KUALITAS DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN KECAP LAMTORO GUNG (Leucaena leucocephala) ANGKAK DENGAN KAJIAN PROPORSI KEDELAI LAMTORO GUNG DAN LAMA FERMENTASI.

(1)

KUALITAS DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN KECAP LAMTORO GUNG (Leucaena leucocephala) ANGKAK DENGAN KAJIAN PROPORSI KEDELAI

LAMTORO GUNG DAN LAMA FERMENTASI

SKRIPSI

Oleh : Maria Yulita NPM. 0933010006

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

SURABAYA 2014


(2)

KUALITAS DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN KECAP LAMTORO GUNG (Leucaena leucocephala) ANGKAK DENGAN KAJIAN PROPORSI KEDELAI

LAMTORO GUNG DAN LAMA FERMENTASI

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan

Oleh : Maria Yulita NPM. 0933010006

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

SURABAYA 2014


(3)

(4)

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya, skripsi berjudul Evaluasi Dampak Pengukusan Terhadap kandungan Asam lemak jenuh dan Tak Jenuh Sosis Jamur Tiram ini dapat terselesaikan dengan baik.

Skripsi ini disusun untuk memberikan manfaat bagi masyarakat terkait pembuatan kecap manis kedelai:lamtoro gung yang memiliki nilai aktivitas antioksidan. Selain itu, penyusunan skripsi ini dilakukan sebagai salah satu persyaratan akademik kurikulum perguruan tinggi dalam menempuh program Strata Satu (S1) dan sebagai mata kuliah wajib intrakurikuler yang ditempuh oleh setiap mahasiswa UPN “Veteran” Jawa Timur.

Setelah terselesaikannya penyusunan skripsi ini, penulis berterima kasih atas bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ir, Sutiyono, MT, selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri UPN “Veteran” Jawa Timur.

2. Alm. Ir. Latifah, MS, selaku Ketua Program Studi Teknologi Pangan UPN “Veteran” Jawa Timur yang telah memberikan dukungan, saran, dan pengarahan.

3. Dr. Dedin F. Rosida, STP, MKes, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan dukungan, saran, dan pengarahan.

4. Ir. Sudaryati HP,MP selaku Dosen Penguji yang telah memberikan arahan serta meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Papa, mama dan yoyo yang selalu mendukung dan membantu penulis selama proses penyelesaian skripsi.

6. Seluruh staf laboratorium yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama melakukan analisa di laboratorium Teknologi Pangan UPN “Veteran” Jawa Timur.


(6)

7. Teman-teman Teknologi Pangan angkatan 2009 : Agustina, Fida, Yanti, Dian, April, Rosidah, Santi, Ima, Cicin, Tari, Angel, Vita, Ulfa, Fitri, Hudan, Adit, Demy, Novan, Ipung, Ismail yang selalu memberikan semangat.

8. Harvest-19 Ce Feby, Ko Jo, Ce Rosi, Ce miochen, GWG Choir, dan Surabaya Singers yang telah mendukung dan memberikan semangat selama penyusunan skripsi.

9. Seluruh pihak terkait dan berkepentingan yang telah membantu penyusunan skripsi ini.

Merupakan suatu kebanggaan bagi penulis telah menyelesaikan salah satu

kewajiban sebagai mahasiswi UPN “Veteran” Jawa Timur, yakni menyelesaikan

skripsi dengan sebaik-baiknya. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa skripsi yang telah disusun ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan di kesempatan berikutnya.

Semoga apa yang telah penulis berikan melalui skripsi ini akan memberikan manfaat bagi civitas akademika UPN “Veteran” Jawa Timur maupun masyarakat luas.

Surabaya, 22 April 2014 Hormat saya,


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

INTISARI ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...1

B. Tujuan Penelitian ...2

C. Manfaat Penelitian ...2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lamtoro Gung (Leucaena Leucocephala) ...3

B. Kedelai ...4

C. Angkak ...5

D. Kecap ...7

E. Proses Pembuatan Kecap...10

F. Senyawa Fenolik ...15

G. Antioksidan ...16

H. Uji Aktivitas Antioksidan ...18

I. Analisis Keputusan ...19

J. Analisis Finansial ...20

K. Landasan Teori ...23

L. Hipotesis ...24

M. BAB III BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian ...25

B. Bahan Penelitian ...25

C. Alat Penelitian ...25

D. Metodologi Penelitian 1. Rancangan Percobaan...25


(8)

2. Peubah yang digunakan...26

3. Parameter yang diamati ...28

4. Prosedur Penelitian ...28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisa Bahan Baku ...33

B. Hasil Analisa Produk Kecap 1. Kadar Air ...33

2. Kadar Abu ...35

3. Total Padatan Terlarut ...36

4. Kadar Protein Terlarut ...38

5. Kadar Lemak ...41

6. Kadar Fenol ...43

7. Kadar Aktivitas Antioksidan ...45

C. Uji Organoleptik 1. Uji Kesukaan Warna ...47

2. Uji Kesukaan Aroma ...49

3. Uji Kesukaan Rasa ...51

D. Analisis Keputusan ...52

E. Analisis Finansial ...53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ...57

B. Saran ...57

DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi Kimiawi Lamtoro Gung dan Kedelai ...4

Tabel 2.2 Komposisi Kimiawi Lamtoro Gung per 100 gr ...4

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Kedelai per 100 gr ...5

Tabel 2.4 Komposisi Kimiawi Angkak ...7

Tabel 2.5 Syarat mutu Kecap manis ...9

Tabel 2.6 Komposisi Kimia beberapa kecap di Indonesia ...10

Tabel 2.7 Komposisi Kimia kecap manis ...15

Tabel 4.1 Nilai rata – rata kadar air kecap dari perlakuan proporsi kedelai:lamtoro gung ...34

Tabel 4.2 Nilai rata – rata kadar air kecap dari perlakuan lama fermentasi3 garam ...34

Tabel 4.3 Nilai rata – rata kadar abu kecap dari perlakuan proporsi kedelai:lamtoro gung dan lama fermentasi garam ...35

Tabel 4.4 Nilai rata – rata total padatan terlarut kecap dari perlakuan proporsi kedelai:lamtoro gung dan lama fermentasi garam ...37

Tabel 4.5 Nilai rata – rata kadar protein terlarut kecap dari perlakuan proporsi kedelai:lamtoro gung dan lama fermentasi garam

.

...39

Tabel 4.6 Nilai rata-rata kadar lemak kecap dari perlakuan proporsi kedelai:lamtoro gung dan dan lama fermentasi garam ...42

Tabel 4.7 Nilai rata-rata kadar fenol kecap dari perlakuan proporsi kedelai:lamtoro gung dan lama fermentasi garam ...43

Tabel 4.8 Nilai rata-rata kadar aktivitas antioksidan kecap dari perlakuan proporsi kedelai:lamtoro gung dan lama fermentasi garam ...45

Tabel 4.9 Nilai rata-rata uji organoleptik warna kecap dari perlakuan proporsi kedelai:lamtoro gung dan lama fermentasi garam ...48

Tabel 4.10 Nilai rata-rata uji organoleptik rasa kecap dari perlakuan proporsi kedelai:lamtoro gung dan lama fermentasi garam ...50

Tabel 4.11 Nilai rata-rata uji organoleptik aroma kecap dari perlakuan proporsi kedelai:lamtoro gung dan lama fermentasi garam ...51


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram alir proses pembuatan kecap manis cara fermentasi ...12 Gambar 2.2 Reaksi penghambatan antioksidan primer terhadap radikal lipida 17 Gambar 2.3 Radikal peroksi lebih lanjut akan menyerang asam lemak menghasilkan hidroperoksida dan radikal asma lemak baru ...18 Gambar 2.4 Reaksi antara radikal bebas membentuk kompleks bukan radikal18 Gambar 2.5 Struktur DPPH dan DPPH tereduksi hasil reaksi dengan

antioksidan ...19 Gambar 3.1 Diagram alir proses fermentasi koji ...31 Gambar 3.2 Diagram alir proses pemasakan kecap manis lamtoro gung ...32 Gambar 4.1 Hubungan antara proporsi kedelai:lamtoro gung dan lama fermentasi terhadap kadar abu kecap ...36 Gambar 4.2 Hubungan antara proporsi kedelai:lamtoro gung dan lama fermentasi terhadap total padatan terlarut kecap ...38 Gambar 4.3 Hubungan antara proporsi kedelai:lamtoro gung dan lama fermentasi terhadap kadar protein terlarut kecap ...40 Gambar 4.4 Hubungan antara proporsi kedelai:lamtoro gung dan lama fermentasi terhadap kadar lemak kecap ...42 Gambar 4.5 Hubungan antara proporsi kedelai:lamtoro gung dan lama fermentasi terhadap kadar fenol kecap...44 Gambar 4.6 Hubungan antara proporsi kedelai:lamtoro gung dan lama fermentasi terhadap kadar aktivitas antioksidan kecap ...46


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Prosedur Analisa ...63

Lampiran 2. Lembar Kuisioner Organoleptik ...67

Lampiran 3. Kadar Air ...68

Lampiran 4. Kadar Abu ...70

Lampiran 5. Total Padatan Terlarut ...72

Lampiran 6. Kadar Protein Terlarut ...74

Lampiran 7. Kadar Lemak...76

Lampiran 8. Kadar Total Fenol ...78

Lampiran 9. Kadar Aktivitas Antioksidan ...80

Lampiran 10. Uji Oganoleptik Warna ...82

Lampiran 11. Uji Organoleptik Rasa ...84

Lampiran 12. Uji Organoleptik Aroma ...86

Lampiran 13. Asumsu-asumsi yang digunakan ...88

Lampiran 14. Analisa Finansial Produk Kecap kedelai:lamtoro gung ...89

Lampiran 15. Perhitungan Break Event Point Kecap ... 100

Lampiran 16. Perhitungan Payback Period ... 101

Lampiran 17. Cash Flow ... 102

Lampiran 18. Perhitungan Internal Rate Return (IRR) ... 103

Lampiran 19. Perhitungan Net Present Value (NPV) ... 104


(12)

KUALITAS DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN KECAP LAMTORO GUNG

(

Leucaena leucocephala

) ANGKAK DENGAN KAJIAN PROPORSI

KEDELAI LAMTORO GUNG DAN LAMA FERMENTASI

Maria Yulita

0933010006 INTISARI

Kedelai merupakan bahan pangan nabati berprotein tinggi yang

sering digunakan sebagai bahan dasar makanan fermentasi seperti

kecap. Saat ini banyak dikenal berbagai macam jenis kecap berbahan

baku selain kedelai, yaitu kecap ikan, kecap kecipir,kecap kaldu daging,

kecap air kelapa, kecap keong dan lain-lain. Melihat kenyataan tersebut,

kecap dapat dibuat dari bahan-bahan lainnya yang mempunya potensial

sumber protein yang tinggi namun masih belum banyak digunakan. Salah

satunya adalah lamtoro gung. Lamtoro gung. Selain mempunyai kadar

protein yang cukup tinggi, lamtoro gung juga memiliki kandungan fenol

yang sangat berperan dalam aktivitas antioksidan. Penambahan angkak

pada pembuatan kecap juga dapat meningkatkan aktivitas antioksidan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi kedelai:lamtoro

gung dengan lama fermentasi terhadap kualitas dan aktivitas antioksidan

kecap lamtoro gung-angkak dan juga mengetahui perlakuan kombinasi

terbaik antar proporsi kedelai:lamtoro gung terhadap kualitas kecap yang

disukai konsumen. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap

(RAL) dengan 2 faktor. Faktor 1 proporsi kedelai:lamtoro gung

70%:30%,50%:50%,30%:70%. Faktor II lama fermentasi 3 minggu, 4

minggu, dan 5 minggu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan terbaik adalah pada

perlakuan proporsi kedelai:lamtoro gung (70:30) dan lama fermentasi 5

minggu yang menghasilkan kecap dengan kriteria lama fermentasi yang

memiliki kadar air 79,77%, kadar abu 7,12%, total padatan 75,26% brix,

Protein terlarut 25325

µ

g/ml, lemak 4,22 %, Fenol 8239,07 ppm,

antioksidan 25,42%,dan tingkat kesukaan warna 74(agak suka), kesukaan

rasa 81 (suka), dan kesukaan aroma 75(agak suka). Hasil analisis

finansial diperoleh

Break Even Point (BEP)

dicapai 39,50% atau sebesar

Rp. 158.531.763,44 dengan kapasitas titik impas 3.520,14 kg/th,

Payback

Period (PP)

dicapai selama 4 tahun 7 bulan,

Benefit Cost Ratio

1,1990,

NPV Rp. 170.699.917,- dan IRR 22,46%.


(13)

1

A. Latar Belakang

Dewasa ini negara-negara berkembang terutama Indonesia selalu dihadapkan pada persoalan yaitu masih banyaknyamasyarakat Indonesia terutama di daerah pedesaan yang dalam konsumsinya kurang protein. Bahan pangan nabati yang memiliki protein tinggi banyak dipergunakan sebagai bahan dasar fermentasi pangan. Kedelai merupakan bahan pangan nabati paling sering digunakan sebagai bahan dasar makanan-makanan fermentasi di beberapa negara (Kasmidjo, 1990). Salah satu bahan pangan hasil fermentasi yang umum di negara timur adalah kecap yang berwarna coklat, asin dan berbau tajam sering digunakan sebagai bahan pemberi flavor. (Buckle dkk, 1987).

Saat ini banyak dikenal berbagai macam jenis kecap berbahan baku selain kedelai, yaitu kecap ikan, kecap kecipir, kecap kaldu daging, kecap air kelapa, kecap keong, dan lain-lain. Melihat kenyataan tersebut kita juga dapat membuat kecap dari bahan-bahan lainnya yang mempunyai potensi sumber protein yang tinggi namun masih belum banyak yang mengolah. Kebutuhan protein selama ini dipenuhi banyak dari kedelai, untuk itu dilakukan beberapa penelitian bahan pangan lain sebagai pengganti kedelai. Bahan pangan pengganti kedelai tersebut tentunya harus mempunyai kadar protein yang tinggi.

Lamtoro gung (Leucaena leucocephala) merupakan salah satu sumber protein yang mengandung protein yang cukup tinggi. Selain itu lamtoro-gung juga memiliki kadar fenol yang cukup tinggi yang menunjukkan bahwa terdapat senyawa fenol yang sangat berperan dalam aktivitas antioksidan. Biji lamtoro-gung kering mengandung sekitar 30% protein, bahkan tepung keping biji lamtoro-gung tanpa kulit mengandung sekitar 50% protein (Slamet et al, 1991). Penambahan angkak juga berperan dalam meningkatkan aktivitas antioksidan kecap manis. Pada penelitian sebelumnya, Lamtoro gung yang sudah dimanfaatkan sebagai produk pangan yaitu dengan dibuat sebagai tempe didapatkan kadar protein sebesar 14,99% dan kadar


(14)

fenol 3.178,41 ppm pada tempe lamtoro gung dengan proporsi yang paling disukai yaitu proporsi kedelai lamtoro gung 70 :30 (Feny, 2012).

Kecap dapat dibuat melalui 3 cara, yaitu fermentasi, hidrolisis asam dan kombinasi keduanya. Pembuatan kecap secara fermentasi pada prinsipnya menyangkut pemecahan karbohidrat, protein, dan lamak oleh aktivitas enzim kapang, khamir, dan bakteri menjadi senyawa sederhana, yang menentukan rasa, aroma, dan komposisi kecap (Koswara, 1997).

Pada pembuatan kecap terdapat proses fermentasi. Pada saat fermentasi komponen makro molekul akan diuraikan sedemikian rupa sehingga menjadi komponen bahan pangan yang sangat bermanfaat untuk kesehatan. Salah satu komponen hasil pembuatan kecap manis adalah produk reaksi Maillard dimana senyawa ini dapat mempunyai aktivitas antioksidan. Selain itu komponen yang dapat berperan sebagai antioksidan adalah senyawa fenol. Untuk meningkatkan aktivitas antioksidan kecap yang akan dibuat ditambahkan angkak. Angkak mengandung komponen pigmen yang dihasilkan oleh kapang adalah rubropunktatin (merah),

monaskorubin (merah), monaskin (kuning), ankaflavin (kuning), rubropunktamin

(ungu).

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui pengaruh proporsi kedelai-lamtoro gung dan angkak terbaik dengan lama fermentasi terhadap aktivitas antioksidan kecap lamtoro gung-angkak.

2. Mengetahui perlakuan kombinasi terbaik antar proporsi kedelai-lamtoro dan angkak terhadap kualitas kecap yang disukai konsumen.

C. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan nilai tambah pada penggunaan lamtoro gung sebagai bahan pangan potensial yang mempunyai protein tinggi.

2. Mengetahui manfaat kesehatan kecap lamtoro gung-angkak sebagai antioksidan.


(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Lamtoro Gung (Leucaena leucocephala)

Lamtoro gung, petai cina, atau petai selonga adalah sejenis perdu dari suku

Fabaceae (Leguminosae, polong polongan), yang kerap digunakan dalam penghijauan lahan atau pencegahan erosi. Berasal dari Amerika tropis, tumbuhan ini sudah ratusan tahun dimasukkan ke pulau Jawa untuk kepentingan pertanian dan kehutanan, dan kemudian menyebar pula ke pulau-pulau yang lain di Indonesia

Lamtoro gung termasuk golongan kacang-kacangan. Lamtoro gung dapat hidup dan berkembang subur di daerah tropis yang bercurah hujan teratur. Daun serta biji lamtoro banyak mengandung protein, lemak, dan karbohidrat (Soerjatmodjo dkk.,1964).

Biji lamtoro-gung (Leucaena leucocephala) mengandung protein cukup tinggi. Biji lamtoro-gung kering mengandung sekitar 30% protein, bahkan tepung keping biji lamtoro-gung tanpa kulit mengandung sekitar 50% protein. Di beberapa daerah antara lain Gunung Kidul dan Trenggalek biji lamtoro-gung yang telah diproses tersebut tidak menimbulkan gangguan kesehatan (Slamet et al. 1991).

Lamtoro gung (Leucaena leucocephala) merupakan legum pohon yang produktif menghasilkan hijauan, tahan pemotongan, dan pengembalaan berat, dan sebagai pakan tambahan yang berkualitas tinggi. Lamtoro gung merupakan tanaman alternatif yang dapat digunakan untuk menutup kekurangan jumlah ataupun kualitas hijauan pada musim paceklik. Tanaman lamtoro gung dapat diberikan kepada ternak berupa hijauan segar, kering, tepung, silase, dan pelet. Hijauan lamtoro gung sangat baik sebagai pakan ternak, dikarenakan daun lamtoro gung kaya akan protein, karoten, vitamin, dan mineral (Soeseno dan Soedaharoedjian, 1992).

Pemanfaatan tanaman ini belumlah optimal dan masih terbatas pada keperluan-keperluan sederhana,misalnya sebagai pakan ternak dan unggas karena mengandung banyak protein. Buah lamtoro gung mengandung protein 30 – 40 % dengan kadar mimosin yang minimum. Menurut Mtenga dan Laswai (1994), lamtoro


(16)

gung memiliki kandungan protein yang tinggi (21%) dan asam amino cukup tinggi, lamtoro gung juga memiliki antinutrisi seperti mimosin dan tannin.

Pada peneltian sebelumnya didapatkan komposisi kimiawi bahan baku biji lamtoror gung dan biji kedelai kering adalah sebagai berikut.(Feny,2012)

Tabel 2.1 Komposisi kimiawi Biji lamtoro gung kering dan Biji kedelai kering

Komponen Biji Lamtoro gung kering Biji Kedelai kering

Kadar air (%) Kadar abu (%) Kadar Protein (%) Kadar Lemak (%)

14,31 5,66 19,75 5,58 6,49 5,19 36,17 19,45 Sumber : Feny (2012)

Senyawa mimosin (asam beta-3-hidroksi-4 piridon amino) pertama kali diisolasi dari tanaman Mimosa pudica (putri malu) yang berkerabat dengan lamtoro gung. Struktur molekul mimosin mirip dengan asam amino tirosin, bahan baku untuk sintesis hormon tiroid. Tergantung pada musim dan keranuman, biji lamtoro gung secara alami mengandung mimosin (mimosine) dengan kadar berkisar 5 persen atau 5000 miligram per 100 gram biji lamtoro gung kering.(Anonim,2012)

Komposisi Kimiawi Lamtoro gung per 100 gr dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:

Tabel 2.2. Komposisi Kimiawi Lamtoro Gung per 100 gr

Komposisi Jumlah (%)

Air Protein Lemak Abu Karbohidrat 18,56 34,88 5,73 5,40 36,39 Sumber : Astuti (2003)

B. Kedelai

Kacang kedelai merupakan sumber protein yang baik diantara jenis kacang-kacangan yang lain. Kedelai utuh mengandung 35-38% protein yang tertinggi dari


(17)

kacang lainnya (Winarno, 1993). Kedelai dibagi dalam 2 golongan yaitu kedelai yang mengandung lemak tinggi protein rendah, biasanya digunakan sebagai bahan baku industri minyak kedelai sedangkan kedelai yang mengandung lemak rendah protein tinggi yang cocok untuk bahan baku pembuatan kecap, tahu, susu kedelai dan kembang tahu.

Secara lengkap komposisi kimia rata-rata kedelai dalam bentuk kering per 100 gram dapat dilihat pada Tabel 2.3

Tabel 2.3 Komposisi kimia kedelai per 100 gr

Komposisi Jumlah

Kalori (kkal) Protein (gr) Lemak (gr) Karbohidrat (gr) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin A (SI) Vitamin B1 (mg)

Vitamin C (mg) Air (gr) 331,0 34,9 18,1 34,8 223 682 8,0 110 0,93 0 7,5 Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1972)

C. Angkak

Beras merah Cina atau angkak merupakan pengawet dan pewarna makanan alami dan menyehatkan. Angkak dianggap sebagai obat bermacam penyakit (Anonim,2011).

Angkak ialah produk hasil fermentasi dengan substrat beras yang menghasilkan warna merah karena aktifitas kapang Monascus purpureus. Angkak secara tradisional telah lama dimanfaatkan sebagai bumbu, pewarna dan obat, termasuk di antaranya adalah obat demam. Kapang tersebut menghasilkan pigmen yang tidak toksik dan tidak mengganggu sistem kekebalan tubuh (Fardiaz dan Zakaria, 1996)

Angkak adalah produk beras (putih) yang difermentasikan hingga warnanya menjadi merah gelap. Karena warna merahnya, angkak sering disebut beras merah,


(18)

sehingga menjadi rancu dengan sebutan beras merah padanan dari brown rice dalam bahasa Inggris. Padahal antara angkak dan brown rice berbeda.

Menurut Suwanto (1985); dan Ma et al. (2000), komponen pigmen yang dihasilkan oleh kapang adalah rubropunktatin (merah), monaskorubin (merah),

monaskin (kuning), ankaflavin (kuning), rubropunktamin (ungu). Pembentukan pigmen ini dipengaruhi konsentrasi glukosa dan etanol. Konsentrasi etanol diatas 4% (w/w) akan menghambat pembentukan pigmen pada beras. Intensitas pigmen merah yang dihasilkan kapang Monascus sp tergantung pada nutrisi dan kondisi lingkungannya.

M. Purpureus mempunyai aktivitas sakarifikasi dan proteolitik. Oleh karena itu dapat tumbuh baik pada medium yang mengandung pati dan protein. Selain enzim amylase dan protease, Monascus juga menghasilkan enzim maltase,

invertase, lipase, oksidase, dan ribonuklease (Steinkraus,1995).

Pigmen merah angkak terbentuk karena keluarnya cairan granular melewati ujung-ujung hifa M. Purpureus. Ketika kultur masih muda, cairan ekstruksinya tidak berwarna, tetapi secara bertahap terjadi perubahan menjadi kemerahan. Hal ini terjadi karena pada waktu kultur masih muda, semua nutrisi dipakai untuk pertumbuhan dan setelah dewasa sebagian nutrisi digunakan untuk membentuk pigmen angkak (Carels dan Shepherd, 1977).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pigmen angkak memiliki aktivitas sebagai antimikroba, sehingga sangat cocok digunakan sebagai bahan pewarna pada bahan makanan yang mudah terkontaminasi mikroba dengan demikian, angkak dapat berperan ganda, yaitu sebagai pewarna dan sekaligus pengawet. Angkak terbukti dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen (penyebab penyakit) dan bakteri perusak berspora, seperti Bacillus cereus dan Bacillus stearothermophilus (Fardiaz, 1992). Komposisi Kimiawi angkak dapat dilihat pada Tabel 2.4.


(19)

Tabel 2.4. Komposisi kimiawi angkak

Kandungan Jumlah (%)

Air Pati Nitrogen Protein Kasar

Lemak Kasar Abu

Pigmen/Zat warna

7,0-10,0 53,0-60,0

2,4-2,6 15,0-16,0

6,0-7,0 0,9-1,0 1,6-19,0 Sumber : Suwanto (1985)

Menurut Ardiyansyah (2007), Angkak dapat pula dibuat dari bahan-bahan sumber karbon lain seperti gadung, kentang, ganyong, suweg, ubi jalar, dan tapioka tetapi intensitas warna yang dihasilkan tidak sebaik pada beras. Khasiat angkak dapat menurunkan jumlah lemak dalam darah, menurunkan kandungan trigliserida, kolesterol, very low density lipoprotein (VLDL). Dan low density lipoprotein cholesterol (LDL-C). Meviolin dan Lovastatin adalah dua komponen bioaktif yang diketahui terdapat didalam angkak sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah.

D. Kecap

Kecap adalah produk cair yang diperoleh dari hasil fermentasi (hidrolisis) kacang kedelai (Glycine max L.) dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan (SNI 01-3543-1994). Kecap merupakan salah satu bentuk pangan tradisional dari kedelai. Kecap telah terkenal di negara Asia sejak lebih dari seribu tahun yang lalu. Kecap berasal dari Cina dan dikenal di berbagai negara dengan nama yang berbeda-beda, misalnya shoyu di Jepang, chiang-yu di Cina, kan jang di Korea, dan di Indonesia disebut dengan kecap.

Kecap yang biasanya dibuat dari kedelai diklasifikasikan menjadi dua, yaitu kecap kedelai manis dan kecap kedelai asin (SNI 01-3543-1994). Penelitian sebelumnya telah dilakukan terhadap sifat kimia dari beberapa jenis kecap oleh Judoamidjojo et al. (1985). Penelitian dilakukan terhadap 8 kecap di Indonesia dari daerah Sumatera, Jawa, dan Celebes dengan klasifikasi 4 kecap manis. Parameter


(20)

yang diukur adalah protein kasar, lemak, abu, karbohidrat, total Nitrogen, formol Nitrogen, dan kadar garam.

Syarat mutu kualitas kecap manis yang ditetapkan SNI 01-3543-1994 dapat dilihat pada Tabel 2.5


(21)

Tabel 2.5 . Syarat mutu kecap manis

Kriteria Uji Satuan Persyaratan

Keadaan

Bau Normal, khas

Rasa Normal, khas

Protein (N x 6,25) %, b/b Min. 2,5

Jumlah padatan %, b/b Min. 10

NaCl (garam) %, b/b Min. 3

Total gula (dihitung sebagai sukrosa)

%, b/b Min. 40

Bahan tambahan

makanan pengawet

1. Benzoat atau mg/kg Maks. 600

2. Metil para hidroksi benzoate

mg/kg Maks. 250

3. Propil para hidroksi benzoate

mg/kg Maks. 250

Pewarna Sesuai SNI 01-0222-1995

Cemaran Logam

Timbal (Pb) mg/kg Maks. 1,0

Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 30,0

Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0

Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0

Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,05

Arsen mg/kg Maks. 0,5

Cemaran mikroba

Angka lembeng total Koloni/g Maks. 1x105

Bakteri koliform APM/g Maks. 1x102

Escherichia coli APM/g <3

S.aureus APM/g Maks. 10

Kapang/khamir Koloni/g Maks. 50


(22)

Komposisi kimia beberapa kecap di Indonesia dapat di lihat pada Tabel 2.6. Tabel 2.6. Komposisi kimia beberapa kecap di Indonesia (%)

Jenis Kecap

Daerah Protein Kasar (%) Lemak (%) Abu (%) KarboHidrat (%) Total N(%) Formol N (%) NaCl (%) Manis Manis Manis Manis Sumatera Sumatera Celebes Jawa 1,19 1,43 0,80 1,46 0,25 0,13 0,29 0,14 6,10 5,82 6,20 7,64 47,91 65,45 26,27 61,16 0,21 0,25 0,14 0,26 0,09 0,05 0,02 0,07 5,17 4,37 3,30 6,27 Sumber: Judoamidjojo et al. (1985)

Salah satu produk dari kecap adalah kecap manis merupakan salah satu produk olahan kedelai yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia. Kecap manis sangat bermanfaat bagi kesehatan. Menurut Suprapti (2005), kecap manis merupakan produk olahan yang teksturnya kental, berwarna coklat kehitaman, dan digunakan sebagai penyedap makanan. Tingginya kadar gula dan viskositas yang tinggi pada kecap manis ini disebabkan adanya penambahan gula dalam proses pembuatannya. Sebagian besar kecap di Indonesia menunjukkan adanya perbedaan kandungan gula, kandungan asam, dan konsentrasi asam amino yang berhubungan dengan perlakuan fermentasi.

Komponen terbesar kecap manis adalah karbohidrat, terutama sukrosa, glukosa, dan fruktosa. Kecap manis mengandung gula lebih banyak (26-61%) dibandingkan kecap asin (4-19%) (Judoamidjojo, 1987).Kecap manis di Indonesia berbeda dengan kecap Cina dan Kecap Jepang. Perbedaan utamanya terletak pada penambahan gula kelapa dan rempah-rempah, sehingga flavor dari kecap manis adalah manis, asin, beraroma rempah (spicy), dan gurih. Sementara itu, flavor utama pada kecap Cina dan Jepang adalah asin dan gurih (Apriyantono et al.,

1997).

E. Proses Pembuatan Kecap

Menurut Junaidi (1987), untuk memperoleh kecap kedelai yang berkualitas, maka harus memperhatikan syarat mutu biji kedelai diantaranya : (1) Bebas dari sisa tanaman (kulit polong, potongan batang atau ranting), batu, kerikil, tanah atau biji


(23)

tanaman lain, (2) biji kedelai tidak luka, (3) biji kedelai bebas dari serangan hama dan penyakit dan (4) kulit biji tidak keriput. Sementara itu, komposisi kimia kedelai hitam dan kedelai kuning tidak menunjukkan perbedaan yang berarti, sehingga tidak akan menyebabkan perbedaan komposisi kimia kecap yang dihasilkan.

Kecap adalah produk fermentasi kedelai yang dapat diproduksi dengan tiga cara yaitu fermentasi kedelai, hidrolisis asam, atau kombinasi dari keduanya. Pembuatan kecap secara fermentasi pada prinsipnya menyangkut pemecahan protein, lemak, dan karbohidrat oleh aktivitas enzim dari kapang, ragi (khamir), dan bakteri menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana, yang menentukan cita rasa, aroma, dan komposisi kecap. Pembuatan kecap secara hidrolisis pada dasarnya adalah pemecahan protein dengan menggunakan asam sehingga menghasilkan peptida-peptida dan asam-asam amino. Pembuatan kecap secara kombinasi merupakan gabungan kedua cara diatas . Mula-mula sebagian protein dihidrolisis dengan asam kemudian dilanjutkan dengan fermentasi (Santoso, 2005).

Menurut Judoamidjojo (1985), Tahap dalam pembuatan kecap adalah sebagai berikut: fermentasi koji, fermentasi moromi dalam larutan garam, ekstraksi dan penyaringan, penambahan gula dan bumbu, serta pembotolan dan pemasaran.


(24)

Proses pembuatan kecap secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.1:

Gambar 2.1. Diagram alir proses pembuatan kecap manis cara fermentasi (Prasetyo,1996).

Pencucian dan Perendaman

Pemasakan

Penebaran di atas tampah

Koji (3-20 hari)

Penghancuran dan Penjemuran

Baceman/moromi (1-5 bulan)

Larutan garam 20%

Penyaringan Gula dan Bumbu

Cairan

Pemasakan

Penyaringan

Kecap Kedelai

Inokulum


(25)

Pada awalnya kedelai bersih direndam semalam, kemudian direbus selama 1-5 jam. Biji kedelai masak ditebarkan di atas tampah bambu serta diinokulasikan dengan kapang atau tanpa inokulasi karena wadahnya sudah menjadi sumber inokulan dan diinokulasi pada ruang khusus selama 3-20 hari (umumnya 1 minggu). Tahap ini disebut tahap fermentasi koji (Prasetyo, 1996). Koji yang diperoleh kemudian dicampur dengan air garam dengan konsentrasi 20-23% selama 4-8 bulan sambil dilakukan pengadukan berkala (proses moromi) (Chen, 1992). Filtrat moromi dimasak dengan air, lalu ditambah gula palma dan bumbu lainnya. Campuran ini disaring dan kecap yang dihasilkan kemudian dibotolkan. Penambahan gula yang dilakukan tergantung dari jenis kecap yang akan dibuat, yaitu kecap manis dan kecap asin. Untuk pembuatan kecap asin, gula ditambahkan dalam jumlah sedikit atau tidak ditambah sama sekali

1. Fermentasi Kapang (Proses Koji)

Fermentasi koji yang biasanya terjadi di pabrik kecap di Indonesia umumnya dilakukan selama 3-20hari (umumnya 1 minggu) pada suhu kamar. Kapang akan mulai tumbuh pada permukaan biji karena sengaja diinokulasi atau terkontaminasi dari udara atau wadahnya (tampah) (Prasetyo,1996).

Selama fermentasi ini protein dan Karbohidrat pada kedelai akan didegradasi oleh kapang. Protein dirombak menjadi polipeptida dan peptide rantai pendek, sedangkan karbohidrat dirombak menjadi gula-gula sederhana. Pada fermentasi ini juga dihasilkan asam tetapi pada akhir fermentasi pH koji sebesar 7,1.Hal ini diakibatkan oleh aktivitas proteolitik dan proses deaminasi asam-asam amino oleh kapang yang ditandai dengan timbulnya bau ammonia pada koji (Rahayu dan Sudarmadji, 1989)

2. Fermentasi Garam (Proses Moromi)

Pada fermentasi ini kedelai yang telah mengalami proses koji dicampur dengan larutan garam dan difermentasi selama 1 minggu sampai 4 bulan. Konsentrasi garam yang digunakan biasanya sekitar 20-25% (Krisno,1990).


(26)

Selama fermentasi garam, mikroba yang berperan adalah Zygosaccharomyces

dan Hansemula (khamir) serta Lactobacillus (Bakteri).

Menurut Wijaya (1988), pada fermentasi garam terjadi perubahan-perubahan fisik dan kimia yang merupakan lanjutan dari proses koji. Enzim yang dikeluarkan oleh kapang masih bekerja terus, sedangkan kapangnya sendiri mati dalam lingkungan garam. Aktifitas enzim ini memengaruhi kandungan protein, kadar nitrogen terlarut, dan gula pereduksi pada moromi yang dihasilkan. Total nitrogen terlarut dan formol nitrogen mengalami peningkatan selama satu bulan fermentasi. Apabila fermentasi dilanjutkan ternyata tidak menunjukkan banyak perubahan.

3. Penambahan Gula Merah

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3743-1995), gula merah atau gula palma adalah gula yang dihasilkan dari pengolahan nira pohon palma yaitu aren, nipah, siwalan, dan kelapa atau jenis palma lainnya, dan berbentuk cetak atau serbuk/granula.

Gula merah memiliki sifat-sifat spesifik sehingga perannya tidak dapat digantikan oleh jenis gula lainnya. Gula merah memiliki rasa manis dengan rasa asam. Rasa asam disebabkan oleh kandungan asam organik didalamnya. Adanya asam-asam organic ini menyebabkan gula merah mempunyai aroma khas, sedikit asam, dan berbau caramel. Rasa karamel pada gula merah diduga disebabkan adanya reaksi karamelisasi akibat pemanasan selama pemasakan. Karamelisasi juga menyebabkan timbulnya warna coklat pada gula merah (Nurlela,2002).

Menurut Judoamidjojo (1987), gula merah mempunyai rasa dan aroma yang khas, sehingga tidak dapat digantikan oleh gula pasir. Penggunaan gula merah sangat luas, diantaranya untuk pemanis minuman, penyedap makanan, bahan pembuat dodol, kue dan merupakan salah satu bahan baku dalam industry kecap. Peranan gula dalam pembuatan kecap sangat penting karena dapat menyebabkan terjadinya reaksi Mailard dan karamelisasi, yang berperan dalam pembentukan flavor dan karakteristik kecap manis.


(27)

Komposisi kimia kecap manis dapat dilihat pada Tabel 2.6. Tabel 2.7. Komposisi kimia kecap manis

Komponen Kadar (%)

Air Protein Kasar

Lemak Abu Karbohidrat Garam (NaCl)

29,61 1,46 0,14 7,64

61,15

6,27 Sumber : Judoamidjojo (1987)

F. Senyawa Fenolik

Fenol adalah senyawa dengan satu gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada cincin aromatik Fenolik merupakan metabolit sekunder yang tersebar dalam tumbuhan. Senyawa fenolik telah diketahui memiliki berbagai efek biologis seperti aktivitas antioksidan melalui mekanisme sebagai pereduksi, penangkap radikal bebas, pengkhelat logam, peredam terbentuknya oksigen singlet serta pendonor electron (Fessenden dan Fessenden, 1986).

Asam galat termasuk dalam senyawa fenolik dan memiliki aktivitas antioksidan yang kuat. Penentuan fenolik total dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi Folin-Ciocalteu (Lee et al. 2003). Kandungan fenolik total dalam tumbuhan dinyatakan dalam GAE (gallic acid equuivalent) yaitu jumlah kesetaraan milligram asam galat dalam 1 gram sampel.

Kadar fenolik total pada sampel ditentukan oleh kemampuan sampel untuk mereduksi reagen Folin Ciocalteu yang mengandung senyawa asam fosfomolibdat-fosfotungsat berwarna kuning yang akan membentuk senyawa kompleks berwarna biru. Metode ini dapat mendeteksi semua golongan fenolik yang terdapat dalam sampel. Kandungan fenoliknya dapat distandarisasi antara lain dengan asam galat, katekin, asam tanat dan asam kafeat (Prior dkk, 2005).

Menurut Feny (2012),Kadar fenolik pada tempe kedelai-lamtoro gung dengan perlakuan terbaik 70:30 adalah 3174,8 ppm.


(28)

G. Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu menginteraksi berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi, dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif. Akibatnya, kerusakan sel akan dihambat (Winarno, 2007).

Antioksidan sangat bermanfaat baik untuk mempertahankan mutu produk pangan maupun untuk kesehatan tubuh. Antioksidan dalam tubuh akan menggangu mekanisme kerja pembentukan radikal bebas dan juga akan menghambat oksidasi atau reaksi rantai radikal bebas, sehingga berbagai penyakit degeneratif, misalnya katarak, kanker dan proses penuaan dapat dihambat dengan antioksidan, baik yang diperoleh dari luar maupun melalui metabolisme tubuh (Niwa,1997).

Antioksidan berdasarkan sumbernya digolongkan menjadi antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesis reaksi kimia) dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami). Ada lima antioksidan yang diijinkan untuk makanan dan penggunaannya tersebar luas di seluruh dunia, yaitu butylated hdroxyanisol (BHA), butylated hidroxytoluene (BHT), propil galat, tert-butil hidroxy quinon (TBHQ) dan tokoferol (vitamin E). Antioksidan tersebut merupakan antioksidan alami yang telah diproduksi secara sintetis untuk tujuan komersial (Buck 1991).

Komponen antioksidan di alam mempunyai struktur kimia yang berbeda-beda, umumnya sebagai asam amino, asam askorbat, karotenoid, asam sinamat, flavonoid, melanoidin, asam organik tertentu, zat pereduksi, peptida, fosfatida, polifenol, tanin, dan tokoferol. Senyawa antioksida alami digolongkan sebagai komponen fenolik, protein, komponen nitrogen, karotenoid, dan komponen lain seperti vitamin C, keton dan glikosida (Winarno,2008).

Antioksidan yang baik akan bereaksi dengan radikal bebas segera setelah senyawa tersebut terbentuk. Mekanisme antioksidan dalam menghambat oksidasi atau menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi, dapat disebabkan oleh empat macam mekanisme reaksi, yaitu pelepasan hidrogen


(29)

dari antioksidan, pelepasan elektron dari antioksidan, adisi lemak ke dalam cincin aromatik pada antioksidan, dan pembentukan senyawa kompleks antara lemak dan cincin aromatik dari antioksidan (Ketaren,1986).

Fungsi utama antioksidan yaitu dapat digunakan sebagi upaya untuk memperkecil tejadinya proses oksidasi dari lemak dan minyak, memperkecil terjadinya proses kerusakan dalam makanan, memperpanjang masa pemakaian dalam industri makanan, meningkatkan stabilitas lemak yang terkandung dalam makanan serta mencegah hilangnya kualitas sensori dan nutrisi (Kuncahyo dan Sunardi 2007).

Penambahan antioksidan (AH) primer dengan konsentrasi rendah pada lipida dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lemak dan minyak. Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi maupun propagasi. Radikal-radikal antioksidan (A•) yang terbentuk pada reaksi tersebut relative stabil dan tidak mempunyai cukup energi untuk dapat bereaksi dengan molekul lipida lain membentuk radikal lipida baru (Gordon, 1990):

Gambar 2.2. Reaksi penghambatan antioksidan primer terhadap radikal lipida (Gordon, 1990).

Mekanisme kerja antioksidan secara umum adalah menghambat oksidasi lemak. Oksidasi lemak terdiri dari tiga tahap utama yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi. Pada tahap inisiasi terjadi pembentukan radikal asam lemak yaitu senyawa turunan asam lemak yang bersifat tidak stabil dan sangat reaktif akibat dari hilangnya satu atom hydrogen (reaksi 1). Pada tahap selanjutnya, yaitu propagasi, radikal asam lemak akan beraksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi (reaksi 2). Radikal peroksi lebih lanjut akan menyerang asam lemak menghasilkan hidroperoksida dan radikal asam lemak baru (reaksi 3).

Inisiasi : R• + AH ---> RH + A• Radikal lipida


(30)

Gambar 2.3. Radikal peroksi lebih lanjut akan menyerang asam lemak menghasilkan hidroperoksida dan radikal asam lemak baru.

Hidroperoksida yang terbentuk bersifat tidak stabil dan akan terdegrasi lebih lanjut menghasilkan senyawa-senyawa karbonil rantai pendek seperti aldehida dan keton yang bertanggung jawab atas flavor makanan berlemak. Tanpa adanya antioksidan, reaksi oksidasi lemak akan mengalami terminasi melalui reaksi antara radikal bebas membentuk kompleks bukan radikal (reaksi 4).

Gambar 2.4. Reaksi antara radikal bebas membentuk kompleks bukan radikal

Menurut Ketaren (1986), Antioksidan yang baik akan bereaksi dengan radikal bebas segera setelah senyawa tersebut terbentuk. Mekanisme antioksidan dalam menghambat oksidasi atau menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi, dapat disebabkan oleh empat macam mekanisme reaksi, yaitu pelepasan hydrogen dari antioksidan, pelepasan elektron dari antioksidan, adisi lemak ke dalam cincin aromatik pada antioksidan, dan pembentukan senyawa kompleks antara lemak dan cincin aromatik dari antioksidan.

H. Uji Aktivitas Antioksidan

Suatu senyawa antioksidan dapat diketahui dalam suatu bahan melalui uji aktivitas antioksidan. Terdapat berbagai macam metode pengukuran aktivitas antioksidan. Metode yang paling umum digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan suatu bahan adalah menggunakan radikal bebas diphenylpicrylhydrazil

(DPPH). DPPH adalah radikal bebas yang bersifat stabil dan beraktivitas dengan cara mendelokasi electron bebas pada suatu molekul, sehingga molekul tersebut tidak reaktif sebagaimana radikal bebas yang lain. Meningkatnya jumlah

1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil akan ditandai dengan berubahnya warna ungu pada larutan menjadi warna kuning pucat (Molyneux, 2004).

Terminasi : ROO* +ROO* ROOR + O2 (non radikal)

R* + ROO* ROOR (non radikal) R* + R* RR (non radikal)


(31)

Pengukuran aktivitas antioksidan dengan motede DPPH menggunakan prinsip spektrofotometri. Metode uji dengan DPPH banyak dipilih karena metode ini sederhana, mudah, cepat, peka dan hanya membutuhkan sedikit sampel (Hanani et al, 2005). Senyawa DPPH (dalam metanol) berwarna ungu tua terdeteksi pada panjang gelombang sinar tampak 517 nm. Antioksidan akan mendonorkan proton atau hydrogen kepada DPPH dan selanjutnya akan terbentuk radikal baru yang bersifat stabil atau tidak reaktif (diphenylpicrylhydrazin) (Wikanta et al, 2005). Hal ini dapat ditunjukkan pada persamaan berikut ini :

DPPH + AH DPPH-H + A

Radikal bebas Antioksidan Netral Radikal bebas baru,stabil,tidak reaktif Warna ungu Warna kuning

Struktur DPPH dan DPPH tereduksi hasil reaksi dengan antioksidan dapat dilihat pada Gambar 2.5 .

NO2 NO2

H O2N N N O2N N N

NO2 NO2

Diphenylpicrylhydrazil (radikal bebas) Diphenylpicrylhydrazin(non radikal)

Gambar 2.5. Struktur DPPH dan DPPH tereduksi hasil reaksi dengan antioksidan

I. Analisa Keputusan

Keputusan ialah suatu kesimpulan dari suatu proses untuk memilih tindakan yang terbaik dari sejumlah alternative yang ada. Analisis keputusan pada dasarnya adalah suatu prosedur yang logis dan kuantitatif yang tidak hanya menerangkan pengambilan keputusan, tetapi merupakan suatu cara untuk membuat keputusan (Mangkusubroto dan Listiani, 1987).

Pengambilan keputusan adalah proses yang mencakup semua pikiran dan kegiatan yang diperlukan guna untuk membuktikan dan memperlihatkan pilihan yang terbaik (Siagian, 1987).


(32)

J. Analisa Finansial

Analisis kelayakan adalah analisis yang ditujukan untuk meneliti suatu proyek layak atau tidak layak untuk proyek tersebut harus dikaji, diteliti dari beberapa aspek tertentu sehingga memenuhi syarat untuk dapat berkembang atau tidak (Tiomar, 1994).

Analisis finansial adalah analisis yang melihat proyek dari sudut lembaga atau menginvestasikan modalnya ke dalam proyek (Pudjotjiptono, 1984).

Benefit atau laba yang diperoleh perusahaan sering dipakai untuk menilai atau sukses tidaknya manajemen perusahaan, sedangkan besarnya laba tersebut terutama dipengaruhi oleh biaya produksi, harga jual produk dan volume penjualan (Muljadi, 1986).

Dalam rangka mencari suatu ukuran menyeluruh tentang layak tidaknya suatu proyek yang dikembangkan, maka digunakan beberapa kriteria yang digunakan dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya adalah:

1. Break Even Point (BEP)

2. Net Present Value (NPV)

3. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio)

4. Payback Periode

5. Internal Rate of Return (IRR)

1. Penentuan Break Even Point (BEP) (Susanto dan Saneto, 1994)

Suatu analisis yang menunjukkan hubungan antara keuangan volume produksi dan hasil penjualan adalah penentuan Break Even Point (BEP). BEP adalah salah satu keadaan tingkat produksi tertentu yang menyebabkan besarnya biaya produksi keseluruhan sama dengan besarnya nilai atau hasil penjualan atau laba. Jadi pada keadaan tertentu tersebut perusahaan tidak mendapatkan keuntungan dan juga tidak mengalami kerugian.

Penentuan BEP dapat dikerjakan secara aljabar atau grafik. Dalam penentuan BEP secara aljabar didasarkan atas hubungan antara nilai penjualan, biaya produksi keseluruhan (biaya tetap + biaya tidak tetap) dan


(33)

volume produksi. Volume penjualan pokok dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :

BEP =

Keterangan:

Po = Produk pulang / pokok FC = Biaya tetap

VC = Biaya tidak tetap persatuan produk (Rp)

Rumus untuk mencari titik impas adalah sebagai berikut : a. Biaya Titik Impas:

BEP =

b. Presentase Titik Impas :

BEP =

c. Kapasitas Titik Impas

Kapasitas titik impas adalah jumlah produksi yang harus dilakukan untuk mencapai titik impas. Rumus kapasitas titik impas adalah sebagai berikut: Kapasitas Titik Impas = Persen Titik Impas x Kapasitas Produksi

2. Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) adalah selisih antara nilai penerimaan sekarang dengan nilai biaya sekarang. Bila dalam analisa diperoleh nilai NPV lebih besar dari 0 (nol), berarti nilai proyek layak untuk dilaksanakan, jika dalam perhitungan diperoleh nilai NPV lebih kecil dari 0 (nol), maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan (Susanto dan Saneto, 1994). Rumus NPV adalah :

FC P-VC

Biaya Tetap

1-(biaya tidak tetap/pendapatan)

BEP (Rp)


(34)

n

1

t

(1

i)t

Ct

Bt

NPV

Keterangan :

Bt = Benefit sosial kotor dengan suatu proyek pada tahun t Ct = Biaya sosial kotor sehubungan dengan proyek pada tahun t t = 1, 2, 3,…….. n

n = Umur ekonomi daripada proyek i = sosial discount rate / suku bunga bank

3. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio) (Susanto dan Saneto, 1994).

Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C) merupakan metode perbandingan antara penerimaan kotor dengan biaya kotor yang telah dirupiahkan sekarang (present value). Proyek dapat dijalankan apabila nilai gross B/C lebih besar atau sama dengan 1.

Nilai B/C Ratio = = 1

4. Payback Period (Susanto dan Saneto, 1994).

Payback Period merupakan metode yang mencoba mengukur kecepatan pengembalian modal investasi yang dinyatakan dalam tahun. Proses perhitungan metode ini berpedoman pada aliran kas bukan pada laba yang dihasilkan. Aliran kas diartikan sebagai jumlah laba dan nilai depresiasi yang dikeluarkan. Nilai Payback Period dinyatakan sebagai perbandingan biaya pertahun (Intial Cash Flow) dengan aliran kasnya (Cash Flow). Nilai perbandingan ini dapat diterima apabila lebih pendek dari yang diisyaratkan. Rumus dapat dilihat sebagai berikut :

Pp = Keterangan : I = Jumlah modal


(35)

5. Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rute of Return merupakan tingkat suku bunga yang menyebabkan nilai penerimaan kas bersih sekarang dengan jumlah investasi awal dari proyek yang sedang di nilai. Dengan perkataan lain IRR adalah tingkat bunga yang menyebabkan NPV = 0. Jika ternyata IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku di bank untuk proyek dapat diteruskan.

IRR = 1 + (i”-i’)

Keterangan :

NPV’ = NPV positif hasil percobaan nilai NPV” = NPV negatif hasil percobaan nilai i = Tingkat bunga

K. Landasan Teori

Masyarakat umum biasanya menggunakan kedelai sebagai bahan utama pembuatan kecap, karena permintaan kedelai yang semakin meningkat, maka untuk mengatasi hal tersebut kedelai harus ada pengganti atau disubstitusi dengan bahan baku lain agar dapat mengurangi penggunaan produk kedelai. Salah satu bahan pengganti kedelai yang masih kurang banyak dimanfaatkan dan berpotensi tinggi adalah lamtoro gung. Lamtoro gung mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan golongan kacang-kacangan yang lain, yaitu berkisar antara 30-40% (Slamet, et al. 1982). Lamtoro gung mempunyai kandungan protein, mineral dan beta karoten yang tinggi. Beta karoten merupakan salah satu senyawa golongan metabolit sekunder yang dapat menghasilkan senyawa antioksidan. Lamtoro gung mengandung senyawa fenol. Senyawa fenol tersebut berpotensi sebagai antioksidan. Demikian juga pigmen yang terdapat pada angkak juga berpotensi sebagai antioksidan.

Menurut Chariote et al.(2009), aktivitas antioksidan dalam angkak terdiri dari beberapa senyawa seperti flavonoid, polifenol, karotenoid, alkaloid dan vitamin. Beberapa metabolit sekunder yang diproduksi oleh Monascus merupakan


(36)

komponen yang disusun poliketida. Komponen tersebut adalah pigmen dan komponen fenolik yang memiliki aktivitas antioksidan. Produksi pigmen yang semakin pekat diiringi dengan kenaikan jumlah antioksidan yang dihasilkan. Selama fermentasi terjadi produksi senyawa isoflavon aglikon, sehingga semakin lama fermentasi maka total fenol akan meningkat.

Lamtoro gung dapat menjadi medium yang baik untuk pertumbuhan kapang

Monascus purpureus karena lamtoro gung mempunyai kandungan komponen pati dan protein yang tinggi. Monascus purpureus membutuhkan medium pertumbuhan yang mengandung pati sebagai sumber karbon. Dalam produksi pigmen angkak selain dibutuhkan sumber karbon dibutuhkan juga sumber nitrogen (Wong et al.,

1981).

Kecap merupakan produk yang mempunyai warna coklat gelap dan mempunyai rasa asin dan manis. Kecap dapat dibuat melalui 3 cara, yaitu fermentasi, hidrolisis asam dan kombinasi keduanya (Koswara,1997). Menurut Judoamidjojo (1986), Tahap dalam pembuatan kecap adalah sebagai berikut: fermentasi koji, fermentasi moromi dalam larutan garam, ekstraksi dan penyaringan, penambahan gula dan bumbu, serta pembotolan dan pemasaran.

Pembentukan warna kecap terjadi selama fermentasi moromi dan proses pemasakan. Selama proses pemasakan terjadi pembentukan warna coklat disebabkan terjadinya reaksi Mailard dan karamelisasi. Pada reaksi Maillard dapat menghasilkan antioksidan alami. Senyawa redukton yang terdapat dalam produk reaksi Maillard dapat mencegah oksidasi lipid (Bailey dan Won Um, 1992).

L. Hipotesis

Diduga proporsi kedelai-lamtoro gung dan lama fermentasi berpengaruh nyata terhadap aktivitas antioksidan kecap lamtoro gung-angkak.


(37)

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan dan Analisa Pangan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur pada bulan april 2013.

B. Bahan Penelitian

Bahan baku pembuatan kecap antara lain meliputi : biji lamtoro gung kering, biji kedelai, angkak, gula aren,adas, pekak, garam dan ragi tempe “RAPRIMA”

Bahan kimia yang digunakan dalam analisa kecap lamtoro gung adalah aquadest, K2SO4, HgO, H2SO4, K2S, NaOH, HCl, Kl, Na2S2O3, indicator metal merah,

Petroleum eter, etanol, folin-ciocalteau, asam tanat, methanol, DPPH.

C. Alat Penelitian

Alat yang digunakan untuk pembuatan kecap adalah timbangan analitik, pH meter,alat-alat gelas, dan thermometer. Alat yang digunakan untuk analisa adalah mortal, botol timbang, oven, eksikator, timbangan analitik, pendingin balik, penangas air, spectrometer, labu kjeldahl,refraktometer, soxhlet.

D. Metodologi Penelitian

1. Rancangan Percobaan

Metode penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA). Bila terdapat perbedaan nyata antar perlakuan dilanjutkan dengan uji Duncan (Gazpertz, 1994).


(38)

2. Peubah yang digunakan - Variabel berubah:

Faktor I : Proporsi Kedelai(%) : Lamtoro gung(%) A1 = 70 : 30

A2 = 50 : 50 A3 = 30: 70

Sebagai Kontrol adalah kecap lamtoro gung 100% dan kecap kedelai 100%

Faktor II : Lama fermentasi Kecap B1 : 3 Minggu

B2 : 4 Minggu B3 : 5 Minggu

Sehingga dari 2 faktor diatas diperoleh 9 kombinasi perlakuan sebagai berikut :

A B B1 B2 B3

A1 A1B1 A1B2 A1B3

A2 A2B1 A2B2 A2B3

A3 A3B1 A3B2 A3 B3

Keterangan :

A1B1 = 70 : 30 dan lama fermentasi 3 minggu

A1B2 = 70 : 30 dan lama fermentasi 4 minggu

A1B3 = 70 : 30 dan lama fermentasi 5 minggu

A2B1 = 50 : 50 dan lama fermentasi 3 minggu

A2B2 = 50 : 50 dan lama fermentasi 4 minggu

A2B3 = 50 : 50 dan lama fermentasi 5 minggu

A3B1 = 30 : 70 dan lama fermentasi 3 minggu

A3B2 = 30 :70 dan lama fermentasi 4 minggu


(39)

Menurut Gaspertz (1994), model matematika untuk percobaan factorial yang terdiri 2 faktorial yang terdiri dari 2 faktor dengan menggunakan dasar Rancangan Acak Lengkap (RAL) adalah :

Yijk= µ + αi + βj + (αβ)ij εijk

Keterangan:

Yijk = hasil/analisa pengamatan untuk factor A level ke 1, factor B ke j,

ulangan ke k

µ = nilai tengah umum kualitas kecap αi = pengaruh factor A pada level ke i βj = pengaruh factor B pada level ke j (αβ)ij = interaksi AB pada level ke i, level B ke j

Εijk = pengaruh galat percobaan untuk level ke i (A), level ke j (B) dan ulangan ke k

Data yang diperoleh dianalisa dengan analisis ragam untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan perlakuan. Apabila terdapat perbedaan dari perlakuan maka dilanjutkan dengan Uji Duncan (DMRT) untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan.

- Variabel Tetap:

1. Jumlah kedelai dan lamtoro 100 gram 2. Perendaman kedelai selama 24 jam 3. Perendaman lamtoro selama 36 jam

4. Perebusan biji lamtoro gung dan biji kedelai selama 1 jam dengan 1 lt air 5. Penirisan selama 1 jam

6. Penambahan angkak sebanyak 3% 7. Penambahan inokulum 0,2 g/100 g

8. Inkubasi pada pembuatan tempe dengan suhu ruang selama 3 hari 9. Penambahan NaCl 20% dengan perbandingan 1:5


(40)

11. Penambahan gula aren sebanyak 500gr untuk 400 ml filtrat dan juga ditambahkan bumbu kecap yaitu pekak 1 biji, laos 3 cm, daun salam 1 lembar, sereh ½ batang , dan daun jeruk 1 lembar.

12. Penambahan air dengan perbandingan 1: 3 liter. 13. Pemasakan kecap manis selama 2 jam.

3. Parameter yang diamati

Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah:

a. Analisa Bahan baku (Biji kedelai dan Biji Lamtoro-gung) :  Kadar Fenol (Andarwulan et al, 1999)

b. Analisa Produk Kecap Lamtoro gung-angkak :  Kadar air : Metode oven (Sudarmadji, 1984)  Kadar abu (Sudarmadji, 1984)

 Kadar Protein terlarut : Metode Bradford (Bradford M, 1976)  Total Padatan terlarut: menggunakan refraktometer (AOAC, 1984)  Kadar Lemak : Metode Soxhlet (Sudarmadji, 1984)

 Kadar Fenol (Andarwulan et al, 1999)

 Aktivitas Antioksidan : DPPH (Kuntorini et al, 2010) c. Uji organoleptik :

Uji Hedonik terhadap aroma, rasa, warna pada kecap lamtoro gung-angkak.(Rahayu, 2001).

4. Prosedur Penelitian

Fermentasi Koji :

 Biji kedelai dan biji lamtoro-gung dianalisa kadar fenol.

 Biji kedelai dan biji lamtoro-gung disortasi untuk menghilangkan kotoran dan benda-benda asing.

 Setelah itu cuci biji kedelai dan biji lamtoro gung untuk menghilangkan debu dan kotoran lainnya.

 Selanjutnya biji kedelai dan lamtoro-gung direndam (kedelai 24 jam dan lamtoro 36 jam), dan dicuci kembali.


(41)

 Kemudian dilakukan perebusan dalam 1 lt air dalam waktu 1 jam untuk memudahkan mengupas kulit.

 Selanjutnya, kulit kedelai dan lamtoro gung dikupas sehingga kulit dan biji terpisah. Kemudian, keping biji dicuci bersih untuk menghilangkan lendir.

 Setelah dicuci kemudian biji lamtoro dan biji kedelai ditiriskan selama 1 jam.

 Setelah ditiriskan kemudian diletakkan dalam loyang

 Selanjutnya diberikan inokulum (ragi) pada campuran biji kedelai dan lamtoro gung sebanyak 0,2gr/100gr bahan dan ditutup dengan daun pisang.

 Kemudian di inkubasi 3 hari, dan jadilah hasil fermentasi kapang yang disebut koji.

Pemasakan Kecap:

 Koji yang sudah jadi tersebut kemudian dipotong kecil-kecil dan dikeringkan pada suhu kamar selama 3 hari.

 Direndam dalam Larutan NaCl 20% dengan perbandingan 1:5 selama 3,4, dan 5 minggu dengan penambahan angkak sebanyak 3% pada 2 hari sebelum fermentasi berakhir.

 Setelah itu terdapat filtrat dari hasil fermentasi garam tersebut yang disebut moromi.

 Moromi tersebut ditambahkan dengan air dengan perbandingan 1 : 5 untuk 1 liter filtrat.

 Kemudian direbus hingga mendidih.dan ditambahkan gula merah/ gula aren sebanyak 500 gr untuk 400ml filtrat (moromi) dan juga ditambahkan bumbu kecap . pekak 1 biji, laos 3 cm, daun salam 1 lembar, sereh ½ batang , dan daun jeruk 1 lembar.

 Lalu diaduk terus selama 2 jam sampai volume setengah dari volume semula.


(42)

 Bumbu yang dibungkus tetap berada pada cairan yang sedang dimasak sampai pemanasan selesai dilakukan.

 Kecap manis yang diperoleh dianalisa kadar air, kadar abu, kadar lemak,kadar protein, pH, kadar fenol, aktivitas antioksidan dan uji organoleptic (uji hedonik : rasa, warna dan aroma).

Diagram alir proses pembuatan Kecap Manis Lamtoro gung-angkak dapat dilihat pada Gambar di bawah ini:


(43)

Perendaman 24 jam

Perebusan selama 1 jam dengan 1 liter air

Pengupasan dan pencucian

Analisa: Kadar Fenol

Penirisan selama 1 jam

Campurkan Kedelai dan Lamtoro

Inokulasi Laru (Inokulum) sebanyak 0,2 gr/100gr bahan kemudian dibungkus kedalam daun pisang.

Inkubasi (Fermentasi) dengan suhu ruang selama 3hari Biji Lamtoro-gung

Pencucian

Penirisan selama 1 jam

Koji

Pengupasan dan pencucian Perebusan selama 1 jam dengan 1 liter air

Perendaman 36 jam Pencucian

Biji Kedelai

Sortasi Sortasi

Penimbangan (70 g,50 g, 30 g)

Penimbangan (30 gr, 50 gr, 70 gr)


(44)

Pemotongan koji

Perendaman koji dengan larutan garam (NaCl) 20 % dengan perbandingan 1:5 selama 3

minggu, 4 minggu dan 5 minggu Penambahan

angkak sebanyak 3 % selama 2 hari

sebelum masa fermentasi berakhir

Filtrat/Moromi Ampas

Perebusan hingga mendidih

Cairan di aduk terus menerus selama 2 jam

Analisa : Kadar air Kadar abu

Kadar Total Padatan Kadar Protein terlarut Kadar Lemak

Kadar Fenol

Aktivitas Antioksidan

Uji organoleptic (Uji Hedonik (warna,aroma,rasa) scale skoring. Pada filtrat ditambahkan air dengan

perbandingan 1:5

Gambar 3.2 Diagram alir proses pemasakan kecap Manis Lamtoro gung-angkak Penyaringan

Penambahan gula merah dan bumbu kecap pekak, daun jeruk,daun salam,sereh,laos


(45)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Analisis Bahan Baku

Pada penelitian ini dilakukan pembuatan kecap lamtoro gung-angkak dengan variasi proporsi kedelai:lamtoro gung dengan lama fermentasi. Pada bahan baku didapatkan kadar fenol kedelai kering 3636,735 ppm dan biji lamtoro gung kering 49681,63 ppm yang menunjukkan bahwa kadar fenol biji lamtoro gung lebih tinggi daripada kadar fenol biji kedelai kering. Berikut adalah hasil analisis bahan baku biji lamtoro gung kering hasil penelitian Feny,2012

Pada penelitian sebelumnya menyatakan biji lamtoro memiliki kadar protein yang cukup banyak sehingga dapat dimanfaatkan untuk pembuatan kecap dan produk-produk lainnya dengan protein tinggi. Biji lamtoro kering mengandung sekitar 30% protein (Slamet et al, 1987). Menurut Astuti et al (2003) Komposisi kimia kedelai adalah 40,5% protein, 20,5% lemak, 4,5% abu, dan 6,6% air.

Menurut Ketaren (1986), secara fisik setiap kedelai berbeda dalam hal warna, ukuran dan komposisi kimianya. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh varietas dan kondisi dimana biji-bijian tersebut dibudidayakan.

B. Hasil Analisis Produk Kecap Lamtoro gung-Angkak 1. Kadar Air

Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 3), menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi yang nyata antara perlakuan proporsi kedelai :lamtoro gung dan lama fermentasi terhadap kadar air kecap manis lamtoro gung, pada masing-masing perlakuan, namun berbeda nyata pada perlakuan proporsi kedelai : lamtoro gung, sedang pada lama fermentasi tidak berbeda nyata.

Nilai rata-rata kadar air dengan perlakuan proporsi kedelai : lamtoro gung dapat dilihat pada Tabel 4.2. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata kadar air kecap mempunyai kisaran antara 80,34-87,51%.


(46)

Tabel 4.1 Nilai rata-rata kadar air kecap dari perlakuan proporsi kedelai:lamtoro gung

Proporosi Kedelai:Lamtoro gung(%) Kadar air (%) 70:30

50:50 30:70

80,34±4,27a 86,25±4,27ab

87,51±4,27b Keterangan: Nilai rerata yang diikuti huruf berbeda berarti berbeda nyata

Pada Tabel 4.1. menunjukkan bahwa semakin banyak proporsi lamtoro gung maka semakin tinggi kadar airnya. Hal ini dapat terjadi karena biji lamtoro gung mempunyai kadar air lebih besar daripada biji kedelai. Berdasarkan Tabel 4.1 Kadar air biji lamtoro gung kering mengandung 14,31% sedangkan kadar air biji kedelai 6,49%.

Proporsi lamtoro gung yang lebih banyak menghasilkan kadar air yang lebih besar hal ini disebabkan karena kadar air kecap yang lebih besar. Biji juga mengalami proses hidrasi, sehingga berat biji naik sebesar dua kali lipat berat semula akhirnya berpengaruh terhadap tingginya kadar kecap (Feny, 2012)

Tabel 4.2 Nilai rata-rata kadar air kecap dari perlakuan lama fermentasi

Lama fermentasi garam Kadar air(%)

3 Minggu 4 Minggu 5 Minggu

86,49±2,51a 84,44±2,51a 83,17±2,51a Keterangan: Nilai rerata yang diikuti huruf berbeda berarti berbeda nyata

Pada Tabel 4.2, menunjukkan bahwa lama fermentasi tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air kecap. Lama fermentasi 3 minggu tidak berbeda nyata dengan lama fermentasi 4 minggu dan lama fermentasi 5 minggu. Lama fermentasi tidak mempengaruhi kadar air kecap. Lamanya fermentasi tidak berpengaruh nyata pada kadar air kecap hal ini diduga karena selama fermentasi tersebut tidak menghasilkan kadar air yang signifikan. Jika fermentasi lebih lama diduga akan mampu menghasilkan perbedaan yang signifikan.


(47)

2. Kadar abu

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 4). menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang nyata pada perlakuan proporsi kedelai:lamtoro gung dan lama fermentasi garam terhadap kadar abu kecap. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata kadar abu kecap mempunyai kisaran antara 6.25-8.38 % dapat dilihat pada Tabel 4.3

Tabel 4.3 Nilai rata-rata kadar abu kecap dari perlakuan proporsi kedelai : lamtoro gung dan lama fermentasi garam

Perlakuan

Proporsi Kedelai:Lamtoro

gung (%) Lama Fermentasi garam (Minggu)

Kadar abu (%)

70 : 30 3 6,25±0,18

a

4 6,83±0,18b

5 7,12±0,18bc

50 : 50

3 7,10±0,18cd

4 7,02±0,18bc

5 6,41±0,18a

30 : 70

3 7,37±0,18d

4 7,12±0,18c

5 8,38±0,18e

Keterangan : Nilai rerata yang diikuti huruf berbeda berarti berbeda nyata

Pada Tabel 4.3 menunjukkan bahwa perlakuan dari proporsi kedelai:lamtoro gung (30:70) dengan lama fermentasi garam 5 minggu menghasilkan kadar abu kecap tertinggi yaitu 8,38 %, sedangkan kadar abu terendah dihasilkan dari perlakuan proporsi kedelai:lamtoro gung (70:30) dengan lama fermentasi 3 minggu. Berdasarkan hasil penelitian (Feny,2012), kandungan kadar abu biji lamtoro gung kering lebih besar daripada kadar abu biji kedelai,sehingga semakin banyak proporsi biji lamtoro gung, kadar abu kecap akan semakin meningkat. Kadar abu biji lamtoro gung kering 5,66%, sedangkan kadar abu biji kedelai 5,19%.

Hubungan antara perlakuan proporsi kedelai:lamtoro gung dengan lama fermentasi garam terhadap kadar abu kecap ditunjukkan pada Gambar 4.1


(48)

Gambar 4.1 Hubungan antara proporsi kedelai:lamtoro gung dan lama fermentasi garam terhadap kadar abu kecap.

Pada Gambar 4.1 menunjukkan bahwa proporsi lamtoro gung yang semakin tinggi dan waktu fermentasi yang semakin lama menyebabkan kadar abu kecap semakin besar. Proporsi lamtoro gung yang tinggi dan lama fermentasi garam menyebabkan banyak komponen makro dan mikro yang terbentuk oleh mikroba yang tumbuh selama proses fermentasi koji beberapa diantaranya yaitu protein, vitamin, dan mineral, sehingga membuat kadar abu yang terdapat pada kecap kedelai:lamtoro menjadi meningkat. Astuti (2003), menyebutkan bahwa selama fermentasi tempe jumlah vitamin meningkat kecuali tiamin.

3. Total Padatan Terlarut

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 5), menunjukkan bahwa perlakuan proporsi kedelai : lamtoro gung dan lama fermentasi garam terdapat interaksi yang nyata terhadap nilai total padatan terlarut kecap. Nilai rata-rata total padatan terlarut dengan perlakuan proporsi kedelai:lamtoro gung dan lama fermentasi garam, dapat dilihat pada Tabel 4.4


(49)

Tabel 4.4 Nilai rata-rata total padatan terlarut dengan perlakuan proporsi dan lama fermentasi garam

Perlakuan

Proporsi Kedelai:Lamtoro

gung (%)

Lama Fermentasi garam (Minggu)

Total Padatan (%brix)

70 : 30 3 78,00±0,22

c

4 75,24±0,22a

5 75,26±0,22a

50 : 50

3 80,80±0,22d

4 78,10±0,22c

5 76,40±0,22b

30 : 70

3 78,60±0,22c

4 78,00±0,22c

5 76,05±0,22b

Keterangan : Nilai rerata yang diikuti huruf berbeda berarti berbeda nyata

Pada Tabel 4.4 menunjukkan bahwa secara garis besar data menyatakan semakin lama fermentasi total padatan terlarut semakin kecil dan menunjukkan bahwa proporsi kedelai : lamtoro gung (50:50) menghasilkan total padatan tertinggi yaitu dengan rata-rata total padatan sekitar 76,40-80,80 % brix ,sedangkan proporsi kedelai : lamtoro gung (70:30) menghasilkan total padatan terlarut terkecil yaitu sekitar 75,24-77,95% brix. Hubungan antara proporsi kedelai : lamtoro gung dengan lama fermentasi Gambar 4.2


(50)

Gambar 4.2. Hubungan antara proporsi kedelai : lamtoro gung dengan lama fermentasi garam terhadap hasil total padatan terlarut kecap.

Pada Gambar 4.2 menunjukkan bahwa semakin singkat fermentasi dan semakin tinggi proporsi biji lamtoro gung dihasilkan kadar total padatan terlarut kecap lebih besar, hal ini diduga disebabkan karena selama proses fermentasi protein kompleks mengalami pemecahan oleh enzim protease menjadi fase-fase peptida yang lebih pendek dan asam-asam amino. Lamanya fermentasi menyebabkan komponen makro yang sudah terdegradasi oleh enzim terpakai oleh mikroba pada saat fermentasi kecap. Menurut Rolling dan Prasetyo (1995), aktivitas dan stabilitas enzim ini dipengaruhi oleh pH dan suhu.

4. Kadar Protein terlarut

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 6), menunjukkan bahwa perlakuan proporsi kedelai:lamtoro gung dan lama fermentasi garam terdapat interaksi yang nyata (p≤0,05) terhadap hasil protein terlarut.


(51)

Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata protein terlarut pada kecap mempunyai kisaran antara 24013,50-50023,5 µg/ml. Rerata nilai protein terlarut dapat dilihat pada Tabel 4.5

Tabel 4.5. Nilai rata-rata protein terlarut dari perlakuan proporsi kedelai:lamtoro gung dan lama fermentasi garam

Perlakuan

Proporsi Kedelai:Lamtoro gung

(%)

Lama Fermentasi garam (Minggu)

Protein terlarut (µg/ml)

70 : 30 3 50023,50±0,34

d

4 24013,50±0,34a

5 25325,00±0,34ab

50 : 50

3 26161,00±0,34b

4 33351,00±0,34c

5 32904,50±0,34c

30 : 70

3 24049,00±0,34a

4 26153,00±0,34b

5 33200,00±0,34c

Perlakuan dari proporsi kedelai : lamtoro gung 70 : 30 dengan lama

fermentasi 3 minggu menghasilkan kadar protein terlarut yang tertinggi. Hubungan antara perlakuan proporsi kedelai : lamtoro gung dengan lama fermentasi garam ditunjukkan pada Gambar 4.3


(52)

Gambar 4.3.Hubungan antara proporsi kedelai:lamtoro gung dan lama fermentasi garam terhadap kadar protein terlarut kecap

Pada Gambar 4.3 . menunjukkan bahwa semakin banyak proporsi kedelai yang ditambahkan dan semakin singkat lama fermentasi garam menyebabkan kadar protein terlarut kecap meningkat, hal ini erat kaitannya dengan kadar protein yang terkandung pada biji kedelai dan lamtoro gung. Semakin banyak penambahan kedelai maka semakin tinggi pula nilai protein terlarutnya.

Semakin singkat lama fermentasi garam semakin banyak protein terlarut total. Hal ini di duga di sebabkan pada saat fermentasi garam 5 minggu enzim yang memecah protein menjadi fraksi-fraksi peptide yang lebih kecil bersifat tidak aktif. Hal ini juga berhubungan dengan banyaknya total padatan terlarut kecap. Karena semakin tinggi total padatan kecap, semakin tinggi pula protein terlarut kecap.

Peningkatan volume memberikan pengaruh terhadap kualitas produk khususnya fermentasi koji. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas koji adalah luas permukaan substrat (kedelai) yang menyebabkan pertumbuhan kapang semakin banyak. Semakin banyak kapang yang tumbuh maka enzim amylase dan protease yang dihasilkan semakin banyak. Kemudian, kedua jenis enzim ini memecah kandungan gizi terutama protein,karbohidrat dan lemak menjadi komponen-komponen yang lebih sederhana


(53)

Nitrogen merupakan komponen penting untuk mengamati keberhasilan fermentasi. Menurut beberapa peneliti Jepang, komponen total nitrogen terlarut merupakan faktor penentu kualitas kecap. Waktu proses fermentasi moromi menyebabkan perubahan kandungan nitrogen dalam filtrat.Kualitas kecap yang didasarkan atas rasio nitrogen terlarut terhadap nitrogen total dapat menunjukkan tingkat konversi protein yang berhasil dipecah menjadi peptide terlarut dan asam amino. R.oligosporus mempunyai aktivitas proteolitik yang tinggi yang dapat menghasilkan ammonia bebas setelah 48-72 jam fermentasi (Streinkraus,1983), sehingga selama fermentasi akan terjadi penurunan aktivitas proteolitik yang mengakibatkan kadar protein terlarut semakin menurun pada proporsi kedelai:lamtoro gung 70:30.

Adanya enzim proteolitik menyebabkan degradasi protein kedelai menjadi asam amino. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa bahan dasar kecap tanpa fermentasi mororni (tanpa penambahan bumbu) lebih banyak mengandung protein dibandingkan bahan dasar kecap dengan fermentasi moromi (Purwoko, 2006).

5. Kadar Lemak

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 7), menunjukkan bahwa perlakuan proporsi kedelai;lamtoro gung dan lama fermentasi garam terdapat interaksi yang nyata terhadap nilai rata-rata kadar lemak kecap. Hasil penelitian menunjukkan kadar lemak kecap kedelai:lamtoro mempunyai kisaran 3,45%-6,48% Hasil rata-rata kadar lemak kecap kedelai:lamtoro dapat dilihat pada Tabel 4.6.


(54)

Tabel 4.6. Nilai rata-rata kadar lemak kecap kedelai:lamtoro gung dan lama fermentasi garam.

Perlakuan

Proporsi Kedelai:Lamtoro gung

(%)

Lama Fermentasi garam (Minggu)

Kadar Lemak

70 : 30 3 6,48±0,05

h

4 4,17±0,05c

5 4,20±0,05c

50 : 50

3 6,32±0,05g

4 3,45±0,05a

5 5,07±0,05f

30 : 70

3 3,82±0,05b

4 4,86±0,05e

5 4,45±0,05d

Hubungan antara proporsi kedelai:lamtoro gung dan lama fermentasi garam terhadap kadar lemak kecap dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4. Hubungan antara proporsi kedelai:lamtoro gung dan lama fermentasi garam terhadap kadar lemak kecap

Pada Gambar 4.4. menunjukkan bahwa semakin banyak proporsi kedelai dan semakin pendek waktu fermentasi menyebabkan kadar lemak yang terkandung


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Terdapat perbedaan yang nyata antara perlakuan proporsi kedelai : lamtoro dan lama fermentasi terhadap kadar abu, kadar protein terlarut, kadar lemak,total padatan terlarut, kadar fenol, dan aktivitas antioksidan. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara perlakuan lama fermentasi terhadap kadar air kecap.

2. Dari hasil analisa keputusan bahwa proporsi kedelai : lamtoro berdasarkan hasil analisa dari parameter kimia dan fisik menunjukkan bahwa perlakuan proporsi kedelai lamtoro 70:30 lama fermentasi 5 minggu memiliki nilai organoleptik terbaik dengan karakteristik kadar air 79,77 %, kadar abu 7,02 %, total padatan 75,26 % brix, kadar protein terlarut 25,325 µg/ml, kadar lemak 4,20 %(dry basis), fenol 8239,07 ppm, antioksidan 25,42 (%), warna 74,rasa 81, aroma 75 3. Perhitungan analisa finansial industri pembuatan produk kecap : lamtoro gung

menunjukkan nilai NPV Rp.170.699.917,-; Gross Benefit cost Ratio menunjukkan nilai 1,199; Internal Rate of Return (IRR) 22,46 %. dan Payback Period (PP) 4,7 tahun

B. SARAN

Penulis menyarankan untuk meneliti lebih lanjut pembuatan kecap dari bahan-bahan baku lain yang mempunyai aktivitas antioksidan tinggi.


(2)

Anonim. 1994. Standar Mutu Kecap Manis. Dewan Standardisasi. Nasional (SNI) 01-3543-1994. Jakarta.

Anonim,2011.Manfaat dan kandungan angkak.

http://lordbroken.wordpress.com/2011/10/05/manfaat-dan-kandungan-angkak/.

Anonim. 2012. Mimosin Senyawa Toksik

Lamtoro.http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012 /09/05/197668/Mimosin-Senyawa-Toksik-Lamtoro . (diakses tanggal 18 februari 2013)

Apriyantono A, Marianti S, Bailey RG, Royle L, Ames JM. 1997. Separation of coloured of kecap manis (a typical Indonesian soy sauce) using

HPLC and capillary electrophoresis. Ini prosiding 6th Maillard symposium, London 27-30 July 1997.

Ardiyansyah. 2007. Khasiat angkak. www.

Ardiyansyah.multiply.com/journal/item/8. (Diakses tanggal 3 januari 2013).

Astuti, M., Meliala, Andreanyta., Fabien, Dalais., Wahlq, Mark. 2003. Tempe a nutritious and healthy food from Indonesia. Asia Pasific J Clin Nutr (2000) 9(4): 322-325.

Bailey, M.E., Won Um K. 1992. Maillard reaction and Lipid Oxidation didalam : Angelo AJS. Lipid oxidation in Food ACS Symposium Series. New York : August 25-30.

Bradford,M. 1976. A Rapid and Sensitive Method for the Quantitation of Microgram Quantities of Protein Utilizing the Pricnciple of Protein Dye Binding. Biochem. 72:248-254.

Buckle,K.A. 1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Carels, M., dan Shepherd, D. 1977. The effect of different nitrogen sources on pigmen production and sporulation of Monascus species in submerged shaken culture. Can. J. Microbiol. 23:1360-1372.

Chariote, Em-on., Chariote, Griangsak and Lumyong, Saisamorn. 2009. Red Yeast rice Prepared from thai Glutinous Rice and the antioxidant Activities. Chiang Mai J. Sci. 2009;36(1) :42-4


(3)

59

Chen, W.L.1992. Soyfoods, Fermented in :Hui, Y.H.,1992, Encyclopedia of Food Science and Technology, Vol. IV, John Wiley & Son, New York. Constantia, F. 2012. Pembuatan Tempe Proporsi biji Kedelai-Lamtoro gung

(Leucaena leucocephala) dengan Penambahan Angkak. Universitas Pembangunan Nasional. Surabaya.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1972. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Penerbit Bhatara. Jakarta.

Eskin, N.A.M., Henderson, H.M., Townsend, R.J. 1971. Biochemistry of food. Academic Press, INC, New York, USA.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pengolahan Pangan Lanjut. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor.

Fardiaz dan Zakaria . 1996. Toksisitas dan Imunogenitas Pigmen Angkak yang diproduksi dari Kapang Monascus purpureus pada Substrat Limbah cair Tapioca. Buletin Teknologi dan Industri Pangan 1 (12):34-38. Fessenden RJ, Fessenden JS. 1986. Kimia Organik. Edisi Ketiga. Jakarta:

Erlangga.

Gazpertz, V. 1994. Metode Rancangan Percobaan. Amico, Yogyakarta.

Gardner, H.W. 1989. Soybean lipoxygenase-1 enzymivaly forms both . Biochim. Biophyx. Acta 1001:2774-281.

Gordon, M.H. 1990. The Mechaniscm of Antioxidants Ation In Vitro. Didalam: B.J.F. Hudson, editor. Food Antioxidants. London: Applied science Publishers.

Hanani, E., Mun’im A, Sekarini R. 2005. Identifikasi senyawa antioksidan dalam

spons Callyspongia sp. Dari Kepulauan Seribu. Majalah Ilmu Kefarmasian 2(3) : 127-133.

Judoamidjojo, M. 1985. Teknologi Fermentasi. Rajawali Pers. Jakarta

Judoamidjojo, M. 1986. The Studies on Kecap – Indigenous Seasoning of Indonesia. Memoirs of Tokyo University of Agriculture. Japan.

Judoamidjojo, M. 1987.Studies on Chemical and Microbiological Aspect of Kecap as Fundamental to Improve ITS Quality. Kumpulan Seminar Bioteknologi Pertanian. PAU Bioteknologi, IPB.

Junaedi, L. 1987. Pengaruh Pembersihan Koji dari Kapang Terhadap efektifitas Fermentasi Kedelai Hitam dan Kedelai kuning pada Proses Pembuatan Moromi. (Skripsi). Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.


(4)

Karadeniz F et al. 2005. Antioxidant activity of selected fruits and vegetables grown in Turkey. Turkish Journal of Agricultural and Forest. 89:297-303.

Kartika, B., Hastuti. P., Supartono.W. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan.PAU Pangan dan Gizi. UGM, Yogyakarta.

Kasmidjo, R.B. 1990. Tempe : Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU Pangan dan Gizi. UGM, Yogyakarta.

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan Pertama. Jakarta : UI-Press.

Koswara, S. 1995. Teknologi Pengolahan Kedelai. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Koswara, S. 1997. Mengenal makanan tradisional. Buletin Teknologi dan Industri Pangan 8(2):1-6

Krisno, Y.S. 1990. Mempelajari Aspek Pengolahan Kecap Cap Bulan Palembang. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Kuncahyo, Ilham dan Sunardi. (2007). “Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak

Belimbing Wuluh (Averrhoa blimbi, L) Terhadap 1,1-Diphenyl-2-picrylhidrazyl (DPPH)”.

Kuntorini, E.M. dan M.D. Astuti. 2010. Penentuan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Bulbus Bawang Dayak (Eleutherine Americana Merr.). Sains dan terapan Kimia, Vol.4, No. 1:15-22.

Lee KW, Kim YJ, Kim D, Lee HJ, Lee CY. Major phenolic in apple and their contribution to the total antioxidant capacity. J Agri Food Chem 2003 ; 51 (22): 6516-6520.

Ma, J., Y. Li, Q. Ye, J. Li, Y. Hua, D. Ju, D.Zhang, R. Cooper and M. Chang. 2000. Constituents of read yeast rice, a traditional chinese food and medicine. Journal of Agricultural and Food Chemistry 48: 5220-5225. Mangkusubroto, K dan T. Listiarini. 1987. Analisis keputusan system oleh

Manajemen Usaha Proyek. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Molyneux, P. 2004. The use of the stable free radical dyphenylpicryhydrazil

(DPPH) for estimating antioxidant activity . Journal science and technology 26: 211-219.

Mtenga,L.A.& G.D. Laswai. 1994. Leucaena leucocephala as fees for rabbits and pigs: detailed chemical composition and effect of level conclusion on performance. J. Forest Ecology and Management 64: 249-257


(5)

61

Niwa, Y. 1997. Radikal Bebas Mengundang Maut. Tokyo: NTU. Hal 30-40,76-77. Nurlela, E. 2002. Kajian Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Warna Gula

Merah. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. IPB. Bogor.

Nunomura, N. Sasaki,M. 1986.Soy Sauce di dalam Reddy, N.R., Pierson, M.D.,Salunkhe D.K (eds.) Legume-based Fermented Foods. CRC Press, Inc Boca Ration, Florida.

Pudjotjiptono, 1984. Pengolahan Bahan Pangan, Barata Jaya. Jakarta.

Purwoko, T. dan Handayani, N.S. 2007. Kandungan Protein Kecap Manis Tanpa Fermentasi Moromi Hasil Fermentasi Rhizopus oryzae dan R. oligosporus. Biodiversitas Vol 8, No 2: 223-227.

Prasetyo, A.B., 1996. Production and Microbiology of Traditional Indonesian Kecap, Tesis, Riddeprint Offset Drukkerij, b.v., Ridderkerk.

Rahayu, W. 2001. “Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik”. Jurusan

Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.

Rahayu K dan Sudarmadji S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada.

Rosida, D.F.,dkk. 2003. Karakteristik Moromi dan Kecap Manis Serta Kajian Aktivitas Antioksidannya. Program Studi Teknologi Pangan, UPN

“Veteran” Jawa Timur.

Santoso, H.B. 1994. Kecap dan Tauco Kedelai. Yogyakarta: Kanisius

Santoso. 2005. Teknologi Pengolahan Kedelai (teori dan praktik). Malang: Fakultas Pertanian, Universitas Widyagama.

Selviana, L. 1994. Mempelajari Aspek Teknologi Pangan di Perusahaan Kecap Bango. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Siagian, P. 1987. Penelitian Operasional. UI Press. Jakarta.

Slamet, D.S. 1982. Lamtoro gung (Leucaena leucocephala) sebagai bahan sumber gizi untuk manusia, Seminar Nasional Lamtoro I, Jakarta. Slamet, D.S & Komari, 1991. Evaluation of safety aspect of the diets prepared

from processed lamtoro-gung Leucaena leucocephala seeds in albino rats. 6th Asian Congress of Nutrition 16-19 September 1991. Kuala Lumpur.


(6)

Soerjatmodjo dkk, 1964. Membina Usaha Perkebunan Lamtoro Gung, Balai Pustaka. Jakarta.

Soeseno, O.H. & Soedaharoedjian. 1992. Sifat-sifat silvika dan agronomi/silvikultur Leucaena leucocephala. Prosiding Seminar Nasional Lamtoro.Jakarta.

Standar Nasional Indonesia (SNI). 1995. Gula Palma. Jakarta : Pusat Standarisasi Industri. Departemen Perindustrian (SNI 01-3743-1995). Steinkraus, K.H., 1983. Handbook of Indigenous Fermented food, Second Edition

Revised and Expanded, Marcel dekker dalam Nurhikmat, Asep. 2008. Pengaruh suhu dan Kecepatan Udara terhadap nilai Konstanta pengeringan tempe kedelai. Thesis. UGM. Yogyakarta.

Sudarmadji, S. 1984. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian, edisi 2, Liberty, Yogyakarta.

Sudarmadji, S., Bambang H., Suhardi, 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian, edisi 4, Liberty. Yogyakarta.

Suprapti, L. 2005. Kecap Air Kelapa. Edisi Teknologi Pengolahan Pangan. Yogyakarta: Kanisius.

Susanto, T dan Saneta. 1994. Teknologi Pengolahan hasil pertanian. PT. Bina Ilmu. Jakarta.

Suwanto, A. 1985. Produksi angkak sebagai zat pewarna makanan. Media Teknologi Pangan 1 (2) : 8-14.

Wikanta T, Januar HI, Nursid M. 2005. Uji Aktivitas Antioksidan,toksisitas dan sitotoksisitas ekstrak alga merah Rhodymenia palmate. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 11(4):41-49.

Winarno, F.G. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor : M-Brio Press.

Wong, H.C., dan Koehler, P.E. 1981. Mutant of Monascin pigment production. J. Food. Sci. 46: 956-957

Wulandari, A.G., 2008. Pengaruh Lama Fermentasi Moromi Terhadap Kualitas Filtrat sebagai Bahan Baku Kecap.Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Yokotsuka, T.1986. Soy Sauce biochemistry didalam Chicester, C.O Mark, E.M and Stewart, GF(ed) Advances in Food Research.