PEMBELAJARAN IPA MENGGUNAKAN PENDEKATAN INKUIRI TERBIMBING MELALUI METODE EKSPERIMEN DAN DEMONSTRASI DITINJAU DARI KEMAMPUAN ANALISIS DAN SIKAP ILMIAH SISWA.

JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 2, 2012 (hal 142-153)
http://jurnal.pasca.uns.ac.id

PEMBELAJARAN IPA MENGGUNAKAN PENDEKATAN INKUIRI
TERBIMBING MELALUI METODE
EKSPERIMEN DAN DEMONSTRASI
DITINJAU DARI KEMAMPUAN
ANALISIS DAN SIKAP
ILMIAH SISWA
 
Ika Candra Sayekti1, Sarwanto2, Suparmi3

1

Program Studi Pendidikan Sains Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Surakarta, 57126, Indonesia
ikacansay@gmail.com

2


Program Studi Pendidikan Sains Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Surakarta, 57126, Indonesia
sar1to@yahoo.com

3

Program Studi Pendidikan Sains Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Surakarta, 57126, Indonesia
suparmiuns@gmail.com

Abstract
The aims of the research were to know the effect among guided inquiry approach through experiment and
demonstration methods, analytical skill, and scientific attitude and their interaction toward students’ achievement
in science. The research used quasi experimental method. The sample was taken using cluster random sampling
consisted of 2 classes, VIIIB as experiment learnt by experiment method and VIIID as experiment II learnt by
demonstration method. The data was collected using test for cognitive achievement and analytical skill,
questionnaire for scientific attitude and affective achievement, and observation sheet for affective achievement.
The data was analyzed using Anova with 2X2X2 factor design and continued using Scheffe’ calculated by
PASW 18. The result showed that: (1) there was no effect of guided inquiry usage through experiment and
demonstration method toward students’ achievement; (2) there was no effect of high and low of analytical skill

toward students’ achievement; (3) there was effect of high and low of scientific attitudes toward students
achievement; (4) there was no interaction between guided inquiry usage through experiment and demonstration
method and analytical skill toward students’ achievement; (5) there was interaction between guided inquiry
usage through experiment and demonstration approach and scientific attitude toward students’ achievement
affective domain but there was no effectin cognitive one; (6) there was no interaction between analytical skill
and scientific attitude toward students’ achievement; (7) there was no interaction among guided inquiry
approach through experiment and demonstration methods, analytical skill, and scientific attitude toward
students’ achievement. 
Keywords: guided inquiry, experiment, demonstration, analytical skill, scientific attitude

undang-undang tersebut belum sepenuhnya
terealisasi. Hal tersebut disebabkan oleh
pembangunan jati diri dan karakter bangsa yang
semakin
memudar
akibat
kurangnya
keteladanan, pemberitaan media cetak dan
elektronik yang tidak mendidik, serta
pendidikan yang belum banyak memberi

kontribusi optimal dalam pembentukan karakter
pesera didik. Kenyataan ini menunjukkan
lemahnya sikap, nilai dan moral siswa sebagai
bagian dari bangsa Indonesia. Sebagai
contohnya tawuran antar pelajar yang merusak
citra pelajar berprestasi lain. Untuk itu

Pendahuluan
Pendidikan nasional mempunyai peranan
penting dalam menentukan keberhasilan suatu
bangsa. Hal tersebut tercantum dalam UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 pasal 3. Berdasarkan undang-undang
tersebut, pendidikan memiliki fungsi dan
peranan yang sangat besar dalam rangka
mewujudkan manusia Indonesia yang cakap
dan berkarakter kuat.
Namun, selama ini implementasi tujuan
dan fungsi pendidikan sebagaimana amanah
142 
 


kurikulum, guru, siswa, atau mungkin faktor
lain yang terlibat dalam proses pembelajaran.
Pada umumnya sekolah di Indonesia
menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). “KTSP adalah kurikulum
operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan
di masing-masing satuan pendidikan” (BSNP,
2006: 3). KTSP merupakan komponen
pendidikan yang dijadikan acuan oleh setiap
satuan pendidikan khususnya bagi guru dan
kepala sekolah. Guru memegang peranan
penting dalam menjabarkan standar kompetensi
dan kompetensi dasar, tidak hanya secara
tertulis yang tertuang dalam silabus maupun
RPP tetapi juga dalam hal pelaksanaan
pembelajaran
siswa
di
kelas.

Proses
pembelajaran yang dilakukan oleh siswa
merupakan kunci keberhasilan belajar (Dimyati
dan Mudjiono, 2006: 236). Tapi pada
kenyataannya masih ada guru di sekolah yang
menyelenggarakan proses pembelajaran tidak
terencana, tidak terarah, dan tidak terprogram.
Fisika sebagai cabang Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu
tentang fenomena alam secara sistematis,
sehingga IPA bukan hanya penguasaan
kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,
konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi
juga meliputi metode ilmiah dan sikap ilmiah.
NSES
(2009)
dalam
Holmes
(2011)
menyatakan bahwa pembelajaran IPA adalah

yang dilakukan siswa, bukan sesuatu yang
dilakukan kepada siswa.
Pembelajaran
IPA
memberikan
kesempatan siswa untuk mendeskripsikan objek
dan
kejadian,
mengajukan
pertanyaan,
memperoleh
pengetahuan,
mengkonstruk
penjelasan dari fenomena alam, menguji
penjelasan dengan berbagai cara dan
mengkomunikasikannya kepada orang lain. Jadi
pengetahuan IPA diperoleh melalui proses
dengan menggunakan metode ilmiah dan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk
memperoleh pengalaman belajar misalnya

melalui
membaca,
diskusi,
melakukan
percobaan,
membuat
rangkuman,
dan
mengamati fenomena alam sehingga siswa
dapat aktif dalam proses pembelajaran. Namun,
masih ada sekolah yang melaksanakan proses
pembelajaran hanya dengan sekedar transver
pengetahuan dari guru ke siswa tanpa
melibatkan siswa secara aktif untuk melakukan
proses IPA dalam perolehan konsep IPA. Jadi,
guru belum memperhatikan karakteristik IPA.
Untuk dapat melangsungkan pembelajaran yang

diperlukan kontribusi dari berbagai pihak
khususnya pendidikan agar terbentuk manusia

Indonesia yang berkarakter kuat dan cerdas
sesuai harapan yang tertuang dalam tujuan
pendidikan nasional.
Dalam upaya mendukung tujuan tersebut,
perlu ditanamkan pendidikan karakter dalam
proses pembelajaran ke dalam diri siswa yang
bertujuan antara lain untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia
berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku
baik. Adanya pembentukan karakter dan sikap
yang baik dari siswa akan dapat membangun
kehidupan bangsa yang lebih berhasil. Karena
keberhasilan suatu bangsa dapat dicerminkan
melalui kualitas sumber daya manusia di
dalamya.
Berdasarkan data yang dicatat Badan
Pusat Statistik dan Survei Sosial dan Ekonomi
Nasional dalam Uliyati (2005) menunjukkan
bahwa data tingkat pendidikan penduduk
Indonesia masih rendah yakni 61% penduduk

Indonesia di atas 15 tahun hanya berpendidikan
SD ke bawah. Selain itu angka partisipasi
sekolah penduduk belum sesuai dengan yang
diharapkan karena 19% penduduk usia sekolah
tidak mengenyam bangku pendidikan. Angkaangka pada kutipan di atas mengindikasikan
masih rendahnya kesadaran masyarakat
terhadap pendidikan yang berakibat pada
rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia.
Melihat kenyataan ini, maka pendidikan harus
mendapat perhatian dan penanganan yang lebih
baik dari semua pihak sehingga dapat
memperoleh hasil yang diharapkan.
Adapun berdasarkan laporan United
Nations Development Programme (UNDP)
pada tahun 2008 yang memuat angka indeks
kualitas sumber daya manusia (Human
Development Index-HDI) dari 176 negara di
dunia, Indonesia berada pada peringkat ke-102
(http://en.wikipedia.org/wiki/Education_Index).
Hasil survey lainnya yaitu TIMSS (Trends in

International Mathematics and Science Study)
tahun 2007 Indonesia menduduki peringkat 26
dari 39 negara dengan nilai 427, padahal skor
rata-rata internasional adalah 500. Kedua hasil
survey tersebut menjadi indikator rendahnya
kondisi dan kualitas pendidikan di Indonesia.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari TIMSS
kemampuan sampel dari siswa Indonesia belum
memiliki kapabilitas yang cukup baik untuk
memecahkan masalah ranah kognitif tinggi. Hal
ini mungkin disebabkan karena faktor

143

mengembangkan metode ilmiah dan sikap
ilmiah yang dimiliki siswa.
Pendekatan
inkuiri
serta
metode

eksperimen dan demonstrasi ini sejalan dengan
teori belajar penemuan yang dikemukakan oleh
Bruner. Bruner menganggap, bahwa belajar
penemuan
sesuai
dengan
pencarian
pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan
dengan sendirinya memberikan hasil yang
paling baik (Dahar, 1989: 103). Jadi siswa
diharapkan terlibat aktif dalam pembelajaran
melalui proses mentalnya sendiri dengan
melakukan kegitan-kegiatan yang berorientasi
ilmiah. Sehingga perolehan pengetahuan yang
berupa konsep IPA diperoleh melalui proses
bukan lagi melalui hafalan.
Materi pelajaran IPA (Fisika) kelas
VIII SMP semester II meliputi: Getaran dan
Gelombang; Bunyi; dan Cahaya yang belum
sepenuhnya
diajarkan
sesuai
dengan
karakteristik materinya. Pemilihan pendekatan
maupun
metode
pembelajaran
harus
disesuaikan dengan karakteristik materi itu
sendiri. Jadi guru tidak boleh sembarang
memilih pendekatan dan metode pembelajaran
untuk menyampaikan materi kepada siswa.
Materi yang dipilih dalam penelitian adalah
Bunyi. Karena pada tahun sebelumnya, rata-rata
nilai ulangan siswa masih di bawah KKM, yaitu
62,54. Materi Bunyi dapat diamati secara
langsung baik melalui percobaan maupun
pengamatan dalam gejala alam sehari-hari.
Berkaitan dengan karakteristik tersebut maka
metode yang dipilih adalah metode eksperimen
dan metode demonstrasi. Melalui metode
tersebut siswa diharapkan berpartisipasi dalam
proses penemuan konsep. Penemuan yang baik
dilandasi dengan sikap ilmiah yang baik dan
diperlukan
juga
kemampuan
siswa
menganalisis
fenomena
Bunyi
yang
ditampilkan. Dengan demikian, siswa aktif
menemukan
konsep-konsep
IPA
untuk
memperoleh pengalaman. Belajar penemuan ini
sejalan dengan teori belajar penemuan oleh
Jerome S. Bruner.
Proses pembelajaran melalui metode
eksperimen dan demonstrasi ini dapat dilakukan
menggunakan laboratorium riil maupun
laboratorium virtual. Laboratorium riil adalah
laboratorium tempat khusus yang dilengkapi
dengan alat-alat dan bahan-bahan riil untuk
melakukan percobaan. Jika alat atau bahan yang
dibutuhkan tidak atau belum tersedia maka
dapat dipilih laboratorium virtual dengan
memanfaatkan media pembelajaran yang

memenuhi karekteristik IPA diperlukan suatu
pendekatan dan metode tertentu.
Semua
pendekatan
dan
metode
pembelajaran
memiliki
kelebihan
dan
kelemahan. Namun, tidak semua pendekatan
dan metode pembelajaran dapat digunakan
untuk membelajarkan IPA. Pendekatan
pembelajaran yang dapat dipilih dalam
pembelajaran IPA harus mampu mengungkap
karekteristik IPA itu sendiri. Pendekatan yang
dapat digunakan antara lain pendekatan:
quantum learning, keterampilan proses, inkuiri
terbimbing, inkuiri termodifikasi, inkuiri bebas,
Contextual Teaching and Learning (CTL).
Adapun metode pembelajaran yang dapat
digunakan dalam pembelajaran IPA antara lain
metode: eksperimen, demonstrasi, diskusi.
Di SMP 14 Surakarta, pemilihan
pendekatan belum menyesuaikan karakteristik
IPA karena siswa lebih sering mendengarkan
dan mencatat tanpa dilibatkan langsung
memperoleh
konsepnya
sendiri.
Jika
pembelajaran dilakukan seperti itu, maka siswa
pasif karena keterlibatannya kurang dan siswa
akan cenderung belajar secara hafalan tanpa
memiliki keterampilan belajar. Hal ini sejalan
dengan pemikiran Sanjaya (2009: xiii) bahwa
masih ada proses pembelajaran di dalam kelas
yang diarahkan kepada kemampuan anak untuk
menghafal informasi; otak anak dipaksa untuk
mengingat dan menimbun berbagai informasi
serta dituntut untuk memahami informasi yang
diingatnya itu untuk menghubungkannya
dengan kehidupan sehari-hari.
Melihat kenyataan tersebut, berarti
pembelajaran belum dijalankan sesuai dengan
karakteristik materi dan karakteristik siswa. Hal
tersebut menyebabkan siswa tidak menyukai
Fisika dan menjadikan Fisika sebagai mata
pelajaran yang susah untuk dipelajari (Naim,
2009). Hal tersebut menyebabkan sebagian
besar siswa memperoleh nilai IPA masih
rendah. Sehingga diperlukan upaya untuk
memperbaiki opini umum masyarakat terutama
siswa bahwa IPA itu sulit dan menjadikan IPA
terutama Fisika sebagai salah satu pelajaran
yang menyenangkan dan dinantikan. Untuk itu
dipilih pendekatan inkuiri terbimbing yang
sesuai dengan pembelajaran IPA. Pendekatan
inkuri terbimbing menempatkan siswa sebagai
subjek yang belajar tidak lagi sebagai objek
belajar yang hanya menerima pengetahuan dari
guru. Selain itu inkuiri terbimbing mermberikan
kesempatan berpikir bagi siwa dan juga
memberikan kesempatan kepada siswa untuk
144

siswa menerima pelajaran hanya secara teori.
Siwa tidak diberikan kesempatan untuk
mengembangkan potensi dalam aspek lain
sehingga pengembangan proses berpikir, sikap
ilmiah dan keterampilan secara psikomotor
siswa menjadi terbatas.
Guru sebagai perancang dan pihak yang
terlibat langsung dalam pembelajaran harus
mampu mendesain pembelajaran sehingga
dapat memberi kesempatan peserta didik untuk
membangun dan menemukan jati diri melalui
proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan
menyenangkan. Guru juga berperan membantu
siswa dalam upaya pencapaian prestasi belajar
yang optimal dan dapat memberikan
pengalaman belajar yang melibatkan proses
mental dan fisik melalui interaksi antar siswa,
siswa dengan guru, lingkungan, dan sumber
belajar lainnya. “Guru, siswa, sarana, media
yang tersedia serta lingkungan belajar di
sekolah merupakan faktor terkait yang
mempengaruhi proses pembelajaran dan
selanjutnya akan menentukan keberhasilan
dalam pencapaian tujuan” (Sanjaya, 2009).
Berdasarkan hal tersebut tidaklah mudah bagi
guru untuk menciptakan suatu proses
pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan yang mampu mengakomodasi
keperluan seluruh siswa di dalamnya.
Keberhasilan siswa dalam belajar dapat
dipengaruhi oleh banyak faktor, ada faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal
adalah faktor yang berasal dari dalam diri
siswa, yaitu keadaan/ kondisi siswa baik secara
jasmani maupun rohani misalnya sikap terhadap
belajar, motivasi belajar, rasa percaya diri
siswa, intelegensi, kreativitas, dan kebiasaan
belajar. Sedangkan faktor eksternal adalah
faktor dari luar siswa, yang meliputi: faktor
keluarga/keadaan rumah tangga, faktor sekolah
seperti pendekatan pembelajaran, metode
pembelajaran, guru, sarana, dan faktor
masyarakat. Namun, di lapangan masih ada
guru yang kurang memperhatikan faktor
internal siswa yang sedang belajar.
Kebanyakan
orang
memandang
keberhasilan siswa dari segi hasil, yang
ditunjukkan dengan nilai akhir siswa setelah
mengikuti suatu ulangan, yang hanya
mengindikasikan kemampuan kognitif produk
siswa tanpa memperhatikan penilaian afektif
dan psikomotorik siswa. Guru pun masih
mengabaikan penilaian dalam kedua aspek ini.
Padahal ada banyak faktor yang mempengaruhi
siswa dalam belajar untuk mencapai

mendukung, seperti animasi pembelajaran.
Sebagian besar sekolah sudah memiliki fasilitas
cukup memadai. Namun, sarana dan media
yang sudah ada belum dimanfaatkan secara
optimal. Sehingga diupayakan pemanfaatan
untuk menunjang proses belajar agar
memperoleh hasil sesuai yang diharapkan.
Pemilihan materi Bunyi yang dapat
diamati dan dieksperimenkan diharapkan
sejalan dengan bentuk pengetahuan menurut
teori Piaget. Bunyi merupakan materi yang
dapat diperoleh melalui pengamatan secara fisik
yang dapat dilakukan dengan eksperimen
(physical knowledge) yang dilakukan secara
berkelompok yang di dalamnya memerlukan
kemampuan kerjasama baik antarsiswa maupun
siswa dengan guru (social knowledge) dan
dalam konten materi di dalamnya terdapat suatu
persamaan
matematis
yang
berbentuk
kemampuan matematis (logico-mathematical
knowledge).
Berdasarkan Lampiran Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006
tentang standar isi, di SD siswa pernah
memperoleh
materi
tentang
Bunyi.
Perbedaannya terletak pada standar kompetensi
dan kompetensi dasar. Kata kerja operasional
yang digunakan dalam standar kompetensi dan
kompetensi dasar di SMP lebih tinggi daripada
SD serta bahasan di SMP lebih luas. Sehingga
diharapkan siswa dapat mengkaitkan antara
konsep yang telah diperoleh dengan konsep
baru yang diperoleh. Hal ini sejalan dengan
teori yang sudah dicetuskan oleh Ausubel
tentang belajar bermakna. Karena belajar
bermakna mengkaitkan konsep baru atau
informasi baru terhadap konsep-konsep yang
telah ada dalam struktur kognitif siswa.
Pemilihan pendekatan inkuiri dan metode
pembelajaran eksperimen dan demonstrasi
diharapkan
membantu
siswa
mencapai
keberhasilan
proses
pembelajaran
dan
menjadikan pembelajaran lebih bermakna.
Namun, kenyataan di lapangan masih banyak
guru yang menggunakan pola mengajar yang
tradisional yaitu hanya mengajar menggunakan
metoda ceramah dan bersifat satu arah (guru
bicara, siswa mendengar) (Susanto, 2006).
Kenyataan
ini
mengindikasikan
bahwa
kebanyakan guru mengajar di kelas dengan cara
yang sama dan menggunakan cara yang
monoton. Siswa hanya dijelaskan melalui
ceramah dan jarang memfasilitasi siswa dengan
percobaan untuk melatih proses berpikir siswa
(Suardana, 2007). Hal ini menegaskan bahwa
145

rokok dan merokok di lingkungan sekolah;
serta adanya perkelahian dan tawuran. Tak
hanya itu, sikap jujur pun kini menjadi sangat
mahal. Mulai dari lingkungan kelas. Masih ada
siswa yang mencontek saat ulangan, hal ini
menunjukkan sikap ketidakpercayaan pada diri
sendiri terhadap kemampuan yang dimiliki. Tak
hanya siswa, bahkan menurut Listyarti dalam
Indra Akuntono (2012) menyatakan, guru dan
oknum terkait melakukan kecurangan saat
pelaksanaan Ujian Nasional (UN). Berbagai
cara dilakukan meskipun tidak jujur. Lagi-lagi
hasil menjadi lebih diutamakan daripada proses,
maka segala cara ditempuh untuk dapat
meluluskan siswa. Akibatnya siswa enggan
bekerja keras untuk menjadi lebih baik. Sikapsikap dapat dihindari dengan penanaman sikap
ilmiah. Hal tersebut dapat ditanamkan sejak
dini. Namun, sikap ilmiah tidak begitu
diperhatikan oleh orang tua, bahkan guru di
sekolah.
Dengan adanya sikap ilmiah yang baik
dan kemampuan analisis yang baik diharapkan
dapat mewujudkan prestasi belajar yang baik
pula. Namun, kedua aspek ini kurang diamati
oleh guru di dalam kelas. Bahkan guru hampir
tidak memperhatikan kemampuan analisis dan
sikap ilmiah siswa sebagai faktor yang dapat
menentukan keberhasilan belajar siswa.

keberhasilan yang justru tidak begitu
diperhatikan. Dampak yang terjadi, lembaga
pendidikan menghasilkan lulusan yang kurang
memiliki sikap positif sesuai dengan nilai yang
berlaku dan kurang terampil untuk menjalani
kehidupan dalam masyarakat lingkungaannya
(Zakaria, 2008).
Slamet
dalam
Pardjono
(2009)
menyatakan bahwa “tingkat kecakapan berpikir
seseorang
akan
berpengaruh
terhadap
kesuksesan hidupnya.” Berdasarkan hal
tersebut, guru di sekolah perlu menciptakan
lingkungan
belajar
yang
mampu
mengembangkan keterampilan berpikir yang
dapat digunakan dalam pemecahan masalah
yang ada. Keterampilan kognitif Bloom yang
direvisi bersifat dua dimensi. Salah satu
dimensinya yaitu dimensi proses kognitif (cara
berpikir) berisi enam kategori yaitu: mengingat,
memahami,
menerapkan,
menganalisis,
mengevaluasi, dan menciptakan. Berpikir
tingkat tinggi terkait dengan kemampuan
mengambil keputusan dan mengkonstruksi
formulasi masalah, bersifat nonalgoritmik dan
berakhir dengan berbagai solusi dan kriteria. Di
sekolah metode ceramah yang biasa digunakan
guru dalam pembelajaran tidak akan mampu
membentuk siswa yang memiliki kemampuan
berpikir tingkat tinggi dan kreativitas
(Pardjono, 2009). Aspek kemampuan berpikir
tingkat tinggi yang diamati adalah kemampuan
analisis siswa.
Faktor lain yang berpengaruh pada
keberhasilan proses belajar adalah sikap ilmiah
siswa. Sikap ilmiah siswa berbeda-beda. Hal ini
terjadi karena setiap siswa mempunyai
ketertarikan yang berbeda terhadap suatu
pelajaran. Sikap ilmiah merupakan sikap-sikap
yang melandasi proses IPA, antara lain sikap
ingin tahu, jujur, obyektif, kritis, terbuka,
disiplin, teliti dan sebagainya. Dewasa ini sikap
ilmiah menjadi hal yang semakin langka.
Contohnya disiplin, disiplin diri merupakan
salah satu aspek utama bagi siswa dalam upaya
mengembangkan pemahaman diri sesuai
kecakapan, minat, pribadi, dan hasil belajar,
mewujudkan peserta didik berperilaku baik dan
berprestasi dan menaati tata tertib sekolah
(Rachmawati, 2011).
Meskipun demikian, fakta yang terjadi di
lapangan tak seindah harapan. Tata tertib
sekolah tertulis jelas tetapi masih banyak siswa
yang melanggarnya. Pelanggaran tersebut
antara lain: terlambat masuk sekolah; tidak
mengenakan atribut sekolah lengkap; membawa

Metode Penelitian
Penelitian menggunakan metode kuasi
eksperimen. Penelitian dilaksanakan di SMP N
14 Surakarta. Desain faktorial penelitian adalah
2 x 2 x 2. Populasi semua siswa kelas VIII
Tahun Ajaran 2011/2012 terdiri dari 6 kelas.
Teknik pengambilan sampel menggunakan
cluster random sampling. Sampel sebanyak 2
kelas, kelas eksperimen I dikenai metode
eksperimen dan kelas eksperimen II dikenai
metode demonstrasi. Pengambilan data melalui
teknik tes, angket dan observasi. Teknik tes
untuk mengukur kemampuan kognitif dan
kemampuan analisis. Teknik angket untuk
mengetahui sikap ilmiah dan kemampuan
afektif. Teknik observasi untuk mengamati
kemampuan afektif. Sebagai prasyarat analisis
data, yaitu uji normalitas dengan KolmogorovSmirnov melalui Uji Lilliefors dan uji
homogenitas dengan Uji Levene. Teknik
analisis data melalui anava tiga jalan,
dilanjutkan uji lanjut metode Scheffe’ dengan
PASW 18.
146

Sedangkan metode demonstrasi adalah
penyajian bahan pelajaran oleh guru baik yang
berwujud benda maupun berupa prosedur
tertentu yang dilakukan secara langsung atau
menggunakan media pengajaran yang dapat
melibatkan peran serta siswa dalam rangka
mencapai tujuan pembelajaran. Melalui metode
demonstrasi siswa memiliki batasan-batasan
tertentu sehingga siswa tidak dapat mengexplore seluruh kemampuan yang dimiliki.
Siswa hanya bisa memperhatikan apa yang
diperagakan oleh guru. Keterlibatan siswa
dalam pembelajaran memiliki intensitas yang
lebih kecil bila dibandingkan dengan metode
eksperimen yang memberikan kesempatan
untuk mengembangkan diri lebih besar. Namun
keunggulan yang dapat pembelajaran melalui
metode demonstrasi adalah manajemen waktu
lebih terkontrol karena dikendalikan oleh guru.
Pada penelitian ini, secara statistik
dinyatakan bahwa tidak ada pengaruh
pembelajaran IPA dengan pendekatn inkuiri
terbimbing melalui metode eksperimen dan
demonstrasi terhadap prestasi belajar siswa baik
ditinjau dari aspek kognitif maupun afektif
siswa. Hal ini mungkin disebabkan oleh
berbagai
faktor.
Faktor
utama
yang
mempengaruhi adalah alokasi waktu. Alokasi
waktu antara yang tertuang di RPP tidak bisa
berjalan sesuai rencana. Penelitian terhadap
kedua kelas eksperimen dilakukan pada hari
yang berbeda. Kelas VIII B yang mendapat
perlakuan menggunakan metode eksperimen
dilaksanakan pada hari Jumat yang ternyata
alokasi waktu 2X30 menit, padahal jika sesuai
standar proses adalah 40 menit untuk satu jam
pelajarannya. Sedangkan kelas VIII D yang
mendapat perlakuan menggunakan metode
demonstrasi dilaksanakan pada hari Rabu
dengan alokasi waktu 2X40 menit. Perbedaan
alokasi waktu ini berdampak pada kelompok
eksperimen I yang terkadang tidak dapat
menyelesaikan seluruh sintak pembelajaran.
Harlen (2004) mengungkapkan adanya
keterbatasan
pengalaman
siswa
dalam
pembelajaran akan mempengaruhi hasil
pembelajaran. Selain itu, menurut Harlen
bahwa
untuk
memberikan
perubahan
pembelajaran dari pembelajaran tradisional ke
pembelajaran melalui inkuiri memerlukan
proses atau bertahap sedikit demi sedikit.
Sehingga hasilnya tidak bisa langsung dapat
diamati dalam jangka waktu yang relatif
singkat. Untuk itu perlu dilakukan penelitian
lanjutan sehingga dapat dilihat perbedaan

Hasil Penelitian dan Pembahasan
Berikut ini adalah data hasil penelitian
prestasi belajar pada tiap selnya, seperti
disajikan pada Tabel 1:
Tabel 1. Data Prestasi Belajar

K
A
T

K
A
R

Prestasi Belajar
Kognitif
ME
MD
7
8
71,71
70,75

Prestasi Belajar
Afektif
ME
MD
7
8
127,57
123,38

S
I
T

N
Mean
SD

9,105

9,051

11,731

13,887

S
I
R

N
Mean

8
71,25

11
66,18

8
108,75

11
121,18

SD

14,038

10,078

13,285

10,562

S
I
T
S
I
R

N

16

8

16

8

Mean

73,13

73,13

128,88

118,25

SD
N
Mean

8,563
9
64,78

3,314
12
69,08

8,958
9
114,00

4,200
12
118,58

SD

9,859

7,403

11,214

11,759

Tabel 1 menggambarkan distribusi data prestasi
belajar siswa pada ranah afektif dan kognitif.
KA menyatakan kemampuan analisis, SI
menyatakan sikap ilmiah, ME menyatakan
metode eksperimen dan MD menyatakan
metode demonstrasi.
1. Hipotesis Pertama
Pada penelitian ini pokok bahasan yang
dipilih adalah Bunyi. Karakteristik materi
Bunyi dapat dipelajari dengan pengamatan
secara langsung. Salah satu pembelajaran yang
membuat siswa melakukan pengamatan adalah
dengan pendekatan inkuiri terbimbing yang bisa
dilakukan melalui metode eksperimen dan
metode demonstrasi. Pembelajaran Bunyi
dengan pendekatan inkuiri terbimbing melalui
metode eksperimen memberikan kesempatan
siswa menemukan bukti kebenaran dari teori
yang sedang dipelajari. Siswa juga diberi
kesempatan untuk mengalami atau melakukan
sendiri, mengikuti proses, mengamati suatu
objek, menganalisis, membuktikan dan menarik
kesimpulan sendiri tentang suatu objek,
keadaan atau proses. Keunggulan metode
eksperimen bila dibandingkan dengan metode
demonstrasi adalah mampu memberikan
kesempatan penuh kepada siswa untuk
mengembangkan kemampuan yang dimiliki
untuk menemukan konsep atapun teori yang
sedang dipelajari.
147

Namun, pada penelitian ini tidak ditemukan
pengaruh yang signifikan antara kemampuan
analisis terhadap prestasi belajar siswa baik
pada aspek kognitif dan afektif.
Hal ini mungkin disebabkan karena
kemampuan analisis merupakan bagian dari
kemampuan
kognitif,
sedangkan
pada
instrumen soal kognitif yang diberikan,
presentase soal ranah kemampuan untuk
menganalisis tidak terlalu banyak sehingga
tidak bisa membedakan siswa yang memiliki
kemampuan analisis tinggi dan kemampuan
analisis
rendah.
Berdasarkan
proses
pembelajaran di lapangan, meskipun pada
setiap pembelajaran siswa mengidentifikasi
langkah-langkah percobaan hingga akhirnya
siswa menarik sebuah kesimpulan, namun
nyatanya hal ini tidak memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap prestasi belajar yang
diperoleh.
Menurut Bruner dalam Winataputra
(2008), pada dasarnya belajar merupakan
proses kognitif yang terjadi dalam diri
seseorang. Ada tiga proses kognitif yang salah
satunya adalah proses mentransformasikan
infromasi yang diterima merupakan suatu
proses
bagaimana
memperlakukan
pengetahuan yang sudah diterima agar sesuai
dengan kebutuhan. Informasi yang diterima
dianalisis,
diproses, atau diubah menjadi
konsep yang lebih abstrak agar suatu saat dapat
dimanfaatkan. Namun, dalam penelitian yang
dilakukan siswa yang memiliki kemampuan
analisis tinggi dan rendah tidak memiliki
perbedaan dalam menganalisis dan memproses
informasi dari proses pembelajaran yang
berlangsung untuk menjadi sebuah konsep yang
suatu saat bermanfaat.
Proses belajar bermakna, berguna dan
mudah diingat tidak hanya sekedar dipengaruhi
oleh kemampuan memahami struktur mata
pelajaran yang berisi ide, konsep dasar,
hubungan antar konsep, atau contoh yang akan
dipelajari atau dalam hal ini berkaitan dengan
kemampuan analisis siswa. Namun, prestasi
belajar dapat juga dipengaruhi oleh kemampuan
berpikir kritis, kemampuan berpikir kreatif
siswa. Jadi kemampuan analisis bukan satusatunya kemampuan yang berpengaruh pada
prestasi belajar siswa.
Selain itu jika dilihat dari rerata skor
kemampuana analisis siswa ternyata rendah.
Padahal, patokan penentuan tinggi dan rendah
menggunakan skor rerata. Jika skor rerata total
rendah, maka akan sulut dibedakan antara

pengaruh penggunaan kedua metode melalui
pendekatan inkuiri terhadap prestasi belajar
siswa.
Kedua metode pembelajaran yang
digunakan ditempuh melalui pendekatan inkuiri
terbimbing. Salah satu kelemahan inkuiri
terbimbing dalam J.W. McBride et al, (2004)
menyatakan bahwa jumlah siswa yang banyak
menjadi kendala dalam penyelenggaraan
pembelajaran inkuiri. Hal ini sejalan dengan
kondisi lapangan pada saat penelitian dengan
jumlah siswa di kelas berkisar 40 siswa. Ini
merupakan jumlah rombongan belajar yang
besar. Padahal berdasarkan standar proses
bahwa jumlah maksimal peserta didik setiap
rombongan belajar adalah 32 peserta didik
untuk sekolah menengah. Kelompok belajar
yang baik akan memungkinkan iklim belajar
menjadi kondusif dan tenang sehingga
berdampak pada semangat belajar siswa.
Apabila iklim belajar tidak tenang dan nyaman
maka akan menghambat terjadinya proses
pembelajaran di sekolah. Terhambatnya proses
pembelajaran akan berdampak pencapaian
prestasi belajar siswa. Sehingga kedua metode
yang digunakan dalam pembelajaran ini tidak
berpengaruh pada prestasi belajar siswa.
Dilihat dari sebaran prestasi belajar yang
diberikan pada kedua metode yang diberikan,
terlihat bahwa kedua metode dapat memberikan
hasil prestasi belajar yang sama baik
dibandingkan dengan KKM yang sudah
ditetapkan di sekolah. Hal ini sejalan dengan
teori belajar bermakna Ausubel bahwa siswa
belajar dengan pengalamannya langsung maka
belajar akan menjadi bermakna dan ilmu yang
diperoleh akan membekas lebih lama
dibandingkan jika siswa tidak terlibat langsung
dalam pembelajaran. Selain itu, melalui
pendekatan dan metode yang diberikan siswa
merasa senang dan dapat terlibat dalam
pembelajaran. sehingga melalui pendekatan dan
metode yang digunakan dapat menghilangkan
rasa jenuh dan bosan siswa.
2. Hipotesis Kedua
Kemampuan analisis adalah keterampilan
menguraikan sebuah struktur ke dalam
komponen-komponen
agar
mengetahui
pengorganisasian
struktur
tersebut.
Kemampuan analisis merupakan kemampuan
berpikir tingkat tinggi. Setiap siswa memiliki
kemampuan analisis yang berbeda satu dengan
yang lain. Kemampuan analisis diperkirakan
turut mempengaruhi prestasi belajar IPA siswa.
148

saling berhubungan satu sama lain. Sehingga
siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi dan
rendah akan memberikan pengaruh yang
terhadap prestasi belajar yang akan diperoleh.
Dari beberapa tinjauan di atas dapat dilihat
bahwa ada pengaruh sikap ilmiah kategori
tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar
siswa. Berdasarkan data yang diperoleh siswa
dengan sikap ilmiah tinggi memperoleh hasil
yang lebih baik daripada siswa yang memiliki
sikap ilmiah rendah.

kategori tinggi dan rendah. Kesulitan
pengkategorian ini menjadi tinggi dan rendah
dari rerata yang rendah tidak memperlihatkan
perbedaan yang signifikan. Sehingga akan lebih
baik jika penentuan pengkategorian melihat
skor rerata terlebih dahulu.
3. Hipotesis Ketiga
Pada penelitian ini ditemukan bahwa ada
pengaruh yang signifikan antara sikap ilmiah
siswa terhadap prestasi belajar baik kognitif
maupun afektif. Hal ini berarti bahwa antara
siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi dan
sikap ilmiah rendah berbeda prestasi belajarnya.
Hal ini sejalan dengan beberapa studi yang
menemukan bahwa sikap ilmiah memiliki
korelasi positif terhadap prestasi IPA siswa dan
memiliki peran dalam pembelajaran IPA
(Simpson & Oliver, 1990; Lee & Burkam,1996;
Papanastasiou & Zembylas, 2004 dalam
Kirikkaya, 2011). Prestasi belajar dapat diraih
tidak lepas dari proses pembelajaran yang
dilakukan. Berdasarkan Sanjaya (2009), salah
satu faktor yang mempengaruhi proses
pembelajaran adalah faktor sifat yang dimiliki
siswa. Faktor sifat yang dimiliki siswa meliputi:
kemampuan dasar, pengetahuan, dan sikap.
Salah satu sikap tersebut adalah sikap ilmiah.
Sikap ilmiah merupakan sikap dapat
dipandang sebagai sikap-sikap yang melandasi
proses IPA. Sikap ilmiah dapat dianggap
sebagai nilai dan norma yang dipegang untuk
mengikat manusia dalam ilmu pengetahuan
alam. Norma ini diungkapkan dalam bentuk
aturan, larangan, pilihan, dan kebolehan. Norma
dan nilai ini harus diinternalisasi oleh siswa dan
setelah itu siswa akan membiasakan diri dengan
kebiasaan yang ilmiah. Sikap ilmiah tersebut
antara lain sikap ingin tahu, jujur, obyektif,
kritis, terbuka, disiplin, teliti dan sebagainya.
Sebagai contohnya siswa yang memiliki
sikap ingin tahu tinggi cenderung haus pada
pengetahuan baru yang belum diketahui dan
berusaha untuk mencari jawaban tentang yang
tidak atau belum diketahui. Adanya usaha,
siswa yang teliti akan mengerjakan suatu
pekerjaan dengan cermat, hati-hati dan tidak
terburu-buru akan mampu meminimalisasi
kesalahan yang mungkin akan muncul dalam
penyelesaian suatu masalah. Jadi sikap ilmiah
melekat dalam diri siswa dalam upaya
mencapai prestasi belajar. Siswa yang
berprestasi tidak lepas dari berkerja keras dan
tekun. Kedua aspek prestasi belajar baik ranah
kognitif dan afektif dan sikap ilmiah tersebut

4. Hipotesis Keempat
Pada penelitian ini tidak ditemukan
pengaruh bersama yang signifikan antara
kemampuan analisis dengan metode belajar
terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif.
Pengaruh yang diberikan metode eksperimen
dan demonstrasi terhadap prestasi belajar
merupakan pengaruh yang berdiri sendiri dan
tidak berhubungan dengan kemampuan analisis.
Begitu pula sebaliknya, pengaruh yang
diberikan kemampuan analisis terhadap prestasi
belajar kognitif dan afektif merupakan
pengaruh yang berdiri sendiri dan tidak
berhubungan dengan metode eksperimen dan
metode demonstrasi.
Artinya, kelompok siswa dengan
kemampuan analisis tinggi, jika diberikan
perlakuan melalui metode eksperimen dan
demonstrasi akan memberikan pengaruh yang
sama terhadap prestasi belajar serta kelompok
siswa dengan kemampuan analisis rendah,
perlakuan dengan metode eksperimen dan
demonstrasi juga memberikan pengaruh yang
sama terhadap prestasi belajar. Demikian juga
pada metode eksperimen, antara kelompok
siswa dengan kemampuan analisis tinggi dan
rendah tidak ada perbedaan prestasi belajar
yang signifikan dan hal yang sama pada metode
demonstrasi. Dua variabel bebas tersebut tidak
menghasilkan kombinasi efek yang signifikan,
sehingga disimpulkan tidak ada interaksi antara
pembelajaran
inkuiri
melalui
metode
eksperimen
dan
demonstrasi
dengan
kemampuan analisis siswa terhadap prestasi
belajar siswa baik pada ranah kognitif maupun
afektif.
Hal ini disebabkan karena sintak
pembelajaran kedua metode yang digunakan
hampir sama, sehingga antara siswa yang
memiliki kategori kemampuan analisis sama,
jika diberi perlakuan dengan metode yang
berbeda tidak memberikan pengaruh yang
cukup besar. Selain itu beberapa keterbatasan
149

eksperimen dan demonstrasi dengan sikap
ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa
pada ranah kognitif.
Siswa dengan sikap ilmiah kategori yang
berbeda jika diberikan perlakuan menggunakan
metode yang sama ternyata tidak memberikan
pengaruh yang berbeda terhadap prestasi
belajarnya. Proses pembelajaran yang diberikan
melalui metode eksperimen dan demonstrasi
yang keduanya menanamkan metode ilmiah.
Sikap ilmiah pun mengukur sikap siswa yang
melandari proses IPA. Adapun prestasi belajar
dibagi menjadi prestasi belajar kognitif
berkaitan dengan pengatahuan siswa dan afektif
berkaitan dengan siswa. Antara metode dan
sikap ilmiah memiliki interseksi yang kuat
karena keduanya berkaitan dengan sikap siswa,
namun prestasi belajar ranah kognitif yang
melihat aspek pengetahuan (perolehan konsep)
saja. Maka wajar jika antara metode
pembelajaran, sikap ilmiah dan prestasi belajar
kognitif tidak ada interaksi. Hal ini berbeda
ketika metode pembelajaran dikaitkan dengan
sikap ilmiah dan prestasi belajar afektif, maka
ketiganya memiliki hubungaan yang kuat
karena ketiganya mengandung aspek metode
ilmiah.
Maka sikap ilmiah mendukung
pembelajaran yang menggunakan metode
ilmiah dan jika diukur melalui prestasi belajar
afektif maka akan terdapat hubungan yang kuat.
Berdasarkan uraian di atas, dapat
dijelaskan bahwa ada interaksi antara
penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri
terbimbing dengan sikap ilmiah siswa terhadap
prestasi belajar afektif siswa saat mengikuti
pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi. Namun,
tidak ada interaksi antara penggunaan
pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing
dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi
belajar afektif siswa saat mengikuti pelajaran
IPA pokok bahasan Bunyi.

dalam penelitian karena ada banyak sekali
faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
siswa.
Jika dilihat dari metode pembelajaran
yang digunakan adalah eksperimen dan
demonstrasi yang di dalamnya mengandung
metode ilmiah yang erat kaitannya dengan
sikap ilmiah siswa sedangkan tinjauan
kemampuan analisis siswa, komponen yang
digunakan sebagai instrument untuk mengukur
kemampuan analisis siswa bukan ke arah
kemampuan analisis dalam proses ilmiah tetapi
lebih mengacu pada ranah kognitif dari siswa.
Sehingga antara dua variabel kemampuan
analisis dan metode pembelajaran eksperimen
dan demonstrasi mungkin tidak memiliki
interaksi dan hubungan satu dengan yang lain.
Oleh karena itu, tidak ada interaksi antara
penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri
terbimbing melalui metode eksperimen dan
metode demonstrasi dengan kemampuan
analisis siswa terhadap prestasi belajar siswa
saat mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan
Bunyi.
5. Hipotesis Kelima
Pada penelitian ini tidak ditemukan
pengaruh bersama yang signifikan antara sikap
ilmiah dengan metode belajar terhadap prestasi
belajar kognitif. Pengaruh yang diberikan
metode eksperimen dan demonstrasi terhadap
prestasi belajar kognitif merupakan pengaruh
yang berdiri sendiri dan tidak berhubungan
dengan sikap ilmiah. Begitu pula sebaliknya,
pengaruh yang diberikan sikap ilmiah terhadap
prestasi belajar kognitif merupakan pengaruh
yang berdiri sendiri dan tidak berhubungan
dengan metode eksperimen dan metode
demonstrasi.
Artinya, kelompok siswa dengan sikap
ilmiah tinggi, jika diberikan perlakuan melalui
metode eksperimen dan demonstrasi akan
memberikan pengaruh yang sama terhadap
prestasi belajar serta kelompok siswa dengan
sikap ilmiah rendah, perlakuan dengan metode
eksperimen dan demonstrasi juga memberikan
pengaruh yang sama terhadap prestasi belajar.
Demikian juga pada metode eksperimen, antara
kelompok siswa dengan sikap ilmiah tinggi dan
rendah tidak ada perbedaan prestasi belajar
yang signifikan dan hal yang sama pada metode
demonstrasi. Dua variabel tersebut tidak
menghasilkan kombinasi efek yang signifikan,
sehingga disimpulkan tidak ada interaksi antara
pembelajaran
inkuiri
melalui
metode

6. Hipotesis Keenam
Dalam menyelesaikan masalah siswa
harus bisa menganalisis atau menguraikan
sebuah struktur ke dalam komponen-komponen
agar mengetahui pengorganisasian struktur
tersebut. Dalam proses belajar satu siswa
dengan siswa yang lain memiliki kemampuan
analisis yang berbeda-beda. Untuk dapat
menguraikan suatu komponen menjadi bagian
yang lebih kecil diperlukan proses berpikir.
Siswa yang memiliki sikap teliti, ulet, kritis,
objektif serta terbuka akan mendukung
kemampuan dirinya untuk menganalisis suatu
150

kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa
terhadap prestasi belajar IPA.

masalah yang disajikan. Siswa yang memiliki
kemampuan analisis rendah tetapi siswa
tersebut memiliki kemauan untuk teliti, pantang
menyerah jika mengalami kegagalan, ulet
dalam menyelesaikan masalah, kritis terhadap
fenomena yang ada dan terbuka atau mau
menerima
masukan
yang
membangun,
memberikan hasil belajar yang baik. Bagi siswa
yang memiliki kemampuan analisis tinggi
namun sikap ilmiahnya rendah, hasil belajarnya
ternyata tidak lebih baik. Siswa dengan sikap
ilmiah tinggi dengan kemampuan analisis yang
rendah tidak memberikan pengaruh positif
terhadap prestasi belajar siswa. Demikian pula
siswa dengan sikap ilmiah rendah prestasi
belajarnya
rendah
meskipun
memiliki
kemampuan analisis yang tinggi.
Dalam penelitian ini tidak ditemukan
pengaruh bersama yang signifikan antara
kemampuan analisis dan sikap ilmiah terhadap
prestasi belajar kognitif dan afektif. Pengaruh
yang diberikan kemampuan analisis terhadap
prestasi belajar kognitif maupun afektif
merupakan pengaruh yang independen dan
tidak berhubungan dengan sikap ilmiah. Dua
variabel yang diteliti ini tidak menghasilkan
kombinasi efek yang signifikan, sehingga
disimpulkan tidak ada interaksi antara
kemampuan analisis dan sikap ilmiah terhadap
prestasi belajar siswa baik pada aspek kognitif
maupun afektif.
Artinya, kelompok siswa dengan sikap
ilmiah tinggi dengan kemampuan analisis yang
berbeda memberikan pengaruh yang sama
terhadap prestasi belajar serta kelompok siswa
dengan sikap ilmiah rendah dengan kemampuan
analisis yang berbeda juga memberikan
pengaruh yang sama terhadap prestasi belajar.
Demikian juga pada kelompok kemampuan
analisis tinggi dengan kelompok siswa sikap
ilmiah tinggi dan rendah tidak ada perbedaan
prestasi belajar yang signifikan dan hal yang
sama pada siswa dengan kelompok kemampuan
analisis rendah. Dua variabel tersebut tidak
menghasilkan kombinasi efek yang signifikan,
sehingga disimpulkan tidak ada interaksi antara
kemampuan analisis siswa dengan sikap ilmiah
siswa terhadap prestasi belajar siswa baik pada
ranah kognitif maupun afektif.
Hal ini disebabkan karena komponen
analisis mengukur komponen pengetahuan
(kognitif) siswa sedangkan komponen sikap
ilmiah mengukur sikap siswa. Jadi kedua
variabel moderator tersebut berdiri sendiri.
Sehingga tidak akan ada interaksi antara

7. Hipotesis Ketujuh
Dalam penelitian ini tidak ditemukan
pengaruh bersama yang signifikan antara
metode, kemampuan analisis, dan sikap ilmiah
terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif.
Tidak terdapatnya interaksi antara metode
eksperimen
dan
metode
demonstrasi,
kemampuan analisis dan sikap ilmiah terhadap
prestasi belajar kognitif maupun afektif dapat
dijelaskan karena pada metode eksperimen
siswa memiliki rata-rata yang lebih baik
daripada melalui metode demonstrasi, siswa
dengan kemampuan analisis tinggi memiliki
rata-rata lebih baik daripada siswa dengan
kemampuan analisis rendah, siswa dengan
sikap ilmiah tinggi memiliki rata-rata lebih baik
daripada siswa dengan sikap ilmiah rendah.
Meskipun tidak ada interaksi yang
signifikan antara tiga variabel bebas terhadap
variabel terikatnya, namun berdasarkan Holmes
(2011) yang melakukan penelitian dengan
mengkaji pelajaran melalui inkuiri menyatakan
bahwa pembelajaran inkuiri dapat melatih
kemampuan berpikir kritis; meningkatkan
prestasi dan sikap terhadap mata pelajaran; dan
dapat mempertahankan informasi lebih baik. Di
dalam berpikir kritis menurut Facione (2011)
memerlukan suatu kemampuan analisis.
Sikap terhadap pelajaran tidak lain adalah
kemampuan ranah afektif. Dilihat dari rata-rata
nilai yang diperoleh siswa bahwa ketiga
variabel tersebut memiliki dampak yang baik
terhadap prestasi belajar siswa karena secara
garis besar mampu mendapatkan nilai di atas
KKM sekolah.

Kesimpulan dan Rekomendasi
Kesimpulan
Sesuai dengan tujuan penelitian, hasil
penelitian, dan pembahasan pada bab
sebelumnya, maka dalam penelitian ini dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Tidak ada pengaruh penggunaan pendekatan
inkuiri terbimbing melalui
metode
eksperimen dan demonstrasi terhadap
prestasi belajar IPA siswa. Meskipun
demikian, implementasi pendekatan dan
metode yang diberikan kepada siswa
membuat siswa merasa senang terhadap
pelajaran IPA oleh karena itu nilai yang
151

2.

3.

4.

5.

diperoleh siswa dapat melampaui KKM.
Siswa dengan perlakuan melalui metode
eksperimen memperoleh prestasi belajar
rata-rata 70,62 pada aspek kognitif dan
121,28 pada aspek afektif sedangkan siswa
dengan
perlakuan
melalui
metode
demonstrasi memperoleh prestasi belajar
rata-rata 69,44 pada aspek kognitif dan
120,23 pada aspek afektif.
Tidak ada pengaruh kemampuan analisis
kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi
belajar IPA siswa. Hal ini karena rerata
kemampuan
analisis
siswa
secara
keseluruhan yaitu 53,46 untuk siswa yang
mendapatkan metode eksperimen dan 56,41
untuk siswa yang mendapatkan metode
demonstrasi. Sehingga sulit dibedakan
antara kemampuan analisis kategori tinggi
dan rendah. Prestasi belajar yang diperoleh
siswa dengan kemampuan analisis tinggi
pada ranah kognitif 69,59 dan 120,23 pada
ranah afektif, sedangkan siswa dengan
kemampuan analisis rendah memperoleh
rerata 70,38 pada ranah kognitif dan 121,27
pada ranah afektif.
Ada pengaruh sikap ilmiah kategori tinggi
dan rendah terhadap prestasi belajar IPA
siswa. Hal ini karena kedua aspek prestasi
belajar baik ranah kognitif dan afektif dan
sikap ilmiah tersebut saling berhubungan
satu sama lain. Sehingga siswa yang
memiliki sikap ilmiah tinggi dan rendah
akan memberikan pengaruh yang berbeda
terhadap prestasi belajar yang akan
diperoleh. Prestasi belajar yang diperoleh
siswa dengan sikap ilmiah tinggi pada ranah
kognitif 72,38 dan 125,33 pada ranah
afektif, sedangkan siswa dengan sikap
ilmiah rendah memperoleh rerata 67,75 pada
ranah kognitif dan 116,30 pada ranah
afektif.
Tidak ada interaksi antara penggunaan
pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing
melalui metode eksperimen dan demonstrasi
dengan kenmampuan analisis siswa terhadap
prestasi belajar IPA. Hal ini, karena
komponen
instrument
analisis
lebih
mengukur ke analisis kognitif, sedangkan
metode pembelajaran erat kaitannya dengan
metode ilmiah.
Tidak ada interaksi antara penggunaan
pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing
melalui metode eksperimen dan demonstrasi
dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi
belajar pada aspek kognitif saat mengikuti

pelajaran IPA. Namun, ada interaksi antara
penggunaan
pendekatan
pembelajaran
inkuiri
terbimbing
melalui
metode
eksperimen dan demonstrasi dengan sikap
ilmiah siswa terhadap prestasi pada aspek
afektif. Hal tersebut disebabkan karena
metode dan sikap ilmiah dan prestasi belajar
ranah afektif memiliki interseksi yang kuat
karena keduanya berkaitan dengan sikap
siswa, namun prestasi belajar ranah kognitif
yang melihat aspek pengetahuan (perolehan
konsep) saja.
6. Tidak ada interaksi antara kemampuan
analisis dan sikap ilmiah siswa terhadap
prestasi belajar IPA. Hal ini disebabkan
karena komponen analisis mengukur
komponen pengetahuan (kognitif) siswa
sedangkan
komponen
sikap
ilmiah
mengukur sikap siswa. Jadi kedua variabel
moderator tersebut berdiri sendiri.
7. Tidak ada interaksi antara pendekatan
pembelajaran inkuiri terbimbing melalui
metode eksperimen dan demonstrasi dengan
kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa
terhadap prestasi belajar IPA. Meskipun
ketiga variabel tida berinteraksi, namun
memiliki dampak yang baik terhadap
prestasi belajar siswa karena secara garis
besar mampu mendapatkan nilai di atas
KKM sekolah.
Rekomendasi dari hasil penelitian yang
telah dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Peneliti dapat mengembangkan penelitian
serupa dengan mengukur prestasi belajar
aspek psikomotorik, sehingga mengetahui
perbedaan psikomotorik siswa yang
diberikan pembelajaran melalui metode
eksperimen dan metode demonstrasi.
2. Perlu dilakukan penelitian tentang faktor
internal lain misalkan tentang kecerdasan
siswa dari siswa yang dimungkinkan
mempengaruhi prestasi belajar siswa.
3. Jika mengkaji sikap ilmiah dan prestasi
belajar afektif, sebaiknya komponen yang
dijadikan pedoman penilaian kedua aspek
dibedakan.
4. Sebaiknya
dalam
menentukan
pengkategorian variabel moderator dilihat
terlebih dahulu skor yang diperoleh siswa,
sehingga diharapkan dapat menampilkan
perbedaan yang signifikan.

152

Pardjono dan Wardaya. (2009). Peningkatkan
Kemampuan Analisis, Sintesis, dan Evaluasi
Melalui Pembelajaran Problem Solving.
Cakrawala Pendidikan, November 2009, Th.
XXVIII, No. 3

Daftar Pustaka
Badan

Standar Pendidikan Nasional. (2006).
Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan
Dasar dan Menengah. Jakarta.

Rachmawati, R. Fitria, (2011). Sistem Pengambilan
Keputusan Terhadap Ketidakdisiplinan Siswa
SMP di SMP YZA Kota Bogor. Jurnal
Ilmiah Teknologi dan Informasi Volume 2.

Dahar, Ratna Wilis. (1989). Teori-Teori Belajar.
Jakarta: Erlangga.
Dimyati dan Mudjiono. (2006). Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Sagala, Syaiful. (2009). Konsep dan Makna
Pembelajaran:
Untuk
Membantu
Memecahkan Problematika Belajar dan
Mengajar. Bandung: Alfabeta.

Education Index.  Retrieved  tanggal 23 Mei 2011. 
Fromhttp://en.wikipedia.org/wiki/Education_
Index.

Sanjaya, Wina. (2009). Strategi Pembelajaran
Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana.

Facione, Peter A. (2011). Critical Thinking: What It
Is and Why It Counts. Measured Reasons and
The California Academic Press, Millbrae, CA

Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Harlen, Wynne. (2004). Evaluating Inquiry-Based
Science
Developments:
A
Paper
Commisisoned by The National Reasearch
Council in Preparation for a Meeting on the
Status of Evaluation of Inquiry-Based Science
Education. Cambridge: National Academy of
Sciences.
Holmes, Vicki-Lyn. (2011). Standardizing the
Inquiry Lesson: Improving the Caliber of
Science Inquiry. E. J. of Literacy Through
Science Vol. 10. from htpp://ejlts.ucdavis.edu

Susanto, Handy. (2006). Meningkatkan Konsentrasi
Siswa Melalui Optimalisasi Modalitas
Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan Penabur
No. 06/Th.V/Juni 2006
Uliyati, Tatak Prapti. (2005). Reformasi Pendidikan
Dasar
di
Indonesia.
Diakses
melalui:http://theindonesianinstitute.com/inde
x.php/2005061146/REFORMASIPENDIDIKAN-DASAR-DIINDONESIA.html. Diakses pada tanggal 1
Juni 2010.

I Kade Suardana. (2007). Penilaian Portopolio dalam
Pembelajaran Fisika Berbasis Inquari
Terbimbing di SMP Negeri 2 Singaraja.
Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Pendidikan: Lembaga Penelitian Undiksha.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 pasal 3
Winataputra, Udin S., dkk. (2008). Teori Belajar
dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas
Terbuka.

Indra Akuntono. (2012, April 20). Kecurangan
Terjadi
Sebelum
UN
Dilaksanakan.
Kompas.com. tanggal download 11 Juli 2012,
from
http://edukasi.kompas.com/read/2012/04/20/0
5553647/Kecurangan.Terjadi.Sebelum.UN.D
ilaksanakan.

Zakaria, T. Ramli. (2010). Pedoman Penilaian
Sikap. Jakarta: Pusat Pendidikan Balitbang
Kemendiknas

J. W. McBride et al. (2004). Using an Inqui

Dokumen yang terkait

PEMBELAJARAN METODE EKSPERIMEN DAN INKUIRI TERBIMBING DITINJAU DARI SIKAP ILMIAH DAN KEMAMPUAN DALAM MENGGUNAKAN ALAT UKUR

2 12 111

PEMBELAJARAN KIMIA DENGAN PENDEKATAN INKUIRI TERBIMBING MELALUI METODE EKSPERIMEN SERTA DEMONSTRASI DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL DAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA

0 3 10

Pembelajaran kimia dengan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi ditinjau dari kemampuan awal dan sikap ilmiah siswa

0 13 156

PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING MENGGUNAKAN METODE DEMONSTRASI DAN METODE EKSPERIMEN DITINJAU DARI KEINGINTAHUAN DAN PERHATIAN SISWA

0 4 175

PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN PENDEKATAN INKUIRI TERBIMBING MENGGUNAKAN METODE DEMONSTRASI DISKUSI DAN EKSPERIMEN DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL DAN AKTIVITAS BELAJAR MAHASISWA.

0 0 17

PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN BEBAS TERMODIFIKASI DAN EKSPERIMEN TERBIMBING DITINJAU DARI SIKAP ILMIAH DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA.

0 0 9

PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES DENGAN METODE EKSPERIMEN DAN DEMONSTRASI DITINJAU DARI SIKAP ILMIAH DAN KEMAMPUAN ANALISIS.

0 0 10

PERBEDAAN PEMBELAJARAN IPA MENGGUNAKAN PENDEKATAN INKUIRI TERBIMBING DAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL MELALUI METODE EKSPERIMEN DITINJAU DARI KETERAMPILAN PROSES DAN SIKAP ILMIAH PESERTA DIDIK.

0 0 70

PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI PENDEKATAN INKUIRI TERBIMBING DENGAN METODE EKSPERIMEN DAN PROYEK DITINJAU DARI AKTIVITAS DAN SIKAP ILMIAH SISWA | Junaedi | Inkuiri 5661 12118 1 SM

0 1 12

PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN PENDEKATAN INKUIRI TERBIMBING MENGGUNAKAN METODE DEMONSTRASI DISKUSI DAN EKSPERIMEN DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL DAN AKTIVITASBELAJAR SISWA | Puspita | Inkuiri 9238 19645 1 SM

0 0 9