PEMBUATAN TAUCO LAMTORO GUNG (Leucaena leucocephala) ANGKAK DENGAN KAJIAN PROPORSI KEDELAI LAMTORO GUNG DAN LAMA FERMENTASI.

PEMBUATAN TAUCO LAMTORO GUNG (Leucaena leucocephala)
ANGKAK DENGAN KAJIAN PROPORSI KEDELAI LAMTORO GUNG DAN
LAMA FERMENTASI

SKRIPSI

Oleh :
Nur Apriliyanti Fikni
NPM 0933010025

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN” JAWA TIMUR
SURABAYA
2014

PEMBUATAN TAUCO LAMTORO GUNG (Leucaena leucochephala)
ANGKAK DENGAN KAJIAN PROPORSI KEDELAI LAMTORO GUNG DAN
LAMA FERMENTASI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan
Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Teknologi Pangan
Program Studi Teknologi Pangan

Oleh :
Nur Apriliyanti Fikni
NPM. 0933010025

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN” JAWA TIMUR
SURABAYA
2014

iii

LEMBAR PENGESAHAN
SKRIPSI
PEMBUATAN TAUCO LAMTORO GUNG (Leucaena
leucocephala) ANGKAK DENGAN KAJIAN PROPORSI KEDELAI LAMTORO

GUNG DAN LAMA FERMENTASI

Disusun oleh:
Nur Apriliyanti Fikni
NPM. 0933010025
Telah dipertahankan di hadapan dan diterima oleh Tim Penguji
pada tanggal 04 Oktober 2013
Dosen Pembimbing
1.

Tim Penguji
1.

Dr. Dedin F. Rosida, STP, MKes
NPT. 3 7012 97 0159 1

Dr. Dedin F. Rosida, STP, MKes
NPT. 3 7012 97 0159 1
2.


2.

Ir .Sudaryati HP, MP

Ir .Sudaryati HP, MP

NIP. 195211031988032001

NIP. 195211031988032001

Mengetahui,
Dekan Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Ir. Sutiyono, MT
NIP. 19600713 198703 1001

iv

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
KETERANGAN REVISI
Mahasiswa di bawah ini:
Nama

: Nur Apriliyanti Fikni

NPM

: 0933010025

Program Studi : Teknologi Pangan
Telah mengerjakan (revisi/tidak revisi)laporan penelitian dengan judul:
PEMBUATAN TAUCO LAMTORO GUNG (Leucaena
leucocephala) ANGKAK DENGAN KAJIAN PROPORSI KEDELAI LAMTORO
GUNG DAN LAMA FERMENTASI

Surabaya,27 Maret 2014
Dosen Penguji yang memerintahkan revisi:

1. Dr. Dedin F. Rosida, STP, M.Kes (……………..)
2. Ir. Sudaryati, HP, MP

(………..……)

Dosen Pembimbing I

Dosen Pembimbing II

Dr. Dedin F. Rosida, STP, MKes
NPT. 3 7012 97 0159 1

Ir .Sudaryati HP, MP
NIP. 195211031988032001

Mengetahui,
Sekretaris Program Studi Teknologi Pangan

Dr. Dedin F. Rosida, STP, M.Kes
NPT. 3 7012 97 0159 1


v

KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT. Tuhan semesta
alam yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya selama penyusunan skripsi
dengan judul “ Pembuatan Tauco Lamtoro Gung (Leucaena leucochepahala)
Angkak dengan Kajian Proporsi Kedelai Lamtoro Gung dan Lama Fermentasi”
hingga terselasaikannya pembuatan laporan skripsi ini. Skripsi ini merupakan tugas
akhir sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan.
Kemudahan dan kelancaran pelaksanaan skripsi serta penyusunan laporan
ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Untuk itu pada
kesempatan ini dengan penuh rasa hormat dan rendah hati, penulis ingin
menyampaikan rasa terimakasih kepada :
1. Bapak Ir. Sutiyono, MT selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri UPN
“Veteran” Jatim.
2. Ibu (Almh) Ir. Latifah, MS Ketua Program Studi Teknologi Pangan UPN
“Veteran” Jatim dan Dosen Penguji Lisan yang telah memberikan banyak
pengarahan, dan bimbingan serta memberikan saran dalam penulisan skripsi
ini.

3. Ibu Dr. Dedin F. Rosida, STP. M.Kes Sekretaris Program Studi Teknologi
Pangan UPN “Veteran” Jatim dan selaku Dosen Pembimbing I dan juga
selaku Dosen Penguji Lisan yang telah banyak memberikan pengarahan,
motivasi dan bimbingan serta saran dalam penulisan skripsi ini.
4. Ibu Ir. Sudaryati HP, MP selaku Dosen pembimbing II dan Dosen Penguji
Lisan yang telah banyak memberikan pengarahan, motivasi dan bimbingan
serta saran dalam penulisan skripsi ini.
5. Ibu Drh. Ratna Yulistiani, MP dan ibu Ir. Sri Djajati, MPd selaku dosen
penguji seminar proposal dan hasil penelitian, yang telah banyak
memberikan pengarahan dan bimbingan dan saran dalam penulisan skripsi
ini.
6. Bapak Dr. Ir. Zainal Abidin, M.Si selaku Ketua LP2D
7. Bapak Ir. Mulyanto, MP selaku Pembina LP2D

i

8. Seluruh Dosen dan Staf Program Studi

Teknologi Pangan di Fakultas


Teknologi Industri UPN “Veteran” Jatim.
9. Ibu Dedin dan Ibu Sudaryati, terima kasih banyak atas bantuan yang
sungguh luar biasa dan kesabaran dalam membimbing saya. Semoga ilmu
yang diberikan dapat bermanfaat dan semoga kebaikan ibu mendapat
balasan dari Allah SWT.
10. Ayah dan Ibu tercinta terima kasih telah menjadi orang tua hebat bagi saya,
terimakasih atas doa, dukungan, serta semangat sehingga saya bisa
menyelesaikan studi ini.
11. Adik-adikku tercinta Pipit, Emil, Nada terima kasih telah menjadi salah satu
sumber penyemangat saya untuk terus berjuang,semoga saya bisa menjadi
kakak yang baik untuk kalian.
12. Keluarga besarku, terimakasih atas segala dukungan material dan spiritual
dalam penyelesaian studi ini.
13. Eko Jamil, terimakasih atas kesabaran dan kesetiaannya dalam menemani
perjuangan hidup saya, semoga kita tetap bisa berjuang bersama. Thank you
for Your Love.
14. Mbakku Dian Islamiyati, terima kasih sudah menjadi kakak yang baik dan
sabar menghadapi saya yang terkadang menyebalkan.
15. Sahabat – sahabatku di IKIP (Suci, Ika, Dyah, Ida, Ina) terima kasih karena
selalu memberikan semangat dan telah mewarnai hari-hari saya.

16. Teman – teman Teknologi Pangan Angkatan 2009, Adit, Demy, Novan,
ipung, halili, mail, tari, fida, rosi, ima, yeye, april, santi, cicin, ulfa, cece, angel,
vita, fitri dan semuanya. Terimakasih telah memberikan warna baru dalam
hidup saya.
17. Sahabat-sahabatku di “pulau garam” Anna, Dewi, Hayla, Lely, Ririn
terimakasih telah menjadi sahabat yang baik bagi saya.
18. Mas taufik, mbak Rani, mbak Lupy, mbah Jan, terima kasih telah membantu
saya di laboratorium.

ii

Semoga skripsi ini dapat bermafaat bagi rekan – rekan mahasiswa di
Jurusan Teknologi Pangan pada khususnya dan pihak – pihak yang memerlukan
pada umumnya. Skripsi ini masih jauh dari sempurna serta banyak kekurangannya
untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat objektif dan
membangun guna kesempurnaan skripsi ini.
Penulis

iii


DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ............................................................................................... i
Daftar Isi ......................................................................................................... iv
Daftar Tabel .................................................................................................... vi
Daftar Gambar ................................................................................................ vii
Daftar Lampiran ............................................................................................. viii
Intisari ............................................................................................................ ix
BAB I. Pendahuluan
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Tujuan .......................................................................................... 2
C. Manfaat ........................................................................................ 3
BAB II. Tinjauan Pustaka
A. Lamtoro Gung............................................................................... 4
B. Kedelai ......................................................................................... 5
C. Angkak ......................................................................................... 6
D. Tauco ........................................................................................... 8
E. Laru .............................................................................................. 9
F. Proses Pembuatan Tauco ............................................................ 10
G. Bahan-bahan Pembantu Pembuatan Tauco ................................. 14

1. Tepung Beras .......................................................................... 14
2. Tepung Ketan .......................................................................... 14
3. Garam ..................................................................................... 15
4. Gula Merah .............................................................................. 16
5. Air .......................................................................................... 17
H. Perubahan Kimia Selama Fermentasi .......................................... 17
1. Fermentasi Kapang .................................................................. 17
2. Fermentasi Garam ................................................................... 18
I.

Analisa Keputusan........................................................................ 21

J. Analisa Finansial .......................................................................... 22
1. Penentuan Break Even Point (BEP) ......................................... 22
2. Net Present Value .................................................................... 24
3. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio) ............................ 24
4. Payback Period ........................................................................ 24

iv

5. Internal Rate of Return (IRR) ................................................... 25
K. Landasan teori .............................................................................. 25
L. Hipotesis....................................................................................... 27
BAB III. Bahan dan Metode
A. Tempat dan waktu ........................................................................ 28
B. Bahan Penelitian .......................................................................... 28
C. Alat ............................................................................................... 28
D. Metode Penelitian ......................................................................... 28
1. Rancangan Percobaan ............................................................ 28
2. Peubah yang digunakan........................................................... 29
3. Parameter yang diamati ........................................................... 30
4. Prosedur penelitian .................................................................. 31
BAB IV. Hasil dan Pembahasan
A. Hasil Analisis Produk Tauco ......................................................... 35
1. Kadar Air .................................................................................. 36
2. Kadar abu ................................................................................ 35
3. Kadar Lemak............................................................................ 38
4. Kadar Protein Terlarut .............................................................. 40
5. Kadar Total Asam .................................................................... 42
6. Kadar Padatan Terlarut ............................................................ 44
B. Uji Organoleptik ............................................................................ 46
1. Uji Kesukaan Warna ................................................................ 46
2. Uji Kesukaan Aroma ............................................................... 48
3. Uji Kesukaan Rasa ................................................................. 49
C. Analisis Keputusan ....................................................................... 51
D. Hasil Analisa Produk Terbaik ....................................................... 52
1. Kadar Total Fenol .................................................................... 52
2. Kadar Aktivitas Antioksidan ..................................................... 53
E. Analisis Finansial .......................................................................... 54
BAB V. Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan................................................................................... 58
B. Saran ............................................................................................ 58
Daftar Pustaka ................................................................................................ 59
Lampiran ........................................................................................................ 64

v

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1.

Komposisi Kimiawi Lamtoro Gung per 100 gr ............................. 5

Tabel 2.2.

Komposisi Kimiawi Kedelai per 100 gr ....................................... 5

Tabel 2.3.

Komposisi Kimiawi Angkak ........................................................ 7

Tabel 2.4.

Bahan dan Mikroba yang Berperan dalam Fermentasi ............... 10

Tabel 2.5.

Komposisi Kimia Tepung Beras ................................................. 14

Tabel 4.1.

Nilai rata – rata kadar air tauco dari perlakuan proporsi
kedelai:lamtoro gung ................................................................. 35

Tabel 4.2.

Nilai rata – rata kadar air tauco dari perlakuan lama fermentasi . 36

Tabel 4.3.

Nilai rata – rata kadar abu tauco dari perlakuan proporsi kedelai
lamtor:gung .............................................................................. 37

Tabel 4.4.

Nilai rata – rata kadar abu tauco dari perlakuan lama
fermentasi .................................................................................. 37

Tabel 4.5.

Nilai rata – rata kadar lemak tauco dari perlakuan proporsi
kedelai:lamtoro gung dan lama fermentasi ................................. 38

Tabel 4.6.

Nilai rata – rata kadar protein terlarut tauco dari perlakuan proporsi
kedelai:lamtoro gung dan lama fermentasi ................................. 40

Tabel 4.7.

Nilai rata – rata kadar total asam tauco dari perlakuan proporsi
kedelai:lamtoro gung dan lama fermentasi ................................. 42

Tabel 4.8.

Nilai rata – rata kadar total padatan terlarut tauco dari perlakuan
proporsi kedelai:lamtoro gung dan lama fermentasi ................... 44

Tabel 4.9.

Nilai rata – rata uji organoleptik warna tauco dari perlakuan
proporsi kedelai:lamtoro gung dan lama fermentasi ................... 47

Tabel 4.10. Nilai rata – rata uji organoleptik aroma tauco dari perlakuan
proporsi kedelai:lamtoro gung dan lama fermentasi ................... 48
Tabel 4.11. Nilai rata – rata uji organoleptik rasa tauco dari perlakuan
proporsi kedelai:lamtoro gung dan lama fermentasi ................... 50
Tabel 4.12

Hasil Analisis Keseluruhan Pada Produk Tauco ......................... 51

Tabel 4.13

Kadar Total Fenol dari perlakuan tauco terbaik .......................... 52

Tabel 4.14

Kadar Aktivitas Antioksidan dari perlakuan tauco terbaik............ 53

vi

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Reaksi terbentuknya MSG ....................................................... 13
Gambar 2.2. Skema Proses Pembuatan Tauco ............................................ 13
Gambar 2.3. Reaksi Pembentukan Aroma pada Tauco ................................ 20
Gambar 3.1. Diagram Alir Proses Fermentasi Koji ....................................... 33
Gambar 3.2. Diagram Alir Proses Pemasakan Tauco ................................... 34
Gambar 4.1. Hubungan antara proporsi kedelai:lamtoro gung dan lama
fermentasi terhadap kadar lemak tauco ................................... 39
Gambar 4.2. Hubungan antara proporsi kedelai:lamtoro gung dan lama
fermentasi terhadap kadarprotein terlarut tauco ....................... 41
Gambar 4.3. Hubungan antara proporsi kedelai:lamtoro gung dan lama
fermentasi terhadap kadar total asam tauco............................. 43
Gambar 4.4. Hubungan antara proporsi kedelai:lamtoro gung dan lama
fermentasi terhadap kadar total padatan terlarut tauco ............ 45

vii

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman


Lampiran 1.

Prosedur Analisa .......................................................... 64



Lampiran 2.

Lembar Kuisioner Organoleptik..................................... 68



Lampiran 3.

Kadar Air ...................................................................... 69



Lampiran 4.

Kadar Abu .................................................................... 71



Lampiran 5.

Kadar Lemak ............................................................... 73



Lampiran 6.

Kadar Protein Terlarut .................................................. 75



Lampiran 7.

Kadar Total Asam ......................................................... 77



Lampiran 8.

Total Padatan Terlarut .................................................. 79



Lampiran 9.

Uji Organoleptik Warna ................................................. 81



Lampiran 10. Uji Organoleptik Aroma ................................................. 83



Lampiran 11. Uji Organoleptik Rasa ................................................... 85



Lampiran 12. Hasil Analisis Keseluruhan Pada Produk Tauco ........... 87



Lampiran 13. Asumsi-asumsi yang digunakan ................................... 88



Lampiran 14. Kebutuhan dan Biaya ................................................... 89



Lampiran 15. Perhitungan Modal Perusahaan Tauco ......................... 94



Lampiran 16. Perhitungan Biaya Produksi Tauco .............................. 96



Lampiran 17. Perhitungan Keuntungan Produksi Tauco ..................... 96



Lampiran 18. Perhitungan Break Event Point Produksi Tauco ........... 98



Lampiran 19. Perhitungan Payback Period ........................................ 99



Lampiran 20. Grafik Break Event Point (BEP) .................................... 100



Lampiran 21. Laju Pengembalian Modal ............................................ 101



Lampiran 22. Tabel Perhitungan Kriteria Investasi NPV dan
Gross B/C ..................................................................... 102

viii

PEMBUATAN TAUCO LAMTORO GUNG (Leucaena leucocephala) ANGKAK
DENGAN KAJIAN PROPORSI KEDELAI LAMTORO GUNG DAN LAMA
FERMENTASI
NUR APRILIYANTI FIKNI
Npm : 09330100025
INTISARI
Tauco yang terbuat dari kedelai, tergolong makanan bergizi dan sehat.
Namun sayangnya, produksi kedelai tidak dapat memenuhi kebutuhan kedelai
dalam negeri sehingga masih perlu mengimpor kedelai dari negara lain. Untuk
mengurangi ketergantungan pada kedelai maka dapat digunakan bahan
pengganti, salah satunya adalah lamtoro gung. Hal ini karena biji lamtoro gung
mengandung protein tinggi. Kadar nutrisi biji lamtoro gung dan biji kedelai tidak
banyak berbeda,sehingga kemungkinan besar dapat diolah menjadi produk
fermentasi yang serupa dengan produk fermentasi kedelai.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi kedelai:lamtoro gung
dengan lama fermentasi terhadap kualitas tauco lamtoro gung-angkak. Penelitian
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor dan 3 kali
ulangan, Faktor 1 proporsi kedelai:lamtoro gung 70%:30%,50%:50%,30%:70%.
Faktor II lama fermentasi 3 minggu, 4 minggu, dan 5 minggu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan terbaik adalah pada
perlakuan proporsi kedelai:lamtoro gung (70:30) dan lama fermentasi 5 minggu
yang menghasilkan tauco dengan kriteria lama fermentasi 5 minggu yang
memiliki kadar air 24,952%, kadar abu 5,081%, protein terlarut 79250 µg/ml,
lemak 4,075%, total asam 7,620%, total padatan 18,167% brix, Fenol 2781,25
ppm,aktivitas antioksidan 45,68%,dan tingkat kesukaan warna 76 (agak suka),
kesukaan rasa 76 (agak suka), dan kesukaan aroma 71 (agak suka). Hasil
analisis finansial diperoleh Break Even Point (BEP) dicapai 29,40% atau sebesar
Rp.141.370.340,28 dengan kapasitas titik impas 19.263,03 kg/th, Payback Period
(PP) dicapai selama 4 tahun 3 bulan, Benefit Cost Ratio 1,0830, NPV Rp.
85.231.813,- dan IRR mencapai 20,377%.

ix

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tauco merupakan salah satu makanan tradisional warisan nenek moyang
bangsa Indonesia. Tauco ini cukup populer di daerah Jawa Barat. Tauco adalah
produk berbentuk pasta yang berwarna kekuning–kuningan dan mempunyai rasa
yang agak asin. Proses pembuatan tauco dilakukan dengan cara fermentasi.
Tauco digunakan sebagai penyedap masakan alami karena bau dan rasanya
yang khas (Anonymous, 2011)
Tauco merupakan produk hasil fermentasi yang terbuat dari kedelai yang
proses pembuatannya mirip pembuatan kecap. Fermentasi merupakan istilah
yang mengacu pada sebuah proses dengan menggunakan mikroba yang
ditambahkan pada bahan baku untuk menghasilkan jenis produk baru dengan
sifat dan karakteristik yang berbeda, tergantung jenis mikroba yang ditambahkan.
Selama fermentasi akan terjadi perubahan fisika (bentuk) dan kimawi
(Anonymous, 2013).
Tauco yang terbuat dari kedelai, tergolong makanan bergizi dan sehat.
Namun sayangnya, produksi kedelai di Indonesia tidak dapat memenuhi
kebutuhan kedelai dalam negeri sehingga Indonesia masih perlu mengimpor
kedelai dari negara lain. Menurut data statistik Departemen Pertanian tahun
2009, kebutuhan nasional untuk kedelai mencapai 2,2 juta ton per tahun, namun
demikian, baru 20-30% saja dari kebutuhan tersebut yang dapat dipenuhi oleh
produksi dalam negeri. Sementara kekurangannya, bergantung pada impor.
Ketergantungan terhadap impor ini membuat instansi terkait sulit untuk
mengontrol harga kedelai sehingga harga kedelai di Indonesia terus merangkak
naik dan imbasnya membuat harga tauco kedelai pun mengalami peningkatan.
Untuk itu diperlukan upaya untuk mencari bahan baku pembuatan tauco dengan
harga yang lebih murah, ketersediannya melimpah dan mempunyai rasa yang
disukai oleh masyarakat (Anonymous, 2010).

1

2

Bahan pangan berprotein nabati yang banyak dipergunakan sebagai
bahan dasar fermentasi pangan adalah kedelai atau jenis kacang-kacangan lain,
seperti kacang tanah, kara benguk, dan kacang gude. Diantara bahan-bahan
tersebut, kedelai paling sering digunakan sebagai bahan dasar makanan
fermentasi di beberapa Negara, karena kadar proteinnya yang tinggi (Kasmidjo,
1990).
Salah satu bahan pengganti kedelai adalah biji lamtoro gung. Biji lamtoro
gung (Leucaena leucocephala) merupakan kelompok kacang polong, yang biasa
dikonsumsi saat biji muda ataupun biji kering. Biji lamtoro gung mempunyai
kandungan protein yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan golongan bijibijian yang lain, yaitu berkisar antara 30-40% (Slamet, 1982).
Di Indonesia biji lamtoro gung yang muda bisa dibuat botok dan lalapan,
sedangkan biji lamtoro gung yang sudah kering bisa dibuat tempe dan kecap. Biji
lamtoro gung juga mengandung beberapa zat penting lain, diantaranya: kalori,
hidrat arang, kalsium, fosfor,zat besi dan vitamin A, B1, C (Slamet, 1982).
Pada penelitian sebelumnya, Lamtoro gung yang sudah dimanfaatkan
sebagai produk pangan yaitu dengan dibuat sebagai tempe. Hasil penelitian dari
Feny (2012) didapatkan kadar protein tempe lamtoro gung dengan proporsi yang
paling disukai adalah pada proporsi kedelai lamtoro gung 70:30, dan pada
penelitian ini dillakukan penelitian lanjutan yaitu pembuatan tauco dari proporsi
kedelai dan lamtoro gung. Dan pada penelitian tauco yang dilakukan oleh
Soetoyo (1988) dengan lama fermentasi 0;15;30;45; dan 65 hari. Pada penelitian
ini dilakukan pembuatan tauco dari proporsi kedelai dan lamtoro gung (70:30%;
50:50%; 30:70%) dan lama fermentasi (3; 4; 5; minggu). Penelitian ini dianalisis
secara fisik, kimia dan organoleptik serta finansial. Diharapkan melalui
pembuatan tauco lamtoro gung ini akan diperoleh suatu produk tauco dengan
kandungan gizi tinggi serta sifat organoleptik yang disukai konsumen.
B. Tujuan
1. Untuk mempelajari pengaruh proporsi lamtoro gung : kedelai dan lama
inkubasi terhadap kualitas tauco yang dihasilkan.
2. Menentukan kombinasi perlakuan terbaik antara proporsi lamtoro gung :
kedelai dan lama inkubasi sehingga menghasilkan tauco dengan kualitas
yang baik serta disukai oleh konsumen.

3

C. Manfaat
1. Diversifikasi produk tauco.
2. Usaha mengurangi ketergantungan terhadap kedelai sehingga dapat
mengurangi impor kedelai.
3. Meningkatkan nilai ekonomis lamtoro-gung.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Lamtoro-Gung (Leucaena leucocephala)
Tanaman Lamtoro termasuk golongan kacang-kacangan yang telah
banyak dibudidaya di Indonesia. Tanaman ini biasanya ditanam di pekarangan
rumah, di pinggir jalan sebagai penghijauan, terutama di desa-desa. Lamtoro
(Leucaena leucocepha) dapat hidup dan berkembang subur di daerah tropis
yang bercurah hujan teratur (kurang lebih 760 mm) bahkan tumbuhan ini mampu
bertahan hidup di daerah yang kering atau tandus,curah hujan suhu iklimnya
10oC paling rendah. Daun serta biji lamtoro banyak mengandung protein, lemak,
dan karbohidrat. (Soerjatmodjo dkk.,1964).
Tanaman lamtoro ini diperkirakan berasal dari Amerika Selatan dan
Amerika Tengah serta derah kepulauan pasifik. Pemanfaatan tanaman ini
belumlah optimal dan masih terbatas pada keperluan-keperluan sederhana,
misalnya sebagai pakan ternak dan unggas karena mengandung banyak protein.
Buah lamtoro mengandung protein 30-40% dengan kadar memosine yang
minimum (Anonymous, 2012).
Mimosine merupakan golongan toksin asam amino. Mimosine banyak
terkandung pada tumbuhan lamtoro, baik pada daun maupun biji ataupun polong
lamtoro. Pada wanita dewasa dan anak-anak setelah makan daun dan biji
lamtoro, 48 jam kemudian menunjukkan kerontokan rambut, alis dan kulit kepala
terasa sakit, dan beberapa bagian badan mengalami edema setempat. Mimosin
dapat mengahambat sintesis DNA sehingga pembelahan sel juga terhambat,
tetapi sifat penghambatan ini dapat dipulihkan dengan menghilangkan mimosin.
Mimosin

dapat dihilangkan dengan

cara

perendaman

dan pemasakan

(Anonymous, 2012)
Biji lamtoro-gung Leucaena leucocephala merupakan salah satu sumber
protein yang tidak konvensional yang mengandung protein cukup tinggi. Biji
lamtoro gung kering mengandung sekitar 30% protein, bahkan tepung keping biji
lamtoro gumg tanpa kulit mengandung sekitar 50% protein (Slamet dkk., 1987).
Di beberapa daerah antara lain Gunung Kidul dan Trenggalek biji lamtoro yang
4

5

telah diproses tersebut tidak menimbulkan gangguan kesehatan (Slamet dkk.,
1991).
Komposisi kimiawi biji lamtoro gung per 100 g dapat dilihat pada Tabel di
bawah ini:
Tabel 2.1. Komposisi Kimiawi Lamtoro Gung per 100 g
Komposisi
Jumlah
Air
18,56
Protein
34,88
Lemak
5,73
Abu
5,40
Karbohidrat
36,39
Sumber: Astuti, 2003
B. Kedelai
Kacang kedelai merupakan sumber protein yang baik diantara jenis
kacang-kacangan yang lain. Kedelai utuh mengandung 35-38% protein yang
tertinggi dari kacang lainnya (Winarno, 1993). Kedelai dibagi dalam 2 golongan
yaitu kedelai yang mengandung lemak tinggi protein rendah, biasanya digunakan
sebagai bahan baku industri minyak kedelai sedangkan kedelai yang
mengandung lemak rendah protein tinggi yang cocok untuk bahan baku
pembuatan kecap, tahu, susu kedelai dan kembang tahu.
Komposisi kimiawi kedelai per 100 g biji dapat dilihat pada Tabel 2.2
dibawah ini:
Tabel 2.2. Komposisi kimia kedelai per 100 gr Biji
Komposisi
Jumlah (wb)*
Jumlah (db)**
331
Kalori (kkal)
46,2
34,9
Protein (g)
19,1
18,1
Lemak (g)
28,2
34,8
Karbohidrat (g)
254
227
Kalsium (mg)
781
585
Fosfor (mg)
8,0
Besi (mg)
110
Vitamin A (SI)
0,93
Vitamin B1 (mg)
7,5
Air (g)
Sumber : * Direktorat Gizi Depkes RI. (1972) dalam Koswara (1995).
** Sutomo (2008).
Kandungan lemak kedelai sebesar 18-20% sebagian besar terdiri atas
asam lemak (88,10%). Selain itu, terdapat senyawa fosfolipida (9,8%) dan

6

glikolipida (1,6%) yang merupakan komponen utama mebran sel. Kedelai
merupakan sumber asam lemak essensial linoleat dan oleat (Smith and Circle,
1992).
Protein kedelai mengandung 18 asam amino, yaitu 9 jenis asam amino
essensial dan 9 jenis asam amino non-essesial. Asam amino essensial meliputi
sistin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenil alanin, treonin, triptofan dan valin.
Asam amino non-essensial meliputi alanin, glisin, arginin, histidin, prolin, tirosin,
asam aspartat dan asam glutamat. Selain itu, protein kedelai sangat peka
terhadap perlakuan fisik dan kimia, misalnya pemanasan dan perubahan pH
dapat menyebabkan perubahan sifat fisik protein seperti kelarutan, viskositas dan
berat molekul. Perubahan-perubahan pada protein ini memberikan peranan
sangat penting pada pengolahan pangan (Cahyadi, 2006).
C. Angkak
Angkak ialah produk hasil fermentasi dengan substrat beras yang
menghasilkan warna merah karena aktifitas kapang Monascus purpureus.
Angkak secara tradisional telah lama dimanfaatkan sebagai bumbu, pewarna dan
obat, termasuk di antaranya adalah obat demam. Kapang tersebut menghasilkan
pigmen yang tidak toksik dan tidak mengganggu sistem kekebalan tubuh
(Fardiaz dan Zakaria, 1996)
Angkak adalah produk beras (putih) yang difermentasikan hingga
warnanya menjadi merah gelap. Karena warna merahnya, angkak sering disebut
beras merah, sehingga menjadi rancu dengan sebutan beras merah padanan
dari brown rice dalam bahasa Inggris. Padahal antara angkak dan brown rice
berbeda. Pigmen yang dihasilkan oleh angkak mengandung antosianin sebagai
senyawa antioksidan yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan
menangkal radikal bebas (Triana, E & N. Nurhidayat, 2006).
Menurut Suwanto (1985), komponen pigmen yang dihasilkan oleh kapang
adalah rubropunktatin (merah), monaskorubin (merah), monaskin (kuning),
ankaflavin

(kuning),

rubropunktamin

(ungu).

Pembentukan

pigmen

ini

dipengaruhi konsentrasi glukosa dan etanol. Konsentrasi etanol diatas 4% (w/w)
akan menghambat pembentukan pigmen pada beras. Intensitas pigmen merah
yang dihasilkan kapang Monascus sp tergantung pada nutrisi dan kondisi
lingkungannya.

7

M. purpureus mempunyai aktivitas sakarifikasi

dan proteolitik. Oleh

karena itu dapat tumbuh baik pada medium yang mengandung pati dan protein.
Selain enzim amylase dan protease, Monascus juga menghasilkan enzim
maltase, invertase, lipase, oksidase, dan ribonuklease (Steinkraus,1995).
Pigmen merah angkak terbentuk karena keluarnya cairan granular
melewati ujung-ujung hifa M. Purpureus. Ketika kultur masih muda, cairan
ekstruksinya tidak berwarna, tetapi secara bertahap terjadi perubahan menjadi
kemerahan. Hal ini terjadikarena pada waktu kultur masih muda, semua nutrisi
dipakai untuk pertumbuhan dan setelah dewasa sebagian nutrisi digunakan
untuk membentuk pigmen angkak (Carels dan Shepherd, 1977).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pigmen angkak memiliki aktivitas
sebagai antimikroba, sehingga sangat cocok digunakan sebagai bahan pewarna
pada bahan makanan yang mudah terkontaminasi mikroba. Dengan demikian,
angkak dapat berperan ganda, yaitu sebagai pewarna dan sekaligus pengawet.
Angkak terbukti dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen (penyebab
penyakit) dan bakteri perusak berspora, seperti Bacillus cereus dan Bacillus
stearothermophilus (Fardiaz, 1992).
Komposisi Kimiawi angkak dapat dilihat pada Tabel 2.3:
Tabel 2.3. Komposisi kimiawi angkak
Kandungan
Jumlah (%)
7,0-10,0
Air
53,0-60,0
Pati
2,4-2,6
Nitrogen
15,0-16,0
Protein Kasar
6,0-7,0
Lemak Kasar
0,9-1,0
Abu
1,6-19,0
Pigmen/Zat warna
Sumber : Suwanto (1985)
Menurut Ardiyansyah (2007), Angkak dapat pula dibuat dari bahan-bahan
sumber karbon lain seperti gadung, kentang, ganyong, suweg, ubi jalar, dan
tapioka tetapi intensitas warna yang dihasilkan tidak sebaik pada beras. Khasiat
angkak dapat menurunkan jumlah lemak dalam darah, menurunkan kandungan
trigliserida, kolesterol, very low density lipoprotein (VLDL). Dan low density
lipoprotein cholesterol (LDL-C). Meviolin dan Lovastatin adalah dua komponen
bioaktif yang diketahui terdapat didalam angkak sehingga dapat menurunkan
kadar kolesterol dalam darah.

8

D. Tauco
Tauco adalah salah satu jenis makanan tradisional yang khas,
mempunyai nilai gizi yang baik serta mempunyai aroma yang khas. Dapat
digunakan sebagai bumbu penyedap makanan. Tauco merupakan salah satu
jenis produk fermentasi yang telah lama dikenal dan disukai oleh sebagian
masyarakat Indonesia terutama di Jawa Barat. Karena tauco memiliki rasa dan
aroma yang khas maka tauco sering digunakan pula sebagai flavoring agent.
(Anonymous, 2010).
Tauco merupakan produk hasil fermentasi yang terbuat dari kacang
kedelai yang proses pembuatannya mirip pembuatan kecap. Fermentasi
merupakan istilah yang mengacu pada sebuah proses dengan menggunakan
mikroba yang ditambahkan pada bahan baku untuk menghasilkan jenis produk
baru dengan sifat dan karakteristik yang berbeda, tergantung jenis mikroba yang
ditambahkan. Selama proses fermentasi akan terjadi perubahan fisika (bentuk)
dan kimiawi (Anonymous, 2013 )
Pada umumnya tauco dibuat secara spontan, sehingga jenis mikroba
yang tumbuh akan bermacam-macam jenisnya dan keadaan yang demikian ini
akan berpengaruh terhadap mutu dari tauco yang dihasilkan baik dari segi flavor
maupun kandungan proteinnya. Tauco dapat disimpan lama karena kadar
garamnya cukup tinggi (diatas 15%).
Jenis tauco ada dua macam yaitu bentuk kering dan bentuk basah,
sedangkan

dari

rasanya

dibedakan

atas

yang

asin

dan

yang manis.

Perbedaannya terletak dari jumlah air dan banyaknya gula yang ditambahkan
(Anonymous, 2010).
Bahan baku yang sering digunakan untuk membuat tauco adalah kedelai
hitam atau kedelai kuning, tetapi yang sering dan umum digunakan adalah
kedelai hitam. Bahan tambahan untuk pembuatan tauco adalah berbagai jenis
tepung seperti tepung terigu, tepung beras atau tepung beras ketan (Anonymous,
2013)
Tauco merupakan bahan makanan yang berbentuk pasta, berwarna
kekuningan sampai coklat dan mempunyai rasa spesifik, dibuat dari campuran
kedelai dan tepung beras ketan. Dalam 100 gram tauco terdapat kandungan
nutrient seperti protein sebesar 12%, lipid sebesar 4,1%, karbohidrat sebesar
10,7%, serat kasar 3,8%, kalsium sebesar 1,22 mg, zat besi sebesar 5,1 mg dan

9

seng sebesar 3,12 mg. Pembuatan tauco, dilakukan oleh kapang (mold
fermentation) dan fermentasi yang dilakukan oleh khamir dan bakteri dalam
larutan garam (brine fermentation) (Rahayu, 1989).
E. Laru
Dari cara pembuatan spontan (tradisional) dengan menggunakan
mikroorganisme dari alam ternyata menghasilkan produk tidak seperti yang
diinginkan bahkan mengalami kegagalan. Oleh karena itu sekarang telah
dikembangkan penggunaan sumber mikroba yang diperlukan untuk fermentasi
atau disebut laru (Soetoyo, H.S, 1988).
Hesseltine dan Wang (1972); Yong dan Word (1974) mengatakan
bahwa laru merupakan sumber atau kumpulan mikroba yang dibutuhkan untuk
fermentasi. Laru merupakan faktor untuk mempertahankan mutu produk
fermentasi, oleh karena itu mikroba yang dipergunakan untuk fermentasi perlu
diseleksi stabilitas dan kemampuannya untuk merubah bahan secara efisien
serta disesuaikan dengan bahan yang akan difermentasi.
Jenis kapang yang berperan dan dominan pada fermentasi kapang dari
tauco menurut Winarno dkk.,(1983) dan Suliantri, 1983) adalah Rhizopus
oligosporus, Rhizopus oryzae, dan Aspergillus oryzae. Dan Enie (1987)
mengatakan bahwa hampir seluruh produk kedelai yang di fermentasi seperti
tempe, kecap, dan tauco dibuat dengan menggunakan kapang. Jenis kapang
yang berperan pada proses pembuatan fermentasi dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Kapang Aspergillus oryzae dan Rhizopus oligosporus yang berperan
tersebut menghasilkan enzim yang dibutuhkan selama fermentasi kapang. Jenis
enzim yang dihasilkan oleh kedua kapang tersebut adalah enzim hidrolitik,
seperti enzim amilase, lipase, dan protease (Frazier dan Westhoff, 1978;
Yokotsuka, 1960).
Menurut Hesseltine dan Wang (1961) yang dikutip oleh Posponegoro
(1975) untuk memperoleh enzim dari kedua kapang tersebut laru dapat dibuat
dengan menumbuhkan kapang pada biji-bijian yang dimasak, terutama beras
dan kacang-kacangan.

10

Tabel 2.4. Bahan dan mikroba yang berperan pada pembuatan makanan
fermentasi di Indonesia.
Jenis makanan
Bahan baku
Mikroba
Tempe
- Rhizopus oligosporus, Rhizopus
Kedelai
oryzae, Rhizopus arrhizus
Tauco
- Aspergillus oryzae
Kedelai
- Rhizopus sp.
- Lactobacillus delbrueckii
- Saccharomyces rouxii
Kecap
Kedelai
- Seperti produk tauco
Sumber : Enie (1987).
Buckle et al,. (1985) mengatakan bahwa pada waktu pertumbuhan
miselium, ada beberapa bakteri yang tumbuh atau terdapat pada laru yaitu
bakteri asam laktat, sterptokoki., laktobasili, dan beberapa Bacillus sp.
Menurut Winarno dkk., (1983) fermentasi kapang membutuhkan waktu 2
– 5 hari. Tetapi untuk menghasilkan enzim yang paling optimum, fermentasi
kapang dilakukan selama 3 hari (Frazier dan westhoff, 1987; Ogawa dan Fujita,
1970 ; Yong dan Wood. 1974). Hasil penelitian Suliantari (1983) menyatakan
bila fermentasi dilakukan selama 5 hari, pH-nya akan mengalami peningkatan
karena terbentuknya amoniak, dan jika berlebihan akan terjadi sporulasi serta
menghasilkan aroma yang tidak diinginkan.Oksigen, uap air, suhu inkubasi, dan
keaktifan laru merupakan beberapa faktor yang perlu diperhatikan pada waktu
fermentasi kapang.
F. Proses Pembuatan Tauco
Pada prinsipnya proses pembuatan tauco melalui dua tahapan
fermentasi yaitu: fermentasi kapang dan fermentasi garam. Secara tradisional,
kedua tahapan fermentasi tersebut dilakukan secara spontan dimana mikroba
yang berperan selama fermentasi berasal dari udara sekitarnya atau dari sisasisa spora kapang yang tertinggal pada wadah bekas fermentasi sebelumnya
(Soetoyo, 1988)
Sebelum fermentasi kapang dimulai, kedelai diperlakukan secara khusus
untuk

menginaktifkan

terlebih

dahulu

komponen-komponen

yang

dapat

mengganggu kesehatan, seperti misalnya anti tripsin, hemaglutinin, dan
lipoksigenase (Suhadi Hardjo, 1964). Selain itu, pemanasan sangat membantu
atau memudahkan pertumbuhan laru dan meningkatkan daya cerna dari bahan
sehingga mudah diuraikan.

11

Tahapan-tahapan yang perlu dilakukan untuk membuat tauco meliputi:
perendaman, pencucian, pengukusan, penirisan, penambahan laru, fermentasi
kapang, dan dilanjutkan dengan perendaman dalam larutan garam (fermentasi
garam) selanjutnya adalah penyempurnaan (Soetoyo, 1988)
Tujuan dari perendaman kedelai pada tahap pertama adalah untuk
memudahkan pengupasan kulit kedelai, mengembangkan biji kedelai dan untuk
membantu mempercepat pengukusan atau perebusan. Perendaman kedelai
biasanya dilakukan semalam atau sekitar 20 sampai 22 jam. Pada beberapa
pabrik tauco sering menggunakan bahan kedelai yang sudah dikupas kering
untuk mempercepat proses perendamannya, tetapi menurut Suhadi Hardjo
(1964) merendam kedelai yang sudah dikupas akan dapat mengakibatkan
penurunan zat-zat gizi dan menyebabkan warna kedelai menjadi pucat.
Selanjutnya kedelai dikukus sampai lunak, pengukusan bertujuan untuk
meningkatkan daya cerna sehingga lebih mudah diuraikan oleh enzim yang
dihasilkan

kapang.

Selain

itu,

dapat

menginaktifkan

komponen

yang

menyebabkan bau langu (Yokotsuka, 1960).
Berdasarkan

penelitian

Yokotsuka

(1960)

memperlihatkan

bahwa

pemanasan yang terlalu lama dapat mengakibatkan penurunan total amino,
amoniak, keasaman, asam-asam volatile. Jika suhu dan waktu pemanasan
berlebihan, akan mengakibatkan kerusakan beberapa asam amino yang
sensitive terhadap panas, seperti sistein dan lisin.
Untuk mencegah terjadinya kebusukan selama pertumbuhan kapang dan
membuat kondisi optimum pertumbuhan kapang, maka setelah perebusan
kedelai perlu ditiriskan dan didinginkan.
Berbeda dengan pembuatan tempe, pada pembuatan tauco sering
ditambahkan tepung misalnya tepung beras, tepung ketan, atau tepung terigu.
Adapun tujuan dari penambahan tepung ini adalah untuk:
1. Merangsang pertumbuhan kapang
2. Menambah volume produk
3. Menurunkan kadar air
4. Sumber lignin, glikosida, dan asam glutamat.
Selama proses fermentasi kapang mikroba yang berperan adalah kapang
dari jenis Aspergillus yaitu A. oryzae atau dari jenis R. oryzae dan R. oligosporus.
Diantara kapang-kapang tersebut yang lebih sering digunakan dalam dalam

12

pembuatan tauco adalah kapang A. oryzae. Penggunaan kapang yang berbeda
akan berpengaruh pada mutu dari tauco yang dihasilkan. Mikroba yang aktif
dalam fermentasi garam adalah Lactobacillus delbruecki, Hansenula sp., dan
Zygosaccharomyces yang dapat tumbuh secara spontan (Anonymous, 2010)
Selama proses fermentasi baik fermentasi kapang maupun fermentasi
garam akan terjadi perubahan-perubahan baik secara fisik maupun kimiawi
karena aktivitas dari mikroba tersebut.
Selama fermentasi kapang, kapang yang berperan akan memproduksi
enzim seperti enzim amilase, enzim protease, dan enzim lipase. Dengan adanya
kapang tersebut maka akan terjadi pemecahan komponen-komponen dari bahan
tersebut.
Produksi

enzim

dari

kapang

dipengaruhi oleh

beberapa

faktor,

diantaranya adalah waktu fermentasi atau waktu inkubasi. Bila waktunya terlalu
lama maka akan terjadi pembentukan spora kapang yang berlebihan dan ini akan
menyebabkan terbentuknya cita rasa yang tidak diinginkan.
Selama proses fermentasi garam, enzim-enzim hasil dari fermentasi
kapang akan memecah komponen-komponen gizi dari kedelai menjadi senyawasenyawa yang lebih sederhana. Protein kedelai akan diubah menjadi asam
amino, sedangkan karbohidrat akan diubah menjadi senyawa organik. Senyawasenyawa tersebut kemudian akan bereaksi dengan senyawa lainnya yang
merupakan hasil dari proses fermentasi asam laktat dan alkohol. Reaksi antara
asam-asam organik dan etanol (alkohol) lainnya akan menghasilkan ester-ester
yang merupakan senyawa pembentuk cita rasa dan aroma. Adanya reaksi antara
asam amino dengan gula akan menyebabkan terjadinya pencoklatan yang akan
mempengaruhi mutu produk secara keseluruhan (Anonymous, 2012)
Karena proses fermentasi ini, struktur protein di dalam kedelai terpecahpecah menjadi berbagai macam asam amino. Berbagai asam amino ini
bercampur dengan garam yang ditambahkan, membentuk kandungan umami
yang tinggi sekali. Umami adalah sebutan komponen rasa yang diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia menjadi gurih. Rasa gurih/umami terjadi karena
terbentuknya MSG alami dalam tauco.MSG (Mono Sodium Glutamat), di mana
sodium adalah nama lain dari Natrium dan glutamat dari asam glutamat – salah
satu bentuk asam amino alami. Reaksi antara asam glutamat dan natrium
chorida (NaCl = garam) menghasilkan senyawa baru Mono Sodium Glutamat.

13

Asam glutamat + NaCl

Mono Sodium Glutamat (MSG)

Gambar 2.1. Reaksi terbentuknya MSG

Proses pembuatan tauco secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut :
Gula aren

Air

Garam

Kedelai

Tepung Ket an

Laru

Pencucian, perendaman
dan pengupasan
Sangrai

Larut kan
Larut kan

Perebusan dan penirisan

Pencampuran dan pengadukan

Pem eraman, penjemuran
dan penghancuran

Pencampuran dan perendaman

Pencampuran dan perebusan
sampai kental

Pem botolan

Tauco

Gambar 2.2. Skema Proses Pembuatan Tauco (Soetoyo, H.S, 1988)

14

G. Bahan- bahan Pembantu Pembuatan Tauco
1. Tepung Beras
Komponen utama yang terkandung dalam tepung beras adalah pati, yang
tersusun dari amilosa dan amilopektin. Perbandingan jumlah antara kedua
senyawa tersebut mempengaruhi citarasa dan sifat fisikokimia tepung beras.
Semakin besar kandungan amilosanya maka sifat tepung beras menjadi pera,
apbilasemakin kecilkandungan amilosanya maka sifat tepung beras semakin
pulen (Winarno,2008).
Ukuran partikel tepung beras juga berpengaruh terhadap sifat-sifat
fungsionalnya. Tepung yang mempunyai ukuran lebih halus mempunyai
penyerapan air yang lebih tinggi. Kerusakan pati pada tepung yang berukuran
kasar lebih rendah daripada tepung halus. Tepung jenis ini lebih banyak
digunakan untuk pembuatan roti yang menggunakan bahan 100% tepung beras,
sedangkan tepung halus yang mengalami kerusakan pati yang lebih tinggi lebih
disukai untuk tepung campuran yang mengandung 36% tepung beras (Nishita &
Bean 1982). Komposisi kimia tepung beras dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 . Komposisi kimia tepung beras
Komponen
Jumlah
Amilosa
22,5%
Amilopektin
54,7%
Protein
6,6%
Lemak
1,5%
Abu
1,07%
Sumber : Luh (1980)
2. Tepung Ketan
Tepung ketan merupakan bahan pokok pembuatan kue-kue Indonesia
yang banyak digunakan sebagaimana juga hal dengan tepung beras. Tepung
ketan memiliki amilopektin yang lebih besar dibandingkan dengan tepung-tepung
lainnya. Amilopektin inilah yang menyebabkan tepung ketan (beras ketan) lebih
pulen dibandingkan dengan tepung lainnya. Makin tinggi kandungan amilopektin
pada pati maka makin pulen pati tersebut. (Anonymous, 2009).
Deobald (1972) menyatakan bahwa selain kandungan amilopektin yang
meningkat, kestabilan tepung ketan sebagai pengental juga disebabkan oleh
penyimpangan struktur kimia atau oleh kecilnya ukuran granula pati. Amilopektin

15

merupakan molekul yang bercabang, sehingga molekul air yang terikat padanya
tidak mudah lepas. Hal ini menyebabkan stabilnya produk selama penyimpanan.
Ketan memiliki suhu gelatinisasi yang tidak jauh berbeda dengan beras.
Suhu gelatinisasi adalah suhu dimana granula pati mulai mengembang dalam air
panas bersamaan dengan hilangnya bentuk kristal dari pati tersebut. Juliano
(1972) mengungkapkan bahwa suhu gelatinisasi ketan berkisar antara 5878.5ºC, sedangkan suhu gelatinisasi beras berkisar antara 58-79ºC. Suhu
gelatinisasi pati ketan ini juga berkorelasi dengan sifat konsistensi gelnya.
Konsistensi gel merupakan ukuran kecepatan relatif dari retrogradasi pada gel.
Ketan memiliki kandungan 5 amilopektin lebih banyak dibandingkan dengan
amilosanya. Kandungan amilosa ketan berkisar antara 1-2%. Hal inilah yang
menyebabkan

ketan

memiliki

sifat

lengket,

tidak

mengembang

dalam

pemasakan, dan juga tetap lunak setelah dingin.
3. Garam
Penggaraman dapat memantapkan jaringan yang diawetkan, proses ini
diterapkan pada berbagai jenis komoditi bahan pangan (Norman, 1988). Garam,
khususnya garam dapur (NaCl) merupakan komponen bahan makanan yang
penting karena berfungsi sebagai pengawet dan memberikan rasa pada bahan
yang diawetkan. Konsumsi garam NaCl biasanya lebih banyak diatur oleh rasa,
kebiasaan dan tradisi daripada keperluan (Winarno dkk., 1995). Garam dapat
juga menurunkan daya larut, oksigen dan ion Cl- dapat berfungsi meracuni
mikroorganisme (Winarno dkk., 1980). Garan juga dapat menurunkan aktivitas air
(AW ) dari bahan sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba yang tidak
dikehebdaki (Buckle, 1987).
Mikroba dapat dibedakan berdasrkan ketahanannya terhadap garam,
misalnya mikroba pembentuk asam laktat, biasanya toleran terhadap konsentrasi
garam antara 10 – 18 %. Beberapa mikroba proteolitik dan penyebab kebusukan
tidak toleran pada konsentrasi garam kira-kira 2,5 % dan terutama tidak toleran
terhadap kombinasi antara garam dan asam. (Winarno dkk, 1982).
Pada proses fermentasi, garam dapat berperan sebagai penyeleksi
organisme

yang diperlukan

tumbuh.

Jumlah garam yang ditambahkan

berpengaruh pada produksi organism, organisme yang mana dapat tumbuh dan
tidak dapat tumbuh, dan jenis apa yang akan danurutpat tumbuh, sehingga kadar

16

garam dapat digunakan untuk mengendalikan aktivitas fermentasi apabila faktorfaktor lainnya sama. (Desrosier, 1988).
Selama fermentasi dalam larutan

garam bakteri yang

mampu

memproduksi asam organik terutama asam laktat, asam asetat, asam suksinat
dan asam fosfat. Asam yang dihasilkan akan menurunkan pH larutan dari pH
awal (pH 6,0 – 7,0 menjadi 4,8 – 5,0). Pada pH ini, bakteri mulai aktif dan
merombak gula reduksi menjadi senyawa – senyawa yang paling penting dala
flavor, misalnya alcohol, gliserol, 4 – etiluniakol, 4 – etilpenol dan 2 – peniletanol
(Wood dan Yong, 1975).
Menurut Buckle dkk. (1987), faktor- faktor penting pada fermentasi asam
laktat adalah terciptanya keadaan anaerobik, penggunaan garam dengan jumlah
secukupnya sehingga dapat menyerap cairan dan zat-zat gizi keluar dari produk,
pengaturan suhu yang sesuai untuk fermentasi, dan tersedianya bakteri asam
laktat yang sesuai.
4. Gula Merah
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3743-1995), gula merah
atau gula palma adalah gula yang dihasilkan dari pengolahan nira pohon palma
yaitu aren, nipah, siwalan, dan kelapa atau jenis palma lainnya, dan berbentuk
cetak atau serbuk/granula.
Gula merah memiliki sifat-sifat spesifik sehingga perannya tidak dapat
digantikan oleh jenis gula lainnya. Gula merah memiliki rasa manis dengan rasa
asam. Rasa asam disebabkan oleh kandungan asam organic didalamnya.
Adanya asam-asam organic ini menyebabkan gula merah mempunyai aroma
khas, sedikit asam, dan berbau caramel. Rasa karamel pada gula merah diduga
disebabkan adanya reaksi karamelisasi akibat pemanasan selama pemasakan.
Karamelisasi juga menyebabkan timbulnya warna coklat pada gula merah
(Nurlela,2002).
Menurut Labuza (1976), gula dan garam bersifat humektan, yaitu
senyawa kimia yang bersifat higroskopis (menyerap air) dan mampu menurunkan
aw atau kadar air bahan pangan memperbaiki tekstur dan cita rasa.
Gula banyak digunakan pada pengawetan buah-buahan dan sayuran
serta dalam pembuatan aneka ragam produk makanan. Gula mempunyai daya

17

larut yang tinggi, mempunyai kemampuan mengurangi kelembaban relative dan
mengikat air (Buckle dkk, 1987).
Penambahan

gula

dalam

konsentrasi

tinggi

dapat

mencegah

pertumbuhan mikroba. Hal ini terjadi karena penambahan gula dalam konsentrasi
tinggi menyebabkan air dalam bahan pangan keluar melalui peristiwa osmosis
dan sebagian air dalam bahan pangan menjadi tidak tersedia bagi pertumbuhan
mikroba karena terikat oleh gula sehingga aktivitas air dalam bahan pangan
tersebut berkurang. Penurunan kadar air dan aktivitas air dapat menghambat
proses metabolisme pada mikroorganisme sehingga pertumbuhannya dapat
ditekan (Desroiser, 1988).
5.

Air
Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan, karena fungsi

air tidak dapat digantikan oleh senyawa lain. Air dapat mempengaruhi
penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan, bahkan kandungan air dalam
bahan makanan dapat mempengaruhi daya tahan makanan terhadap serangan
mikroba yang dinyatakan dengan aW , yaitu jumlah air bebas yang dapat
digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya.Untuk memperpanjang
daya tahan suatu bahan, sebagian air dalam bahan harus dihilangkan dengan
beberapa cara tergantung dari jenis bahan (Winarno, 1988).
H. Perubahan Kimia Selama Fermentasi
1. Fermentasi Kapang
Selama proses fermentasi kapang berl