PENGELOLAAN PEMBELAJARAN DI WORKSHOP JURUSAN LAS DAN FABRIKASI LOGAM DEPARTEMEN TEKNIK MESIN PPPPTK BMTI BANDUNG.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3. Pertanyaan Penelitian ... 8

1.4. Tujuan Penelitian ... 10

1.5. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Konsep Tentang Pendidikan Kejuruan …... 13

2.1.1 Pengertian Pendidikan Kejuruan ……… 13

2.1.2 Fungsi, Tujuan, dan Manfaat Pendidikan Kejuruan 15

2.1.3 Karakteristik Pendidikan Kejuruan ……… 18

2.1.4 Model-Model Penyelenggaraan Pendidikan Kejuruan 20

2.1.5 Pelayanan Pendidikan Kejuruan ………. 21

2.2 Konsep Tentang Workshop dan Laboratorium ……. 21


(2)

2.2.2 Laboratorium ………. 23

2.3 Pengelolaan Pembelajaran Praktek ………... 27

2.3.1 Perencanaan Pembelajaran Praktek ……….. 27

2.3.2 Penyusunan atau Penyiapan Dokumen Pendukung Kegiatan Pembelajaran 42 2.3.3 Perencanaan Tenaga Pelaksana ………. 42

2.3.4 Pelaksanaan Pembelajaran Praktek ……… 44

2.3.5 Personil / Pelaksanaan Pengawasan ……… 52

2.3.6 Teknik Pengawasan ………. 53

2.3.7 Pengukuran Hasil Belajar Peserta Didik atau Evaluasi Pembelajaran 54 2.3.8 Pengawasan Pengelolaan Pembelajaran Praktek 57 2.3.9 Pelaksanan Supervisi ……… 59

2.4 Output Pengelola Pembelajaran Praktek ……… 60

2.4.1 Kinerja Proses Pembelajaran /Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) 61 2.4.2 Hasil Belajar Peserta Diklat ………. 69

2.5 Konsep Tentang Kurikulum ………. 70

2.5.1 Kurikulum Berbasis Kompetensi ………. 70

2.5.2 Karakteristik Kurikulum Berbasis Kompotensi …….. 71

2.6 Konsepsi Tentang Kompetensi ………. 72

2.6.1 Pengertian Kompetensi ………. 72

2.6.2 Standar kompetensi ……….. 74

2.6.3 Standar Kompetensi Guru Kejuruan ……….. 75

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Subyek Penelitian ………... 79


(3)

3.2.1 Teknik Pengumpulan Data ………. 81

3.2.2 Alat Pengumpulan Data ……….. 84

3.3 Tahapan Penelitian ... 85

3.2.1 Pra Penelitian ……….. 85

3.2.2 Pelaksanaan Penelitian ……… 86

3.2.3 Tahap Analisis Data ……… 86

3.2.4 Proses Triangulasi ………. 89

3.2.5 Memperoleh Tingkat Kepercayaan Hasil Penelitian 90 3.2.6 Transferabilitasi (validitas eksternal) ………. 91

3.2.7 Dependabilitas (reliabitas) ……… 92

3.2.8 Konfirmabilitas (obyektifitas) ……… 92

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Temuan Lapangan... 93

4.1.1 Perencanaan Kegiatan Pembelajaran Praktek Teknik Pengelasan 95 4.1.2 Pelaksanaan Pembelajaran Praktek Teknik Pengelasan 105 4.2 Interpretasi ……… 126

4.2.1 Perencanaan Pengelolaan pembelajaran Praktek Teknik Pengelasan 127 4.2.2 Pelaksanaan Pengelolaan Pembelajaran Praktek Teknik Pengelasan 132 4.2.3 Pengawasan Pengelolaan Pembelajaran Praktek Teknik Pengelasan 141 4.2.4 Luaran (out put) Pengelolaan Pembelajaran Praktek Teknik Pengelasan 145 4.3 Pembahasan Hasil Penelitian …... 143

4.3.1 Perencanaan Kegiatan Pembelajaran Praktek Pengelasan 149 4.3.2 Pelaksanaan Pembelajaran Praktek Pengelasan …….. 156 4.3.3 Pengawasan Pengelolaan Pembelajaran Praktek

Pengelasan

162 4.3.4 Luaran (out put ) Pengelolaan Pembelajaran Praktek

Pengelasan


(4)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 170

5.3 Saran ... 172

DAFTAR PUSTAKA ... 175


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Perbedaan Workshop/Bengkel dengan Laboratorium …………. 26 4.1 Jenis dan jumlah alat yang ada dan digunakan pada pembelajaran

mata diklat Teknik Pengelasan

112 4.2 perbandingan antara jumlah alat dan jumlah peserta diklat untuk

setiap jenis pekerjaan

112 4.3 Matriks Penelitian ………... 168


(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Alur dalam perencanaan kebutuhan bahan ……….. 35

2.2 Jenis-jenis Evaluasi ………. 56

2.3 Hubungan antara komponen dasar PBM ……….. 62

3.1 Model Analisis Interaktif ... 87

3.2 Proses triangulasi data ………... 90


(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Kisi-Kisi Penelitian Pengelolaan Pembelajaran Di Workshop 177

2 Pedoman Wawancara ………... 180

3 Pertanyan Wawancara ……….. 181

4 Dokumentasi ………... 183


(8)

BABBIB

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam era globalisasi persaingan antar negara di dunia melalui industrialisasi dan teknologi informasi menjadi semakin ketat dan tajam yang sudah barang tentu akan berdampak terhadap perubahan yang sangat cepat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Kondisi ini, di satu sisi membuka peluang untuk mempercepat laju pembangunan, tetapi disisi lain membawa tantangan terhadap persaingan yang semakin ketat dan tajam, sehingga tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas menjadi kebutuhan yang sangat mendesak. Meskipun demikian, upaya yang mengarah kepada peningkatan kualitas SDM, di negara kita sampai dengan akhir abad ke-20 pun belum benar – benar optimal. Menurut Gatot Hari Priowirjanto (2002-604), menyatakan:

1) Struktur tenaga kerja Indonesia masih didominasi oleh pekerja yang tidak berpendidikan, sehingga tidak banyak berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi.

2) Penyiapan tenaga kerja tingkat menengah terkesan hanya dilakukan oleh SMK, sementara sebagian besar tamatan SMU dan yang sederajat banyak tidak melanjutkan pendidikan dan masuk pasar kerja.

3) Tingkat pengangguran tamatan sekolah menengah menunjukan angka 12% untuk tamatan SMK, ditambah lagi dengan tingkat pengangguran tamatan SMU sebanyak 18% (SUPAS, 1995).

4) Penguasaan kompetensi dan produktifitas tenaga kerja Indonesia masih rendah dibandingkan dengan tenaga kerja negara – negara lainnya di kawasan Asia Tenggara. Semua ini menyebabkan tenaga kerja Indonesia diisi oleh pekerja asing.


(9)

Untuk mengantisipasi tuntutan dan permasalahan tersebut diatas, maka upaya pengembangan berbasis wilayah harus selalu merupakan padanan dari upaya peningkatan kualitas SDM yang terdidik, yang mampu mengikuti corak dan dinamika yang berkembang secara cepat,ektensif dan mendunia. Dengan demikian, diperlukan kemampuan yang keras untuk mengubah pola pikir dalam mengembangkan sistem pendidikan kejuruan agar dapat mengejar ketinggalan dalam penyiapan SDM yang berkualitas. Kebijakan yang dituangkan dalam buku “ Keterampilan Menjelang 2020” merupakan salah satu pemikiran besar yang telah dihasilkan oleh Satgas Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan di Indonesia yang mewakili berbagai disiplin ilmu dan organisasi /instansi penting di negeri ini. Kebijakan tersebut perlu di formulasikan lebih lanjut kedalam bentuk perencanaan strategis,sehingga dapat diimplementasikan dalam berbagai tahap kegiatan yang sistematis, terprogram dan berkesinambungan. Hal ini dalam upaya mengantisipasi fenomena yang terjadi pada era global yang menunjukkan bahwa persaingan diwarnai oleh penguasaan ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang berorentasi pada perkembangan industrialisasi. Persaingan pada era global tersebut, menuntut penyiapan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Kondisi ini harus ditopang oleh kesiapan sumber daya yang ada agar dapat bersaing. Sehubungan dengan hal tersebut dunia pendidikan harus tanggap dan cepat mengantisipasi, sehingga mampu menghasilkan tamatan yang kompeten sesuai dengan tuntutan pasar kerja. Penyiapan SDM terampil dan profesional berorientasi pada kebutuhan pembangunan, sejalan dengan proses


(10)

industrialisasi harus memperhatikan tuntutan pasar kerja dan kemampuan kewirausahaan, sehingga tamatan mampu menciptakan lapangan kerja.

Kedua tuntutan tersebut semakin kuat dengan munculnya kebijakan makro pemerintah untuk memberikan wewenang yang lebih luas kepada daerah melalui kebijakan otonomi daerah. Kebijakan tersebut pada hakikatnya adalah memberi kesempatan kepada pemerintah daerah untuk mengelola pengembangan diri sendiri.

Media yang dipandang strategis dalam menyiapkan SDM yang terampil dan profesional, maupun meningkatkan kualitasnya adalah melalui pendidikan. Dengan anggapan tersebut, maka pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan pendidikan guna mendapatkan SDM yang memiliki kemampuan sesuai dengan tuntutan di lapangan. Jenis pendidikan yang ada di Indonesia, diantaranya adalah pendidikan kejuruan, yaitu pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang keahlian tertentu ( UUSPN Nomor 20 tahun 2003, penjelasan pasal 15 ). Tentang pendidikan kejuruan ini, Sukamto (1988-33) mengemukan bahwa: “pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang memfokuskan usahanya pada penyelenggaraan program pendidikan dan pelatihan untuk mengembangkan sumber daya manusia.” Meskipun demikian, bukan berarti bahwa pendidikan kejuruan tidak seharusnya mendidik peserta didik dengan seperangkat skill atau kemampuan yang spesifik untuk pekerjaan tertentu saja, karena hal ini biasanya kurang memperhatikan perkembangan peserta didik sebagai suatu totalitas. Dengan demikian, apabila pendidikan kejuruan hanya menekankan pada


(11)

pengembangan kemampuan spesifik yang terpisah dari totalitas pribadi peserta didik, memiliki makna bahwa pendidikan itu hanya memberi bekal yang sangat terbatas bagi masa depannya sebagai tenaga kerja. Ungkapan ini dipertegas oleh Sukamto (1988 :26) yang menjelaskan bahwa: “pendidikan kejuruan merupakan upaya dalam menyediakan stimulus yang berupa pengalaman belajar dan interaksi dengan dunia diluar peserta didik untuk membantu mereka mengembangkan diri dan potensinya.

Mengacu pada pernyataan Sukamto di atas, tersirat pesan bahwa proses pendidikan, khususnya proses pembelajaran dalam pendidikan kejuruan harus memiliki karakteristik tersendiri. Hal ini terkait juga dengan apa yang ditegaskan dalam UUSPN Nomor 20 tahun 2003, tentang pendidikan kejuruan, yaitu pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang keahlian tertentu. Dari pernyataan tersebut, jelaslah bahwa proses pembelajarannya harus dapat membekali peserta didik dengan sejumlah kemampuan nalar (teori), tetapi dengan keterampilan yang dibutuhkan didunia kerja (praktek). Mengacu pada uraian di atas, jelaslah bahwa tugas dan tanggung jawab guru di sekolah kejuruan dengan sekolah bukan kejuruan (umum) menjadi berbeda. Untuk sekolah kejuruan, guru dituntut untuk memiliki kemampuan atau kompetensi baik dalam bidang kejuruan maupun dalam bidang keguruan yang dapat membekali peserta didik untuk dapat bekerja dibidangnya. Hal ini berimbas terhadap keberadaan lembaga peningkatan mutu pendidik yang berupaya meningkatkan kompetensui guru dalam bidang teknologi dan kejuruan seperti Jurusan Las dan Fabrikasi


(12)

Logam Departemen Teknik Mesin Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang Mesin dan Teknik Industri Bandung.

P4TK BMTI. merupakan salah satu sub sistem dari sistem pendidikan nasional, khususnya bagian dari Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional. diantaranya bertujuan untuk "menjadi Lembaga Diklat dan Penjamin Mutu Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Bertaraf Internasional yang dikelola secara Profesional dengan “Global Mindset”. (Visi Lembaga P4TK BMTI Bandung).

Pihak yang dipandang paling bertanggung jawab terhadap kualitas pembelajaran adalah guru. Kaitan dengan fakta di atas, jelaslah bahwa guru belum optimal dalam memainkan perannya sebagai tenaga pengajar atau orang yang bertanggung jawab dalam membekali peserta didik dengan sejumlah kemampuan yang sesuai dengan tuntutan lapangan kerja. Ada berbagai kemungkinan mengapa guru belum optimal dalam melaksanakan tugas tanggung jawabnya, salah satu diantaranya adalah kurangnya kemampuan yang dimiliki oleh guru tersebut, baik dalam bidang keguruan maupun dalam bidang kejuruan.

Gambaran kondisi guru dilapangan tersebut merupakan bahan kajian dan pemikiran bagi P4TK BMTI Bandung, khususnya Departemen Mesin Jurusan Las dan Fabrikasi Logam dalam meningkatkan kualitas peserta diklatnya sehingga sesuai dengan apa yang di butuhkan di lapangan. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas lulusannya tersebut adalah dengan meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang sekarang berlangsung. Proses pembelajaran yang


(13)

berlangsung di Departemen Mesin, saat ini ada yang berlangsung di ruang kelas, laboratorium atau workshop. Proses pembelajaran yang terjadi di ruang kelas, bertujuan membekali para lulusan dengan kemampuan dalam bidang teori. Adapun proses pembelajaran yang terjadi di laboratorium atau workshop, bertujuan untuk membekali para lulusannya dengan kemampuan dalam bidang kejuruan (praktek).

Gambaran tentang poses pembelajaran yang berlangsung di workshop Departemen Mesin Jurusan Las dan Fabrikasi Logam, berdasarkan hasil pengamatan saat ini sudah memenuhi standar yang di harapkan akan tetapi perlu pembenahan-pembenahan yang harus terus dilakukan sesuai dengan perkembangan jaman dan perkembangan IPTEK. Hal ini terlihat dengan banyaknya kegiatan praktek kejuruan seperti Teknik Pengelasan, maupun yang bersifat pendalaman sesuai dengan bidang keahlian, khususnya dalam Jurusan Las dan Fabrikasi Logam. Dengan banyaknya kegiatan praktek tersebut, sudah barang tentu memerlukan pengelolaan yang tidak mudah, tetapi pengelolaan yang saat ini dilakukan perlu dikaji lebih lanjut lagi, seperti yang terjadi pada proses pembelajaran Teknik Pengelasan.

Bertolak dari uraian di atas, perlu kiranya dilakukan penataan secara optimal terhadap penyelengaraan pendidikan dan pelatihan kejuruan di Departemen Mesin Jurusan Las dan Fabrikasi Logam. Untuk lebih jelasnya, penelitian ini akan difokuskan kepada penataan ulang (redesign) manajemen pembelajaran di workshop Departemen Mesin Jurusan Las dan Fabrikasi Logam P4TK BMTI


(14)

Bandung dalam upaya memenuhi standar kompetensi minimal seorang guru kejuruan, khususnya sekolah menengah kejuruan (SMK).

1.2 Rumusan masalah

Berkaitan dengan masalah proses pendidikan (proses pembelajaran) di lembaga pendidikan formal khususnya, ada beberapa komponen yang saling terkait dalam rangka pencapaian tujuan. Komponen–komponen tersebut ada yang tergolong kedalam rangka pencapaian tujuan, ada juga yang tergolong kedalam Instrumental Input (SDM/guru, Fasilitas, dan kurikulum); raw input ( lembaga pemerintah, swasta, industri, dan masyarakat), dan hasil/tamatan. Meskipun dalam pendidikan kejuruan, komponen-komponen tersebut ada, tetapi dalam proses pembelajarannya berbeda dengan pendidikan non kejuruan (pendidikan umum). Hal ini dikarenakan pendidikan kejuruan diarahkan untuk membekali peserta didiknya dengan berbagai kemampuan yang dibutuhkan di dunia kerja.

Mengingat pendidikan kejuruan memiliki karakteristik yang berbeda dengan pendidikan non kejuruan (pendidikan umum), sudah barang tentu proses pembelajarannyapun berbeda. Hal ini dapat dipahami, karena seperti dijelaskan dalam UUSPN Nomor 20 tahun 2003 penjelasan pasal 15, bahwa pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik dengan sejumlah kemampuan yang sesuai dengan tuntutan lapangan kerja. Dengan kata lain, dalam pendidikan kejuruan, proses pembelajaraan yang mengarah pada penguasaan keterampilan merupakan hal yang sangat urgen. Proses pembelajaraan tersebut,


(15)

untuk selanjutnya dalam penelitian ini diistilahkan dalam proses pembelajaraan praktek.

Proses pembelajaraan praktek yang terjadi di Workshop Departemen Teknik Mesin, pada saat ini cukup banyak, baik yang bersifat dasar kejuruan, maupun yang bersifat pendalaman sesuai dengan bidang keahlian, khususnya dalam KBK Teknik Mesin Produksi danTeknik Mesin Konstruksi. Adanya keanekaragaman jenis praktek kejuruan yang dilaksanakan di workshop, sudah barang tentu menimbulkan kesulitan dalam melakukan pengelolaan secara optimal. Dengan banyaknya proses pembelajaran praktek yang berlangsung di workshop tersebut, maka dalam penelitian ini difokuskan pada pengelolaan pembelajaran praktek mekanik, dengan kajian penelitian berangkat dari aspek manajemen pembelajaran yang mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Atas dasar uraian tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana pengelolaan pembelajaran di Workshop Jurusan Las dan Fabrikasi Logam di Departemen Teknik Mesin P4TK BMTI Bandung dalam rangka memenuhi standar kompetensi minimal seorang guru sekolah kejuruan, khususnya Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)”.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Untuk memudahkan dalam menganalisa permasalahan yang akan diteliti, maka permasalahan pokok tersebut dirinci lagi kedalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:


(16)

1) Bagaimanakah perencanaan pengelolaan pembelajaran praktek Teknik Pengelasan di Jurusan Las dan Fabrikasi Logam Departemen Teknik Mesin P4TK BMTI Bandung yang berlangsung saat ini dalam upaya pencapaian sasaran kurikulum?

Pertanyaan tersebut diantaranya sebagai berikut:

(a) Bagaimana proses perencanaan penyusunan program pembelajaran praktek Teknik Pengelasan yang mendukung pemenuhan standar kompetensi minimal seorang guru SMK.

(b) Bagaimana perencanaan fasilitas, alat, bahan, dan biaya operasional dalam pembelajaran Teknik Pengelasan?

(c) Bagaimana penyusunan atau penyiapan dokumen pendukung kegiatan pembelajaran Teknik Pengelasan (SAP, Hand out, Job sheet, Lembar Informasi dan jenisnya)?

(d) Bagaimana perencanaan tenaga pelaksana dalam kegiatan praktek Teknik Pengelasan?

2) Bagaimana pelaksanaan pengelolaan pembelajaran praktek Teknik Pengelasan di workshop di Jurusan Las dan Fabrikasi Logam Departemen Teknik Mesin P4TK BMTI Bandung yang berlangsung saat ini dalam membekali para peserta diklat dengan keterampilan yang di butuhkan di SMK?

Pertanyaan ini dirinci kembali sebagai berikut:

(a) Bagaimana koordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam proses pengelolaan pembelajaran praktek Teknologi Pengelasan?


(17)

(b) Bagaimana optimalisasi penggunaan fasilitas workshop dalam proses pembelajaran?

(c) Bagaimana optimalisasi penggunaan alat dan bahan dalam proses pembelajaran?

(d) Bagaimana optimalisasi personal yang terlibat dalam mengelola proses pembelajaran?

(e) Bagaimana pemeliharaan alat dan bahan dilakukan?

(f) Bagaimana pengawasan terhadap pelaksanaan pembelajaran hasil belajar peserta diklat diukur?

3) Bagaimana pengawasan terhadap pengelolaan pembelajaraan Teknologi Pengelasan yang selama ini berlangsung meliputi:

(a) Siapa yang bertugas melakukan pengawasan terhadap pengelolaan pembelajaran Teknologi Pengelasan?

(b) Bagaimana teknik pegawasan dilakukan?

4) Bagaimana output pengelolaan pembelajaran praktek Teknologi Pengelasan yang selama ini berlangsung di Workshop Departemen Teknik Mesin Jurusan Las dan Fabrikasi Logam?

(a) Bagaimana kinerja kegiatan belajar mengajar (KBM) sebagai output dari pengelolaan pembelajaran?

(b) Bagaimana hasil belajar peserta diklat sebagai output dari pengelolaan pembelajaran?


(18)

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi pengelolaan pembelajaraan praktek di Jurusan Las dan Fabrikasi Logam DepartemenTeknik Mesin P4TK BMTI Bandung yang mencakup:

1) Aspek perencanaan, meliputi: penyusunan program pembelajaran, perencanaan tenaga pelaksana, perencanaan materi, perencanaan fasilitas, alat bahan, dan penyusunan atau penyiapan dokumen pendukung kegiatan pembelajaran.

2) Aspek pelaksanaan, meliputi : proses koordinasi dengan pihak-pihak terkait, optimalisasi fasilitas, alat, bahan, dan personal, pemeliharaan alat dan bahan, pencatatan alat dan bahan, pengawasan pelaksanaan pembelajaran, dan pengukuran hasil belajar peserta didik/peserta diklat.

3) Aspek pengawasan, meliputi: pelaksanaan pengawasan, teknik pengawasan, dan kegiatan- kegiatan yang di awasi.

4) Output pengelolaan pembelajaran praktek yang berkaitan dengan aspek kinerja KBM dan hasil belajar peserta didik/peserta diklat yang dalam hal ini adalah tingkat penguasaan standar kompetensi minimal seorang guru praktek di SMK.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat yang di pandang dari dua aspek, yaitu teoritis dan praktis. Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat dalam: 1) Menambah khasanah keilmuan dalam bidang Administrasi Pendidikan,


(19)

2) Meningkatkan wawasan tentang pola-pola pengelolaan pembelajaran praktek lembaga pendidikan kejuruan.

3) Mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam pelaksanaan pembelajaran praktek yang bertujuan untuk membekali peserta didik dengan keterampilan yang di butuhkan di dunia kerja.

Adapun secara praktis, hasil penelitian ini di harapkan bermanfaat sebagai: 1) Bahan pertimbangan bagi Departemen Teknik Mesin dalam mengembangkan

pengelolaan pembelajaran workshop, dalam upaya meningkatkan kualitas lulusannya sehingga memiliki standar kompetensi minimal yang sesuai dengan kebutuhan calon guru pendidikan menengah kejuruan.

2) Bahan masukan bagi penyelenggara pendidikan kejuruan dalam mengelola pembelajaran, khususnya pengelolaan pembelajaran workshop.


(20)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menghasilkan tentang pengelolaan pembelajaran praktek kejuruan di workshop Jurusan Las dan Fabrikasi Logam Departemen Mesin P4TK BMTI Bandung. Data dan informasi diperoleh dari lapangan, yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif analitik. Penggunaan metode ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan keadaan pengelolaan pembelajaran praktek yang terjadi di workshop Jurusan Las dan Fabrikasi Logam Departemen Mesin P4TK BMTI Bandung, yang mencakup perencanaan, pelaksanan dan pengawasan.

Mengacu pada objek penelitian yang hanya pada satu lembaga dan terfokus kepada salah satu kegiatan yaitu pengelolaan pembelajaran, maka penelitian ini dapat digolongkan ke dalam penelitian jenis studi kasus. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Nana Sudjana dan Ibrahim (2001) yang menjelaskan bahwa studi kasus mengisyaratkan pada penelitian kualitatif dan merupakan salah satu jenis penelitian deskriptif. Studi kasus ini, pada dasarnya merupakan studi yang bertujuan mempelajari suatu objek tertentu secara intensif dan mendalam serta memakan waktu yang terkadang cukup lama. Mendalam artinya mempelajari variabel-variabel yang terkait dengan objek atau kasus yang di telaah.

Penggunaan pendekatan kualitatif ini didasarkan pada pertimbangan bahwa penekanan penelitian kualitatif terletak pada proses bukan pada hasil (Nana Sudjana


(21)

dan R.Ibrahim, 1989:64). Sejalan itu Bogdan dan Taylor dalam L.J Moleong (2002:3) mendefinisikan metodelogi kualitatif sebagai “prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati”. Berdasarkan ciri-ciri tersebut di atas, maka metode penelitian ini sesuai dengan penelitian kualitatif ( L.J Moleong 2002:5).

Dengan menggunakan metode ini penulis berupaya untuk memperoleh, mengumpulkan, dan mendeskripsikan data sebagai yang terjadi dilapangan untuk selanjutnya dianalisis. Untuk mengefektifkan pelaksanaan pengumpulan data penelitian, maka penelitian akan terjun langsung ke lokasi lapangan untuk mengadakan observasi, wawancara langsung dengan responden yang merupakan sumber penelitian dan menarik kesimpulan dari natural setting tanpa ada pengaruh luar.

3.1 Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Workshop Jurusan Las dan Fabrikasi Logam Departemen Mesin P4TK BMTI Bandung. Pertimbangan dipilihnya lokasi penelitian ini adalah:

1) Peneliti sendiri terlibat dalam proses pembelajaran yang terjadi di workshop Jurusan Las dan Fabrikasi Logam. Dengan demikian, secara praktis akan memberi kemudahan bagi peneliti dalam berkomunikasi dengan pihak-pihak yang terkait atau yang menjadi subjek penelitian.


(22)

2) Jurusan Las dan Fabrikasi Logam Departemen Mesin merupakan salah satu bagian dari P4TK BMTI Bandung yang bertugas meningkatkan kompetensi tenaga kependidikan (guru) untuk pendidikan kejuruan, seperti SMK misalnya. Dengan posisinya seperti itu, sudah sewajarnya apabila ada upaya untuk memperbaiki kinerja yang selama ini dipandang kurang bagus, dalam proses pendidikan yang membekali peserta didiknya untuk terjun sebagai guru di SMK, khususnya guru dalam bidang praktek. Seperti diketahui bahwa kemampuan praktek merupakan kemampuan yang harus benar-benar dikuasai oleh seorang guru kejuruan, karena seperti dijelaskan sebelumnya bahwa pendidikan kejuruan ini merupakan pendidikan yang menyiapkan perserta didiknya untuk bekerja dalam bidang pekerjaan yang sesui dengan keahliannya.

Subjek penelitian merupakan sorotan utama dalam suatu penelitian atau yang akan dijadikan sumber data dari penelitian yang akan dilaksanakan. Subjek penelitian ini dapat berupa manusia maupun non manusia. Sejalan dengan itu, Sudjana (1992:2) menjelaskan bahwa: “Subjeknya penelitian adalah sorotan utama semua nilai yang mungkin, hasil menghitung atau pengukuran, kuantitatif maupun kualitatif mengenai karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya.”

Adapun yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah semua anggota yang terlibat dalam pelaksanaan pembelajaran Teknik Pengelasan di workshop Jurusan Las dan Fabrikasi Logam Departeman Mesin P4TK BMTI Bandung, dan terdiri manusia dan non manusia. Subjek penelitian yang berupa manusia adalah Ketua jurusan,


(23)

Kepala atau koordinator workshop, koordinator dan tenaga pegajar yang membina mata kuliah dimaksud, tenaga administrasi/ tool man yang ada workshop, dan peserta didik. Sementara, subjek penelitian yang berupa non-manusia yaitu berupa dokumen-dokumen yang berhubungan dengan pengelolaan pembelajaran mata kuliah Teknologi Pengelasan, dan lain-lain.

3.2 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 3.2.1 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data digunakan untuk mengumpulan data yang diperlukan bagi pemecahan masalah penelitian dari sumber data di atas. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara dan studi dokumentasi yang berupa angket.

1) Observasi

Observasi atau pengamanan dilakukan untuk menggali atau menjaring data langsung dari lapangan penelitian. Penelitian terjun langsung ke lapangan untuk mengamati pengelolaan pembelajaran praktek yang langsung di workshop. Observasi dilakukan oleh satu orang, yaitu penelitian sendiri. Peneliti melakukan observasi partisipasi pasif, yaitu lebih cenderung sebagai peneliti atau pengamat. Pengamatan selama praktek tersebut memiliki keuntungan agar responden yang diamati akan terbiasa dengan kehadiran peneliti sehingga responden berlaku apa adanya.


(24)

2) Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interview) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Maksud mengadakan wawancara, seperti yang ditegaskan oleh Lincoln dan Guba (dalam L.J Moleong, 2002:135), antara lain “untuk membuat suatu kontruksi sekarang dan disini’ mengenai orang, peristiwa, aktifitas, motivasi, perasaan dan lain sebagainya; merekontruksi hal-hal yang telah berlaku’ memproyeksikan suatu kemungkinan yang dirapkan akan terjadi di masa mendatang”.

Wawancara, dilakukan berkenaan dengan pencarian data yang berkaitan dengan focus pnelitian, yaitu memperoleh gambaran tentang pengololaan pembelajaran praktek di workshop yang selama ini berlangsung. Selain itu, arahkan juga untuk memperoleh informasi tentang standar kompetensi minimal yang harus dimiliki oleh seorang guru praktek yang mengajar di SMK, khususnya dalam bidang kejuruan tingkat dasar. Setalah dilakukan wawancara, informasi yang diperoleh diolah dan di informasikan melalui tahap triangulasi dan member check. Hal ini dilakukan untuk memperoleh masukan mengenai kesesuian data tersebut.

3) Studi Dokumentasi

Dokumen dan record digunakan untuk keperluan penelitian, menurut Gaba dan Lincoln dalam L.J Moleong, (2002:161), karena alasan yang dapat dipertanggungjawabkan seperti berikut:


(25)

(1) Dokumen dan record digunakan kerena merupakan sumber yang kaya, stabil dan mendorong

(2) Berguna sebagai “bukti” untuk suatu penguji,

(3) Keduanya berguna dan sesuai dengan kontesk, lahir dan berada dalam kontesk,

(4) Record relatif murah dan tidak sukar diperoleh, tetapi dokumen harus dicari dan ditemukan,

(5) Keduanya tidak relatif sehingga tidak sukar ditemukan dengan teknik kejian isi,

(6) Hasil pengkajian isi akan membuka kesepakatan untuk lebih memperluas tubuh pengetahuan terhadap sesuatu yang diselidiki.

Studi dokumentasi dilakukan untuk melengkapi data yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi, yaitu untuk memperoleh deskripsi tentang manajemen pembelajaran workshop di Jurusan Las dan Fabrikasi Logam Departemen Mesin P4TK BMTI Bandung. Sejalan dengan itu, L.J Moloeng (2002:121) menyatakan bahwa “kedudukan peneliti kualitatif cukup rumit. Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana, pengumpulan data, analisis, penafsir data dan pada akhirnya menjadi pelapor hasil peneliti”.

Sebagaimana diuraikan sebelumnya, bahwa instrumen pengumpulan data dalam penelitian kualitatif ini adalah bersifat internal subjektif selain sebagai instrumen juga sebagai pelaksana, pengumpulan data, dan pada akhirnya menjadi pelapor hasil peneliti. Menyadari pentingnya objektifitas, keuntungan dan kevalidan


(26)

data yang harus dikumpulkan, maka peneliti menggunakan alat atau instrumen untuk mengumpulkan data di lapangan berupa pedoman wawancara dan pedoman observasi.

3.2.2 Alat Pengumpulan Data

Alat yang digunakan dalam mengumpulkan semua data yang dibutuhkan dalam penelitian ini harus bersifat internal subjektif atau peneliti sendiri. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti terjun langsung ke lokasi peneliti untuk mengumpulkan data dan informasi yang berkaitan dengan subjek peneliti. Mengingat adanya keterbatasan dari pentingnya obyektifitas, keutuhan dan kevalidan data yang dikumpulkan, maka peneliti menggunakan alat atau.Instrument pengumpulan data di lapangan berupa pedoman wawancara dan pedoman observasi.

1) Pedoman wawancara

Pedoman wawancara yang digunakan adalah pedoman wawancara yang terpadu antara pedoman wawancara yang tertsruktur dan daya bersifat terbuka. Jika digunakan, dalam upaya menjamin kevalidan atau keabsahan data yang diperoleh, karena kedua jenis wawancara tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan

2) Pedoman observasi

Pedoman observasi adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian yang berkaitan dengan aktifitas pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Melalui kegiatan observasi, diharapkan peneliti dapat memperoleh data tentang


(27)

pelaksanaan pembelajaran praktek yang selama ini berlangsung mulai dari persiapan, pelaksanaan, dan proses observasi.

3.3 Tahapan Penelitian

Kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini terjadi dari tiga tahap, yaitu: 1) Pra penelitian 2) Pelaksanaan penelitian 3) Tahap analisis data.

3.2.1 Pra Penelitian

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini meliputi : a) survey pendahuluan, b) penyusunan rancangan penelitian,c) memilih lapangan penelitian, dan d) mengurus perizinan,dilakukan di SMK. Hal ini dimaksudkan untuk melihat bagaimana pengelolaan pembelajaran praktek yang berlangsung di SMK, guru yang menangani proses pembelajaran akhir yang dicapai.

1) Penyusunan rancangan penelitian

Berdasarkan hasil survei pendahuluan tersebut, selanjutnya permsalahan yang ada diangkat untuk diteliti labih lanjut dan dicari faktor apa yang dapat menyebabkan itu terjadi. Berdasarkan hasil diskusi, maka dikembangkan kajian tersebut melalui penyusunan rancangan penelitian.

2) Memilih rancangan penelitian

Pemilihan lapangan diarahkan untuk mendapatkan kesesuaian antara permasalahan dengan lokasi yang akan digunakan dalam penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti memilih lokasi workshop Departemen Mesin Jurusan Las dan Fabrikasi Logam.


(28)

Tahap ini merupakan tahap pengumpulan data. Pada tahap ini ada sejumlah kegiatan pekerkajaan lapangan yang dilakukan, dengan mengunakan langkah-langkah seperti dikemukakan oleh Nasution (1992), yaitu orientasi, eksplorasi, dan member check. 3.2.2 Pelaksanaan Penelitian

Tahapan ini merupakan kegiatan pengumpulan data dilapangan yang dilaksanakan dilokasi peneliti melakukan kegiatan penelitian. Kegiatan dengan menggunakan langkah-langkah sebagaimana dikemukakan oleh Nasution (1992) yaitu: orientasi, eksplorasi dan member check.

3.2.3 Tahap Analisis Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian kualitas sebagian besar berupa kata-kata, maka teknik analisis kata yang digunakan adalah analisis kualitatif. Analisis kata dalan kualitatif pada dasarnya sudah dilakukan sejak awal penelitian. Diharapkan dengan cara itu terdapat konsistensi analisis secara keseluruhan. Nasution (1996 :129) menyatakan :

“Dalam penelitian kualitatif, analisis data harus dilakukan sejak awal. Data yang diperoleh dilapangan segera harus dituangkan dalam bentuk tulisan dan analisis. Macam cara dapat diikuti, tidak satu cara tertentu yang dapat dijadikan pegangan bagi semua peneliti”.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini, mengikuti model analisis interaktif yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1992:20), yang membagikan analisis dalam empat bagian, antara lain : (1) pengumpulan data ; (2) reduksi data (3) penyaji data dan (4) penarikan kesimpulan dan verifikasi data. Bagian-bagian tersebut digambarkan seperti pada bagan dibawah ini:


(29)

Gambar 3.1 Model Analisis Interaktif 1) Pengumpulan data

Pada tahap ini, data observasi, dokumentasi, dan hasil wawancara dikumpulkan. Data tersebut kemudian dicatat sebagai data lapangan. Dan yang dikumpulkan tidak hanya kualitatif, tetapi ada juga yang bersifat keantitatif. Data kuantitatif diperlukan untuk memperoleh gambaran umum mengenai hal-hal yang terjadi selama berada dilapangan.

2) Reduksi data

Tahap ini meliputi kegiatan memilih dan menilai data yang penting dan berhubungan dengan fokus masalah penelitian. Catatan data yang akurat sangat diperlukan. Untuk lebih memantapkan data yang terkumpul agar lebih grounded ( berdasarkan pada data), maka verifikasi dilakukan selama penelitian berlangsung. Reduksi data juga dapat dilakukan dengan membuat ringkasan, mengkode, menelurusi tema-tema, membuat gugus-gugus, membuat partisi, dan menulis catatan kecil. Dengan demikian, tingkat kepercayaan hasil penelitian akan lebih terjamin


(30)

3) Penyajian data

Tahap ini meliputi kegiatan merangkum hasil penelitian dalam susunan yang teratur dan sistemaitis. Pada kegiatan ini, data dirangkum secara diskriptif dan sistimatis, sehingga akan memudahkan dalam memberi makna sesuai dengan fokus penelitian

4) Pengumpulan data

Penarikan kesimpulan merupakan kesimpulan yang dilakukan sejak dimulai pengumpulan data dilapangan. Dalam hal ini peneliti mencari makna dan data yang telah dikumpulkan, yakni dengan mencari arti komponen-komponen yang disajikan, mencatat pola-pola, tema, konfigurasi yang ada, proposisi, hubungan, dan persamaan dari hal-hal yang sering muncul,. dapat juga dilakukan dengan meninjau kembali catatan lapangan atau berbincang-bincang dengan teman sejawat untuk menenpatkan data tersebut dalam laporan penelitian. Kesimpulan yang diambil pada awalnya masih kabur dan dangkal. Untuk itu perlu dilakukan verifikasi dengan maksud memdapatkan data-data yang baru guna melengkapi kemsimpulan. Dengan bertambahnya data, kesimpulan yang diambil dapat lebih mendasar.

Secara garis besar pekerjaan menganalisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah-langakah sebagai berikut:

(1) Menelaah kembali catatan hasil wawancara dan pengamatan, studi dokumentasi, serta memisahkan data yang dianggap penting dan tidak penting. Pekerjaan ini diulang kembali untuk memeriksa kemungkinan kekeliruan klasifikasi.


(31)

(2) Medeskripsikan data yang telah diklasifikasikan, untuk kepentingan penelaah lebih lanjut dengan memperhatikan fokus dan tujuan penelitian.

(3) Menelaah diskripsi data dan membandingkan dengan referensi teori yang menjadi acuan peneliti

(4) Membuat analisis akhir dan menuangkannya dalam laporan untuk kepentingan penulisan tesis.

3.2.4 Proses Triangulasi

Triangulasi adalah proses mengecek kebenaran dengan cara membandingkan data yang diperoleh dari sumber yang satu dengan sumber yang lain tentang hal yang sama. L.J Moleong, (2002 : 178) berpendapat bahwa: “triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memamfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu’. Sejalan dengan itu, Miles dan Huberman (1992 : 434-437) bahwa:

“proses triangulasi yaitu proses untuk mengecek kebenaran (kredibilitas/validitas) data yang diperoleh dengan cara membandingkannya dengan data yang diperoleh dari sumber lain tentang yang sama, pada berbagai fase penelitian lapangan, pada waktu yang berlainan, dan dengan yang berlainan”.

Proses triangulasi dilakukan sebagai usaha untuk melihalat lebih tajam hubungan antara berbagai data agar dapat mencegah kesalahan dalam analisis data. Hasil analisis yang telah diperoleh di check dengan wawancara dan dokumentasi. Dengan triangulasi maka kemungkinan adanya kekurangan data dalam informasi


(32)

pertama akan mendapatkan tambahan sebagai data lengkap. Proses triangulasi dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.2 Proses triangulasi data Keterangan

………..perbandingan Garis alur proses

3.2.5 Memperoleh Tingkat Kepercayaan Hasil Penelitian

Keabsahan data dapat diperiksa dengan mengkonfirmasikan seluruh informasi yang didapat terhadap pihak-pihak terkait yang dapat dipertanggung jawabkan, baik data yang didapat dari hasil wawancara, dokumentasi dan sebagainya. Pemeriksaan


(33)

keabsahan data dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan keaslian agar keputusan yang diambil dari hasil penelitian benar-benar meneliti masalah yang ada.

Pada penelitian kulitatif, hasil penelitian yang telah diolah dan dianalisis tersebut harus memiliki nilai keabsahan yang tinggi. Untuk menentukan keabsahan tersebut, menurut Nasution (1996:114-124) harus memenuhi kriteria sebagai berikut: Kredibilitas (validitas internal), yaitu berkaitan dengan persoalan seberapa jauh kebenaran hasil penelitian dapat tercapainya. Dalam hal ini langkah-langkah yang peneliti dilakukan sebagai berikut:

1) Mengadakan pengamatan secara kontinyu dan memperhatikan sesuatu lebih cermat, terinci dan mendalam. Peneliti membedakan dan mengumpulkan data hal-hal yang bermakna untuk memahami gejala-gejala tertentu.

2) Mengadakan triangulasi yaitu ‘teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu “ L.J Moleong, 2002 : 178).

3) Melakukan member check dimana setelah mengadakan observasi dan wawancara dilakukan penelitian kembali, kesesuaian dan kebenaran data yang diberikan informan, atau meminta penjelasan dan infomasi baru.

3.2.6 Transferabilitasi (validitas eksternal)

Transferabilitasi yaitu berkaitan dengan sejauh mana hasil penelitian dapat dialokasikan atau digunakan dalam situasi lain, Menurut Nasution [1996


(34)

:118],’’Bagi peneliti naturalistik,Tranferasilitas tergantung pada si peneliti, yakni hingga manakah hasil penelitian itu dapat mereka gunakan.

Dalam konteks dan situasi tertentu’’.Berdasarkan kutipan ini, maka dapat dikatakan bahwa mengaplikasikan hasil penelitian ini kepada Kadep renbang SDM, Sekertaris pengembangan pelatihan Berbasis Kompetensi, dan Kepala Subdep Perkakas TC. 3.2.7 Dependabilitas (reliabitas)

Dependabilitas yaitu berkaitan dengan nilai konsistensi dari hasil penelitian ulang, maka hasilnya harus tetap sama..dengan demikian, dependabilitas merupakan konsistensi dari suatu permasalahan. Pada dasarnya permasalahan tersebut bersifat unik dan tidak stabil,sehingga sulit untuk direkontruksi kembali seperti semula. Untuk mengantipasi hal tersebut, dan untuk menyakinkan keabsahan hasil penelitian, maka penelitian melakukan pemeriksaan untuk meyakinkan bahwa apa yang dianalisis dan yang dilaporkan begitu adanya.

3.2.8 Konfirmabilitas (obyektifitas)

Konfirmabilitas yaitu berkaitan dengan masalah tingkat obyektifitas kebenaran hasil penelitian yang dilakukan. Mengingat peneliti adalah insrumen utama dalam pengumpulan data, maka tingkat objektifitasnya sangat tergantung pada sikap objektif peneliti itu sendiri. Dalam penelitian ini peneliti selalu menjunjung tinggi sikap objektifitas semaksimal mungkin melalui penggunaan metode dan teknik pengumpulan data yang tepat dan sesuai dengan kajian serta pendekatan dalam penelitian itu sendiri.


(35)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan

Mengacu pada permasalahan penelitian, yakni bagaimana pengelolaan pembelajaran praktek pengelasan di workshop Jurusan Las dan Fabrikasi Logam Departemen Teknik Mesin P4TK BMTI Bandung dalam rangka memenuhi standar kompetensi seorang guru sekolah kejuruan, khususnya Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), secara umum dapat disimpulkan bahwa pengelolaan pembelajaran praktek pengelasan yang dilakukan selama ini telah menunjukkan adanya upaya untuk membekali para peserta diklat dengan kemampuan kompetensi sebagai guru praktek di SMK. Setelah dilakukan pengkajian terhadap standar kompetensi guru kejuruan teknologi (SMK), ternyata jenis-jenis pekerjaan yang ditugaskan kepada peserta, telah selaras dengan tuntutan kompetensi dan sub kompetensi di lapangan, khususnya kompetensi dan sub kompetensi dasar kejuruan dan kompetensi kejuruan las. Hal ini terlihat dengan materi yang dirancang dan diberikan kepada peserta dengan standar kompetensi guru kejuruan dan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Selaras dengan tuntutan kebutuhan kurikulum SMK, akan tetapi apabila dikaji dari konteks manajemen, maka pengelolaan yang dilakukan belum semuanya memenuhi harapan yang diinginkan. Dengan kata lain, masih ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian.Secara rinci kesimpulan tersebut dapat dilihat sebagai berikut:


(36)

1) Pada aspek perencanaan kegiatan, secara umum telah menunjukkan adanya, lebih baik dimana pada pelaksanaannya menggunakan pola bottom up, yaitu berasal dari bawah dan ditujukan keatas (pimpinan). Selain itu, dalam aspek ini yang telah berjalan cukup baik, adalah dalam hal perencanaan materi dan perencanaan fasilitas, alat, bahan dan biaya. Sementara pada aspek perencanaan penetapan tenaga pelaksana yang mengelola kegiatan pembelajaran dan perencanaan atau penyusunan dokumen pendukung kegiatan pembelajaran seperti SAP, hand out, job sheet, information sheet, lembar evaluasi, dan sejenisnya, masih banyak memiliki kelemahan. Selain pada aspek yang masih memiliki kelemahan, pada beberapa bagian dari aspek yang dianggap telah memiliki keunggulan, masih perlu dilakukan peningkatan dan penyempurnaan. 2) Pada aspek pelaksanaan secara umum telah menunjukkan adanya yang lebih

baik, tersebut terletak pada kegiatan koordinasi dengan pihak-pihak terkait; upaya melakukan optimalisasi penggunaan fasilitas, alat, dan bahan; pengawasan penggunaan alat dan bahan, pengawasan pelaksanaan kegiatan pembelajaran, optimalisasi pengelola/personil, penyimpanan alat dan bahan. Sementara, kelemahan yang menonjol terletak pada pencatatan alat dan bahan, dan perawatan alat dan bahan, serta pengukuran hasil belajar peserta diklat. Mesikpun demikian, bukan berarti bahwa aspek yang memiliki keunggulan tersebut tidak memiliki kelemahan, oleh karena itu selain pada aspek-aspek yang memiliki kelemahan, pada aspek yang memiliki kelebihan sekalipun masih perlu adanya peningkatan dan penyempurnaan.


(37)

3) Pengawasan pengelolaan pembelajaran, pada umumnya belum memiliki dampak yang lebih baik , atau dengan kata lain masih banyak memiliki kelemahan.

4) Aspek out put/ luaran pengelolaan pembelajaran praktek, secara umum telah menunjukkan dampak yang lebih baik,. Tetapi pada beberapa hal masih ada yang harus disempurnakan.

5.2 Saran

Sebagai upaya dalam membenahi kekurangan atau kelemahan yang terdapa t pada pengelolaan pembelajaran Praktek Pengelasan, maka berdasarkan kesimpulan yang didasarkan pada hasil pembahasan, penulis mencoba menyampaikan saran sebagai berikut :

1) Bagi Pihak Departemen Teknik Mesin

Mengingat bidang keahlian Teknik Pengelasan merupakan mata pelajaran dasar kejuruan yang wajib diberikan pada siswa SMK, materi pembelajarannya lebih menitik beratkan pada praktek sudah tentu akan membawa konsekuensi pada ketersediaan sarana dan prasarana (fasilitas, alat, dan bahan). Berdasarkan kondisi yang ada seperti sekarang, ternyata fasilitas yang dimiliki (mesin las) masih kurang jika dilihat dari segi jumlah, dan kualitas, meskipun dari segi kegunaan telah memenuhi syarat kerja. Maka dari itu, sebaiknya untuk segera dipikirkan bagaimana solusi dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas dari fasilitas yang ada.

Selain itu melihat kondisi mesin yang ada sudah banyak yang tidak layak digunakan lagi, sebaiknya dilakukan perawatan secara baik dan benar berdasarkan aturan main yang ada. Dikarenakan dengan sistem dan model perawatan seperti yang dijalankan sekarang ternyata hasilnya kurang memuaskan, maka dari itu sebaiknya lembaga menyediakan dana khusus untuk biaya perawatan.


(38)

Keterlaksanaan kegiatan pembelajaran, tidak hanya tergantung pada ketersediaan Sumber Daya manusia yang memiliki kualifikasi sesuai dengan yang dibutuhkan, baik dari segi jumlah maupun dari segi kualitas. SDM yang ada sekarang ini, dilihat dari segi kuantitas dapat dikatakan mencukupi, tetapi jika dilihat dari segi usia dan kompetensi mata diklat yang diampuh dibutuhkan perawatan keterampilan untuk mempertahan kan skill yang dimiliki melalui program In House Training, pemagangan pada perusahaan atau diklat pada lembaga yang menyelenggarakan pelatihan las.

2) Bagi Pihak Jurusan/ kepala bengkel

Mengacu pada aturan dan tugas pokok ketua jurusan / kepala bengkel, tentang pengelolaan workshop (bengkel), laboratorium, ternyata terkait dengan aspek perencanaan, pengarahan, penilaian. Berdasarkan ketiga aspek tersebut, hendaknya ketua jurusan/kepala bengkel merencanakan penggunaan dan perawatan workshop secara optimal, agar dalam pelaksanaan pembelajaran tidak terjadi kendala akibat belum siapnya peralatan untuk digunakan secara optimal. Hal ini diajukan, karena berdasarkan hasil observasi masih terdapat ketidak selarasan dengan pihak terkait dalam proses penyusunan program perawatan yang menyangkut anggaran operasional, dan inventarisasi alat dan bahan.

3) Bagi Pelaksana di Lapangan (koordinator dan panitia pelaksana diklat)

Pelaksana diklat merupakan ujung tombak dari keterlaksanaan proses pembelajaran. Dalam kaitan dengan penelitian ini, yang didasarkan pada temuan penelitian di lapangan, maka disarankan :.

(1) Dalam perencanaan materi hendaknya tidak terlalu terfokus pada apa yang selama ini dilakukan. Dengan kata lain, hendaknya perencanaan materi ini dilakukan dengan melihat kebutuhan yang berkembang di masyarakat.

(2) Dalam perencanaan alat dan bahan, hendaknya disesuaikan dengan durasi waktu, unit dan elemen dan sub elemen kompetensi, hal ini dimaksudkan agar peserta dapat menguasai kompetensi secara utuh.


(39)

(3) Dalam pengembangan pola pembelajaran, hendaknya disusun jadwal pola pembelajaran yang seefektif mungkin sehingga tidak menyebabkan peserta mengalami tingkat yang melelahkan.

(4) Dalam pengukuran hasil belajar peserta diklat, hendaknya dikembangkan alat evaluasi khusus yang dapat menjaring atau mengidentifikasi aspek-aspek yang harus dinilai pada setiap pelaksanaan kegiatan praktek dengan kata lain hendaknya evaluasi dilakukan terhadap keseluruhan kegiatan atau aspek yang berhubungan dengan pencapaian kompetensi.


(40)

DAFTAR PUSTAKA

Abin Syamsuddin, (2000). Analisis Posisi Sistem Pendidikan. Makalah, Disampaikan dalam Pelatihan dan Penataran Perencanaan pendidikan, Biro Perencanaan – Departemen Pendidikan nasional , Jakarta.

Balitbang dan Dikdasmen. (1999). Memahami Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta : Balitbang dan Dikdasmen, Depdikbud.

Banghart,F.W dan Trull, a. (1973). Educational Planing. The Macmilan Company. New York.

Butler, F.C. (1979) Instructional Sistem Development for Vocational and Operations (2nd ed). Belmont, California : Wadworth Publishing Company.

Ridwan dan Buchari Alma (2004). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula.

Ece s. dan Untung Witjaksono. (1992). Pedoman Penyelenggaraan Bengkel Las dan Fabrikasi Logam Bandung : P3GT Bandung.

Sunaryo Sunarto (1993). Strategi Pengelolaan PBM Praktek pada Sekolah Kejuruan. Jurnal Pendidikan Teknologi dan Kejuruan IKIP Yogyakarta No. 2

Nana Sudjana. (1989). Dasar – dasar proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algesindo.

Ngalim Purwanto,(2000). Prinsip–prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung : Remaja Rosda Karya.

Satuan Tugas Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan di Indonesia. (1997). Keterampilan Menjelang 2020 untuk era global. Jakara: Departemen Pendidikan dam Kebudayaan.

Oteng Sutisna. (1985). Administrasi Pendidikan: Dasar Teoritis untuk Praktek Profesional. Bandung: Angkasa

Suharsimi Arikunto. (1988). Organisasi dan Administrasi Pendidikan teknologi Kejuruan. Jakarta :Dirjan Dikti P2LPTK.

Nolker, H., dan Schoenfeldt, E. (1983). Pendidikan Kejuruan; Pengajaran, Kurikulum, dan PerencanaanTeknologi dan Kejuruan. Jakarta: Dirjen Diktif P2LPTK.


(41)

Sunarto . (1996). Perencanaan, Pengembangan , dan Pengelolaan Fasilitas Praktek Laboratorium dan Bengkel (Materi Perkuliahan Mata Kuliah Organisasi dan Manajemen PTK). PPS IKIP Yogyakarta.

Sutarjo. (1996). Pengelolaan Bengkel. Surabaya: Surabaya Intelektual Club.

Nolker, H., dan Schoenfeldt, E. (1983). Pendidikan Kejuruan; Pengajaran, Kurikulum, dan Perencanaan. Terjemahan Agus Setiadi. Jakarta: PT. Gramedia.

Sunaryo Sunarto. (1993). Strategi Pengelolaan PBM Praktek Pada Sekolah Kejuruan. Jurnal Pendidikan Teknologi dan Kejuruan IKIP Yogyakarta No. 2 Tahun I.33-39.

Wardiman Djojonegoro. (1998). Pengembangan Sumber Daya Manusia Melalui Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Jakarta: Jaya Agung Offset.

Hadari Nawawi. (1990). Administrasi pendidikan. Jakarta: Haji Masagung.

Sukamto. (1988). Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Teknologi dan Kejujuran. Jakarta : Depdikbud, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek PLPTK.

Sutarjo. (1997). Petunjuk Praktek Las Asetilien dan Las Listrik. Cetakan Pertama Surabaya : SIC.

Sutarjo. (1999). Suatu Kepraktisan Belajar Pesawat Perkakas. Surabaya : SIC. Hadiat, dkk. (2004). Kamus Sains. Jakarta : Balai Pustaka.

Gatot Hari Priowirjanto dan Giri Suryatmana, dalam Dedi Supriadi. (2002). Tentang Reposisi Pendidikan Kejuruan Menjelang 2020. Jakarta : Depdiknas, Dirjen Dikdasmen Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan.


(1)

1) Pada aspek perencanaan kegiatan, secara umum telah menunjukkan adanya, lebih baik dimana pada pelaksanaannya menggunakan pola bottom up, yaitu berasal dari bawah dan ditujukan keatas (pimpinan). Selain itu, dalam aspek ini yang telah berjalan cukup baik, adalah dalam hal perencanaan materi dan perencanaan fasilitas, alat, bahan dan biaya. Sementara pada aspek perencanaan penetapan tenaga pelaksana yang mengelola kegiatan pembelajaran dan perencanaan atau penyusunan dokumen pendukung kegiatan pembelajaran seperti SAP, hand out, job sheet, information sheet, lembar evaluasi, dan sejenisnya, masih banyak memiliki kelemahan. Selain pada aspek yang masih memiliki kelemahan, pada beberapa bagian dari aspek yang dianggap telah memiliki keunggulan, masih perlu dilakukan peningkatan dan penyempurnaan. 2) Pada aspek pelaksanaan secara umum telah menunjukkan adanya yang lebih

baik, tersebut terletak pada kegiatan koordinasi dengan pihak-pihak terkait; upaya melakukan optimalisasi penggunaan fasilitas, alat, dan bahan; pengawasan penggunaan alat dan bahan, pengawasan pelaksanaan kegiatan pembelajaran, optimalisasi pengelola/personil, penyimpanan alat dan bahan. Sementara, kelemahan yang menonjol terletak pada pencatatan alat dan bahan, dan perawatan alat dan bahan, serta pengukuran hasil belajar peserta diklat. Mesikpun demikian, bukan berarti bahwa aspek yang memiliki keunggulan tersebut tidak memiliki kelemahan, oleh karena itu selain pada aspek-aspek yang memiliki kelemahan, pada aspek yang memiliki kelebihan sekalipun masih perlu adanya peningkatan dan penyempurnaan.


(2)

3) Pengawasan pengelolaan pembelajaran, pada umumnya belum memiliki dampak yang lebih baik , atau dengan kata lain masih banyak memiliki kelemahan.

4) Aspek out put/ luaran pengelolaan pembelajaran praktek, secara umum telah menunjukkan dampak yang lebih baik,. Tetapi pada beberapa hal masih ada yang harus disempurnakan.

5.2 Saran

Sebagai upaya dalam membenahi kekurangan atau kelemahan yang terdapa t pada pengelolaan pembelajaran Praktek Pengelasan, maka berdasarkan kesimpulan yang didasarkan pada hasil pembahasan, penulis mencoba menyampaikan saran sebagai berikut :

1) Bagi Pihak Departemen Teknik Mesin

Mengingat bidang keahlian Teknik Pengelasan merupakan mata pelajaran dasar kejuruan yang wajib diberikan pada siswa SMK, materi pembelajarannya lebih menitik beratkan pada praktek sudah tentu akan membawa konsekuensi pada ketersediaan sarana dan prasarana (fasilitas, alat, dan bahan). Berdasarkan kondisi yang ada seperti sekarang, ternyata fasilitas yang dimiliki (mesin las) masih kurang jika dilihat dari segi jumlah, dan kualitas, meskipun dari segi kegunaan telah memenuhi syarat kerja. Maka dari itu, sebaiknya untuk segera dipikirkan bagaimana solusi dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas dari fasilitas yang ada.

Selain itu melihat kondisi mesin yang ada sudah banyak yang tidak layak digunakan lagi, sebaiknya dilakukan perawatan secara baik dan benar berdasarkan aturan main yang ada. Dikarenakan dengan sistem dan model perawatan seperti yang dijalankan sekarang ternyata hasilnya kurang memuaskan, maka dari itu sebaiknya lembaga menyediakan dana khusus untuk biaya perawatan.


(3)

Keterlaksanaan kegiatan pembelajaran, tidak hanya tergantung pada ketersediaan Sumber Daya manusia yang memiliki kualifikasi sesuai dengan yang dibutuhkan, baik dari segi jumlah maupun dari segi kualitas. SDM yang ada sekarang ini, dilihat dari segi kuantitas dapat dikatakan mencukupi, tetapi jika dilihat dari segi usia dan kompetensi mata diklat yang diampuh dibutuhkan perawatan keterampilan untuk mempertahan kan skill yang dimiliki melalui program In House Training, pemagangan pada perusahaan atau diklat pada lembaga yang menyelenggarakan pelatihan las.

2) Bagi Pihak Jurusan/ kepala bengkel

Mengacu pada aturan dan tugas pokok ketua jurusan / kepala bengkel, tentang pengelolaan workshop (bengkel), laboratorium, ternyata terkait dengan aspek perencanaan, pengarahan, penilaian. Berdasarkan ketiga aspek tersebut, hendaknya ketua jurusan/kepala bengkel merencanakan penggunaan dan perawatan workshop secara optimal, agar dalam pelaksanaan pembelajaran tidak terjadi kendala akibat belum siapnya peralatan untuk digunakan secara optimal. Hal ini diajukan, karena berdasarkan hasil observasi masih terdapat ketidak selarasan dengan pihak terkait dalam proses penyusunan program perawatan yang menyangkut anggaran operasional, dan inventarisasi alat dan bahan.

3) Bagi Pelaksana di Lapangan (koordinator dan panitia pelaksana diklat)

Pelaksana diklat merupakan ujung tombak dari keterlaksanaan proses pembelajaran. Dalam kaitan dengan penelitian ini, yang didasarkan pada temuan penelitian di lapangan, maka disarankan :.

(1) Dalam perencanaan materi hendaknya tidak terlalu terfokus pada apa yang selama ini dilakukan. Dengan kata lain, hendaknya perencanaan materi ini dilakukan dengan melihat kebutuhan yang berkembang di masyarakat.

(2) Dalam perencanaan alat dan bahan, hendaknya disesuaikan dengan durasi waktu, unit dan elemen dan sub elemen kompetensi, hal ini dimaksudkan agar peserta dapat menguasai kompetensi secara utuh.


(4)

(3) Dalam pengembangan pola pembelajaran, hendaknya disusun jadwal pola pembelajaran yang seefektif mungkin sehingga tidak menyebabkan peserta mengalami tingkat yang melelahkan.

(4) Dalam pengukuran hasil belajar peserta diklat, hendaknya dikembangkan alat evaluasi khusus yang dapat menjaring atau mengidentifikasi aspek-aspek yang harus dinilai pada setiap pelaksanaan kegiatan praktek dengan kata lain hendaknya evaluasi dilakukan terhadap keseluruhan kegiatan atau aspek yang berhubungan dengan pencapaian kompetensi.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abin Syamsuddin, (2000). Analisis Posisi Sistem Pendidikan. Makalah, Disampaikan dalam Pelatihan dan Penataran Perencanaan pendidikan, Biro Perencanaan – Departemen Pendidikan nasional , Jakarta.

Balitbang dan Dikdasmen. (1999). Memahami Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta : Balitbang dan Dikdasmen, Depdikbud.

Banghart,F.W dan Trull, a. (1973). Educational Planing. The Macmilan Company. New York.

Butler, F.C. (1979) Instructional Sistem Development for Vocational and Operations (2nd ed). Belmont, California : Wadworth Publishing Company.

Ridwan dan Buchari Alma (2004). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula.

Ece s. dan Untung Witjaksono. (1992). Pedoman Penyelenggaraan Bengkel Las dan Fabrikasi Logam Bandung : P3GT Bandung.

Sunaryo Sunarto (1993). Strategi Pengelolaan PBM Praktek pada Sekolah Kejuruan. Jurnal Pendidikan Teknologi dan Kejuruan IKIP Yogyakarta No. 2

Nana Sudjana. (1989). Dasar – dasar proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algesindo.

Ngalim Purwanto,(2000). Prinsip–prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung : Remaja Rosda Karya.

Satuan Tugas Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan di Indonesia. (1997). Keterampilan Menjelang 2020 untuk era global. Jakara: Departemen Pendidikan dam Kebudayaan.

Oteng Sutisna. (1985). Administrasi Pendidikan: Dasar Teoritis untuk Praktek Profesional. Bandung: Angkasa

Suharsimi Arikunto. (1988). Organisasi dan Administrasi Pendidikan teknologi Kejuruan. Jakarta :Dirjan Dikti P2LPTK.

Nolker, H., dan Schoenfeldt, E. (1983). Pendidikan Kejuruan; Pengajaran, Kurikulum, dan PerencanaanTeknologi dan Kejuruan. Jakarta: Dirjen Diktif P2LPTK.


(6)

Sunarto . (1996). Perencanaan, Pengembangan , dan Pengelolaan Fasilitas Praktek Laboratorium dan Bengkel (Materi Perkuliahan Mata Kuliah Organisasi dan Manajemen PTK). PPS IKIP Yogyakarta.

Sutarjo. (1996). Pengelolaan Bengkel. Surabaya: Surabaya Intelektual Club.

Nolker, H., dan Schoenfeldt, E. (1983). Pendidikan Kejuruan; Pengajaran, Kurikulum, dan Perencanaan. Terjemahan Agus Setiadi. Jakarta: PT. Gramedia.

Sunaryo Sunarto. (1993). Strategi Pengelolaan PBM Praktek Pada Sekolah Kejuruan. Jurnal Pendidikan Teknologi dan Kejuruan IKIP Yogyakarta No. 2 Tahun I.33-39.

Wardiman Djojonegoro. (1998). Pengembangan Sumber Daya Manusia Melalui Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Jakarta: Jaya Agung Offset.

Hadari Nawawi. (1990). Administrasi pendidikan. Jakarta: Haji Masagung.

Sukamto. (1988). Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Teknologi dan Kejujuran. Jakarta : Depdikbud, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek PLPTK.

Sutarjo. (1997). Petunjuk Praktek Las Asetilien dan Las Listrik. Cetakan Pertama Surabaya : SIC.

Sutarjo. (1999). Suatu Kepraktisan Belajar Pesawat Perkakas. Surabaya : SIC. Hadiat, dkk. (2004). Kamus Sains. Jakarta : Balai Pustaka.

Gatot Hari Priowirjanto dan Giri Suryatmana, dalam Dedi Supriadi. (2002). Tentang Reposisi Pendidikan Kejuruan Menjelang 2020. Jakarta : Depdiknas, Dirjen Dikdasmen Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan.