TINJAUAN YURIDIS TERHADAP YAYASAN PENYELENGGARA SEKOI AH SWASTA DALAM ERA OTONOMIDAERAH : Studi Kasus Terhadap Implementasi PP. No. 39 Tahun 1992 Tentang Peranserta Masyarakat dalam Sistem Pendidikan Nasional pada Yayasan PendidikanDasar dan Menengah"YPDM

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP YAYASAN
PENYELENGGARA SEKOI AH SWASTA
DALAM ERA OTONOMIDAERAH
(Studi Kasus Terhadap Implementasi PP. No. 39 Tahun 1992
Tentang Peranserta Masyarakat dalam Sistem Pendidikan Nasional
pada Yayasan Pendidikan Dasar dan Menengah "YPDM" Pasundan)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari
Syarat Memperoleh Gelar Master Pendidikan
Jurusan Administrasi Pendidikan

Oleh

DENNY RIANA
999754

JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN

PROGRAM PASCASARJANA (S2)

UNIVERSITAS PENDIDDXAN INDONESIA
BANDUNG
2002

Dengan menyebut nama Allah Yang Malta Pemurah lagi Malta Penyayang
Bacalah dengan (menyebut) namaTuhanmu Yang menciptakan
Dia telah Menciptakan manusia dan segumpal darah
Bacalah dan Tuhanmulah YangPaling Pemurah

Yang mengajar (manusia) denganperantara kalam
Dia mengajarkan kepada manusia apayang tidak diketahuinya
(Q.S. Al'Alaq 1-5)

Kupersembahkan karyaku

Bagi keluargaku yang kucintai & kusayangi
Serta bagi merekayang bertolabul ilmi

LEMBAR FENGESAHAN


niSETUJIJI DAN DTSAHKAN OIEH PEMBIMBING

Pembimbina T

Prof. DR. K. ENGKOSWARA, M.Ed

Pembimbina 11

Prof. DR. H. DJAM'AN SATORI, MA

11

Diketahui,

Ketua Program Administrasi Pendidikan

PROGRAM PASCASAR UNA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


Prof. DR. H. Tb. ABIN SYAMSUDJB1N MAKMUN, MA

ill

ABSTRAK

Nama

: Denny Riana

NIM

:999754

Jurusan

: Administrasi Pendidikan

Judul Tesis


:Tinjauan Yuridis Terhadap Yayasan Penyelenggara Sekolah Swasta
dalam Era Otonomi Daerah (Studi Kasus terhadap Implementasi PP.
Nomor 39 Tahun 1992 Tentang Peranserta Masyarakat dalam Sistem

Pendidikan Nasional pada YPDM Pasundan
Pembimbing : 1. Prof. Dr. H. Engkoswara, M.Ed
2. Prof. Dr. H. Djam'an Satori, MA

Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peranserta masyarakat
dalam Sistem Pendidikan Nasional merupakan salah satu peraturan pelaksana dari
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sebagai
pedoman. peraturan pemerintah ini sudah seharusnya dilaksanakan oleh masyarakat
yang berperanserta dalam pendidikan. Untuk mengetahui sejauh mana peraturan
pemerintah ini diimplementasikan oleh masyarakat, maka penelitian yang dirujukan
kepada masyarakat khususnya yang menyelenggarakan sekolah swasta sebagai salah
satu bentuk peranserta masyarakat perlu dilakukan. YPDM Pasundan sebuah Yayasan
berbadan hukum selaku penyelenggara sekolah swasta dijadikan pilihan lokasi
penelitian.

Fokus penelitian ini diarahkan pada permasalahan : (1) Bagaimana Peraturan

Pemerintah ini diimplementasikan oleh YPDM Pasundan, (2) Bagaimana bentuk
kebijakan yang ditetapkan YPDM Pasundan, (3) Apakah implementasi peraturan ini di
YPDM Pasundan sesuai dengan peraturan lainnya, (4) Apakah peraturan ini masih
relevan dengan era otonomi daerah. Studi ini menggunakan metode naturalistik dimana
data yang dikumpulkan bersifat kualitatif yaitu berapa kata-kata. Untuk membedah
permasalahan digunakan pendakatan secara Yuridis.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa YPDM Pasundan tidak
mengimplementasikan peraturan pemerintah ini secara utuh. Ada beberapa hal yang
menjadi alasannya yaitu kurangnya sosialisasi dari Dinas Pendidikan Propinsi Jawa
Barat dan kuatnya pengaruh politis dari organisasi induknya yaitu Pengurus Besar
Paguyuban Pasundan. Hal ini menyebabkan timbulnya penyimpangan dari YPDM
Pasundan yang terbukti dalam produk-produk hukum yang dihasilkannya tidak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Berkaitan dengan otonomi daerah, Peraturan
Pemerintah ini masih memiliki relevansi yang cukup kuat karena kedua-duanya
bernuansakan demokratis dimana masyarakat diberi kebebasan untuk memberikan
peransertanya dalam pembangunan sistem pendidikan nasional.
Berdasarkan temuan tersebut, untuk melindungi Yayasan penyelenggara
sekolah swasta, perlu dibuat sebuah Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat dan/atau
Kabupaten/Kota tentang Yayasan Penyelenggara Sekolah Swasta, yang mengacu pada
Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah Nomor 25

Tahun 2000.
iv

DAFfAR ISI
Halaman

LEMBARPENGESAHAN

ii

ABSTRAK

iv

LEMBAR PERNYATAAN

v

KATA PENGANTAR


vi

UCAPAN TERIMA KASIH

ix

DAFTARISI

xii

DAFTARTABEL

xiv

DAFTARGAMBAR

xv

DAFTARLAMPIRAN


xvi

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

1

B. Rumusan Masalah

8

C. Tujuan Penelitian
D. Kegunaan Penelitian
E. Angapan Dasar
F. Kerangka Berpikir


9
10
12
13

G. Lokasi Penelitian

17

LANDASAN TEORITIS

A. Kebijakan Pendidikan
1. Kebijakan Pendidikan dan Administrasi Pendidikan
2. Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Publik
3. Implementasi Kebijakan
B. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peranserta
Masyarakat dalam Sistem Pendidikan Nasional
1. Hakekat Peraturan Perundang-undangan
2. Pengertian Masyarakat dan Peranserta Masyarakat


3. Pengertian Badan yang Bukan Bagian dari Pemerintah
4. Yayasan sebagai Penyelenggara Sekolah Swasta
C. Model dan Bentuk Kebijakan
D. Hubungan Implementasi Kebijakan dengan Peraturan
Perundang-undangan

xn

19
23
27

33
36
43
46
48
49


Xlll

E. Otonomi Daerah dalam Bidang Pendidikan Bidang \s
Pendidikan

F. KajianTeoriTerdahulu

i ."„..

51

„.\.....__

54

TTTTCesimpulan Hasil Studi Teoritis
BAB III

BAB IV

56

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

58

B. Sumber Data dan Lokasi Penelitian

62

C. Teknik Pengumpulan Data
D. Tahap Pelaksanaan Penelitian

62
65

E. Prosedur Analisis Data

70

F. Signifikansi Hasil Penelitian

72

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA

A. Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992
Tentang Peranserta Masyarakat dalam Sistem Pendidikan
Nasional di YPDM Pasundan

75

B. Model dan Bentuk Kebijakan YPDM Pasundan serta Kebijakan
Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat terhadap Sekolah Swasta 96
C. Tinjauan Yuridis terhadap Implementasi Peraturan Pemerintah
Nomor 39 Tahun 1992
1.

Status Hukum YPDM Pasundan

2.

Landasan Hukum YPDM Pasundan

105

106

3.

Produk Hukum YPDM Pasundan

108

4.

Prosedur Hukum YPDM Pasundan

110

D. Relevansi Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992
dalam Era Otonomi Daerah

BAB V

112

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan
B. Implikasi

124
131

C. Rekomendasi

133

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP PENULIS

139

DAFTAR TABEL
Halaman

Nomor 1 :

Data Sekolah Swasta di Propinsi Jawa Barat Tahun Ajaran
1995/1996 s.d. 1999/2000

Nomor 2 :

Jumlah Sekolah dan Siswa Berdasarkan Jenjang yang dibina
Oleh YPDM Pasundan Tahun Ajaran 1995/1996 s.d 1999/2000

Nomor 3 :

Besarnya Kewajiban

Nomor 4 :

Status Jabatan Kepala Sekolah di YPDM Pasundan Tahun

93

Ajaran 1999-2000

93

xiv

DAFTAR GAMBAR
Halaman

Nomor 1 :

Kerangka Berpikir

16

Nomor 2

Prosedur Penelitian

17

Nomor 3 :

Ruang Lingkup Administrasi Pendidikan

21

Nomor 4 :

Posisi Kebijakan Pendidikan dalam Kebijakan Publik

23

Nomor 5 :

Model Proses Implementasi Kebijakan

30

Nomor 6 :

Proses Kebijakan Sebagai Hierarki

31

Nomor 7 :

Four Kind of Participation

41

Nomor 8

Fenomena Peranserta

:

:

42

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

1 :

Pedoman Wawancara

Nomor 2 : Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peranserta

Masyarakat dalam Sistem Pendidikan Nasional

Nomor 3 : Keputusan Kepala Kanwil Depdikbud Propinsi Jawa Barat Nomor
1099/IO2/Kep/OT/95 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendirian Sekolah
Swasta di Lingkungan Kanwil Depdikbud Prop. Jabar

Nomor 4

: Contoh Surat Keputusan Ijin Pendirian Sekolah Swasta

Nomor 5

: Struktur Organisasi YPDM Pasundan

Nomor 6

: Akta Notaris Dede, SH Nomor 2 Tanggal 13 Desember 2000 tentang
Perubahan Akta Notaris YPDM Pasundan

Nomor 7

: Contoh Surat Keputusan yang dibuat oleh YPDM Pasundan

Nomor 8

: Surat Keterangan Tanda Bukti Penerimaan Pendaftaran Organisasi dari
Direktorat Sospol Pemda Tk. I Jawa Barat

Nomor 9

: Undang - undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang YAYASAN

xvi

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Landasan konstitusional dalam penyelenggaraan sistem pendidikan di

Indonesia sesuai dengan preambule Undang-undang Dasar 1945 beserta

perubahannya tertuang pada alinea ke-empat, dimana disebutkan secara eksplisit
bahwa pemerintah mempunyai kewajiban hukum terhadap bangsanya "... untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi, dan keadilan sosial... ". Rumusan

tersebut lebih dikuatkan lagi dengan Pasal 31 ayat (1), berbunyi : "Tiap warga

negara berhak mendapat pengajaran" dan ayat (2), menyebutkan : "Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional, yang
diatur dengan undang-undang". Secara legal formal, jelas tersurat bahwa Pasal 31

ayat (1) dalam kenyataannya mengandung makna kontradiktif dimana bangsa atau

masyarakat sebagai warganegara yang legal mempunyai hak absolut untuk
memperoleh pendidikan secara "gratis", sedangkan pemerintah mempunyai
kewajiban hukum untuk mencerdaskan bangsanya dengan berbagai konsekuensi.

Bunyi Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) tersebut menyiratkan secara jelas
bahwa antara masyarakat dan pemerintah mempunyai hubungan timbal balik dalam

hal pendidikan. Tetapi dalam kenyataannya hubungan ini belum sepenuhnya
teriaksana secara ideal sesuai dengan yang diharapkan. Kesempatan masyarakat

untuk memperoleh hak-nya. dan pemerintah belum sepenuhnya melaksanakan
kewajiban-nya.. Hal ini tentunya disebabkan oleh berbagai faktor yang menjadi
pendukung pelaksanaan pendidikan.

Dalam rangka mewujudkan kewajiban hukum tersebut, pemerintah

sebagai badan eksekutif mempunyai kewajiban dalam penyelenggaraan negara. Hal
ini sesuai dengan yang diperintahkan oleh Undang-undang yaitu agar Presiden

membuat kebijakan dalam bentuk Peraturan Pemerintah sesuai dengan Undang-

undang Organiknya. Perintah ini tertuang dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal
5 ayat (1) yang menyebutkan, bahwa : "Presiden memegang kekuasaan
membentuk Undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat" dan

ayat (2) yang menyebutkan bahwa: "Presiden menetapkan peraturan pemerintahan
untuk menjalankan Undang-undang sebagaimana mestinya ".

Salah satu wujud kebijakan pemerintah yang sampai saat ini masih

digunakan dalam bidang pendidikan adalah Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta dengan

penjelasannya yang diundangkan melalui Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 6 Tahun 1989. Undang-undang ini memuat berbagai macam rumusan

tentang penyelenggaraan sistem pendidikan nasional antara lain tujuan pendidikan
nasional yang dirumuskan sebagaimana tercantum dalam Bab IIPasal 4 yaitu:
"... mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia

Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa

terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan ".

Berdasarkan tujuan tersebut, menurut (Wardiman Wardoyo,1996) paling tidak

terdapat tiga fungsi utama dari sistem pendidikan nasional, (1) Mencerdaskan
seluruh rakyat, (2) Menyiapkan tenaga kerja, (3) Membina dan mengembangkan

iptek dan melestarikan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Implikasinya, indikator dan
kriteria penilaian keberhasilan manajemen sistem pendidikan nasional bukan

semata-mata berorientasi pada profit making (monetary return of run), melainkan

juga terhadap nilai-nilai keuntungan sosial dan kultural. Dipandang dari fungsi

pendidikan sebagai fungsi sosial pendapat ini dapat dibenarkan. Namun di sisi lain,
dengan teijadinya paradigma baru dalam bidang sosial dan budaya berdampak pula
pada tujuan pendidikan terutama yang diselenggarakan oleh sektor swasta. Jika

pada awalnya tujuan pendidikan benar-benar murni hanya untuk mencerdaskan
bangsa, sekarang ini sekolah swasta dalam menyelenggarakan pendidikannya
sudah pula memperhitungkan keuntungan materi berupa uang. Salah satu
pendorong teijadinya hal tersebut adalah adanya persaingan-persaingan yang
terjadi diantara sesama sekolah swasta.

Undang-undang ini terdiri dari XX Bab dan 59 Pasal yang sifatnya

mengikat secara umum (bechiking) berbagai hal yang terkait di dalamnya. Bab
yang mengatur tentang peranserta masyarakat adalah Bab XIII tentang Peranserta

Masyarakat yang rumusannya tertuang dalam Pasal 47 ayat (1) : "Masyarakat
sebagai mitrapemerintah berkesempatan yangseluas-luasnya untuk berperanserta

dalam penyelenggaraan pendidikan nasional", ayat (2) : "On khas pendidikan
yang diselenggarakan oleh masyarakat tetap diindahkan ", dan ayat (3) : "Syaratsyarat dan tata cara dalam penyelenggaraan pendidikan ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah ".

Salah satu peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989
adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1992 tentang

Peranserta Masyarakat Dalam Sistem Pendidikan Nasional. Disebutkan pada pasal
1 ayat (5) bahwa :"peranserta masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat
dalam pendidikan nasional". Sedangkan tentang pelaku peranserta masyarakat

dapat dilihat dalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah tersebut dimana disebutkan
bahwa : "peranserta masyarakat dapat dilakukan oleh perorangan, kelompok atau

badan yang bukan bagian dari pemerintah". Pasal 6 ini, membatasi

pelaku

peranserta masyarakat yang terdiri dari tiga komponen, yaitu : perorangan,
kelompok, dan badan yang bukan bagian daripemerintah.

Secara spesifik pelaku penyelenggara pendidikan yang dimaksud oleh
pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992, tentang Peranserta

Masyarakat Dalam Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan "...dan badan yang
bukan bagian dari Pemerintah ". Bentuk peranserta masyarakat yang dilaksanakan
oleh badan yang bukan bagian dari pemerintah adalah Yayasan yang
menyelenggarakan sekolah swasta.

Secara empirik dapat dilihat bahwa jumlah sekolah swasta yang

didirikan oleh badan yang bukan bagian dari pemerintah sudah cukup banyak.
Dari hasil penelahaan terhadap data di Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat,

perkembanganjumlah sekolahswasta dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 1

Data Sekolah Swasta di Propinsi Jawa Barat
Tahun Ajaran 1995/1996 s.d 1999/2000
No

Jenjang
Pendidikan

1995/1996

1996/1997

1997/1998

1998/1999

1999/2000
3.342

1.

TK

3.188

3.188

3.220

3.342

2.

SD

561

697

725

612

612

3.

SLTP

1.337

1.288

1.476

1.395

i.4j/

4.
5

SMU
SMK

606

606

648

311

311

Jumlah

6.003

6.090

601

667

453

499

475

6.472

6.449

6.533

Sumber Data : Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat

Dari data di atas, dapat dilihat dari tahun 1995/1996 ke tahun

berikutnya terdapat kenaikan. Hal ini dilandasi oleh berbagai faktor baik yang
berkaitan dengan kebijakan pemerintah dalam pendidikan maupun dengan

prosedur pemberian ijin operasional kepada badan yang bukan bagian dari
pemerintah sebagai penyelenggarasekolah swasta.
Januari tahun 2001 dimulai pelaksanaan Otonomi Daerah yang

diberlakukan secara nasional, dimana sistem pemerintahan berubah dari sentralistik
ke desentralistik. Perubahan ini secara otomatis memberikan dampak perubahan

pula pada berbagai sektor pembangunan termasuk sektor pendidikan. Perubahan

sistem pemerintahan yang dikenal secara luas dengan nama Otonomi Daerah telah
diberlakukan dan pengaturannya tercantum dalam Undang-undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah beserta petunjuk pelaksanaannya dimuat
dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang

Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom. Di
Propinsi Jawa Barat telah lahir Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2000 Tentang
Dinas Daerah Propinsi Jawa Barat, dimana dalam Bab IV, huruf (b) diatur tentang
Struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat.

Bidang pendidikan merupakan salah satu bagian yang diserahkan kepada
Pemerintahan Kabupaten/Kota sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun

1999 Pasal 11 ayat (2) yang menyebutkan : "Bidang pemerintahan yang wajib
dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota meliputi pekerjaan

umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri

dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, koperasi, dan tenaga
kerja.". Lebih lanjut

Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang

Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom telah
mengatur pula bidang pendidikan yaitu yang tertuang dalam Bab II Pasal 2 huruf

ke 3 bagian 11. Baik Undang-undang maupun Peraturan Pemerintah tersebut

walaupun telah menyebutkan bidang Pendidikan dan Kebudayaan, perlu diperjelas
dan ditegaskan serta ditindaklanjuti dengan Peraturan Daerah Propinsi dan
Peraturan Daerah Kabupaten dan Kota demi terciptanya ketertiban hukum dalam
mengelola bidang pendidikan.

Dalam era otonomi pendidikan, di satu sisi Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota sudah harus melaksanakan sendiri pengelolaan pendidikan di
daerahnya, namun di sisi lain Peraturan Daerah yang harus dijadikan landasan
hukum dalam mengoperasionalisasikan bidang pendidikan belum dibuat.
Demikian pula halnya denganPeraturan Daerah yang mengatur tentang peranserta

masyarakat, dan lebih khusus lagi Peraturan Daerah yang mengatur tentang
keberadaan Yayasansebagai penyelenggara sekolah swasta.
Otonomi Daerah memberikan dampak juga terhadap keberadaan

masyarakat dalam pendidikan. Bagaimanapun peranserta masyarakat akan lebih
banyak dituntut karena setiap daerah harus mampu mengelola sumber daya
daerahnya secara mandiri. Bahkan menurut Saeful Millah dalam Harian Pikiran
Rakyat tanggal 14 Mei 2001: "J/ era otonomi ini, adalah daerah, bukan Jakarta,
yangjustru akan banyak menentukan lahirnya keputusan. Bahkan di era otonomi
ini pula, masyarakatlah bukan hanya pemerintah, yang pada akhirnya diharapkan

banyak berpartisipasi dalam proses pengambilan segala keputusan." Sedangkan
Rajawane dalam Harian Media Indonesia tanggal

30 Oktober 2001

mengungkapkan, bahwa : "Pendidikan sebaiknya diserahkan kepada masyarakat.

Biarkan masyarakat yang bergerak peran pemerintah hanya sebagai pendorong.

Sekarang kita harus membuka paradigma baru bahwa pemerintah bukan lagi

yang mengurusipendidikan secara keseluruhan sepertipada masa Orde Baru"
Salah satu badan hukum yang bukan bagian dari pemerintah yang telah

memperlihatkan kiprahnya dalam dunia pendidikan di Jawa Barat adalah

Paguyuban Pasundan. Paguyuban Pasundan ini merupakan induk organisasi
penyelenggara sekolah swasta yang cukup memiliki banyak sekolah dan cukup
dikenal khususnya oleh masyarakat kota Bandung dan umumnya masyarakat Jawa

Barat. Sebagai bagian dari pelaku peranserta masyarakat, Paguyuban Pasundan
telah mengembangkan dirinya dalam berbagai jenis dan jenjang pendidikan.

Khusus dalam jenjang pendidikan dasar dan menengah, induk organisasi ini
membentuk Yayasan Pendidikan Dasar dan Menengah (YPDM) Pasundan yang

sampai saat ini telah memiliki 81 sekolah yang tersebar di seluruh Propinsi Jawa
Barat dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 2

Jumlah sekolah dan siswa berdasarkan jenjang yang dibina oleh Yayasan
Pendidikan Dasar dan Menengah Pasundan

Tahun Ajaran 1995/1996 s.d 1999/2000

No

Tingkat

1995/1996

1996/1997

1997/1998

Sekolah
Siswa

Sek.

Siswa

Sek.

Siswa

Sek.

Siswa

1999/2000

Jumlah
Sek.
4

Siswa
700

746

4

698

36

16589

35

14587

34

14355

27

20479

26

20846

26

20801

10948

16

12105

16

12145

17

12431

50603

83

49919

81

48376

81

48287

1.

SD

4

829

4

753

2

SLTP

36

19266

36

18161

3.

SMU
SMK

28

17986

27

20201

15

9542

15

Jumlah

83

47673

82

4.

Jumlah

Jumlah

Jumlah

Jumlah
Sek

1998/1999

4

Sumber Data : Yayasan Pendidikan Dasardan Menengah (YPDM) Pasundan

Memperhatikan data di atas dapat diketahui bahwa perkembangan

jumlah bangunan gedung sekolah dan siswa antara tahun ajaran 1995/1996 s/d

8 "^//
i

t^ /

1999/2000 terjadi penurunan jumlah bangunan gedung sekolah sebdnyak -2 "
sekolah, namun di sisi lain jumlah siswa naik sebanyak 614 siswa. Berdasarkan

wawancara dengan salah seorang pengurus Yayasan penurunan yang terjadi

terdapat pada tingkat SLTP, dan ini berkaitan dengan upaya pemerintah dalam
menerapkan Wajib BelajarPendidikan Dasar 9 Tahun.
YPDM Pasundan dalam menyelenggarakan pendidikannya secara

otomatis harus dapat mengikuti berbagai perubahan dan tantangan yang timbul

sebagai dampak diberlakukannya Otonomi Daerah. Sebagai penyelenggara sekolah
swasta, Yayasan Pendidikan Dasar dan Menengah (YPDM) Pasundan ini tentunya

harus berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 namun tidak
bisamengabaikan hal-hal yang berkenaan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah.
Berdasarkan pada uraian yang dikemukakan di atas, peneliti

berkeinginan untuk lebih jauh menelaah apakah "Yayasan Pendidikan Dasar dan
Menengah (YPDM) Pasundan selaku pelaku peranserta masyarakat dalam Sistem
Pendidikan Nasional yang menyelenggarakan sekolah swasta masih relevan
dengan pelaksanaan Otonomi Daerah".

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana telah diuraikan di atas,

serta untuk memperoleh hasil yang baik dan terarah sesuai dengan harapan maka

diperlukan ruang lingkup dalam pembahasannya, sehingga penelitian ini lebih
difokuskan terhadap permasalahan yang akan diteliti. Masalah dalam penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut : "Apakah Yayasan Pendidikan Dasar dan

Menengah (YPDM) Pasundan sebagai pelaku peranserta masyarakat dalam

sistem pendidikan nasional yang menyelenggarakan sekolah swasta masih
relevan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah ?"

Dilandasi dengan rumusan masalah tersebut di atas, maka timbul
beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana Yayasan Pendidikan Dasar dan Menengah (YPDM) Pasundan

selaku penyelenggara sekolah swasta mengimplementasikan PP. RI. Nomor 39
Tahun 1992 tentang Peranserta Masyarakat dalam Sistem Pendidikan
Nasional ?

2. Bagaimana bentuk kebijakan yang dilaksanakan oleh YPDM Pasundan dan
kebijakan yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat
terhadap sekolah swasta ?

3. Apakah secara yuridis implementasi PP. RI Nomor 39 tahun 1992 yang
dilaksanakan oleh YPDM Pasundan sebagai pelaku penyelenggara sekolah

swasta telah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan ?

4. Apakah PP. RI. Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peranserta Masyarakat Dalam
Sistem Pendidikan Nasional dan khususnya Pasal 6 masih relevan dengan
pelaksanaan Otonomi Daerah ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memperoleh gambaran

tentang relevansi PP. RI. Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peranserta Masyarakat
dalam Sistem Pendidikan Nasional, khususnya Pasal 6 dengan pelaksanaan

Otonomi Daerah melalui analisis yuridis terhadap implementasi Peraturan

Pemerintah tersebut oleh Yayasan Pendidikan Dasar dan Menen
Pasundan selaku pelaku penyelenggara sekolah swasta.

2. Tujuan Khusus Penelitian

a. Mendeskripsikan dan menganalisis terhadap implementasi PP. RI Nomor 39

Tahun 1992 tentang Peranserta Masyarakat dalam Sistem Pendidikan

Nasional yang dilaksanakan oleh Yayasan Pendidikan Dasar dan Menengah
(YPDM) Pasundan.

b. Mendeskripsikan dan menganalisis bentuk kebijakan yang dilaksanakan oleh
Yayasan PendidikanDasar dan Menengah (YPDM) Pasundan dan kebijakan

yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat terhadap
sekolah swasta.

c. Menganalisis secara yuridis kebenaran pengimplementasian PP. Nomor 39
tahun 1992 tentang Peranserta Masyarakat dalam Sistem Pendidikan
Nasional pada YPDM Pasundan.

d.Menganalisis relevansi PP. RI. Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peranserta

Masyarakat dalam Sistem Pendidikan Nasional khususnya pasal 6 dengan
pelaksanaan Otonomi Daerah.

E. Kegunaan Penelitian

Kegunaan hasil penelitian ini dapat ditinjau dari tiga aspek, sebagaimana
berikut ini:

11

A
- *•§•

.

*,."

1. Aspek Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya konsep atau teori

yang telah ada serta diusahakan untuk menemukan konsep dan metode efektif
yang dapat memperkecil kesenjangan antara kenyataan dan harapan.

2. Aspek Yuridis

Ditinjau dari sisi yuridis hasil penelitian ini dimana pengkajiannya
difokuskan terhadap Peraturan Pemerintah yang merupakan

peraturan

pelaksana dari sebuah undang-undang, khususnya dibidang pendidikan
dijadikan sebagai landasan hukum dan landasan operasional, dapat digunakan
dan bermanfaat bagi para perumus, pelaksana, dan pelaku kebijakan dalam
pengambilankeputusanpada organisasi yang dipimpinnya.

3. Aspek Praktisi

a. Bagi penulis diharapkan dari hasil penelitian ini diperoleh wawasan dan
pengalaman praktis dengan melihat kesesuaian antara kenyataan dengan
teori yang telah ada sehingga mampu menerapkan ilmu yang diperoleh
berguna dan bermanfaat bagi masyarakat;

b. Bagi para pimpinantempat dimana penelitian ini dilakukan, diharapkan hasil

penelitian ini sekurang-kurangnya dapat dijadikan acuan sebagai landasan
hukum dalam hal melakukan suatu tindakan dan perbuatan hukum untuk

pengembangan strategis terhadap program pengelolaan, pembinaan, dan
pengawasan selanjutnya;

12

c. Bagi lembaga Administrasi Pendidikan UPI Bandung dimana penulis
melaksanakan

tolabil

lingkungan masyarakat

ilmi

merupakan

sumbangan

pemikiran

bagi

keilmuan yang beraneka ragam di dalamnya,

sehingga akan menambah wacana keilmuan, agar setidaknya dijadikan

rujukan yang patut dipedomani bagi para peneliti lain yang berminat pada
obyek yang sama tetapi dalam kajian yang berbeda.

F. Anggapan Dasar

1. Sebagai satu badan yang bukan bagian dari pemerintah yang merupakan

pelaku dari peranserta masyarakat yang bergerak dalam bidang pendidikan,
Yayasan Pendidikan Dasar dan Menengah (YPDM) Pasundan dalam kegiatan
pendidikannya senantiasa berlandaskan pada setiap kebijakan yang ditetapkan
oleh Pemerintah.

2. Setiap lembaga atauorganisasi apapun bentuk dan sifatnya akan memiliki pola
atau bentuk-bentukkebijakanmasing-masing yang digunakan sebagai pedoman
pelaksanaan kegiatannya.

3. Secara yuridis Yayasan Pendidikan Dasar dan Menengah (YPDM) Pasundan
dalam mengimplementasikan PP. Nomor 39 tahun 1992 tentang Peranserta

Masyarakat dalam Sistem Pendidikan Nasional berupaya untuk secara
bersungguh-sungguh melaksanakan ketentuanyang berlaku.
4. Otonomi Daerah menuntut peranserta masyarakat yang lebih banyak karena

daerah harus mampu mengembangkan potensinya sendiri, oleh karena itu

peranserta masyarakat termasuk dalam pendidikan memiliki relevansi yang
tinggi dalam pelaksanaan OtonomiDaerah.

13

G. Kerangka Berpikir

Seiring dengan perubahan sistem politik pemerintahan sektor pendidikan

ikut berubah pula. Pemerintah yang sentralistik telah membuat kebijakan pada
bidang pendidikan dalam bentuk legal formal, dengan persetujuan DPR.RI berupa
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional beserta penjelasannya yang diundangkan melalui Lembaran

Negara RI Nomor 6 Tahun 1989. Di dalamnya memuat berbagai macam rumusan

tentang penyelenggaraan sistem pendidikan nasional yang mengakar pada budaya
bangsa Indonesia yang masih berlaku sampai dengan saat ini.
Perintah Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tersebut, wajib
dilaksanakan oleh Pemerintah selaku penyelenggara negara yang berdaulat. Di

dalam pelaksanaannya perlu melibatkan peranserta masyarakat sebagai subyek
hukum dalam penyelenggaraan pendidikan. Hal ini tercantum pada Bab XIII
Tentang Peranserta Masyarakat, yang lebih jelas lagi rumusannya tertuang dalam
Pasal 47 Ayat (1) : "Masyarakat sebagai mitra pemerintah berkesempatan yang
seluas-luasnya

untuk

berperanserta

dalam

penyelenggaraan

pendidikan

nasional",. Ayat (2) : "Ciri khas pendidikan yang diselenggarakan oleh

masyarakat tetap diindahkan", dan Ayat (3) : "Syarat-syarat dan tata cara dalam
penyelenggaraan pendidikan ditetapkan denganPeraturan Pemerintah ".
Salah satu kebijakan Pemerintah yang mengatur peranserta masyarakat
adalah Peraturan Pemerintah RI Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peranserta

Masyarakat Dalam Sistem Pendidikan Nasional, dimana Pasal 6 menyebutkan
bahwa : "...dan badan yang bukan bagian dari pemerintah" . Inilah wujud nyata
dari keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat sebagai pelaku penyelenggara

14

pendidikan nasional dalam bentuk badan yang bukan bagian dari pemerintah,
dan/atau kita kenal adalah Yayasan selaku pelaku penyelenggara sekolah swasta

yang dalam penyelenggaraannya tidak boleh bertentangan dengan Pancasila,
Undang-undang Dasar 1945 dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Pejabat yang bertanggung jawab terhadap Peraturan
Pemerintah tersebut adalah Menteri Pendidikan Nasional RI. sebagai pembantu

Presiden dalam arti pemerintahan secara sempit.

Secara eksplisit seharusnya Menteri Pendidikan Nasional RI. yang

bertanggung jawab dalam pelaksanaan pendidikan nasional, membuat kebijakan
yang mengatur tentang pelaku penyelenggara sekolah swasta sebagaimana amanat

yang tertuang pada Pasal 6 PP. Nomor 39 tahun 1992. Pada kenyataannya hal ini
tidak dilaksanakan. Peraturan yang menyangkut pelaku penyelenggara sekolah
swastamalah ada pada tingkatPropinsi khususnya Dinas Pendidikan Propinsi Jawa
Barat.

Selanjutnya dalam Era Otonomi Daerah dimana sistem pemerintahan
bersifat desentralistik yang berlandaskan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999,

pendidikan dan kebudayaan diposisikan pada Pasal 11 ayat (2) menyebutkan :

"...pendidikan dan kebudayaan... " . Serta Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun
2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah

Otonom, yang merupakan peraturan pelaksana dari Undang-undang tersebut.
Dalam rangka otonomi pendidikan harus dapat dijadikan peluang bagi masyarakat

untuk berperanserta secara aktif dalam membangun pendidikan di daerahnya.

Apabila ditelaah lebih jauh baik Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 beserta

15

Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000, belum mengatur lebih rinci dalam

pelaksanaan sektor pendidikan di daerah Kabupaten/Kota.
Pemerintahan Propinsi Jawa Barat maupun Pemerintahan Daerah

Kabupaten/Kota, harus menyambut baik akan makna jiwa demokrasi yang
terkandung dalam Otonomi Daerah untuk menuju pada demokrasi pendidikan.
Khususnya Pemerintahan Daerah Propinsi maupun Kabupaten/Kota agar secepat

mungkin membuat Rancangan Peraturan Daerah masing-masing sesuai dengan
kewenangan yang digariskan oleh Peraturan Pemerintah tersebut. Untuk mengatur

peranserta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, dan lebih khusus
mengatur tentang pelaku penyelenggara sekolah swasta yang dilakukan oleh
masyarakat sesuai dengan Pasal 6 PP. RI Nomor 39 tahun 1992 yang selama ini
seolah-olah dianaktirikan oleh Pemerintah.

Dilandasi dengan azas dekonsentrasi (mede bewind), Pemerintahan

Propinsi maupun Pemerintahan Kabupaten/Kota memberikan tugas pembantuan

kepada Dinas Pendidikan di daerahnya, sehingga sinergitas antar lembaga
pemerintahan akan menciptakan tercapainya mutu pendidikan baik di daerah
maupun nasional dengan tidak menghilangkan ciri khasnya. Pemerintahan Daerah

dengan membuat seperangkat peraturan daerah yang dijadikan landasan hukum
untuk melaksanakan kegiatan dan pengelolaan pendidikan akan lebih tertib

sehinngga kepastian hukum penyelenggara sekolah dapat lebih terjamin dan
terlindungi. Secara sederhana, kerangka berpikir tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut:

Gambar 1
KERANGKA BERPIKIR
YAYASAN PENYELENGGARA SEKOLAH SWASTA DALAM ERA OTONOMI DAERAH

PRESIDEN

PRESIDEN + DPR

SISTEM

SENTRALISTIK

^
w

UUNO. 2TH1989

h

MENDIKNAS

KANWIL

w

KANDEPDIKNAS
KAB/KOTA

DEPDIKNAS
PROPINSI

PPNO. 39TH1992

1

"~l

SISTEM

PRESIDEN + DPR

PRESIDEN

MENDAGRI

GUBERNUR +
DPRD

DESENTRALISTIK

DINAS

MENDIKNAS

UU NO. 22 TH 1999

PP NO. 25 TH 2000

PERATURAN

PENDIDIKAN

DAERAH

PROPINSI

PROPINSI

T

-*-*
BUPATI /
WALIKOTA +

KETERANGAN :

DPRD

i
PERATURAN
DAERAH
KAB/KOTA

^.Peraturan yang masih berlaku
•Peraturan yang diberlakukan

-*-*

•Rancangan Peraturan Daerah
Propinsi dan Kab/Kota

16

+ •

DINAS

YAYASAN

PENDIDIKAN

PENYELENGGARA

KAIVKOTA

SEKOLAH SWASTA

17

H. Lokasi Penelitian

Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah diperoleh gambaran, dimana

peneliti akanmemilih lokasi penelitian di Yayasan Pendidikan Dasardan Menengah

(YPDM) Pasundan selaku pelaku penyelanggara sekolah swasta yang dilaksanakan

oleh masyarakat, prosedur penelitiannya dibuat dalam bentuk gambar, sebagai
berikut:

Dinas Pendidikan

Prop. Jabar

n

1
Bagian Tata

Subdin Pendas &

Biro Hukum Pemda

Usaha

Dikmenti Dinas

Propinsi Jawa Barat

Dinas Pendidikan

Pendidikan Prop. Jabar

Prop. Jabar

Paguyuban
Pasundan

Yayasan Pendidikan
Dasar Dan Menengah
(YPDM) Pasundan
Gambar 2

Prosedur Penelitian

Sebagai penanggungjawab utama dalam pembinaan, dan pengawasan terhadap

pelaksanaan PP RI. Nomor 39 Tahun 1992 tentang Persanserta Masyarakat Dalam
Sistem Pendidikan Nasional, dalam penyelenggaraan pendidikan yang diselenggarakan

oleh masyarakat di wilayah propinsi adalah Kepala Dinas Pendidikan Propinsi Jawa

Barat, yang dalam hal ini Kepala Bagian Tata Usaha dan Kepala Subdinas Dikmenti
Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat, yang merupakanpelaksana di lapangan.

Selanjutnya untuk memperoleh dokumen hukum yang akan dijadikan data

pendukung dalam penelitian ini diarahkan ke Biro Hukum Pemda Propinsi Jawa Barat,
sedangkan Dinas Pendidikan Kota Bandung merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari sistem pembinaan, dan pengawasan dilapangan terhadap Yayasan Pendidikan
Dasar dan Menengah (YPDM) Pasundan selaku pelaku penyelenggara sekolah swasta

yang keberadaannya di bawah binaan Paguyuban Pasundan sebagai induk organisasi.

BAB

III

METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini mengemukakan metodologi penelitian yang diterapkan dalam
penelitian ini dengan mengulas hal-hal mengenai:
A. Metode Penelitian

B. Sumber Data dan Lokasi Penelitian

C. Teknik Pengumpulan Data
D. Pelaksanaan Penelitian
E. Prosedur Analisis Data

F. Signifikansi Hasil Penelitian

A. Metode Penelitian

Tujuan pokok dari penelitian ini adalah mengeksplorasi, mendeskripsikan
dan menganalisis implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 1992

tentang Peranserta Masyarakat dalam Sistem Pendidikan Nasional pada Yayasan
Pendidikan

Dasar

dan Menengah (YPDM) Pasundan

Bandung

selaku

penyelenggara sekolah swasta. Sisi yang ingin diungkap pada penelitian ini adalah
bagaimana pihak Yayasan mengimplementasikan Peraturan Pemerintah tersebut

dalam pengelolaan seluruh kegiatan penyelenggaraan pendidikannya dengan
melihatrelevansinya dalam pelaksanaan kebijakan otonomi daerah.

Untuk mengungkap fokus-fokus utama penelitian tersebut, dalam penelitian
ini ditetapkan titik pijak penelitian yang dipakai untuk memotret, menganalisis, dan

mendeskripsikan masalah penelitian yang diangkat. Titik pijak yang dimaksud
58

59

adalah menetapkan obyek utama penelitian yaitu Ketua Yayasan Pendidikan Dasar

dan Menengah (YPDM) Pasundan selaku penanggung jawab dalam pengelolaan
seluruh kegiatan Yayasan dimana dalam menetapkan kebijakan-kebijakannya harus

beriandaskan dan mengacu pada peraturan-peraturan yang berlaku.
Bertitik tolak dari obyek yang akan diteliti dan acuan masalah yang akan

diteliti maka penelitian ini berlangsung dalam lingkup peristiwa obyek yang
sedang terus berlangsung dan bisa diamati serta diverifikasi secara nyata pada saat

berlangsungnya penelitian. Dengan kata lain penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh pemahaman dan pengertian tentang suatu peristiwa atau perilaku

manusia dalam pergaulan hukum. Dalam hal ini adalah mereka yang sedang
terlibat dalam proses penyelenggaraan sekolah swasta. Untuk mencapai tujuan
tersebut maka penelitian yang paling cocok adalah dengan menggunakan

pendekatan kualitatif. Karena menurut Nasution (1988:5) "penelitian kualitatif

pada hakekatnya ialah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi
dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia
sekitarnya ".

Lebih lanjut Lexy J. Mekong (1989 : 3) mengutip pendapat Bogdan dan

Taylor yang mendefinisikan bahwa : "metodologi kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan

dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka, pendekatan
ini diarahkan pada latar dan individu tersebutsecara holistik (utuh) ".

Penelitian kualitatif sering disebut dengan metode naturalistik. Pendekatan

atau metode penelitian semacam ini mempunyai karakteristik antara lain : (1) data

diambil langsung dari seting alami, (2) penentuan sampel secara purposif (3)

60

peneliti sebagai instrumen pokok, (4) lebih menekankan pada proses daripada

produk sehingga bersifat deskriptif analitik, (5) analisa data secara induktif atau
interpretasi bersifat idiografik, dan (6) mengutamakan makna dibalik data
(Nasution, 1988 :9).

Mengacu pada karakteristik pertama, peneliti mengambil data atau informasi

secara langsung dari nara sumber yang representatif. Maksud pendekatan ini adalah
agar dapat diperoleh suatu gambaran tentang peristiwa yang sedang berlangsung.
Dalam hal ini peristiwa tersebut adalah pemahaman dan pengimplementasian
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 tahun 1992 tentang Peranserta

Masyarakat Dalam Sistem Pendidikan Nasional.
Karakteristik kedua mengisyaratkan bahwa pengambilan sampel harus

disesuaikan dengan tujuan penelitian. Dengan jumlah sampel tergantung pada

pertimbangan kelengkapan informasi yang diperlukan. Dalam hal ini Nasution
(1988 : 32-33) menjelaskan bahwa:

"untuk memperoleh informasi tertentu, sampling dapat diteruskan sampai
dengan taraf "redudancy", ketuntasan atau kejenuhan artinya dengan

menggunakan responden selanjutnya boleh dikatakan tidak lagi diperoleh
tambahan informasi baru yang berarti. Dengan kata lain, sampel dianggap
memadai apabila sudah ditemukan pola tertentu dari informasi yang

dikumpulkan sehingga informasi dan fakta yang ingin diungkap sudah
mencapai tarafyang maksimal".

Pengambilan data dalam penelitian dilakukan secara langsung ke

lapangan oleh peneliti sendiri. Karakteristik yang ini menempatkan peneliti sebagai
kunci dan instrumen utama dalam pelaksanaan penelitian kualitatif. Mengapa

manusia (peneliti) menempati posisi kunci dalam penelitian kualitatif ini, menurut

Nasution (1988:54) rasionalnya adalah karena manusia (peneliti) mempunyai

adaptabilitas yang tinggi dan senantiasa dapat menyesuaikan diri dengan situasi

61

yang berubah-ubah dan senantiasa dapat memperhalus pertanyaan-pertanyaan

untuk memperoleh data yang lebih terinci dan mendalam sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai.

Karakteristik berikutnya berimplikasi bahwa data yang diperoleh dalam

penelitian ini lebih cenderung dalam bentuk kata-kata daripada angka-angka, dan
hasil analisisnyapun berupa uraian (Miles dan Huberman, 1984 : 15; Noeng

Muhadjir 1994:75). Jadi, laporan dalam penelitian kualitatif kaya dengan deskripsi
dan penjelasan tentang aspek-aspek masalah yang menjadi fokus penelitian, namun
walaupun demikian bukan berarti bahwa penelitian kualitatif sama sekali bebas
dari laporanyangberbentuk angka-angka.

Analisis dan interpretasi peneliti dalam penelitian kualitatif sudah mulai

dilakukan sejak tahap pengumpulan data di lapangan yang ditempuh melalui
langkah-langkah sebagai berikut:

(1) penegasan pada fokus dan tujuan penelitian yang akan dilaksanakan berkaitan
dengan permasalahan yang akan diteliti;

(2) mengamati dan mencatat peristiwa-peristiwa yang terkait dengan data-data
yang diperlukan seperti dalam penentuan kebijakan-kebijakan dalam
pengelolaan sekolah dan penyelenggaraan sekolah.;

(3) mengumpulkan dokumen-dokumen penting seperti peraturan-peraturan yang
dibuat oleh Yayasan sebagai penyelenggara sekolah.

(4) mengidentifikasi data dan mengklasifikasikannya sesuai dengan sub
permasalahan;

(5) mengembangkan pertanyaan penelitian untuk mempertajam analisis dan
penafsiran data;

62

(6) membuat penafsiran secara umum terhadap data yang diperoleh sesuai dengan
gagasan yang ada;

(7) hasil analisis dan penafsiran data, kemudian dibuat suatu kesimpulan sebagai
temuan hasil penelitian.

B. Sumber Data dan Lokasi Penelitian
1.

Sumber Data

Suharsimi Arikunto (1993:102) mengatakan sumber data dalam

penelitian adalah subjek darimana data diperoleh. Dalam penelitian ini sumber
data dibagi menjadi duajenis yaitu :

(a) sumber data primer yaitu Ketua Yayasan Pendidikan Dasar dan Menengah
(YPDM) Pasundan;

(b) sumber data sekunder atau penunjang yaitu dokumen-dokumen resmi baik
dari Dinas Pendidikan Prop. Jabar maupun Yayasan Pendidikan Dasar dan
Menengah (YPDM) Pasundan.
2.

Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Yayasan Pendidikan Dasar dan Menengah

(YPDM) Pasundan. Pemilihan lokasi ini didasari pertimbangan bahwa Yayasan
ini merupakan sebuah yayasan yang cukup dikenal oleh masyarakat Jawa Barat
danjumlah sekolah yang dibinanya cukup banyak.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Hal ini sejalan dengan apa yang

63

dikemukakan Guba (Noeng Muhadjir, 1996:63) bahwa penelitian naturalistik
senantiasa berkenaan dengan gejala-gejala yang khas keberadaannya meliputi

sesuatu yang mempunyai (tacit knowledge), oleh karena itu teknik diatas

dipergunakan. Adapun instrumen penelitian ini adalah diri peneliti sendiri.
Teknik yang digunakan untuk menggali sejumlah fakta dan informasi dari
obyek penelitian adalah sebagai berikut:
1.

Teknik Observasi

Teknik observasi mengenai dua jenis teknik yaitu partisipatorik dan
non partisipatorik. Dalam penelitian ini,

banyak digunakan observasi non

partisipatorik, yaitu observasi tanpa melibatkan peneliti ke dalam obyek
penelitian. Melalui observasi ini, peneliti mendapatkan gambaran dan informasi

tentang penyelenggaraan sekolah oleh Yayasan Pendidikan Dasar dan
Menengah (YPDM) Pasundan.

Jauh sebelum pencarian informasi secara terjadwal dilakukan, penulis
sudah lebih dahulu melakukan survey dan melakukan berbagai bentuk

sosialisasi terhadap obyek yang akan diteliti. Melalui proses interaksi dan
sosialisasi yang terbina dengan baik antara obyek penelitian dengan peneliti
sendiri maka telah memunculkan berbagai kemudahan dalam penelitian. Di
samping itu banyak diperoleh pengalaman, informasi dan fakta yang

dibutuhkan untuk mendukung terhadap kelancaran proses penelitian baik
secara prosedural teknis pelaksanaan penelitian di lapangan maupun secara

metodologi penelitian sebagai referensi bagi bipotesis awal yang dapat
dijadikan masukan dalam menentukan permasalahan dan arah penelitian yang
akan dilakukan. Setiap data dan informasi melalui teknik observasi ini akan

64

selalu dikaitkan dengan konteksnya, agar data dan informasi tersebut tidak

kehilangan arah dan maknanya.

Nasution

(1988:64) mengemukakan

bahwasanya aktivitas observasi harus selalu terkait dengan aspek-aspek berikut
ini : (a) ruang (tempat) dalam aspek fisik, (b) pelaku, yaitu semua orang yang
terlibat dalam situasi, (c) kegiatan, yaitu apa yang dilakukan orang dalam

situasi itu, (d) obyek, yaitu benda-benda yang terdapat di tempat itu, (e)

perbuatan, yaitu perilaku-perilaku tertentu, (f) kegiatan atau peristiwa, yaitu
rangkaian kegiatan, (g) waktu, yaitu urutan kronologis kegiatan, (h) tujuan,
yaitu apa yang ingin dicapai orang serta makna perbuatan orang, (i) perasaan,
yaitu emosi yang dirasakan atau dinyatakan.
Teknik observasi ini memiliki kelemahan yaitu diantaranya adalah

bahwa teknik observasi ini tidak mampu mengungkap intensi-intensi di balik

perilaku yang diperbuat. Untuk itu agar intensi yang tersembunyi di balik

perilaku yang ditampilkan oleh para responden bisa diungkap maka peneliti
menggunakan cara lain yaitu dengan melakukanwawancara.
2.

Teknik Wawancara

Teknik wawancara ini dilakukan untuk mengumpulkan data penelitian

yang bersifat non perilaku. Seperti dikemukakan Nasution (1988:73) bahwa
dalam teknik wawancara ini terkandung maksud untuk mengetahui apa yang

ada dalam pikiran dan hati responden. Dengan demikian dapatlah dikatakan
bahwa jika melalui teknik observasi peneliti mencoba memasuki wilayah-

wilayah kegiatan yang dilakukan oleh responden yang secara fisik bisa
teramati, maka melalui teknik wawancara ini peneliti mencoba untuk
memasuki alam pikiran dan perasaan responden dengan mengungkap apa yang

65

ada dalam "kepala" mereka sehingga bisa diketahui secara jelas setiap

permasalahan beserta latar belakang yang menimbulkan permasalahan tersebut.
Pada tahap awal wawancara peneliti menggunakan "kiat" wawancara

dengan secara tidak berstruktur, melainkan lebih mempergunakan pendekatan
yang bersifat familiar dalam suasana informal dengan maksud agar responden
tidak terialu kaku untuk mengungkapkan berbagai infromasi. Dengan demikian

diharapkan terjadi proses komunikasi yang lebih intens. Barulah setelah itu
dilakukan wawancara yang terstruktur sesuai dengan fokus penelitian serta
informasi yang dibutuhkan dan fakta yang akan diungkap.
3. Teknik Studi Dokumentasi

Teknik ini dipergunakan sebagai teknik utama yang dilengkapi oleh

data yang dijaring melalui teknik observasi dan wawancara. Teknik ini menjadi
alat yang utama, karena peneliti mengkaji berbagai kebijakan yang dibuat oleh
Yayasan dalam menyelenggarakan sekolah swasta. Maksud dari penggunaan
teknik studi dokumentasi ini ialah untuk menghimpun data otentik yang

tersimpan dalam dokumentasi. Selain data-data tentang berupa jumlah guru,
data-data yang berkaitan dengan beberapa program pembinaan, pencarian data
lebih ditujukan pada berbagai keputusan dariKetua Yayasan.

D. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Tahap-tahap dalam penelitian kualitatif tidak mempunyai batas-batas

yang tegas namun secara garis besar dapat dibedakan menjadi (1) Tahap
orientasi, (2) Tahap eksplorasi, (3) Tahap membercheck (Lincon dan Guba,
1985:235-236; Nasution, 1988:33).

66

Pelaksanaan penelitian ini mengikuti tahap-tahap prosedur penelitian
sebagai berikut:
1. Tahap Orientasi

Tahap ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas dan
lengkap mengenai berbagai masalah yang akan diteliti. Hal ini sekaligus
untuk memantapkan desain dan menentukan arah dan fokus penelitian
termasuk nara sumber penelitian. Peneliti melakukan kunjungan secara

informal kepada Yayasan Pendidikan Dasar dan Menengah (YPDM)
Pasundan. Maksud kunjungan ini adalah untuk melakukan berbagai

penjajagan dan mencari informasi awal untuk menentukan permasalahan,
arah dan fokus penelitian. Selama melakukan observasi awal ini peneliti
melakukan berbagai pembicaraan dengan pembimbing guna memberikan
nasehat dan Dengarahan dalam menetapkan dan menyusun desain penelitian

yang terwujud dalam proposal penelitian yang di dalamnya antara lain

terdapat pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian, dan metode
yang digunakan dalam pelaksanaan serta laporan penelitian tesis ini. Tahap
orientasi dari pengarah dan pembimbing merupakan pijakan awal untuk
menentukan arah kerja penelitian padatahap-tahap berikutnya.
2. Tahap Eksplorasi

Tahap ini dapat dikatakan sebagai pelaksanaan penelitian yang

sesungguhnya, yaitu proses pelaksanaan pengumpulan berbagai informasi
dan data-data yang dibutuhkan sehubungan dengan tujuan dan fokus

penelitian. Tahap ini dilaksanakan setelah peneliti secara formal
memperoleh rekomendasi dan ijin penelitian dari instansi berwenang.

67

3. Tahap Member Check

Tahap ini dimaksudkan untuk mengecek kebenaran dari berbagai
informasi yang telah dikumpulkan agar hasil penelitian lebih memiliki

tingkat kepercayaan dan ketepatan (akurasi) yang optimal. Pengecekan atas
informasi yang diperoleh ini dilakukan setiap kali

peneliti selesai

melakukan penggalian berbagai sumber informasi yang diperoleh setiap
selesai melakukan wawancara, dalam hal ini dengan melakukan konfirmasi
terhadap nara sumber atas hasil-hasil yang dicatat melalui wawancara.
Setelah informasi dari lapangan tersebut dicatat dan dirangkum

menjadi

kesimpulan

sementara

sebagai

analisis

peneliti,

hasilnya

disampaikan kepada nara sumber untuk memperoleh koreksi dan masukan
yang lebih akurat. Pemantapan tingkat akurasi hasil penelitian dilakukan
melalui observasi dan studi dokumentasi serta triangulasi kepada responden

dan juga nara sumber pokok yang dijadikan fokus penelitian yakni Ketua
YPDM Pasundan.

4. Tahap Triangulasi
Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan terhadap keabsahan data

yang memanfaatkan sesuatu di luar data itu untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data (Lexy J. Meleong, 1988:178).

Denzin (1978) mengemukakan empat macam cara untuk melakukan
triangulasi sebagai teknik pemeriksaan keabsahan data, yaitu dengan

menggunakan sumber, metode, penyidik dan teori (Lexy J. Meleong,
1988:178).

68

Teknik triangulasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

dengan menggunakan (1) sumber dan (2) penyidik. Triangulasi dengan

menggunakan sumber berarti membandingkan dan mengecek baik derajat
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang
berbeda. Menurut Meleong, teknik ini dapat dicapai dengan jalan : (1)

membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, (2)
membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa

yang dikatakan secara pribadi, (3) membandingkan apa yang dikatakan
orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya

sepanjang waktu, (4) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang
dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang

yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang
pemerintahan, (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu
dokumen yang berkaitan.

Menurut Patton (1987:331) dalam penggunaan teknik triangulasi yang

memakai sumber, jangan sampai banyak mengharapkan bahwa hasil
pembandingan tersebut merupakan kesamaan pandangan. oendapat atau

pemikiran. Yang terpenting dalam hal ini adalah si peneliti bisa mengetahui
adanya alasan-alasan teijadinya perbedaan-perbedaan tersebut (Lexi J.
Meleong, 1988:178).

Sedangkan teknik triangulasi kedua adalah dengan memanfaatkan

penggunaan penyidik. Teknik triangu

Dokumen yang terkait

Status Badan Hukum Yayasan Pendidikan Pasca Pembatalan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Badan Hukum Pendidikan (Studi Kasus Putusan Mahkamah Konstitusi No. 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009)

0 45 193

Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan)

3 119 119

Tinjauan Yuridis Tentang Status Yayasan Yang Didirikan Sebelum Berlakunya Uu No. 16 Tahun 2001 Jo Uu No. 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan (Studi Kasus Di Yayasan Pendidikan Harapan Medan)

20 235 127

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI TINGKAT KEPATUHAN YAYASAN PENDIDIKAN SWASTA DALAM MEMBAYAR PAJAK PENGHASILAN (Studi Empiris pada Yayasan Pendidikan Swasta di Kabupaten Jember)

1 12 22

Tinjauan Hukum Islam dan UU No. 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Mengenai Tanggung Jawab Perusahaan Sebagai Pengangkut Terhadap Pihak ketiga

0 4 86

Penyelesaian Sengketa Wakaf Menurut Hukum Islam dan Undana-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf : Studi Kasus Yayasan Raudhatul Muta'allimin Kuningan Barat Jakarta

0 10 75

Fungsi Pengawasan Dinas Pendidikan Kota Bandung dalam Mengawasi Ujian Nasional (UN) (Suatu Studi pada Ujian Nasional Tingkat SMA Tahun 2012)

0 5 1

Undang Undang No. 14 Tahun 1992 Tentang : Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan

0 0 52

Analisis Fiqh Keuangan Terhadap PP No. 39 Tahun 2005 Tentang Penjaminan Simpanan Pada Perbankan Syari`ah di Indonesia

0 0 20

POJK No. 39 Tahun 2015penjelasan

0 0 19