kata–kata manis, seperti bagus,pintar, kamu hebat, maka anak selalu merespon dengan baik pula. Hal ini sekaligus menjawab permasalahan nomor dua.

Dalam psikolinguistik Behaviorisme, pengaruh lingkungan sangat menentukan proses berkembangnya kosa kata dasar anak usia 3−4 tahun. Putri, Naysila dan Dila berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda dan perlakuan yang berbeda setiap hari dari lingkungannya. Anak yang selalu didampingi oleh keluarganya, terutama kedua orang tuanya akan lebih cepat berkembang proses pemerolehan bahasanya. Bukan hanya lingkungan keluarga, tetapi tempat bermain dan belajar anak juga sangat berpengaruh dalam proses pemerolehan kosa kata dasar anak.


(68)

Dari hasil percakapanantara peneliti dengan anak usia 3–4 tahun yaitu, Dila, Naysila, dan Putri sudah dapat membuktikan bahwa Penerapan teori Behaviorisme Skinner ini didasarkan oleh adanya rangsangan (stimulus) kemudian diikuti oleh reaksi (respon). Bila rangsangan menghasilkan reaksi yang benar, maka akan diberi hadiah atau imbalan (reinforcement) yang menyenangkan dan kemungkinan rangsangan itu akan dilakukan berulang-ulang itu terjadi pada Dila, Sila, dan Putri, karena mengetahui akan diberikan hadiah oleh peneliti Naysila, Putri, dan Dila mau menyanyi, dan memberi respon yang baik.

Dari data di atas Putri paling sedikit mengalami pemerolehan kosakata dasar, hal ini disebabkan terutama oleh faktor usia. Putri yang masih berusia tiga tahun belum sepenuhnya mampu merespon hal yang ada disekitarnya. Bahkan, kosakata putri belum sempurna pengucapannya. Selain itu, Putri juga berasal dari keluarga yang kedua orang tuanya bekerja dan jarang berada di rumah, sehingga menyebabkan Putri jarang berkomunikasi dengan ayah dan ibunya.. Putri lebih sering diurus oleh kakeknya..

Naysila dan Dila memiliki usia yang sama, tetapi mereka berasal dari keluarga dan lingkungan yang berbeda. Naysila dan Dila memiliki kosa kata dasar yang lebih berkembang dibanding dengan Putri. Faktor media sosial, seperti televisi sangat memengaruhi proses pemerolehan kosa kata Naysila dan Dila. Beberapa kosa kata yang mampu diucapkan oleh Naysila dan Dila berasal dari media televisi, seperti wakwau, cibi, cibi sangat mudah untuk ditiru.

Hal ini membuktikan bahwa proses pemerolehan bahasa seorang anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Rangsangan positif yang diberikan kepada


(69)

anak dan diterima oleh anak akan direspon positif, juga dapat menambah motivasi anak untuk menghasilkan kosa katanya.


(70)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Urutan pemerolehan kosa kata dasar bahasa Indonesia dalam bahasa lisan anak usia 3−4 tahun dimulai dari kosa kata dasar kekerabatan yang berjumlah tujuh kata, kemudian dilanjutkan dengan kosa kata dasar pada kata kerja yang berjumlah sembilan belas, selanjutnya kosa kata dasar pada kata benda yang berjumlah dua puluh enam, jumlah kosa kata dasar pada kata bilangan berjumlah dua puluh dua, dan jumlah kosa kata dasar pada bagian tubuh berjumlah dua puluh. Jadi, urutan pemerolehan kosa kata dasar bahasa Indonesia dalam bahasa lisan anak usia 3—4 tahun kajian psikolungistik adalah kata benda > kata bilangan > katabagian tubuh > kata kerja > kata kerabat.

Hubungan Psikolinguistik Behaviorisme BF. Skinner dengan urutan pemerolehan kosa kata dasar anak usia 3−4 tahun ,sangat dipengaruhi oleh masukan yang diterima anak. Dalam hal ini yang berperan penting adalah masukan dari lingkungan anak. Masukan yang diterima anak dari lingkungan sekitarnya memengaruhi jumlah kosa kata yang dapat dikuasai anak-anak usia 3−4 tahun tersebut. Lingkungan sekolah tempat anak dididik juga memberikan dampak yang besar bagi anak dalam memahami pemerolehan kosa kata yang diterimanya. Rangsangan-rangsangan yang diterima anak, seperti pujian, senyuman, dan hadiah yang diberikan mampu menyenangkan perasaan anak sehingga pemerolehan kosa kata dasar anak dapat berkembang dengan baik.


(71)

5.2 Saran

Peneliti berharap penelitian tentang pemerolehan bahasa dalam bahasa Indonesia terus ditingkatkan karena masih banyak hal yang perlu dikembangkan, seperti pemerolehan psikopragmatik, kalimat kompleks, semantik pragmatik, dan pemerolehan makna gramatikal.

Pemerolehan bahasa lisan pada anak usia 3-4 tahun sangat penting dikembangkan dengan stimulus terbentuk bahasa yang santun dari orang dewasa agar dapat direspon dengan bahasa yang santun juga dari anak. Pujian, sanjungan, dan hadiah diberikan kepada anak agar psikologi anak dapat tumbuh, dan berkembang sesuai dengan kognitifnya.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta.

Dardjowidjojo, Soenjono. 2003. Psikolinguistik Pengantar Suatu Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Gustianingsih, 2002. “Pemerolehan Kalimat Majemuk Bahasa Indonesia Pada Anak Usia Taman Kanak-Kanak”. Tesis. Medan : Program Pasca Sarjana USU.

Kridaklaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia

Lumban Raja, Novelina. 2010. “Urutan Pemerolehan Leksikal Nomina Bahasa Angkola anak usia 3 – 4 tahun, Analisis Psikolingustik” Skripsi. Medan: Fakultas Sastra Universitas Sumater Utara.

Pateda, Mansoer. 2008. Semantik Leksikal (Edisi Kedua). Jakarta: Rineka Cipta Pramuniati, Isda. 2008. Urutan Pemerolehan Klausa Relatif Bahasa Perancis Oleh

Pembelajar Bahasa Perancis FBS-Universitas Negeri Medan.Tesis. Medan: Program Pasca Sarjana USU.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press..

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Simanjuntak, Mangantar. 2009.Pengantar Neuropsikolinguistik. Medan : Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.


(2)

Tarigan, Henry Guntur. 1984. Psikolinguistik. Bandung: Angkasa.

Tarigan, Henry Guntur. 1987. Pengajaran Pemerolehan Bahasa. Bandung: Angkasa.

Internet

Dinas Pendidikan. Pemerolehan-Bahasa-Usia-Tiga-Tahun dalam-

Lingkungan-Keluarga (Online)


(3)

LAMPIRAN

Subjek Penelitian

1. Nama : Syaqila Putri Hidayah Nama Panggilan : Putri

Tempat/tanggal lahir : Medan, 30 Juni 2011 Jenis Kelamin : Perempuan


(4)

2. Nama : Naysilla Hidayah Nama Panggilan : Sila

Tempat/tanggal lahir : Medan, 28 Oktober 2010 Jenis Kelamin : Perempuan


(5)

3. Nama : Dila Shakila Nama Panggilan : Dila

Tempat/tanggal lahir : Medan, 03 Oktober 2010 Jenis Kelamin : Perempuan


(6)