TINJAUAN YURIDIS TERHADAP YAYASAN PENYELENGGARA SEKOI AH SWASTA DALAM ERA OTONOMIDAERAH : Studi Kasus Terhadap Implementasi PP. No. 39 Tahun 1992 Tentang Peranserta Masyarakat dalam Sistem Pendidikan Nasional pada Yayasan PendidikanDasar dan Menengah"YPDM
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP YAYASAN
PENYELENGGARA SEKOI AH SWASTA
DALAM ERA OTONOMIDAERAH
(Studi Kasus Terhadap Implementasi PP. No. 39 Tahun 1992
Tentang Peranserta Masyarakat dalam Sistem Pendidikan Nasional
pada Yayasan Pendidikan Dasar dan Menengah "YPDM" Pasundan)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari
Syarat Memperoleh Gelar Master Pendidikan
Jurusan Administrasi Pendidikan
Oleh
DENNY RIANA
999754
JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA (S2)
UNIVERSITAS PENDIDDXAN INDONESIA
BANDUNG
2002
Dengan menyebut nama Allah Yang Malta Pemurah lagi Malta Penyayang
Bacalah dengan (menyebut) namaTuhanmu Yang menciptakan
Dia telah Menciptakan manusia dan segumpal darah
Bacalah dan Tuhanmulah YangPaling Pemurah
Yang mengajar (manusia) denganperantara kalam
Dia mengajarkan kepada manusia apayang tidak diketahuinya
(Q.S. Al'Alaq 1-5)
Kupersembahkan karyaku
Bagi keluargaku yang kucintai & kusayangi
Serta bagi merekayang bertolabul ilmi
LEMBAR FENGESAHAN
niSETUJIJI DAN DTSAHKAN OIEH PEMBIMBING
Pembimbina T
Prof. DR. K. ENGKOSWARA, M.Ed
Pembimbina 11
Prof. DR. H. DJAM'AN SATORI, MA
11
Diketahui,
Ketua Program Administrasi Pendidikan
PROGRAM PASCASAR UNA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Prof. DR. H. Tb. ABIN SYAMSUDJB1N MAKMUN, MA
ill
ABSTRAK
Nama
: Denny Riana
NIM
:999754
Jurusan
: Administrasi Pendidikan
Judul Tesis
:Tinjauan Yuridis Terhadap Yayasan Penyelenggara Sekolah Swasta
dalam Era Otonomi Daerah (Studi Kasus terhadap Implementasi PP.
Nomor 39 Tahun 1992 Tentang Peranserta Masyarakat dalam Sistem
Pendidikan Nasional pada YPDM Pasundan
Pembimbing : 1. Prof. Dr. H. Engkoswara, M.Ed
2. Prof. Dr. H. Djam'an Satori, MA
Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peranserta masyarakat
dalam Sistem Pendidikan Nasional merupakan salah satu peraturan pelaksana dari
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sebagai
pedoman. peraturan pemerintah ini sudah seharusnya dilaksanakan oleh masyarakat
yang berperanserta dalam pendidikan. Untuk mengetahui sejauh mana peraturan
pemerintah ini diimplementasikan oleh masyarakat, maka penelitian yang dirujukan
kepada masyarakat khususnya yang menyelenggarakan sekolah swasta sebagai salah
satu bentuk peranserta masyarakat perlu dilakukan. YPDM Pasundan sebuah Yayasan
berbadan hukum selaku penyelenggara sekolah swasta dijadikan pilihan lokasi
penelitian.
Fokus penelitian ini diarahkan pada permasalahan : (1) Bagaimana Peraturan
Pemerintah ini diimplementasikan oleh YPDM Pasundan, (2) Bagaimana bentuk
kebijakan yang ditetapkan YPDM Pasundan, (3) Apakah implementasi peraturan ini di
YPDM Pasundan sesuai dengan peraturan lainnya, (4) Apakah peraturan ini masih
relevan dengan era otonomi daerah. Studi ini menggunakan metode naturalistik dimana
data yang dikumpulkan bersifat kualitatif yaitu berapa kata-kata. Untuk membedah
permasalahan digunakan pendakatan secara Yuridis.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa YPDM Pasundan tidak
mengimplementasikan peraturan pemerintah ini secara utuh. Ada beberapa hal yang
menjadi alasannya yaitu kurangnya sosialisasi dari Dinas Pendidikan Propinsi Jawa
Barat dan kuatnya pengaruh politis dari organisasi induknya yaitu Pengurus Besar
Paguyuban Pasundan. Hal ini menyebabkan timbulnya penyimpangan dari YPDM
Pasundan yang terbukti dalam produk-produk hukum yang dihasilkannya tidak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Berkaitan dengan otonomi daerah, Peraturan
Pemerintah ini masih memiliki relevansi yang cukup kuat karena kedua-duanya
bernuansakan demokratis dimana masyarakat diberi kebebasan untuk memberikan
peransertanya dalam pembangunan sistem pendidikan nasional.
Berdasarkan temuan tersebut, untuk melindungi Yayasan penyelenggara
sekolah swasta, perlu dibuat sebuah Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat dan/atau
Kabupaten/Kota tentang Yayasan Penyelenggara Sekolah Swasta, yang mengacu pada
Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah Nomor 25
Tahun 2000.
iv
DAFfAR ISI
Halaman
LEMBARPENGESAHAN
ii
ABSTRAK
iv
LEMBAR PERNYATAAN
v
KATA PENGANTAR
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
ix
DAFTARISI
xii
DAFTARTABEL
xiv
DAFTARGAMBAR
xv
DAFTARLAMPIRAN
xvi
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
1
B. Rumusan Masalah
8
C. Tujuan Penelitian
D. Kegunaan Penelitian
E. Angapan Dasar
F. Kerangka Berpikir
9
10
12
13
G. Lokasi Penelitian
17
LANDASAN TEORITIS
A. Kebijakan Pendidikan
1. Kebijakan Pendidikan dan Administrasi Pendidikan
2. Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Publik
3. Implementasi Kebijakan
B. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peranserta
Masyarakat dalam Sistem Pendidikan Nasional
1. Hakekat Peraturan Perundang-undangan
2. Pengertian Masyarakat dan Peranserta Masyarakat
3. Pengertian Badan yang Bukan Bagian dari Pemerintah
4. Yayasan sebagai Penyelenggara Sekolah Swasta
C. Model dan Bentuk Kebijakan
D. Hubungan Implementasi Kebijakan dengan Peraturan
Perundang-undangan
xn
19
23
27
33
36
43
46
48
49
Xlll
E. Otonomi Daerah dalam Bidang Pendidikan Bidang \s
Pendidikan
F. KajianTeoriTerdahulu
i ."„..
51
„.\.....__
54
TTTTCesimpulan Hasil Studi Teoritis
BAB III
BAB IV
56
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
58
B. Sumber Data dan Lokasi Penelitian
62
C. Teknik Pengumpulan Data
D. Tahap Pelaksanaan Penelitian
62
65
E. Prosedur Analisis Data
70
F. Signifikansi Hasil Penelitian
72
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA
A. Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992
Tentang Peranserta Masyarakat dalam Sistem Pendidikan
Nasional di YPDM Pasundan
75
B. Model dan Bentuk Kebijakan YPDM Pasundan serta Kebijakan
Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat terhadap Sekolah Swasta 96
C. Tinjauan Yuridis terhadap Implementasi Peraturan Pemerintah
Nomor 39 Tahun 1992
1.
Status Hukum YPDM Pasundan
2.
Landasan Hukum YPDM Pasundan
105
106
3.
Produk Hukum YPDM Pasundan
108
4.
Prosedur Hukum YPDM Pasundan
110
D. Relevansi Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992
dalam Era Otonomi Daerah
BAB V
112
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
B. Implikasi
124
131
C. Rekomendasi
133
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP PENULIS
139
DAFTAR TABEL
Halaman
Nomor 1 :
Data Sekolah Swasta di Propinsi Jawa Barat Tahun Ajaran
1995/1996 s.d. 1999/2000
Nomor 2 :
Jumlah Sekolah dan Siswa Berdasarkan Jenjang yang dibina
Oleh YPDM Pasundan Tahun Ajaran 1995/1996 s.d 1999/2000
Nomor 3 :
Besarnya Kewajiban
Nomor 4 :
Status Jabatan Kepala Sekolah di YPDM Pasundan Tahun
93
Ajaran 1999-2000
93
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Nomor 1 :
Kerangka Berpikir
16
Nomor 2
Prosedur Penelitian
17
Nomor 3 :
Ruang Lingkup Administrasi Pendidikan
21
Nomor 4 :
Posisi Kebijakan Pendidikan dalam Kebijakan Publik
23
Nomor 5 :
Model Proses Implementasi Kebijakan
30
Nomor 6 :
Proses Kebijakan Sebagai Hierarki
31
Nomor 7 :
Four Kind of Participation
41
Nomor 8
Fenomena Peranserta
:
:
42
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
1 :
Pedoman Wawancara
Nomor 2 : Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peranserta
Masyarakat dalam Sistem Pendidikan Nasional
Nomor 3 : Keputusan Kepala Kanwil Depdikbud Propinsi Jawa Barat Nomor
1099/IO2/Kep/OT/95 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendirian Sekolah
Swasta di Lingkungan Kanwil Depdikbud Prop. Jabar
Nomor 4
: Contoh Surat Keputusan Ijin Pendirian Sekolah Swasta
Nomor 5
: Struktur Organisasi YPDM Pasundan
Nomor 6
: Akta Notaris Dede, SH Nomor 2 Tanggal 13 Desember 2000 tentang
Perubahan Akta Notaris YPDM Pasundan
Nomor 7
: Contoh Surat Keputusan yang dibuat oleh YPDM Pasundan
Nomor 8
: Surat Keterangan Tanda Bukti Penerimaan Pendaftaran Organisasi dari
Direktorat Sospol Pemda Tk. I Jawa Barat
Nomor 9
: Undang - undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang YAYASAN
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Landasan konstitusional dalam penyelenggaraan sistem pendidikan di
Indonesia sesuai dengan preambule Undang-undang Dasar 1945 beserta
perubahannya tertuang pada alinea ke-empat, dimana disebutkan secara eksplisit
bahwa pemerintah mempunyai kewajiban hukum terhadap bangsanya "... untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi, dan keadilan sosial... ". Rumusan
tersebut lebih dikuatkan lagi dengan Pasal 31 ayat (1), berbunyi : "Tiap warga
negara berhak mendapat pengajaran" dan ayat (2), menyebutkan : "Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional, yang
diatur dengan undang-undang". Secara legal formal, jelas tersurat bahwa Pasal 31
ayat (1) dalam kenyataannya mengandung makna kontradiktif dimana bangsa atau
masyarakat sebagai warganegara yang legal mempunyai hak absolut untuk
memperoleh pendidikan secara "gratis", sedangkan pemerintah mempunyai
kewajiban hukum untuk mencerdaskan bangsanya dengan berbagai konsekuensi.
Bunyi Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) tersebut menyiratkan secara jelas
bahwa antara masyarakat dan pemerintah mempunyai hubungan timbal balik dalam
hal pendidikan. Tetapi dalam kenyataannya hubungan ini belum sepenuhnya
teriaksana secara ideal sesuai dengan yang diharapkan. Kesempatan masyarakat
untuk memperoleh hak-nya. dan pemerintah belum sepenuhnya melaksanakan
kewajiban-nya.. Hal ini tentunya disebabkan oleh berbagai faktor yang menjadi
pendukung pelaksanaan pendidikan.
Dalam rangka mewujudkan kewajiban hukum tersebut, pemerintah
sebagai badan eksekutif mempunyai kewajiban dalam penyelenggaraan negara. Hal
ini sesuai dengan yang diperintahkan oleh Undang-undang yaitu agar Presiden
membuat kebijakan dalam bentuk Peraturan Pemerintah sesuai dengan Undang-
undang Organiknya. Perintah ini tertuang dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal
5 ayat (1) yang menyebutkan, bahwa : "Presiden memegang kekuasaan
membentuk Undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat" dan
ayat (2) yang menyebutkan bahwa: "Presiden menetapkan peraturan pemerintahan
untuk menjalankan Undang-undang sebagaimana mestinya ".
Salah satu wujud kebijakan pemerintah yang sampai saat ini masih
digunakan dalam bidang pendidikan adalah Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta dengan
penjelasannya yang diundangkan melalui Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 6 Tahun 1989. Undang-undang ini memuat berbagai macam rumusan
tentang penyelenggaraan sistem pendidikan nasional antara lain tujuan pendidikan
nasional yang dirumuskan sebagaimana tercantum dalam Bab IIPasal 4 yaitu:
"... mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan ".
Berdasarkan tujuan tersebut, menurut (Wardiman Wardoyo,1996) paling tidak
terdapat tiga fungsi utama dari sistem pendidikan nasional, (1) Mencerdaskan
seluruh rakyat, (2) Menyiapkan tenaga kerja, (3) Membina dan mengembangkan
iptek dan melestarikan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Implikasinya, indikator dan
kriteria penilaian keberhasilan manajemen sistem pendidikan nasional bukan
semata-mata berorientasi pada profit making (monetary return of run), melainkan
juga terhadap nilai-nilai keuntungan sosial dan kultural. Dipandang dari fungsi
pendidikan sebagai fungsi sosial pendapat ini dapat dibenarkan. Namun di sisi lain,
dengan teijadinya paradigma baru dalam bidang sosial dan budaya berdampak pula
pada tujuan pendidikan terutama yang diselenggarakan oleh sektor swasta. Jika
pada awalnya tujuan pendidikan benar-benar murni hanya untuk mencerdaskan
bangsa, sekarang ini sekolah swasta dalam menyelenggarakan pendidikannya
sudah pula memperhitungkan keuntungan materi berupa uang. Salah satu
pendorong teijadinya hal tersebut adalah adanya persaingan-persaingan yang
terjadi diantara sesama sekolah swasta.
Undang-undang ini terdiri dari XX Bab dan 59 Pasal yang sifatnya
mengikat secara umum (bechiking) berbagai hal yang terkait di dalamnya. Bab
yang mengatur tentang peranserta masyarakat adalah Bab XIII tentang Peranserta
Masyarakat yang rumusannya tertuang dalam Pasal 47 ayat (1) : "Masyarakat
sebagai mitrapemerintah berkesempatan yangseluas-luasnya untuk berperanserta
dalam penyelenggaraan pendidikan nasional", ayat (2) : "On khas pendidikan
yang diselenggarakan oleh masyarakat tetap diindahkan ", dan ayat (3) : "Syaratsyarat dan tata cara dalam penyelenggaraan pendidikan ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah ".
Salah satu peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989
adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1992 tentang
Peranserta Masyarakat Dalam Sistem Pendidikan Nasional. Disebutkan pada pasal
1 ayat (5) bahwa :"peranserta masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat
dalam pendidikan nasional". Sedangkan tentang pelaku peranserta masyarakat
dapat dilihat dalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah tersebut dimana disebutkan
bahwa : "peranserta masyarakat dapat dilakukan oleh perorangan, kelompok atau
badan yang bukan bagian dari pemerintah". Pasal 6 ini, membatasi
pelaku
peranserta masyarakat yang terdiri dari tiga komponen, yaitu : perorangan,
kelompok, dan badan yang bukan bagian daripemerintah.
Secara spesifik pelaku penyelenggara pendidikan yang dimaksud oleh
pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992, tentang Peranserta
Masyarakat Dalam Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan "...dan badan yang
bukan bagian dari Pemerintah ". Bentuk peranserta masyarakat yang dilaksanakan
oleh badan yang bukan bagian dari pemerintah adalah Yayasan yang
menyelenggarakan sekolah swasta.
Secara empirik dapat dilihat bahwa jumlah sekolah swasta yang
didirikan oleh badan yang bukan bagian dari pemerintah sudah cukup banyak.
Dari hasil penelahaan terhadap data di Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat,
perkembanganjumlah sekolahswasta dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 1
Data Sekolah Swasta di Propinsi Jawa Barat
Tahun Ajaran 1995/1996 s.d 1999/2000
No
Jenjang
Pendidikan
1995/1996
1996/1997
1997/1998
1998/1999
1999/2000
3.342
1.
TK
3.188
3.188
3.220
3.342
2.
SD
561
697
725
612
612
3.
SLTP
1.337
1.288
1.476
1.395
i.4j/
4.
5
SMU
SMK
606
606
648
311
311
Jumlah
6.003
6.090
601
667
453
499
475
6.472
6.449
6.533
Sumber Data : Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat
Dari data di atas, dapat dilihat dari tahun 1995/1996 ke tahun
berikutnya terdapat kenaikan. Hal ini dilandasi oleh berbagai faktor baik yang
berkaitan dengan kebijakan pemerintah dalam pendidikan maupun dengan
prosedur pemberian ijin operasional kepada badan yang bukan bagian dari
pemerintah sebagai penyelenggarasekolah swasta.
Januari tahun 2001 dimulai pelaksanaan Otonomi Daerah yang
diberlakukan secara nasional, dimana sistem pemerintahan berubah dari sentralistik
ke desentralistik. Perubahan ini secara otomatis memberikan dampak perubahan
pula pada berbagai sektor pembangunan termasuk sektor pendidikan. Perubahan
sistem pemerintahan yang dikenal secara luas dengan nama Otonomi Daerah telah
diberlakukan dan pengaturannya tercantum dalam Undang-undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah beserta petunjuk pelaksanaannya dimuat
dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom. Di
Propinsi Jawa Barat telah lahir Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2000 Tentang
Dinas Daerah Propinsi Jawa Barat, dimana dalam Bab IV, huruf (b) diatur tentang
Struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat.
Bidang pendidikan merupakan salah satu bagian yang diserahkan kepada
Pemerintahan Kabupaten/Kota sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun
1999 Pasal 11 ayat (2) yang menyebutkan : "Bidang pemerintahan yang wajib
dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota meliputi pekerjaan
umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri
dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, koperasi, dan tenaga
kerja.". Lebih lanjut
Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom telah
mengatur pula bidang pendidikan yaitu yang tertuang dalam Bab II Pasal 2 huruf
ke 3 bagian 11. Baik Undang-undang maupun Peraturan Pemerintah tersebut
walaupun telah menyebutkan bidang Pendidikan dan Kebudayaan, perlu diperjelas
dan ditegaskan serta ditindaklanjuti dengan Peraturan Daerah Propinsi dan
Peraturan Daerah Kabupaten dan Kota demi terciptanya ketertiban hukum dalam
mengelola bidang pendidikan.
Dalam era otonomi pendidikan, di satu sisi Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota sudah harus melaksanakan sendiri pengelolaan pendidikan di
daerahnya, namun di sisi lain Peraturan Daerah yang harus dijadikan landasan
hukum dalam mengoperasionalisasikan bidang pendidikan belum dibuat.
Demikian pula halnya denganPeraturan Daerah yang mengatur tentang peranserta
masyarakat, dan lebih khusus lagi Peraturan Daerah yang mengatur tentang
keberadaan Yayasansebagai penyelenggara sekolah swasta.
Otonomi Daerah memberikan dampak juga terhadap keberadaan
masyarakat dalam pendidikan. Bagaimanapun peranserta masyarakat akan lebih
banyak dituntut karena setiap daerah harus mampu mengelola sumber daya
daerahnya secara mandiri. Bahkan menurut Saeful Millah dalam Harian Pikiran
Rakyat tanggal 14 Mei 2001: "J/ era otonomi ini, adalah daerah, bukan Jakarta,
yangjustru akan banyak menentukan lahirnya keputusan. Bahkan di era otonomi
ini pula, masyarakatlah bukan hanya pemerintah, yang pada akhirnya diharapkan
banyak berpartisipasi dalam proses pengambilan segala keputusan." Sedangkan
Rajawane dalam Harian Media Indonesia tanggal
30 Oktober 2001
mengungkapkan, bahwa : "Pendidikan sebaiknya diserahkan kepada masyarakat.
Biarkan masyarakat yang bergerak peran pemerintah hanya sebagai pendorong.
Sekarang kita harus membuka paradigma baru bahwa pemerintah bukan lagi
yang mengurusipendidikan secara keseluruhan sepertipada masa Orde Baru"
Salah satu badan hukum yang bukan bagian dari pemerintah yang telah
memperlihatkan kiprahnya dalam dunia pendidikan di Jawa Barat adalah
Paguyuban Pasundan. Paguyuban Pasundan ini merupakan induk organisasi
penyelenggara sekolah swasta yang cukup memiliki banyak sekolah dan cukup
dikenal khususnya oleh masyarakat kota Bandung dan umumnya masyarakat Jawa
Barat. Sebagai bagian dari pelaku peranserta masyarakat, Paguyuban Pasundan
telah mengembangkan dirinya dalam berbagai jenis dan jenjang pendidikan.
Khusus dalam jenjang pendidikan dasar dan menengah, induk organisasi ini
membentuk Yayasan Pendidikan Dasar dan Menengah (YPDM) Pasundan yang
sampai saat ini telah memiliki 81 sekolah yang tersebar di seluruh Propinsi Jawa
Barat dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 2
Jumlah sekolah dan siswa berdasarkan jenjang yang dibina oleh Yayasan
Pendidikan Dasar dan Menengah Pasundan
Tahun Ajaran 1995/1996 s.d 1999/2000
No
Tingkat
1995/1996
1996/1997
1997/1998
Sekolah
Siswa
Sek.
Siswa
Sek.
Siswa
Sek.
Siswa
1999/2000
Jumlah
Sek.
4
Siswa
700
746
4
698
36
16589
35
14587
34
14355
27
20479
26
20846
26
20801
10948
16
12105
16
12145
17
12431
50603
83
49919
81
48376
81
48287
1.
SD
4
829
4
753
2
SLTP
36
19266
36
18161
3.
SMU
SMK
28
17986
27
20201
15
9542
15
Jumlah
83
47673
82
4.
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Sek
1998/1999
4
Sumber Data : Yayasan Pendidikan Dasardan Menengah (YPDM) Pasundan
Memperhatikan data di atas dapat diketahui bahwa perkembangan
jumlah bangunan gedung sekolah dan siswa antara tahun ajaran 1995/1996 s/d
8 "^//
i
t^ /
1999/2000 terjadi penurunan jumlah bangunan gedung sekolah sebdnyak -2 "
sekolah, namun di sisi lain jumlah siswa naik sebanyak 614 siswa. Berdasarkan
wawancara dengan salah seorang pengurus Yayasan penurunan yang terjadi
terdapat pada tingkat SLTP, dan ini berkaitan dengan upaya pemerintah dalam
menerapkan Wajib BelajarPendidikan Dasar 9 Tahun.
YPDM Pasundan dalam menyelenggarakan pendidikannya secara
otomatis harus dapat mengikuti berbagai perubahan dan tantangan yang timbul
sebagai dampak diberlakukannya Otonomi Daerah. Sebagai penyelenggara sekolah
swasta, Yayasan Pendidikan Dasar dan Menengah (YPDM) Pasundan ini tentunya
harus berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 namun tidak
bisamengabaikan hal-hal yang berkenaan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah.
Berdasarkan pada uraian yang dikemukakan di atas, peneliti
berkeinginan untuk lebih jauh menelaah apakah "Yayasan Pendidikan Dasar dan
Menengah (YPDM) Pasundan selaku pelaku peranserta masyarakat dalam Sistem
Pendidikan Nasional yang menyelenggarakan sekolah swasta masih relevan
dengan pelaksanaan Otonomi Daerah".
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana telah diuraikan di atas,
serta untuk memperoleh hasil yang baik dan terarah sesuai dengan harapan maka
diperlukan ruang lingkup dalam pembahasannya, sehingga penelitian ini lebih
difokuskan terhadap permasalahan yang akan diteliti. Masalah dalam penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut : "Apakah Yayasan Pendidikan Dasar dan
Menengah (YPDM) Pasundan sebagai pelaku peranserta masyarakat dalam
sistem pendidikan nasional yang menyelenggarakan sekolah swasta masih
relevan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah ?"
Dilandasi dengan rumusan masalah tersebut di atas, maka timbul
beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana Yayasan Pendidikan Dasar dan Menengah (YPDM) Pasundan
selaku penyelenggara sekolah swasta mengimplementasikan PP. RI. Nomor 39
Tahun 1992 tentang Peranserta Masyarakat dalam Sistem Pendidikan
Nasional ?
2. Bagaimana bentuk kebijakan yang dilaksanakan oleh YPDM Pasundan dan
kebijakan yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat
terhadap sekolah swasta ?
3. Apakah secara yuridis implementasi PP. RI Nomor 39 tahun 1992 yang
dilaksanakan oleh YPDM Pasundan sebagai pelaku penyelenggara sekolah
swasta telah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan ?
4. Apakah PP. RI. Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peranserta Masyarakat Dalam
Sistem Pendidikan Nasional dan khususnya Pasal 6 masih relevan dengan
pelaksanaan Otonomi Daerah ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memperoleh gambaran
tentang relevansi PP. RI. Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peranserta Masyarakat
dalam Sistem Pendidikan Nasional, khususnya Pasal 6 dengan pelaksanaan
Otonomi Daerah melalui analisis yuridis terhadap implementasi Peraturan
Pemerintah tersebut oleh Yayasan Pendidikan Dasar dan Menen
Pasundan selaku pelaku penyelenggara sekolah swasta.
2. Tujuan Khusus Penelitian
a. Mendeskripsikan dan menganalisis terhadap implementasi PP. RI Nomor 39
Tahun 1992 tentang Peranserta Masyarakat dalam Sistem Pendidikan
Nasional yang dilaksanakan oleh Yayasan Pendidikan Dasar dan Menengah
(YPDM) Pasundan.
b. Mendeskripsikan dan menganalisis bentuk kebijakan yang dilaksanakan oleh
Yayasan PendidikanDasar dan Menengah (YPDM) Pasundan dan kebijakan
yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat terhadap
sekolah swasta.
c. Menganalisis secara yuridis kebenaran pengimplementasian PP. Nomor 39
tahun 1992 tentang Peranserta Masyarakat dalam Sistem Pendidikan
Nasional pada YPDM Pasundan.
d.Menganalisis relevansi PP. RI. Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peranserta
Masyarakat dalam Sistem Pendidikan Nasional khususnya pasal 6 dengan
pelaksanaan Otonomi Daerah.
E. Kegunaan Penelitian
Kegunaan hasil penelitian ini dapat ditinjau dari tiga aspek, sebagaimana
berikut ini:
11
A
- *•§•
.
*,."
1. Aspek Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya konsep atau teori
yang telah ada serta diusahakan untuk menemukan konsep dan metode efektif
yang dapat memperkecil kesenjangan antara kenyataan dan harapan.
2. Aspek Yuridis
Ditinjau dari sisi yuridis hasil penelitian ini dimana pengkajiannya
difokuskan terhadap Peraturan Pemerintah yang merupakan
peraturan
pelaksana dari sebuah undang-undang, khususnya dibidang pendidikan
dijadikan sebagai landasan hukum dan landasan operasional, dapat digunakan
dan bermanfaat bagi para perumus, pelaksana, dan pelaku kebijakan dalam
pengambilankeputusanpada organisasi yang dipimpinnya.
3. Aspek Praktisi
a. Bagi penulis diharapkan dari hasil penelitian ini diperoleh wawasan dan
pengalaman praktis dengan melihat kesesuaian antara kenyataan dengan
teori yang telah ada sehingga mampu menerapkan ilmu yang diperoleh
berguna dan bermanfaat bagi masyarakat;
b. Bagi para pimpinantempat dimana penelitian ini dilakukan, diharapkan hasil
penelitian ini sekurang-kurangnya dapat dijadikan acuan sebagai landasan
hukum dalam hal melakukan suatu tindakan dan perbuatan hukum untuk
pengembangan strategis terhadap program pengelolaan, pembinaan, dan
pengawasan selanjutnya;
12
c. Bagi lembaga Administrasi Pendidikan UPI Bandung dimana penulis
melaksanakan
tolabil
lingkungan masyarakat
ilmi
merupakan
sumbangan
pemikiran
bagi
keilmuan yang beraneka ragam di dalamnya,
sehingga akan menambah wacana keilmuan, agar setidaknya dijadikan
rujukan yang patut dipedomani bagi para peneliti lain yang berminat pada
obyek yang sama tetapi dalam kajian yang berbeda.
F. Anggapan Dasar
1. Sebagai satu badan yang bukan bagian dari pemerintah yang merupakan
pelaku dari peranserta masyarakat yang bergerak dalam bidang pendidikan,
Yayasan Pendidikan Dasar dan Menengah (YPDM) Pasundan dalam kegiatan
pendidikannya senantiasa berlandaskan pada setiap kebijakan yang ditetapkan
oleh Pemerintah.
2. Setiap lembaga atauorganisasi apapun bentuk dan sifatnya akan memiliki pola
atau bentuk-bentukkebijakanmasing-masing yang digunakan sebagai pedoman
pelaksanaan kegiatannya.
3. Secara yuridis Yayasan Pendidikan Dasar dan Menengah (YPDM) Pasundan
dalam mengimplementasikan PP. Nomor 39 tahun 1992 tentang Peranserta
Masyarakat dalam Sistem Pendidikan Nasional berupaya untuk secara
bersungguh-sungguh melaksanakan ketentuanyang berlaku.
4. Otonomi Daerah menuntut peranserta masyarakat yang lebih banyak karena
daerah harus mampu mengembangkan potensinya sendiri, oleh karena itu
peranserta masyarakat termasuk dalam pendidikan memiliki relevansi yang
tinggi dalam pelaksanaan OtonomiDaerah.
13
G. Kerangka Berpikir
Seiring dengan perubahan sistem politik pemerintahan sektor pendidikan
ikut berubah pula. Pemerintah yang sentralistik telah membuat kebijakan pada
bidang pendidikan dalam bentuk legal formal, dengan persetujuan DPR.RI berupa
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional beserta penjelasannya yang diundangkan melalui Lembaran
Negara RI Nomor 6 Tahun 1989. Di dalamnya memuat berbagai macam rumusan
tentang penyelenggaraan sistem pendidikan nasional yang mengakar pada budaya
bangsa Indonesia yang masih berlaku sampai dengan saat ini.
Perintah Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tersebut, wajib
dilaksanakan oleh Pemerintah selaku penyelenggara negara yang berdaulat. Di
dalam pelaksanaannya perlu melibatkan peranserta masyarakat sebagai subyek
hukum dalam penyelenggaraan pendidikan. Hal ini tercantum pada Bab XIII
Tentang Peranserta Masyarakat, yang lebih jelas lagi rumusannya tertuang dalam
Pasal 47 Ayat (1) : "Masyarakat sebagai mitra pemerintah berkesempatan yang
seluas-luasnya
untuk
berperanserta
dalam
penyelenggaraan
pendidikan
nasional",. Ayat (2) : "Ciri khas pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat tetap diindahkan", dan Ayat (3) : "Syarat-syarat dan tata cara dalam
penyelenggaraan pendidikan ditetapkan denganPeraturan Pemerintah ".
Salah satu kebijakan Pemerintah yang mengatur peranserta masyarakat
adalah Peraturan Pemerintah RI Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peranserta
Masyarakat Dalam Sistem Pendidikan Nasional, dimana Pasal 6 menyebutkan
bahwa : "...dan badan yang bukan bagian dari pemerintah" . Inilah wujud nyata
dari keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat sebagai pelaku penyelenggara
14
pendidikan nasional dalam bentuk badan yang bukan bagian dari pemerintah,
dan/atau kita kenal adalah Yayasan selaku pelaku penyelenggara sekolah swasta
yang dalam penyelenggaraannya tidak boleh bertentangan dengan Pancasila,
Undang-undang Dasar 1945 dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Pejabat yang bertanggung jawab terhadap Peraturan
Pemerintah tersebut adalah Menteri Pendidikan Nasional RI. sebagai pembantu
Presiden dalam arti pemerintahan secara sempit.
Secara eksplisit seharusnya Menteri Pendidikan Nasional RI. yang
bertanggung jawab dalam pelaksanaan pendidikan nasional, membuat kebijakan
yang mengatur tentang pelaku penyelenggara sekolah swasta sebagaimana amanat
yang tertuang pada Pasal 6 PP. Nomor 39 tahun 1992. Pada kenyataannya hal ini
tidak dilaksanakan. Peraturan yang menyangkut pelaku penyelenggara sekolah
swastamalah ada pada tingkatPropinsi khususnya Dinas Pendidikan Propinsi Jawa
Barat.
Selanjutnya dalam Era Otonomi Daerah dimana sistem pemerintahan
bersifat desentralistik yang berlandaskan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999,
pendidikan dan kebudayaan diposisikan pada Pasal 11 ayat (2) menyebutkan :
"...pendidikan dan kebudayaan... " . Serta Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun
2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah
Otonom, yang merupakan peraturan pelaksana dari Undang-undang tersebut.
Dalam rangka otonomi pendidikan harus dapat dijadikan peluang bagi masyarakat
untuk berperanserta secara aktif dalam membangun pendidikan di daerahnya.
Apabila ditelaah lebih jauh baik Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 beserta
15
Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000, belum mengatur lebih rinci dalam
pelaksanaan sektor pendidikan di daerah Kabupaten/Kota.
Pemerintahan Propinsi Jawa Barat maupun Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota, harus menyambut baik akan makna jiwa demokrasi yang
terkandung dalam Otonomi Daerah untuk menuju pada demokrasi pendidikan.
Khususnya Pemerintahan Daerah Propinsi maupun Kabupaten/Kota agar secepat
mungkin membuat Rancangan Peraturan Daerah masing-masing sesuai dengan
kewenangan yang digariskan oleh Peraturan Pemerintah tersebut. Untuk mengatur
peranserta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, dan lebih khusus
mengatur tentang pelaku penyelenggara sekolah swasta yang dilakukan oleh
masyarakat sesuai dengan Pasal 6 PP. RI Nomor 39 tahun 1992 yang selama ini
seolah-olah dianaktirikan oleh Pemerintah.
Dilandasi dengan azas dekonsentrasi (mede bewind), Pemerintahan
Propinsi maupun Pemerintahan Kabupaten/Kota memberikan tugas pembantuan
kepada Dinas Pendidikan di daerahnya, sehingga sinergitas antar lembaga
pemerintahan akan menciptakan tercapainya mutu pendidikan baik di daerah
maupun nasional dengan tidak menghilangkan ciri khasnya. Pemerintahan Daerah
dengan membuat seperangkat peraturan daerah yang dijadikan landasan hukum
untuk melaksanakan kegiatan dan pengelolaan pendidikan akan lebih tertib
sehinngga kepastian hukum penyelenggara sekolah dapat lebih terjamin dan
terlindungi. Secara sederhana, kerangka berpikir tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut:
Gambar 1
KERANGKA BERPIKIR
YAYASAN PENYELENGGARA SEKOLAH SWASTA DALAM ERA OTONOMI DAERAH
PRESIDEN
PRESIDEN + DPR
SISTEM
SENTRALISTIK
^
w
UUNO. 2TH1989
h
MENDIKNAS
KANWIL
w
KANDEPDIKNAS
KAB/KOTA
DEPDIKNAS
PROPINSI
PPNO. 39TH1992
1
"~l
SISTEM
PRESIDEN + DPR
PRESIDEN
MENDAGRI
GUBERNUR +
DPRD
DESENTRALISTIK
DINAS
MENDIKNAS
UU NO. 22 TH 1999
PP NO. 25 TH 2000
PERATURAN
PENDIDIKAN
DAERAH
PROPINSI
PROPINSI
T
-*-*
BUPATI /
WALIKOTA +
KETERANGAN :
DPRD
i
PERATURAN
DAERAH
KAB/KOTA
^.Peraturan yang masih berlaku
•Peraturan yang diberlakukan
-*-*
•Rancangan Peraturan Daerah
Propinsi dan Kab/Kota
16
+ •
DINAS
YAYASAN
PENDIDIKAN
PENYELENGGARA
KAIVKOTA
SEKOLAH SWASTA
17
H. Lokasi Penelitian
Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah diperoleh gambaran, dimana
peneliti akanmemilih lokasi penelitian di Yayasan Pendidikan Dasardan Menengah
(YPDM) Pasundan selaku pelaku penyelanggara sekolah swasta yang dilaksanakan
oleh masyarakat, prosedur penelitiannya dibuat dalam bentuk gambar, sebagai
berikut:
Dinas Pendidikan
Prop. Jabar
n
1
Bagian Tata
Subdin Pendas &
Biro Hukum Pemda
Usaha
Dikmenti Dinas
Propinsi Jawa Barat
Dinas Pendidikan
Pendidikan Prop. Jabar
Prop. Jabar
Paguyuban
Pasundan
Yayasan Pendidikan
Dasar Dan Menengah
(YPDM) Pasundan
Gambar 2
Prosedur Penelitian
Sebagai penanggungjawab utama dalam pembinaan, dan pengawasan terhadap
pelaksanaan PP RI. Nomor 39 Tahun 1992 tentang Persanserta Masyarakat Dalam
Sistem Pendidikan Nasional, dalam penyelenggaraan pendidikan yang diselenggarakan
oleh masyarakat di wilayah propinsi adalah Kepala Dinas Pendidikan Propinsi Jawa
Barat, yang dalam hal ini Kepala Bagian Tata Usaha dan Kepala Subdinas Dikmenti
Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat, yang merupakanpelaksana di lapangan.
Selanjutnya untuk memperoleh dokumen hukum yang akan dijadikan data
pendukung dalam penelitian ini diarahkan ke Biro Hukum Pemda Propinsi Jawa Barat,
sedangkan Dinas Pendidikan Kota Bandung merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari sistem pembinaan, dan pengawasan dilapangan terhadap Yayasan Pendidikan
Dasar dan Menengah (YPDM) Pasundan selaku pelaku penyelenggara sekolah swasta
yang keberadaannya di bawah binaan Paguyuban Pasundan sebagai induk organisasi.
BAB
III
METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini mengemukakan metodologi penelitian yang diterapkan dalam
penelitian ini dengan mengulas hal-hal mengenai:
A. Metode Penelitian
B. Sumber Data dan Lokasi Penelitian
C. Teknik Pengumpulan Data
D. Pelaksanaan Penelitian
E. Prosedur Analisis Data
F. Signifikansi Hasil Penelitian
A. Metode Penelitian
Tujuan pokok dari penelitian ini adalah mengeksplorasi, mendeskripsikan
dan menganalisis implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 1992
tentang Peranserta Masyarakat dalam Sistem Pendidikan Nasional pada Yayasan
Pendidikan
Dasar
dan Menengah (YPDM) Pasundan
Bandung
selaku
penyelenggara sekolah swasta. Sisi yang ingin diungkap pada penelitian ini adalah
bagaimana pihak Yayasan mengimplementasikan Peraturan Pemerintah tersebut
dalam pengelolaan seluruh kegiatan penyelenggaraan pendidikannya dengan
melihatrelevansinya dalam pelaksanaan kebijakan otonomi daerah.
Untuk mengungkap fokus-fokus utama penelitian tersebut, dalam penelitian
ini ditetapkan titik pijak penelitian yang dipakai untuk memotret, menganalisis, dan
mendeskripsikan masalah penelitian yang diangkat. Titik pijak yang dimaksud
58
59
adalah menetapkan obyek utama penelitian yaitu Ketua Yayasan Pendidikan Dasar
dan Menengah (YPDM) Pasundan selaku penanggung jawab dalam pengelolaan
seluruh kegiatan Yayasan dimana dalam menetapkan kebijakan-kebijakannya harus
beriandaskan dan mengacu pada peraturan-peraturan yang berlaku.
Bertitik tolak dari obyek yang akan diteliti dan acuan masalah yang akan
diteliti maka penelitian ini berlangsung dalam lingkup peristiwa obyek yang
sedang terus berlangsung dan bisa diamati serta diverifikasi secara nyata pada saat
berlangsungnya penelitian. Dengan kata lain penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh pemahaman dan pengertian tentang suatu peristiwa atau perilaku
manusia dalam pergaulan hukum. Dalam hal ini adalah mereka yang sedang
terlibat dalam proses penyelenggaraan sekolah swasta. Untuk mencapai tujuan
tersebut maka penelitian yang paling cocok adalah dengan menggunakan
pendekatan kualitatif. Karena menurut Nasution (1988:5) "penelitian kualitatif
pada hakekatnya ialah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi
dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia
sekitarnya ".
Lebih lanjut Lexy J. Mekong (1989 : 3) mengutip pendapat Bogdan dan
Taylor yang mendefinisikan bahwa : "metodologi kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka, pendekatan
ini diarahkan pada latar dan individu tersebutsecara holistik (utuh) ".
Penelitian kualitatif sering disebut dengan metode naturalistik. Pendekatan
atau metode penelitian semacam ini mempunyai karakteristik antara lain : (1) data
diambil langsung dari seting alami, (2) penentuan sampel secara purposif (3)
60
peneliti sebagai instrumen pokok, (4) lebih menekankan pada proses daripada
produk sehingga bersifat deskriptif analitik, (5) analisa data secara induktif atau
interpretasi bersifat idiografik, dan (6) mengutamakan makna dibalik data
(Nasution, 1988 :9).
Mengacu pada karakteristik pertama, peneliti mengambil data atau informasi
secara langsung dari nara sumber yang representatif. Maksud pendekatan ini adalah
agar dapat diperoleh suatu gambaran tentang peristiwa yang sedang berlangsung.
Dalam hal ini peristiwa tersebut adalah pemahaman dan pengimplementasian
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 tahun 1992 tentang Peranserta
Masyarakat Dalam Sistem Pendidikan Nasional.
Karakteristik kedua mengisyaratkan bahwa pengambilan sampel harus
disesuaikan dengan tujuan penelitian. Dengan jumlah sampel tergantung pada
pertimbangan kelengkapan informasi yang diperlukan. Dalam hal ini Nasution
(1988 : 32-33) menjelaskan bahwa:
"untuk memperoleh informasi tertentu, sampling dapat diteruskan sampai
dengan taraf "redudancy", ketuntasan atau kejenuhan artinya dengan
menggunakan responden selanjutnya boleh dikatakan tidak lagi diperoleh
tambahan informasi baru yang berarti. Dengan kata lain, sampel dianggap
memadai apabila sudah ditemukan pola tertentu dari informasi yang
dikumpulkan sehingga informasi dan fakta yang ingin diungkap sudah
mencapai tarafyang maksimal".
Pengambilan data dalam penelitian dilakukan secara langsung ke
lapangan oleh peneliti sendiri. Karakteristik yang ini menempatkan peneliti sebagai
kunci dan instrumen utama dalam pelaksanaan penelitian kualitatif. Mengapa
manusia (peneliti) menempati posisi kunci dalam penelitian kualitatif ini, menurut
Nasution (1988:54) rasionalnya adalah karena manusia (peneliti) mempunyai
adaptabilitas yang tinggi dan senantiasa dapat menyesuaikan diri dengan situasi
61
yang berubah-ubah dan senantiasa dapat memperhalus pertanyaan-pertanyaan
untuk memperoleh data yang lebih terinci dan mendalam sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai.
Karakteristik berikutnya berimplikasi bahwa data yang diperoleh dalam
penelitian ini lebih cenderung dalam bentuk kata-kata daripada angka-angka, dan
hasil analisisnyapun berupa uraian (Miles dan Huberman, 1984 : 15; Noeng
Muhadjir 1994:75). Jadi, laporan dalam penelitian kualitatif kaya dengan deskripsi
dan penjelasan tentang aspek-aspek masalah yang menjadi fokus penelitian, namun
walaupun demikian bukan berarti bahwa penelitian kualitatif sama sekali bebas
dari laporanyangberbentuk angka-angka.
Analisis dan interpretasi peneliti dalam penelitian kualitatif sudah mulai
dilakukan sejak tahap pengumpulan data di lapangan yang ditempuh melalui
langkah-langkah sebagai berikut:
(1) penegasan pada fokus dan tujuan penelitian yang akan dilaksanakan berkaitan
dengan permasalahan yang akan diteliti;
(2) mengamati dan mencatat peristiwa-peristiwa yang terkait dengan data-data
yang diperlukan seperti dalam penentuan kebijakan-kebijakan dalam
pengelolaan sekolah dan penyelenggaraan sekolah.;
(3) mengumpulkan dokumen-dokumen penting seperti peraturan-peraturan yang
dibuat oleh Yayasan sebagai penyelenggara sekolah.
(4) mengidentifikasi data dan mengklasifikasikannya sesuai dengan sub
permasalahan;
(5) mengembangkan pertanyaan penelitian untuk mempertajam analisis dan
penafsiran data;
62
(6) membuat penafsiran secara umum terhadap data yang diperoleh sesuai dengan
gagasan yang ada;
(7) hasil analisis dan penafsiran data, kemudian dibuat suatu kesimpulan sebagai
temuan hasil penelitian.
B. Sumber Data dan Lokasi Penelitian
1.
Sumber Data
Suharsimi Arikunto (1993:102) mengatakan sumber data dalam
penelitian adalah subjek darimana data diperoleh. Dalam penelitian ini sumber
data dibagi menjadi duajenis yaitu :
(a) sumber data primer yaitu Ketua Yayasan Pendidikan Dasar dan Menengah
(YPDM) Pasundan;
(b) sumber data sekunder atau penunjang yaitu dokumen-dokumen resmi baik
dari Dinas Pendidikan Prop. Jabar maupun Yayasan Pendidikan Dasar dan
Menengah (YPDM) Pasundan.
2.
Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Yayasan Pendidikan Dasar dan Menengah
(YPDM) Pasundan. Pemilihan lokasi ini didasari pertimbangan bahwa Yayasan
ini merupakan sebuah yayasan yang cukup dikenal oleh masyarakat Jawa Barat
danjumlah sekolah yang dibinanya cukup banyak.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Hal ini sejalan dengan apa yang
63
dikemukakan Guba (Noeng Muhadjir, 1996:63) bahwa penelitian naturalistik
senantiasa berkenaan dengan gejala-gejala yang khas keberadaannya meliputi
sesuatu yang mempunyai (tacit knowledge), oleh karena itu teknik diatas
dipergunakan. Adapun instrumen penelitian ini adalah diri peneliti sendiri.
Teknik yang digunakan untuk menggali sejumlah fakta dan informasi dari
obyek penelitian adalah sebagai berikut:
1.
Teknik Observasi
Teknik observasi mengenai dua jenis teknik yaitu partisipatorik dan
non partisipatorik. Dalam penelitian ini,
banyak digunakan observasi non
partisipatorik, yaitu observasi tanpa melibatkan peneliti ke dalam obyek
penelitian. Melalui observasi ini, peneliti mendapatkan gambaran dan informasi
tentang penyelenggaraan sekolah oleh Yayasan Pendidikan Dasar dan
Menengah (YPDM) Pasundan.
Jauh sebelum pencarian informasi secara terjadwal dilakukan, penulis
sudah lebih dahulu melakukan survey dan melakukan berbagai bentuk
sosialisasi terhadap obyek yang akan diteliti. Melalui proses interaksi dan
sosialisasi yang terbina dengan baik antara obyek penelitian dengan peneliti
sendiri maka telah memunculkan berbagai kemudahan dalam penelitian. Di
samping itu banyak diperoleh pengalaman, informasi dan fakta yang
dibutuhkan untuk mendukung terhadap kelancaran proses penelitian baik
secara prosedural teknis pelaksanaan penelitian di lapangan maupun secara
metodologi penelitian sebagai referensi bagi bipotesis awal yang dapat
dijadikan masukan dalam menentukan permasalahan dan arah penelitian yang
akan dilakukan. Setiap data dan informasi melalui teknik observasi ini akan
64
selalu dikaitkan dengan konteksnya, agar data dan informasi tersebut tidak
kehilangan arah dan maknanya.
Nasution
(1988:64) mengemukakan
bahwasanya aktivitas observasi harus selalu terkait dengan aspek-aspek berikut
ini : (a) ruang (tempat) dalam aspek fisik, (b) pelaku, yaitu semua orang yang
terlibat dalam situasi, (c) kegiatan, yaitu apa yang dilakukan orang dalam
situasi itu, (d) obyek, yaitu benda-benda yang terdapat di tempat itu, (e)
perbuatan, yaitu perilaku-perilaku tertentu, (f) kegiatan atau peristiwa, yaitu
rangkaian kegiatan, (g) waktu, yaitu urutan kronologis kegiatan, (h) tujuan,
yaitu apa yang ingin dicapai orang serta makna perbuatan orang, (i) perasaan,
yaitu emosi yang dirasakan atau dinyatakan.
Teknik observasi ini memiliki kelemahan yaitu diantaranya adalah
bahwa teknik observasi ini tidak mampu mengungkap intensi-intensi di balik
perilaku yang diperbuat. Untuk itu agar intensi yang tersembunyi di balik
perilaku yang ditampilkan oleh para responden bisa diungkap maka peneliti
menggunakan cara lain yaitu dengan melakukanwawancara.
2.
Teknik Wawancara
Teknik wawancara ini dilakukan untuk mengumpulkan data penelitian
yang bersifat non perilaku. Seperti dikemukakan Nasution (1988:73) bahwa
dalam teknik wawancara ini terkandung maksud untuk mengetahui apa yang
ada dalam pikiran dan hati responden. Dengan demikian dapatlah dikatakan
bahwa jika melalui teknik observasi peneliti mencoba memasuki wilayah-
wilayah kegiatan yang dilakukan oleh responden yang secara fisik bisa
teramati, maka melalui teknik wawancara ini peneliti mencoba untuk
memasuki alam pikiran dan perasaan responden dengan mengungkap apa yang
65
ada dalam "kepala" mereka sehingga bisa diketahui secara jelas setiap
permasalahan beserta latar belakang yang menimbulkan permasalahan tersebut.
Pada tahap awal wawancara peneliti menggunakan "kiat" wawancara
dengan secara tidak berstruktur, melainkan lebih mempergunakan pendekatan
yang bersifat familiar dalam suasana informal dengan maksud agar responden
tidak terialu kaku untuk mengungkapkan berbagai infromasi. Dengan demikian
diharapkan terjadi proses komunikasi yang lebih intens. Barulah setelah itu
dilakukan wawancara yang terstruktur sesuai dengan fokus penelitian serta
informasi yang dibutuhkan dan fakta yang akan diungkap.
3. Teknik Studi Dokumentasi
Teknik ini dipergunakan sebagai teknik utama yang dilengkapi oleh
data yang dijaring melalui teknik observasi dan wawancara. Teknik ini menjadi
alat yang utama, karena peneliti mengkaji berbagai kebijakan yang dibuat oleh
Yayasan dalam menyelenggarakan sekolah swasta. Maksud dari penggunaan
teknik studi dokumentasi ini ialah untuk menghimpun data otentik yang
tersimpan dalam dokumentasi. Selain data-data tentang berupa jumlah guru,
data-data yang berkaitan dengan beberapa program pembinaan, pencarian data
lebih ditujukan pada berbagai keputusan dariKetua Yayasan.
D. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Tahap-tahap dalam penelitian kualitatif tidak mempunyai batas-batas
yang tegas namun secara garis besar dapat dibedakan menjadi (1) Tahap
orientasi, (2) Tahap eksplorasi, (3) Tahap membercheck (Lincon dan Guba,
1985:235-236; Nasution, 1988:33).
66
Pelaksanaan penelitian ini mengikuti tahap-tahap prosedur penelitian
sebagai berikut:
1. Tahap Orientasi
Tahap ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas dan
lengkap mengenai berbagai masalah yang akan diteliti. Hal ini sekaligus
untuk memantapkan desain dan menentukan arah dan fokus penelitian
termasuk nara sumber penelitian. Peneliti melakukan kunjungan secara
informal kepada Yayasan Pendidikan Dasar dan Menengah (YPDM)
Pasundan. Maksud kunjungan ini adalah untuk melakukan berbagai
penjajagan dan mencari informasi awal untuk menentukan permasalahan,
arah dan fokus penelitian. Selama melakukan observasi awal ini peneliti
melakukan berbagai pembicaraan dengan pembimbing guna memberikan
nasehat dan Dengarahan dalam menetapkan dan menyusun desain penelitian
yang terwujud dalam proposal penelitian yang di dalamnya antara lain
terdapat pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian, dan metode
yang digunakan dalam pelaksanaan serta laporan penelitian tesis ini. Tahap
orientasi dari pengarah dan pembimbing merupakan pijakan awal untuk
menentukan arah kerja penelitian padatahap-tahap berikutnya.
2. Tahap Eksplorasi
Tahap ini dapat dikatakan sebagai pelaksanaan penelitian yang
sesungguhnya, yaitu proses pelaksanaan pengumpulan berbagai informasi
dan data-data yang dibutuhkan sehubungan dengan tujuan dan fokus
penelitian. Tahap ini dilaksanakan setelah peneliti secara formal
memperoleh rekomendasi dan ijin penelitian dari instansi berwenang.
67
3. Tahap Member Check
Tahap ini dimaksudkan untuk mengecek kebenaran dari berbagai
informasi yang telah dikumpulkan agar hasil penelitian lebih memiliki
tingkat kepercayaan dan ketepatan (akurasi) yang optimal. Pengecekan atas
informasi yang diperoleh ini dilakukan setiap kali
peneliti selesai
melakukan penggalian berbagai sumber informasi yang diperoleh setiap
selesai melakukan wawancara, dalam hal ini dengan melakukan konfirmasi
terhadap nara sumber atas hasil-hasil yang dicatat melalui wawancara.
Setelah informasi dari lapangan tersebut dicatat dan dirangkum
menjadi
kesimpulan
sementara
sebagai
analisis
peneliti,
hasilnya
disampaikan kepada nara sumber untuk memperoleh koreksi dan masukan
yang lebih akurat. Pemantapan tingkat akurasi hasil penelitian dilakukan
melalui observasi dan studi dokumentasi serta triangulasi kepada responden
dan juga nara sumber pokok yang dijadikan fokus penelitian yakni Ketua
YPDM Pasundan.
4. Tahap Triangulasi
Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan terhadap keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu di luar data itu untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data (Lexy J. Meleong, 1988:178).
Denzin (1978) mengemukakan empat macam cara untuk melakukan
triangulasi sebagai teknik pemeriksaan keabsahan data, yaitu dengan
menggunakan sumber, metode, penyidik dan teori (Lexy J. Meleong,
1988:178).
68
Teknik triangulasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan (1) sumber dan (2) penyidik. Triangulasi dengan
menggunakan sumber berarti membandingkan dan mengecek baik derajat
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang
berbeda. Menurut Meleong, teknik ini dapat dicapai dengan jalan : (1)
membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, (2)
membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa
yang dikatakan secara pribadi, (3) membandingkan apa yang dikatakan
orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya
sepanjang waktu, (4) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang
dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang
yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang
pemerintahan, (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu
dokumen yang berkaitan.
Menurut Patton (1987:331) dalam penggunaan teknik triangulasi yang
memakai sumber, jangan sampai banyak mengharapkan bahwa hasil
pembandingan tersebut merupakan kesamaan pandangan. oendapat atau
pemikiran. Yang terpenting dalam hal ini adalah si peneliti bisa mengetahui
adanya alasan-alasan teijadinya perbedaan-perbedaan tersebut (Lexi J.
Meleong, 1988:178).
Sedangkan teknik triangulasi kedua adalah dengan memanfaatkan
penggunaan penyidik. Teknik triangu
PENYELENGGARA SEKOI AH SWASTA
DALAM ERA OTONOMIDAERAH
(Studi Kasus Terhadap Implementasi PP. No. 39 Tahun 1992
Tentang Peranserta Masyarakat dalam Sistem Pendidikan Nasional
pada Yayasan Pendidikan Dasar dan Menengah "YPDM" Pasundan)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari
Syarat Memperoleh Gelar Master Pendidikan
Jurusan Administrasi Pendidikan
Oleh
DENNY RIANA
999754
JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA (S2)
UNIVERSITAS PENDIDDXAN INDONESIA
BANDUNG
2002
Dengan menyebut nama Allah Yang Malta Pemurah lagi Malta Penyayang
Bacalah dengan (menyebut) namaTuhanmu Yang menciptakan
Dia telah Menciptakan manusia dan segumpal darah
Bacalah dan Tuhanmulah YangPaling Pemurah
Yang mengajar (manusia) denganperantara kalam
Dia mengajarkan kepada manusia apayang tidak diketahuinya
(Q.S. Al'Alaq 1-5)
Kupersembahkan karyaku
Bagi keluargaku yang kucintai & kusayangi
Serta bagi merekayang bertolabul ilmi
LEMBAR FENGESAHAN
niSETUJIJI DAN DTSAHKAN OIEH PEMBIMBING
Pembimbina T
Prof. DR. K. ENGKOSWARA, M.Ed
Pembimbina 11
Prof. DR. H. DJAM'AN SATORI, MA
11
Diketahui,
Ketua Program Administrasi Pendidikan
PROGRAM PASCASAR UNA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Prof. DR. H. Tb. ABIN SYAMSUDJB1N MAKMUN, MA
ill
ABSTRAK
Nama
: Denny Riana
NIM
:999754
Jurusan
: Administrasi Pendidikan
Judul Tesis
:Tinjauan Yuridis Terhadap Yayasan Penyelenggara Sekolah Swasta
dalam Era Otonomi Daerah (Studi Kasus terhadap Implementasi PP.
Nomor 39 Tahun 1992 Tentang Peranserta Masyarakat dalam Sistem
Pendidikan Nasional pada YPDM Pasundan
Pembimbing : 1. Prof. Dr. H. Engkoswara, M.Ed
2. Prof. Dr. H. Djam'an Satori, MA
Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peranserta masyarakat
dalam Sistem Pendidikan Nasional merupakan salah satu peraturan pelaksana dari
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sebagai
pedoman. peraturan pemerintah ini sudah seharusnya dilaksanakan oleh masyarakat
yang berperanserta dalam pendidikan. Untuk mengetahui sejauh mana peraturan
pemerintah ini diimplementasikan oleh masyarakat, maka penelitian yang dirujukan
kepada masyarakat khususnya yang menyelenggarakan sekolah swasta sebagai salah
satu bentuk peranserta masyarakat perlu dilakukan. YPDM Pasundan sebuah Yayasan
berbadan hukum selaku penyelenggara sekolah swasta dijadikan pilihan lokasi
penelitian.
Fokus penelitian ini diarahkan pada permasalahan : (1) Bagaimana Peraturan
Pemerintah ini diimplementasikan oleh YPDM Pasundan, (2) Bagaimana bentuk
kebijakan yang ditetapkan YPDM Pasundan, (3) Apakah implementasi peraturan ini di
YPDM Pasundan sesuai dengan peraturan lainnya, (4) Apakah peraturan ini masih
relevan dengan era otonomi daerah. Studi ini menggunakan metode naturalistik dimana
data yang dikumpulkan bersifat kualitatif yaitu berapa kata-kata. Untuk membedah
permasalahan digunakan pendakatan secara Yuridis.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa YPDM Pasundan tidak
mengimplementasikan peraturan pemerintah ini secara utuh. Ada beberapa hal yang
menjadi alasannya yaitu kurangnya sosialisasi dari Dinas Pendidikan Propinsi Jawa
Barat dan kuatnya pengaruh politis dari organisasi induknya yaitu Pengurus Besar
Paguyuban Pasundan. Hal ini menyebabkan timbulnya penyimpangan dari YPDM
Pasundan yang terbukti dalam produk-produk hukum yang dihasilkannya tidak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Berkaitan dengan otonomi daerah, Peraturan
Pemerintah ini masih memiliki relevansi yang cukup kuat karena kedua-duanya
bernuansakan demokratis dimana masyarakat diberi kebebasan untuk memberikan
peransertanya dalam pembangunan sistem pendidikan nasional.
Berdasarkan temuan tersebut, untuk melindungi Yayasan penyelenggara
sekolah swasta, perlu dibuat sebuah Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat dan/atau
Kabupaten/Kota tentang Yayasan Penyelenggara Sekolah Swasta, yang mengacu pada
Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah Nomor 25
Tahun 2000.
iv
DAFfAR ISI
Halaman
LEMBARPENGESAHAN
ii
ABSTRAK
iv
LEMBAR PERNYATAAN
v
KATA PENGANTAR
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
ix
DAFTARISI
xii
DAFTARTABEL
xiv
DAFTARGAMBAR
xv
DAFTARLAMPIRAN
xvi
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
1
B. Rumusan Masalah
8
C. Tujuan Penelitian
D. Kegunaan Penelitian
E. Angapan Dasar
F. Kerangka Berpikir
9
10
12
13
G. Lokasi Penelitian
17
LANDASAN TEORITIS
A. Kebijakan Pendidikan
1. Kebijakan Pendidikan dan Administrasi Pendidikan
2. Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Publik
3. Implementasi Kebijakan
B. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peranserta
Masyarakat dalam Sistem Pendidikan Nasional
1. Hakekat Peraturan Perundang-undangan
2. Pengertian Masyarakat dan Peranserta Masyarakat
3. Pengertian Badan yang Bukan Bagian dari Pemerintah
4. Yayasan sebagai Penyelenggara Sekolah Swasta
C. Model dan Bentuk Kebijakan
D. Hubungan Implementasi Kebijakan dengan Peraturan
Perundang-undangan
xn
19
23
27
33
36
43
46
48
49
Xlll
E. Otonomi Daerah dalam Bidang Pendidikan Bidang \s
Pendidikan
F. KajianTeoriTerdahulu
i ."„..
51
„.\.....__
54
TTTTCesimpulan Hasil Studi Teoritis
BAB III
BAB IV
56
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
58
B. Sumber Data dan Lokasi Penelitian
62
C. Teknik Pengumpulan Data
D. Tahap Pelaksanaan Penelitian
62
65
E. Prosedur Analisis Data
70
F. Signifikansi Hasil Penelitian
72
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA
A. Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992
Tentang Peranserta Masyarakat dalam Sistem Pendidikan
Nasional di YPDM Pasundan
75
B. Model dan Bentuk Kebijakan YPDM Pasundan serta Kebijakan
Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat terhadap Sekolah Swasta 96
C. Tinjauan Yuridis terhadap Implementasi Peraturan Pemerintah
Nomor 39 Tahun 1992
1.
Status Hukum YPDM Pasundan
2.
Landasan Hukum YPDM Pasundan
105
106
3.
Produk Hukum YPDM Pasundan
108
4.
Prosedur Hukum YPDM Pasundan
110
D. Relevansi Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992
dalam Era Otonomi Daerah
BAB V
112
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
B. Implikasi
124
131
C. Rekomendasi
133
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP PENULIS
139
DAFTAR TABEL
Halaman
Nomor 1 :
Data Sekolah Swasta di Propinsi Jawa Barat Tahun Ajaran
1995/1996 s.d. 1999/2000
Nomor 2 :
Jumlah Sekolah dan Siswa Berdasarkan Jenjang yang dibina
Oleh YPDM Pasundan Tahun Ajaran 1995/1996 s.d 1999/2000
Nomor 3 :
Besarnya Kewajiban
Nomor 4 :
Status Jabatan Kepala Sekolah di YPDM Pasundan Tahun
93
Ajaran 1999-2000
93
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Nomor 1 :
Kerangka Berpikir
16
Nomor 2
Prosedur Penelitian
17
Nomor 3 :
Ruang Lingkup Administrasi Pendidikan
21
Nomor 4 :
Posisi Kebijakan Pendidikan dalam Kebijakan Publik
23
Nomor 5 :
Model Proses Implementasi Kebijakan
30
Nomor 6 :
Proses Kebijakan Sebagai Hierarki
31
Nomor 7 :
Four Kind of Participation
41
Nomor 8
Fenomena Peranserta
:
:
42
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
1 :
Pedoman Wawancara
Nomor 2 : Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peranserta
Masyarakat dalam Sistem Pendidikan Nasional
Nomor 3 : Keputusan Kepala Kanwil Depdikbud Propinsi Jawa Barat Nomor
1099/IO2/Kep/OT/95 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendirian Sekolah
Swasta di Lingkungan Kanwil Depdikbud Prop. Jabar
Nomor 4
: Contoh Surat Keputusan Ijin Pendirian Sekolah Swasta
Nomor 5
: Struktur Organisasi YPDM Pasundan
Nomor 6
: Akta Notaris Dede, SH Nomor 2 Tanggal 13 Desember 2000 tentang
Perubahan Akta Notaris YPDM Pasundan
Nomor 7
: Contoh Surat Keputusan yang dibuat oleh YPDM Pasundan
Nomor 8
: Surat Keterangan Tanda Bukti Penerimaan Pendaftaran Organisasi dari
Direktorat Sospol Pemda Tk. I Jawa Barat
Nomor 9
: Undang - undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang YAYASAN
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Landasan konstitusional dalam penyelenggaraan sistem pendidikan di
Indonesia sesuai dengan preambule Undang-undang Dasar 1945 beserta
perubahannya tertuang pada alinea ke-empat, dimana disebutkan secara eksplisit
bahwa pemerintah mempunyai kewajiban hukum terhadap bangsanya "... untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi, dan keadilan sosial... ". Rumusan
tersebut lebih dikuatkan lagi dengan Pasal 31 ayat (1), berbunyi : "Tiap warga
negara berhak mendapat pengajaran" dan ayat (2), menyebutkan : "Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional, yang
diatur dengan undang-undang". Secara legal formal, jelas tersurat bahwa Pasal 31
ayat (1) dalam kenyataannya mengandung makna kontradiktif dimana bangsa atau
masyarakat sebagai warganegara yang legal mempunyai hak absolut untuk
memperoleh pendidikan secara "gratis", sedangkan pemerintah mempunyai
kewajiban hukum untuk mencerdaskan bangsanya dengan berbagai konsekuensi.
Bunyi Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) tersebut menyiratkan secara jelas
bahwa antara masyarakat dan pemerintah mempunyai hubungan timbal balik dalam
hal pendidikan. Tetapi dalam kenyataannya hubungan ini belum sepenuhnya
teriaksana secara ideal sesuai dengan yang diharapkan. Kesempatan masyarakat
untuk memperoleh hak-nya. dan pemerintah belum sepenuhnya melaksanakan
kewajiban-nya.. Hal ini tentunya disebabkan oleh berbagai faktor yang menjadi
pendukung pelaksanaan pendidikan.
Dalam rangka mewujudkan kewajiban hukum tersebut, pemerintah
sebagai badan eksekutif mempunyai kewajiban dalam penyelenggaraan negara. Hal
ini sesuai dengan yang diperintahkan oleh Undang-undang yaitu agar Presiden
membuat kebijakan dalam bentuk Peraturan Pemerintah sesuai dengan Undang-
undang Organiknya. Perintah ini tertuang dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal
5 ayat (1) yang menyebutkan, bahwa : "Presiden memegang kekuasaan
membentuk Undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat" dan
ayat (2) yang menyebutkan bahwa: "Presiden menetapkan peraturan pemerintahan
untuk menjalankan Undang-undang sebagaimana mestinya ".
Salah satu wujud kebijakan pemerintah yang sampai saat ini masih
digunakan dalam bidang pendidikan adalah Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta dengan
penjelasannya yang diundangkan melalui Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 6 Tahun 1989. Undang-undang ini memuat berbagai macam rumusan
tentang penyelenggaraan sistem pendidikan nasional antara lain tujuan pendidikan
nasional yang dirumuskan sebagaimana tercantum dalam Bab IIPasal 4 yaitu:
"... mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan ".
Berdasarkan tujuan tersebut, menurut (Wardiman Wardoyo,1996) paling tidak
terdapat tiga fungsi utama dari sistem pendidikan nasional, (1) Mencerdaskan
seluruh rakyat, (2) Menyiapkan tenaga kerja, (3) Membina dan mengembangkan
iptek dan melestarikan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Implikasinya, indikator dan
kriteria penilaian keberhasilan manajemen sistem pendidikan nasional bukan
semata-mata berorientasi pada profit making (monetary return of run), melainkan
juga terhadap nilai-nilai keuntungan sosial dan kultural. Dipandang dari fungsi
pendidikan sebagai fungsi sosial pendapat ini dapat dibenarkan. Namun di sisi lain,
dengan teijadinya paradigma baru dalam bidang sosial dan budaya berdampak pula
pada tujuan pendidikan terutama yang diselenggarakan oleh sektor swasta. Jika
pada awalnya tujuan pendidikan benar-benar murni hanya untuk mencerdaskan
bangsa, sekarang ini sekolah swasta dalam menyelenggarakan pendidikannya
sudah pula memperhitungkan keuntungan materi berupa uang. Salah satu
pendorong teijadinya hal tersebut adalah adanya persaingan-persaingan yang
terjadi diantara sesama sekolah swasta.
Undang-undang ini terdiri dari XX Bab dan 59 Pasal yang sifatnya
mengikat secara umum (bechiking) berbagai hal yang terkait di dalamnya. Bab
yang mengatur tentang peranserta masyarakat adalah Bab XIII tentang Peranserta
Masyarakat yang rumusannya tertuang dalam Pasal 47 ayat (1) : "Masyarakat
sebagai mitrapemerintah berkesempatan yangseluas-luasnya untuk berperanserta
dalam penyelenggaraan pendidikan nasional", ayat (2) : "On khas pendidikan
yang diselenggarakan oleh masyarakat tetap diindahkan ", dan ayat (3) : "Syaratsyarat dan tata cara dalam penyelenggaraan pendidikan ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah ".
Salah satu peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989
adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1992 tentang
Peranserta Masyarakat Dalam Sistem Pendidikan Nasional. Disebutkan pada pasal
1 ayat (5) bahwa :"peranserta masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat
dalam pendidikan nasional". Sedangkan tentang pelaku peranserta masyarakat
dapat dilihat dalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah tersebut dimana disebutkan
bahwa : "peranserta masyarakat dapat dilakukan oleh perorangan, kelompok atau
badan yang bukan bagian dari pemerintah". Pasal 6 ini, membatasi
pelaku
peranserta masyarakat yang terdiri dari tiga komponen, yaitu : perorangan,
kelompok, dan badan yang bukan bagian daripemerintah.
Secara spesifik pelaku penyelenggara pendidikan yang dimaksud oleh
pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992, tentang Peranserta
Masyarakat Dalam Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan "...dan badan yang
bukan bagian dari Pemerintah ". Bentuk peranserta masyarakat yang dilaksanakan
oleh badan yang bukan bagian dari pemerintah adalah Yayasan yang
menyelenggarakan sekolah swasta.
Secara empirik dapat dilihat bahwa jumlah sekolah swasta yang
didirikan oleh badan yang bukan bagian dari pemerintah sudah cukup banyak.
Dari hasil penelahaan terhadap data di Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat,
perkembanganjumlah sekolahswasta dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 1
Data Sekolah Swasta di Propinsi Jawa Barat
Tahun Ajaran 1995/1996 s.d 1999/2000
No
Jenjang
Pendidikan
1995/1996
1996/1997
1997/1998
1998/1999
1999/2000
3.342
1.
TK
3.188
3.188
3.220
3.342
2.
SD
561
697
725
612
612
3.
SLTP
1.337
1.288
1.476
1.395
i.4j/
4.
5
SMU
SMK
606
606
648
311
311
Jumlah
6.003
6.090
601
667
453
499
475
6.472
6.449
6.533
Sumber Data : Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat
Dari data di atas, dapat dilihat dari tahun 1995/1996 ke tahun
berikutnya terdapat kenaikan. Hal ini dilandasi oleh berbagai faktor baik yang
berkaitan dengan kebijakan pemerintah dalam pendidikan maupun dengan
prosedur pemberian ijin operasional kepada badan yang bukan bagian dari
pemerintah sebagai penyelenggarasekolah swasta.
Januari tahun 2001 dimulai pelaksanaan Otonomi Daerah yang
diberlakukan secara nasional, dimana sistem pemerintahan berubah dari sentralistik
ke desentralistik. Perubahan ini secara otomatis memberikan dampak perubahan
pula pada berbagai sektor pembangunan termasuk sektor pendidikan. Perubahan
sistem pemerintahan yang dikenal secara luas dengan nama Otonomi Daerah telah
diberlakukan dan pengaturannya tercantum dalam Undang-undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah beserta petunjuk pelaksanaannya dimuat
dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom. Di
Propinsi Jawa Barat telah lahir Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2000 Tentang
Dinas Daerah Propinsi Jawa Barat, dimana dalam Bab IV, huruf (b) diatur tentang
Struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat.
Bidang pendidikan merupakan salah satu bagian yang diserahkan kepada
Pemerintahan Kabupaten/Kota sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun
1999 Pasal 11 ayat (2) yang menyebutkan : "Bidang pemerintahan yang wajib
dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota meliputi pekerjaan
umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri
dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, koperasi, dan tenaga
kerja.". Lebih lanjut
Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom telah
mengatur pula bidang pendidikan yaitu yang tertuang dalam Bab II Pasal 2 huruf
ke 3 bagian 11. Baik Undang-undang maupun Peraturan Pemerintah tersebut
walaupun telah menyebutkan bidang Pendidikan dan Kebudayaan, perlu diperjelas
dan ditegaskan serta ditindaklanjuti dengan Peraturan Daerah Propinsi dan
Peraturan Daerah Kabupaten dan Kota demi terciptanya ketertiban hukum dalam
mengelola bidang pendidikan.
Dalam era otonomi pendidikan, di satu sisi Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota sudah harus melaksanakan sendiri pengelolaan pendidikan di
daerahnya, namun di sisi lain Peraturan Daerah yang harus dijadikan landasan
hukum dalam mengoperasionalisasikan bidang pendidikan belum dibuat.
Demikian pula halnya denganPeraturan Daerah yang mengatur tentang peranserta
masyarakat, dan lebih khusus lagi Peraturan Daerah yang mengatur tentang
keberadaan Yayasansebagai penyelenggara sekolah swasta.
Otonomi Daerah memberikan dampak juga terhadap keberadaan
masyarakat dalam pendidikan. Bagaimanapun peranserta masyarakat akan lebih
banyak dituntut karena setiap daerah harus mampu mengelola sumber daya
daerahnya secara mandiri. Bahkan menurut Saeful Millah dalam Harian Pikiran
Rakyat tanggal 14 Mei 2001: "J/ era otonomi ini, adalah daerah, bukan Jakarta,
yangjustru akan banyak menentukan lahirnya keputusan. Bahkan di era otonomi
ini pula, masyarakatlah bukan hanya pemerintah, yang pada akhirnya diharapkan
banyak berpartisipasi dalam proses pengambilan segala keputusan." Sedangkan
Rajawane dalam Harian Media Indonesia tanggal
30 Oktober 2001
mengungkapkan, bahwa : "Pendidikan sebaiknya diserahkan kepada masyarakat.
Biarkan masyarakat yang bergerak peran pemerintah hanya sebagai pendorong.
Sekarang kita harus membuka paradigma baru bahwa pemerintah bukan lagi
yang mengurusipendidikan secara keseluruhan sepertipada masa Orde Baru"
Salah satu badan hukum yang bukan bagian dari pemerintah yang telah
memperlihatkan kiprahnya dalam dunia pendidikan di Jawa Barat adalah
Paguyuban Pasundan. Paguyuban Pasundan ini merupakan induk organisasi
penyelenggara sekolah swasta yang cukup memiliki banyak sekolah dan cukup
dikenal khususnya oleh masyarakat kota Bandung dan umumnya masyarakat Jawa
Barat. Sebagai bagian dari pelaku peranserta masyarakat, Paguyuban Pasundan
telah mengembangkan dirinya dalam berbagai jenis dan jenjang pendidikan.
Khusus dalam jenjang pendidikan dasar dan menengah, induk organisasi ini
membentuk Yayasan Pendidikan Dasar dan Menengah (YPDM) Pasundan yang
sampai saat ini telah memiliki 81 sekolah yang tersebar di seluruh Propinsi Jawa
Barat dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 2
Jumlah sekolah dan siswa berdasarkan jenjang yang dibina oleh Yayasan
Pendidikan Dasar dan Menengah Pasundan
Tahun Ajaran 1995/1996 s.d 1999/2000
No
Tingkat
1995/1996
1996/1997
1997/1998
Sekolah
Siswa
Sek.
Siswa
Sek.
Siswa
Sek.
Siswa
1999/2000
Jumlah
Sek.
4
Siswa
700
746
4
698
36
16589
35
14587
34
14355
27
20479
26
20846
26
20801
10948
16
12105
16
12145
17
12431
50603
83
49919
81
48376
81
48287
1.
SD
4
829
4
753
2
SLTP
36
19266
36
18161
3.
SMU
SMK
28
17986
27
20201
15
9542
15
Jumlah
83
47673
82
4.
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Sek
1998/1999
4
Sumber Data : Yayasan Pendidikan Dasardan Menengah (YPDM) Pasundan
Memperhatikan data di atas dapat diketahui bahwa perkembangan
jumlah bangunan gedung sekolah dan siswa antara tahun ajaran 1995/1996 s/d
8 "^//
i
t^ /
1999/2000 terjadi penurunan jumlah bangunan gedung sekolah sebdnyak -2 "
sekolah, namun di sisi lain jumlah siswa naik sebanyak 614 siswa. Berdasarkan
wawancara dengan salah seorang pengurus Yayasan penurunan yang terjadi
terdapat pada tingkat SLTP, dan ini berkaitan dengan upaya pemerintah dalam
menerapkan Wajib BelajarPendidikan Dasar 9 Tahun.
YPDM Pasundan dalam menyelenggarakan pendidikannya secara
otomatis harus dapat mengikuti berbagai perubahan dan tantangan yang timbul
sebagai dampak diberlakukannya Otonomi Daerah. Sebagai penyelenggara sekolah
swasta, Yayasan Pendidikan Dasar dan Menengah (YPDM) Pasundan ini tentunya
harus berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 namun tidak
bisamengabaikan hal-hal yang berkenaan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah.
Berdasarkan pada uraian yang dikemukakan di atas, peneliti
berkeinginan untuk lebih jauh menelaah apakah "Yayasan Pendidikan Dasar dan
Menengah (YPDM) Pasundan selaku pelaku peranserta masyarakat dalam Sistem
Pendidikan Nasional yang menyelenggarakan sekolah swasta masih relevan
dengan pelaksanaan Otonomi Daerah".
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana telah diuraikan di atas,
serta untuk memperoleh hasil yang baik dan terarah sesuai dengan harapan maka
diperlukan ruang lingkup dalam pembahasannya, sehingga penelitian ini lebih
difokuskan terhadap permasalahan yang akan diteliti. Masalah dalam penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut : "Apakah Yayasan Pendidikan Dasar dan
Menengah (YPDM) Pasundan sebagai pelaku peranserta masyarakat dalam
sistem pendidikan nasional yang menyelenggarakan sekolah swasta masih
relevan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah ?"
Dilandasi dengan rumusan masalah tersebut di atas, maka timbul
beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana Yayasan Pendidikan Dasar dan Menengah (YPDM) Pasundan
selaku penyelenggara sekolah swasta mengimplementasikan PP. RI. Nomor 39
Tahun 1992 tentang Peranserta Masyarakat dalam Sistem Pendidikan
Nasional ?
2. Bagaimana bentuk kebijakan yang dilaksanakan oleh YPDM Pasundan dan
kebijakan yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat
terhadap sekolah swasta ?
3. Apakah secara yuridis implementasi PP. RI Nomor 39 tahun 1992 yang
dilaksanakan oleh YPDM Pasundan sebagai pelaku penyelenggara sekolah
swasta telah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan ?
4. Apakah PP. RI. Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peranserta Masyarakat Dalam
Sistem Pendidikan Nasional dan khususnya Pasal 6 masih relevan dengan
pelaksanaan Otonomi Daerah ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memperoleh gambaran
tentang relevansi PP. RI. Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peranserta Masyarakat
dalam Sistem Pendidikan Nasional, khususnya Pasal 6 dengan pelaksanaan
Otonomi Daerah melalui analisis yuridis terhadap implementasi Peraturan
Pemerintah tersebut oleh Yayasan Pendidikan Dasar dan Menen
Pasundan selaku pelaku penyelenggara sekolah swasta.
2. Tujuan Khusus Penelitian
a. Mendeskripsikan dan menganalisis terhadap implementasi PP. RI Nomor 39
Tahun 1992 tentang Peranserta Masyarakat dalam Sistem Pendidikan
Nasional yang dilaksanakan oleh Yayasan Pendidikan Dasar dan Menengah
(YPDM) Pasundan.
b. Mendeskripsikan dan menganalisis bentuk kebijakan yang dilaksanakan oleh
Yayasan PendidikanDasar dan Menengah (YPDM) Pasundan dan kebijakan
yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat terhadap
sekolah swasta.
c. Menganalisis secara yuridis kebenaran pengimplementasian PP. Nomor 39
tahun 1992 tentang Peranserta Masyarakat dalam Sistem Pendidikan
Nasional pada YPDM Pasundan.
d.Menganalisis relevansi PP. RI. Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peranserta
Masyarakat dalam Sistem Pendidikan Nasional khususnya pasal 6 dengan
pelaksanaan Otonomi Daerah.
E. Kegunaan Penelitian
Kegunaan hasil penelitian ini dapat ditinjau dari tiga aspek, sebagaimana
berikut ini:
11
A
- *•§•
.
*,."
1. Aspek Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya konsep atau teori
yang telah ada serta diusahakan untuk menemukan konsep dan metode efektif
yang dapat memperkecil kesenjangan antara kenyataan dan harapan.
2. Aspek Yuridis
Ditinjau dari sisi yuridis hasil penelitian ini dimana pengkajiannya
difokuskan terhadap Peraturan Pemerintah yang merupakan
peraturan
pelaksana dari sebuah undang-undang, khususnya dibidang pendidikan
dijadikan sebagai landasan hukum dan landasan operasional, dapat digunakan
dan bermanfaat bagi para perumus, pelaksana, dan pelaku kebijakan dalam
pengambilankeputusanpada organisasi yang dipimpinnya.
3. Aspek Praktisi
a. Bagi penulis diharapkan dari hasil penelitian ini diperoleh wawasan dan
pengalaman praktis dengan melihat kesesuaian antara kenyataan dengan
teori yang telah ada sehingga mampu menerapkan ilmu yang diperoleh
berguna dan bermanfaat bagi masyarakat;
b. Bagi para pimpinantempat dimana penelitian ini dilakukan, diharapkan hasil
penelitian ini sekurang-kurangnya dapat dijadikan acuan sebagai landasan
hukum dalam hal melakukan suatu tindakan dan perbuatan hukum untuk
pengembangan strategis terhadap program pengelolaan, pembinaan, dan
pengawasan selanjutnya;
12
c. Bagi lembaga Administrasi Pendidikan UPI Bandung dimana penulis
melaksanakan
tolabil
lingkungan masyarakat
ilmi
merupakan
sumbangan
pemikiran
bagi
keilmuan yang beraneka ragam di dalamnya,
sehingga akan menambah wacana keilmuan, agar setidaknya dijadikan
rujukan yang patut dipedomani bagi para peneliti lain yang berminat pada
obyek yang sama tetapi dalam kajian yang berbeda.
F. Anggapan Dasar
1. Sebagai satu badan yang bukan bagian dari pemerintah yang merupakan
pelaku dari peranserta masyarakat yang bergerak dalam bidang pendidikan,
Yayasan Pendidikan Dasar dan Menengah (YPDM) Pasundan dalam kegiatan
pendidikannya senantiasa berlandaskan pada setiap kebijakan yang ditetapkan
oleh Pemerintah.
2. Setiap lembaga atauorganisasi apapun bentuk dan sifatnya akan memiliki pola
atau bentuk-bentukkebijakanmasing-masing yang digunakan sebagai pedoman
pelaksanaan kegiatannya.
3. Secara yuridis Yayasan Pendidikan Dasar dan Menengah (YPDM) Pasundan
dalam mengimplementasikan PP. Nomor 39 tahun 1992 tentang Peranserta
Masyarakat dalam Sistem Pendidikan Nasional berupaya untuk secara
bersungguh-sungguh melaksanakan ketentuanyang berlaku.
4. Otonomi Daerah menuntut peranserta masyarakat yang lebih banyak karena
daerah harus mampu mengembangkan potensinya sendiri, oleh karena itu
peranserta masyarakat termasuk dalam pendidikan memiliki relevansi yang
tinggi dalam pelaksanaan OtonomiDaerah.
13
G. Kerangka Berpikir
Seiring dengan perubahan sistem politik pemerintahan sektor pendidikan
ikut berubah pula. Pemerintah yang sentralistik telah membuat kebijakan pada
bidang pendidikan dalam bentuk legal formal, dengan persetujuan DPR.RI berupa
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional beserta penjelasannya yang diundangkan melalui Lembaran
Negara RI Nomor 6 Tahun 1989. Di dalamnya memuat berbagai macam rumusan
tentang penyelenggaraan sistem pendidikan nasional yang mengakar pada budaya
bangsa Indonesia yang masih berlaku sampai dengan saat ini.
Perintah Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tersebut, wajib
dilaksanakan oleh Pemerintah selaku penyelenggara negara yang berdaulat. Di
dalam pelaksanaannya perlu melibatkan peranserta masyarakat sebagai subyek
hukum dalam penyelenggaraan pendidikan. Hal ini tercantum pada Bab XIII
Tentang Peranserta Masyarakat, yang lebih jelas lagi rumusannya tertuang dalam
Pasal 47 Ayat (1) : "Masyarakat sebagai mitra pemerintah berkesempatan yang
seluas-luasnya
untuk
berperanserta
dalam
penyelenggaraan
pendidikan
nasional",. Ayat (2) : "Ciri khas pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat tetap diindahkan", dan Ayat (3) : "Syarat-syarat dan tata cara dalam
penyelenggaraan pendidikan ditetapkan denganPeraturan Pemerintah ".
Salah satu kebijakan Pemerintah yang mengatur peranserta masyarakat
adalah Peraturan Pemerintah RI Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peranserta
Masyarakat Dalam Sistem Pendidikan Nasional, dimana Pasal 6 menyebutkan
bahwa : "...dan badan yang bukan bagian dari pemerintah" . Inilah wujud nyata
dari keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat sebagai pelaku penyelenggara
14
pendidikan nasional dalam bentuk badan yang bukan bagian dari pemerintah,
dan/atau kita kenal adalah Yayasan selaku pelaku penyelenggara sekolah swasta
yang dalam penyelenggaraannya tidak boleh bertentangan dengan Pancasila,
Undang-undang Dasar 1945 dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Pejabat yang bertanggung jawab terhadap Peraturan
Pemerintah tersebut adalah Menteri Pendidikan Nasional RI. sebagai pembantu
Presiden dalam arti pemerintahan secara sempit.
Secara eksplisit seharusnya Menteri Pendidikan Nasional RI. yang
bertanggung jawab dalam pelaksanaan pendidikan nasional, membuat kebijakan
yang mengatur tentang pelaku penyelenggara sekolah swasta sebagaimana amanat
yang tertuang pada Pasal 6 PP. Nomor 39 tahun 1992. Pada kenyataannya hal ini
tidak dilaksanakan. Peraturan yang menyangkut pelaku penyelenggara sekolah
swastamalah ada pada tingkatPropinsi khususnya Dinas Pendidikan Propinsi Jawa
Barat.
Selanjutnya dalam Era Otonomi Daerah dimana sistem pemerintahan
bersifat desentralistik yang berlandaskan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999,
pendidikan dan kebudayaan diposisikan pada Pasal 11 ayat (2) menyebutkan :
"...pendidikan dan kebudayaan... " . Serta Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun
2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah
Otonom, yang merupakan peraturan pelaksana dari Undang-undang tersebut.
Dalam rangka otonomi pendidikan harus dapat dijadikan peluang bagi masyarakat
untuk berperanserta secara aktif dalam membangun pendidikan di daerahnya.
Apabila ditelaah lebih jauh baik Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 beserta
15
Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000, belum mengatur lebih rinci dalam
pelaksanaan sektor pendidikan di daerah Kabupaten/Kota.
Pemerintahan Propinsi Jawa Barat maupun Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota, harus menyambut baik akan makna jiwa demokrasi yang
terkandung dalam Otonomi Daerah untuk menuju pada demokrasi pendidikan.
Khususnya Pemerintahan Daerah Propinsi maupun Kabupaten/Kota agar secepat
mungkin membuat Rancangan Peraturan Daerah masing-masing sesuai dengan
kewenangan yang digariskan oleh Peraturan Pemerintah tersebut. Untuk mengatur
peranserta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, dan lebih khusus
mengatur tentang pelaku penyelenggara sekolah swasta yang dilakukan oleh
masyarakat sesuai dengan Pasal 6 PP. RI Nomor 39 tahun 1992 yang selama ini
seolah-olah dianaktirikan oleh Pemerintah.
Dilandasi dengan azas dekonsentrasi (mede bewind), Pemerintahan
Propinsi maupun Pemerintahan Kabupaten/Kota memberikan tugas pembantuan
kepada Dinas Pendidikan di daerahnya, sehingga sinergitas antar lembaga
pemerintahan akan menciptakan tercapainya mutu pendidikan baik di daerah
maupun nasional dengan tidak menghilangkan ciri khasnya. Pemerintahan Daerah
dengan membuat seperangkat peraturan daerah yang dijadikan landasan hukum
untuk melaksanakan kegiatan dan pengelolaan pendidikan akan lebih tertib
sehinngga kepastian hukum penyelenggara sekolah dapat lebih terjamin dan
terlindungi. Secara sederhana, kerangka berpikir tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut:
Gambar 1
KERANGKA BERPIKIR
YAYASAN PENYELENGGARA SEKOLAH SWASTA DALAM ERA OTONOMI DAERAH
PRESIDEN
PRESIDEN + DPR
SISTEM
SENTRALISTIK
^
w
UUNO. 2TH1989
h
MENDIKNAS
KANWIL
w
KANDEPDIKNAS
KAB/KOTA
DEPDIKNAS
PROPINSI
PPNO. 39TH1992
1
"~l
SISTEM
PRESIDEN + DPR
PRESIDEN
MENDAGRI
GUBERNUR +
DPRD
DESENTRALISTIK
DINAS
MENDIKNAS
UU NO. 22 TH 1999
PP NO. 25 TH 2000
PERATURAN
PENDIDIKAN
DAERAH
PROPINSI
PROPINSI
T
-*-*
BUPATI /
WALIKOTA +
KETERANGAN :
DPRD
i
PERATURAN
DAERAH
KAB/KOTA
^.Peraturan yang masih berlaku
•Peraturan yang diberlakukan
-*-*
•Rancangan Peraturan Daerah
Propinsi dan Kab/Kota
16
+ •
DINAS
YAYASAN
PENDIDIKAN
PENYELENGGARA
KAIVKOTA
SEKOLAH SWASTA
17
H. Lokasi Penelitian
Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah diperoleh gambaran, dimana
peneliti akanmemilih lokasi penelitian di Yayasan Pendidikan Dasardan Menengah
(YPDM) Pasundan selaku pelaku penyelanggara sekolah swasta yang dilaksanakan
oleh masyarakat, prosedur penelitiannya dibuat dalam bentuk gambar, sebagai
berikut:
Dinas Pendidikan
Prop. Jabar
n
1
Bagian Tata
Subdin Pendas &
Biro Hukum Pemda
Usaha
Dikmenti Dinas
Propinsi Jawa Barat
Dinas Pendidikan
Pendidikan Prop. Jabar
Prop. Jabar
Paguyuban
Pasundan
Yayasan Pendidikan
Dasar Dan Menengah
(YPDM) Pasundan
Gambar 2
Prosedur Penelitian
Sebagai penanggungjawab utama dalam pembinaan, dan pengawasan terhadap
pelaksanaan PP RI. Nomor 39 Tahun 1992 tentang Persanserta Masyarakat Dalam
Sistem Pendidikan Nasional, dalam penyelenggaraan pendidikan yang diselenggarakan
oleh masyarakat di wilayah propinsi adalah Kepala Dinas Pendidikan Propinsi Jawa
Barat, yang dalam hal ini Kepala Bagian Tata Usaha dan Kepala Subdinas Dikmenti
Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat, yang merupakanpelaksana di lapangan.
Selanjutnya untuk memperoleh dokumen hukum yang akan dijadikan data
pendukung dalam penelitian ini diarahkan ke Biro Hukum Pemda Propinsi Jawa Barat,
sedangkan Dinas Pendidikan Kota Bandung merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari sistem pembinaan, dan pengawasan dilapangan terhadap Yayasan Pendidikan
Dasar dan Menengah (YPDM) Pasundan selaku pelaku penyelenggara sekolah swasta
yang keberadaannya di bawah binaan Paguyuban Pasundan sebagai induk organisasi.
BAB
III
METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini mengemukakan metodologi penelitian yang diterapkan dalam
penelitian ini dengan mengulas hal-hal mengenai:
A. Metode Penelitian
B. Sumber Data dan Lokasi Penelitian
C. Teknik Pengumpulan Data
D. Pelaksanaan Penelitian
E. Prosedur Analisis Data
F. Signifikansi Hasil Penelitian
A. Metode Penelitian
Tujuan pokok dari penelitian ini adalah mengeksplorasi, mendeskripsikan
dan menganalisis implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 1992
tentang Peranserta Masyarakat dalam Sistem Pendidikan Nasional pada Yayasan
Pendidikan
Dasar
dan Menengah (YPDM) Pasundan
Bandung
selaku
penyelenggara sekolah swasta. Sisi yang ingin diungkap pada penelitian ini adalah
bagaimana pihak Yayasan mengimplementasikan Peraturan Pemerintah tersebut
dalam pengelolaan seluruh kegiatan penyelenggaraan pendidikannya dengan
melihatrelevansinya dalam pelaksanaan kebijakan otonomi daerah.
Untuk mengungkap fokus-fokus utama penelitian tersebut, dalam penelitian
ini ditetapkan titik pijak penelitian yang dipakai untuk memotret, menganalisis, dan
mendeskripsikan masalah penelitian yang diangkat. Titik pijak yang dimaksud
58
59
adalah menetapkan obyek utama penelitian yaitu Ketua Yayasan Pendidikan Dasar
dan Menengah (YPDM) Pasundan selaku penanggung jawab dalam pengelolaan
seluruh kegiatan Yayasan dimana dalam menetapkan kebijakan-kebijakannya harus
beriandaskan dan mengacu pada peraturan-peraturan yang berlaku.
Bertitik tolak dari obyek yang akan diteliti dan acuan masalah yang akan
diteliti maka penelitian ini berlangsung dalam lingkup peristiwa obyek yang
sedang terus berlangsung dan bisa diamati serta diverifikasi secara nyata pada saat
berlangsungnya penelitian. Dengan kata lain penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh pemahaman dan pengertian tentang suatu peristiwa atau perilaku
manusia dalam pergaulan hukum. Dalam hal ini adalah mereka yang sedang
terlibat dalam proses penyelenggaraan sekolah swasta. Untuk mencapai tujuan
tersebut maka penelitian yang paling cocok adalah dengan menggunakan
pendekatan kualitatif. Karena menurut Nasution (1988:5) "penelitian kualitatif
pada hakekatnya ialah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi
dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia
sekitarnya ".
Lebih lanjut Lexy J. Mekong (1989 : 3) mengutip pendapat Bogdan dan
Taylor yang mendefinisikan bahwa : "metodologi kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka, pendekatan
ini diarahkan pada latar dan individu tersebutsecara holistik (utuh) ".
Penelitian kualitatif sering disebut dengan metode naturalistik. Pendekatan
atau metode penelitian semacam ini mempunyai karakteristik antara lain : (1) data
diambil langsung dari seting alami, (2) penentuan sampel secara purposif (3)
60
peneliti sebagai instrumen pokok, (4) lebih menekankan pada proses daripada
produk sehingga bersifat deskriptif analitik, (5) analisa data secara induktif atau
interpretasi bersifat idiografik, dan (6) mengutamakan makna dibalik data
(Nasution, 1988 :9).
Mengacu pada karakteristik pertama, peneliti mengambil data atau informasi
secara langsung dari nara sumber yang representatif. Maksud pendekatan ini adalah
agar dapat diperoleh suatu gambaran tentang peristiwa yang sedang berlangsung.
Dalam hal ini peristiwa tersebut adalah pemahaman dan pengimplementasian
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 tahun 1992 tentang Peranserta
Masyarakat Dalam Sistem Pendidikan Nasional.
Karakteristik kedua mengisyaratkan bahwa pengambilan sampel harus
disesuaikan dengan tujuan penelitian. Dengan jumlah sampel tergantung pada
pertimbangan kelengkapan informasi yang diperlukan. Dalam hal ini Nasution
(1988 : 32-33) menjelaskan bahwa:
"untuk memperoleh informasi tertentu, sampling dapat diteruskan sampai
dengan taraf "redudancy", ketuntasan atau kejenuhan artinya dengan
menggunakan responden selanjutnya boleh dikatakan tidak lagi diperoleh
tambahan informasi baru yang berarti. Dengan kata lain, sampel dianggap
memadai apabila sudah ditemukan pola tertentu dari informasi yang
dikumpulkan sehingga informasi dan fakta yang ingin diungkap sudah
mencapai tarafyang maksimal".
Pengambilan data dalam penelitian dilakukan secara langsung ke
lapangan oleh peneliti sendiri. Karakteristik yang ini menempatkan peneliti sebagai
kunci dan instrumen utama dalam pelaksanaan penelitian kualitatif. Mengapa
manusia (peneliti) menempati posisi kunci dalam penelitian kualitatif ini, menurut
Nasution (1988:54) rasionalnya adalah karena manusia (peneliti) mempunyai
adaptabilitas yang tinggi dan senantiasa dapat menyesuaikan diri dengan situasi
61
yang berubah-ubah dan senantiasa dapat memperhalus pertanyaan-pertanyaan
untuk memperoleh data yang lebih terinci dan mendalam sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai.
Karakteristik berikutnya berimplikasi bahwa data yang diperoleh dalam
penelitian ini lebih cenderung dalam bentuk kata-kata daripada angka-angka, dan
hasil analisisnyapun berupa uraian (Miles dan Huberman, 1984 : 15; Noeng
Muhadjir 1994:75). Jadi, laporan dalam penelitian kualitatif kaya dengan deskripsi
dan penjelasan tentang aspek-aspek masalah yang menjadi fokus penelitian, namun
walaupun demikian bukan berarti bahwa penelitian kualitatif sama sekali bebas
dari laporanyangberbentuk angka-angka.
Analisis dan interpretasi peneliti dalam penelitian kualitatif sudah mulai
dilakukan sejak tahap pengumpulan data di lapangan yang ditempuh melalui
langkah-langkah sebagai berikut:
(1) penegasan pada fokus dan tujuan penelitian yang akan dilaksanakan berkaitan
dengan permasalahan yang akan diteliti;
(2) mengamati dan mencatat peristiwa-peristiwa yang terkait dengan data-data
yang diperlukan seperti dalam penentuan kebijakan-kebijakan dalam
pengelolaan sekolah dan penyelenggaraan sekolah.;
(3) mengumpulkan dokumen-dokumen penting seperti peraturan-peraturan yang
dibuat oleh Yayasan sebagai penyelenggara sekolah.
(4) mengidentifikasi data dan mengklasifikasikannya sesuai dengan sub
permasalahan;
(5) mengembangkan pertanyaan penelitian untuk mempertajam analisis dan
penafsiran data;
62
(6) membuat penafsiran secara umum terhadap data yang diperoleh sesuai dengan
gagasan yang ada;
(7) hasil analisis dan penafsiran data, kemudian dibuat suatu kesimpulan sebagai
temuan hasil penelitian.
B. Sumber Data dan Lokasi Penelitian
1.
Sumber Data
Suharsimi Arikunto (1993:102) mengatakan sumber data dalam
penelitian adalah subjek darimana data diperoleh. Dalam penelitian ini sumber
data dibagi menjadi duajenis yaitu :
(a) sumber data primer yaitu Ketua Yayasan Pendidikan Dasar dan Menengah
(YPDM) Pasundan;
(b) sumber data sekunder atau penunjang yaitu dokumen-dokumen resmi baik
dari Dinas Pendidikan Prop. Jabar maupun Yayasan Pendidikan Dasar dan
Menengah (YPDM) Pasundan.
2.
Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Yayasan Pendidikan Dasar dan Menengah
(YPDM) Pasundan. Pemilihan lokasi ini didasari pertimbangan bahwa Yayasan
ini merupakan sebuah yayasan yang cukup dikenal oleh masyarakat Jawa Barat
danjumlah sekolah yang dibinanya cukup banyak.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Hal ini sejalan dengan apa yang
63
dikemukakan Guba (Noeng Muhadjir, 1996:63) bahwa penelitian naturalistik
senantiasa berkenaan dengan gejala-gejala yang khas keberadaannya meliputi
sesuatu yang mempunyai (tacit knowledge), oleh karena itu teknik diatas
dipergunakan. Adapun instrumen penelitian ini adalah diri peneliti sendiri.
Teknik yang digunakan untuk menggali sejumlah fakta dan informasi dari
obyek penelitian adalah sebagai berikut:
1.
Teknik Observasi
Teknik observasi mengenai dua jenis teknik yaitu partisipatorik dan
non partisipatorik. Dalam penelitian ini,
banyak digunakan observasi non
partisipatorik, yaitu observasi tanpa melibatkan peneliti ke dalam obyek
penelitian. Melalui observasi ini, peneliti mendapatkan gambaran dan informasi
tentang penyelenggaraan sekolah oleh Yayasan Pendidikan Dasar dan
Menengah (YPDM) Pasundan.
Jauh sebelum pencarian informasi secara terjadwal dilakukan, penulis
sudah lebih dahulu melakukan survey dan melakukan berbagai bentuk
sosialisasi terhadap obyek yang akan diteliti. Melalui proses interaksi dan
sosialisasi yang terbina dengan baik antara obyek penelitian dengan peneliti
sendiri maka telah memunculkan berbagai kemudahan dalam penelitian. Di
samping itu banyak diperoleh pengalaman, informasi dan fakta yang
dibutuhkan untuk mendukung terhadap kelancaran proses penelitian baik
secara prosedural teknis pelaksanaan penelitian di lapangan maupun secara
metodologi penelitian sebagai referensi bagi bipotesis awal yang dapat
dijadikan masukan dalam menentukan permasalahan dan arah penelitian yang
akan dilakukan. Setiap data dan informasi melalui teknik observasi ini akan
64
selalu dikaitkan dengan konteksnya, agar data dan informasi tersebut tidak
kehilangan arah dan maknanya.
Nasution
(1988:64) mengemukakan
bahwasanya aktivitas observasi harus selalu terkait dengan aspek-aspek berikut
ini : (a) ruang (tempat) dalam aspek fisik, (b) pelaku, yaitu semua orang yang
terlibat dalam situasi, (c) kegiatan, yaitu apa yang dilakukan orang dalam
situasi itu, (d) obyek, yaitu benda-benda yang terdapat di tempat itu, (e)
perbuatan, yaitu perilaku-perilaku tertentu, (f) kegiatan atau peristiwa, yaitu
rangkaian kegiatan, (g) waktu, yaitu urutan kronologis kegiatan, (h) tujuan,
yaitu apa yang ingin dicapai orang serta makna perbuatan orang, (i) perasaan,
yaitu emosi yang dirasakan atau dinyatakan.
Teknik observasi ini memiliki kelemahan yaitu diantaranya adalah
bahwa teknik observasi ini tidak mampu mengungkap intensi-intensi di balik
perilaku yang diperbuat. Untuk itu agar intensi yang tersembunyi di balik
perilaku yang ditampilkan oleh para responden bisa diungkap maka peneliti
menggunakan cara lain yaitu dengan melakukanwawancara.
2.
Teknik Wawancara
Teknik wawancara ini dilakukan untuk mengumpulkan data penelitian
yang bersifat non perilaku. Seperti dikemukakan Nasution (1988:73) bahwa
dalam teknik wawancara ini terkandung maksud untuk mengetahui apa yang
ada dalam pikiran dan hati responden. Dengan demikian dapatlah dikatakan
bahwa jika melalui teknik observasi peneliti mencoba memasuki wilayah-
wilayah kegiatan yang dilakukan oleh responden yang secara fisik bisa
teramati, maka melalui teknik wawancara ini peneliti mencoba untuk
memasuki alam pikiran dan perasaan responden dengan mengungkap apa yang
65
ada dalam "kepala" mereka sehingga bisa diketahui secara jelas setiap
permasalahan beserta latar belakang yang menimbulkan permasalahan tersebut.
Pada tahap awal wawancara peneliti menggunakan "kiat" wawancara
dengan secara tidak berstruktur, melainkan lebih mempergunakan pendekatan
yang bersifat familiar dalam suasana informal dengan maksud agar responden
tidak terialu kaku untuk mengungkapkan berbagai infromasi. Dengan demikian
diharapkan terjadi proses komunikasi yang lebih intens. Barulah setelah itu
dilakukan wawancara yang terstruktur sesuai dengan fokus penelitian serta
informasi yang dibutuhkan dan fakta yang akan diungkap.
3. Teknik Studi Dokumentasi
Teknik ini dipergunakan sebagai teknik utama yang dilengkapi oleh
data yang dijaring melalui teknik observasi dan wawancara. Teknik ini menjadi
alat yang utama, karena peneliti mengkaji berbagai kebijakan yang dibuat oleh
Yayasan dalam menyelenggarakan sekolah swasta. Maksud dari penggunaan
teknik studi dokumentasi ini ialah untuk menghimpun data otentik yang
tersimpan dalam dokumentasi. Selain data-data tentang berupa jumlah guru,
data-data yang berkaitan dengan beberapa program pembinaan, pencarian data
lebih ditujukan pada berbagai keputusan dariKetua Yayasan.
D. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Tahap-tahap dalam penelitian kualitatif tidak mempunyai batas-batas
yang tegas namun secara garis besar dapat dibedakan menjadi (1) Tahap
orientasi, (2) Tahap eksplorasi, (3) Tahap membercheck (Lincon dan Guba,
1985:235-236; Nasution, 1988:33).
66
Pelaksanaan penelitian ini mengikuti tahap-tahap prosedur penelitian
sebagai berikut:
1. Tahap Orientasi
Tahap ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas dan
lengkap mengenai berbagai masalah yang akan diteliti. Hal ini sekaligus
untuk memantapkan desain dan menentukan arah dan fokus penelitian
termasuk nara sumber penelitian. Peneliti melakukan kunjungan secara
informal kepada Yayasan Pendidikan Dasar dan Menengah (YPDM)
Pasundan. Maksud kunjungan ini adalah untuk melakukan berbagai
penjajagan dan mencari informasi awal untuk menentukan permasalahan,
arah dan fokus penelitian. Selama melakukan observasi awal ini peneliti
melakukan berbagai pembicaraan dengan pembimbing guna memberikan
nasehat dan Dengarahan dalam menetapkan dan menyusun desain penelitian
yang terwujud dalam proposal penelitian yang di dalamnya antara lain
terdapat pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian, dan metode
yang digunakan dalam pelaksanaan serta laporan penelitian tesis ini. Tahap
orientasi dari pengarah dan pembimbing merupakan pijakan awal untuk
menentukan arah kerja penelitian padatahap-tahap berikutnya.
2. Tahap Eksplorasi
Tahap ini dapat dikatakan sebagai pelaksanaan penelitian yang
sesungguhnya, yaitu proses pelaksanaan pengumpulan berbagai informasi
dan data-data yang dibutuhkan sehubungan dengan tujuan dan fokus
penelitian. Tahap ini dilaksanakan setelah peneliti secara formal
memperoleh rekomendasi dan ijin penelitian dari instansi berwenang.
67
3. Tahap Member Check
Tahap ini dimaksudkan untuk mengecek kebenaran dari berbagai
informasi yang telah dikumpulkan agar hasil penelitian lebih memiliki
tingkat kepercayaan dan ketepatan (akurasi) yang optimal. Pengecekan atas
informasi yang diperoleh ini dilakukan setiap kali
peneliti selesai
melakukan penggalian berbagai sumber informasi yang diperoleh setiap
selesai melakukan wawancara, dalam hal ini dengan melakukan konfirmasi
terhadap nara sumber atas hasil-hasil yang dicatat melalui wawancara.
Setelah informasi dari lapangan tersebut dicatat dan dirangkum
menjadi
kesimpulan
sementara
sebagai
analisis
peneliti,
hasilnya
disampaikan kepada nara sumber untuk memperoleh koreksi dan masukan
yang lebih akurat. Pemantapan tingkat akurasi hasil penelitian dilakukan
melalui observasi dan studi dokumentasi serta triangulasi kepada responden
dan juga nara sumber pokok yang dijadikan fokus penelitian yakni Ketua
YPDM Pasundan.
4. Tahap Triangulasi
Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan terhadap keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu di luar data itu untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data (Lexy J. Meleong, 1988:178).
Denzin (1978) mengemukakan empat macam cara untuk melakukan
triangulasi sebagai teknik pemeriksaan keabsahan data, yaitu dengan
menggunakan sumber, metode, penyidik dan teori (Lexy J. Meleong,
1988:178).
68
Teknik triangulasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan (1) sumber dan (2) penyidik. Triangulasi dengan
menggunakan sumber berarti membandingkan dan mengecek baik derajat
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang
berbeda. Menurut Meleong, teknik ini dapat dicapai dengan jalan : (1)
membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, (2)
membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa
yang dikatakan secara pribadi, (3) membandingkan apa yang dikatakan
orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya
sepanjang waktu, (4) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang
dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang
yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang
pemerintahan, (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu
dokumen yang berkaitan.
Menurut Patton (1987:331) dalam penggunaan teknik triangulasi yang
memakai sumber, jangan sampai banyak mengharapkan bahwa hasil
pembandingan tersebut merupakan kesamaan pandangan. oendapat atau
pemikiran. Yang terpenting dalam hal ini adalah si peneliti bisa mengetahui
adanya alasan-alasan teijadinya perbedaan-perbedaan tersebut (Lexi J.
Meleong, 1988:178).
Sedangkan teknik triangulasi kedua adalah dengan memanfaatkan
penggunaan penyidik. Teknik triangu