t bind 0705361 chapter1

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Perbedaan utama antara manusia dan binatang terletak pada dua hal, yaitu kemampun berpikir dan kemampuan berbahasa. Sebenarnya keunikan manusia bukan terletak pada kemampuan berpikirnya tetapi pada kemampuan berbahasanya. Manusia dapat berpikir dengan baik karena mempunyai bahasa. Tanpa bahasa manusia tidak akan dapat berpikir secara rumit dan abstrak. Tanpa bahasa manusia tak dapat mengomunikasikan pikiran dan gagasannya kepada orang lain. Pikiran dan gagasan yang dikomunikasikan kepada orang lain itu merupakan hasil kegiatan bernalar atau berpikir. Oleh karena itu, agar dapat mengungkapkan hasil kegiatan bernalar atau berpikir dengan baik manusia harus menguasai bahasa.

Hasil kegiatan bernalar atau berpikir itu bisa diungkapkan dengan bahasa lisan bisa juga dengan bahasa tulis. Kegiatan mengungkapkan pikiran dan gagasan dengan bahasa lisan disebut berbicara. Adapun kegiatan mengungkapkan pikiran dan gagasan dengan bahasa tulis disebut menulis. Kedua kegiatan berbahasa ini lazim disebut kegiatan atau keterampilan berbahasa produktif.

Sesungguhnya kedua keterampilan berbahasa tersebut melibatkan unsur-unsur yang hampir sama. Keduanya melibatkan unsur-unsur logika dan linguistik. Unsur logika terdiri atas isi atau bahan atau materi dan organisasinya, sedangkan unsur linguistik terdiri atas diksi, pembentukan kata, pembentukan kalimat, dan fonologi untuk berbicara, serta ejaan untuk menulis.


(2)

Untuk dapat menguasai kemampuan menulis diperlukan berbagai usaha. Salah satu usaha adalah melalui pembelajaran bahasa di sekolah-sekolah atau lembaga-lembaga pendidikan. Bahasa itu sesuatu yang bisa dipelajari. Semua manusia memiliki potensi untuk menguasai bahasa apapun.

Hasil pembelajaran bahasa Indonesia –termasuk juga pembelajaran menulis paragraf –di sekolah-sekolah tampaknya belum memuaskan semua pihak. Kita masih sering mendengar keluhan masyarakat tentang kemampuan para siswa berbahasa Indonesia. Gipayana (2002: 4-5) memerinci faktor-faktor ketidakberhasilan pengajaran bahasa Indonesia (keterampilan berbahasa) yang dihimpun dari pandangan para pakar, yakni (1) faktor penggunaan model pembelajaran (Anton Moeliono). Model pembelajaran yang selama ini digunakan di setiap jenjang pendidikan terbukti belum bisa menghasilkan manusia yang mampu berbahasa Indonesia dengan baik dan benar; (2) faktor guru, siswa, buku ajar, dan evaluasi hasil belajar (Suparno); (3) Alwasilah (2003) menambahkan bahwa pengajaran bahasa Indonesia di sekolah lebih banyak mengajarkan menyimak, membaca, dan berbicara daripada menulis. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran bahasa Indonesia –termasuk juga pembelajaran menulis paragraf –di sekolah-sekolah kita masih mengandung banyak kelemahan.

Untuk menentukan faktor penyebabnya, memang bukanlah pekerjaan yang mudah, karena dalam pembelajaran itu sendiri terlibat berbagai komponen. Guru, siswa, tujuan, bahan, metode, teknik mengajar, dan model pembelajaran merupakan komponen-komponen yang saling berinteraksi yang mendukung terjadinya proses pembelajaran. Guru yang kurang kompeten, siswa yang kurang


(3)

berminat dan berbakat, tujuan yang kurang jelas, bahan yang terlalu luas atau sarat, dan model pembelajaran yang kurang sesuai bisa menjadi faktor kekurangberhasilan tersebut.

Pada dasarnya pembelajaran bahasa Indonesia –termasuk juga pembelajaran menulis paragraf –tidak berbeda dengan pembelajaran yang lain. Agar pembelajaran tersebut mendatangkan hasil yang maksimal maka guru sekurang-kurangnya harus menguasai tiga hal, yaitu materiatau bahan pembelajaran, strategi atau pendekatan atau metode atau model pembelajaran, dan pengelolaan kelas.

Ketiga hal tersebut memiliki kedudukan yang sama. Penguasaan materi atau bahan dianggap penting karena dalam pembelajaran harus ada sesuatu yang dipelajari siswa. Sesuatu yang harus dipelajari siswa itu bisa berupa pengetahuan atau keterampilan atau sikap yang sudah jadi atau pun berupa pengetahuan atau keterampulan atau sikap yang harus dibangun sendiri oleh siswa.

Pengetahuan atau keterampilan atau sikap yang harus dikuasai siswa tidak datang dengan sendirinya. Hal tersebut harus digali melalui berbagai aktivitas. Aktvitas yang dilakukan guru dan siswa di dalam kelas merupakan gambaran dari pendekatan atau strategi atau metode atau model pembelajaran yang digunakan guru dalam pembelajaran.

Aktivitas guru dan siswa bisa berjalan dengan baik apabila suasana kelas mendukung ke arah tersebut. Hal ini berarti bahwa seorang guru harus mampu menciptakan dan mempertahankan suasana kelas yang memungkinkan terjadinya interaksi edukatif antara guru dan siswa.


(4)

Di atas telah dijelaskan bahwa salah satu faktor yang harus dikuasai guru agar pembelajaran yang dilaksanakannya mendatangkan hasil yang optimal adalah pendekatan atau strategi atau metode atau model pembelajaran. Dalam dunia pendidikan dan pengajaran kita mengenal berbagai macam model pembelajaran. Menggunakan satu model pembelajaran untuk berbagai situasi bukanlah tindakan yang bijaksana. Oleh karena itu, guru harus betul-betul memahami prinsip-prinsip berbagai model pembelajaran agar ia tidak tergolong guru yang tidak bijaksana.

Dalam rangka mencari model belajar yang efektif, akhir-akhir ini banyak pelaku pendidikan yang menerjemahkan hasil-hasil riset otak ke dalam sebuah praktik pendidikan. Mereka itu antara lain Ned Hermann dengan konsep Hemispheric Dominance; Tony Buzan dengan Mind Mapping; Edward de Bono dengan Berpikir Lateral; Bobby dePorter dengan Quantum Learning; Daniel Golemen dengan Emotional Intelegence; Danah Zohar dengan Spiritual Intelegence; Howard Gardner dengan Multiple Intelegences; Rita Dunn dan Kenneth Dunn dengan Lima Gaya Belajar; Barbara Prashnig dengan The Power of Learning Styles, Barbara K. Given dengan Sistem Pembelajaran Alamiah Otak, dan Eric Jensen dengan Pembelajaran Berbasis Kemampuan Otaknya..

Menurut Taufik Pasiak dalam Kata Pengantar buku Brain-Based Teaching karya Barbara K. Given (2007) yang diterjemahkan oleh Lala Herawati Dharma, ”Penggunaan riset-riset otak dalam dunia pendidikan wajib dilakukan. Bukan saja karena pendidikan mensyaratkan adanya otak (betapa sulitnya mendidik orang yang tidak berotak atau otak nirnormal), tetapi juga karena pendidikan memiliki tujuan mengoptimalkan penggunaan otak. Tidak saja untuk


(5)

aspek rasional-kognitif, tetapi juga emosi, fisik, dan spiritual. Otak yang optimal adalah otak yang semua potensinya teroptimalkan dengan baik” (Given, 2007:29).

Sejalan dengan pendapat di atas, Rakhmat (2007:x-xi) berpendapat bahwa selama ini otak hanya dipelajari di fakultas kedokteran-neurologi. Otak ternyata tidak pernah muncul dalam mata kuliah ilmu pendidikan. Para pendidik hampir tidak memiliki informasi mutakhir dari penelitian-penelitian otak. Padahal dalam proses belajar mengajar otak selalu terlibat. Oleh karena itu, agar terjadi proses belajar yang efektif, proses belajar harus berlangsung dalam suasana yang menyenangkan dan melalui berbagai kegiatan yang mengaktifkan semua kecerdasan. Kegiatan belajar yang mengaktifkan semua kecerdasan bisa terjadi apabila guru melibatkan sekaligus belahan otak kanan dan kiri dalam pembelajaran.

Gagasan menyatukan belahan otak kanan dan kiri dalam pembelajaran juga dikemukakan oleh Barbara K. Given (2007) dalam bukunya Brain-Based Teaching. Sistem pembelajaran yang menyatukan belahan otak kiri dan kanan ini dia sebut sistem pembelajaran alamiah otak. Menurutnya, otak mengembangkan lima sistem pembelajaran utama, yaitu emosi, sosial, kognitif, fisik, dan reflektif. Kelima sistem itu berkaitan dengan kebutuhan psikologis dasar pikiran untuk menjadi sesuatu (to be), untuk menjadi bagian (to belong) untuk mengetahui (to know), untuk melakukan (to do), serta untuk menguji coba dan mengeksplorasi (to experiment and explore) (Given, 2007: 37).

Kelima sistem pembelajaran alamiah otak tersebut akan memberikan hasil belajar dalam diri siswa yang berupa hasrat untuk belajar, visi untuk melihat apa


(6)

yang mungkin, niat untuk mengembangkan pengetahuan dan kecakapan, tindakan untuk mengubah mimpi menjadi kenyataan, dan refleksi untuk memantau diri dan teguh pada pendirian.

Pentingnya penggabungan otak kanan dan otak kiri dalam pembelajaran dikemukakan pula oleh Kusumoputro dan Lily Djokosetio Sidiarto (2008). Menurut mereka pada era kesejagatan ini banyak sekali informasi yang harus diolah dan direspons oleh manusia secara relevan. Infomasi yang diterima otak bisa terarah ke belahan otak kanan ataupun belahan otak kiri. Informasi tersebut harus dicerna dan direspons baik oleh otak belahan kanan maupun otak belahan kiri. Hal ini bukan masalah jika manusia mampu mengintegrasikan kedua kemampuan otaknya. Jadi, manusia harus ditempa melalui pembelajaran atau pelatihan yang tepat agar otaknya menjadi prima, dinamis, adaptip, dan fleksibel.

Banyak metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Salah satunya adalah metode pembelajaran yang didasarkan pada mekanisme organisasi otak.

Whole Brain Learning atau pembelajaran otak seutuhnya merupakan metode belajar mengajar yang melibatkan keseluruhan bagian otak (Kusumoputro dan Lily Djokosetio Sidiarto, 2008:19). Dengan kata lian, metode pembelajaran yang memberikan stimulasi pada keseluruhan sel-sel otak yang mempunyai fungsi spesifik. Stimulasi ini diberikan tidak secara sekaligus tetapi secara bertahap menurut kebutuhan. Hal ini bisa dilakukan baik secara horizontal, yaitu mulai dari bagian posterior (belakang) ke arah bagian anterior (depan) maupun secara lateral,


(7)

yaitu mulai dari belahan kanan ke arah belahan kiri (Kusumoputro dan Lily Djokosetio Sidiarto, 2008:38).

Menurut Kusumoputro dan Lily Djokosetio Sidiarto (2008: 43) Whole Brain Learning atau pembelajaran otak seutuhnya bisa menghasilkan orang yang cerdas (hemisfer kiri) sekaligus cerdik (hemisfer kanan), berakal (hemisfer kiri) sekaligus berakhlak/berkarakter (hemisfer kanan).Orang yang seperti itu adalah orang yang mampu menggunakan gabungan pola pikir hemisfer kiri dan kanan sekaligus atau mereka yang mampu menggeser, mengalihkan kemampuan berpikir belahan otak kiri ke kanan dan sebaliknya menurut kondisi dan situasi sesaat.

Melihat hasil yang bisa diperoleh melalui sistem pembelajaran alamiah otak atau pembelajaran otak seutuhnya (whole brain learning) sangat berarti bagi kehidupan seseorang, maka penulis tertarik untuk menerapkan model pembelajaran ini dalam pembelajarn menulis di Sekolah Menengah Atas.

B. Identifikasi Masalah

Uraian di atas menjelaskan bahwa dalam pembelajaran bahasa Indonesia – termasuk juga pembelajaran menulis paragraf –masih terdapat banyak permasalahan. Permaslahan-permasalahan tersebut ada yang berkaitan dengan kompetensi guru, motivasi dan sikap siswa, sarana dan prasarana yang tersedia, model belajar , media pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran.

Permasalahan yang berkaitan dengan model belajar adalah model belajar yang bagaimanakah yang paling efektif untuk pembelajaran bahasa Indonesia.


(8)

Untuk menjawab permasalahan ini tentu saja guru harus berani mengadakan percobaan-percobaan dalam rangka mencari jawaban terhadap permasalahan ini. C. Batasan Masalah

Agar penelitian ini dapat dilakukan secara mendalam maka dipandang perlu untuk membatasi masalah yang akan diteliti. Selain itu, pembatasan ini diperlukan karena adanya berbagai keterbatasan yang penulis miliki. Keterbatasan itu meliputi keterbatasan kemampuan, kesempatan, keuangan, dan tenaga. Atas dasar itu semua maka masalah yang akan penulis teliti terbatas pada keefektifan model belajar berorientasi kemampuan otak dalam pembejaran menulis paragraf argumentatif di SMA Negeri 1 Sindang Indramayu tahun 2008/2009.

Sesungguhnya keefektifan model belajar tersebut tidak hanya terbatas pada hasil belajar, yaitu adanya perbedaan yang signifikan antar rata-rata tes awal dan rata-rata tes akhir, tetapi juga pada prosesnya. Oleh karena itu, penelitian ini juga akan mengkaji keefektifan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), aktivitas belajar siswa, dan sikap siswa terhadap model belajar tersebut.

D. Rumusan Masalah

Masalah yang akan penulIs teliti dirumuskan sebagai berikut.

1. Apakah model belajar berorientasi kemampuan otak dalam pembelajaran menulis paragraf argumentatif di SMA Negeri 1 Sindang Indramayu tahun 2008/2009 berhasil efektif?

2. Bagaimana keefektifan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) model belajar berorientasi kemampuan otak dalam pembelajaran menulis paragraf argumentatif di SMA Negeri 1 Sindang Indramayu tahun 2008/2009?


(9)

3. Bagaimana aktivitas belajar siswa dalam model belajar berorientasi kemampuan otak dalam pembelajaran menulis paragraf argumentatif di SMA Negeri 1 Sindang Indramayu tahun 2008/2009?

4. Bagaimana sikap siswa terhadap model belajar berorientasi kemampuan otak dalam pembelajaran menulis paragraf argumentatif di SMA Negeri 1 Sindang Indramayu rahun 2008/2009?

Rumusan masalah pertama diuraikan lagi menjadi rincian rumusan masalah berikut ini.

1. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil tes awal dan hasil tes akhir pada pembelajaran menulis paragraf argumentatif yang menggunakan model belajar berorientasi kemampuan otak di SMA Negeri 1 Sindang Indramayu tahun 2008/2009?

2. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil tes awal dan hasil tes akhir pada pembelajaran menulis paragraf argumentatif yang menggunakan model belajar peningkatan kapasitas berpikir di SMA Negeri 1 Sindang Indramayu tahun 2008/2009?

3. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar pada pembelajaran menulis paragraf argumentatif yang menggunakan model belajar berorientasi kemampuan otak dan hasil belajar pada pembelajaran menulis paragraf argumentatif yang menggunakan model belajar peningkatan kapasistas berpikir di SMA Negeri 1 Sindang Indramayu tahun 2008/2009?


(10)

E. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel penelitian ini terdiri atas variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebasnya adalah model belajar berorientasi kemampuan otak dalam pembelajaran menulis paragraf argumentatif, sedangkan varibel terikatnya adalah keefektifan model belajar berorientasi kemampuan otak dalam pembelajaran menulis paragraf argumentatif , keefisienan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) model belajar berorientasi kemampuan otak dalam pembelajaran menulis paragraf argumentatif , aktivitas belajar siswa dalam model belajar berorientasi kemampuan otak dalam pembelajaran menulis paragraf argumentatif , dan sikap siswa terhadap pembelajaran menulis paragraf argumentatif dalam model belajar berorientasi kemampuan otak. Dengan demikian, paradigma penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.

Model Belajar Berorientasi Kemampuan Otak dalam Pembelajaran Menulis Paragraf Argumentatif

Keefektifan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Model Belajar Ber-orientasi Kemampuan Otak dalam Pembelajaran Menulis Paragraf Keefektifan Model Belajar Berorientasi Kemampuan Otak dalam Pembelajaran Menulis Paragraf Argumentatif

Aktivitas Belajar Siswa dalam Mo-del Belajar Berorientasi Kemam-puan Otak dalam Pembelajaran Menulis Paragraf Argumentatif

Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Menulis Paragraf Argumentatif dalam Model Belajar Berorientasi Kemampuan Otak


(11)

Gambar 1.1 Paradigma Penelitian

Definisi operasional variabel-variabel di atas adalah sebagai berikut. 1. Model Belajar Berorientasi Kemampuan Otak

Model belajar berorientasi kemampuan otak adalah model belajar yang didasarkan pada bagaimana otak belajar. Otak merupakan himpunan kesatuan yang terdiri atas lima sistem pembelajaran utama, yaitu emosi, sosial, kognitif, fisik, dan reflektif. Kelima sistem itu berkaitan dengan kebutuhan psikologis dasar pikiran untuk menjadi sesuatu (to be), untuk menjadi bagian (to belong) untuk mengetahui (to know), untuk melakukan (to do), serta untuk menguji coba dan mengeksplorasi (to experiment and explore).

Pengembangan rencana pembelajaran model belajar berorientasi kemampuan otak diawali dengan menentukan apa yang perlu diketahui atau yang bisa dilakukan oleh siswa (sistem kognitif). Dengan kata lain, kompetensi apa yang harus dimiliki siswa setelah mengikuti sebuah pembelajaran. Dalam kaitannya dengan pembelajaran menulis, kompetensi tersebut bisa dilihat pada Standar Isi.

Untuk mencapai kompetensi tersebut, guru melakukan curah gagasan tentang berbagai cara untuk melakukan hal berikut.

Pertama, guru menyelaraskan kompetensi tersebut dengan tujuan pribadi siswa dan membuat pembelajaran relevan bagi siswa (sistem pembelajarn emosional). Kedua, guru memberikan peluang kepada siswa untuk memperoleh pengalaman nyata sendiri, dengan teman, dengan kelompok kecil, melalui kerja sama


(12)

guru/siswa yang mendukung pengakuan atas perbedaan dan menciptakan perasaan menjadi bagian dari kelompok (sistem pembelajaran sosial).

Ketiga, memfasilitasi pencarian pengetahuan dan pengembangan kecakapan melalui tantangan berupa pemecahan masalah nyata (sistem pembelajaran kognitif).

Keempat, guru menciptakan keterlibatan siswa secara aktif melalui proyek-proyek yang bermakna (sistem pembelajaran fisik).

Kelima, guru mengajari siswa untuk menganalisis kemajuan mereka, memikirkan berbagai cara untuk meningkatkan kemajuan itu, dan mengembangkan rencana untuk perkembangan yang berkesinambungan (sistem pembelajaran reflektif).

Selain itu, menurut Jensen (2008) model belajar berorientasi kemampuan otak terdiri atas tujuh tahap, yaitu tahap prapemaparan, tahap persiapan, tahap inisiasi dan akuisisi, tahap elaborasi, tahap inkubasi dan memasukkan memori, tahap verifikasi dan pengecekan keyakinan, dan tahap perayaan dan integrasi. 2. Pembelajaran Menulis Paragraf

Pembelajaran menulis paragraf merupakan bagian dari pembelajaran bahasa Indonesia. Pembelajaran menulis paragraf bertujuan agar siswa mampu menulis dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Dalam penelitian ini, menulis diartikan sebagai kegiatan menyampaikan pikiran, gagasan, perasaan, dan realita kepada pembaca secara tertulis dalam sebuah paragraf.

3. Keefektifan Model Belajar

Keefektifan berasal dari kata efektif. Kata efektif digunakan sebagai tolok ukur keberhasilan model belajar berorientasi kemampuan otak dalam


(13)

pembelajaran menulis paragraf argumentatif di SMA Negeri 1 Sindang Indramayu. Model belajar berorientasi kemampuan otak dalam pembelajaran menulis paragraf argumentatif dikatakan efektif apabila terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil tes awal dengan hasil tes akhir. Untuk mengetahui signifikan tidaknya perbedaan rata-rata hasil tes awal dengan rata-rata hasil tes akhir akan dihitung dengan teknik statistik, yaitu dengan uji-t atau pengujian perbedaan dua buah rata-rata populasi yang berkorelasi. Dikatakan demikian karena masing-masing subjek memiliki dua skor yang berasal dari dua pengukuran atau tes, yaitu tes awal dan tes akhir. Oleh karena itu, rumus uji-t yang digunakan adalah rumus uji-t yang menggunakan galat baku yang melibatkan korelasi antara kedua perangkat skor (Furqon, 2002: 192).

Selain itu, keefektifan model belajar berorientasi kemampuan otak dalam pembelajaran menulis paragraf ini akan dibandingkan pula dengan keefektifan model belajar peningkatan kapasitas berpikir.

4. Keefektifan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Keefektifan berasal dari kata efektif. Kata efektif digunakan sebagai tolok ukur kesesuaian antara komponen-komponen yang terdapat dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Keefektifan juga diartikan kesesuaian antara rencana yang tertuang dalam RPP dengan pelaksanaannya di dalam kelas. Untuk mengetahui kesesuaian antarkomponen dalam rencana pembelajaran dan kesesuaian antara rencana pembelajaran dan pelaksanaanya di dalam kelas, digunakanlah instrumen Angket Penilaian Keefektifan Pembelajaran. Instrumen ini diisi oleh tiga orang pengamat (observer), yaitu Sugeng Prayitno, S.Pd., H.


(14)

Mohamad Ishak, S.Pd., dan Suharyati, S.Pd. Ketiga-tiganya guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Sindang Indramayu.

5. Aktivitas Belajar

Aktivitas belajar diartikan kegiatan yang dilakukan siswa dalam kelas. Kegiatan siswa dalam kelas dikategorikan ke dalam aktivitas belajar jika kegiatan itu berhubungan dengan usaha siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Untuk mengetahui aktivitas belajar siswa dalam model belajar berorientasi kemampuan otak dalam pembelajaran menulis paragraf digunakan Skala Likert dengan lima pilihan, yaitu ST (sangat tinggi), T (tinggi), N (netral), R (rendah), dan SR (sangat rendah). Skala Likert ini diisi pengamat, yaitu penulis, Sugeng Prayitno, S.Pd., H. Mohamad Ishak, S.Pd., dan Suharyati, S.Pd.

6. Sikap Siswa

Sesungguhnya sikap merupakan gejala kejiwaan. Oleh karena itu, sikap tidak bisa diamati secara empiris. Yang bisa diamati secara empiris adalah tindakan atau perilaku lahir yang merupakan cerminan dari sikap itu. Tindakan atau perilaku lahir seseorang memang belum tentu merupakan cerminan sikap batiniahnya. Banyak faktor yang mempengaruhi hubungan sikap batin dan perilaku lahir. Akan tetapi, menurut kebiasaan, jika tidak ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi, sikap yang ada dalam batin itu dapat diduga dari tindakan atau perilaku lahiriahnya.

Menurut Lambert seperti yang dikutip Chaer (1995:198), sikap terdiri dari tiga komponen, yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif. Komponen kognitif berhubungan dengan pengetahuan dan gagasan yang


(15)

biasanya digunakan dalam proses berpikir. Komponen afektif berhubungan dengan masalah penilaian baik-buruk, suka atau tidak suka terhadap sesuatu atau suatu keadaan. Adapun komponen konatif berkaitan dengan perbuatan atau perilaku. Ketiga komponen itu pada umumnya berhubungan dengan erat. Jika ketiga komponen itu sejalan, maka bisa diduga perilaku itu menunjukkan sikap. Akan tetapi, jika tidak sejalan, maka perilaku tidak dapat digunakan untuk menentukan sikap seseorang.

Untuk mengetahui sikap siswa terhadap model belajar berorientasi kemampuan otak pembelajaran menulis paragraf digunakan Skala Likert (Sugiyono, 2007: 134) dengan lima pilihan, yaitu SS (sangat setuju), S (setuju), N (netral), TS (tidak setuju), dan STS (sangat tidak setuju). Skala Likert ini diisi oleh siswa.

F. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah menganalisis dan menjelaskan

(1) keefektifan model belajar berorientasi kemampuan otak dalam pembelajaran menulis paragraf arguemntatif di SMA Negeri 1 Sindang Indramayu tahun 2008/2009;

(2) keefektifan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) model belajar berorientasi kemampuan otak dalam pembelajaran menulis paragraf argumentatif di SMA Negeri 1 Sindang Indramayu rahun 2008/2009;


(16)

(3) aktivitas belajar siswa dalam model belajar berorientasi kemampuan otak dalam pembelajaran menulis paragraf argumentatif di SMA Negeri 1 Sindang Indramayu tahun 2007/2008; dan

(4) sikap siswa SMA Negeri 1 Sindang Indramayu tahun 2007/2008 terhadap pembelajaran menulis paragraf argumentatif dalam model belajar berorientasi kemampuan otak.

G. Signifikansi dan Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai nilai praktis untuk pembelajaran bahasa Indonesia pada umumnya dan pembelajaran menulis paragraf pada khususnya. Jika model belajar berorientasi kemampuan otak ini efektif dalam pembelajaran menulis paragraf maka model ini menjadi unsur pemerkaya dalam pembelajaran menulis paragraf khususnya dan pembelajaran bahasa Indonesia pada umumnya.

Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan menjadi pendorong bagi para peneliti berikutnya untuk menerapkan model belajar berorientasi kemampuan otak pada pembelajaran yang lainnya.

H. Asumsi dan Hipotesis Penelitian 1. Asumsi Penelitian

a. Setiap model belajar mempunyai tingkat keefektifan yang berbeda-beda. b. Belajar melibatkan seluruh sistem tubuh.

c. Proses belajar terjadi di dalam otak dan hasilnya disimpan di dalam otak juga. d. Setiap siswa menerima informasi, menyimpan pengetahuan, dan


(17)

e. Setiap siswa memiliki kemampuan menulis dan kemampuan berpikir kritis dengan tingkat yang berbeda-beda.

f. Kemampuan menulis dapat dipelajari dan dilatihkan. g. Kemampuan menulis dapat diukur melalui tes. 2. Hipotesis Penelitian

Hipotesis Pertama

Terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil tes awal dan hasil tes akhir pada pembelajaran menulis paragraf argumentatif yang menggunakan model belajar berorientasi kemampuan otak di SMA Negeri 1 Sindang Indramayu tahun 2008/2009.

Hipotesis Kedua

Terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil tes awal dan hasil tes akhir pada pembelajaran menulis paragraf paragraf yang menggunakan model belajar belajar peningkatan kapasitas berpikir di SMA Negeri 1 Sindang Indramayu tahun 2008/2009.

Hipotesis Ketiga

Terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar pada pembelajaran menulis paragraf argumentatif yang menggunakan model belajar berorientasi kemampuan otak dan hasil belajar pada pembelajaran menulis paragraf argumentatif yang menggunakan model belajar peningkatan kapasistas berpikir di SMA Negeri 1 Sindang Indramayu tahun 2008/2009.


(1)

guru/siswa yang mendukung pengakuan atas perbedaan dan menciptakan perasaan menjadi bagian dari kelompok (sistem pembelajaran sosial).

Ketiga, memfasilitasi pencarian pengetahuan dan pengembangan kecakapan melalui tantangan berupa pemecahan masalah nyata (sistem pembelajaran kognitif).

Keempat, guru menciptakan keterlibatan siswa secara aktif melalui proyek-proyek yang bermakna (sistem pembelajaran fisik).

Kelima, guru mengajari siswa untuk menganalisis kemajuan mereka, memikirkan berbagai cara untuk meningkatkan kemajuan itu, dan mengembangkan rencana untuk perkembangan yang berkesinambungan (sistem pembelajaran reflektif).

Selain itu, menurut Jensen (2008) model belajar berorientasi kemampuan otak terdiri atas tujuh tahap, yaitu tahap prapemaparan, tahap persiapan, tahap inisiasi dan akuisisi, tahap elaborasi, tahap inkubasi dan memasukkan memori, tahap verifikasi dan pengecekan keyakinan, dan tahap perayaan dan integrasi. 2. Pembelajaran Menulis Paragraf

Pembelajaran menulis paragraf merupakan bagian dari pembelajaran bahasa Indonesia. Pembelajaran menulis paragraf bertujuan agar siswa mampu menulis dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Dalam penelitian ini, menulis diartikan sebagai kegiatan menyampaikan pikiran, gagasan, perasaan, dan realita kepada pembaca secara tertulis dalam sebuah paragraf.

3. Keefektifan Model Belajar

Keefektifan berasal dari kata efektif. Kata efektif digunakan sebagai tolok ukur keberhasilan model belajar berorientasi kemampuan otak dalam


(2)

pembelajaran menulis paragraf argumentatif di SMA Negeri 1 Sindang Indramayu. Model belajar berorientasi kemampuan otak dalam pembelajaran menulis paragraf argumentatif dikatakan efektif apabila terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil tes awal dengan hasil tes akhir. Untuk mengetahui signifikan tidaknya perbedaan rata-rata hasil tes awal dengan rata-rata hasil tes akhir akan dihitung dengan teknik statistik, yaitu dengan uji-t atau pengujian perbedaan dua buah rata-rata populasi yang berkorelasi. Dikatakan demikian karena masing-masing subjek memiliki dua skor yang berasal dari dua pengukuran atau tes, yaitu tes awal dan tes akhir. Oleh karena itu, rumus uji-t yang digunakan adalah rumus uji-t yang menggunakan galat baku yang melibatkan korelasi antara kedua perangkat skor (Furqon, 2002: 192).

Selain itu, keefektifan model belajar berorientasi kemampuan otak dalam pembelajaran menulis paragraf ini akan dibandingkan pula dengan keefektifan model belajar peningkatan kapasitas berpikir.

4. Keefektifan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Keefektifan berasal dari kata efektif. Kata efektif digunakan sebagai tolok ukur kesesuaian antara komponen-komponen yang terdapat dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Keefektifan juga diartikan kesesuaian antara rencana yang tertuang dalam RPP dengan pelaksanaannya di dalam kelas. Untuk mengetahui kesesuaian antarkomponen dalam rencana pembelajaran dan kesesuaian antara rencana pembelajaran dan pelaksanaanya di dalam kelas, digunakanlah instrumen Angket Penilaian Keefektifan Pembelajaran. Instrumen ini diisi oleh tiga orang pengamat (observer), yaitu Sugeng Prayitno, S.Pd., H.


(3)

Mohamad Ishak, S.Pd., dan Suharyati, S.Pd. Ketiga-tiganya guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Sindang Indramayu.

5. Aktivitas Belajar

Aktivitas belajar diartikan kegiatan yang dilakukan siswa dalam kelas. Kegiatan siswa dalam kelas dikategorikan ke dalam aktivitas belajar jika kegiatan itu berhubungan dengan usaha siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Untuk mengetahui aktivitas belajar siswa dalam model belajar berorientasi kemampuan otak dalam pembelajaran menulis paragraf digunakan Skala Likert dengan lima pilihan, yaitu ST (sangat tinggi), T (tinggi), N (netral), R (rendah), dan SR (sangat rendah). Skala Likert ini diisi pengamat, yaitu penulis, Sugeng Prayitno, S.Pd., H. Mohamad Ishak, S.Pd., dan Suharyati, S.Pd.

6. Sikap Siswa

Sesungguhnya sikap merupakan gejala kejiwaan. Oleh karena itu, sikap tidak bisa diamati secara empiris. Yang bisa diamati secara empiris adalah tindakan atau perilaku lahir yang merupakan cerminan dari sikap itu. Tindakan atau perilaku lahir seseorang memang belum tentu merupakan cerminan sikap batiniahnya. Banyak faktor yang mempengaruhi hubungan sikap batin dan perilaku lahir. Akan tetapi, menurut kebiasaan, jika tidak ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi, sikap yang ada dalam batin itu dapat diduga dari tindakan atau perilaku lahiriahnya.

Menurut Lambert seperti yang dikutip Chaer (1995:198), sikap terdiri dari tiga komponen, yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif. Komponen kognitif berhubungan dengan pengetahuan dan gagasan yang


(4)

biasanya digunakan dalam proses berpikir. Komponen afektif berhubungan dengan masalah penilaian baik-buruk, suka atau tidak suka terhadap sesuatu atau suatu keadaan. Adapun komponen konatif berkaitan dengan perbuatan atau perilaku. Ketiga komponen itu pada umumnya berhubungan dengan erat. Jika ketiga komponen itu sejalan, maka bisa diduga perilaku itu menunjukkan sikap. Akan tetapi, jika tidak sejalan, maka perilaku tidak dapat digunakan untuk menentukan sikap seseorang.

Untuk mengetahui sikap siswa terhadap model belajar berorientasi kemampuan otak pembelajaran menulis paragraf digunakan Skala Likert (Sugiyono, 2007: 134) dengan lima pilihan, yaitu SS (sangat setuju), S (setuju), N (netral), TS (tidak setuju), dan STS (sangat tidak setuju). Skala Likert ini diisi oleh siswa.

F. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah menganalisis dan menjelaskan

(1) keefektifan model belajar berorientasi kemampuan otak dalam pembelajaran menulis paragraf arguemntatif di SMA Negeri 1 Sindang Indramayu tahun 2008/2009;

(2) keefektifan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) model belajar berorientasi kemampuan otak dalam pembelajaran menulis paragraf argumentatif di SMA Negeri 1 Sindang Indramayu rahun 2008/2009;


(5)

(3) aktivitas belajar siswa dalam model belajar berorientasi kemampuan otak dalam pembelajaran menulis paragraf argumentatif di SMA Negeri 1 Sindang Indramayu tahun 2007/2008; dan

(4) sikap siswa SMA Negeri 1 Sindang Indramayu tahun 2007/2008 terhadap pembelajaran menulis paragraf argumentatif dalam model belajar berorientasi kemampuan otak.

G. Signifikansi dan Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai nilai praktis untuk pembelajaran bahasa Indonesia pada umumnya dan pembelajaran menulis paragraf pada khususnya. Jika model belajar berorientasi kemampuan otak ini efektif dalam pembelajaran menulis paragraf maka model ini menjadi unsur pemerkaya dalam pembelajaran menulis paragraf khususnya dan pembelajaran bahasa Indonesia pada umumnya.

Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan menjadi pendorong bagi para peneliti berikutnya untuk menerapkan model belajar berorientasi kemampuan otak pada pembelajaran yang lainnya.

H. Asumsi dan Hipotesis Penelitian 1. Asumsi Penelitian

a. Setiap model belajar mempunyai tingkat keefektifan yang berbeda-beda. b. Belajar melibatkan seluruh sistem tubuh.

c. Proses belajar terjadi di dalam otak dan hasilnya disimpan di dalam otak juga. d. Setiap siswa menerima informasi, menyimpan pengetahuan, dan


(6)

e. Setiap siswa memiliki kemampuan menulis dan kemampuan berpikir kritis dengan tingkat yang berbeda-beda.

f. Kemampuan menulis dapat dipelajari dan dilatihkan. g. Kemampuan menulis dapat diukur melalui tes. 2. Hipotesis Penelitian

Hipotesis Pertama

Terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil tes awal dan hasil tes akhir pada pembelajaran menulis paragraf argumentatif yang menggunakan model belajar berorientasi kemampuan otak di SMA Negeri 1 Sindang Indramayu tahun 2008/2009.

Hipotesis Kedua

Terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil tes awal dan hasil tes akhir pada pembelajaran menulis paragraf paragraf yang menggunakan model belajar belajar peningkatan kapasitas berpikir di SMA Negeri 1 Sindang Indramayu tahun 2008/2009.

Hipotesis Ketiga

Terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar pada pembelajaran menulis paragraf argumentatif yang menggunakan model belajar berorientasi kemampuan otak dan hasil belajar pada pembelajaran menulis paragraf argumentatif yang menggunakan model belajar peningkatan kapasistas berpikir di SMA Negeri 1 Sindang Indramayu tahun 2008/2009.