Web kementerian sumber daya dan mineral (1)

Web kementerian sumber daya dan mineral
Untuk mengatasi kebutuhan tenaga listrik yang terus meningkat, maka pemerintah membuka
kesempatan kepada semua pihak, termasuk pemerintah daerah dan swasta, untuk berpartisipasi dalam
pembangunan sektor ketenagalistrikan.
Kebijakan tersebut didasarkan pada Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan,
serta didukung oleh Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UndangUndangNomor 34 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Mengingat bahwa pengembangan ketenagalistrikan merupakan bagianyang terpadu dari pembangunan
nasional, sehingga perlu diusahakan secara serasi, selaras dan serempak dengan tahapan
pembangunan nasional.
Dalam melakukan usaha penyediaan tenaga listrik, baik untuk kepentingan umum maupun untuk
kepentingan sendiri, Pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan agar dapat memberikan kejelasan
dan kepastian invester untuk berinvestasi. Kebijakan-kebijakan tersebut yaitu,
A. Kebijakan Penyelenggaraan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik
Pembangunan di bidang ketenagalistrikan sampai saat ini masih tergantung pada upaya pemerintah
melalui PT PLN (Persero) selaku Badan Usaha Milik Negara yang secara khusus ditugasi untuk
melakukan usaha penyediaan tenaga listrik kepada masyarakat.
Mengingat skala kebutuhan tenaga listrik nasional yang semakin besar, dan terbatasnya kemampuan
pemerintah dan PT PLN (Persero) menyediakan dana pembangunan untuk pengembangan infrastruktur
ketenagalistrikan, maka peranan investasi swasta dan badan usaha lain menjadi sangat diperlukan, guna
dapat memenuhi kebutuhan tenaga listrik nasional.
B. Kebijakan Pemanfaatan Energi Primer

Kebijakan pemanfaatan energi primer untuk pembangkit tenaga listrik ditujukan agar pasokan energi
primer tersebut dapat terjamin. Untuk menjaga keamanan pasokan tersebut, diberlakukan kebijakan
Domestic Market Obligation (DMO), pemanfaatan sumber energi primer setempat, dan pemanfaatan
energi baru dan terbarukan. Kebijakan pengamanan pasokan energi primer untuk pembangkit tenaga
listrik dilakukan melalui dua sisi, yaitu pada sisi pelaku usaha penyedia energi primer dan pada sisi
pelaku usaha pembangkitan tenaga listrik.
Kebijakan di sisi pelaku usaha penyedia energy primer, diantaranya adalah pelaku usaha di bidang energi
primer khususnya batu bara dan gas diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk memasok
kebutuhan energi primer bagi pembangkit tenaga listrik sesuai harga dengan nilai keekonomiannya.
Kebijakan pemanfaatan energi primer setempat untuk pembangkit tenaga listrik, dapat terdiri dari energi
fosil (batubara lignit, gas marginal) maupun non-energi fosil (air, panas bumi, biomassa, dan lain lain).
Pemanfaatan energi primer setempat tersebut memprioritaskan pemanfaatan energi terbarukan dengan
tetap memperhatikan aspek teknis, ekonomi, dan keselamatan lingkungan.
Sedangkan kebijakan di sisi pelaku usaha pembangkitan tenaga listrik diantaranya adalah kebijakan
diversifikasi energi untuk tidak bergantung pada satu sumber energi, khususnya energi fosil dan
konservasi energi. Untuk menjamin terselenggaranya operasi pembangkit tenaga listrik dengan baik

maka pelaku usaha di pembangkitan perlu menyiapkan cadangan sumber energi yang cukup dengan
memperhatikan kendala pasokan yang mungkin terjadi.
C. Kebijakan Tarif Dasar Listrik

Kebijakan Pemerintah tentang tarif dasar listrik adalah bahwa tarif listrik secara bertahap dan terencana
diarahkan untuk mencapai nilai keekonomiannya sehingga tarif listrik rata-rata dapat menutup biaya
produksi penyediaan tenaga listrik yang telah dikeluarkan. Meskipun penetapan tarif nantinya dilakukan
sesuai dengan nilai keekonomiannya, namun khusus untuk pelanggan yang kurang mampu, dengan
mempertimbangkan kemampuan bayar pelanggan tersebut maka Pemerintah masih memberlakukan
subsidi untuk tarif dasar listrik.
Kebijakan tarif listrik yang tidak seragam (nonuniform tariff) dimungkinkan untuk diberlakukan di masa
mendatang, dengan pertimbangan adanya perbedaan perkembangan pembangunan ketenagalistrikan
dari satu wilayah dengan wilayah lainnya dan kemampuan bayar masyarakat yang berbeda.
D. Kebijakan Lindungan Lingkungan
Pembangunan di bidang ketenagalistrikan dilaksanakan untuk mendukung pembangunan yang
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Untuk itu kerusakan dan degradasi ekosistem dalam
pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan harus dikurangi dengan membatasi dampak negatif lokal,
regional maupun global yang berkaitan dengan produksi tenaga listrik.
Berkaitan dengan hal ini, pelaku usaha yang melakukan kegiatan ketenagalistrikan yang berpotensi
menimbulkan dampak besar dan penting diwajibkan untuk melakukan AMDAL (ANDAL, RKL dan RPL)
sedangkan yang tidak mempunyai dampak penting diwajibkan membuat Upaya Pengelolaan Lingkungan
(UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999
tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan(AMDAL), serta produk hukum terkait lainnya.

E. Kebijakan Standardisasi, Keamanan danKeselamatan, serta Pengawasan
Memperhatikan bahwa tenaga listrik selain bermanfaat bagi kehidupan masyarakat juga dapat
mengakibatkan bahaya bagi manusia apabila tidak dikelola dengan baik, maka Pemerintah dalam rangka
menjaga keselamatan ketenagalistrikan menetapkan standardisasi, pengamanan instalasi peralatan dan
pemanfaat tenaga listrik. Tujuan keselamatan ketenagalistrikan antara lain melindungi masyarakat dari
bahaya yang diakibatkan oleh tenaga listrik, meningkatkan keandalan sistem ketenagalistrikan,
meningkatkan efisiensi dalam pengoperasian dan pemanfaatan tenaga listrik.
Kebijakan dalam standardisasi tersebut meliputi standar peralatan tenaga listrik (yaitu alat atau sarana
pada instalasi pembangkitan, penyaluran, dan pemanfaatan tenaga listrik), standar pemanfaat tenaga
listrik (yaitu semua produk atau alat yang dalam pemanfaatannya menggunakan tenaga listrik untuk
berfungsinya produk atau alat tersebut).
Sedangkan kebijakan keamanan instalasi antara lain meliputi kelaikan operasi instalasi tenaga listrik,
keselamatan peralatan dan pemanfaat tenaga listrik, dan kompetensi tenaga teknik. Instalasi tenaga
listrik yang laik operasi dinyatakan dengan Sertifikat Laik Operasi. Untuk peralatan dan pemanfaat tenaga
listrik yang memenuhi Standar Nasional Indonesia dinyatakan dengan Sertifikat Produk untuk dapat
membubuhi Tanda SNI (SNI) pada peralatan tenaga listrik dan penerbitan Sertifikat Tanda Keselamatan S

pada pemanfaat tenaga listrik dan tenaga teknik yang kompeten dinyatakan dengan Sertifikat
Kompetensi.
F. Kebijakan Fiskal atas Impor Barang Modal

Dalam upaya menunjang perkembangan usaha penyediaan tenaga listrik yang berkesinambungan, maka
Pemerintah memberikan insentif berupa pemberian bea masuk atas impor barang modal untuk
pembangunan pembangkit tenaga listrik untuk kepentingan umum melalui penerbitan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 154/PMK.011/2008 tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang Modal Dalam
Rangka Pembangunan dan Pengembangan Industri Pembangkit Tenaga Listrik Untuk Kepentingan
Umum sebagaimana telah diubah melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.011/2009.
Kebijakan berupa insentif fiskal tersebut yang dalam PMK Nomor 154/PMK.011/2008 hanya diberikan
kepada Pemegang IUKU usaha pembangkitan yang memiliki kontrak dengan PT PLN (Persero), namun
dengan melihat perkembangan yang ada dilapangan, insentif tersebut di perluas menjadi kepada PT PLN
(Persero) dan Pemegang IUKU Terintegrasi yang memiliki daerah usaha serta Pemegang IUKU usaha
pembangkitan yang memiliki kontrak jual beli dengan PT PLN (Persero) maupun dengan Pemegang
IUKU Terintegrasi yang yang memiliki daerah usaha.
Peraturan Menteri Keuangan tersebut memberikan kewenangan kepada Direktorat Jenderal Listrik dan
Pemanfaatan Energi untuk memberikan persetujuan dan penandasahan atas Rencana Impor barang
Modal sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk dari
Departemen Keuangan.
Berkenaan dengan pemberian kewenangan tersebut, maka telah diterbitkan Peraturan Direktur Jenderal
Listrik dan Pemanfaatan Energi Nomor 57-12/20/600.3/2009 tentang Tata Cara Permohonan Persetujuan
dan Penandasahan Rencana Impor Barang Modal Untuk Pembangunan dan Pengembangan Industri
Pembangkit Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum. (SF)