PEMBUATAN TEMPE PROPORSI BIJI KEDELAI:LAMTORO GUNG (Leucaena leucocephala) DENGAN PENAMBAHAN ANGKAK.
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
PEMBUATAN TEMPE PROPORSI BIJI KEDELAI:LAMTORO GUNG
(Leucaena leucocephala)
DENGAN PENAMBAHAN ANGKAK
SKRIPSI
Oleh :
FENNY COSTANTIA
NPM : 0833010027
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN”
JAWA TIMUR
(2)
PEMBUATAN TEMPE PROPORSI BIJI KEDELAI:LAMTORO GUNG
(Leucaena leucocephala) DENGAN PENAMBAHAN ANGKAK
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Program Studi Teknologi Pangan
Oleh :
FENNY COSTANTIA
NPM : 0833010027
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
(3)
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
PEMBUATAN TEMPE PROPORSI BIJI KEDELAI:LAMTORO GUNG
(Leucaena leucocephala) DENGAN PENAMBAHAN ANGKAK
Disusun Oleh :
Fenny Costantia
NPM. 0833010027
Telah Dipertahankan Dihadapan Dan Diterima Oleh Tim Penguji
Pada Tanggal 15 Juni 2012
Tim Penguji :
Pembimbing :
1. 1.
Dr. Dedin F.R. S.T.P, M.Kes Dr. Dedin F.R. S.T.P, M.Kes
NPT. 37 012 970 159 NPT. 37 012 970 159
2. 2.
Ir. Latifah, MS Ir. Sudaryati HP, MP
NIP. 195703071986032001 NIP. 195211031988032001
3.
Ir. Ulya Sarofa, MM
NIP. 196305161988032001
Mengetahui
Dekan Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”Jatim
Ir. Sutiyono, MT
NIP. 19600713 198703 1 001
(4)
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
Jln. Raya Rungkut Madya Gunung Anyar Telp. (031)8782179, Fax (031)878257
SURABAYA 60294
KETERANGAN REVISI
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama
: Fenny Costantia
NPM
: 0833010027
Jurusan
: Teknologi Pangan
Telah mengerjakan (revisi/tidak revisi) Laporan Penelitian dengan judul :
“Pembuatan Tempe Proporsi Biji Kedelai:Lamtoro Gung
(Leucaena leucocephala) dengan Penambahan Angkak”
Surabaya, Juni 2012
Dosen Penguji yang memerintahkan revisi:
a) Dr. Dedin F.R. STP, Mkes (…..……...)
b) Ir. Latifah, MS (………....)
c) Ir. Ulya Sarofa, MM (…………)
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Dr. Dedin F.R. S.T.P, M.Kes
Ir. Sudaryati, MP
NIP. 37 012 970 159 NIP. 195211031988032001
Mengetahui,
Ketua Progam Studi Teknologi Pangan Staf P.I.A
Ir. Latifah, MS
. Dr. Dedin F.R., S.TP. M.Kes.
NIP. 19570307 198603 2 001 NPT. 3 7012 97 0159 1
(5)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus, yang telah
melimpahkan segala karunia-Nya, selama pelaksanaan penyusunan skripsi
dengan judul “
Pembuatan Tempe Proporsi Kedelai:Lamtoro Gung
(Leucaena leucocephala)
Dengan Penambahan Angkak” hingga
terselesaikannya pembuatan laporan skripsi ini. Skripsi ini merupakan tugas akhir
sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan.
Kemudahan dan kelancaran pelaksanaan skripsi serta penyusunan
laporan ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Untuk itu pada
kesempatan ini dengan penuh rasa hormat dan rendah hati, penulis ingin
menyampaikan rasa terimakasih kepada :
1. Bapak Ir. Sutiyono, MT selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri UPN
“Veteran” Jatim.
2.
Ibu Ir. Latifah, MS Ketua Program Studi Teknologi Pangan UPN “Veteran”
Jatim dan selaku Dosen Penguji seminar proposal dan hasil penelitihan, yang
telah banyak memberikan pengarahan dan saran dalam penulisan skripsi ini.
3.
Ibu Dr. Dedin F Rosida, STP, Mkes. Sekertaris Program Studi Teknologi
Pangan Fakultas Teknologi Industri UPN “Veteran” Jatim dan selaku Dosen
Pembimbing I yang telah banyak memberikan motivasi, saran dan bimbingan
4.
Ibu Ir. Sudaryati, MP selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak
memberikan pengarahan dan bimbingan serta memberikan saran dalam
penulisan skripsi ini.
5.
Ibu Ir. Latifah, MS dan Ibu Ir. Sri Djajati, MPD selaku Dosen Penguji seminar
proposal dan hasil penelitihan, yang telah banyak memberikan pengarahan
dan bimbingan serta memberikan saran dalam penulisan skripsi ini.
6. Seluruh Dosen dan Staf di Program Studi Teknologi Pangan Fakultas
Teknologi Industri UPN “Veteran” Jatim.
7.
Keluargaku Tercinta papa (almarhum) dan mama serta kakakku Tersayang
“Yenny Susilowati” dan sekeluarga atas segala dorongan, kesabaran,
dukungan material dan spiritual yang diberikan hingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
8.
Buat teman-teman seperjuangan angkatan 2008, terimakasih atas semangat
yang diberikan selama ini.
(6)
9.
Teman-temanku yang terkasih Yenny T, Stefani, Gigeh dan CG Pro N-6 yang
telah mendoakan dan memberikan semangat.
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa di
Jurusan Teknologi Pangan pada khususnya dan bagi pihak-pihak yang
memerlukan pada umumnya. Skripsi ini masihlah jauh dari sempurna serta
banyak kekurangannya, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat obyektif dan membangun guna kesempurnaan skripsi ini.
(7)
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI
... iii
DAFTAR TABEL
... v
DAFTAR GAMBAR
... vi
DAFTAR LAMPIRAN
...
vii
INTISARI
... viii
BAB I
PENDAHULUAN...1
•
Latar Belakang... ...1
•
Tujuan Penelitian ...2
•
Manfaat Peneltian ...3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ...4
•
Lamtoro Gung ...4
•
Kedelai ...5
•
Angkak ...7
•
Tempe...9
•
Perubahan Biokimiawi Tempe ...10
•
Proses Pembuatan Tempe ...11
•
Laru/Ragi Tempe...14
•
Analisis Keputusan ...15
•
Analisa Finansial ...15
•
Landasan Teori ...19
•
Hipotesa...20
BAB III
METODE PENELITIAN ...21
•
Tempat dan Waktu Penelitian ...21
•
Bahan Penelitian... ...21
•
Alat Penelitian... ...21
•
Rancangan Percobaan ...21
•
Parameter yang diamati ...23
•
Prosedur penelitian 24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN ...26
◦
Hasil Analisa Bahan Baku ...26
◦
Hasil Analisa Produk Tempe ...26
▪
Kadar Air ...27
▪
Kadar Abu...28
▪
Kadar Protein ...29
▪
Kadar Lemak...30
▪
Tekstur (Penetrometer)...32
•
Uji Organoleptik ...33
◦
Uji Warna ...34
◦
Uji Rasa ...35
(8)
◦
Uji Kekompakan...37
D. Analisis Keputusan ...39
E. Hasil Analisa Produk Terbaik...40
a. Kadar Total Fenol ...40
b. Kadar Aktivitas Antioksidan...41
F. Analisis Finansial ...42
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN ...46
1.
Kesimpulan ...46
2.
Saran ...46
DAFTAR PUSTAKA...47
(9)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Daftar komposisi kimiawi lamtoro gung setiap 100gram...5
Tabel 2.2 . Daftar komposisi kimiawi kedelai setiap 100gram ...6
Tabel 2.3. Daftar komposisi kimiawi angkak ...8
Tabel 2.4. Daftar komposisi kimia tempe kedelai ...10
Tabel 4.1. Hasil analisa bahan baku...26
Tabel 4.2. Nilai rata-rata kadar air tempe dari perlakuan
proporsi kedelai:lamtoro gung...27
Tabel 4.3. Nilai rata-rata kadar air tempe dari perlakuan
penambahan angkak...28
Tabel 4.4. Nilai rata-rata kadar abu tempe dari perlakuan
proporsi kedelai:lamtoro gung...28
Tabel 4.5. Nilai rata-rata kadar abu tempe dari perlakuan
penambahan angkak...29
Tabel 4.6. Nilai rata-rata kadar protein tempe dari perlakuan
proporsi kedelai:lamtoro gung...30
Tabel 4.7. Nilai rata-rata kadar protein tempe dari perlakuan
penambahan angkak...30
Tabel 4.8. Nilai rata-rata kadar lemak tempe dari perlakuan
proporsi kedelai:lamtoro gung...31
Tabel 4.9. Nilai rata-rata kadar lemak dari perlakuan
penambahan angkak...31
Tabel 4.10. Nilai rata-rata tekstur tempe dari perlakuan proporsi kedelai:lamtoro
gung dan penambahan angkak...32
Tabel 4.11. Nilai rata-rata uji organoleptik warna tempe...34
Tabel 4.12. Nilai rata-rata uji organoleptik rasa tempe...35
Tabel 4.13. Nilai rata-rata uji organoleptik aroma tempe...37
Tabel 4.14. Nilai rata-rata uji organoleptik kekompakan tempe...38
Tabel 4.15. Hasil analisis keseluruhan roti tawar...39
Tabel 4.16. Nilai rata-rata total fenol ...40
(10)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Diagram alir proses pembuatan tempe oleh Maulana...14
Gambar 3.1. Diagram alir proses pembuatan tempe lamtoro gung-angkak... 25
Gambar 4.1. Grafik hubungan antara proporsi kedelai:lamtoro gung
(11)
DAFTAR LAMPIRAN
•
Lampiran 1. Prosedur Analisa...52
•
Lampiran 2. Lembar Kuisioner Organoleptik...56
•
Lampiran 3. Kadar Air...57
•
Lampiran 4. Kadar Abu...59
•
Lampiran 5. Kadar Protein...61
•
Lampiran 6. Kadar Lemak...63
•
Lampiran 7. Tekstur( Pnetrometer)...65
•
Lampiran 8. Uji Organoleptik Warna...67
•
Lampiran 9. Uji Organoleptik Rasa...69
•
Lampiran 10. Uji Organoleptik Aroma...71
•
Lampiran 11.Uji Organoleptik Tekstur...73
•
Lampiran 12.Kadar Total Fenol...75
•
Lampiran 13.Kadar Aktivitas Antioksidan...76
•
Lampiran 14.Asumsi - asumsi yang digunakan...77
•
Lampiran 15.Kebutuhan Bahan dan Biaya...78
•
Lampiran 16.Penghitungan Modal Perusahaan...83
•
Lampiran 17.Perkiraan Biaya Produksi Perusahaan Tiap Tahun...85
•
Lampiran 18.Perhitungan Keuntungan Produksi
tempe lamtoro gung-angkak...86
•
Lampiran 19.Perhitungan Payback Period dan Break Event Point
Produksi tempe lamtoro gung-angkak...87
•
Lampiran 20.Laju Pengembalian Modal...89
(12)
PEMBUATAN TEMPE PROPORSI BIJI KEDELAI:LAMTORO GUNG
(Leucaena leucocephala) DENGAN PENAMBAHAN ANGKAK
FENNY COSTANTIA
Npm : 0833010027
INTISARI
Pada umumnya masyarakat menggunakan kedelai sebagai bahan pembuatan
tempe, permintaan tempe semakin meningkat mengakibatkan semakin banyak
impor kedelai. Usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut yaitu
dengan mengganti atau mencampur bahan baku (kedelai) dengan bahan yang
lain. Salah satu bahan pengganti kedelai adalah biji lamtoro gung. Diversifikasi
produk tempe dapat dilakukan dengan cara menambahkan lamtoro gung dan
angkak dalam tempe kedelai.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh proporsi biji kedelai :
lamtoro gung dan penambahan angkak terhadap kualitas tempe. Penelitian
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan 2 faktor
dan 2 kali ulangan, Faktor I proporsi kedelai : lamtoro gung 70%:30%, 50%:50%,
30%:70%. Faktor II penambahan angkak 1%, 2%, dan 3%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan terbaik adalah pada
perlakuan proporsi kedelai : lamtoro gung (70:30) dan penambahan angkak 1%
yang menghasilkan tempe dengan kriteria penambahan angkak 1% yang
memiliki kadar air 62,42%, kadar abu 3,30%, kadar protein 14,99%, kadar lemak
3,99%, kadar fenol 3.178,41 ppm, aktivitas antioksidan 59,47 %, tekstur
(kekerasan) 0,241 mm/gr det dan tingkat kesukaan warna (agak suka) 72, rasa
(agak suka) 75, aroma (agak suka) 73, kekompakan (agak suka) 71. Hasil
analisis finansial diperoleh nilai Break Event Point (BEP) dicapai 26,09% atau
sebesar Rp. 146.533.937,09 dengan kapasitas titik impas 40.703,87 kg/tahun,
Payback Period (PP) dicapai selama 3 tahun 3 bulan, Benefit Cost Ratio 1.0042 ,
NPV sebesar Rp. 46.914.888,- dan IRR mencapai 23,645%,
(13)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tempe merupakan sumber protein yang penting dalam menu makanan
Indonesia.Tempe terbuat dari kedelai rebus yang difermentasi oleh jamur
Rhizopus
. Kapang dari jenis Rhizopus merupakan organisme yang terpenting
dalam fermentasi tempe. Sejumlah species yang sering ditemukan dalam tempe
ialah
Rhizopus oryzae, Rhizopus oligosporus, Rhizopus stolonifer, Rhizopus
orrhizus
. Diantara species tersebut
Rhizopus oryzae
dan
Rhizopus oligosporus
memegang peran utama dalam fermentasi tempe (Winarno, 1974).
Tempe selain mengandung protein, juga mengandung vitamin B yang
sangat potensial antara lain : vitamin B1 (
thiamin
), vitamin B2 (
riboflavin
), asam
pantotenat, asam nikotinat (
niasin
), vitamin B6 (
piridoksin
) dan vitamin B12
(
sianokobalamin
). Kandungan gizi kedelai meningkat kurang lebih 2 kali lipat
setelah kedelai difermentasi menjadi tempe.
Bahan pangan berprotein nabati yang banyak dipergunakan sebagai
bahan dasar fermentasi pangan adalah: kedelai atau jenis kacang-kacangan lain,
seperti kacang tanah, kara benguk, dan kacang gude. Di antara bahan-bahan
tersebut, kedelai paling sering digunakan sebagai bahan dasar makanan
fermentasi di beberapa negara, karena kadar proteinnya yang tinggi (Kasmidjo,
1990).
Salah satu bahan pengganti kedelai adalah biji lamtoro gung. Biji lamtoro
gung
(
Leucaena leucocephala
) merupakan kelompok kacang polong, yang biasa
dikonsumsi saat biji muda ataupun biji kering. Biji lamtoro gung mempunyai
kandungan protein yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan golongan
biji-bijian yang lain, yaitu berkisar antara 30- 40% (Slamet
.
1982).
Di Indonesia, biji lamtoro gung yang muda bisa dibuat botok dan lalapan,
sedangkan biji lamtoro gung yang sudah kering bisa dibuat tempe. Biji lamtor
gungo juga mengandung beberapa zat penting lain, di antaranya: kalori, hidrat
arang, kalsium, fosfor, zat besi dan vitamin A, B1, C (Slamet
.
1982).
(14)
Untuk menambah variasi dalam tempe, dapat pula dilakukan suatu
inovasi yaitu salah satunya dengan penambahan angkak. Angkak adalah hasil
fermentasi dari beras dengan Monascus purpureus untuk menghasilkan warna
merah (Fardiaz dan Zakaria, 1996). Dua komponen bioaktif yang diketahui
terdapat di dalam angkak adalah mevinolin dan lovastatin. Kedua komponen
tersebut dapat menurunkan jumlah lemak dalam darah. Menurut Suwanto
(1985); dan Ma et al. (2000), komponen pigmen yang dihasilkan oleh kapang
adalah rubropunktatin (merah), monaskorubin (merah), monaskin (kuning),
ankaflavin (kuning), rubropunktamin (ungu), dan monaskorubramin (ungu).
Lamtoro gung mengandung komponen pati dan protein yang tinggi, oleh
karena itu Lamtoro gung dapat digunakan sebagai medium untuk pertumbuhan
oleh Monascus Purpureus. Menurut Lin (1977),
Monascus Purpureus
membutuhkan bahan-bahan yang mengandung pati sebagai sumber karbon.
Dalam produksi pigmen angkak selain dibutuhkan sumber karbon dibutuhkan
juga sumber nitrogen (Wong et al., 1981).
Hasil penelitian Dwinaningsih (2010), tempe dengan proporsi
kedelai:beras (60:40) dan lama fermentasi 42 jam serta penambahan angkak
2% merupakan tempe yang paling disukai oleh panelis berdasarkan warna, rasa
dan aroma; yang mengandung kadar air 58,822%, kadar abu 0,838%, kadar
lemak 6,299%, dan kadar protein 16,688%.
Pada penelitian ini dilakukan pembuatan tempe dari proporsi kedelai dan
lamtoro-gung (70:30%; 50:50%; 30:70%) dengan penambahan angkak (1%; 2%;
3%). Penelitian ini dianalisis secara fisik, kimia dan organoleptik serta finansial.
Diharapkan melalui pembuatan tempe kedelai lamtoro gung dengan
penambahan angkak ini akan diperoleh suatu produk tempe dengan kandungan
gizi tinggi serta sifat organoleptik yang disukai konsumen.
B. Tujuan
d) Membuat tempe dari proporsi kedelai:lamtoro gung dengan variasi
penambahan angkak.
e)
Untuk mempelajari pengaruh proporsi kedelai:lamtoro gung dengan
penambahan angkak terhadap sifat fisik, kimia dan organoleptik.
f)
Menentukan kombinasi perlakuan terbaik antara proporsi kedelai:
lamtoro-gung dengan penambahan angkak sehingga dapat menghasilkan
tempe dengan kualitas yang baik serta disukai oleh konsumen.
(15)
C. Manfaat
9. Mendapatkan data awal dari respon organoleptik masyarakat terhadap
tempe yang berwarna kemerahan dengan penambahan lamtoro gung
10. Usaha mengurangi ketergantungan terhadap kedelai sehingga dapat
mengurangi impor kedelai.
11. Diversifikasi produk tempe.
(16)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Lamtoro-Gung
Lamtoro gung (Leucaena leucocephala) termasuk leguminose yang banyak
manfaatnya. Tanaman lamtoro-gung mempunyai perakaran yang kuat dan tahan
terhadap kekeringan. Sifat perakarannya yang kuat dan dalam, banyak
dimanfaatkan untuk penghijauan di Indonesia. Tanaman lamtoro-gung
merupakan tanaman serba guna. Batangnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan
bakar, daunnya banyak dimanfaatkan untuk pakan dan biji lamtoro juga
dimanfaatkan untuk bahan pangan (Benge, 1981; Slamet, 1982).
Biji lamtoro gung terdapat dalam polong yang pipih. Di dalam satu tandan
terdapat beberapa polong yaitu berkisar antara 20-25 polong dan tiap polong
berisi 15-30 biji. Biji yang masih muda bersifat lembek berwarna hijau muda,
pada biji tua bersifat agak keras dan warna hijau lebih tua sedangkan pada biji
tua yang kering sangat keras dan berwarna kecoklat-coklatan. Biji lamtoro gung
kandungan proteinnya cukup tinggi yaitu berkisar antara 30-40%, dan bila
dibandingkan dengan golongan kacang-kacangan yang lain hampir sama,
sehingga biji lamtoro banyak dimanfaatkan untuk bahan pangan. Biji muda
dimakan dalam keadaan mentah sebagai urap ataupun dimasak menjadi
lauk-pauk, sedang biji yang cukup tua diolah menjadi tempe (Slamet, 1982). Berbagai
penelitian tentang lamtoro gung telah banyak dilakukan, misalnya pengolahan
lamtoro gung menjadi susu (Wuryantini, 1985) dan tahu (Fajarini,1985).
Menurut Slamet et al (1991) Pengaruh fermentasi laru tradisional terhadap
beberapa jenis senyawa anti gizi dalam biji Iamtoro gung pada pengamatan
sebelumnya menunjukkan adanya penurunan kandungan asam fitat, tripsin
inhibitor, dan mimosin yang sangat bermakna. Senyawa mimosin mempuyai sifat
larut air dan tidak tahan panas. Dengan demikian pada proses pembuatan
tempe yang meliputi proses perendaman dan perebusan, senyawa mimosin
banyak yang rusak ataupun hilang. Menurut Slamet (1982), Proses fermentasi
dapat menurunkan kandungan mimosin, diduga bahwa mimosin yang
merupakan asam amino non protein dipergunakan pula untuk pertumbuhan
mikroba sebagai sumber nitrogen. Pada fermentasi tempe lamtoro menurut
(17)
Ganjar (1979), jenis ragi yang digunakan akan berpengaruh pada penurunan
kadar mimosin dalam tempe.
Komposisi kimiawi biji lamtoro gung per 100 g dapat di lihat pada Tabel di
bawah ini:
Tabel 2.1. Komposisi Kimiawi Lamtoro Gung per 100 gr
Komposisi
Jumlah
Air
Protein
Lemak
Abu
Karbohidrat
18,56
34,88
5,73
5,40
36,39
Sumber: Astuti, 2003
B. Kedelai
Kedelai atau
Glycine max (L) Merr
termasuk familia
Leguminoceae
, sub
famili
Papilionaceae
, genus
Glycine max
, berasal dari jenis kedelai liar yang
disebut
Glycine unriensis
(Samsudin, 1985). Menurut Ketaren (1986), secara fisik
setiap kedelai berbeda dalam hal warna, ukuran dan komposisi kimianya.
Perbedaan secara fisik dan kimia tersebut dipengaruhi oleh varietas dan kondisi
dimana kedelai tersebut dibudidayakan. Biji kedelai tersusun atas tiga komponen
utama, yaitu kulit biji, daging (
kotiledon
), dan
hipokotil
dengan perbandingan
8:90:2. Sedangkan komposisi kimia kedelai adalah 40,5% protein, 20,5% lemak,
22,2% karbohidrat, 4,3% serat kasar, 4,5% abu, dan 6,6% air (Snyder and Kwon,
1987).
Kedelai (
Glycine max Merr
) merupakan salah satu hasil pertanian yang
sangat penting artinya sebagai bahan makanan, karena jumlah dan mutu protein
yang dikandungnya sangat tinggi yaitu sekitar 40 % dan susunan asam amino
essensialnya lengkap serta sesuai sehingga protein kedelai mempunyai mutu
yang mendekati mutu protein hewani ( Hardjo, 1964).
Kedelai merupakan sumber gizi yang sangat penting. Menurut Astuti
(2003), komposisi gizi kedelai bervariasi tergantung varietas yang dikembangkan
dan juga warna kulit maupun kotiledonnya. Kandungan protein dalam kedelai
kuning bervariasi antara 31-48% sedangkan kandungan lemaknya bervariasi
antara 11-21%. Antosianin kulit kedelai mampu menghambat oksidasi LDL
(18)
kolesterol yang merupakan awal terbentuknya plak dalam pembuluh darah yang
akan memicu berkembangnya penyakit tekanan darah tinggi dan
berkembangnya penyakit jantung koroner.
Komposisi kimiawi kedelai per 100 g biji dapat dilihat pada Tabel di bawah
ini:
Tabel 2.2. Komposisi Kimiawi Kedelai per 100 gr Biji
Komposisi
Jumlah (wb)
Jumlah (db)
Kalori (kkal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Vitamin A (SI)
Vitamin B1 (mg)
Air (g)
331
34,9
18,1
34,8
227
585
8,0
110
1,1
7,5
-
46,2
19,1
28,2
254
781
-
-
-
-
Sumber : * Direktorat Gizi Depkes RI. (1972) dalam Koswara (1995).
** Sutomo (2008).
Kandungan lemak kedelai sebesar 18-20 % sebagian besar terdiri atas
asam lemak (88,10%). Selain itu, terdapat senyawa fosfolipida (9,8%) dan
glikolipida (1,6%) yang merupakan komponen utama membran sel. Kedelai
merupakan sumber asam lemak essensial linoleat dan oleat (Smith and Circle,
1992).
Protein kedelai mengandung 18 asam amino, yaitu 9 jenis asam amino
esensial dan 9 jenis asam amino non-esensial. Asam amino esensial meliputi
sistin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenil alanin, treonin, triptofan dan valin.
Asam amino nonesensial meliputi alanin, glisin, arginin, histidin, prolin, tirosin,
asam aspartat dan asam glutamat. Selain itu, protein kedelai sangat peka
terhadap perlakuan fisik dan kimia, misalnya pemanasan dan perubahan pH
dapat menyebabkan perubahan sifat fisik protein seperti kelarutan, viskositas
dan berat molekul. Perubahan-perubahan pada protein ini memberikan peranan
sangat penting pada pengolahan pangan (Cahyadi, 2006).
Kandungan gizi tempe tinggi, terutama protein, menyebabkan kedelai
diminati oleh masyarakat. Protein kedelai mengandung asam amino yang paling
lengkap dibandingkan dengan jenis kacang-kacangan lainnya (Wolf, 1971).
(19)
Jenie dan Muchtadi (1978) dalam Susanto (1994), menyatakan bahwa
tempe bernilai gizi tinggi dari kedelainya. Hal ini disebabkan oleh kapang yang
tumbuh pada tempe dapat menghidrolisis sebagian besar protein menjadi bentuk
lebih sederhana, yaitu dipeptida, peptida, dan asam amino essensial. Selain itu
lemak dapat dipecah oleh enzim lipase menjadi asam lemak bebas dan gliserol
sehingga dapat secara langsung dapat dicerna oleh tubuh. Selama fermentasi,
biji-biji kedelai terperangkap dalam rajutan miselia jamur membentuk padatan
yang kompak berwarna putih.
C. Angkak
Angkak adalah beras yang difermentasi oleh kapang sehingga
penampakannya berwarna merah. Monascus purpureus adalah kapang utama
pada angkak. Angkak sudah sejak lama digunakan sebagai bahan bumbu,
pewarna dan obat, oleh karena angkak mengandung bahan bioaktif berkhasiat.
Kapang menghasilkan pigmen yang tidak toksik dan tidak mengganggu sistem
kekebalan tubuh (Fardiaz dan Zakaria, 1996).
Menurut Suwanto (1985); dan Ma et al. (2000), komponen pigmen yang
dihasilkan oleh kapang adalah rubropunktatin (merah), monaskorubin (merah),
monaskin
(kuning),
ankaflavin
(kuning),
rubropunktamin
(ungu), dan
monaskorubramin (ungu). Pembentukan pigmen ini dipengaruhi konsentrasi
glukosa dan etanol. Konsentrasi etanol di atas 4% (w/w) akan menghambat
pembentukan pigmen pada beras. Intensitas pigmen merah yang dihasilkan
kapang Monascus sp tergantung pada nutrisi dan kondisi lingkungannya.
Pigmen merah angkak terbentuk karena keluarnya cairan glanular
melewati ujung-ujung hifa M. Purpureus. Ketika kultur masih muda, cairan
ekstruksinya tidak berwarna, tetapi secara bertahap terjadi perubahan menjadi
kemerahan. Hal ini terjadi karena pada waktu kultur masih muda, semua nutrisi
dipakai untuk pertumbuhan dan setelah dewasa sebagian nutrisi digunakan
untuk membentuk pigmen angkak (Carels dan Shepherd, 1977). Komposisi
kimiawi angkak dapat dilihat pada Tabel 2.3.
(20)
Tabel 2.3. Komposisi kimiawi angkak
Kandungan
Jumlah (%)
Air
Pati
Nitrogen
Protein Kasar
Lemak Kasar
Abu
Pigmen/Zat warna
7,0 – 10,0
53,0 – 60,0
2,4 – 2,6
15,0 – 16,0
6,0 – 7,0
0,9 – 1,0
1,6 – 19,0
Sumber : Suwanto (1985)
Spesies M. Purpureus tidak banyak ditemukan di alam, sebagian besar
ditemukan pada produk makanan. Mikroba ini menghasilkan warna yang khas.
Propagulnya tipis, tumbuh menyebar dengan miselium yang berwarna merah
atau ungu, namun dapat menjadi keabu-abuan jika konidia sedang tumbuh akan
tetapi akan kembali berwarna merah keunguan serta tumbuh baik pada suhu
27-32°C. Senyawa karbon merupakan sumber energi dalam pembentukan sel
kapang dan pigmen. M. Purpureus mempunyai aktivitas sakarifikasi dan
proteolitik. Oleh karena itu dapat tumbuh baik pada medium yang mengandung
pati dan protein. Selain enzim amilase dan protease, Monascus juga
menghasilkan enzim maltase, invertase, lipase, oksidase, dan ribonuklease
(Steinkraus, 1995)
Berbagai varietas beras dapat digunakan sebagai medium pertumbuhan
kapang M. purpureus. Santoso (1985) melaporkan bahwa beras pera dengan
intensitas amilosa yang tinggi dan amilopektin yang rendah merupakan substrat
yang baik untuk pembuatan angkak dan kandungan lovastatinnya. Beras
mempunyai kandungan amilosa yang berkaitan erat dengan tingkat
kepulenannya. Beras dengan struktur lengket atau ketan mempunyai intensitas
amilosa yang sangat rendah (<9%), beras yang sangat pulen mempunyai
kandungan amilosa yang rendah (9-20%), beras struktur pulen berintensitas
amilosa tinggi (20-25%), sedangkan beras pera memiliki intensitas amilosa yang
lebih tinggi yakni 25-30%. Kandungan protein pada beras umumnya berkisar
antara 6- 10%. Di samping itu beras juga mengandung vitamin B1, fosfat, kalium,
asam amino, dan garam zinc. Kandungan senyawa-senyawa ini dapat
mempengaruhi produksi pigmen (Linn, 1973). Khusus untuk asam amino,
methionin merupakan asam amino essensial bagi biosintesis lovastatin karena
(21)
merupakan prekursor langsung (Stocking dan Williams, 2003).
Kapang Monascus purpureus merupakan bahan-bahan alam yang
terbukti efektif untuk mereduksi kadar kolesterol dalam darah. Kapang ini
menghasilkan senyawa monakolin yang efeknya sama dengan lovastatin yaitu
menghambat HMG-CoA reduktase di samping mengandung asam lemak tak
jenuh. Produk Monascus ini telah lama digunakan sebagai makanan sehat dan
makanan tambahan untuk penderita hiperkolesterolemia yang penggunaannya
telah di setujui oleh Food Drug Administration ( FDA) sejak 1998 (Dhanutirto,
2004).
Di Indonesia, beberapa peneliti mencoba melakukan penelitian tentang
angkak. Peneliti ini melakukan penelitian dalam usaha mencari pewarna alami
untuk menggantikan pewarna sintetis makanan. Hasil uji toksisitas menunjukkan
pigmen angkak cukup aman digunakan dalam makanan, mengurangi
penggunaan nitrit dalam memperbaiki warna merah daging olahan seperti sosis
dan ham daging sapi, serta menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan
perusak berspora seperti Bacillus cereus dan Bacillus stearothermophilus.
Penelitian fermentasi beras menjadi pewarna alami dilakukan Fardiaz (1996),
hasil pengujiannya menunjukkan pigmen angkak cukup aman digunakan pada
pangan.
Khasiat angkak dapat menurunkan jumlah lemak dalam darah,
menurunkan kandungan trigliserida, kolesterol, very low density lipoprotein
(VLDL), dan low density lipoprotein cholesterol (LDL-C). Mevinolin dan lovastatin
adalah dua komponen bioaktif yang diketahui terdapat di dalam angkak sehingga
dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah (Ardiyansyah, 2007).
D. Tempe
Tempe adalah produk fermentasi yang amat dikenal oleh masyarakat
Indonesia terutama di Jawa (Kasmidjo,1990). Tempe terbuat dari kedelai rebus
yang difermentasi oleh jamur Rhizopus. Kapang dari jenis Rhizopus merupakan
organisme yang terpenting dalam fermentasi tempe. Sejumlah species yang
sering ditemukan dalam tempe ialah Rhizopus oryzae, Rhizopus oligosporus,
Rhizopus stolonifer, Rhizopus orrhizus. Diantara species tersebut Rhizopus
oryzae dan Rhizopus oligosporus memegang peran utama dalam fermentasi
tempe (Winarno, 1974).
(22)
Proses fermentasi dapat mengurangi beberapa senyawa anti nutrisi.
Asam fitat turun lebih dari 50% pada proses pembuatan tempe kedelai maupun
tempe non kedelai (Sutardi et al., 1993 dan Damardjati et al., 1996). Hal ini
terjadi karena aktivitas fitase meningkat selama proses fermentasi. Fitase adalah
enzim yang menghidrolisa fitat menjadi inositol dan asam fosfat, dan oleh
karenanya sifat metal-chelating menjadi hilang. Komposisi kimia tempe dapat
dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Komposisi Kimia Tempe Kedelai
Komposisi
Jumlah
Air (gr)
Kalori (kkal)
Protein (gr)
Lemak (gr)
Karbohidrat (gr)
Vitamin A (IU)
Vitamin B12
64,0
149,0
18,3
4,0
12,7
50,0
29,0
Sumber : Susanto (1994).
Tempe yang baik dan bermutu tinggi seharusnya memiliki flavour, aroma,
dan tekstur yang khusus dan sangat karakteristik, harus padat dengan jalinan
miselia yang rapat dan kompak, berbau seperti jamur (mushroom) yang segar,
warna utama harus putih bagai kapas (Winarno, 1993).
E. Perubahan Biokimiawi tempe
1. Perubahan Karbohidrat
Menurut Shallenberger, Hand dan Steinkraus (1967) dalam Kasmidjo
(1990), perlakuan perendaman dan perebusan kedelai dapat
menyebabkan penurunan kandungan karbohidrat terutama stakhiosa dan
rafinosa. Selain itu, kadar monosakarida juga meningkat selama proses
perendaman (Kim, Smit dan Nakayma 1973 dalam Kasmidjo, 1990).
Peningkatan kadar monosakarida tersebut dapat dimanfaatkan oleh
Rhizopus oligosporus sebagai sumber karbon (Sorenson dan Hesseltine
1966 dalam Kasmidjo, 1990).
2. Perubahan Protein
(23)
kedelai selama fermentasi terhidrolisa oleh enzim proteolitik kapang
Rhizopus oligosporus menjadi asam-asam amino bebas walaupun
jumlah total protein tidak banyak mengalami perubahan. Dengan
adanya aktifitas proteolitik, maka protein kedelai yang bersifat tidak larut
akan diubah menjadi protein yang bersifat larut dalam tempe dan
mengalami kenaikan sebesar setengah dari jumlah total protein (Van
Buren 1972 dalam Kasmidjo,1990).
3. Perubahan Lemak
Kadar lemak kedelai akan mengalami penurunan akibat terjadinya
fermentasi tempe. Dengan adanya aktifitas enzim lipase oleh Rhizopus
oligosporus, maka sebanyak 20% atau lebih dari sepertiga lemak kedelai
akan terhidrolisis. Selama fermentasi tempe juga terjadi peningkatan
kadar asam lemak bebas, yaitu asam-asam lemak palmitat, sterarat,
oleat, linoleat, dan linolenat (Kasmidjo, 1990).
4.
Vitamin
Menurut Sapuan dan Soetrisno (1996), proses fermentasi mengakibatkan
peningkatan kadar vitamin B. Keuth dan Bisping (1993) dalam Sapuan
dan Soetrisno (1996) menyatakan bahwa vitamin B2 dan vitamin B6
diproduksi oleh Rhizopus oligosporus, sedangkan asam nikotinat
diproduksi oleh Rhizopus oryzae. Vitamin B12 adalah vitamin yang
kenaikannya paling menonjol pada fermentasi tempe, sehingga tempe
menjadi satu-satunya sumber vitamin B12 yang potensial dari bahan
nabati (Sapuan dan Soetrisno, 1996).
5. Senyawa anti gizi
Selama fermentasi terjadi penurunan senyawa anti gizi. Kandungan
asam fitat dalam kedelai selama fermentasi mengalami degradasi oleh
enzim fitase yang dihasilkan oleh kapang Rhizopus sp. menjadi glukosa
yang langsung dapat diserap dalam sistem pencernaan manusia,
sehingga efek flatulen dapat dikurangi atau dihilangkan (Sapuan dan
Soetrisno, 1996).
F. Proses Pembuatan tempe
Tempe adalah makanan terkenal Indonesia yang dibuat dari kedelai
melalui tiga tahap, yaitu (1) hidrasi dan pengasaman biji kedelai dengan
(24)
direndam beberapa lama (untuk daerah tropis kira-kira semalam); (2) pemanasan
biji kedelai, yaitu dengan perebusan atau pengukusan; dan (3) fermentasi oleh
jamur tempe yang banyak digunakan ialah Rhizopus oligosporus (Kasmidjo,
1990). Pada akhir fermentasi, kedelai akan terikat kompak. Proses pembuatan
tempe akan menghilangkan flavour asli kedelai, mensintesis vitamin B12,
meningkatkan kualitas protein dan ketersediaan zat besi dari bahan (Agosin,
1989).
Proses pembuatan tempe melibatkan tiga faktor pendukung, yaitu bahan
baku yang dipakai (kedelai), mikroorganisme (kapang tempe), dan keadaan
lingkungan tumbuh (suhu, pH, dan kelembaban). Dalam proses fermentasi tempe
kedelai, substrat yang digunakan adalah biji kedelai yang telah direbus dan
mikroorganisme yang digunakan berupa kapang antara lain Rhizopus
olygosporus, Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer (dapat terdiri atas kombinasi
dua spesies atau ketiganya) dan lingkungan pendukung yang terdiri dari suhu
30˚C, pH awal 6.8, kelembaban nisbi 70-80%. Selain menggunakan kapang
murni, laru juga dapat digunakan sebagai starter dalam pembuatan tempe
(Ferlina, 2009).
Ciri tempe yang “berhasil” adalah ada lapisan putih di sekitar kedelai dan
pada saat di potong, tempe tidak hancur. Perlu diperhatikan agar tempe berhasil
alat yang dipergunakan untuk membuat tempe sebaiknya dijaga kebersihannya.
Menjaga kebersihan pada saat membuat tempe ini sangat diperlukan karena
fermentasi tempe hanya terjadi pada lingkungan yang higienis. Menurut Hidayat
(2008), gangguan pada pembuatan tempe diantaranya adalah tempe tetap
basah, jamur tumbuh kurang baik, tempe berbau busuk, ada bercak hitam
dipermukaan tempe, dan jamur hanya tumbuh baik di salah satu tempat.
Tahap-tahap pembuatan tempe menurut Maulana (2007), dapat dilihat
pada Gambar 2.1.
1.
Pembersihan
Pembersihan perlu dilakukan guna memisahkan kotoran dan kedelai yang
cacat. Kegiatan ini turut menentukan kualitas tempe yang dihasilkan.
2.
Perendaman
Perendaman bertujuan agar kedelai menyerap air dan mengembang atau
mekar sehingga memiliki kondisi segar seperti sesudah dipanen.
Perendaman dilakukan dalam bak, ditambah dengan air sebanyak tiga kali
(25)
volume kedelai.
3.
Pengupasan kulit
Setelah direndam semalaman, kedelai segera diangkat dari air perendaman
dan dikupas dengan mesin pengupas kedelai.
4.
Pencucian
Kedelai yang telah dikupas dimasukkan kedalam bak yang ditambah air
bersih, kemudian dicuci sambil memisahkan kulit ari nya dengan cara di
remas-remas agar kulit ari terlepas dan mengapung, sementara
keping-keping biji kedelai turun ke dasar bak.
5.
Perebusan
Perebusan bertujuan untuk membunuh mikroba yang semula berperan
dalam penurunan derajat keasaman kedelai. Kedelai dimasukkan kedalam
bejana ditambah air hingga terendam sempurna, dan dipanaskan hingga
mendidih (matang) selama 5 menit.
6.
Pendinginan
Proses pendinginan digunakan agar suhu kedelai tetap stabil, dimana ragi
tempe akan tidak berfungsi jika suhu kedelai terlalu tinggi. Pendinginan
dilakukan dengan cara menghamparkan diatas meja, agar cepat dingin
dapat dilakukan dengan menggunakan kipas angin.
7.
Pencampuran
Pencampuran kedelai dilakukan dengan cara menuangkan kedelai rebus
yang telah dingin di atas meja, ragi ditaburkan sedikit demi sedikit sambil
diaduk-aduk agar tercampur secara merata.
8.
Pembungkusan
Pembungkusan dapat dilakukan dengan menggunakan daun
pembungkusan, yaitu daun pisang dan kantong plastik. Permukannya
dilubangi kecil-kecil dengan mengunakan lidi atau pisau agar aerasi dapat
terjadi. Pengisian dilakukan sebanyak 40-60% dari kapasitas pembungkus.
9.
Fermentasi atau Pemeraman
Setelah dibungkus, bakal tempe disimpan selama 30 jam ditempat yang
aman (ruang khusus untuk fermentasi). Pengaturan suhu ruang fermentasi
harus ideal agar fermentasi dapat berjalan dengan sempurna, yaitu pada
suhu 30°C .
(26)
Kedelai
Tempe
Gambar 2.1. Proses Pembuatan Tempe (Maulana, 2007)
G. Laru/Ragi Tempe
Menurut Haryoto (1995), laru atau ragi tempe merupakan bahan
pembantu utama dalam proses pembuatan tempe, yaitu pada saat melakukan
peragian. Tanpa laru, tempe tidak mungkin dapat dibentuk karena pada laru
inilah terdapat kapang Rhizopus sp yang berguna merombak bahan menjadi
tempe (Made dan Mita, 1991).
Jenis-jenis kapang yang memegang peranan penting dalam pembuatan
tempe adalah Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae (Rahman, 1992).
Pembersihan
Pencucian
Perebusan (1 jam)
Pengupasan kulit
Perendaman (1 malam)
Pendinginan
Pencampuran
Pembungkusan
Pemeraman (Fermentasi)
Ragi
(27)
Adapun ciri-ciri dari Rhizopus oryzae, yaitu temperatur optimal untuk
pertumbuhan pada suhu 35°C, minimal pada 5-7°C dan maksimal pada suhu
44°C serta mempunyai aktifitas amilase yang tinggi. Sifat Rhizopus oligosporus
yaitu temperatur optimal untuk pertumbuhan pada suhu 32-35°C, minimal pada
suhu 12°C dan maksimal pada suhu 42°C (Sapuan dan Soetrisno, 1996),
mempunyai aktifitas proteolitik dan aktifitas enzim lipase yang tinggi serta mampu
menghasikan flavor dan aroma spesifik tempe (Kasmidjo, 1989).
Menurut Koswara (1995), miselium Rhizopus oryzae jauh lebih panjang
daripada Rhizopus oligosporus, sehingga tempe yang dihasilkannya kelihatan
lebih padat daripada apabila hanya Rhizopus oligosporus yang digunakan.
Rhizopus oligosporus lebih meningkatkan peranan dalam meningkatkan nilai gizi
protein. Hal ini disebabkan selama proses fermentasi Rhizopus oligosporus
mensintesis enzim protease (pemecah protein) lebih banyak, sedangkan
Rhizopus oryzae lebih banyak mensintesis enzim alfa-amilase (pemecah pati).
H. Analisis Keputusan
Keputusan ialah suatu kesimpulan dari suatu proses untuk memilih
tindakan yang terbaik dari sejumlah alternatif yang ada. Pengambilan keputusan
adalah proses yang mencakup semua pikiran dan kegiatan yang diperlukan guna
membuktikan dan memperlihatkan pilihan yang terbaik (Siagian, 1987).
Analisis keputusan pada dasarnya adalah suatu prosedur logis dan
kuantitatif yang tidak hanya menerangkan mengenai pengambilan keputusan,
tetapi juga merupakan suatu cara untuk membuat keputusan (Mangkusubroto
dan Listriarini, 1987).
I. Analisis Finasial
Analisis finansial adalah analisis yang melihat proyek dari sudut
lembaga atau menginvestasikan modalnya kedalam proyek (Pudjotjiptono,
1984).
Analisis kelayakan adalah analisis yang ditujukan untuk meneliti suatu
proyek layak atau tidak layak untuk proyek tersebut harus dikaji, diteliti dari
beberapa aspek tertentu sehingga memenuhi syarat untuk dapat berkembang
atau tidak (Tiomar, 1994).
Benefit atau laba yang diperoleh perusahaan sering dipakai untuk
menilai atau sukses tidaknya manajemen perusahaan, sedangkan besarnya laba
tersebut terutama dipengaruhi oleh biaya produksi, harga jual produk dan volume
(28)
penjualan (Muljadi, 1986).
Dalam rangka mencari suatu ukuran menyeluruh tentang layak tidaknya
suatu proyek yang dikembangkan, maka digunakan beberapa kriteria yang
digunakan dapat dipertanggung jawabkan penggunaannya adalah :
1. Break Event Point (BEP)
2. Net Present Value (NPV)
3. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio)
4. Payback Period
5. Internal Rate of Return (IRR)
1. Penentuan
Break Even Point
(BEP)
(Susanto dan Saneta, 1994)
Studi kelayakan merupakan pekerjaan membuat ramalan atau taksiran
yang didasarkan atau anggapan-anggapan yang tidak terlalu bisa dipenuhi.
Konsekuensinya ialah bisa terjadi penyimpangan-penyimpangan. Salah satu
penyimpangan itu ialah apabila pabrik berproduksi dibawah kapasitasnya. Hal ini
menyebabkan pengeluaran yang selanjutnya mempengaruhi besarnya
keuntungan.
Suatu analisis yang menunjukkan hubungan atara keuntungan, volume
produksi dan hasil penjualan adalah penentuan Break Even Point (BEP). BEP
adalah salah satu keadaan tingkat produksi tertentu yang menyebabkan
besarnya biaya produksi keseluruhan sama dengan besarnya nilai atau hasil
penjualan atau laba. Jadi pada keadaan tertentu tersebut perusahaan tidak
mendapatkan keuntungan dan juga tidak mengalami kerugian.
Untuk memperoleh keuntungan perusahaan tersebut harus ditingkatkan
dari penerimaannya harus berada di atas titik tersebut. Penerimaan dari
penjualan dapat ditingkatkan melalui 3 cara, yaitu menaikkan harga jual perunit,
menaikkan volume penjualan, dan menaikkan harga jualnya.
Penentuan BEP dapat dikerjakan secara aljabar atau grafik. Dalam
penentuan BEP secara aljabar didasarkan atas hubungan antara nilai penjualan,
biaya produksi keseluruhan (biaya tetap + biaya tidak tetap) dan volume
produksi. Volume penjualan pokok dapat ditentukan dengan persamaan sebagai
berikut :
BEP =
VC
P
FC
−
(29)
Keterangan:
Po
= Produk pulang/pokok
FC = Biaya tetap
VC = Biaya tidak tetap persatuan produk (Rp)
Rumus untuk mencari titik impas adalah sebagai berikut:
a) Biaya Titik Impas
BEP =
(
)
tan
ap/pendapa
tidak tet
biaya
1
Tetap
Biaya
−
b) Presentase Titik impas:
BEP (%) =
( )
Pendapatan
Rp
BEP
x 100%
c) Kapasitas Titik Impas
Kapasitas titik impas adalah jumlah produksi yang harus dilakukan
untuk mencapai titik impas. Rumus kapasitas titik impas adalah
sebagai berikut:
Kapasitas Titik Impas = Persen Titik Impas x Pendapatan
2. Net Present Value (NPV)
Net Present Value
(NPV) adalah selisih antara nilai penerimaan
sekarang dengan nilai biaya sekarang. Bila dalam analisia diperoleh nilai NPV
lebih besar dari 0 (nol), berarti nilai proyek layak untuk dilaksanakan, jika dalam
perhitungan diperoleh nilai NPV lebih kecil dari 0 (nol), maka proyek tersebut
tidak layak untuk dilaksanakan (Susanto dan Saneto, 1994). Rumus NPV
adalah :
NPV =
∑
( )
−
+
−
nt
i
t
Ct
B
21
'
Keterangan:
Bt
= Benefit sosial kotor sehubungan dengan suatu proyek pada tahun
Ct
= Biaya sosial kotor sehubungan dengan proyek pada tahun t
t
= 1, 2, 3,………n
n
= Umur ekonomi dari pada proyek.
i
= Sosial discount rate
(30)
3. Gross Benefit Cost Ratio
(Gross B/C Ratio)
Merupakan perbandingan antara penerimaan kotor dengan biaya kotor
yang telah dirupiahkan sekarang (
present value)
(Susanto dan Saneto, 1994).
Nilai B/C Ratio =
Produksi
Biaya
Pendapatan
4. Payback Period
(Susanto dan Saneto,1994)
Merupakan perhitungan jangka waktu yang dibutuhkan untuk
pengambilan modal yang ditanam pada proyek. Nilai tersebut dapat berupa
prosentase maupun waktu (baik tahun maupun bulan).
Payback period
tersebut
harus lebih kecil dari nilai ekonomis. Rumus penentuannya adalah sebagai
berikut:
PP =
Ab
1
Keterangan:
I
= Jumlah modal
Ab
= Penerimaan bersih perbulan
5. Internal Rate of Return
(IRR)
Internal Rate of Return
merupakan tingkat bunga yang menunjukkan
persamaan antara interval penerimaan bersih sekarang dengan jumlah investasi
(modal) awal dari suatu proyek yang sedang dikerjakan. Criteria ini memberikan
pedoman bahwa proyek akan dipilih apabila nilai IRR lebih besar dari suku bunga
yang berlaku, sedangkan bila IRR lebih kecil dari suku bunga yang berlaku maka
proyek tersebut dinyatakan tidak layak untuk dilaksanakan.
IRR = 1 +
"
NPV
'
NPV
NPV
−
(I" – i')
Keterangan:
NPV' = NPV positif hasil percobaan nilai
NPV" = NPV negatif hasil percobaan nilai
i = Tingkat bunga
I. Landasan Teori
Pada umumnya masyarakat menggunakan kedelai sebagai bahan
pembuatan tempe, permintaan tempe semakin meningkat mengakibatkan
(31)
semakin banyak impor kedelai. Usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal
tersebut yaitu dengan mengganti atau mencampur bahan baku (kedelai) dengan
bahan yang lain.
Salah satu bahan pengganti kedelai adalah biji lamtoro gung. Biji lamtoro
gung (Leucaena leucocephala) merupakan kelompok kacang polong, yang biasa
dikonsumsi saat biji muda ataupun yang biji yang sudah kering. Biji lamtoro-gung
mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan
golongan kacang-kacangan yang lain, yaitu berkisar antara 30- 40%.(Slamet, et
al. 1982).
Angkak merah merupakan bahan makanan hasil fermentasi antara beras
dengan kapang jenis Monascus purpureus, selain itu terdapat spesies yang lain,
yakni M. pilosus, dan M. anka. Keuntungan penggunaan angkak adalah bahan
dasarnya mudah diperoleh, warna yang dihasilkan dapat tercampur dengan
pigmen dan bahan-bahan makanan lain, serta aman untuk digunakan
(Steinkraus, 1983). Dengan adanya keunggulan-keunggulan tersebut maka
angkak merupakan produk fermentasi yang potensial untuk dikembangkan
sebagai zat pewarna alami yang dapat digunakan untuk dikembangkan sebagai
zat pewarna alami yang dapat digunakan pada produk-produk makanan. Suhu
pertumbuhan untuk Monascus berada dalam kisaran 25ºC – 32º C sehingga
kapang ini termasuk dalam golongan kapang mesofilik. Sedangkan pH yang
sesuai untuk pertumbuhannya adalah sekitar 6,5 (Hesseltine, 1965).
Lamtoro gung mengandung komponen pati dan protein yang tinggi, oleh
karena itu Lamtoro gung dapat digunakan sebagai medium untuk pertumbuhan
oleh Monascus Purpureus. Menurut Lin (1977),
Monascus Purpureus
membutuhkan bahan-bahan yang mengandung pati sebagai sumber karbon.
Dalam produksi pigmen angkak selain dibutuhkan sumber karbon dibutuhkan
juga sumber nitrogen (Wong et al., 1981).
Proses pembuatan tempe melalui beberapa tahap, antara lain:
pencucian, perebusan, perendaman, penginokulasian, pembungkusan dan
fermentasi tempe. Tahap pencucian dan perebusan berfungsi untuk menurunkan
senyawa anti gizi yang terdapat dalam biji lamtoro-gung termasuk mimosin, tanin,
asam fitat, dan tripsin inhibitor (Komari, 1986). Tahap perendaman berfungsi
untuk meningkatkan berat maupun ukuran biji-bijian sampai mencapai dua
kalinya.
(32)
Penginokulasian ragi berfungsi untuk menumbuhkan kapang pada
tempe agar dapat merombak beberapa senyawa kompleks menjadi
senyawa-senyawa sederhana sehingga tempe bernilai gizi tinggi. Menurut Susanto
(1994), Kapang yang tumbuh pada tempe dapat menghidrolisis sebagian besar
protein menjadi bentuk lebih sederhana, yaitu dipeptida, peptida, dan asam
amino essensial. Selain itu lemak dapat dipecah oleh enzim lipase menjadi
asam lemak bebas dan gliserol sehingga dapat secara langsung dapat dicerna
oleh tubuh. Selama fermentasi, biji-biji kedelai terperangkap dalam rajutan
miselia jamur membentuk padatan yang kompak berwarna putih.
J. Hipotesis
Diduga perbedaan proporsi biji kedelai:lamtoro-gung dan konsentrasi
penambahan angkak berpengaruh nyata terhadap kesukaan panelis dan kadar
air serta tekstur tempe kedelai lamtoro gung-angkak.
(33)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan,
Laboratorium Uji Inderawi, Laboratorium Analisa Pangan Fakultas Teknologi
Industri Program Studi Teknologi Pangan Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur. Mulai bulan Februari 2012 sampai April 2012.
B. Bahan Penelitian
Bahan baku tempe antara lain meliputi: biji lamtoro gung kering, biiji
kedelai dan angkak yang dibeli dari pasar tradisional Surabaya, serta ragi tempe
merk “RAPRIMA”.
Bahan Kimia yang digunakan dalam analisa tempe lamtoro gung-angkak
adalah aquadest, K
2SO
4, HgO, H
2SO
4, K
2S, NaOH, HCl, KI, Na
2S
2O
3, indikator
metal merah, Petroleum ether, etanol,
folin-ciocalteau,
asam tanat, metanol,
DPPH.
C. Alat
Alat untuk proses pembuatan tempe lamtoro gung-angkak adalah
alat-alat pengolahan, timbangan, dan daun pisang.
Sedangkan alat untuk analisa kimia adalah alat-alat gelas, oven, cawan
porselen, desikator, penjepit cawan, timbangan, labu kjeldahl, alat ekstraksi
Soxhlet.
D. Metode Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancang Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor
dengan 2 kali ulangan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan ANOVA, bila
terdapat perbedaan nyata antara perlakuan dilanjutkan dengan uji DMRT
(Gasperstz, 1992).
1. Variabel berubah terdiri dari 2 faktor yaitu :
Faktor I : Proporsi biji Kedelai : biji Lamtoro gung
A1 = 70 : 30
A2 = 50 : 50
A3 = 30 : 70
(34)
Faktor II : Penambahan Angkak (% berat)
B1 = Angkak 1 %
B2 = Angkak 2 %
B3 = Angkak 3 %
Sehingga dari kedua faktor diatas diperoleh 9 kombinasi perlakuan
sebagai berikut :
A B
B1
B2
B3
A1
A1B1
A1B2
A1B3
A2
A2B1
A2B2
A2B3
A3
A3B1
A3B2
A3B3
Keterangan :
A1B1 = 70 : 30 dan Penambahan Angkak 1%
A1B2 = 70 : 30 dan Penambahan Angkak 2%
A1B3 = 70 : 30 dan Penambahan Angkak 3%
A2B1 = 50 : 50 dan Penambahan Angkak 1%
A2B2 = 50 : 50 dan Penambahan Angkak 2%
A2B3 = 50 : 50 dan Penambahan Angkak 3%
A3B1 = 30 : 70 dan Penambahan Angkak 1%
A3B2 = 30 : 70 dan Penambahan Angkak 2%
A3B3 = 30 : 70 dan Penambahan Angkak 3%
Menurut Gasperstz (1994), model matematika untuk percobaan
faktorial yang terdiri dari 2 faktor dengan menggunakan dasar Rancangan Acak
Lengkap (RAL) adalah :
Yijk = µ + αi+ βj + (αβ)ij + εijk
Dimana:
Yijk = hasil/analisa pengamatan untuk faktor A level ke I, faktor B ke j,
ulangan ke k
µ = nilai tengah umum kualitas tempe
αi = pengaruh faktor A pada level ke i
βj = pengaruh faktor B pada level ke j
(35)
(αβ)ij = interaksi AB pada level ke i, level B ke j
εijk = pengaruh galat percobaan untuk level ke i (A), level ke j (B)
dan ulangan ke k
Data yang diperoleh dianalisa dengan analisis ragam untuk mengetahui
ada tidaknya perbedaan perlakuan. Apabila terdapat perbedaan dari perlakuan
maka dilanjutkan dengan Uji Duncant (DMRT) untuk mengetahui perbedaan
antar perlakuan.
2. Variabel tetap :
1.
Berat biji kedelai-lamtoro = 100 gr
2.
Perbandingan biji kedelai-lamtoro:air pada saat perendaman (1:3)
3.
Waktu perebusan = 90 menit
4.
konsentrasi laru = 0,5 gr
5.
Lama fermentasi 48 jam
6.
Pembungkus daun
E. Parameter yang diamati
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah:
a. Analisa Bahan Baku (Biji Kedelai dan Biji Lamtoro-gung):
10.
Kadar air: Metode Oven (Sudarmadji, 1984)
11.Kadar abu (Sudarmadji, 1984)
12.
Kadar Total Protein : Metode Kjeldahl (Sudarmadji, dkk, 1997)
13.Kadar Lemak : Metode Soxhlet (Sudarmadji, 1984)
b. Analisa Produk Tempe Lamtoro gung-angkak :
•
Kadar air : Metode Oven (Sudarmadji, 1984)
•
Kadar abu (Sudarmadji, 1984)
•
Kadar Total Protein : Metode Kjeldahl (Sudarmadji, dkk, 1997)
•
Kadar Lemak : Metode Soxhlet (Sudarmadji, 1984)
c. Uji Organoleptik :
Uji Hedonik terhadap aroma, rasa, warna dan kekompakan tempe lamtoro
gung-angkak (Rosida, 2007).
(36)
total Fenol (Andarwulan
et al
,1999) dan Uji aktivitas antioksidan (Kuntorini
et
al
,2010).
F. Prosedur Penelitian
•
Biji kedelai dan biji lamtoro gung terlebih dahulu dianalisa proximat (kadar
air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak).
•
Biji kedelai dan biji lamtoro gung disortasi untuk menghilangkan kotoran
dan benda-benda asing.
•
Setelah itu biji kedelai dan biji lamtoro-gung dicuci untuk menghilangkan
debu dan kotoran lainya.
•
Kemudian dilakukan perebusan selama 90 menit untuk memudahkan
pengupasan kulit.
•
Selanjutnya biji kedelai dan biji lamtoro-gung direndam dalam air selama
24 jam.
•
Setelah 24 jam, kulit kedelai dan kulit lamtoro-gung dikupas dengan cara
meremas-remas sehingga kulit dan keping biji terpisah. Kemudian, keping
biji dicuci bersih untuk menghilangkan lendir.
•
Setelah dicuci, biji kedelai dan biji lamtoro-gung dicampur hingga
homogen.
•
Campuran biji kedelai dan biji lamtoro-gung tersebut ditambah dengan
angkak (1%, 2%, 3%) serta dilakukan peragian dengan penambahan
laru/ragi tempe sebesar 0,5 gr (berat/berat).
•
Setelah peragian, dilakukan pembungkusan dengan daun yang telah
dilubangi, kemudian difermentasi pada suhu kamar (25-37°C) selama
48jam.
•
Tempe yang diperoleh dianalisa kadar air , kadar abu, kadar lemak, kadar
protein, dan uji organoleptik (uji hedonik : bau, rasa, aroma dan
kekompakan).
Bagan alir proses pembuatan Tempe Kedelai Lamtoro Gung Angkak
dapat dilihat pada Gambar dibawah ini.
(37)
Biji kedelai Analisa: Biji Lamtoro-gung
•
Kadar air
•
Kadar abu
•
Kadar protein
•
Kadar lemak
Keping biji kedelai Keping biji lamtoro gung
Tempe Lamtoro Gung Angkak Analisa:
•
Kadar air
•
Kadar abu
•
Kadar protein
•
Kadar Lemak
•
Uji Organoleptik:
•
bau, rasa, warna
dan kekompakan
(Hedonik).
•
Uji Fenol dan Uji
Antioksidan (tiga
produk terbaik)
Gambar 3.1. Pembuatan Tempe Lamtoro Gung Angkak
Sortasi
Pencucian
Perebusan 90 menit
Perendaman 24 jam
Pengupasan kulit
Pencucian
Pencampuran
Penambahan angkak
( 1%; 2%; 3%)
Inokulasi laru 0,5 g
Pembungkusan
Fermentasi (suhu kamar, selama 48 jam)
Sortasi
Pencucian
Perebusan 90 menit
Perendaman 24 jam
Pencucian
Penimbangan
(70 g, 50 g, 30 g)
Penimbangan
(30 g, 50 g, 70 g)
(38)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Analisis Bahan Baku
Pada penelitian pembuatan tempe lamtoro gung-angkak dengan proporsi
kedelai:lamtoro gung serta dengan penambahan angkak, dilakukan analisis
bahan baku terhadap biji kedelai dan lamtoro gung kering. Hasil analisis bahan
baku dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Hasil analisis bahan baku
Komponen
Biji
Lamtoro gung kering
Biji
Kedelai kering
Kadar Air (%)
Kadar Abu (%)
Kadar Protein (%)
Kadar Lemak (%)
14,31
5,66
19,75
5,58
6,49
5,19
36,17
19,45
Pada Tabel 4.1 diatas dapat diketahui kandungan kadar air biji lamtoro
gung adalah 14,31%, kadar abu 5,66%, kadar protein 19,75%, dan kadar lemak
5,58%. Menurut Astuti et al (2003), biji lamtoro gung mengandung 18,56% kadar
air, 5,4% kadar abu, 34,88% kadar protein, dan 5,73% kadar lemak. Biji
lamtoro-gung kering mengandung sekitar 30% protein (Slamet et al, 1987).
Kandungan kadar air biji kedelai pada Tabel 4.1 adalah 6,49%, kadar abu
5,19%, kadar protein 36,17%,dan kadar lemak 19,45%. Astuti et al (2003)
menyatakan kandungan protein dalam biji kedelai bervariasi antara 31-48% dan
kandungan lemaknya juga bervariasi yaitu antara 11-21%. Komposisi kimia
kedelai adalah 40,5% protein, 20,5% lemak, 4,5% abu, dan 6,6% air (Snyder and
Kwon, 1987).
Perbedaan hasil analisis diduga karena adanya perbedaan varietas
biji-bijian, iklim, ataupun jenis tanah. Menurut Ketaren (1986), secara fisik setiap
kedelai berbeda dalam hal warna, ukuran dan komposisi kimianya. Perbedaan
secara fisik dan kimia tersebut dipengaruhi oleh varietas dan kondisi dimana
biji-bijian tersebut dibudidayakan.
(39)
B. Hasil Analisis Produk Tempe Lamtoro gung-Angkak
1. Kadar Air
Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 3), menunjukkan bahwa
perlakuan proporsi kedelai : lamtoro gung dan penambahan angkak tidak
terdapat interaksi yang nyata terhadap kadar air tempe tetapi masing-masing
perlakuan proporsi kedelai : lamtoro gung dan penambahan angkak memberikan
pengaruh yang nyata (p≤0,05) terhadap nilai kadar air tempe yang dihasilkan.
Nilai rata-rata kadar air tempe dengan perlakuan proporsi kedelai : lamtoro
gung dapat dilihat pada Tabel 4.2. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata
kadar air tempe mempunyai kisaran antara 62,70-64,09%.
Tabel 4.2.
Nilai rata-rata kadar air tempe dari perlakuan proporsi kedelai :
lamtoro
gung
Proporsi
Kedelai:Lamtoro gung(%)
Kadar Air
(%)
Notasi
DMRT
5%
70:30
50:50
30:70
62,70
63,43
64,09
a
b
c
-0,52
0,55
Keterangan : Nilai rerata yang diikuti huruf berbeda berarti berbeda nyata
Pada Tabel 4.2. menunjukkan bahwa semakin banyak proporsi biji lamtoro
gung yang ditambahkan maka semakin tinggi kadar air. Hal ini disebabkan
karena biji lamtoro gung kering mengandung kadar air lebih besar dari pada biji
kedelai. Berdasarkan hasil analisa bahan baku pada Tabel 4.1. Kadar air biji
lamtoro gung yaitu 14,31%; sedangkan kadar air biji kedelai 6,49%.
Selama proses perendaman, biji mengalami proses hidrasi, sehingga berat
biji naik sebesar kira-kira dua kali berat semula. Menurut Sayrief (1999), bahwa
selama fermentasi, kapang
Rhizopus
akan menghancurkan matriks antara sel
bakteri dimana pada hari ke tiga untuk biji-bijian akan menjadi empuk, tapi pada
fermentasi selanjutnya antara sel pada biji-bijian hancur ditambah air hasil
pemecahan karbohidrat yang menyebabkan tempe menjadi lembek dan berair.
Hasil di atas telah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia No. 01-3144-1992
yang menyebutkan bahwa kadar air maksimal pada tempe 65%.
(40)
Tabel 4.3.
Nilai rata-rata kadar air tempe dari perlakuan penambahan angkak
Penambahan
Angkak (%)
Kadar Air
(%)
Notasi
DMRT
5%
1
2
3
63,07
'63,33
63,83
a
ab
b
-0,52
'0,55
Keterangan : Nilai rerata yang diikuti huruf berbeda berarti berbeda nyata
Pada Tabel 4.3. menunjukkan bahwa penambahan angkak berpengaruh
nyata terhadap kadar air tempe. Penambahan angkak 1% tidak berbeda nyata
dengan penambahan angkak 2%, tetapi berbeda nyata dengan penambahan
3%. Penambahan angkak dapat meningkatkan kadar air, peningkatan kadar air
ini diduga disebabkan karena adanya pengaruh temperatur, udara dan
kelembaban yang mengakibatkan serbuk angkak menjadi higrokopis.
2. Kadar Abu
Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 4), menunjukkan bahwa
perlakuan proporsi kedelai:lamtoro gung dan penambahan angkak tidak terdapat
interaksi yang nyata terhadap nilai rata-rata kadar abu produk tempe, tetapi
masing-masing perlakuan proporsi kedelai : lamtoro gung dan penambahan
angkak memberikan pengaruh yang nyata (p≤0,05) terhadap nilai rata-rata kadar
abu tempe yang dihasilkan. Nilai rata-rata kadar abu tempe dengan perlakuan
proporsi kedelai : lamtoro-gung dapat dilihat pada Tabel 4.4. Hasil penelitian
menunjukkan nilai rata-rata kadar abu tempe mempunyai kisaran antara 3,43% -
4,00%
.
Tabel 4.4.
Nilai rata-rata kadar abu tempe dari perlakuan proporsi kedelai :
lamtoro gung
Proporsi Kedelai:lamtoro gung
(%)
Kadar Abu
(%)
Notasi
DMRT 5%
70:30
50:50
30:70
3,43
3,64
4,00
a
b
c
-0,08
0,08
Keterangan : Nilai rerata yang diikuti huruf berbeda berarti berbeda nyata
(41)
Pada Tabel 4.4 menunjukkan bahwa semakin besar proporsi biji lamtoro
gung maka kadar abu tempe akan semakin meningkat. Berdasarkan hasil
analisa bahan baku awal pada Tabel 4.1, kandungan kadar abu biji lamtoro gung
kering lebih besar dari pada kadar abu biji kedelai, sehingga semakin banyak
proporsi biji lamtoro gung, kadar abu tempe semakin meningkat. Kadar abu biji
lamtoro gung kering 5,66%, sedangkan kadar abu biji kedelai 5,19%.
Nilai rata-rata kadar abu tempe dengan perlakuan penambahan angkak
dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5
. Nilai rata-rata kadar abu tempe dengan perlakuan penambahan
angkak
Penambahan Angkak (%)
Kadar Abu (%)
Notasi
DMRT 5%
1
2
3
3,60
3,69
3,78
a
b
c
-0,08
0,08
Keterangan : Nilai rerata yang diikuti huruf berbeda berarti berbeda nyata
Pada Tabel 4.5. menunjukkan bahwa penambahan angkak berpengaruh
nyata terhadap kadar abu tempe, semakin tinggi angkak yang ditambahkan
maka kadar abu juga akan semakin meningkat. Peningkatan kadar abu diduga
berasal dari vitamin yang terbentuk oleh mikroba yang tumbuh selama fermentasi
tempe, terutama vitamin B12, sehingga kenaikan jumlah abu diduga berasal dari
nitrogen dan cobalt (Co pada vitamin B12) yang terkandung dalam vitamin B
kompleks tersebut. . Astuti dkk (2003), menyebutkan bahwa selama fermentasi
tempe jumlah vitamin B kompleks meningkat kecuali tiamin.
3. Kadar Protein
Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 5), menunjukkan bahwa
perlakuan proporsi kedelai : lamtoro gung dan penambahan angkak tidak
terdapat interaksi yang nyata terhadap nilai rata-rata kadar protein tempe tetapi
masing-masing perlakuan proporsi kedelai:lamtoro gung dan penambahan
angkak memberikan pengaruh yang nyata (p≤0,05) terhadap nilai kadar protein
tempe yang dihasilkan. Nilai rata-rata kadar protein tempe dengan perlakuan
proporsi kedelai : lamtoro gung dapat dilihat pada Tabel 4.6. Hasil penelitian
menunjukkan nilai rata-rata kadar protein tempe mempunyai kisaran antara
(42)
8,90% - 14,29%
Tabel.4.6.
Nilai rata-rata kadar protein tempe dari perlakuan proporsi kedelai:
lamtoro gung
Proporsi
Kedelai:Lamtoro gung(%)
Kadar
Protein (%)
Notasi
DMRT
5%
70:30
50:50
30:70
14,29
11,85
8,90
c
b
a
0,92
0,88
-Keterangan : Nilai rerata yang diikuti huruf berbeda berarti berbeda nyata
Pada Tabel 4.6. menunjukkan bahwa semakin banyak proporsi biji kedelai
yang ditambahkan semakin tinggi kadar protein. Hal ini disebabkan karena
kandungan protein pada biji kedelai lebih besar daripada kandungan protein biji
lamtoro gung. Hal tersebut berdasarkan hasil analisa awal pada Tabel 4.1,
kandungan kadar protein biji kedelai 36,17% , sedangkan kadar protein biji
lamtoro gung 19,75%.
Nilai rata-rata kadar air tempe dengan perlakuan penambahan angkak
dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7.
Nilai rata-rata kadar protein tempe dari perlakuan penambahan
angkak
Penambahan
Angkak (%)
Kadar Protein
(%)
Notasi
DMRT
5%
1
2
3
12,27
11,84
10,93
b
b
a
0,92
0,88
-Keterangan : Nilai rerata yang diikuti huruf berbeda berarti berbeda nyata
Pada Tabel 4.7. menunjukkan bahwa pada penambahan angkak
berpengaruh nyata terhadap kadar protein, yaitu penambahan angkak 3%
berbeda nyata terhadap penambahan angkak 1 dan 2%, tetapi penambahan
angkak 1 dan 2% masing-masing tidak berbeda nyata. Penambahan angkak
dapat menurunkan kadar protein, hal ini diduga karena kecilnya faktor pembagi
sehingga banyaknya angkak yang ditambahkan akan menurunkan kadar protein.
(43)
4. Kadar Lemak
Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 6), menunjukkan bahwa
perlakuan proporsi kedelai: lamtoro gung dan penambahan angkak tidak
terdapat interaksi yang nyata terhadap kadar lemak tempe tetapi masing-masing
perlakuan proporsi kedelai : lamtoro gung dan penambahan angkak memberikan
pengaruh yang nyata (p≤0,05) terhadap nilai kadar lemak tempe yang dihasilkan.
Nilai rata-rata kadar lemak tempe dengan perlakuan proporsi kedelai :
lamtoro gung dapat dilihat pada Tabel 4.8. Hasil penelitian menunjukkan nilai
rata-rata kadar lemak tempe mempunyai kisaran antara 1,92% - 3,47%.
Tabel 4.8.
Nilai rata-rata kadar lemak tempe dari perlakuan proporsi kedelai :
lamtoro gung
Proporsi
Kedelai:Lamtoro gung(%)
Kadar Lemak
(%)
Notasi
DMRT
5%
70:30
50:50
30:70
3,47
2,44
1,92
c
b
a
0,34
0,33
-Keterangan : Nilai rerata yang diikuti huruf berbeda berarti berbeda nyata
Pada Tabel 4.8. menunjukkan bahwa semakin banyak proporsi biji kedelai
yang ditambahkan semakin tinggi kadar lemak. Hal ini terjadi karena kandungan
lemak pada biji kedelai lebih besar daripada kandungan lemak pada biji lamtoro
gung. Berdasarkan hasil analisa bahan baku pada Tabel 4.1. kandungan lemak
pada kedelai sebesar 19,45%, sedangkan kandungan lemak pada lamtoro gung
sebesar 5,58% .
Kadar lemak tempe lebih rendah dari pada kadar lemak bahan baku, hal
ini disebakan karena selama proses fermentasi kadar lemak bahan baku
dihidrolisis enzim lipase oleh Rhizopus oligosporus . Menurut Kasmidjo (1990),
kadar lemak kedelai akan mengalami penurunan akibat terjadinya fermentasi
tempe. Dengan adanya aktifitas enzim lipase oleh Rhizopus oligosporus, maka
sebanyak 20% atau lebih dari sepertiga lemak kedelai akan terhidrolisis.
(1)
Lampiran 17
Perkiraan Biaya Produksi Perusahaan Tiap Tahun
Biaya tetap
Biaya tidak tetap
Total Biaya Produksi
= Biaya Tetap + Biaya Tidak Tetap
=
Rp 66.937.647,00
+
Rp 305.057.500,00
=
Rp 371.995.147,00
Biaya tidak tetap
Jenis
Biaya
Tenaga kerja
Rp124.200.000
Bahan baku % penunjang
Rp177.397.500
& penunjang
Utilitas
Rp3.460.000
TOTAL
Rp305.057.500
Biaya tetap
Jenis
Biaya
Sewa bangunan
Rp15.000.000,00
Pemeliharaan bangunan
Rp1.500.000,00
(10%sewa bangunan)
Depresiasi (20% FCI)
Rp19.170.000,00
Bunga Bank
Rp31.267.647,00
(18% modal pinjaman)
(2)
Perhitungan Keuntungan Produksi tempe
Harga Pokok
=
= Rp 371.995.147,00
156.000
= Rp. 2.384,58
≈
Rp. 2.400,00
Harga Jual
= harga pokok + keuntungan 40% + pajak 10%
= Rp. 2.384,58 + Rp. 953,832 + Rp. 238,458
= Rp. 3576,87/ bungkus ≈
Rp. 3.600,00
Jadi hasil penjualan /tahun (pendapatan)
= Rp. 3.600,- x 156.000 bks
=
Rp
561.600.000,-Keuntungan bersih
= Hasil penjualan – Pajak penjualan (10%) – Biaya produksi
=
Rp 561.600.000,00 –
Rp 56.160.000 – Rp 371.995.147,00
(3)
Lampiran 19
Perhitungan Payback Period dan Break Event Point Produksi Tempe
a.
Payback Period
Payback Period
=
= Rp 434.272.875,00
Rp 133.444.853,00
= 3,3 tahun atau 39 bulan
b. Break Event Point (BEP)
BEP
=
= Rp. 66.937.647,00
1 – ( Rp 305.057.500,00 / Rp 561.600.000,00 )
=
Rp. 146.533.937,09
% BEP
=
= Rp. 146.533.937,09 x 100%
Rp. 561.600.000,00
= 26,09 %
Kapasitas Titik Impas (BEP unit)
= 26,09 % x 156.000
= 40.703,87 kg /tahun
(4)
0
20
40
60
80
100
-
250.000.000,00
500.000.000,00
1
146.533.937,09
2
66.937.647,00
2
371.995.147,00
2
561.600.000,00
2
Kapasitas Produksi (% )
B
ia
y
a
P
ro
d
u
k
s
s
i
(R
p
)
R
U
G
I
LAB
A
(5)
Lampiran 20
Laju Pengembalian Modal
Tabel laju Pengendalian Modal
IRR
= 10% + 713.750.095 - Rp. 561.600.000 x (30-10)%
713.750.095 – 431.406.239
= 23,645 %
tahun
Cash Flow
I = 10%
I = 30%
Df
P.V (Y1)
Df
P.V (Y1)
1
110.673.343
0,9091
100.613.136
0,7693
85.141.003
2
167.019.882
0,8264
138.025.231
0,5917
98.825.664
3
223.366.422
0,7513
167.815.193
0,4552
101.676.395
4
231.704.461
0,6830
158.254.147
0,3501
81.119.732
5
240.042.500
0,6209
149.042.388
0,2693
64.643.445
713.750.095
431.406.239
(6)