Dampak integrative leadership dan employ
Integrative Leadership
Dari berbagai tinjauan literature menemukan berbagai definisi dan konsep integrative leadership atau kepemimpinan integratif yang diberikan oleh pakar dan peneliti kepemimpinan dan tidak ditemukan definisi umum. Integrative leadership menurut Huxman & Vangen (2000) mendefinisikan integrative leadership sebagai kolaborasi antar individu, proses dan stuktur.
Yulk (2002) menyatakan bahwa kerangka integrative leadership yaitu kepemimpinan yang mengintegrasikan variabel kemampuan, perilaku, fitur, sikap, gaya dan situasional dalam sebuah model teoritis tunggal untuk menjelaskan efektivitas organisasi. Integrative leadership juga didefinisikan sebagai integrasi dari perilaku kepemimpinan terhadap tugas, hubungan dan perubahan (Yulk et al., 2002). Integrative leadership menurut Fernadez et al. (2010) adalah perpaduan antara peran kepemimpinan yang berorientasi pada tugas, hubungan, perubahan, keragaman dan integrity. Fernandez et al. (2010) menyatakan bahwa mengembangkan konsep kepemimpinan terpadu dengan mengintegrasikan lima peran kepemimpinan yang penting untuk kesuksesan
pemimpin di sektor publik yaitu: kepemimpinann berorientasi pada tugas; kepemimpinan berorientasi pada hubungan; kepemimpinan berorientasi pada perubahan; kepemimpinan berorientasi pada keragaman, dan kepemimpinan berorientasi pada integritas.
Integrative leadership dengan kerangka kerja konseptual servant leadership, hampir mirip dengan konsep integrative leadership Yulk et. al. (2002) memadukan empat kategori (Page dan Wong, 2003; Barbuto dan Wheeler, 2006; Liden et al., 2008) yaitu:
a. Character-orientation, berkenaan dengan sikap pemimpin; fokus pada nilai, kredibilitas dan motif pemimpin. Dimensi yang digunakana dalah wisdom dan humility.
b. People-orientation, berkenaan dengan mengembangkan sumber daya manusia; fokus pada hubungan pemimpin dengan bawahan dan komitmen pemimpin untuk mengembangkan bawahan. Dimensi yang digunakan adalah altruistic calling, dan emotional healing.
c. Task-orientation, berkenaan dengan pencapaian produktivitas dan keberhasilan; fokus pada tugas pemimpin dan keterampilan yang diperlukan untuk berhasil. Dimensi yang digunakan adalah organizational stewardship, persuasive mapping, dan vision.
d. Process-orientation, berkenaan dengan peningkatan efisiensi organisasi; fokus pada kemampuan pemimpin untuk mengembangkan sistem terbuka, efisien dan fleksibel. Dimensi yang digunakan adalah service.
Employee Engagement
Employee engagement merupakan gagasan dalam perilaku organisasi yang menjadi daya tarik dalam beberapa tahun terakhir, karena employee engagement berpengaruh pada kinerja organisasi s e c a r a ke s e l u r u h a n . H e w i t t ( 2 0 0 8 ) mendefinisikan employee engagement sebagai sikap positif pegawai dan organisasi (komitmen, keterlibatan dan keterikatan) terhadap nilai- nilai budaya dan pencapaian keberhasilan perusahaan.
Srimulyani dkk / Dampak Integrative Leadership dan Employee Engagement terhadap Perilaku Extra-Role
Dalam kenyataannya, tidak semua pegawai di sebuah organisasi memiliki tingkat employee engagement yang tinggi, sehingga hal ini menjadi tantangan yang cukup berat bagi suatu organisasi di era persaingan yang semakin ketat. Demikian pula di organisasi pendidikan, tidak semua tenaga pendidik (guru) maupun tenaga penunjang memiliki work engagement yang
tinggi. Sementera di sisi lain guru merupakan profesi kunci bagi kesuksesan dunia pendidikan, salah satunya di dalam menentukan kualitas peserta didik. Guru juga dianggap sebagai kunci perubahan pendidikan serta pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas.
Persoalan guru semakin menjadi persoalan pokok dalam pembangunan pendidikan yang disebabkan oleh adanya tuntutan perkembangan masyarakat dan peribahan global. Selain itu guru sebagai pendidik bukan hanya mampu mentransfer pengetahuan, ketrampilan dan sikap, tetapi guru juga dilimpahi tugas untuk mempersiapkan generasi yang lebih baik di masa depan. Karena peranan dan fungsi guru yang signifikan di dalam dunia pendidikan, guru perlu memberikan hasil kinerja yang maksimal. Untuk memberikan kinerja yang baik, guru juga memerlukan perasaan puas, antusias, dan keterlibatan penuh ketika melaksanakan pekerjaannya. Perasaan antusias dan keterlibatan seseorang di dalam pekerjaannya disebut work engagement (Robert & Davenport, 2002).
Organisasi pendidikan saat ini semakin mengalami peningkatan kebutuhan akan guru yang memiliki pengetahuan dan keahlian profesional, agar tetap eksis di tengah ketatnya persaingan antar organisasi pendidikan. Guru dengan pengetahuan dan keahlian tersebut tidak dapat sekedar dikelola dengan menggunakan teknik-teknik manajemen lama, karena para guru ini mengharapkan otonomi kerja yang lebih besar, status yang lebih baik, serta kepuasan kerja yang lebih tinggi, dimana salah satu teknik pengelolaan modern yang dimaksud adalah dengan penerapan praktek kepemimpinan yang efektif dan upaya pimpinan dalam meningkatkan work engagement para guru.
Jadi untuk dapat meningkatkan prestasi di tengah pesaingan yang semakin ketat, organisasi pendidikan membutuhkan tenaga guru yang memiliki perilaku extra-role yang tinggi karena keberadaannya mendukung keberhasilanan kinerja organisasi. Demikian juga praktek integrative leadership diyakini mampu menumbuhkan perilaku extra-role, mengikat, mengharmonisasi, serta mendorong potensi sumber daya organisasi agar dapat bersaing dan berprestasi secara baik.
Work engagement guru merupakan keterlibatan dan antusiasme untuk mengajar dan mencerminkan seberapa baik guru dikenal dan seberapa sering mereka mampu menampilkan kinerja terbaik (Gordon, 2006). Seseorang yang merasa antusias dan terlibat di dalam pekerjaan akan termotivasi secara langsung oleh pekerjaannya, cenderung bekerja lebih giat, dan menghasilkan kinerja memuaskan (Robert & Davenport, 2002). Sementara itu, Thomas (2009) mengungkapkan bahwa seseorang akan engaged dengan pekerjaannya apabila seseorang berkomitmen pada suatu tujuan, menggunakan kecerdasannya untuk membuat pilihan tentang cara terbaik dalam menyelesaikan tugas, mengawasi perilaku dirinya untuk memastikan bahwa mereka bekerja dengan baik, memeriksa kembali apakah yang dilakukan benar-benar sesuai dengan tujuan, serta melakukan perbaikan jika diperlukan. Oleh karena itu perlu bagi pengelola organisasi pendidikan maupun organisasi pada umumnya untuk melakukan hal-hal yang membuat guru menjadi lebih engage pada organisasi tempat bekerja sehingga tingkat produktivitas dan profit suatu organisasi dapat meningkat.
Permasalahan utama yang diteliti adalah dampak integrative leadership dan employee engagement terhadap perilaku extra-role para guru. Pemilihan guru sebagai obyek penelitian, dengan mengambil sampel pada guru tetap SMA dan SMK Swasta di Kota Madiun dan Kabupaten Madiun, karena beberapa alasan berikut: 1) Guru di Indonesia memiliki job demands atau tuntutan pekerjaan yang selalu bertambah dari tahun ke tahun (misalnya,
pemenuhan persyaratan sertifikasi dan perubahan metodenya, penyesuaian diri dengan kurikulum yang terus berubah); 2) Tingkat kesejahteraan guru tetap SMA dan SMK swasta, khususnya yang belum tersertifikasi masih rendah. Menjadi guru tidal lebih dari apa yang dikenal sebagai “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”, tetapi guru sebagai manusia biasa memerlukan penghargaan yang wajar dan lumrah. Hal ini merupakan tantangan pemimpin dalam menumbuhkan work engagement dan OCB para guru, agar pada akhirnya guru terpacu menampilkan kinerja terbaiknya demi kontribusinya bagi kinerja sekolah tempatnya bekerja, serta mengurangi efek negatif dari meningkatnya tuntutan dari para guru seperti bournout dan memburuknya kesehatan para guru. Ada pun tujuan penelitian meliputi: 1)Untuk menganalisis dampak integrative leadership terhadap perilaku extra-role guru; 2) Untuk menganalisis dampak employee engagement terhadap perilaku extra-role guru.
Integrative Leadership
Dari berbagai tinjauan literature menemukan berbagai definisi dan konsep integrative leadership atau kepemimpinan integratif yang diberikan oleh pakar dan peneliti kepemimpinan dan tidak ditemukan definisi umum. Integrative leadership menurut Huxman & Vangen (2000) mendefinisikan integrative leadership sebagai kolaborasi antar individu, proses dan stuktur.
Yulk (2002) menyatakan bahwa kerangka integrative leadership yaitu kepemimpinan yang mengintegrasikan variabel kemampuan, perilaku, fitur, sikap, gaya dan situasional dalam sebuah model teoritis tunggal untuk menjelaskan efektivitas organisasi. Integrative leadership juga didefinisikan sebagai integrasi dari perilaku kepemimpinan terhadap tugas, hubungan dan perubahan (Yulk et al., 2002). Integrative leadership menurut Fernadez et al. (2010) adalah perpaduan antara peran kepemimpinan yang berorientasi pada tugas, hubungan, perubahan, keragaman dan integrity. Fernandez et al. (2010) menyatakan bahwa mengembangkan konsep kepemimpinan terpadu dengan mengintegrasikan lima peran kepemimpinan yang penting untuk kesuksesan
pemimpin di sektor publik yaitu: kepemimpinann berorientasi pada tugas; kepemimpinan berorientasi pada hubungan; kepemimpinan berorientasi pada perubahan; kepemimpinan berorientasi pada keragaman, dan kepemimpinan berorientasi pada integritas.
Integrative leadership dengan kerangka kerja konseptual servant leadership, hampir mirip dengan konsep integrative leadership Yulk et. al. (2002) memadukan empat kategori (Page dan Wong, 2003; Barbuto dan Wheeler, 2006; Liden et al., 2008) yaitu:
a. Character-orientation, berkenaan dengan sikap pemimpin; fokus pada nilai, kredibilitas dan motif pemimpin. Dimensi yang digunakana dalah wisdom dan humility.
b. People-orientation, berkenaan dengan mengembangkan sumber daya manusia; fokus pada hubungan pemimpin dengan bawahan dan komitmen pemimpin untuk mengembangkan bawahan. Dimensi yang digunakan adalah altruistic calling, dan emotional healing.
c. Task-orientation, berkenaan dengan pencapaian produktivitas dan keberhasilan; fokus pada tugas pemimpin dan keterampilan yang diperlukan untuk berhasil. Dimensi yang digunakan adalah organizational stewardship, persuasive mapping, dan vision.
d. Process-orientation, berkenaan dengan peningkatan efisiensi organisasi; fokus pada kemampuan pemimpin untuk mengembangkan sistem terbuka, efisien dan fleksibel. Dimensi yang digunakan adalah service.
Employee Engagement
Employee engagement merupakan gagasan dalam perilaku organisasi yang menjadi daya tarik dalam beberapa tahun terakhir, karena employee engagement berpengaruh pada kinerja organisasi s e c a r a ke s e l u r u h a n . H e w i t t ( 2 0 0 8 ) mendefinisikan employee engagement sebagai sikap positif pegawai dan organisasi (komitmen, keterlibatan dan keterikatan) terhadap nilai- nilai budaya dan pencapaian keberhasilan perusahaan.
Srimulyani dkk / Dampak Integrative Leadership dan Employee Engagement terhadap Perilaku Extra-Role
Dalam kenyataannya, tidak semua pegawai di sebuah organisasi memiliki tingkat employee engagement yang tinggi, sehingga hal ini menjadi tantangan yang cukup berat bagi suatu organisasi di era persaingan yang semakin ketat. Demikian pula di organisasi pendidikan, tidak semua tenaga pendidik (guru) maupun tenaga penunjang memiliki work engagement yang
tinggi. Sementera di sisi lain guru merupakan profesi kunci bagi kesuksesan dunia pendidikan, salah satunya di dalam menentukan kualitas peserta didik. Guru juga dianggap sebagai kunci perubahan pendidikan serta pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas.
Persoalan guru semakin menjadi persoalan pokok dalam pembangunan pendidikan yang disebabkan oleh adanya tuntutan perkembangan masyarakat dan peribahan global. Selain itu guru sebagai pendidik bukan hanya mampu mentransfer pengetahuan, ketrampilan dan sikap, tetapi guru juga dilimpahi tugas untuk mempersiapkan generasi yang lebih baik di masa depan. Karena peranan dan fungsi guru yang signifikan di dalam dunia pendidikan, guru perlu memberikan hasil kinerja yang maksimal. Untuk memberikan kinerja yang baik, guru juga memerlukan perasaan puas, antusias, dan keterlibatan penuh ketika melaksanakan pekerjaannya. Perasaan antusias dan keterlibatan seseorang di dalam pekerjaannya disebut work engagement (Robert & Davenport, 2002).
Organisasi pendidikan saat ini semakin mengalami peningkatan kebutuhan akan guru yang memiliki pengetahuan dan keahlian profesional, agar tetap eksis di tengah ketatnya persaingan antar organisasi pendidikan. Guru dengan pengetahuan dan keahlian tersebut tidak dapat sekedar dikelola dengan menggunakan teknik-teknik manajemen lama, karena para guru ini mengharapkan otonomi kerja yang lebih besar, status yang lebih baik, serta kepuasan kerja yang lebih tinggi, dimana salah satu teknik pengelolaan modern yang dimaksud adalah dengan penerapan praktek kepemimpinan yang efektif dan upaya pimpinan dalam meningkatkan work engagement para guru.
Jadi untuk dapat meningkatkan prestasi di tengah pesaingan yang semakin ketat, organisasi pendidikan membutuhkan tenaga guru yang memiliki perilaku extra-role yang tinggi karena keberadaannya mendukung keberhasilanan kinerja organisasi. Demikian juga praktek integrative leadership diyakini mampu menumbuhkan perilaku extra-role, mengikat, mengharmonisasi, serta mendorong potensi sumber daya organisasi agar dapat bersaing dan berprestasi secara baik.
Work engagement guru merupakan keterlibatan dan antusiasme untuk mengajar dan mencerminkan seberapa baik guru dikenal dan seberapa sering mereka mampu menampilkan kinerja terbaik (Gordon, 2006). Seseorang yang merasa antusias dan terlibat di dalam pekerjaan akan termotivasi secara langsung oleh pekerjaannya, cenderung bekerja lebih giat, dan menghasilkan kinerja memuaskan (Robert & Davenport, 2002). Sementara itu, Thomas (2009) mengungkapkan bahwa seseorang akan engaged dengan pekerjaannya apabila seseorang berkomitmen pada suatu tujuan, menggunakan kecerdasannya untuk membuat pilihan tentang cara terbaik dalam menyelesaikan tugas, mengawasi perilaku dirinya untuk memastikan bahwa mereka bekerja dengan baik, memeriksa kembali apakah yang dilakukan benar-benar sesuai dengan tujuan, serta melakukan perbaikan jika diperlukan. Oleh karena itu perlu bagi pengelola organisasi pendidikan maupun organisasi pada umumnya untuk melakukan hal-hal yang membuat guru menjadi lebih engage pada organisasi tempat bekerja sehingga tingkat produktivitas dan profit suatu organisasi dapat meningkat.
Permasalahan utama yang diteliti adalah dampak integrative leadership dan employee engagement terhadap perilaku extra-role para guru. Pemilihan guru sebagai obyek penelitian, dengan mengambil sampel pada guru tetap SMA dan SMK Swasta di Kota Madiun dan Kabupaten Madiun, karena beberapa alasan berikut: 1) Guru di Indonesia memiliki job demands atau tuntutan pekerjaan yang selalu bertambah dari tahun ke tahun (misalnya,
Srimulyani dkk / Dampak Integrative Leadership dan Employee Engagement terhadap Perilaku Extra-Role
kejelasan atau ambiguitas peran; serta peng embang an dari konse p-konse p
Employee engagement muncul sebagai upaya
karyawan seolah menumpang atau bahkan
dalam situasi yang sedang dihadapi baik
karakteristik organisasional meliputi struktur sebelumnya seperti kepuasan kerja karyawan,
menggerogoti apa yang dihasilkan oleh
mengenai tugas dalam organisasi maupun
organisasi, dan model kepemimpinan. komitmen karyawan, serta perilaku organisasi
rekan-rekan kerjanya.
masalah pribadi orang lain. Dimensi ini
disebut juga altruism, peacemaking atau
karyawan. Dengan adanya karyawan yang
Employee engagement merupakan sebuah konsep
cheerleading.
Hubungan Integrative Leadership
terlibat secara aktif di dalam organisasi
manajemen bisnis yang menyatakan karyawan
b. Individual Initiative/Conscientiousness; suatu
dengan Perilaku Extra-Role
Integrative leadership dengan kerangka kerja memiliki iklim kerja yang positif. Hal ini
menandakan bahwa organisasi tersebut
dengan engagement tinggi adalah karyawan yang
perilaku yang menunjukkan upaya sukarela
konseptual servant leadership adalah gaya disebabkan karena dengan adanya karyawan
memiliki keterlibatan penuh dan memiliki
dalam meningkatkan cara dalam
kepemimpinan yang berorientasi pada tugas; yang memiliki keterikatan yang baik dengan
semangat bekerja tinggi dalam pekerjaannya
menjalankan tugasnya secara kreatif agar
hubungan; perubahan; keragaman, dan organisasi tempat karyawan bekerja, maka
maupun dalam hal-hal yang berkaitan dengan
kinerja organisasi meningkat, perilaku yang
integritas; terbukti berdampak pada efektivitas karyawan akan memiliki antusiasme yang besar
kegiatan perusahaan jangka panjang. Dimensi
ditunjukkan dengan berusaha melebihi yang
organisasi, sepert pembelajaran organisasi dan untuk bekerja, bahkan terkadang jauh
employee work engagement menurut Schaufeli et al.
diharapkan organisasi, misalnya inisiatif
knerja (Srimulyani dan Hutajulu, 2013); melampaui tugas pokok yang tertuang dalam
(2002) meliputi:
meningkatkan kompetensinya, secara
perilaku extra-role (Srimulyani, 2010; Mira & kontrak kerja karyawan.
a. Vigor : curahan energi dan mental yang kuat
sukarela mengambil tanggungjawab di luar
seseorang selama bekerja, keberanian
wewenangnya. Dimensi ini menjangkau jauh
Margaretha, 2012). Seorang servant leader atau
seorang yang menerapkan integrative leadership Employee engagement bergerak melampaui
untuk berusaha sekuat tenaga dalam
di atas dan jauh ke depan dari panggilan
biasanya melakukan tindakan yang melayani kepuasan yang menggabungkan berbagai
menyelesaikan suatu pekerjaan, dan tekun
tugas.
dengan perasaan sukarela, misalnya dalam persepsi karyawan yang secara kolektif
dalam menghadapi kesulitan kerja, kemauan
c. Sportsmanship; perilaku yang menunjukkan
menolong dan memberikan konstribusi menunjukkan kinerja yang tinggi, komitmen,
untuk menginvestasikan segala upaya dalam
suatu kerelaan atau toleransi terhadap
kepada bawahannya berupa pengajaran, serta loyalitas (Kingsley dan Associates, 2008).
suatu pekerjaan, dan tetap bertahan
keadaan yang kurang ideal dalam organisasi
berbagi pengalaman, atau petuah. Menurut Federman (2009) employee engagement
meskipun menghadapi kesulitan.
tanpa mengajukan keberatan–keberatan
b . Dedication: perasaan terlibat sangat kuat
atau keluhan-keluhan sehingga
Salah satu sikap yang harus dimiliki oleh mampu berkomitman pada suatu organisasi
adalah derajat dimana seorang karyawan
dalam suatu pekerjaan dan mengalami rasa
meningkatkan iklim yang positif diantara
seorang integrative leader dalam konteks servant dan hasil dari komitmen tersebut ditentukan
kebermaknaan, antusiasme, kebanggaan,
anggota organisasi, lebih sopan, dan mau
leadership adalah harus mendengarkan orang pada bagaimana karyawan bekerja dan lama
inspirasi, dan tantangan.
bekerja sama dengan yang lain sehingga
yang dipimpinnya, mengerti apa yang masa bekerja.
c. Absorption: merupakan konsentrasi penuh
akan menciptakan lingkungan kerja yang
dan keseriusan seseorang dalam bekerja.
lebih menyenangkan.
dibutuhkan dan dikeluhkan bawahannya, serta
memberikan motivasi kepada bawahannya, Gallup, dalam survey Q12-nya tentang employee
d. Courtessy; perilaku yang menjaga hubungan
karena seorang integrative leader menunjukkan engagement ini, membagi karyawan dalam tiga
Organizational Citizenship Behavior
baik dengan rekan kerjanya agar terhindar
bahwa seorang pemimpin sejati tertarik untuk kategori dengan ciri-cirinya sebagai berikut
(OCB)
dari masalah–masalah interpersonal dengan
berperilaku yang baik yang dapat diikuti oleh (Crabtree, 2012):
Istilah lain dari organizational citizenship behavior
menunjukkan perilaku yang menghargai dan
(OCB) adalah extra role-behavior yaitu perilaku
memperhatikan orang lain.
orang yang dipimpin dengan melihat
kepribadian yang dimiliki oleh seorang karyawan bekerja dengan bersemangat dan
a. Karyawan yang terikat (engaged employees),
individu yang melebihi job description dalam
e. Civic Virtue/Organizational Participation;
integrative leader. Perilaku yang dicerminkan merasakan hubungan yang dalam dengan
tugasnya, melakukan pekerjaan di luar
perilaku yang mengindikasikan tanggung
dalam integrative leader sangat mempengaruhi organisasi, dan umumnya menjadi bagian
perannya dalam organisasi yang bermanfaat
jawab pada kehidupan organisasi, terlibat
perilaku extra-role pada bawahannya, karena dari lahirnya ide-ide inovatif yang
bagi kepentingan organisasi dan berakibat
dalam aktivitas organisasi dan peduli
bawahan cenderung meniru apa yang memajukan organisasi.
positif terhadap efektivitas organisasi, dan
terhadap kelangsungan hidup organisasi
dalam jangka panjang berdampak terhadap
(mengikuti perubahan dalam organisasi,
dilakukan oleh pemimpinnya.
H1: Integrative leadership berpengaruh positif employees): secara praktis mereka tidak lagi
b. Karyawan yang tidak terikat (not-engaged
kelangsungan hidup organisasi. Jadi OCB
mengambil inisiatif untuk
signifikan terhadap perilaku extra-role guru. memikirkan kemajuan organisasi, seperti
adalah sebuah kerelaan mengerjakan tugas
merekomendasikan bagaimana operasi atau
melebihi tugas pokoknya atau kerelaan
prosedur–prosedur organisasi dapat
orang yang tidur sambil berjalan,
mengerjakan tugas di luar tugas atau peran
diperbaiki, dan melindungi sumber–sumber
Hubungan Employee Engagement
melewatkan waktu untuk bekerja, tetapi
formal yang telah ditetapkan tanpa adanya
yang dimiliki oleh organisasi).
dengan Perilaku Extra-Role dan Kinerja
tidak cukup memberikan energi atau
Konsep employee engagement erat kaitannya dengan semangat dalam pekerjaannya.
permintaan dan reward secara formal dari
organisasi. Menurut Podsakoff et al. (2000) ada
Menurut Podsakoff et al. (2000) ada empat
perilaku extra-role karena didasarkan atas
komitmen untuk melakukan pekerjaan employees): karyawan bukan hanya tidak puas
c. Karyawan yang lepas (actively disengaged
tujuh jenis atau dimensi OCB yang pernah
faktor yang mendorong munculnya OCB
melebihi tanggung jawabnya sebagai bentuk dengan tempat kerjanya, bahkan secara
digunakan oleh para peneliti sebagai berikut:
dalam diri karyawan yaitu karakteristik
rasa memiliki terhadap organisasi beserta terbuka karyawan menampakkan ketidak-
a. Helping Behavior/Altruism; perilaku anggota
individual, karakteristik tugas/pekerjaan,
tujuannya ( sense of belonging) (Robinson et al., puasannya di tempat kerja, setiap hari
organisasi dalam menolong rekan kerja
karakteristik organisasional dan perilaku
dengan sukarela yang mengalami kesulitan
pemimpin. Karakteristik individu ini meliputi
2004; Rafferty et al., 2005).
Srimulyani dkk / Dampak Integrative Leadership dan Employee Engagement terhadap Perilaku Extra-Role
kejelasan atau ambiguitas peran; serta peng embang an dari konse p-konse p
Employee engagement muncul sebagai upaya
karyawan seolah menumpang atau bahkan
dalam situasi yang sedang dihadapi baik
karakteristik organisasional meliputi struktur sebelumnya seperti kepuasan kerja karyawan,
menggerogoti apa yang dihasilkan oleh
mengenai tugas dalam organisasi maupun
organisasi, dan model kepemimpinan. komitmen karyawan, serta perilaku organisasi
rekan-rekan kerjanya.
masalah pribadi orang lain. Dimensi ini
disebut juga altruism, peacemaking atau
karyawan. Dengan adanya karyawan yang
Employee engagement merupakan sebuah konsep
cheerleading.
Hubungan Integrative Leadership
terlibat secara aktif di dalam organisasi
manajemen bisnis yang menyatakan karyawan
b. Individual Initiative/Conscientiousness; suatu
dengan Perilaku Extra-Role
Integrative leadership dengan kerangka kerja memiliki iklim kerja yang positif. Hal ini
menandakan bahwa organisasi tersebut
dengan engagement tinggi adalah karyawan yang
perilaku yang menunjukkan upaya sukarela
konseptual servant leadership adalah gaya disebabkan karena dengan adanya karyawan
memiliki keterlibatan penuh dan memiliki
dalam meningkatkan cara dalam
kepemimpinan yang berorientasi pada tugas; yang memiliki keterikatan yang baik dengan
semangat bekerja tinggi dalam pekerjaannya
menjalankan tugasnya secara kreatif agar
hubungan; perubahan; keragaman, dan organisasi tempat karyawan bekerja, maka
maupun dalam hal-hal yang berkaitan dengan
kinerja organisasi meningkat, perilaku yang
integritas; terbukti berdampak pada efektivitas karyawan akan memiliki antusiasme yang besar
kegiatan perusahaan jangka panjang. Dimensi
ditunjukkan dengan berusaha melebihi yang
organisasi, sepert pembelajaran organisasi dan untuk bekerja, bahkan terkadang jauh
employee work engagement menurut Schaufeli et al.
diharapkan organisasi, misalnya inisiatif
knerja (Srimulyani dan Hutajulu, 2013); melampaui tugas pokok yang tertuang dalam
(2002) meliputi:
meningkatkan kompetensinya, secara
perilaku extra-role (Srimulyani, 2010; Mira & kontrak kerja karyawan.
a. Vigor : curahan energi dan mental yang kuat
sukarela mengambil tanggungjawab di luar
seseorang selama bekerja, keberanian
wewenangnya. Dimensi ini menjangkau jauh
Margaretha, 2012). Seorang servant leader atau
seorang yang menerapkan integrative leadership Employee engagement bergerak melampaui
untuk berusaha sekuat tenaga dalam
di atas dan jauh ke depan dari panggilan
biasanya melakukan tindakan yang melayani kepuasan yang menggabungkan berbagai
menyelesaikan suatu pekerjaan, dan tekun
tugas.
dengan perasaan sukarela, misalnya dalam persepsi karyawan yang secara kolektif
dalam menghadapi kesulitan kerja, kemauan
c. Sportsmanship; perilaku yang menunjukkan
menolong dan memberikan konstribusi menunjukkan kinerja yang tinggi, komitmen,
untuk menginvestasikan segala upaya dalam
suatu kerelaan atau toleransi terhadap
kepada bawahannya berupa pengajaran, serta loyalitas (Kingsley dan Associates, 2008).
suatu pekerjaan, dan tetap bertahan
keadaan yang kurang ideal dalam organisasi
berbagi pengalaman, atau petuah. Menurut Federman (2009) employee engagement
meskipun menghadapi kesulitan.
tanpa mengajukan keberatan–keberatan
b . Dedication: perasaan terlibat sangat kuat
atau keluhan-keluhan sehingga
Salah satu sikap yang harus dimiliki oleh mampu berkomitman pada suatu organisasi
adalah derajat dimana seorang karyawan
dalam suatu pekerjaan dan mengalami rasa
meningkatkan iklim yang positif diantara
seorang integrative leader dalam konteks servant dan hasil dari komitmen tersebut ditentukan
kebermaknaan, antusiasme, kebanggaan,
anggota organisasi, lebih sopan, dan mau
leadership adalah harus mendengarkan orang pada bagaimana karyawan bekerja dan lama
inspirasi, dan tantangan.
bekerja sama dengan yang lain sehingga
yang dipimpinnya, mengerti apa yang masa bekerja.
c. Absorption: merupakan konsentrasi penuh
akan menciptakan lingkungan kerja yang
dan keseriusan seseorang dalam bekerja.
lebih menyenangkan.
dibutuhkan dan dikeluhkan bawahannya, serta
memberikan motivasi kepada bawahannya, Gallup, dalam survey Q12-nya tentang employee
d. Courtessy; perilaku yang menjaga hubungan
karena seorang integrative leader menunjukkan engagement ini, membagi karyawan dalam tiga
Organizational Citizenship Behavior
baik dengan rekan kerjanya agar terhindar
bahwa seorang pemimpin sejati tertarik untuk kategori dengan ciri-cirinya sebagai berikut
(OCB)
dari masalah–masalah interpersonal dengan
berperilaku yang baik yang dapat diikuti oleh (Crabtree, 2012):
Istilah lain dari organizational citizenship behavior
menunjukkan perilaku yang menghargai dan
(OCB) adalah extra role-behavior yaitu perilaku
memperhatikan orang lain.
orang yang dipimpin dengan melihat
kepribadian yang dimiliki oleh seorang karyawan bekerja dengan bersemangat dan
a. Karyawan yang terikat (engaged employees),
individu yang melebihi job description dalam
e. Civic Virtue/Organizational Participation;
integrative leader. Perilaku yang dicerminkan merasakan hubungan yang dalam dengan
tugasnya, melakukan pekerjaan di luar
perilaku yang mengindikasikan tanggung
dalam integrative leader sangat mempengaruhi organisasi, dan umumnya menjadi bagian
perannya dalam organisasi yang bermanfaat
jawab pada kehidupan organisasi, terlibat
perilaku extra-role pada bawahannya, karena dari lahirnya ide-ide inovatif yang
bagi kepentingan organisasi dan berakibat
dalam aktivitas organisasi dan peduli
bawahan cenderung meniru apa yang memajukan organisasi.
positif terhadap efektivitas organisasi, dan
terhadap kelangsungan hidup organisasi
dalam jangka panjang berdampak terhadap
(mengikuti perubahan dalam organisasi,
dilakukan oleh pemimpinnya.
H1: Integrative leadership berpengaruh positif employees): secara praktis mereka tidak lagi
b. Karyawan yang tidak terikat (not-engaged
kelangsungan hidup organisasi. Jadi OCB
mengambil inisiatif untuk
signifikan terhadap perilaku extra-role guru. memikirkan kemajuan organisasi, seperti
adalah sebuah kerelaan mengerjakan tugas
merekomendasikan bagaimana operasi atau
melebihi tugas pokoknya atau kerelaan
prosedur–prosedur organisasi dapat
orang yang tidur sambil berjalan,
mengerjakan tugas di luar tugas atau peran
diperbaiki, dan melindungi sumber–sumber
Hubungan Employee Engagement
melewatkan waktu untuk bekerja, tetapi
formal yang telah ditetapkan tanpa adanya
yang dimiliki oleh organisasi).
dengan Perilaku Extra-Role dan Kinerja
tidak cukup memberikan energi atau
Konsep employee engagement erat kaitannya dengan semangat dalam pekerjaannya.
permintaan dan reward secara formal dari
organisasi. Menurut Podsakoff et al. (2000) ada
Menurut Podsakoff et al. (2000) ada empat
perilaku extra-role karena didasarkan atas
komitmen untuk melakukan pekerjaan employees): karyawan bukan hanya tidak puas
c. Karyawan yang lepas (actively disengaged
tujuh jenis atau dimensi OCB yang pernah
faktor yang mendorong munculnya OCB
melebihi tanggung jawabnya sebagai bentuk dengan tempat kerjanya, bahkan secara
digunakan oleh para peneliti sebagai berikut:
dalam diri karyawan yaitu karakteristik
rasa memiliki terhadap organisasi beserta terbuka karyawan menampakkan ketidak-
a. Helping Behavior/Altruism; perilaku anggota
individual, karakteristik tugas/pekerjaan,
tujuannya ( sense of belonging) (Robinson et al., puasannya di tempat kerja, setiap hari
organisasi dalam menolong rekan kerja
karakteristik organisasional dan perilaku
dengan sukarela yang mengalami kesulitan
pemimpin. Karakteristik individu ini meliputi
2004; Rafferty et al., 2005).
Srimulyani dkk / Dampak Integrative Leadership dan Employee Engagement terhadap Perilaku Extra-Role
Survei dilakukan dengan menyebarkan sebagai komitmen emosional dan intelektual
Employee engagement umumnya didefinisikan
OCB. Hasil penelitian Saragih dan Margaretha
Teknik pengambilan sampel dengan teknik
kuesioner pada guru tetap SMA/SMK Swasta terhadap organisasi atau sejumlah usaha
(2013) menunjukkan bahwa OCB menjadi
quota sampling ialah teknik pengambilan
di Kota Madiun dan Kabupaten Madiun. melebihi persyaratan pekerjaan ( discretionary
konsekuensi dari employee engagement.
sampling dalam bentu distratifikasikan secara
Pengukuran variabel dan definisi operasional effort) yang ditunjukan oleh pegawai dalam
proposional, namun tidak dipilih acak
variabel diuraikan sebagai berikut. pekerjaannya (Saks,2006). Employee engagement
Keterikatan pada pekerjaan dan organisasi
melainkan secara kebetulan saja.
( employee engagement) akan membawa perilaku
adalah hubungan emosional dan intelektual
extra-role namun belum tentu sebaliknya
Tabel 1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
yang tinggi yang dimiliki oleh karyawan
(Robinson, et al.,2004). Artinya, perilaku extra-
terhadap pekerjaannya, organisasi, manajer,
role atau OCB seperti saling menolong dalam
Variabel Definisi Operasional
atau rekan kerja yang memberikan pengaruh
pekerjaan, datang tepat waktu, kehadiran yang
Indikator
untuk menambah discretionary effort dalam
baik, menggunakan waktu kerja dengan baik
Barbuto & pekerjaannya. Wellins dan Concelman (2005)
Integrative Praktek kepemimpinan yang Wisdom
4 indikator
Wheeler (2006) menyebut employee engagement sebagai kekuatan
dan memikirkan departemen lain adalah
Leadership berorientasi pada :1)character-
Humality
6 indikator
Page &Wong ilusif (komitmen terhadap organisasi,
bagian perwujudan dari keterikatan pegawai
orientation, berkenaan dengan
Altruistic calling
5 indikator
(2003) kebanggaan terhadap pekerjaan, pengerahan
pada organisasi.
sikap pemimpin; 2) people-
Emotional healing
4 indikator
H2:Employee engagement berpengaruh positif
orientation, berkenaan dengan
Persuasive mapping
5 indikator
waktu dan tenaga, passion dan ketertarikan)
signifikan terhadap perilaku extra-role guru.
pengembangan sumber daya
Organizational
5 indikator
yang memotivasi pegawai untuk performansi
manusia;3) task-orientation,
stewardship
tingkat yang lebih tinggi. Jadi tingkat employee
berkenaan dengan
engagement yang tinggi dapat memotivasi
Integrative Leadership
pencapaian produktivitas dan Service
5 indikator
pegawai untuk tigkat performansi yang lebih
keberhasilan; 4) Process-
Skala: skala
tinggi.
Perilaku E xtra-Role
orientation, berkenaan dengan
Likert dari 1
H2
sampai 5 poin. Hal ini diperkuat dengan pendapat Baumruk
peningkatan efisiensi
Employee Engagement
organisasi;
and Gorman (2006) bahwa engagement employee
Schaufeli et al. secara konsisten menunjukkan tiga prilaku
Employee
Menggambarkan sebagai
Vigor
6 indikator
(2002) umum dimana mampu meningkatkan
Engagement sikap positif seseorang
Dedication
5 indikator
Gambar 1. Model Penelitian
(pegawai) yang meliputi
Absorption
6 indikator
performa organisasi;
komitmen, keterlibatan dan
Skala: skala
a. Bekerja sama dengan serikat pekerja,
keterikatan terhadap nilai-
Likert dari 1
dan memperhatikan pegawai dan
Metodologi Penelitian
sampai 5 poin. pelanggan yang potensial;
nilai budaya dan pencapaian
keberhasilan organisasi
Podsakoff et al. bagian dalam organisasi walaupun
b. Pegawai memiliki hasrat untuk menjadi
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian
Organizatio- Merupakan perilaku yang
Altruism
3 indikator
(2000) memiliki peluang bekerja di tempat lain;
ini adalah pendekatan kuantitatif dengan
nal
melekat pada individu dalam Conscientiousness
3 indikator
metode survei yaitu penelitian yang mengambil
Citizenship organisasi, bersifat bebas dan Sportsmanship
3 indikator
Organ et.
al,(2006) usaha dan inisiatif untuk berkontribusi
c. Memperhatikan waktu ektra kerja pegawai,
sampel dari suatu populasi deng an
Behavior
sukarela melebihi ketentuan
Courtessy
3 indikator
meng gunakan kuesioner sebagai alat
(OCB)
peran yang dipersyaratkan
Civic Virtue
3 indikator
terhadap kesuksesan bisnis perusahaan.
pengumpul data. Pengambilan data primer
oleh organisasi dan
Skala: skala
dilakukan secara cross sectional study dengan
munculnya perilaku tersebut
Likert dari 1
sampai 5 poin. perilaku yang ditunjukkan seorang pegawai
Employee engagement mengandung pengertian
menggunakan kuesioner.
memberikan manfaat bagi
organisasi dimana perilaku
yang dapat mensinergikan waktu dan tenaga
Penelitian dilakukan di wilayah Kota Madiun
tersebut tidak berkaitan
yang dimiliki secara komit dan bertanggung
dan Kabupaten Madiun dengan obyek
langsung dengan sistem
jawab dalam bekerja secara efektif dan efisien
penelitian guru tetap SMA dan SMK Swasta
penghargaan organisasi
dalam meningkatkan performansi diri dan
Kota Madiun dan Kabupaten Madiun.
organisasi kearah yang lebih baikStudi empiris
dari 5 SMA dan 14 SMK di Kota Madiun Saks (2006), Ram & Prahbkar (2011), Ariani
Penentuan sampel menggunakan metode
Hasil Penelitian dan Pembahasan
dengan total kuesioner yang disebarkan (2013) menunjukkan bahwa employee engagement
non probability sampling yaitu convenience sampling.
sebanyak 346 kuesioner, da resnpon rate 88,44% memiliki hubung an positif deng an
Quota sampling merupakan metode yang
Hasil Penelitian
(sejumlah 305 kuesioner yang kembali). organizational citizenship behavior. Penelitian lain
unrestricted yang memungkinkan peneliti
Jumlah SMA dan SMK swasta yang disurvei
mengambil elemen populasi dengan mudah.
sebanyak 27 sekolah, dengan rincian 19 sekolah
dari Setiawan (2012) menunjukkan bahwa job
berada di Kota Madiun dan 8 sekolah di
engagement merupakan prediktor positif atas
Kabupaten Madiun. Dari 19 SMA/SMK
Srimulyani dkk / Dampak Integrative Leadership dan Employee Engagement terhadap Perilaku Extra-Role
Survei dilakukan dengan menyebarkan sebagai komitmen emosional dan intelektual
Employee engagement umumnya didefinisikan
OCB. Hasil penelitian Saragih dan Margaretha
Teknik pengambilan sampel dengan teknik
kuesioner pada guru tetap SMA/SMK Swasta terhadap organisasi atau sejumlah usaha
(2013) menunjukkan bahwa OCB menjadi
quota sampling ialah teknik pengambilan
di Kota Madiun dan Kabupaten Madiun. melebihi persyaratan pekerjaan ( discretionary
konsekuensi dari employee engagement.
sampling dalam bentu distratifikasikan secara
Pengukuran variabel dan definisi operasional effort) yang ditunjukan oleh pegawai dalam
proposional, namun tidak dipilih acak
variabel diuraikan sebagai berikut. pekerjaannya (Saks,2006). Employee engagement
Keterikatan pada pekerjaan dan organisasi
melainkan secara kebetulan saja.
( employee engagement) akan membawa perilaku
adalah hubungan emosional dan intelektual
extra-role namun belum tentu sebaliknya
Tabel 1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
yang tinggi yang dimiliki oleh karyawan
(Robinson, et al.,2004). Artinya, perilaku extra-
terhadap pekerjaannya, organisasi, manajer,
role atau OCB seperti saling menolong dalam
Variabel Definisi Operasional
atau rekan kerja yang memberikan pengaruh
pekerjaan, datang tepat waktu, kehadiran yang
Indikator
untuk menambah discretionary effort dalam
baik, menggunakan waktu kerja dengan baik
Barbuto & pekerjaannya. Wellins dan Concelman (2005)
Integrative Praktek kepemimpinan yang Wisdom
4 indikator
Wheeler (2006) menyebut employee engagement sebagai kekuatan
dan memikirkan departemen lain adalah
Leadership berorientasi pada :1)character-
Humality
6 indikator
Page &Wong ilusif (komitmen terhadap organisasi,
bagian perwujudan dari keterikatan pegawai
orientation, berkenaan dengan
Altruistic calling
5 indikator
(2003) kebanggaan terhadap pekerjaan, pengerahan
pada organisasi.
sikap pemimpin; 2) people-
Emotional healing
4 indikator
H2:Employee engagement berpengaruh positif
orientation, berkenaan dengan
Persuasive mapping
5 indikator
waktu dan tenaga, passion dan ketertarikan)
signifikan terhadap perilaku extra-role guru.
pengembangan sumber daya
Organizational
5 indikator
yang memotivasi pegawai untuk performansi
manusia;3) task-orientation,
stewardship
tingkat yang lebih tinggi. Jadi tingkat employee
berkenaan dengan
engagement yang tinggi dapat memotivasi
Integrative Leadership
pencapaian produktivitas dan Service
5 indikator
pegawai untuk tigkat performansi yang lebih
keberhasilan; 4) Process-
Skala: skala
tinggi.
Perilaku E xtra-Role
orientation, berkenaan dengan
Likert dari 1
H2
sampai 5 poin. Hal ini diperkuat dengan pendapat Baumruk
peningkatan efisiensi
Employee Engagement
organisasi;
and Gorman (2006) bahwa engagement employee
Schaufeli et al. secara konsisten menunjukkan tiga prilaku
Employee
Menggambarkan sebagai
Vigor
6 indikator
(2002) umum dimana mampu meningkatkan
Engagement sikap positif seseorang
Dedication
5 indikator
Gambar 1. Model Penelitian
(pegawai) yang meliputi
Absorption
6 indikator
performa organisasi;
komitmen, keterlibatan dan
Skala: skala
a. Bekerja sama dengan serikat pekerja,
keterikatan terhadap nilai-
Likert dari 1
dan memperhatikan pegawai dan
Metodologi Penelitian
sampai 5 poin. pelanggan yang potensial;
nilai budaya dan pencapaian
keberhasilan organisasi
Podsakoff et al. bagian dalam organisasi walaupun
b. Pegawai memiliki hasrat untuk menjadi
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian
Organizatio- Merupakan perilaku yang
Altruism
3 indikator
(2000) memiliki peluang bekerja di tempat lain;
ini adalah pendekatan kuantitatif dengan
nal
melekat pada individu dalam Conscientiousness
3 indikator
metode survei yaitu penelitian yang mengambil
Citizenship organisasi, bersifat bebas dan Sportsmanship
3 indikator
Organ et.
al,(2006) usaha dan inisiatif untuk berkontribusi
c. Memperhatikan waktu ektra kerja pegawai,
sampel dari suatu populasi deng an
Behavior
sukarela melebihi ketentuan
Courtessy
3 indikator
meng gunakan kuesioner sebagai alat
(OCB)
peran yang dipersyaratkan
Civic Virtue
3 indikator
terhadap kesuksesan bisnis perusahaan.
pengumpul data. Pengambilan data primer
oleh organisasi dan
Skala: skala
dilakukan secara cross sectional study dengan
munculnya perilaku tersebut
Likert dari 1
sampai 5 poin. perilaku yang ditunjukkan seorang pegawai
Employee engagement mengandung pengertian
menggunakan kuesioner.
memberikan manfaat bagi
organisasi dimana perilaku
yang dapat mensinergikan waktu dan tenaga
Penelitian dilakukan di wilayah Kota Madiun
tersebut tidak berkaitan
yang dimiliki secara komit dan bertanggung
dan Kabupaten Madiun dengan obyek
langsung dengan sistem
jawab dalam bekerja secara efektif dan efisien
penelitian guru tetap SMA dan SMK Swasta
penghargaan organisasi
dalam meningkatkan performansi diri dan
Kota Madiun dan Kabupaten Madiun.
organisasi kearah yang lebih baikStudi empiris
dari 5 SMA dan 14 SMK di Kota Madiun Saks (2006), Ram & Prahbkar (2011), Ariani
Penentuan sampel menggunakan metode
Hasil Penelitian dan Pembahasan
dengan total kuesioner yang disebarkan (2013) menunjukkan bahwa employee engagement
non probability sampling yaitu convenience sampling.
sebanyak 346 kuesioner, da resnpon rate 88,44% memiliki hubung an positif deng an
Quota sampling merupakan metode yang
Hasil Penelitian
(sejumlah 305 kuesioner yang kembali). organizational citizenship behavior. Penelitian lain
unrestricted yang memungkinkan peneliti
Jumlah SMA dan SMK swasta yang disurvei
mengambil elemen populasi dengan mudah.
sebanyak 27 sekolah, dengan rincian 19 sekolah
dari Setiawan (2012) menunjukkan bahwa job
berada di Kota Madiun dan 8 sekolah di
engagement merupakan prediktor positif atas
Kabupaten Madiun. Dari 19 SMA/SMK
Srimulyani dkk / Dampak Integrative Leadership dan Employee Engagement terhadap Perilaku Extra-Role
Dari 8 SMA/SMK swasta di wilayah
Dari 417 kuesioner yang kembali (tabel3),
2). Uji Validitas Variabel Employee Engagement
Kabupaten Madiun yang disurvei terdiri dari 1
sebanyak 98 kuesioner (23,5%) tidak dapat
SMA swasta dan 7 SMK swasta di Kabupaten
digunakan karena responden tidak menjawab
Tabel 4. Hasil Uji Validitas Variabel Employee Engagement
Madiun dengan total kuesioner yang
dengan lengkap, sehingga kuesioner yang dapat
disebarkan sebanyak 150 kuesioner bagi guru
digunakan berjumlah 319 kuesioner (76,5%)
Item
Nilai
Nilai r tab e l
Keterangan
Variabel
r h itu ng α=0,025 = 0,311
di SMA/SMK swasta, dan respon rate 74,67%
atau 44,30% dari jumlah populasi.
(sejumlah 112 kuesioner yang kembali).
EE1
r hitung > r tabel
r hitung > r tabel Valid
Tabel 2. Jumlah Kuesioner yang Diolah
EE3
r hitung > r tabel Valid
EE4
r hitung > r tabel Valid
SMA/SMK
Kuesioner
Kuesioner yang
r hitung > r tabel Valid
yang
tidak Dapat
yang Dapat
EE6
r hitung > r tabel Valid
r hitung > r tabel
Valid
1 Kota Madiun
r hitung > r tabel Valid
2 Kabupaten Madiun tabel 112 25 87 EE10 0,726 r > r Valid
r hitung > r tabel Valid
r hitung > r tabel Valid
Sumber: Data primer, 2015 EE13
r hitung > r tabel Valid
EE14
r hitung > r tabel
Valid
Hasil Uji Validitas Instrumen
Dari hasil pengujian validitas (tabel 3) untuk
EE15
r hitung > r tabel Valid
1) Uji Validitas Variabel Integrative Leadership
item pernyataan pengukuran variabel servant
EE16
r hitung > r tabel Valid
Menurut Ghozali (2006) uji validitas
leadership yang disajikan pada tabel 3 diketahui
EE17
r hitung > r tabel Valid
digunakan untuk mengukur sah atau valid
bahwa semua item dinyatakan valid karena nilai
EE18
r hitung > r tabel Valid
tidaknya suatu kuesioner. Nilai r tabel dapat
r >r (0,311). hitung tabel
Sumber: Output SPSS
diperoleh dari (df) = n – 2 adalah 319-2 = 317 didapat r (a =0,025)= 0,311. tabel
Dari hasil pengujian validitas untuk item
engagement yang disajikan pada tabel 4 diketahui
bahwa semua item dinyatakan valid karena nilai Tabel 3. Hasil Uji Validitas Variabel Integrative Leadership
pernyataan pengukuran variabel employee
r >r (0,311). hitung tabel
Uji Validitas Variabel Organizational
Item
Nilai Nilai r tab e l
Item
Nilai
Nilai r tab e l
Keterangan
Variabel r h itu ng α=0,025 = 0,311 Variabel r h itu ng α=0,025 = 0,311 Citizenship Behavior atau Perilaku Extra- Role
IL1 0,480 r hitung > r tabel
IL21
r hitung > r tabel Valid
Tabel 5. Hasil Uji Validitas Variabel OCB
IL2
0,611 r hitung > r tabel IL22
r hitung > r tabel Valid
IL3
0,583 r hitung > r tabel IL23
r hitung > r tabel Valid
Item
Nilai Nilai r tab e l
Item
Nilai
Nilai r tab e l
Keterangan
IL4
0,630 r hitung > r tabel IL24
r hitung > r tabel Valid
Variabel r h itu ng α=0,025 = Variabel r h itu ng α=0,025
IL5
0,644 r hitung > r tabel IL25
r hitung > r tabel
Valid
r hitung > r tabel Valid IL7
IL6
0,411 r hitung > r tabel IL26
r hitung > r tabel Valid
OCB1
0,641 r hitung > r tabel
OCB10
0,502 r hitung > r tabel
IL27
r hitung > r tabel Valid
r hitung > r tabel Valid IL8
OCB2
0,505 r hitung > r tabel OCB11
0,657 r hitung > r tabel IL28
r hitung > r tabel Valid
r hitung > r tabel Valid IL9
OCB3
0,537 r hitung > r tabel OCB12
0,491 r hitung > r tabel IL29
r hitung > r tabel Valid
OCB4
0,672 r hitung > r tabel OCB13
r hitung > r tabel
Valid
IL10
0,601 r hitung > r tabel IL30
r hitung > r tabel Valid
r hitung > r IL11 tabel 0,559 r > r IL31 0,621 r > r Valid Valid IL12
OCB5
0,702 r hitung > r tabel OCB14
r hitung > r tabel Valid IL13
0,653 r hitung > r tabel IL32
r hitung > r tabel Valid
OCB6
0,525 r hitung > r tabel OCB15
r hitung > r tabel Valid IL14
0,585 r hitung > r tabel
IL33
r hitung > r tabel
Valid
OCB7
0,646 r hitung > r tabel
OCB16
r hitung > r tabel Valid IL15
0,554 r hitung > r tabel IL34
r hitung > r tabel Valid
OCB8
0,702 r hitung > r tabel OCB17
Valid IL16
0,508 r hitung > r tabel IL35
r hitung > r tabel Valid
OCB9
0,726 r hitung > r tabel -
0,628 r hitung > r tabel IL36
r hitung > r tabel Valid
Sumber: Output SPSS
IL17
0,678 r hitung > r tabel IL37
r hitung > r tabel Valid
diketahui bahwa semua item dinyatakan valid IL19
Dari hasil pengujian validitas untuk item
IL18
0,574 r hitung > r tabel IL38
r hitung > r tabel Valid
karena nilai r >r (0,311). hitung tabel IL20
pernyataan pengukuran variabel OCB atau
0,680 r hitung > r tabel
IL39
r hitung > r tabel Valid
0,622 r hitung > r tabel -
Valid
perilaku extra-role yang disajikan pada tabel 5
Sumber: Output SPSS.
Srimulyani dkk / Dampak Integrative Leadership dan Employee Engagement terhadap Perilaku Extra-Role
Dari 8 SMA/SMK swasta di wilayah
Dari 417 kuesioner yang kembali (tabel3),
2). Uji Validitas Variabel Employee Engagement
Kabupaten Madiun yang disurvei terdiri dari 1
sebanyak 98 kuesioner (23,5%) tidak dapat