KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A SRAGEN Kesejahteraan Psikologis Pada Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Sragen.

KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA NARAPIDANA DI LEMBAGA
PEMASYARAKATAN KELAS II A SRAGEN

NASKAH PUBLIKASI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi

Diajukan Oleh :
FARKHAN ARI PRATAMA
F 100 110 157

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016

KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA NARAPIDANA DI LEMBAGA
PEMASYARAKATAN KELAS II A SRAGEN

NASKAH PUBLIKASI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi

Diajukan Oleh :
FARKHAN ARI PRATAMA
F 100 110 157

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016

ii

ABSTRAKSI
KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA NARAPIDANA DI LEMBAGA
PEMASYARAKATAN KELAS II A SRAGEN

Farkhan Ari Pratama
Aad Satria Permadi, S.Psi, M.A
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta


Kehidupan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan merupakan bentuk
dari konsekuensi hukuman atas perilaku melanggar hukum yang pernah
dilakukan. Berbagai permasalahan dialami narapidana dalam menjalani kehidupan
di Lembaga Pemasyarakatan, diantaranya perubahan hidup, hilangnya kebebasan
dan hak-hak yang semakin terbatas, hingga perolehan label panjahat yang melekat
pada dirinya serta kehidupan di Lembaga Pemasyarakatan membuat mereka harus
terpisah dari keluarga dan hidup bersama narapidana lain.
Status sebagai narapidana bukan suatu hal yang dengan mudah dapat
diterima oleh seseorang, namun secara tidak langsung narapidana dituntut untuk
mempertanggungjawabkan tindak pidana yang ia lakukan serta kemudian mampu
memiliki penerimaan diri , memiliki hubungan positif dengan orang lain, memiliki
cara dalam penguasaan lingkungan, dan memiliki tujuan hidup. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dinamika Kesejahteraan Psikologis
Pada Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Sragen. Informan
penelitian ini sebanyak 4 orang yang dipilih secara purposive sampling dengan
karakteristik, antara lain: a) narapidana berusia 21 sampai 50 tahun, b) narapidana
sedang menjalani setengah atau lebih masa hukuman, dan c) narapidana pertama
kali menghuni lapas, bukan residivis. Penelitian ini menggunakan metode
wawancara dan observasi. Hasil dari penelitian ini adalah narapidana yang

memiliki kesejahteraan psikologis adalah mereka yang mampu beradaptasi
dengan lingkungan, memiliki hubungan sosial yang baik, mampu untuk
menghilangkan stres, sehingga mampu menciptakan keadaan sesuai kondisi
jiwanya, serta memiliki harapan hidup untuk lebih baik dan tidak mengulangi
perbuatan itu lagi. Sedangkan narapidana yang tidak memiliki kesejahteraan
psikologis, mereka yang tidak memiliki hubungan sosial yang baik dan tidak
memiliki cara mengatasi stress.

Kata kunci : Kesejahteraan Psikologis, Narapidana

iv

PSYCHOLOGICAL WELL-BEING OF PRISONERS IN
CORRECTIONAL INSTITUTION CLASS II A SRAGEN
Farkhan Ari Pratama
Faculty of Psychology, Muhammadiyah Surakarta of University
[email protected]
Abstract

The lives of prisioner at the Correctional Institution is a form of

punishment for the consequences of unlawful behavior ever conducted. The
problems experienced by prisioner to live a life in Prison, including a change of
life, loss of freedom and rights are more limited, until the acquisition of villain
label inherent and lives in Penitentiary making them must be separated from their
families and live with other prisioner.
Title as an inmate is not something that can easily be accepted by
someone, but indirectly prisioner are required to account for criminal acts that he
did, and then were able to have self-acceptance, have positive relationships with
others, have a way in the mastery of the environment, and has a purpose life. The
aim of this study was to describe the dynamics of Psychological Well-Being of
Prisoners in Penitentiary In Class IIA Sragen. The informants as many as four
people were selected by purposive sampling characteristics, among others: a)
prisioner aged 21 to 50 years, b) the prisioner is serving a sentence and a half or
more, and c) the prisioner were first inhabited the prison, not convicts. This study
using interviews and observation. The results of this study are prisoners who have
psychological well-being is that they are able to adapt to the environment, having
good social relationships, able to relieve stress, so as to create a state according to
the condition of his soul, and has a life expectancy for the better and not to repeat
the act again , While prisioner who do not have the psychological well-being,
those who do not have good social relationships and have no way to cope with

stress.
Keywords: Psychological Well-Being, Prisioner

v

dari masyarakat. Permasalahan yang

PENDAHULUAN
Narapidana adalah terpidana

perlu dicermati adalah mengenai label

yang menjalani pidana di Lembaga

“penjahat” yang didapat narapidana .

Pemasyarakatan

No.12


Kata “penjahat” mempunyai konotasi

Th.1995 tentang Pemasyarakatan Pasal

buruk terhadap seseorang dan tentunya

1 ayat 7). Lembaga Pemasyarakatan

label ini akan melekat dalam dirinya

adalah tempat untuk melaksanakan

yang kemudian

pembinaan terhadap narapidana dan

terhadap kepribadian Yulia (2008).

anak didik pemasyarakatan (UU RI


Pendapat Yulia dikuatkan oleh Zamble

No.12

dkk (dalam Bartol, 1994) bahwa secara

(UU

RI

Th.1995

tentang

Pemasyarakatan Pasal 1 ayat 2).
Kehidupan

akan

berpengaruh


umum dampak kehidupan di penjara

narapidana

di

merusak

kondisi

psikologis

Lembaga Pemasyarakatan merupakan

seseorang.Studi ini mendeskripsikan

bentuk dari konsekuensi hukuman atas

gejala-gejala


perilaku

diakibatkan oleh pemenjaraan terhadap

melanggar

hukum

yang

pernah dilakukan.

psikologis

seseorang.Gejala-gejala

yang

psikologis


Berbagai permasalahan dialami

yang muncul meliputi depresi berat,

narapidana dalam menjalani kehidupan

kecemasan, dan sikap menarik diri dari

di

kehidupan

Lembaga

diantaranya

Pemasyarakatan,

Selanjutnya,


hidup,

Zamble dkk (dalam Bartol, 1994) juga

hilangnya kebebasan dan hak-hak yang

menjelaskan mengenai sikap menarik

semakin terbatas, hingga perolehan

diri dari kehidupan sosial yang dialami

label panjahat yang melekat pada

para tahanan di dalam penjara.Para

dirinya serta kehidupan di Lembaga

tahanan mempunyai kecenderungan

Pemasyarakatan

mereka

menghabiskan waktu di dalam sel

harus terpisah dari keluarga dan hidup

masing-masing atau dengan beberapa

bersama narapidana lain.

teman

akan

perubahan

sosialnya.

membuat

dekat

saja.Permasalahan-

Pergaulan di dalam penjara

permasalahan tersebut disebabkan oleh

mempengaruhi

ketidakbebasan atas aturan-aturan di

perkembangan

jiwa narapidana yang bersangkutan.

penjara.

Berkenaan dengan prasangka buruk

1

Salah satu permasalahan yang
rawan

terjadi

Pemasyarakatan

merupakan pidana bersifat perampasan

di

Lembaga

kemerdekaan pribadi terpidana karena

dalah

berkaitan

penempatannya dalam bilik penjara.

dengan kesehatan. Kesehatan yang

Menurut

dimaksud adalah kesehatan fisik dan

2002

psikis. Saputra (2008) menggambarkan

antara

permasalahan kesehatan fisik para

heteroseksual (loos of heterosexual),

narapidana berkaitan dengan kondisi

hilangnya

makanan, yaitu kurang terpenuhinya

autonomy), hilangnya pelayanan (loos

gizi,

permasalahan

of good and servicce), dan hilangnya

kesehatan psikis digambarkan dengan

rasa aman (loos of security), di

adanya berbagai tekanan di Lembaga

samping kesakitan lain, seperti akibat

Pemasyarakatan, meliputi kekurangan

prasangka

kualitas fasilitas, dan makin padatnya

(moral

penghuni Lembaga Pemasyarakatan.

bysociety). Pemenjaraan yang terjadi

Kondisit ersebut menjadi penyebab

pada narapidana seringkali muncul

utama terganggunya kondisi kesehatan

adanya rasa rendah diri dan kontak-

paranarapidana

kontak yang minim dengan dunia luar

sedangkan

penghuni

Lembaga

Sykes,(dalam

kehilangan
lain

Susilawati,

kemerdekaan

hilangnya

kebebasan

buruk

rejection

dari
of

itu

hubungan

(loos

of

masyarakat
the

inmates

Pemasyarakatan, baik itu kesehatan

Kartono, (1999).

fisik, maupun kesehatan psikologis

mengakibatkan para narapidana sukar

(Rininta dkk, 2004).

untuk

Kehidupan seorang narapidana
Lembaga

Pemasyarakatan

Kondisi tersebut

diterimakembali

di

tengah-

tengah masyarakat ketika nantinya

tentunya

mereka bebas. Isolasi yangdialami

berbeda dengan kehidupan seseorang

narapidana menimbulkan efek yaitu,

yang

Lembaga

tidak ada partisipasi sosial. Narapidana

Pemasyarakatan. Mereka tidak dapat

dianggap sebagai bagian masyarakat

merasakan

seperti

yang terkucilkan. Efek lain yangtimbul

Lembaga

adalah adanya tekanan-tekanan batin

tinggal

kehidupan

di

luar

kebebasan
di

Pemasyarakatan.

luar

Kondisi

ini

selama berada dalam hukuman penjara.

dikemukakan Mulyadi (2005) sebagai

Kondisi-kondisi

akibat

memunculkan

bahwa

pidana

penjara

2

tersebut

dapat

kecenderungan-

kecenderungan menutup diri dan usaha

psikologis. Distres merupakan keadaan

lari

sakit

dari realitas

Seseorang

yang

menjadi

yang traumatik.
pernah

seorang

berstatus

narapidana

secara

fisik

dan

psikologis

yangmerupakan salah satu indikator

juga

utama dalam kesehatan mental. Distres

berdampak pada sulitnya mendapatkan

psikologisdan

kesejahteraan

kepercayaan dari masyarakat dan sulit

dipengaruhi

oleh

masyarakat,

dipercaya untuk diberitanggung jawab,

lingkungan

sekitar,

danketahanan

sehingga sulit bagi para narapidana

individu

mendapatkan pekerjaan setelah mereka

menghadapi kecemasan dan depresi.

keluar dari hukuman penjaranya.

Kaitan antara kesejahteraan psikologis

Kesejahteraan psikologis dapat

secara

dengan

dapat

mental

depresi

dalam

atau

masalah

menjadikan gambaran mengenai level

psikologislain yaitu pada efek negatif

tertinggi dari fungsi individu sebagai

psikis yang dialami individu tersebut

manusia

akanmenghambat

perkembangan

idamkannya sebagai makhluk yang

dirinya

mengakibatkan

memiliki tujuan dan akan berjuang

timbulnya

untuk tujuan hidupnya (Snyder dan

sehingga

Lopez, 2002). Individu yang merasa

adanya tanpa ada usahadari dirinya

sejahtera akan mampu memperluas

untuk membuat hidupnya menjadi

persepsinya di masa mendatang dan

lebih baik.

dan

apa

yang

diidam-

dan

dapat

ketidakberdayaan
menerima

keadaan

diri
apa

mampu membentuk dirinya sendiri

Kasus yang terjadi di Lembaga

(Fredrickson, dalam Eid & Larsen,

Pemasyarakatan Kelas II A Sragen,

2008).

menunjukkan

Adanya

perasaansejahtera

bahwa

beberapa

dalam diri akan membuat individu

narapidana

untuk mampu bertahan sertamemaknai

kualitas hidup yang baik namun juga

kesulitan

ada yang kurang mampu menunjukan

yang

dialami

sebagai

pengalaman hidupnya.
Menurut
McDowell

&

kualitas

mampu

hidupnya

Campbell

(dalam

sehingga

Newel,

1996),

kesejahteraan

menunjukan

dengan

berpengaruh

baik,

terhadap

psikologisnya.

kesejahteraan psikologis adalah suatu

Narapidana yang merasa tertekan dan

kondisi individu tanpa adanya distress

memiliki

3

pikiran-pikirannegatif

tentang

dirinya

dan

lingkungan

HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Penerimaan Diri

sekitarnya akan memperburuk keadaan
dan sulit untuk meningkatkan kualitas

Keadaan

di

awal

masa

hidupnya. Sedangkan mereka yang
mampu

menerima

memperbaiki

kenyataan,

kesalahan

dan

membenahi hidupnya, maka dapat

pembinaan

semua

informan

mengalami

beberapa

keadaan,

informan FZ mengalami kondisi

menjadi manusia yang lebih baik dan
tertekan karena merasa dirinya

diterima di masyarakat kembali

dituduh masih menyimpan uang
METODE PENELITIAN

yang banyak (Verbatim A.4) tetapi

Penelitian ini dilakukan di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Sragen.
Menggunakan

metode

penelitian

kualitatif dengan alat ukur wawancara
dan

observasi.

informan

yang

penelitian

ini

sampling.

Teknik

bahwa

pertama

informan

mampu

baik

dengan

beradaptasi
lingkungan

pada

lima

bulan

(Verbatim

A.5).

Informan GYT mengalami kondisi

purposive

Herdiansyah

menjelaskan

setelah

pemilihan

digunakan
adalah

kemudian

(2012)

drop

karena

dampak

dari

purposive

penyesuaian diri di dalam lapas

sampling adalah teknik dalam non-

(Verbatim B.4) tetapi setelah tiga

probability sampling yang berdasarkan

kepada ciri-ciri yang dimiliki oleh

bulan pertama informan mampu

subyek yang dipilih karena ciri-ciri
tersebut

sesuai

dengan

beradaptasi

tujuan

(Verbatim

B.5).

Informan LE mengalami kondisi

penelitian yang akan dilakukan. Subjek
penelitian ini adalah ke 4 subjek

sedih karena ingat anak yang

penelitian dari Devi, S.Psi tentang
ditinggal dan dititipkan ke tetangga

resiliensi, kemudian di review ulang

saat diawancarai terlihat sedih dan

dan di teliti kembali menggunakan
tema Kesejahteraan Psikologis.

termenung (Verbatim C.1/ C.2/

4

C.3/ C.4/ C.6) tetapi kemudian

penerimaan diri mengandung arti

setelah empat bulan awal informan

sebagai sikap yang positif terhadap

mampu

(Verbatim

diri sendiri.Sikap positif ini adalah

mengalami

mengenali dan menerima berbagai

kondisi sedih karena tidak merasa

aspek dalam dirinya, baik yang

bersalah atas kasusnya (Verbatim

positif

no D.1/ D.2/ D.3/ D.4) tetapi

memiliki perasaan positif terhadap

kemudian setelah lima bulan awal

kehidupan masa lalunya.

C.7).

beradaptasi
Informan

informan

SS

mampu

beradaptasi

ragam

ini

negatif,

serta

2. Hubungan Yang Positif Dengan

(Verbatim D.6). Dari kondisi yang
beraneka

maupun

Orang Lain

informan

Hasil

penelitian

tentang

mengalami masa adaptasi yang

hubungan

harus dilalui, masa penerimaan diri

bahwa beberapa informan memiliki

atas pembinaan ini adalah rentang

hubungan

waktu tiga bulan sampai enam

sesama NAPI tetapi juga ada

bulan.

Semua

sudah

informan menutup diri terhadap

mulai

bisa

dan

lingkungan sosialnya. Informan FZ

ini

memiliki sikap rendah hati dan

dari

memiliki hubungan sosial yang

sebagai

baik, terbukti dari sikap informan

mengenali
adalah

beradaptasi
lingkungannya,

upaya

menjadikan
pelajaran

informan

informan

masa
hidup

lalu
dan

mau

yang

sosial

yang

tidak

menunjukkan

baik

berlebihan

terhadap

dalam

memperbaiki diri. Ryff (1989)

bersikap dan menjalin komunikasi

mengungkapkan

yang baik dengan sesama NAPI

bahwa

5

(Verbatim A.14/ A.18). Informan

menolong.Sedangkan

GYT memiliki hubungan baik

informan LE memiliki hubungan

dengan NAPI lain seperti saling

kurang baik terhadap lingkungan

menghargai sesama dan saling

sekitarnya,

menolong (Verbatim B.10/ B.16/

memilih untuk menutup diri. Ryff

B.17).

(1989)

Informan

LE

memiliki

untuk

karena

informan

mengungkapkan

bahwa

hubungan baik dengan NAPI lain

dimensi hubungan yang positif

dan petugas lapas, terbukti seperti

dengan orang lain sebagai dimensi

sering berbincang kepada sesama

yang mencerminkan kemampuan

teman, sering cerita ketika ada

seseorang

masalah (Verbatim C.12/ C.15/

hubungan

C.16/ C.22). Informan SS lebih

mempercayai,

memilih menutup diri terhadap

mempedulikan

lingkungan sosialnya, dikarenakan

kesejahteraan pihak lain. Menurut

informan

kecemburuan

Ryff, kemampuan seseorang untuk

sosial di dalam lapas sangat tinggi

menjalin hubungan yang positif ini

(Verbatim D.10/D.13/D.14/D.15).

juga dicirikan oleh adanya empati,

Dari ke empat subjek diketahui

afeksi, dan keakraban, serta adanya

subjek FZ,GYT, dan LE memiliki

pemahaman untuk saling memberi

hubungan baik dengan sesama

dan menerima.

merasa

narapidana ataupun pembina lapas,

menghargai

dan

yang

menjalin

hangat,

saling

dan

saling

kebutuhan

serta

3. Penguasaan lingkungan

dilihat dari upaya ketiga informan
untuk

untuk

Sebagian

saling

mengalami

6

situasi

informan
stres

yang

menekan, tidak hanya pada masa

dalam upaya mengatasi stress,

awal

tetapi dalam upayanya itu sering

menghuni

Pemasyarakatan,

Lembaga
namun

hal

kali informan memikirkan anaknya

tersebut dalam waktu tertentu juga

yang

dirasakan subjek ketika mereka

tetanganya.

merasa jenuh dengan kegiatan di

membuat informan menjadi depresi

Lapas,

memikirkan

dikarenakan

dirinya

dan

keadaan

keluarga,

sedang

tinggal
Kondisi

selalu

bersama
demikian

terbayang-

dan

bayang kondisi anak (Verbatim

menyesali kesalahan di masa lalu

C.10/ C.21/ C.23). Informan SS

membuat mereka mengalami stres.

melakukan

kegiatan

Informan FZ dalam mengatasi stres

mengatasi

stress,

lebih banyak melakukan kegiatan

menyongket

yang disarankan oleh pihak lapas,

(Verbatim D.11). Dari keempat

diantaranya ikut pengajian, ikut

subjek, ketiga subjek FZ,GYT dan,

senam,

yang

SS dalam upaya mengatasi stress

perpustakaan

mereka melakukan kegiatan seperti

membaca

difasilitasi

oleh

buku

dan

untuk
seperti

membuat

tas

keliling dari kabupaten (Verbatim

olahraga,

A.11/ A.12/ A.19). Informan GYT

Upaya ini dilakukan agar mereka

lebih banyak melakukan ibadah

mampu mengatur emosi dengan

untuk mengatasi keadaan stress,

baik

seperti rajin sholat dan rajin dzikir

Informan LE berupaya mengatasi

(Verbatim

LE

stress dengan melakukan kegiatan

melakukan kegiatan menjahit tas

membuat tas tetapi selalu ingat

B.8).

Informan

7

dan

mengikuti

stabil.

pengajian.

Sedangkan

anak

dan

membuat

kondisi

yang

selaras

informan menjadi depresi. Dimensi

jiwanya.

ini menggambarkan adanya suatu

4. Tujuan hidup

perasaan kompeten dan penguasaan
dalam

mengatur

dengan

Mayoritas

kondisi

narapidana

lingkungan,

memiliki keyakinan pada dirinya

memiliki minat yang kuat terhadap

bahwa mereka mampu menjadi

hal-hal

dan

individu yang lebih baik dengan

berbagai

usaha yang ia lakukan untuk

mampu

memperbaiki diri, merespon dan

di

berpartisipasi
aktivitas

luar

diri,

dalam
serta

mengendalikannya. Menurut Ryff,

menyelesaikan

orang yang memiliki penguasaan

muncul. Masalah yang menimpa

lingkungan adalah orang

yang

mereka dan keadaan sekarang yang

dan

mereka jalani merupakan titik balik

memiliki
kompetensi

kemampuan
untuk

mengatur

dari

kesalahan

masalah

di

masa

yang

lalu,

lingkungannya. Individu seperti ini

kesempatan

keadaan

mampu mengendalikan kegiatan-

mewajibkan

bersikap

kegiatannya

kompleks

berperilaku baik sebagai sarana

dapat

untuk mendekatkan diri kepada

kesempatan-

Tuhan Yang Maha Esa sehingga

ada

mereka yakin suatu saat akan

sekalipun.Ia

yang
juga

menggunakan
kesempatan

yang

secara

yang
dan

efektif, dan mampu memilih, atau

berhasil

bahkan menciptakan lingkungan

memberbaiki diri dan memperoleh

dan

sukses

dalam

kehidupan yang lebih baik. Seperti

8

yang diungkapkan oleh ke empat

senang dan memiliki optimisme

informan FZ, GYT, LE, SS mereka

untuk

ingin

kehidupan,

mereka yang baru. Ryff (1989)

menjadi manusia yang baik, serta

mengungkapkan bahwa orang yang

ingin kembali kepada keluarga

memiliki tujuan hidup adalah orang

dengan kondisi yang baik pula.

yang memiliki keterarahan dan

Informan

tujuan-tujuan yang hendak dicapai

memperbaiki

FZ

tidak

ingin

menyambut

kehidupan

mengulangi perbuatannya lagi dan

dalam

ingin menata hidupnya (Verbatim

keyakinan dan pandangan tertentu

A.24). Informan GYT tidak ingin

yang dapat memberikan arah dalam

mengulangi

lagi,

hidupnya. Selain itu, individu ini

ingin menunjukan perubahan hidup

juga menganggap bahwa hidupnya

dan ingin kembali ke keluarganya

itu bermakna dan berarti, baik di

(Verbatim B.23/ B.24). Informan

masa lalu, kini, maupun yang akan

LE

datang.

perbuatannya

ingin

membesarkan
bebas

nanti

merawat

dan

dirumah

sebelum

Individu

Ia

ini

memiliki

memiliki

anaknya

setalah

perasaan menyatu, seimbang, dan

(Verbatim

C.20).

terintegrasinya bagian-bagian diri.

Informan SS ketika bebas nanti
ingin

hidupnya.

terlebih

mencari

Informan

dahulu

kesejahteraan

yang memiliki

psikologis

adalah

pekerjaan

yang memiliki Penerimaan diri

(Verbatim D.21). Ketika mereka

yang baik, Hubungan yang positif

diwawancarai

dengan orang lain, Penguasaan

tentang

harapan

hidup, rata-rata mereka terlihat

lingkungan,dan Tujuan hidup.

9

. Informan yang memiliki
kesejahteraan

lingkungan maka memiliki dampak

psikologis

pada buruknya pola hubungan

dibuktikan dari mampu beradaptasi

dengan orang lain, mudah memiliki

dengan lingkungannya, memiliki

rasa cemas dan depresi.

hubungan sosial yang kemudian
mampu

terciptanya

sosial,

memiliki

mengatur

Berdasarkan

dukungan
cara

dirinya

kesejahteraan

untuk

narapidana

terhadap

dinamika

psikologis
di

atas,

pada
keadaan

psikologis informan yang memiliki

lingkungannya dan memiliki tujuan

faktor

hidupyang baik.

yaitu mampu beradaptasi dengan

Informan

psikologis

tidak

lingkungan , memiliki hubungan

memiliki kesejahteraan psikologis

positif dengan orang lain, memiliki

adalah mereka yang tidak memiliki

cara dalam penguasaan lingkungan,

hubungan sosial yang baik dan

dan memiliki tujuan hidup hidup.

tidak

memiliki

yang

kesejahteraan

cara

dalam

Dari penelitan diatas menunjukkan

penguasaan lingkungan.

Subjek

adanya perbedaan yang dirangkum

yang tidak memiliki hubungan

berdasarkan hasil wawancara dan

sosial yang baik tidak mampu

observasi penelitian bahwa subjek

mencapai kebahagiaan insaninya,

narapidana

karena setiap orang membutuhkan

kesejahteraan psikologis, mereka

orang lain untuk kerjasama dan

mampu menerima keadaan diri

berinteraksi. Informan yang tidak

selama

memiliki cara dalam penguasaan

hubungan baik dengan narapidana

10

di

yang

lapas,

memiliki

memiliki

lain seperti berbagi tugas, saling

kerjasama dan berinteraksi, tidak

mengingatkan,

saling

memberi

memiliki cara dalam penguasaan

dukungan,

kemudian

memiliki

lingkungan maka berdampak pada

hubungan

yang

dengan

buruknya pola hubungan dengan

petugas lapas, memiliki upaya

orang lain, mudah memiliki rasa

untuk dekat dengan Tuhan Yang

cemas dan depresi.

baik

Maha Esa, selain itu juga mendapat
dukungan

dengan

KESIMPULAN

keluarga.

Kesejahteraan Psikologis pada
Memiliki

tujuan

hidup

yang
narapidana muncul apabila mereka

senantiasa

memberikan

harapan
memiliki penerimaan diri yang baik,

untuk mereka lebih baik dan
memiliki hubungan positif dengan
harapan menjadi manusia yang
sukses.

Sedangkan,

orang lain,

memiliki

cara

penguasaan

lingkungan,

dalam

subjek
sehingga

narapidana yang tidak memiliki
mampu menciptakan keadaan sesuai
kesejahteraan psikologis, mereka
kondisi jiwanya, serta memiliki tujuan
yang tidak memiliki hubungan
hidup untuk lebih baik dan tidak
sosial yang baik dan tidak memiliki
mengulangi

perbuatan

itu

lagi.

yang

tidak

cara dalam penguasaan lingkungan.
Sedangkan
Subjek

yang

tidak

narapidana

memiliki
memiliki

kesejahteraan

psikologis,

hubungan sosial yang baik tidak
mereka yang tidak memiliki hubungan
mampu

mencapai

kebahagiaan
sosial yang baik dan tidak memiliki

insaninya, karena setiap orang
cara dalam penguasaan lingkungan.
membutuhkan orang lain untuk
Subjek yang tidak memiliki hubungan

11

sosial

yang

mencapai

baik

tidak

kebahagiaan

terhadap lingkungan semakin baik,

mampu

kemudian

insaninya,

menjalin

hubungan

karena setiap orang membutuhkan

yang baik terhadap sesama napi

orang

karena hubungan baik dengan

lain

untuk

kerjasama

dan

berinteraksi, tidak memiliki cara dalam

sesama

penguasaan

perasaan saling menghargai, saling

berdampak

lingkungan
pada

maka

buruknya

akan

memiliki

pola

dan

menimbulkan

akhirnya

sikap

lain,serta

empati dan tolong-menolong akan

mudah memiliki rasa cemas dan

selalu mereka terapkan, selain itu

depresi.

juga untuk mengurangi rasa cemas

SARAN

ataupun keadaan tertekan selama

hubungan

dengan

Berdasarkan

orang

hasil

penelitian

menjalani

yang telah dilakukan, maka peneliti

dalam

berbagai pihak, sebagai berikut:
Bagi

subjek

yang
2.

Pemasyarakatan Kelas IIA Sragen
untuk

mengikuti

beribadah

narapidana

dan

kepada

penerimaan

kondisi

psikologis
seperti

memaksimalkan peran petugas di
lapangan untuk berinteraksi lebih

Tuhan Yang Maha Esa agar
mental

masa

Bagi Lembaga Pemasyarakatan

melihat

Pembina lapas, kemudian selalu
dan

pengurangan

mudah

Kelas II A Sragen untuk lebih

kegiatan yang di sarankan oleh

berdoa

supaya

hukuman.

menjadi warga binaan di Lembaga

disarankan

lapas

diberikan

penelitian

Serta

mematuhi peraturan yang ada di

mengajukan beberapa saran untuk

1.

hukuman.

dalam kepada narapidana supaya

diri

12

narapidana merasa lebih baik dan

Compton, W.C. 2005. Introduction to
Positive Psychology. New York:
Thomson Wodsworth. Diener, E.
& Suh, E.M. 2000. Culture and
Subjective Well Being. MIT
Press. Diener, E. dkk. 1999.
Subjective Well Being : Three
Decades of Progress.

menerima serta memiliki tujuan
hidup yang benar-benar mereka
inginkan.

DAFTAR PUSTAKA
Alsa,

Creswell, J. W. (2012). Reseach design
pendekatan kualitatif, kuantitatif,
dan mixed. Yogyakarta: Pustaka
PelajarNeuman, W. L. (2007).
Basic of social research:
Qualitative and quantitative
qpproaches, second edition.
Pearson Education, Inc.Weiner,
I.
(2003).
Handbook
of
psychology vol.02: Research
methods in psychology. John
Wiley & Son Inc: New Jersey

A.
(2003).
Pendekatan
Kuantitatif,
Kualitatif Serta
Kombinasinya Dalam Penelitian
Psikologi. Yogyakarta: Pustaka
Belajar.

Azani.
(2012).
Gambaran
Psychological
WellBeing
Mantan Narapidana. Empathy , 1
(01), 1-18.

Devi (2015). Resiliensi Narapidana
Dewasa
Di
Lembaga
Pemasyarakatan
Klas
IIA
Sragen.
Skripsi.
Fakultas
Psikologi. UMS

Azani.
(2012).
Gambaran
Psychological
WellBeing
Mantan Narapidana. Empathy , 1
(01), 1-18.
Baron, R. A., & Byrne, D. (2004).
Psikologi Sosial, Edisi 10.
Jakarta: Erlangga.

Faisal, Sanapiah. 1990. Penelitian
Kualitatif
Dasar-dasar
dan
Aplikasi. Malang: Yayasan Asih
Asah Asuh Malang (YA3
Malang)

Bradburn, Norman F. 1969. The
Structure of Psychological WellBeing.
Chicago:Aldine Pub.
Co

Fransisca Iriani, Ninawati (2005).
Gambaran
Kesejahteraan
Psikologis Pada Dewasa Muda
Ditinjau Dari Pola Attachment.
Jurnal Psikologi Vol. 3 No. 1,
Juni 2005

Bukhori, Baidi (2012). Hubungan
Kebermaknaan
Hidup
Dan
Dukungan
Sosial
Keluarga
Dengan
Kesehatan
Mental
Narapidana. Jurnal Ad-Din, Vol.
4, No.1

Herdiansyah, H. (2012). Metodologi
Penelitian Kualitatif untuk IlmuIlmu Sosial. Jakarta: Salemba
Humanika.

13

Hurlock, E. B. (2004). Psikologi
Perkembangan
Suatu
Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan
Edisi
Kelima.
Jakarta: Erlangga.

Patilima, H. (2005). Metode Penelitian
Kualitatif.
Bandung:
CV.
Alfabeta.
Psychological Bulletin, 2: 276-302.
Eid, M. & Larsen, R.J. 2008.The
Science
ofSubjective
Well
Being. New York: The Guilford
Pres.
Kahneman,
D.
&
Krueger,
A.B.
2006.
Developments
in
the
Measurement of Subjective Well
Being. Journal of conomic
Perspectives, 20: 3-24.

Kemenkumham. (2010). UndangUndang Nomor 12 Tahun 1995
Tentang
Pemasyarakatan.
Retrieved April 19, 2014, from
http://
www.kemenkumham.go.id/attac
hments/article/167/uu12_1995.p
df

Robinson, J.P., & F.M. Andrews.
(1991). Measures of Subjective
Well-Being in Robinson, John,
P., Shaver, Philip R., &
Wrigthman,
Lawrence.
(1991).Measures of Personality
and
Social
Psychological
Attitudes. Academic Press, Inc:
61-114

Kristanto, A. D. (2015, Januari 15).
Kehidupan Narapidana LP Klas
IIA Sragen. (R. R. Devi,
Pewawancara)
Lightsey, O. (2008). Resilience
Meaning and Well- Being.
Journal
of
Counseling
Psychologist Association , 34,
96- 107.

Russell, J.E.A. 2008. Promoting
Subjective Well-Being at Work.
Journal of Career Assessment,
16: 118-132.

Mohino, Susan, et al. 2004. Coping
Strategies in Young Male
Prisoners. Journa of Youth and
Adolescent, Vol 33, page 41

Ryff, C. D. 1989. Psychological WeilBeing in Adult Life. Journal of
Psychological Science, Vol. 4,
No. 4 (Aug., 1995), pp. 99-104

Munandar, A.S. 2001. Psikologi
Industri dan Organisasi. Jakarta:
UI Press. Pannen, P. 2005.
Pendidikan
sebagai
Sistem.
Jakarta: Pusat Antar Universitas
Untuk
Peningkatan
dan
Pengembangan
Aktivitas
Instruksional
Universitas
Terbuka (PAUPPAI-UT)

Ryff, C. D. (1989). Happiness is
everything, or is it? exploration
on the meaning of Psychological
Well-being.
Journal
of
Personality
and
SocialPsychology, 57, 6, 1069 –
1081

14

Ryff & Keyes, C. L. M. (1995). The
structure of psychological wellbeing Revisited. Journal of
Personality
and
Social
Psychology, 69, 4, 719 – 727

Sarosa,
S.
(2012).
Penelitian
Kualitatif,
DasarDasar.
Jakarta: PT. Indeks.
Sarwono, J. (2006). Metode Penelitian
Kuantitatif
&
Kualitatif.
Yogyakarta: Graha Ilmu.

Ryff & Burton. 2006. Know thyself
and become what you are: a
eudaimonic
approach
to
psychological well-being.Journal
of happiness stuedies. Vol. 9. Iss:
13. page 39.

15