Studi Deskriptif Mengenai Explanatory Style Pada Anak Usia 8-12 Tahun di Panti Asuhan "X" dan "Y" Kota Bandung.

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran Explanatory Style anak
usia 8-12 tahun yang tinggal di panti asuhan ”X” dan ”Y” kota Bandung.
Explanatory style adalah cara seseorang menjelaskan peristiwa baik (good
events) atau peristiwa buruk (bad events) terjadi pada dirinya.Terdapat tiga dimensi
yaitu permanence, pervasiveness, dan personalization. Bahasan pervasiveness
tentang ruang lingkup suatu peristiwa yaitu menyeluruh (global) atau khusus
(spesific). Bahasan personalization yaitu siapa penyebab dari suatu peristiwa, dirinya
sendiri (internal) atau orang lain dan lingkungan (external).
Rancangan penelitian memakai metode deskriptif dengan teknik survei.
Variabel penelitian adalah Explanatory Style. Alat ukur yang digunakan, Children
Attributional Style Questionnaire yang dikembangkan Nadine Caslow dan Richard
Tanenbaum (1980), terdiri dari 48 pertanyaan. Sampel 30 anak usia 8-12 tahun yang
tinggal di panti asuhan “X” dan ”Y”kota Bandung. Data yang diperoleh berupa
skala ordinal yang diolah secara deskriptif parametrik.
Hasil penelitian adalah 18 anak yang pesimis dan 12 anak yang optimis.
Kesimpulanny terdapat tiga faktor yang mempengaruhi Explanatory Style anak yaitu
mother’s explanatory style, adult criticism, dan children’s life crisis. Saran untuk
penelitian berikutnya, melakukan penelitian lanjutan mengenai faktor-faktor lain
yang mempengaruhi Explanatory Style anak panti asuhan dan mengambil jumlah

responden dengan rentang usia yang lebih luas agar mendapat kekhasan yang lebih
jelas mengenai gambaran Explanatory Style. Saran bagi pengasuh untuk
menanamkan Explanatory Style optimis dengan mengajarkan anak melihat
konsekuensi langsung dari tindakan yang dilakukan, membiarkan anak
menyelesaikan masalahnya, mengkritik anak dengan akurat, dan mendampingi anak
ketika mengalami kesulitan.

i

DAFTAR ISI
Lembar Judul
Lembar Pengesahan
Abstrak ......................................................................................................

i

Kata Pengantar .........................................................................................

ii


Daftar Isi ....................................................................................................

v

Daftar Skema.............................................................................................

viii

Daftar Tabel ..............................................................................................

ix

Daftar Lampiran.......................................................................................

x

BAB I PENDAHULUAN………………………………………….....…

1


1.1

Latar Belakang Masalah…………………………………….…… 1

1.2

Identifikasi Masalah……………………………………….……..

1.3

Maksud dan Tujuan Penelitian……………………………….….. 10
1.3.1 Maksud Penelitian………………………………….…….

9

10

1.3.2 Tujuan Penelitian…………………………………….…... 10
1.4


Kegunaan Penelitian…………………………………….……….. 10
1.4.1 Kegunaan Teoretis………………………………….……. 10
1.4.2 Kegunaan Praktis………………………………….……... 11

1.5

Kerangka Pikir……………………………….........…….……….. 11

1.6

Asumsi.......................…………………………….…….………... 18

ii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………...……... 19
2.1

Explanatory style............................................................................. 19
2.1.1 Definisi Explanatory style................................................... 19
2.1.2 Pembentukan Explanatory style.......................................... 21

2.1.3 Dimensi Explanatory style.................................................. 22
2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Explanatory Style........ 24

2.2

Middle Childhood............................................................................ 26
2.2.1 Tugas Perkembangan Anak Middle Childhood................... 26
2.2.2

2.3

Perkembangan Kognitif, Moral, dan Fisik............................ 27

Panti Asuhan...................................................................................... 30
2.3.1 Definisi Panti Asuhan............................................................ 30
2.3.2

Definisi Anak Panti Asuhan.................................................. 31

2.3.3 Kriteria Anak yang Dirawat di Panti Asuhan........................ 31

2.3.4 Sifat Pelayanan Panti Asuhan............................................... 32
2.3.5

Sistem Pengasuhan di Panti Asuhan...................................... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……………………………..

36

3.1

Rancangan Penelitian…………………………………………….

36

3.2

Variabel Penelitian dan Definisi Operasional…………...……….

37


3.2.1 Variabel Penelitian……………………………………….. 37
3.2.2 Definisi Operasional………………………...…………… 37
3.3

Alat Ukur………………………………………………………… 39
3.3.1 Alat Ukur Children Attributional Style Questionnaire...…. 39
3.3.2 Prosedur Pengisian........……….…………………………

41

3.3.3 Sistem Penilaian.................................................................

41

iii

3.4

3.5


3.6

Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur.............................................

43

3.4.1 Validitas Alat Ukur..…………………………………….

43

3.4.2 Reliabilitas Alat Ukur……………………………………

45

3.4.3 Data Pribadi dan Data Penunjang………………………..

47

Populasi dan Teknik Sampling…………………………………..


47

3.5.1 Populasi Sasaran................................................................

47

3.5.2 Karakteristik Sampel ......................................................

48

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel.................................................

48

Teknik Analisis Data.....................................................................

48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................ 49

4.1. Gambaran Responden ......................................................................... 49
4.2. Hasil Penelitian ................................................................................... 50
4.3. Pembahasan Hasil Penelitian .............................................................. 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.................................................... 55
5.1. Kesimpulan ......................................................................................... 55
5.2. Saran ................................................................................................... 56
5.2.1. Saran Penelitian Lanjutan ................................................................ 56
5.2.2. Saran Guna Laksana ........................................................................ 56

Daftar Pustaka ......................................................................................... xi
Daftar Rujukan ........................................................................................ xii
Lampiran

iv

DAFTAR SKEMA (skema atau bagan?)

Bagan 1.5


Kerangka Pemikiran..........................................................

17

Bagan 3.1

Rancangan Penelitian........................................................

36

v

DAFTAR TABEL

Tabel 3.3.1

Tabel Kisi-kisi Explanatory Style......................................... 40

Tabel 3.3.3

Tabel Nilai Children Attributional Style Questionnaire........ 43

Tabel 4.1 Tabel Persentase Berdasarkan Jenis Kelamin…………………… 49
Tabel 4.2 Tabel Persentase Berdasarkan Usia…………………………….. 50
Tabel 4.3 Gambaran Responden Ditinjau Dari Dimensi Permanence……… 50
Tabel 4.4 Gambaran Responden Ditinjau Dari Dimensi Pervasiveness……. 51
Tabel 4.5 Gambaran Responden Ditinjau Dari Dimensi Personal………….. 51
Tabel 4.6 Hasil Explanatory Style Anak Panti Asuhan……………………. 52
Tabel 4.7 Gambaran Explanatory Style pada Good Events………………….. 52
Tabel 4.8 Gambaran Explanatory Style pada Bad Events…………………… 52

DAFTAR LAMPIRAN

vi

Lampiran Alat Ukur………………………………………………………58

vii

KUESIONER PLANNED BEHAVIOR

PETUNJUK PENGISIAN
Pada halaman berikut ini terdapat sejumlah pertanyaan yang diakhiri
dengan 2 kata yang berlawanan. Di antara kedua kata yang berlawanan tersebut
terdapat 7 kemungkinan jawaban. Kemungkinan jawaban tersebut adalah sebagai
berikut:
1 = sangat

: jika saudara merasa kata di sebelah kiri tersebut sangat sesuai
dengan diri saudara

2 = cukup

: jika saudara merasa kata di sebelah kiri tersebut cukup sesuai
dengan diri saudara

3 = agak

: jika saudara merasa kata di sebelah kiri tersebut agak sesuai
dengan diri saudara

4 = netral

: jika saudara merasa kata di sebelah kiri dan kanan tidak sesuai
dengan diri saudara

5 = agak

: jika saudara merasa kata di sebelah kanan tersebut agak sesuai
dengan diri saudara.

6 = cukup

: jika saudara merasa kata di sebelah kanan tersebut cukup sesuai
dengan diri saudara

7 = sangat

: jika saudara merasa kata di sebelah kanan tersebut sangat sesuai
dengan diri saudara

Perhatikan setiap pernyataan dengan teliti dan lingkari jawaban yang sesuai
dengan diri saudara.
Contoh:
Berbelanja pakaian baru setiap minggu adalah:
Baik:_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_:Buruk
●Jika saudara berpikir bahwa berbelanja pakaian baru setiap minggu sangat baik,
maka lingkarilah angka 1 seperti di bawah ini:
1
Baik:_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_:Buruk
●Jika saudara berpikir bahwa berbelanja pakaian baru setiap minggu cukup baik,
maka lingkarilah angka 2 seperti di bawah ini:
2
Baik:_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_:Buruk
● Jika saudara berpikir bahwa berbelanja pakaian baru setiap minggu agak baik,
maka lingkarilah angka 3 seperti di bawah ini:
3
Baik:_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_:Buruk
● Jika saudara berpikir bahwa berbelanja pakaian baru setiap minggu nertal, maka
lingkarilah angka 4 seperti di bawah ini:
4
Baik:_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_:Buruk

● Jika saudara berpikir bahwa berbelanja pakaian baru setiap minggu agak buruk,
maka lingkarilah angka 5 seperti di bawah ini:
Baik:_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_:Buruk
5
●Jika saudara berpikir bahwa berbelanja pakaian baru setiap minggu cukup buruk,
maka lingkarilah angka 6 seperti di bawah ini:
6
Baik:_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_:Buruk
● Jika saudara berpikir bahwa berbelanja pakaian baru setiap minggu sangat
buruk, maka lingkarilah angka 7 seperti di bawah ini:
Baik:_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7__:Buruk
7

1.

Bagi saya menggunakan alat kontrasepsi merupakan hal yang....
Baik :_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_: Buruk

2.

Saya berencana untuk selalu menggunakan alat kontrasepsi...
Sesuai :_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_: Tidak Sesuai
Dengan diri saya

3.

Keluarga menuntut saya
Harus :_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_: Tidak Harus
Menggunakan alat kontrasepsi

4.

Bagi saya menggunakan alat kontrasepsi merupakan hal yang...
Mudah :_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_: Sulit

5.

Teman-teman saya menuntut saya
Harus :_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_: Tidak Harus
Menggunakan alat kontrasepsi

6.

Saya...
Akan :_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_: Tidak Akan
Mencoba untuk menggunakan alat kontrasepsi

7.

Suami menuntut saya
Harus :_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_: Tidak Harus
Menggunakan alat kontrasepsi

8. Bagi saya menggunakan alat kontrasepsi merupakan hal yang....
Penting :_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_: Tidak Penting

9. Saya sendiri yang memutuskan untuk menggunakan alat kontrasepsi...
Setuju :_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_: Tidak Setuju

10. Bagi saya menggunakan alat kontrasepsi merupakan hal yang....
Menyenangkan :_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_: Tidak Menyenangkan

11. Saya yakin, jika saya mau saya dapat menggunakan alat kontrasepsi...
Benar :_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_: Salah

12. Saya....
Akan :_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_: Tidak Akan
Berusaha menggunakan alat kontrasepsi

13. Bagi saya menggunakan alat kontrasepsi merupakan hal yang...
Menarik :_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_: Membosankan

14. Saya berniat untuk menggunakan alat kontrasepsi....
Setuju :_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_: Tidak Setuju

15. Bagi saya menggunakan alat kontrasepsi merupakan hal yang...
Mungkin :_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_: Tidak Mungkin

16. Bidan menuntut saya
Harus :_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_: Tidak Harus
Menggunakan alat kontrasepsi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak adalah unit terkecil yang
berpengaruh besar dalam perkembangan diri anak. Perkembangan anak menjadi optimal
dengan keterlibatan orang tua atau significant others di dalam kehidupannya.
Kelangsungan hidup, tumbuh kembang, perlindungan, dan partisipasi merupakan hakhak anak secara universal yang dijamin melalui Konvensi Hak-Hak Anak pada pasal 2,
3, dan 5. Di Indonesia pengaturan hak anak tersurat dan ditegaskan melalui UndangUndang nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak. Undang-Undang ini
menekankan bahwa orang tua merupakan lingkungan pertama dan utama yang
bertanggung jawab atas kesejahteraan anak baik jasmani, rohani, maupun sosial.
Pada kenyataannya terdapat anak yang kurang beruntung yang tidak bisa dirawat
oleh orang tuanya, diantaranya terdapat anak yang tidak diinginkan orang tuanya, tidak
mendapat pendidikan yang memadai, dan karena suatu sebab tidak bisa dirawat oleh
orang tuanya sendiri. Anak-anak dengan kriteria tersebut dirawat pemerintah dengan
program pengasuhan di panti asuhan.
Pelaksanaan pengasuhan di panti asuhan ditemukan sangat kurang dari yang
diharapkan (http://www.depsosri.com, Maret 2009). Hampir semua fokus ditujukan

1

2

untuk memenuhi kebutuhan kolektif, khususnya kebutuhan materi sehari-hari sementara
kebutuhan emosional dan pertumbuhan anak-anak tidak dipertimbangkan. Sekali anakanak memasuki panti asuhan, mereka diharapkan untuk tinggal di sana sampai lulus
SLTA. Meskipun pemerintah menyediakan dana yang substansial untuk semua panti
asuhan yang terakses, namun rendahnya standar minimum pengasuhan dan juga sistem
lisensi panti asuhan menunjukkan bahwa dukungan ini tidak menghasilkan pengasuhan
yang profesional dan berkualitas (http://www.depsosri.com, Maret 2009).
Panti asuhan ”X” memiliki misi untuk membantu anak-anak yatim piatu yang
terlantar, anak yang ditinggalkan di panti asuhan, anak yang memiliki keterbatasan
biaya dalam mengenyam pendidikan, anak yang orang tuanya tidak bisa mengurus
karena alasan kesehatan yang tidak memungkinkan, dan anak yang orang tuanya
bercerai sehingga dirinya dititipkan di panti asuhan karena orang tuanya tidak ada yang
bersedia mengurus. Sedangkan panti asuhan ”Y” memiliki visi untuk mengusahakan
anak-anak memperoleh pendidikan yang layak agar berguna bagi nusa dan bangsa serta
misi untuk menjadikan panti asuhan sebagai lembaga kesejahteraan bagi anak-anak
terlantar dan yatim piatu. Panti asuhan ”Y” memiliki 6 orang pengasuh tetap yang
tinggal di panti dan 15 orang pengasuh tidak tetap yang pulang pada siang hari. Anakanak yang ditampung di panti asuhan ”Y” dikelompokkan kedalam tiga kelompok
antara lain anak yang berasal dari ibu yang hamil diluar pernikahan yang sah, anak
jalanan, dan anak yang orang tuanya miskin dengan surat rekomendasi dari gereja atau
RT. Anak yang diterima di panti asuhan ”Y” maksimal berusia 7 tahun dan mereka

3

harus menandatangani surat pernyataan yang isinya menyatakan bahwa mereka bersedia
dibesarkan dengan ajaran Kristiani.
Menurut salah seorang pengasuh panti asuhan ”X”, Sistem pengasuhan berbentuk
asrama dan metode pendekatan yang dilakukan bersifat individual dan kelompok.
Artinya apabila ada masalah yang pribadi, maka masalah itu akan dipecahkan antara
satu anak dengan pengasuh terdekatnya saja. Namun bila anak-anak mempunyai
masalah yang sama seperti masalah dalam belajar maka akan diselesaikan bersamasama dengan pengasuh yang lain per jenjang pendidikan. Pendekatan yang dilakukan
pengasuh di panti asuhan “Y” yaitu pengasuh bersikap seperti orang tua bagi anak
dengan menanyakan kebutuhan dan berusaha memenuhi kebutuhannya. Pengasuh
dibantu relawan-relawan mengajarkan keterampilan membuat sapu lantai, keset,
menjahit, latihan bermain alat musik, dan memasak pada anak-anak yang sudah besar
(SLTP, SLTA). Fasilitas yang disediakan di panti asuhan “Y” antara lain lapangan
olahraga dan alat musik keyboard. Untuk membantu anak dalam membina dan
membantu mengerjakan tugas sekolah, terdapat 12 orang relawan tidak tetap dan 7
orang relawan tetap yang datang secara rutin.
Selama dibesarkan di panti asuhan, anak panti asuhan mempelajari berbagai
macam keterampilan dan pengalaman hidup. Seperti keberhasilan saat mendapatkan
nilai yang memuaskan. Anak panti asuhan telah berusaha mempersiapkan dirinya
selama berbulan-bulan sebelumnya untuk menghadapi ujian. Mereka terlebih dahulu
mempelajari dirinya sendiri dan mencoba menemukan cara yang tepat untuk dapat
mengembangkan dirinya secara optimal sehingga dapat meraih target nilai. Dalam

4

proses ini juga anak panti asuhan mendapatkan masukan, nasehat, dan bimbingan dari
orang-orang disekelilingnya. Melalui pengalaman dan pengarahan tersebutlah anak akan
mengembangkan Explanatory Style-nya sendiri yang pada akhirnya akan menentukan
pembentukan Explanatory Style sepanjang hidupnya.
Pengalaman mendapatkan nilai di sekolah akan berdampak pada keterampilan
anak dalam menghadapi masalah lain dalam kehidupannya kelak. Anak panti asuhan
diharapkan telah memiliki Explanatory Style yang optimis karena nantinya anak akan
dilepas secara mandiri dalam masyarakat. Pihak panti asuhan tidak akan dapat
memberikan banyak bantuan seintensif dulu lagi. Anak panti asuhan yang sudah dewasa
harus dapat membantu dirinya sendiri dan mampu menghadapi berbagai tantangan
hidup. Kemandirian anak panti asuhan yang sudah dewasa dapat dilihat dari performa
mereka dalam bekerja. Bagaimana cara mereka menyelesaikan tugasnya dan beradaptasi
dengan segala tuntutan pekerjaan.
Panti asuhan mendukung segala aktifitas yang bermanfaat bagi anak asuh. Salah
satunya yaitu mendukung keterampilan anak dalam bidang olahraga seperti
menyediakan sarana lapangan basket, menyiapkan meja pingpong, melengkapi
keperluan olahraga seperti bola basket, ring basket, raket, dan bola pingpong. Pengasuh
juga mendukung kegiatan anak seperti bermain band, basket, dan tata boga. Permainan
band anak panti asuhan biasanya ditampilkan saat paskah. Panti asuhan menyediakan
sarana alat musik dan perlengkapan memasak.

5

Dengan tersedianya berbagai sarana pelengkap tersebut, diharapkan anak-anak
dapat mengembangkan rasa percaya dirinya dan berpikir bahwa keberhasilan (good
events) dapat diusahakan sendiri oleh anak. Melalui permainan olahraga, anak dapat
berlatih dan mendapatkan mastery (penguasaan) dari bidang yang ditekuninya. Apabila
anak telah memiliki cara pandang bahwa dirinya dapat mengusahakan keberhasilan dan
mendapatkan mastery (penguasaan), anak akan terbiasa mengembangkan explanatory
style yang optimis.
Explanatory Style adalah cara pandang yang digunakan untuk menjelaskan
peristiwa baik (good events) maupun peristiwa buruk (bad event) yang terjadi dalam
kehidupan seseorang. Dimensi yang pertama, Permanence yaitu cara pandang seseorang
untuk menjelaskan peristiwa baik (good events) maupun peristiwa buruk (bad event)
berlangsung selamanya (always) atau sementara (sometimes). Dimensi kedua disebut
Pervasiveness yaitu cara pandang seseorang untuk menjelaskan peristiwa baik (good
events) maupun peristiwa buruk (bad event) terjadi dalam satu lingkup (spesific) atau
seluruh lingkup (global) kehidupannya. Dimensi ketiga disebut Personalization yaitu
cara pandang seseorang untuk menjelaskan peristiwa baik (good events) maupun
peristiwa buruk (bad event)disebabkan oleh dirinya sendiri (internal) atau orang lain
(external). (sumbernya? Ditulis ya…)
Dampak Explanatory Style pada diri anak yaitu anak dapat melihat masalah secara
spesifik maksudnya anak dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya
untuk mengatasi masalahnya. Explanatory Style yang optimis memampukan anak untuk
berusaha mencari cara guna mengatasi masalahnya, membuat anak melihat bahwa

6

keberhasilan di bidang yang satu dapat membawa keberhasilan di bidang lainnya juga,
dan membuat anak menyadari bahwa keberhasilan dapat diusahakan oleh dirinya
sendiri. Dalam kehidupan sehari-hari anak dapat berprestasi dengan lebih baik di
sekolah maupun pekerjaan, dan jarang sakit (Seligman, 1995). Anak menyadari bahwa
dirinya memiliki semua kemampuan yang dibutuhkan untuk mengatasi masalahnya.
Sedangkan Explanatory Style yang pesimis membuat anak cepat putus asa ketika
menghadapi masalah, tidak mau berusaha menyelesaikan masalahnya karena anak
berpikir usaha apapun yg dilakukan tidak akan membawa perubahan, anak menyalahkan
dirinya sendiri secara berlebihan, dan lama kelamaan menjadi penyebab atas kegagalankegagalan selanjutnya. Bagi anak yang memang sudah memiliki explanatory style yang
optimis, akan dapat membantu anak untuk berprestasi dengan lebih baik lagi.
Dari pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembentukan Explanatory
Style sangat berpengaruh dalam kelangsungan hidup seseorang. Orang yang memiliki
Explanatory Style optimis akan terus berusaha memecahkan masalah hidupnya dan
belajar dari kesalahannya yang menjadikan mereka memperoleh keberhasilan.
Sebaliknya orang yang memiliki Explanatory Style pesimis akan jatuh berulang kali
tanpa mampu mempelajari kesalahannya secara akurat dan pada akhirnya akan
mengalami kegagalan berulang kali sepanjang hidupnya.
Explanatory style pada anak umumnya didapatkan dari ibu, Namun pada anak
panti asuhan biasanya diajarkan oleh pengasuh atau significant others. Explanatory
Style juga dapat diperoleh dari guru, pengasuh, pelatih olahraga, kakek, nenek, dan

7

orang lainnya yang menjadi significant others bagi anak. Significant others adalah
pribadi-pribadi dalam lingkungan dekat yang memberikan pengaruh psikologis pada
seseorang (Kartini Kartono, 2004). Explanatory style optimis yang diajarkan orang tua
pada anak usia sekolah akan sangat efektif (Seligman, 1995). Jika explanatory style
yang optimis diajarkan pada anak sejak kecil akan membuat seorang anak memiliki
daya tahan yang lebih baik terhadap masalah yang dihadapi (Seligman, 1995).
Setiap anak menurut jenjang pendidikannya diasuh oleh beberapa pengasuh yang
bekerjasama membimbing anak. Pengasuh berusaha menjadi teman dan orang tua bagi
anak, mengenal anak, serta layaknya orang tua yang mengetahui anaknya sedang sedih
atau senang. Selain itu anggota panti asuhan yang lebih tua kerap mengajari adikadiknya bermain basket, menjadi teman curhat, dan menjemput adik sesudah pulang les.
Peran pengasuh diringankan oleh kehadiran anggota panti asuhan yang sudah dewasa.
Mereka dapat memberikan contoh, pendampingan, dan penguatan bagi adik-adiknya.
Dalam hal akademis pun menjadi lebih terbantu karena anak panti asuhan yang lebih
kecil dapat bertanya dan dibimbing oleh anak panti asuhan yang lebih dewasa.
Berdasarkan pengamatan peneliti, hubungan yang terjalin diantara mereka dapat saling
melengkapi sesuai perannya masing-masing seperti sebuah keluarga.
Menurut salah seorang pengasuh di panti asuhan ”X”, adapun kendala yang
dihadapi adalah sulitnya mendisiplinkan waktu belajar anak karena banyak anak yang
jenjang pendidikannya beragam. Selain itu anak belum memiliki rasa tanggung jawab
untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Apabila ada tugas atau ulangan di sekolah, anak
mengatakan tidak ada tugas atau ulangan sehingga pengasuh perlu benar-benar

8

mengecek di buku tugas. Kendala lain menurut salah seorang pengasuh di panti asuhan
”X” adalah anak panti asuhan kurang mendapatkan figur ayah dan ibu karena satu orang
pengasuh mengurus beberapa orang anak.
Di samping itu kendala lain yaitu anak yang berasal dari keluarga broken home
belum bisa menerima kenyataan mengapa dirinya sampai harus dititipkan di panti
asuhan padahal orang tuanya masih ada. Anak melihat dirinya ditinggalkan di panti
asuhan dan orang tuanya tidak kunjung menjemputnya. Peristiwa anak yang
ditinggalkan oleh orang tuanya di panti asuhan adalah realitas buruk yang dialami anak
dan menyalahkan diri sendiri secara berlebihan atas penelantaran dirinya di panti
asuhan. Anak yang lebih besar dapat memandang bahwa keadaan di panti asuhan lebih
menyenangkan daripada di rumah. Sedangkan anak yang lebih kecil lebih sering
menangis ketika ditengok kerabatnya dan menangis ketika ditinggalkan. Anak yang
ditinggalkan di panti asuhan sejak bayi lebih banyak yang bisa menerima keadaannya
dan berusaha untuk maju.
Kendala pelaksanaan pengasuhan di panti asuhan ”Y” juga ditemukan kurang dari
yang diharapkan karena keterbatasan pengasuh dalam mengasuh anak-anak. Satu
pengasuh mengasuh 10 orang anak sehingga anak kurang mendapat perhatian secara
mendalam. Mereka ditempatkan dalam sebuah kamar bersama dengan pengasuhnya
yang bertanggung jawab atas kebutuhan anak sehari-hari. Menurut salah seorang
pengasuh di panti asuhan ”Y”, Pihak yayasan panti asuhan ”Y” tidak mampu merekrut
pengasuh tambahan karena keterbatasan biaya. Pengasuh mengaku kesulitan untuk
memenuhi kebutuhan anak dalam hal materi dan penyediaan makanan yang bergizi

9

karena keterbatasan biaya. Apabila pengasuh tidak dapat memberikan apa yang
diinginkan anak, kadangkala anak merasa tidak diperdulikan sehingga anak berbuat
nakal dengan memanjat tembok dan keluar malam hari secara diam-diam.
Seharusnya panti asuhan “Y” sebagai bagian dari institusi Negara mendapatkan
sumbangan dari pemerintah namun pada kenyataannya bantuan dari pemerintah tidak
sampai. Pihak yayasan panti asuhan “Y” sudah mengusahakan untun mendapatkan
haknya tapi masih belum berhasil karena ada kepentingan politik di pihak pemerintahan.
Oleh karena itu selama ini pihak yayasan hanya mengandalkan sumbangan dari pihak
donatur yang secara rutin menyumbang.
Menurut salah seorang pengasuh di panti asuhan ”Y”, Anak panti asuhan yang
dirawat di panti asuhan karena alasan kemiskinan dapat menerima keadaan dirinya dan
dapat berprestasi lebih baik di sekolah. Namun anak yang dibesarkan di panti asuhan
sejak kecil sebagian besar awalnya merasa rendah diri karena sering diejek oleh teman
sekolahnya dan prestasinya biasa saja di sekolah. Setelah diberikan nasihat oleh
pengasuh bahwa mereka harus menerima keadaan mereka dan perlu berprestasi agar
teman di sekolah berhenti mengejek, Anak panti asuhan mulai menunjukkan prestasinya
yang cemerlang. Selain prestasi di bidang akademik, Anak panti asuhan juga pernah
memenangkan perlombaan pengetahuan alkitab antar gereja dan pertandingan olahraga.
Setiap pengasuh memang telah berusaha keras untuk mendidik dan menyayangi
setiap anak asuhnya namun pada akhirnya tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat
perbedaan kasih sayang yang diberikan apabila mengasuh anak sendiri dengan

10

mengasuh anak orang lain. Hal tersebut sejalan dengan yang dikatakan oleh salah
seorang pengasuh di panti asuhan “Y”. Adakalanya ketika anak menangis dibiarkan
begitu saja oleh pengasuh apabila tidak diawasi oleh pengasuh yang memiliki jabatan
lebih tinggi (Bapak H., 10 Desember 2011).
Pelaksanaan pendidikan di panti asuhan “Y” diringankan dengan kesediaan
sekolah Kristen untuk memberikan potongan sebesar 50% dalam pembayaran uang
sekolah dan uang pembangunan. Pihak yayasan panti asuhan “Y” juga menjalin
kerjasama dengan perusahaan/perorangan yang bersedia membantu menyekolahkan
anak ke jenjang universitas dan menerima anak untuk bekerja. Anak panti asuhan yang
sudah bekerja biasanya dilepas untuk dapat berusaha sendiri namun panti asuhan
memberi kesempatan kepada anak selama 5 bulan untuk tetap tinggal di panti sampai
anak mampu membiayai diri sendiri.
Anak panti asuhan yang telah lulus SLTA diharapkan dapat meneruskan
kehidupannya secara mandiri di lingkungan masyarakat. Panti asuhan akan melepaskan
anak panti asuhan ke lingkungan masyarakat ketika lulus SLTA. Mereka diharuskan
untuk dapat menghidupi dirinya sendiri dan hidup mandiri diluar panti asuhan. Pihak
pengasuh panti asuhan menganggap bahwa anak sudah cukup dewasa untuk bekerja dan
bertanggung jawab secara penuh untuk kehidupannya sendiri. Anak panti asuhan tidak
lagi mendapatkan tunjangan secara finansial dan mereka diharapkan dapat menghidupi
kebutuhannya sehari-hari dari pekerjaan yang ditekuninya (Bapak H., 10 Desember
2011).

11

Setelah lulus SLTA anak panti asuhan akan dihadapkan pada dua pilihan yaitu
bekerja atau melanjutkan sekolah di perguruan tinggi. Biasanya panti asuhan
bekerjasama dengan pihak-pihak perusahaan untuk menyalurkan anak panti asuhan
menjadi tenaga kerja. Apabila ada perusahaan yang bersedia untuk memberikan
beasiswa maka anak panti asuhan dapat mengenyam pendidikan di perguruan tinggi.
Namun jumlah anak panti asuhan yang dapat mengenyam jenjang perguruan tinggi
jumlahnya sangatlah sedikit. Oleh karena itu anak panti asuhan diharapkan berpegang
pada kemampuannya sendiri dan mengusahakan penghidupannya sendiri. Keterampilan
diri dan daya juang yang tinggi sangat diperlukan dalam rangka mengusahakan
penghidupan yang layak bagi dirinya sendiri.
Pada akhirnya anak panti asuhan akan dilepas sendirian ke dalam lingkungan
masyarakat. Oleh karena itu setiap anak perlu memiliki bekal berupa pertahanan diri
yang kuat meliputi kemampuan untuk dapat mengatasi hambatan, keterampilan untuk
mengatasi masalah, dan daya tahan untuk bangkit kembali setelah mengalami
kegagalan. Keterampilan untuk bertahan hidup itulah yang diharapkan dapat menjadi
bekal yang dimiliki anak panti asuhan untuk kelangsungan hidupnya sendiri. Semua
kemampuan tersebut diharapkan telah didapatkan selama tinggal di panti asuhan.
Namun karena keterbatasan pengasuh dan kurangnya pengawasan, adakalanya
kemampuan-kemampuan tersebut kurang memadai guna mempersiapkan diri mereka
terjun di lingkungan masyarakat.

12

Berdasarkan fenomena yang ada, Peneliti tertarik untuk mengetahui explanatory
style pada anak usia 8-12 tahun yang tinggal di panti asuhan ”X” dan ”Y” kota
Bandung.
1.2 Identifikasi Masalah
Bagaimana Explanatory Style pada anak usia 8-12 Tahun di Panti Asuhan”X” dan ”Y”
kota Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian
Untuk mengetahui gambaran Explanatory Style pada anak usia 8-12 Tahun di Panti
Asuhan”X” dan ”Y” kota Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian
Untuk mendapatkan data mengenai Explanatory Style pada Anak Usia 8-12 Tahun di
Panti Asuhan ”X” dan ”Y” kota Bandung dan kaitannya dengan faktor-faktor lain yang
dapat memunculkan Explanatory Style.

1.4 Kegunaan Penelitian

13

1.4.1 Kegunaan Teoretis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi ilmu Psikologi
Perkembangan dan Sosial mengenai explanatory style pada anak usia 8-12 tahun yang
tinggal di panti asuhan ”X” dan ”Y” kota Bandung.
2. Sebagai tambahan wawasan dan gagasan penelitian bagi peneliti lain yang akan
melakukan penelitian lebih lanjut mengenai explanatory style pada anak panti asuhan.

1.4.2 Kegunaan Praktis
1. Memberikan informasi kepada orang tua, guru, dan pengasuh Panti Asuhan ”X” dan
”Y” mengenai explanatory style agar berguna untuk pengembangan diri anak-anak di
panti asuhan tersebut melalui pengadaan seminar kecil kepada pengasuh.
2. Memberikan informasi kepada anak panti asuhan ”X” dan ”Y” mengenai explanatory
style

agar berguna untuk pengembangan diri anak-anak di panti asuhan tersebut

melalui pengadaan seminar kecil kepada anak panti asuhan.

1.5 Kerangka Pemikiran

14

Menurut Erikson (Dalam John S. Dacey dan John F. Travey, 2002), Anak usia
8-12 tahun mulai meniru figur ideal dan memperoleh informasi yang dibutuhkan serta
keahlian dari kebudayaan mereka. Pada lingkungan keluarga umumnya anak dapat
meniru kegiatan yang dilakukan ibu atau ayahnya. Namun pada anak panti asuhan,
proses meniru didapatkan dari significant others. Anak akan belajar bagaimana cara
menghadapi satu persoalan berbeda dengan persoalan lainnya dan anak juga dapat
melihat figur ideal bagi mereka serta menginternalisasikannya. Selama di panti asuhan
diharapkan anak panti asuhan dapat meniru explanatory style dari significant others.
Explanatory style tersebut dibutuhkan agar anak dapat bertahan hidup di lingkungan
masyarakat. Setelah lulus SLTA, Anak panti asuhan akan dilepaskan dalam lingkungan
masyarakat secara mandiri tanpa bantuan dari pihak panti asuhan.
Explanatory style adalah cara pandang yang digunakan untuk menjelaskan
peristiwa baik (good events) maupun peristiwa buruk (bad event) yang terjadi dalam
kehidupan seseorang (Seligman, 1995). Terdapat tiga dimensi penting yang selalu
digunakan anak untuk menjelaskan mengapa peristiwa baik (good events) atau peristiwa
buruk (bad events) terjadi pada diri mereka yaitu permanence, pervasiveness, dan
personalization (Seligman, 1995). Bahasan permanence adalah tentang waktu, yaitu
akibat dari suatu peristiwa akan menetap (always) atau sementara (sometimes).
Sedangkan bahasan pervasiveness adalah tentang ruang lingkup dari suatu peristiwa
yaitu menyeluruh (global) atau khusus (spesific). Menurut Seligman (1995) dimensi
yang terakhir adalah dimensi personalization yaitu siapa penyebab dari suatu peristiwa
yaitu dirinya sendiri (internal) atau orang lain dan lingkungan (external).

15

Pemikiran yang permanence always, pervasiveness global, dan personalization
internal terhadap peristiwa buruk (bad events) akan menghasilkan explanatory style
yang pesimis. Sebaliknya pemikiran yang permanence sometimes, pervasiveness
spesific, dan personalization external terhadap peristiwa buruk (bad events) akan
menghasilkan explanatory style yang optimis. (penjelasan yang good events-nya?)
Explanatory style diperoleh dari orang tua, guru, pelatih, dan media. Menurut
Seligman (1995), faktor-faktor yang mempengaruhi explanatory style anak adalah
genetics, significant others explanatory style, adult criticism, dan children’s life crisis.
Faktor pertama adalah genetics, berkaitan dengan hal-hal yang diturunkan secara
genetik seperti kecantikan/ketampanan, intelegensi verbal yang tinggi, keterampilan
motorik, kemampuan atletik, ketajaman visual, dan lainnya. Semua keahlian tersebut
dapat diturunkan namun tidak sepenuhnya diturunkan secara langsung secara genetik
(Seligman, 1995). Gen mengatur faktor-faktor fisikal yang memiliki kecenderungan
untuk menghasilkan pengalaman yang penting (Seligman, 1995).
Faktor kedua yang mempengaruhi explanatory style anak adalah significant
person’s explanatory style. Anak benar-benar memperhatikan cara significant person
menjelaskan ketidakberuntungan yang terjadi pada diri mereka dan meniru gaya yang
dicontohkan significant person saat dirinya mengalami hal yang sama. Significant
person yang memiliki explanatory style yang optimis akan cenderung memiliki anak
yang optimis pula.

16

Faktor ketiga yang mempengaruhi explanatory style anak adalah adult criticism.
Pada saat anak panti asuhan melihat pengasuhnya marah dengan menggunakan katakata kasar, anak pun akan meniru perilaku tersebut. Ketika anak mendengar
pengasuhnya mengucapkan kata-kata kasar, anak berpikir bahwa hal tersebut adalah
tindakan yang wajar untuk dilakukan sehingga anak meniru mengucapkan kata-kata
kasar kepada temannya.
Faktor keempat yang mempengaruhi explanatory style anak adalah children’s life
crisis antara lain kematian ibu, kematian binatang peliharaan, kekerasan fisik, penolakan
kasar, dan penyakit yang diderita saudara kandung. Anak melihat orang tua yang
meninggal atau binatang peliharaan yang mati tidak akan kembali lagi sehingga
membuat anak mengembangkan explanatory style pesimis. Anak panti asuhan yang
tidak diinginkan keberadaannya merasa bahwa dirinya tidak berarti dan tidak dapat
merubah keadaan. Pemikiran tersebut akan dipakai untuk menjelaskan peristiwa lain
dalam hidupnya. Ketika anak mendapat kritikan dari guru atau orang tua, hal itu akan
mempengaruhi cara anak mengkritik dirinya sendiri, yaitu dengan meniru explanatory
style dari guru atau orang tua mereka (Seligman, 1995). Guru mengkritik dengan
mengatakan,”Kamu selalu saja tidak menyelesaikan pekerjaan rumah dengan baik”.
Anak panti asuhan akan meniru explanatory style tersebut dan berpikir bahwa
bagaimanapun usahanya untuk menyelesaikan pekerjaan rumah tetapi hasilnya tetap
kurang baik.
Anak yang optimis ciri-cirinya adalah mampu bangkit kembali segera setelah
peristiwa buruk (bad events) menimpa dirinya dan menganggap peristiwa buruk (bad

17

events) itu sebagai tantangan. Mereka tidak menyalahkan diri sendiri ketika peristiwa
buruk (bad events) terjadi, dapat membangun pertahanan diri yang baik yaitu ketika
mengalami peristiwa buruk (bad events) masih dapat berhubungan baik dengan temantemannya. Demikian pula saat peristiwa baik (good events) terjadi, anak dapat memuji
diri sendiri sebagai penghargaan akan keberhasilannya, serta dapat menyeimbangkan
pekerjaan sekolah dengan hubungan yang baik dengan teman-temannya. Sedangkan ciri
anak yang pesimis yaitu berlarut-larut dalam peristiwa buruk (bad events) yang
menimpa dirinya, menganggap kegagalan yang terjadi pada satu aspek akan menimpa
seluruh aspek kehidupannya yang lain, dan menyalahkan diri sendiri ketika peristiwa
buruk (bad events) terjadi (Seligman, 1995).
Kesimpulannya anak yang optimis saat menghadapi peristiwa buruk (bad events)
menunjukkan pemikiran yang permanence-sometimes, pervasiveness-spesific, dan
personalization-external. Sedangkan anak yang pesimis saat menghadapi peristiwa
buruk (bad events) menunjukkan pemikiran yang permanence-always, pervasivenessglobal, dan personalization-internal.
Anak yang optimis saat menghadapi peristiwa baik (good events) menunjukkan
pemikiran yang permanence-always, pervasiveness-global, dan personalization-internal.
Sedangkan anak yang pesimis saat menghadapi peristiwa baik (good events)
menunjukkan pemikiran yang permanence-sometimes, pervasiveness-spesific, dan
personalization-external.
Skema Kerangka Pemikiran:

18

1.6 Asumsi
Berdasarkan uraian di atas diasumsikan bahwa:
1. Explanatory style pada anak panti asuhan ”X” dan ”Y” dapat diketahui melalui
tiga dimensi, yaitu permanence, pervasiveness, dan personalization.
2. Explanatory style pada anak panti asuhan ”X” dan ”Y” dipengaruhi oleh
significant others explanatory style, adult criticism, dan children’s life crisis.
3. Setiap anak panti asuhan ”X” dan ”Y” memiliki explanatory style yang berbedabeda yaitu optimis dan pesimis namun tidak mutlak sama pada setiap
dimensinya.

19

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pengolahan data hasil penelitian mengenai Explanatory Style
terhadap anak usia 8-12 tahun yang tinggal di panti asuhan ”X” dan ”Y” kota Bandung,
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Explanatory Style 18 orang anak usia 8-12 tahun yang tinggal di panti asuhan
”X” dan ”Y” kota Bandung adalah pesimis. Dalam peristiwa baik (good
event), anak usia 8-12 tahun yang tinggal di panti asuhan ”X” dan ”Y” kota
Bandung yang pesimis memandang bahwa keadaan yang dialaminya bersifat
permanence-sometimes, pervasiveness-spesific dan personalization-external.
Sedangkan dalam peristiwa buruk (bad event), anak usia 8-12 tahun yang
tinggal di panti asuhan ”X” dan ”Y” kota Bandung yang pesimis memandang
bahwa keadaan buruk yang dialaminya bersifat permanence-always,
pervasiveness-global, dan personalization-internal.
2. Explanatory Style 12 orang anak usia 8-12 tahun yang tinggal di panti
asuhan ”X” dan ”Y” kota Bandung yang optimis memiliki cara pandang
yang bersifat permanence-always, pervasiveness-global, dan personal-

61

62

internal dalam peristiwa baik (good events). Sedangkan dalam peristiwa
buruk (bad events), anak usia 8-12 tahun yang tinggal di panti asuhan ”X”
dan ”Y” kota Bandung yang pesimis memandang bahwa peristiwa buruk
yang mereka alami bersifat permanence-always, pervasiveness-global,dan
personalization-internal.
3. Terdapat Explanatory Style yang berbeda pada 8 orang anak panti asuhan
”X” dan ”Y” kota Bandung yang pesimis yaitu mereka memiliki pandangan
terhadap peristiwa buruk (bad events) yang permanence-sometimes,
pervasiveness-global,

dan

personalization-internal.

Mereka

memiliki

pandangan terhadap peristiwa buruk (bad events) yang permanencesometimes karena mendapatkan pengarahan dan dukungan dari pengasuh
maupun guru.

5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka peneliti
mengajukan beberapa saran yang dapat bermanfaat, yaitu:
5.2.1 Saran Penelitian Lanjutan
1. Melakukan penelitian lanjutan mengenai faktor-faktor penunjang yang
mempengaruhi Explanatory Style pada anak usia 8-12 tahun yang tinggal di
panti asuhan ”X” dan ”Y” kota Bandung yaitu lamanya anak tinggal di panti

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

63

asuhan dan informasi keberadaan anak dititipkan mulai usia berapa.
(Kenapa/untuk apa?)
2. Melakukan penelitian lanjutan mengenai

penghayatan

anak ketika

dibesarkan di panti asuhan. (Idem)
5.2.2 Saran Guna Laksana
1. Bagi pihak pengasuh, guru, dan orang tua dari anak usia 8-12 tahun yang
tinggal di panti asuhan ”X” dan ”Y” kota Bandung, agar dapat menilai
masalah secara spesifik dengan cara menggunakan kata-kata yang sifatnya
sementara (misalnya akhir-akhir ini, hari ini, dll) (apa guna dari
penggunaan kata-kata yang sifatnya sementara ini?) serta dapat
mengkritik anak dengan explanatory style yang optimis.
2. Bagi panti asuhan “X” dan “Y” Bandung, agar dapat menggunakan hasil

penelitian ini sebagai informasi bahwa dukungan dari lingkungan yaitu
pengasuh, guru, dan orang tua dapat mempengaruhi Explanatory Style pada
anak panti asuhan. Oleh karena itu panti asuhan dapat memberikan seminar
kecil kepada pengasuh, guru, dan orang tua untuk mengembangkan
explanatory style yang optimis dengan cara mengubah pola pikir anak sejak
dini seperti mengajarkan anak untuk melihat konsekuensi yang spesifik dari
tindakan yang dilakukan, membiarkan anak menyelesaikan masalahnya
sendiri, mengkritik anak dengan akurat, dan mendampingi anak ketika
sedang mengalami kesulitan.

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

64

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

DAFTAR PUSTAKA

Bruno, Frank J. 1992. The Family Encyclopedia of Child Psychology and
Development. United States of America: Courier Companies, Inc.

Dacey, John S., dan Travers John F. 2002. Human Development: Across The
Lifespan. New York: Mc Graw Hill.

E. Laura, Berk. 1997. Child Development, fourt edition. USA: Allyn dan Bacon.

Guilford J. 1973. Fundamental Statistics in Psychology and Education, fifth
edition. Tokyo: Mc Graw Hill-Kogakusha Co. Ltd.
Jersild, Arthur T. 1960. Child Psychology, fifth edition. Englewood Cliffs, New
Jersey: Prentice Hall International.
Kartono, Kartini. 2004. Kamus Lengkap Psikologi, edisi kesembilan. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada.
Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian, edisi kelima. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Santrock W. John. 2003. Psychology, seventh edition. USA: Mc Graw Hill.

Seligman, Martin E. P. 1990. Learned Optimism. New York: Knopf Inc.

Seligman, Martin E. P. 1995. The Optimistic Child: A Revolutionary Program
That Saveguard Children Against Depression and Builds Lifelong
Resilience. New York: Knopf Inc.

Smith Peter K., Cowie Helen, dan Blades Mark. 1998. Understanding Children’s
Development, twelve edition. New York: Mc Graw Hill.

DAFTAR RUJUKAN

x

Direktorat Jendral Bina Kesejahteraan Sosial Jawa Barat. 1989.

Esterina, Tjong Ria. 2007. Suatu Studi Deskriptif Mengenai Konsep Diri pada
Remaja Panti Asuhan Putra “X” Kota Bandung. Bandung: Fakultas
Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Megawati. 2007. Survei Mengenai Ethnic Identity Mahasiswa Keturunan
Tionghwa Fakultas ”X” di Universitas ”Y” Bandung. Bandung: Fakultas
Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Murwaniati, Niken Karawa. 2008. Studi Deskriptif Mengenai Explanatory Style
pada Penderita Gagal Ginjal Kronik Rawat Jalan di RS ”X” Kota
Bandung. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Octavacariani, Mita. 2010. Studi Kasus Mengenai Explanatory Style pada
Penderita Kanker Payudara Stadium II di Rumah Sakit ”X” Kota
Bandung. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Sielyna, Fransisca. 2002. Hubungan Antara Optimisme dan Prestasi Akademik
pada Siswa Siswi Kelas VI Sekolah Dasar “X” di Kota Bandung. Skripsi.
Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Wawancara dengan pengasuh Panti Asuhan ”X” dan ”Y”. 2010.

Yanuar, Vika. 2006. Hubungan Antara Optimisme dan Orientasi Masa Depan
dalam Bidang Pendidikan pada Siswa/i Kelas 3 SMU ”X” di Kota
Bandung. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

xi