PERBEDAAN PEMBELAJARAN IPA MENGGUNAKAN PENDEKATAN INKUIRI TERBIMBING DAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL MELALUI METODE EKSPERIMEN DITINJAU DARI KETERAMPILAN PROSES DAN SIKAP ILMIAH PESERTA DIDIK.

(1)

PERBEDAAN PEMBELAJARAN IPA MENGGUNAKAN PENDEKATAN INKUIRI TERBIMBING DAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL

MELALUI METODE EKSPERIMEN DITINJAU DARI KETERAMPILAN PROSES DAN SIKAP

ILMIAH PESERTA DIDIK Oleh

Putri Handayani NIM 12312241033

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan signifikan pembelajaran IPA yang menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing dengan pendekatan kontekstual ditinjau dari keterampilan proses dan ditinjau dari sikap ilmiah. Kemudian mengetahui pendekatan yang lebih baik dalam pembelajaran IPA antara kelas berpendekatan inkuiri terbimbing dan pendekatan kontekstual ditinjau dari keterampilan proses dan ditinjau dari sikap ilmiah. Penelitian dilakukan pada peserta didik kelas VII SMPN 2 Depok dengan materi pembelajaran “Pencemaran Lingkungan”.

Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment dengan desain Posttest-only Control Design yang dilakukan di SMP Negeri 2 Depok. Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan teknik cluster random sampling, sehingga diperoleh Kelas VII A sebagai kelas eksperimen 1 dan kelas VII B sebagai kelas eksperimen 2. Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen 1 yaitu melaksanakan pembelajaran menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing dengan metode eksperimen, sedangkan pada kelas ekspeirmen 2 menggunakan pendekatan kontekstual dengan metode eksperimen. Data keterampilan proses diperoleh dengan menggunakan lembar observasi keterampilan proses. Data sikap ilmiah peserta didik diperoleh dengan menggunakan lembar observasi sikap ilmiah. Pengujian hipotesis dilakukan independent sample t-test. Untuk menentukan pendekatan yang lebih baik dilihat dari jumlah rata-rata skor keterampilan proses dan sikap ilmiah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara pembelajaran IPA yang menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing dengan pendekatan kontekstual ditinjau dari keterampilan proses dan terdapat perbedaan signifikan antara pembelajaran IPA yang menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing dengan pendekatan kontekstual ditinjau dari sikap ilmiah. Kemudian pendekatan inkuiri terbimbing lebih baik daripada pendekatan kontekstual ditinjau dari keterampilan proses peserta didik dan pendekatan inkuiri terbimbing lebih baik dibandingkan pendekatan kontekstual ditinjau dari sikap ilmiah peserta didik.

Kata kunci: pendekatan inkuiri terbimbing, pendekatan kontekstual, metode eksperimen, keterampilan proses, sikap ilmiah


(2)

THE DIFFERENCE IN LEARNING SCIENCE USING THE GUIDED INQUIRY APPROACH AND CONTEXTUAL APPROACH THROUGH THE

EXPERIMENTAL METHOD IN TERMS OF THE SCIENCE PROCESS SKILLS AND SCIENTIFIC ATTITUDES

By Putri Handayani NIM 12312241033

ABSTRACT

This research aims to know the existence of significant differences of guided inquiry approach with contextual approach in terms of science processkills and in terms of the scientific attitude. This research aims to show the better approach between guided inquiry approach and contextual approach in term of science procesess skills and in term of scientific attitude. The study was conducted among students of class VII using "Environmental Pollution" as the learning material .

This study is a quasi experimental type with Posttest-Only Control Design which was conducted at 2 Depok Junior High School. The sample in this study was determined by cluster random sampling technique, so class VII A was the experimental class 1 and class VII B was the experimental class 2. The treatment given to the experimental class 2 was conducting the learning process using the guided inquiry approach with the experimental method, while the experimental class 2 was conducting the learning process using the contextual approach with the experimental method. The scientific process skill data were obtained using observation sheets of scientific process skill and the students’ scientific attitude data were obtained using observation sheet of scientific attitude. The testing of hypotheses was done using the independent sample t-test. To define a better approach as seen from the average score of the scientific process skills and attitudes.

The results of this research are (1) there were significant differences between the learning of science that uses a guided inquiry approach with contextual approach in terms of science process skills (2) there are significant differences between the learning of science that uses a iguided inquiry approach with contextual approach in terms of the scientific attitude (3)guided inquiry approach is better then contextual approach in terms of the science proceses, (4) guided inquiry approach is better then contextual approach in terms of the scientific attitude.

Keywords : guided inquiry approach, the experimental method, science process skills, scientific attitude


(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan variabel yang tidak dapat diabaikan dalam mentransformasi ilmu pengetahuan, keahlian dan nilai-nilai akhlak. Pendidikan nasional merupakan inti utama untuk menunjang pengembangan sumber daya manusia yang peranannya sangat penting bagi pembangunan suatu bangsa. Hal tersebut sesuai dengan fungsi dan tujuan pendidikan, bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas, 2006: 2).

Melihat pentingnya pendidikan nasional untuk kemajuan suatu bangsa maka pemerintah harus selalu melakukan upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan nasional adalah dengan melakukan pembaharuan terhadap kurikulum. Indonesia telah mengalami perubahan kurikulum beberapa kali, salah satunya yaitu kurikulum KTSP. Keberhasilan sebuah kurikulum yang berlaku pada suatu tingkat lembaga pendidikan sangat ditentukan oleh mutu pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Sebuah kurikulum dikatakan berhasil


(4)

jika tujuan pendidikan dapat tercapai. Tercapainya tujuan pendidikan itu sendiri sangat ditentukan oleh proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru di sekolah.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini. IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Secara garis besar, IPA memiliki tiga komponen yaitu (1) proses ilmiah misalnya mengamati, mengklasifikasi, memprediksi, merancang dan melaksanakan eksperimen; (2) produk ilmiah, misalnya prinsip, konsep, hukum, dan teori; dan (3) sikap ilmiah, misalnya ingin tahu, hati-hati, obyektif dan jujur (Patta Bundu, 2006: 9-11).

Pembelajaran IPA membuka kesempatan bagi siswa untuk mendiskripsikan fakta, mengajukan pertanyaan, mengkonstruksi penjelasan dari fenomena alam, menguji penjelasan, dan mengkomunikasikan kepada orang lain. Sehingga pengetahuan IPA diperoleh dengan melalui proses dengan metode ilmiah dan mendapat pengalaman belajar. Melalui proses, peserta didik akan lebih mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak. Upaya agar peserta didik mampu menemukan konsep sendiri melalui perlakuan terhadap kenyataan fisik dan penanganan benda-benda nyata yang dapat diwujudkan dalam bentuk penyelidikan. Sikap peserta didik terhadap sains dapat berpengaruh pada motivasi, minat, dan keberhasilan peserta didik itu sendiri. Jika seseorang memiliki sikap tertentu,


(5)

orang itu cenderung berperilaku secara konsisten pada setiap keadaan.Untuk dapat melangsungkan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik IPA diperlukan suatu pendekatan dan metode tertentu.

Metode dan pendekatan pembelajaran tertentu memiliki kelebihan dan kelemahan. Tidak semua pendekatan dan metode pembelajaran sesuai untuk membelajarkan IPA. Pendekatan pembelajaran yang dapat dipilih dalam pembelajaran IPA harus mampu mengungkap karakteristik IPA itu sendiri. Metode pembelajaran yang dapat digunakan antara lain metode: eksperimen, demonstrasi, diskusi. Pendekatan pembelajaran dapat digunakan antara lain pendekatan: quantum learning, keterampilan proses, inkuiri terbimbing, inkuiri termodifikasi, inkuiri bebas, Contextual Teaching Learning (Ika Candra, 2012: 144).

Pendekatan Inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar bukan lagi sebagai objek belajar yang hanya menerima pengetahuan dari guru. Selain itu inkuiri terbimbing memberikan kesempatan berpikir bagi siswa dan juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan metode ilmiah dan sikap ilmiah yang dimiliki siswa. Pembelajaran inkuiri berusaha membantu siswa belajar dan memperoleh pengetahuan serta membangun konsep-konsep mereka sendiri. Melalui pembelajaran menggunakan pendekatan inkuiri, secara perlahan siswa dapat belajar cara mengorganisasikan dan mengadakan penelitian secara independen agar konsep yang di dapatkan mudah diingat oleh siswa.


(6)

Menurut Kilbane & Milman (2014: 245) pendekatan inkuiri adalah pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada proses dengan tujuan membelajarkan keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dibutuhkan untuk berpikir sistematis menjawab pertanyaan penting. Menggunakan pendekatan pembelajaran inkuiri, peserta didik dituntut untuk memecahkan masalah, merumuskan hipotesis, menganalisis data, dan menguji hipotesisnya.

Bilgin dalam L. Praptiwi dan L. Handayani (2012: 27) menggambarkan guided inquiry sebagai pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. pendekatan ini mempunyai pengaruh positif terhadap keberhasilan akademik peserta didik dan mengembangkan keterampilan proses ilmiah dan sikap ilmiah mereka. Dengan keberhasilan pada ketiga aspek ini maka tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.

Selain pendekatan inkuiri terbimbing terdapat pula pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual ini menempatkan siswa sebagai subjek belajar bukan lagi sebagai objek belajar. Pendekatan ini bertujuan membantu mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan memdorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Suyono (2015: 33) komponen dari pendekatan kontekstual adalah kontrukstivisme, inkuiri, bertanya, learning community, modelling, reflection, dan authenthic assesment. Dalam komponen kendekatan kontekstual terdapat komponen inkuiri dimana terdapat langkah inkuiri yang sejalan dengan keterampilan


(7)

proses. Hal ini menunjukkan bahwa pendektan kontekstual dapat mengembangkan keterampilan proses peserta didik.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Redno Kartikasari pada tahun 2011 memperoleh hasil bahwa penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning dengan metode eksperimen dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa kelas VII C SMP Negeri 14 Surakarta pada tahun pelajaran 2010/2011. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurul Latifah Hakim pada tahun 2013 memperoleh hasil bahwa penerapan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa kelas V SD Negeri Bakalan pada tahun pelajaran 2012/2013.

Metode eksperimen merupakan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik IPA. Metode ini memberikan kesempatan siswa untuk aktif dalam menemukan konsep, prinsip, dan teori. Menurut Roestiyah (2008: 80) metode eksperimen adalah salah satu metode pembelajaran yang dalam pelaksanaannya siswa melakukan percobaan tentang suatu hal, mengamati prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya, kemudian pengamatan itu disampaikan didepan kelas dan dievaluasi oleh guru.

Pendekatan inkuiri terbimbing dan pendekatan kontekstual melalui metode eksperimen sejalan dengan teori belajar penemuan yang dikemukakan oleh Bruner. Bruner menganggap bahwa belajar dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang terbaik (Ratna, 2011: 79-80). Sehingga siswa diharapkan terlibat aktif dalam pembelajaran melalui proses mentalnya sendiri dengan


(8)

melakukan kegiatan-kegiatan yang berorientasi ilmiah. Sehingga perolehan pengetahuan yang berupa konsep IPA didapatkan melalui proses bukan hafalan.

Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa pendekatan inkuiri terbimbing dan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan keterampilan proses dan sikap ilmiah peserta didik. Akan tetapi belum ada penelitian yang membandingkan pembelajaran IPA yang menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing dan pendekatan kontekstual jika ditinjau dari keterampilan proses dan sikap ilmiah peserta didik. Hal tersebut yang mendorong peneliti melakukan penelitian yang berjudul “Perbedaan Pembelajaran IPA menggunakan Pendekatan Inkuiri Terbimbing dan Pendekatan Kontekstual melalui Metode Eksperimen Ditinjau dari Keterampilan Proses dan Sikap Ilmiah Peserta Didik”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan timbul beberapa masalah, antara lain:

1. Proses pembelajaran IPA masih didominasi oleh pendidik sehingga peserta didik menjadi kurang aktif, seharusnya Pembelajaran IPA harus berpusat pada siswa (student centered).

2. Pembelajaran IPA yang dilalakukan masih berorientasi pada hasil belajar, seharusnya berorientasi pada proses belajar, produk belajar dan sikap peserta didik.


(9)

3. Metode pembelajaran untuk pembelajaran IPA masih didominasi dengan metode ceramah dimana peserta didik hanya mendengar serta mencatat tanpa ada pengalaman secara langsung. Padahal terdapat metode yang dapat memberikan pengalaman langsung kepada peserta didik salah satunya adalah metode eksperimen.

4. Pendekatan pembelajaran IPA kurang memberikan pengalaman langsung bagi siswa sehingga keterampilan proses dan sikap ilmiah siswa kurang berkembang. Padahal terdapat pendekatan yang dapat mengembangkan keterampilan proses dan sikap illmiah antara lain pendekatan inkuiri terbimbing dan pendekatan kontekstual.

C. Batasan Masalah

Agar penelitian lebih terarah, maka ruang lingkup masalah berdasarkan identifikasi masalah yang sudah diuraikan hanya akan dibatasi pada masalah 3 dan 4 yaitu pembelajaran IPA yang didominasi dengan metode ceramah padahal terdapat metode eksperimen yang dapat memberikan pengalaman langsung, pemilihan pendekatan yang kurang mengembangkan sikap ilmiah dan keterampilan proses padahal pendekatan inkuiri terbimbing dapat mengembangkan keterampilan proses dan sikap illmiah.

1. Pendekatan inkuiri terbimbing yang digunakan dalam penelitian ini memiliki beberapa langkah yaitu orientasi, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, melakukan eksperimen, dan membuat kesimpulan. Langkah yang ditentukan oleh guru adalah orientasi dan merumuskan


(10)

masalah kemudian langkah yang lain dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru.

2. Pendekatan kontekstual dalam penelitian ini melalui tahapan relating, cooperation, experimenting, appllying, dan transfering.

3. Metode eksperimen dalam penelitian ini digunakan dalam percobaan pencemaran lingkungan yaitu pencemaran air, pencemaran udara, dan pencemaran tanah.

4. Keterampilan proses yang akan diukur adalah merumuskan hipotesis, mengontrol varibel, melakukan eksperimen, menganalisis data, dan membuat kesimpulan.

5. Sikap ilmiah yang dikembangkan dalam pembelajaran IPA adalah sikap ingin tahu, sikap respek terhadap data/fakta, dan sikap berpikiran terbuka dan kerjasama.

D. Rumusan Masalah

Masalah yang akan diteliti ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah terdapat perbedaan signifikan pembelajaran IPA yang menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing dengan pendekatan kontekstual ditinjau dari keterampilan proses?

2. Apakah terdapat perbedaan signifikan pembelajaran IPA yang menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing dengan pendekatan kontekstual ditinjau dari sikap ilmiah?

3. Manakah keterampilan proses yang lebih baik antara kelas berpendekatan inkuiri terbimbing dan kontekstual?


(11)

4. Manakah sikap ilmah yang lebih baik antara kelas berpendekatan inkuiri terbimbing dan kontekstual?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain:

1. Mengetahui adanya perbedaan signifikan pembelajaran IPA yang menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing dengan pendekatan kontekstual ditinjau dari keterampilan proses.

2. Mengetahui adanya perbedaan signifikan pembelajaran IPA yang menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing dengan pendekatan kontekstual ditinjau dari sikap ilmiah.

3. Mengetahui pendekatan yang lebih baik dalam pembelajaran IPA antaa pendekatan inkuiri terbimbing dan kontekstual ditinjau dari keterampilan proses.

4. Mengetahui pendekatan yang lebih baik dalam pembelajaran IPA antara pendekatan inkuiri terbimbing dan kontekstual ditinjau dari sikap ilmiah. F. Manfaat

Dengan penelitian ini diharapkan agar hasilnya dapat bermanfaat: 1. Bagi Pendidik dan Calon Pendidik

a. Memberikan informasi kepada pendidik atau calon pendidik IPA mengenai perbedaan signifikan antara pendekatan inkuiri terbimbing dan pendekatan kontekstual ditinjau dari keterampilan proses dan sikap ilmiah siswa.


(12)

2. Bagi Peserta didik

a. Meningkatkan keterampilan proses dan sikap ilmiah yang sejalan dengan meningkatnya pemahaman peserta didik akan materi yang telah disampaikan.

b. Meningkatkan prestasi belajar siswa.

c. Menanamkan sikap ilmiah pada peserta didik yang mendukung pembelajaran IPA dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.


(13)

BAB II KAJIAN TEORI A.Kajian Teori

1. Pembelajaran IPA

Kata “Sains” diterjemahkan sebagai Ilmu Pengetauan Alam yang berasal dari kata “natural science”. Natural mengandung makna berhubungan dengan alam atau alamiah, sedangkan science artinya ilmu pengetahuan alam. Sehingga sains dapat diartikan sebagi ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa di alam (Patta Bundu, 2006: 9).

Carin & Sund (1989: 4-5) menyatakan bahwa

Science is the system of knowing about the universe trough data collected by observation and controlled experimentation. As data are collected, theories are advanced to explain and account for what has been observed. The true test of theory in science is threefold: (a) ability to explain what has been observed; (b) ability to predict what has not yet been observed; and (c) ability to tested by further experimentation and to modified as required by the acquisition of new data.

Sains adalah suatu sistem pengetahuan tentang alam melalui pengumpulan data dengan cara observasi dan eksperimen terkontrol. Sains juga dianggap suatu kumpulan pengetahuan yang berfungsi untuk menjelaskan apa yang diperoleh. Ujian sebenarnya suatu teori dalam sains adalah (a) kemampuan untuk merencanakan apa yang akan diobservasi, (b) kemampuan untuk memprediksi apa yang belum diobservasi, dan (c) kemampuan untuk diuji dengan percobaan lebih lanjut dan dimodifikasi sesuai kebutuhan dengan tambahan data baru.


(14)

Jika dilihat dari definisis tersebut, sains memiliki tiga elemen yaitu proses atau metode, produk, dan sikap manusia.

IPA harus dipandang sebagai cara berpikir, sebagai cara untuk melakukan penyelidikan, dan sebagai kumpulan pengetahuan tentang alam. Collete dan Chiappetta (1994:34) menyatakan bahwa sains/IPA, pada hakikatnya merupakan: a) sekumpulan pengetahuan (a body of knowledge); b) sebagai cara berpikir (a way of thingking); dan c) sebagai cara penyelidikan (a way investigating) tentang alam semesta ini.

a. IPA sebagai kumpulan pengetahuan (a body of knowledge)

Hasil-hasil penemuan dari kegiatan kreatif para ilmuan selama berabad-abad dikumpulkan dan disusun secara sistematik menjadi kumpulan pengetahuan yang dikelompokkan sesuai dengan bidang kajiannya, misalnya fisika, biologi, kimia dan sebagainya. Dalam IPA, kumpulan tersebut dapat berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, teori maupan model.

b. IPA sebagai cara berpikir (a way of thingking)

IPA merupakan aktifitas manusia yang ditandai dengan proses bepikir yang berlangsung di dalam pikiran orang-orang yang berkecimpung alam bidang itu.

c. IPA sebagai cara penyelidikan (a way investigating) tentang alam semesta ini


(15)

IPA sebagai cara penyelidikan memberikan ilustrasi tentang pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam menyusun pengetahuan.

Menurut Wartono (2004; 4) pembelajaran IPA terpadu merupakan konsep pembelajaran IPA dengan situasi lebih “alami” dan situasi nyata dunia peserta didik, serta mendorong peserta didik membuat hubungan antar cabang IPA dan antar pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pembelajaran IPA terpadu adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan yang erat dengan pengalaman yang sesungguhnya. Pembelajaran IPA merupakan pembelajaran bermakna yang memungkinkan peserta didik menerapkan konsep-konsep IPA dan berpikir tingkat tinggi atau HOTS (High Order Thinking Skills). Selain itu, pembelajaran IPA mendorong peserta didik untuk tanggap terhadap lingkungan dan budayanya.

Menurut Fogarty (1991: xv), ditinjau dari cara memadukan konsep, keterampilan, topik, dan unit tematisnya, terdapat sepuluh cara atau model dalam merencanakan pembelajaran terpadu, yaitu: (1) fragmented; (2) connected; (3) nested; (4) sequenced; (5) shared; (6) webbed; (7) threaded; (8) integrated; (9) immersed; dan (10) networked. Dari kesepuluh model tersebut, ada tiga model yang sesuai dengan pembelajaran IPA yaitu connected, webbed, dan integrated. Tiga model keterpaduan IPA tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.


(16)

Tabel 1. Karakteristik pembelajaran terpadu model connected, webbed, dan integrated

Model Karakteristik Kelebihan Keterbatasan

Keterhubungan (connected)

Membelajarkan sebuah KD, konsep-konsep

pada KD

tersebut dipertautkan dengan konsep pada KD yang lain

 Melihat permasalahan tidak hanya dari satu bidang kajian  Pembelajaran dapat mengi-kuti KD-KD dalam SI, tetapi harus dikaitkan dengan KD yang relevan

Kaitan antara bidang kajian sudah tampak tetapi masih didominasi oleh bidang kajian tertentu

Jaring laba-laba(Webbed)

Membelajarkan beberapa KD yang berkaitan melalui sebuah tema

Masing-masing bidang kajian porsi materinya hamper sama luas

 Pemahaman terhadap konsep utuh  Kontekstual  Dapat dipilih

tema-tema menarik yang dekat dengan kehidupan

 KD-KD yang berkaitan berada dalam semester atau kelas yang berbeda

 Tidak mudah menemukan tema pengait yang tepat.

Keterpaduan (integrated)

Membelajarkan beberapa KD yang konsep-konsepnya beririsan/ tumpang tindih

 Pemahaman terhadap konsep lebih utuh (holistik)  Lebih efisien  Sangat

kontekstual

 KD-KD yang konsepnya beririsan berada dalam semester atau kelas yang berbeda

 Menuntut

wawasan dan penguasaan materi yang luas 

Sarana-prasarana, misalnya buku belum

mendukung

Wartono (2004; 10-12) menyebutkan bahwa jika bertanya merupakan ciri utama pembelajaran IPA terpadu maka menemukan adalah bagian


(17)

inti dari kegiatan pembelajaran tersebut. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh peserta didik diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi dari hasil menemukan dan menggeneralisasi sendiri. Oleh sebab itu, dalam pembelajaran IPA, pendidik harus merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan. Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses dan pengetahuan yang dimiliki peserta didik diperluas melalui konteks pembelajaran, kemudian diperluas sedikit demi sedikit. Refleksi juga merupakan bagian penting dalam pembelajaran IPA. Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru saja dipelajari. Peserta didik mengedepankan apa yang baru saja dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan revisi dari pengetahuan sebelumnya.

Berdasarkan beberapa uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang gejala dan fenomena disekitar manusia yang dipahami melalui sikap, proses, dan produk ilmiah serta aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pengetahuan yang dimiliki dan mampu melakukan kerja ilmiah yang diiringi sikap ilmiah maka dapat diperoleh produk IPA yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori. Pendidikan IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan sains diarahkan untuk mencari tahu dan


(18)

melakukan sesuatu sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

2. Pendekatan Inkuiri Terbimbing

Inkuiri yang dalam bahasa Inggris Inqury, berarti pertanyaan, pemeriksaan atau penyelidikan. Menurut Collete dan Chiappetta (1994: 86), “inquiry is a process of finding out by searching for knowledge and understanding”. Inkuiri adalah proses menemukan suatu ilmu dan konsep sebagai hasil dari proses mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukannya. Pertanyaan ilmiah adalah pertanyaan yang dapat mengarahkan pada kegiatan penyelidikan terhadap objek pertanyaan. Dengan kata lain, inkuiri adalah suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi dan eksperimen untuk mencari jawaban serta memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah.

Inkuiri mengacu pada cara ilmuan mempelajari tentang apa yang terjadi di alam dan penjelasan berdasarkan fakta-fakta dari hasil mereka bekerja. Hal ini diungkapkan oleh Colburn (2000: 42), “Scientific inquiry refers to the diverse ways in which scientiest study the natural world and purpose explanations based on the evidence derivered from their world”. Inkuiri juga mengacu pada kegiatan siswa dalam mengembangkan pengetahuan dan pemahaman mereka tentang ide-ide ilmiah, serta pemahaman tentang bagaimana ilmuan mempelajari alam.


(19)

Moh. Amien (1987; 126-127) menyatakan bahwa inkuiri dibentuk melalui proses penemuan, karena peserta didik harus menggunakan kemampuan menemukan dan banyak lagi. Dengan kata lain, inkuiri adalah suatu perluasan proses-proses penemuan yang digunakan dengan cara yang lebih dewasa. Sebagai tambahan pada proses-proses penemuan, inkuiri mengandung proses-proses mental yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya merumuskan masalah, merancang eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, menarik kesimpulan, mempunyai sikap-sikap objektif, jujur, rasa ingin tahu, terbuka, dan sebagainya.

Sund dan Trowbridge (1973; 67-71) mengemukakan tiga macam pendekatan inkuri yaitu inkuiri bebas (free inquiry), inkuiri terbimbing (guided inquiry), dan inkuiri bebas yang termodifikasi (modified free inquiry). Ketiga pendekatan inkuiri ini memiliki perbedaan. Perbedaan ini didasarkan pada porsi pendampingan guru saat pembelajaran.

Pendekatan inkuiri terbimbing berawal dari pandangan bahwa peserta didik sebagai objek dan subjek dalam belajar, mempunyai kemampuan dasar untuk berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Proses pembelajaran seharusnya memberikan stimulus kepada siswa agar siswa merasa tertantang untuk melakukan kegiatan belajar. Dalam proses pembelajaran guru berperan sebagai pembimbing dan fasilitator belajar. Dengan begitu, siswa melakukan kegiatan sendiri atau


(20)

dalam kelompok untuk memecahkan permasalahan dengan bantuan guru (Nana Sudjana, 1989; 154).

Joyce (dalam Iif Khoiru, 2011; 25) mengemukakan kondisi-kondisi umum yang merupakan syarat timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa: 1) Aspek sosial dalam kelas dan suasana bebas-terbuka dan pesimif

akan mengundang siswa berdiskusi.

2) Berfokus pada hipotesis yang perlu diuji kebenarannya.

3) Penggunaan fakta sebagai evidensi dan didalam proses pembelajaran dibicarakan validitas dan reliabilitas tentang fakta, sebagaimana lazimnya pengujian hipotesis.

Sund dan Trowbridge (1973: 68) menyatakan bahwa dalam pendekatan inkuiri terbimbing peserta didik memperoleh pedoman sesuai dengan yang dibutuhkan. Pedoman-pedoman tersebut biasanya berupa pertanyaan-pertanyaan yang membimbing. Pendekatan ini digunakan terutama bagi para peserta didik yang belum berpengalaman belajar dengan metode inkuiri, dalam hal ini guru memberikan bimbingan dan pengarahan yang cukup luas. Pada tahap awal bimbingan lebih banyak diberikan, dan sedikit demi sedikit dikurangi, sesuai dengan perkembangan pengalaman peserta didik. Dalam pelaksanaannya, sebagaian besar perencanaannya dibuat oleh guru.

Menurut Trianto (2013: 114), langkah-langkah proses pembelajaran dengan menerapkan pendekatan inkuiri diantaranya adalah :


(21)

2) Mengamati atau melakukan eksperimen,

3) Menganalisis dan menyajikan hasil data berupa tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel dan atau karya lainnya,

4) Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru atau audien lain secara berkelompok ataupun individu.

Pembelajaran inkuiri menurut Kilbane dan Milman (2014; 253) terbagi atas 6 langkah, yaitu “The general Inkuiri model consists of six major steps: (1) identify or present/pose question, (2) make hypotheses, (3) gather data, (4) assess hypotheses, (5) generalize, and (6) analyze inquiry process.

Langkah-langkah proses pembelajaran dengan menerapkan pendekatan inkuiri menurut Iif Khoiru (2011: 24), diantaranya adalah 1) Merumuskan masalah, dimana kemampuan yang dituntut adalah

a) Kesadaran terhadap masalah, b) Melihat pentingnya masalah, c) Merumuskan masalah.

2) Mengembangkan hipotesis, dimana kemempuan yang dituntut adalah a) Menguji dan menggolongkan data yang diperoleh,

b) Melihat dan merumuskan hubungan yang ada secara logis dan merumuskan hipotesis.


(22)

a) Merakit peristiwa terdiri dari; mengidentifikasi peristiwa yang dibutuhkan, mengumpulakan data dan mengevaluasi data.

b) Menyusun data, terdiri dari; mentranslasikan data, mengintepretasikan data dan mengklasifikasikan data.

c) Analisis data, terdiri dari; melihat hubungan, mencatat persamaan dan perbedaan.

4) Menarik kesimpulan, dimana kemampuan yang dituntut adalah a) Mencari pola dan makna hubungan.

b) Merumuskan kesimpulan.

5) Menerapkan kesimpulan dan generalisasi.

Tahapan pendekatan inkuiri terbimbing menurut Collete dan Chiappetta (1994: 128-129), sebagai berikut :

Tabel 2. Langkah-langkah Kegiatan Inkuiri

Tahapan Kegiatan

Merumuskan masalah

Gurur memberikan atau menyajikan suatu topik yang dapat memotivasi siswa mengajukan permasalahan dari fenomena tersebut

Merumuskan hipotesis

Siswa mengajukan jawaban sementara atas pertanyaan atau solusi permasalahan yang dapat diuji dengan data.

Mengumpulkan data

Dilakukan dengan melaksanakan kegiatan eksperimen, demonstrasi, menyimak simulasi. Data yang dihasilkan berupa tabel atau grafik. Analisis Data Data yang telah diperoleh kemudian diolah dan

dianalisis untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan.

Membuat kesimpulan

Siswa membuat kesimpulan sementara berdasarkan data yang diperoleh dan hasil analisis data yang telah dilakukan.

Adapun langkah-langkah pembelajaran inkuiri terbimbing meliputi; 1) Perumusan masalah


(23)

Langkah awal adalah menentukan masalah yang ingin dialami atau dipecahkan dengan metode inkuiri. Persoalan dapat disiapkan atau diajukan oleh pendidik. Persoalan sendiri harus jelas sehingga dapat dipikirkan, dialami, dan dipecahkan oleh peserta didik. Persoalan atau permasalahan yang dipelajari harus diseduaikan dengan karakteristik dan kondisi lingkungan peserta didik.

2) Menyusun Hipotesis

Peserta didik diminta untuk mengajukan hipotesis atau dugaan sementara. Hipotesis peserta didik harus diuji kebenarannya dengan cara melakukan penyelidikan melalui eksperimen. Pendidik berperan dalam membimbing peserta didik dalam menguji hipotesis.

3) Mengumpulkan data

Peserta didik mengumpulkan fakta-fakta yang diperlukan untuk menguji kebenaran dari hipotesis yang diajukan. Pendidik membantu peserta didik dalam mendapatkan dan mengelola data yang digunakan untuk menguji kebenaran dari hipotesis yang diajukan peserta didik.

4) Menganalisis Data

Data yang sudah dikumpulkan harus dianalisis untuk dapat membuktikan apakah hpotesis benar atau tidak.

5) Menyimpulkan

Setelah data dikelompokkan dan dianalisis, kemudian diambil kesimplan dengan generalisasi. Setelah diambil keputusan, kemudian


(24)

dicocokkan dengan hipotesis awal, apakah hipotesis awal diterima atau tidak.

Pendekatan inkuiri terbimbing ini memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan pembelajaran inkuiri dikemukakan oleh Roestiyah (2008: 76-77), yang terdiri dari:

1) Mendorong siswa berfikir dan merumuskan hipotesis sendiri,

2) Membantu dalam menggunakan suatu ingatan pada situasi proses belajar yang baru,

3) Mendorong siswa untuk berfikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, 4) Memberikan kepuasan pada siswa,

5) Situasi proses belajar mengajar lebih terangsang, 6) Pengajaran lebih berpusat pada siswa,

7) Siswa dapat membentuk dan mengembangkan konsep sendiri,

8) Siswa mempunyai strategi tertentu untuk menyelesaikan tugas dengan caranya sendiri,

9) Dapat menghindarkan siswa dari cara-cara belajar menghafal, dan 10)Memberikan waktu bagi siswa untuk memberikan hasil percobaan

untuk disesuaikan dengan teori.

Dari uraian dan pendapat tentang definisi pembelajarn inkuiri maka disimpulkan pendekatan inkuiri terbimbing adalah pendekatan yang mengajak peserta didik untuk melakukan penyelidikan dimana guru masih memberikan bimbingan dalam setiap langkah-langkahnya. Dalam proses pembelajaran masalah, alat dan bahan yang dibutuhkan, dan


(25)

prosedur penyelidikan diberikan oleh guru. Peserta didik menyelidiki untuk memperoleh bukti-bukti untuk membentuk konsep yang sesuai antara yang mereka lakukan dengan yang mereka pelajari.langkah pembelajaran berbasis inkuiri yang dilakukan pada penelitian ini adalah: orientasi, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, melakukan eksperimen, dan membuat kesimpulan.

3. Pendekatan Kontekstual

Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dengan melibatkan tujuh komponen pembelajaran efektif (Yatim Riyanto, 2010: 163). Menurut Hosnan (2014: 267) pendekatan kontekstual dapat diartikan sebagai suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu dalam proses belajar mengajar disekolah.

Nurhadi (dalam Muslich, 2009: 41) menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learing (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru dalam mengaitkan antara materi yang dipelajarinya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Dari konsep tentang pembelajaran CTL tersebut ada 3 hal yang dapat dipahami, yaitu (1) CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi


(26)

pelajaran, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman langsung. Proses belajar dalam konteks CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran ; (2) pembelajaran CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, sehingga akan bermakna secara fungsional dan materi yang dipelajari akan tertanam erat dalam memori peserta didik ; (3) CTL mendorong siswa untuk menerapkanya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengaharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajari, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari sebagai bekal dalam mengarungi kehidupan nyata. Jadi, dapat terlihat dari pernyataan-pernyataan di atas bahwa pendekatan CTL akan mampu meningkatkan keterampilan proses siswa.

Dalam implementasi CTL, pada situasi pembelajaran harus dipegang erat komponen CTL. Menurut Suyono dan Hariyanto (2015: 83-84) tujuh komponen CTL tersebut adalah 1) konstruktivisme, 2) inkuiri, 3) bertanya, 4) learning community (masyarakat pembelajaran), 5) modelling, 6) refleksi, dan 7) authentic assessment.

Pembelajaran yang dilaksanakan dengan CTL, menurut Priyatni (dalam M. Honsan, 2014: 278), memiliki karakteristik sebagai berikut:

1) Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks yang autentik, artinya pembelajaran diarahkan agar siswa memiliki keterampilan dalam


(27)

memecahkan masalah dalam konteks nyata atau pembelajaran diupayakan dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning is real life setting).

2) Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning). 3) Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman

bermakna kepada siswa melalui proses mengalami (learning by doing).

4) Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi (learning in a group).

5) Kebersamaan, kerja sama saling memahami dengan yang lain secara mendalam merupakan aspek penting untuk untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan (learning to know each other deeply).

6) Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, dan mementingkan kerja sama(learning to ask, to inquiry, to work together).

7) Pembelajaran dilaksanakan dengan cara yang menyenangkan (learning as an enjoy activity).

Menurut Hosnan (2014: 278-279) tahapan pembelajaran melalui pendekatan CTL adalah relating, cooperation, experimenting, appllying, dan transfering. Secara rici dapat dilihat pada Tabel 3.


(28)

Tabel 3. Tahapan Pembelajaran melalui Pendekatan CTL No Tahap

Kegiatan

Kegiatan Guru Kegiatan Siswa CTL 1 Pendahuluan Menyampaikan tujuan

pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut. Menyampaikan prasyarat.

Mendenagarkan tujuan yang disampaikan guru. Menjawab

prasyarat dari guru

Relating

2 Inti Menyampaikan

Motivasi.

Menyampaikan materi dan memberikan contoh.

Menjelaskan dan mendemonstrasikan percobaan.

Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok belajar yang heterogen.

Menjawab

motivasi dari guru. Mendengarkan dan mencatat penjelasan guru. Membentuk kelompok

Cooperati ng

Membimbing siswa menjawab pertanyaan yang ada di LKS.

Melakukan

percobaan yang ada di LKS. Menjawab

pertanyaan yang ada di LKS

Experime nting

Meminta perwakilan kelompok

mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas

Mempresentasikan hasil percobaan kelompok yang diperoleh

Appllying

3 Penutup Membimbing siswa merangkum atau menyimpulkan semua materi yang telah dipelajari.

Memberikan tes.

Merangkum atau menyimpulkan materi yang telah dipelajari.

Mengerjakan soal-soal tes.

Transferi ng

Berdasarkan pemaparan beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pendekatan kontekstual adalah suatu proses pembelajaran yang menghubungkan antara suasana atau kejadian tertentu yang dekat dengan siswa dengan materi yang akan disampaikan. Tahapan dari pendekatan


(29)

kontekstual adalah relating, cooperation, experimenting, appllying, dan transfering.

4. Metode Eksperimen

Eksperimen merupakan bagian penting dalam pembelajaran sains, sehingga eksperimen menjadi pembeda antara sains dengan mata pelajaran lain. Metode eksperimen adalah salah satu cara mengajar dimana siswa melakukan suatu percobaan tentang suatu hal, mengamati prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya kemudian hasil pengamatan itu disampaikan ke kelas dan dievaluasi oleh guru (Roestiyah, 2008: 80).

Mohamad Nur (2000: 32) menyatakan bahwa suatu eksperimen dalam sains adalah suatu prosedur untuk menguji suatu hipotesis melalui proses pengumpulan informasi di bawah kondisi-kondisi terkontrol. Sedangkan Syaiful, (2006: 84) menyatakan bahwa metode eksperimen adalah cara penyajian pembelajaran dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami sendiri sesuatu yang dipelajari. Metode eksperimen dalam penerapan proses belajar mengajar memberi kesempatan kepada siswa untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu obyek, keadaan atau proses sesuatu. Dengan demikian, siswa dituntut untuk mengalami sendiri, mencari kebenaran, atau mencoba mencari suatu hukum atau dalil, dan menarik kesimpulan dari proses yang dialami.


(30)

Menurut Rustaman dkk (2005: 129) metode eksperimen merupakan suatu metode yang menyajikan pelajaran dengan percobaan. Saat siswa melakukan eksperimen berarti siswa melakukan kegiatan yang mencakup pengendalian variabel, pengamatan, melibatkan pembanding atau kontrol dan penggunaan alat-alat praktikum. Dalam proses pembelajaran menggunakan metode ini, siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri.

Kelebihan metode eksperimen menurut Soetomo (1993: 165) antara lain:

1) Siswa dapat belajar melalui pengamatan langsung.

2) Siswa langsung mendapatkan pengalaman langsung dan keterampilan daam eksperimen.

3) Partisispasi siswa lebih tinggi, baik secara individu maupun kelompok.

4) Siswa belajar berpikir melalui prinsip metode ilmiah.

Penggunaan metode eksperimen mempunyai tujuan agar siswa mampu mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban atas persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan mengadakan percobaan sendiri. Juga siswa dapat terlatih dalam cara berpikir ilmiah (scientific thingking). Melalui eksperimen siswa menemukan bukti kebenaran dari teori sesuatu yang sedang dipelajarinya (Roestiyah, 2008: 80).

Dengan melakukan eksperimen siswa akan menjadi lebih yakin atas suatu hal daripada hanya menerima dari guru dan buku, dapat


(31)

memperkaya pengalaman, mengembangkan sikap ilmiah, dan hasil belajar akan bertahan lebih lama dalam ingatan siswa. Metode eksperimen ini paling tepat apabila digunakan untuk merealisasikan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri. Pada pelaksanaan eksperimen tersebut, untuk dapat memaparkan dengan tepat tentang tujuan percobaan tentu harus memahami variabel-variabel yang terlibat (Rustaman dkk, 2005: 109).

Berdasarkan beberapa pengertian yang disampaikan, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan metode eksperimen adalah suatuteknik mengajar yang menekankan pada pelibatan secara langsung peserta didik untuk mengalami proses dimana terdapat pengendalian variabel dan membuktikan sendiri hasil percobaan. Dengan metode ini, siswa mampu mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban ataspersoalan yang dihadapi dengan mengadakan percobaan sendiri sehingga dapat memahami konsep yang ditemukan.

5. Keterampilan Proses

Keterampilan proses atau dalam bahasa inggris diartikan process skill yang menurut Collete dan Chiappeta (1994: 89),

these skills that human use to construct knowledge, to represet ideas, and to communicate information. The process approach can be used to develop science concepts and to organize content kowledge.”

Keterampilan proses merupakan kemampuan sesorang dalam menemukan ilmu, mengemukakan ide dan menyebarluaskan informasi. Pendekatan ini dapat digunakan untuk mengembangkan konsep sains.


(32)

Collete & Chiappetta (1994: 90) menyatakan bahwa keterampilan proses sains (science process skill) dibedakan menjadi dua bagian, yaitu keterampilan proses sains dasar (basic science process skill) dan keterampilan proses sains yang terintegrasi (integrated science process skill). Menurut Patta Bundu (2006; 23-24) Keterampilan keterampilan proses sains dapat dibagi menjadi dua yaitu :

a. Ketampilan dasar yang meliputi; observasi, klasifikasi, komunikasi, pengukuran, prediksi, dan penarikan kesimpulan.

b. Keterampilan terintegrasi yang meliputi; mengidentifikasi variabel, menyusun tabel data, menyusun grafik, menggambarkan hubungan variabel, memperoleh dan memproses data, menganalisis investigasi, serta melakukan eksperimen.

Menurut Rezba (2007: 1) keterampilan proses dibagi menjadi dua yaitu keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terpadu. Keterampilan proses dasar terdiri dari keterampilan observasi, klasifikasi, komunikasi, mengukur, inferensi, dan prediksi. Sedangkan keterampilan proses terpadu terdiri dari merumuskan hipotesis, interpretasi data, merancang model, melakukan percobaan, menentukan variabel, dan mengontrol variabel.

Muh. Tawil dan Liliasari (2014: 11) mengemukakan bahwa proses belajar mengajar hendaknya mengikuti siswa secar aktif guna mengembangkan kemajuan siswa antara lain keterampilan mengobservasi, menginterpretasikan, memprediksi, mengaplikasikan


(33)

konsep, mengklasifikasi, merencanakan, menggunakan alat, dan melaksanakan penelitian serta mengkomunikasikan hasil penemuannya.

Berdasarkan uraian diatas, keterampilan proses menuntut adanya keterlibatan fisik dan mental-intelektual peserta didik. Hal ini dapat digunakan untuk melatih dan mengembangkan keterampilan intelektual atau kemampuan berfikir siswa. Selain itu, juga mengembangkan sikap ilmiah dan kemampuan siswa untuk menemukan dan mengembangkan fakta, konsep, dan prinsip ilmu atau pengetahuan. Selanjutnya digunakan untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari secara objektif dan rasional. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa keterampilan proses merupakan keterampilan intelektual yang biasa dilakukan oleh ilmuwan dalam menyelesaikan permasalahan dan menghasilkan produk sains seperti fakta dan konsep. Keterampilan proses yang akan dikembangkan adalah merumuskan hipotesis, menentukan variabel, melakukan eksperimen, menganalisis data, dan membuat kesimpulan.

a. Merumuskan Hipotesis

Hipotesis adalah kemampuan dasar dalam kerja ilmiah. Hipotesis berupa dugaan didasari pemikiran logis antara setiap variabel yang diselidiki sehingga dapat dijadikan pedoman dalam menyeleksi data apa saja yang harus dikumpulkan (Patta Bundu, 2006:28). Menurut Collete & Chiappetta (1994: 90) merumuskan hipotesis adalah membuat suatu prediksi yang didasarkan pada


(34)

bukti-bukti penelitian dan penyelidikan sebelumnya. Kemudian Dimyati dan Muldjiono (2013:149) menambahkan bahwa keterampilan menyusun hipotesis menghasilkan rumusan dalam bentuk kalimat pernyataan bersifat logis dan bisa diujikan.

Merumuskan hipotesis merupakan keterampilan membuat suatu prediksi yang didasarkan penjelasan yang konsisten dalam bentuk kalimat yang jelas dan dapat diuji menggunakan percobaan berdasarkan rumusan masalah yang akan diteliti.

b. Mengontrol Variabel

Mengontrol variabel menurut Collete & Chiappetta (1994: 90) yaitu memanipulasi dan mengontrol variabel bebas (independent), terikat (dependent), dan kontrol (control). Menurut Patta Bundu (2006: 30) mengontrol variabel adalah upaya mengalokasi variabel yang tidak diteliti sehingga hasil yang diperoleh berasal dari variabel yang diteliti. Identifikasi atau manipulasi variabel akan mempngaruhi hasil suatu eksperimen. Semua variabel yang tidak mengalami perlakuan harus dibuat konsisten.

Mengontrol Variabel adalah upaya untuk memanipulasi variabel bebas, menetukan variabel terikat, serta mengidentifikasi dan mengendalikan variabel-variabel yang dapat mempengaruhi variabel terikat.


(35)

c. Melakukan Eksperimen

Menurut Collete & Chiappetta (1994: 90) melakukan eksperimen adalah melakukan suatu penyelidikan. Dimyati dan Muldjiono (2013:150) menambahkan bahwa melakukan eksperimen dapat diartikan sebagai keterampilan untuk mengadakan pengujian terhadap ide-ide yang bersumber dari fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan sehinggga dapat diperoleh informasi yang memuat penerimaan atau penolakan ide-ide tersebut.

Melakukan eksperimen merupakan suatu kegiatan penyelidikan secara langsung dan teliti dengan memperhatikan keselamatan kerja dan kesesuaian alat dan bahan.

d. Mengintepretasi Data

Mengintepretasi data yaitu menjelaskan atau menyimpulkan suatu data hasil penyelidikan yang sudah tertuang pada sebuah grafik atau tabel data (Collete & Chiappetta, 1994: 90). Muh. Tawil dan Liliasari (2014: 11) menambahkan bahwa Interpretasi hasil pengamatan dilakukan pada pola hubungan antar hasil pengamatan yang satu dengan yang lainnya.

Mengintepretasikan data yaitu menjelaskan keterkaitan antar variabel menjadi informasi yang bermakna berdasarkan hasil data percobaan dan diperkuat dengan teori yang ada.


(36)

e. Membuat Kesimpulan

Menurut Dimyati dan Muldjiono (2013:145) menyimpulkan dapat diartikan sebagai suatu keterampilan untuk memutuskan keadaan suatu objek atau peristiwa berdasarkan fakta, konsep, dan prinsip yang diketahui. Menurut Mason (1988) dalam Patta Bundu (2006: 66), kriteria penilaian keterampilan ini adalah merancang sebuah penilaian, mengubah objek untuk beberapa tujuan, dan memandingkan kondisi yang diubah dengan kondisi asli.

Membuat kesimpulan merupakan keterampilan untuk memutuskan keadaan berdasarkan hasil percobaan dan sesuai dengan tujuan dengan menggunakan kalimat yang jelas kemudian membandingkan dengan hipotesis yang sudah dibuat.

6. Sikap Ilmiah

Sikap merupakan tingkah laku yang bersifat umum yang menyebar tipis diseluruh hal yang dilakukan siswa. Sikap ilmiah dalam pembelajaran IPA sering dikaitkan dengan sikap tehadap IPA. Menurut Patta Bundu (2006: 139) sikap ilmiah tidak hanya sikap terhadap Sains. Hal ini dikarenakan sikap terhadap Sains hanya terfokus pada suka atau tidak sukanya siswa terhadap pembelajaran IPA.

Sikap didefinisikan sebagai kecenderungan untuk bereaksi secara positif (menerima) atau secara negatif (menolak) terhadap suatu obyek, berdasarkan suatu penilaian terhadap obyek itu sebagai obyek yang


(37)

berharga. Di dalam sikap terdapat komponen kognitif, afektif dan konatif (Winkel, 1983: 117-118).

Pengelompokan sikap ilmiah oleh para ahli cukup bervariasi, walaupun jika ditelaah lebih dalam tidak ada perbedaan yang berarti. Menurut Moh. Amien (1987; 12) sikap ilmiah meliputi hasrat ingin tahu, kerendahan hati, sikap keterbukaan, jujur, prndekatan positif terhadap kegagalan dan sebaginya. Sikap ilmiah merupakan perilaku para ilmuwan yang mereka ikuti dalam penelitian-penelitian ilmiah. Secara singkat pengelompokan sikap ilmiah beberapa ahli dalam Patta Bundu (2006; 140) dapat dilihat dalam Tabel 4.

Tabel 4.Pengelompokan Sikap Ilmiah Peserta Didik

Gega (1977) Harlen (1996) AAAS (1993)

Curiosity Inventiveness Critical thinking Presistence

Curiosity

Respect for evidence Critical reflection Preserverance

Creativity and Inventiveness Open mindednesss

Cooperation with others

Wilingness to tolerate uncertainty

Sensitivy to environment

Honesty Curiosity Open minded Skepticism

Pengelompokan sikap ilmiah menurut Gega (1994) dalam Patta Bundu (2006: 139) yang harus dikembangkan dalam pembelajaran IPA yaitu curiosity, inventiveness, critical thinking, dan presistence. Sedangkan Harlen mengembangkan dimensi dan indikator sikap ilmiah seperti pada Tabel 5.


(38)

Tabel 5. Indikator Sikap Ilmiah IPA

Sikap ilmiah Indikator

Sikap ingin tahu (curiosity) Antusias mencari jawaban

Perhatian pada objek yang diamati Antusias terhadap proses sains Menanyakan setiap langkah kegitan Sikap respek terhadap

data/fakta

Objektif/jujur

Tidak memanipulasi data Tidak prasangka buruk Sikap berpikir kritis Meragukan temuan teman

Menanyakan setiap perubahan /hal baru Mengulangi kegiatan yang dilakukan Tidak mengabaikan data meskipun kecil Sikap penemuan dan

kreativitas

Menggunakan fakta-fakta untuk dasar konklusi

Menunjukkan laporan berbeda dengan teman kelas

Mengubah pendapat dalam merespon terhadap fakta

Mengubah alat tidak seperti biasanya Menyarankan percobaan-percobaan baru Menguraikan konklusi baru dari hasil pengamatan

Sikap berpikiran terbuka dan kerjasama

Menghargai pendapat/temuan orang lain Mau merubah pendapat jika data kurang Menerima saran dari teman

Tidak merasa selalu benar

Menganggap setiap kesimpulan adalah tentatif

Berpartisipasi aktif dalam kelompok Sikap ketekunan Melanjutkan meneliti sesudah

“kebaruannya” hilang

Mengulangi percobaan meskipun berakibat kegagalan

Melengkapi satu kegiatan meskipun teman kelasnya selesai lebih awal

Sikap peka terhadap lingkungan

Perhatian terhadap peristiwa sekitar Partisispasi dalam kegiatan sosial Menjaga kebersihan lingkungan sekolah (Diadaptasi dari Harlen, 1996 dalam Patta Bundu (2006: 141))

Berdasarkan penjelasan mengenai sikap ilmiah tersebut, dapat disimpulkan bahwa sikap ilmiah adalah sikap yang dimiliki manusia dalam mencari dan mengembangkan pengetahuan baru melalui kegiatan ilmiah.


(39)

Sikap ilmiah yang dikembangkan dalam pembelajaran IPA adalah sikap ingin tahu (curiosity), sikap respek terhadap data/fakta, dan sikap berpikiran terbuka dankerjasama. Hal ini sesuai dengan karakteristik peserta didik tingkat SMP yang termasuk dalam tingkat dasar sehingga sikap ilmiah yang harus dimiliki belum terlalu kompleks dan sikap ilmiah ini diharapkan akan muncul dalam proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing.

7. Kajian Keilmuan

a. Pencemaran Lingkungan

Berdasarkan UU Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No.4 tahun 1982, yang dimaksud dengan pencemaran lingkung adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain kedalam lingkungan, dan/atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas menjadi kurang atau tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Philip Kristanto, 2013: 117).

Menurut Arif Zulkifli (2014: 53) pencemaran adalah masuk dan dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain kedalam air atau udara. Pencemaran juga bisa berarti berubahnya tatanan (komposisi) air atau udara oleh kegiatan manusia dan proses alam, sehinggga mutu kualitas lingkungan turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pencemaran lingkungan


(40)

adalah masuk atau dimasukkannya segala substansi ke lingkungan melebihi ambang batas yang menimbulkan ganguan.

Macam-macam pencemaran lingkungan berdasarkan tempat terjadinya :

1) Pencemaran Air

Pencemaran air adalah masukknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain kedalam air, dan/atau berubahnya tatanan (komposisi) air oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas air menjadi kurang atau tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Philip Kristanto, 2013:118).

Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat di amati melalui: (1) Adanya perubahan suhu air, (2) Adanya perubahan pH atau konsentarsi ion Hidrogen, (3) Adanya perubahan warna,bau dan rasa air, (4) Timbulnya endapan, koloidal, bahan terlarut, (5) Adaanya mikroorganisme, (6) Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan. Adanya tanda atau perubahan tersebut menunjukkan bahwa air sudah tercemar (Wisnu Arya, 2004:75-77).

Menurut Chang (2003:124) asam Brønsted adalah zat yang mampu memberikan proton, sedangkan basa Brønsted adalah zat yang mampu menerima proton. Setiap asam Brønsted mempunyai basa Brønsted konjugat dan demikian pula sebaliknya. Keasaman larutan air dinyatakan dengan pH, yang didefinisikan sebagai logaritma negatif


(41)

dari konsentrasi ion hidrogen (dalam mol per liter). Larutan yang bersifat asam memiliki pH < 7, larutan basa mempunyai pH > 7, dan larutan netral mempunyai pH = 7. pH larutan dapat diukur menggunakan pH meter atau indikator universal.

Ditinjau dari polutan dan sumber pencemarannya, menurut Philip Kristanto (2013: 119-120) pencemaran air diklasifikasikan menjadi: a) Limbah Pertanian

Limbah pertanian dapat mengandung polutan insektisida atau pupuk organik. Insektisida dapat mematikan biota air. Jika biota air tidak mati, kemudian dikonsumsi manusia atau hewan maka akan terjadi keracunan.

b) Limbah Rumah tangga

Limbah cair rumah tangga merupakan sumber pencemaran air. Menurut Wisnu Arya (2004: 80-82) limbah cair dapat berupa bahan buangan cairan minyak, atau buangan zat kimia berupa sabun (detergen, shampo, dan bahan pembersih lainnya), bahan pemberantas hama, dan pewarna kimia. Di dalam limbah rumah tangga juga terdapat material organik seperti sayur, ikan, nasi, dan lemak yang terbawa ke sungai. Bahan bungan organik merupakan bahan yang mudah terdegradasi oleh mikroorganisme. Hal tersebut dapat menaikkan mikroorganisme didalam air yang dapat menyebabkan berkembangnya pathogen yang berbahaya. Selain material organik, juga terdapat material anorganik berupa kemasan


(42)

plastik, botol, dan kemasan alumunium foil yang terbawa arus sungai.

c) Limbah Industri

Limbah industri disebabkan oleh adanya industri yang membuang limbah cairnya ke badan sungai. Arif Zulkifli (2014: 68) menyatakan bahwa air buangan industri berasal dari berbagai jenis industri akibat proses produksi. Zat-zat yang terkandung di dalamnya antara lain nitrogen, sulfide, amoniak, lemak, garam-garam, zat pewarna, mineral, logam berat, zat pelarut dan sebagainya.

2) Pencemaran Udara

Pencemaran udara diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya. Kehadiran bahan atau zat asing di dalam udara dalam jumlah tertentu serta berada di udara dalam waktu yang cukup lama, akan dapat menggangu kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan. Udara merupakan campuran beberapa macam gas yang bandinganya tidak tetap, tergantung pada keadaan suhu udara, tekanan udara dan lingkungan sekitarnya. Komposisi udara bersih dan kering, kira-kira tersusun oleh; Nitrogen: 78,09% volume, Oksigen: 21,94%, Argon: 0,93%, Karbondioksida: 0,032%. Gas-gas lain yang terdapat dalam udara antara lain gas-gas mulia, nitrogen oksida, hydrogen, methane, belerang dioksida, ammonia dan


(43)

lain lain. Apabila susunan udara mengalami perubahan dari susunan keadaan normal, akan menggangu kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan (Wisnu Arya, 2004:28).

Secara umum penyebab pencemaran udara, yaitu:

a) Secara alamiah contohnya adalah (1) debu yang beterbangan akibat tiupan angin; (2) abu (debu) yang dikeluarkan dari letusan gunung berapi akibat gas-gas vulkanik; (3) proses pembusukan sampah organik.

b) Karena perbuatan manuisa contohnya adalah (1) hasil pembakaran bahan bakar fosil; (2) debu/serbuk dari hasil kegiatan industri; (3) pemakaian zat-zat kimia yang disemprotkan ke udara.

(Wisnu Arya Wardhana, 2004: 28)

Beberapa akibat yang disebabkan oleh pencemaran udara adalah sebagai berikut :

a) Pemanasan Global

Menurut Philip Kristanto (2013: 20-22), pemanasan global adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata bumi. Proses pemanasan yang terjadi di bumi oleh gas rumah kaca disebut efek rumah kaca. Campbell, Reece, dan Mitchell (2010: 424) menjelaskan bahwa peningkatan gas-gas rumah kaca yang lama terurai, misalnya CO2 akan mengubah panas bumi. Sebagian besar radiasi matahari yang mencapai bumi akan dipantulkan kembali ke antariksa. Walaupun CO2, uap udara, dan gas-gas kaca yang lain


(44)

didalam atmosfer bisa ditembus oleh cahaya tampak, gas-gas tersebut memotong dan mengadsorpsi banyak radiasi inframerah yang dipancarkan bumi, beberapa di antaranya dipantulkan kembali ke bumi.

Efek rumah kaca disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas karbondioksida (CO2) dan gas-gas lain di atmosfer. Meningkatnya CO2 dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar minyak dan batu bara yang melampui kemampuan tumbuh-tumbuhan untuk mengabsorbsinya. Selain gas CO2 yang dapat menimbulkan efek rumah kaca adalah sulfur dioksida (SO2), nitrogen monoksida (NO), nitrogen dioksida (NO2), gas metana dan khloro flouro karbon (CFC) (Philip Kristanto, 2013: 22).

b) Hujan Asam

Hujan asam terbentuk oleh berubahnya sulfur dioksida dan oksida nitrogen menjadi asam belerang dan asam nitrat di atmosfer yang kemudian jatuh ke bumi bersama air hujan. Hujan asam ini telah mengubah beberapa danau menjadi sangat asam yang tidak lagi dapat dihuni oleh populasi ikan. Hujan asam juga menjadi penyebab berkurangnya ekosistem-ekosistem hutan di Bumi termasuk Black Forest Jerman dan hutan-hutan di Amerika bagian timur (H.R Mulyanto, 2007: 14-15).

pH (derajat keasaman) normal air hujan adalah 5,6 bersifat sedikit asam, hal ini karena adanya CO2 di atmosfer yang


(45)

membentuk asam karbonat (H2CO3) dan terlarut diudara (Philip Kristanto, 2013: 193). Akibat yang ditimbulkan oleh peristiwa hujan asam menurut Campbell, Reece, dan Mitchell (2010: 423) antara lain; (1) merusak pH sungai dan danau sehingga menyebabkan matinya organisme-organisme yang hidup didanau, (2) mempengaruhi kimia tanah dan ketersediaan nutrien sehingga menyebabkan hutan meranggas, (3) merusak tumbuhan secara langsung terutama melalui penggelontoran nutrien dari dedaunan. 3) Pencemaran Tanah

Pencemaran tanah disebabkan karena menumpuknya senyawa-senyawa kimia yang beracun, garam-garam, organisme pathogen yang membawa penyakit atau bahan-bahan radioaktif yang dapat merugikan kehidupan tanaman dan binatang. Cara-cara pengelolaan tanah yang tidak sehat akan mengurangi kualitas tanah, menyebabkan polusi tanah dan menambah berat erosi. Pengolahan lahan dengan pupuk, fungisida, dan peptisida kimia mengganggu proses alami yang terjadi didalammnya dan menghancurkan organisme-organisme yang bermanfaat seperti bakteri, jamur, cacing, dan lain-lainnya. (H.R Mulyanto, 2007:16-17).

Wisnu Arya (2004:99) mengemukakan, pencemaran tanah relative lebih mudah diamati di bandingkan dengan pencemaran udara maupun maupun air. Secara garis besar pencemaran tanah dapat disebabkan oleh: (1) Faktor internal, yaitu pencemaran yang disebabkan oleh


(46)

peristiwa alam, seperti letusan gunung berapi yang memuntahkan debu, pasir, batu dan bahan vulkanik lainya yang menutupi dan merusakan tanah sehingga tanah menjadi tercemar. Pencemaran karena faktor internal ini tidak terlalu menjadi beban pemikiran dalam masalah lingkungan karena dianggap sebagai musibah bencana alam. (2) Faktor eksternal, yaitu pencemaran tanah karena ulah manusia. Pencemaran tanah karena faktor eksternal merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh agar tanah tetap dapat memberikan daya dukung alamnya bagi maunusia.

b. Dampak Pencemaran Lingkungan 1. Punahnya Spesies

Polutan berbahaya bagi biota darat, air, dan udara. Hewan dapat beradaptasi dengan lingkungan, akan tetapi tingkat adaptasi hewan ada batasnya. Bila batas tersebut terlampui, maka hewan tersebut akan terancam punah.

2. Peledakan Hama

Penggunaan insektisida tidak hanya mematikan hama, namun dapat juga mematikan predator. Apabila predator alami punah, maka serangga hama akan berkembang tanpa kendali. Penyemprotan dengan insektisida juga dapat mengakibatkan beberapa spesies serangga kebal terhadap (resisten). Untuk memberantas serangga tersebut butuh dosis yang lebih tinggi, akibatnya pencemaran semakin meningkat


(47)

Punahnya salah satu spesies dapat mengubah pola interaksi di dalam suatu ekosistem. Hal ini menyebabkan rantai makanan, jaring-jaring makanan dan aliran energi berubah sehingga kesetimbangan lingkungan terganggu.

4. Kesuburan Tanah Berkurang

Pengolahan lahan dengan pupuk, fungisida dan pestisida kimia mengganggu proses alami yang terjadi didalam tanah dan menghancurkan organisme-organisme yang bermanfaat seperti bakteri, jamur, cacing dan lain-lainnya. Akibat dari pemupukan yang berlebihan adalah polusi yang terbawa runoff memasuki sungai-sungai dan danau-danau meningkat. Praktik-praktik irigasi yang kurang benar dapat berakibat menumpukknya garam yang menghambat pertumbuhan tanaman dan kegagalan panen. Hal ini dapat terjadinya erosi yang mengakibatkan menurunnya kesuburan dan produktivitas lahan pertanian (H.R Mulyono, 2007: 17).

5. Magnifikasi Biologis

Organisme memperoleh zat-zat toksik dari lingkungan bersama dengan nutrien dan air. Sejumlah racun dimetabolisme dan diekskresikan, namun yang lain terakumulasi dalam jaringan spesifik, terutama lemak. Salah satu alasan mengapa toksik yang terakumulasi sangat berbahaya adalah bahwa toksik tersebut menjadi lebih berkonsentrasi ditingkat trofik yang lebih tinggi pada jejaring makanan, suatu proses yang disebut biological magnification.


(48)

Magnifikasi terjadi karena biomassa pada tingkat trofik manapun dihasilkan dari biomassa yang jauh lebih besar yang diingesti dari tingkat trofik bawah. Dengan demikian, karnivora puncak cenderung menjadi organisme yang paling terpengaruh oleh senyawa toksik di lingkungan (Campbell, Reece, dan Mitchell, 2010:423).

6. Terbentuknya Lubang Ozon

Kerusakan lapisan ozon disebabkan karena bereaksi dengan radikal Chlor. Radikal Chlor berasal dari senyawa CFC (Chloro Flouro Carbon) atau freon yang banyak digunakan sebagai bahan pendingin AC, lemari es, dan digunakan pada bahan penyemprot insektisida, penyemprotan cat, penyemprot rambut, penyemprot parfum hingga pelarut bahan pencuci kering (dry cleaning) (Wisnu Arya W, 2004:68). Jika gas CFC mencapai lapisan ozon maka akan terjadi reaksi antara CFC dan ozon. Dalam reaksi kimianya, rantai karbon akan mengikat oksigen sehingga semakin lama lapisan ozon tersebut menipis dan kemudian berlubang.

c. Usaha Penanggulangan Dampak Pencemaran Lingkungan

Untuk menanggulangi pencemaran tersebut ada 2 macam cara utama, yaitu Penaggulangan secara non teknis dan penaggulangan secara teknis. Contoh penanggulangan secara non teknis yaitu: (1) Penyajian Informasi Lingkungan, (2) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), (3) Perencanaan Kawasan Kegiatan Industri dan Teknologi, (4) Pengaturan dan Pengawasan Kegiatan, (4) Menanamkan perilaku


(49)

disiplin. Sedangkan penanggulangan secara teknis dapat dilakukan dengan cara: (1) mengubah proses, (2) Mengganti sumber energy, (3) Mengolah limbah, (4) Menambah alat bantu (Wisnu Arya, 2004:160-169).

B.Penelitian yang Relevan

Berikut ini beberapa hasil penelitian mengenai penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing, keterampilan proses, dan sikap ilmiah siswa. 1. Penerapan Metode Eksperimen Berpendekatan Inkuiri untuk Meningkatkan

Pemahaman Konsep dan Sikap Ilmiah (Mawarsari, Sudarmin, dan Sumarni, 2013). Hasil penelitiannya adalah Penerapan metode eksperimen berpendekatan inkuiri pada materi larutan penyangga berpengaruh positif terhadap pemahaman konsep siswa dan dapat meningkatkan sikap ilmiah kelas XI IA SM A N 7 Semarang tahun ajaran 2012/ 2013.

2. Peningkatan Keterampilan Proses Sains Siswa SMA Melalui Pembelajaran Praktikum Berbasis Inkuiri pada Materi Laju Reaksi (Meli Siska B, Kurnia, Yayan Sunarya, 2013). Hasil penelitiannya adalah penerapan pembelajaran inkuiri mampu meningkatkan keterampilan proses siswa secara signifikan dengan nilai rata-rata 71,9%. Peningkatan tertinggi terjadi pada indikator meramal sedangkan peningkatan terendah pada indikator berkomunikasi. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Redno Kartikasari pada tahun 2011

memperoleh hasil bahwa penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning dengan metode eksperimen dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa kelas VIII C SMP Negeri 14 Surakarta tahun pelajaran


(50)

2010/2011. Peningkatan ini ditunjukkan dengan meningkatnya capaian rata-rata persentase aspek keterampilan proses sains siswa pada lembar observasi dari 60,75% pada pra siklus menjadi 68,9% pada siklus I dan meningkat menjadi 77,51% pada siklus II.

4. Meningkatkan Sikap Ilmiah Melalui Pendekatan Kontekstual pada Mata Pelajaran IPA Kelas VA di SDN Bakalan Kabupaten Bantul Tahun Pelajaran 2012/2013 (Nurul Latifah Hakim, 2013). Hasil penelitiannya adalah penerapan pendekatan kontekstual pada pembelajaran IPA dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa kelas VA SDN Bakalan Kabupaten Bantul tahun pelajaran 2012/2013.

C.Kerangka Berpikir

Ilmu Pengetahuan Alam merupakan pengetahuan yang menekankan pada produk, proses, sikap ilmiah, dan aplikasi. Oleh karena itu dalam pembelajarannya perlu dilakukan dengan mengajak peserta didik untuk ikut aktif dalam kegiatan belajar. Pada saat ini terdapat banyak pendekatan yang digunakan oleh guru dalam membelajarkan Ilmu Pengetahuan Alam kepada peserta didik. Pendekatan pembelajaran yang dapat dipilih dalam pembelajaran IPA harus mampu mengungkap karakteristik IPA itu sendiri. Pendekatan yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPA adalah pendekatan inkuiri terbimbing dan pendekatan kontekstual.

Pendekatan inkuiri terbimbing merupakan pendekatan yang mengajak peserta didik untuk melakukan penyelidikan dimana guru masih memberikan bimbingan dalam setiap langkah-langkahnya. Pendekatan kontekstual adalah


(51)

suatu proses pembelajaran yang menghubungkan antara suasana atau kejadian tertentu yang dekat dengan siswa dengan materi yang akan disampaikan. Kedua pendekatan ini memliki karakteristik inkuiri di dalam proses pembelajarannya. Kenudian metode eksperimen menuntut peserta didik untuk bersikap ilmiah, yaitu sikap para ilmuwan. Dari pelaksanaan kedua pendekatan ini diharapkan berpengaruh terhadap menngembangkan keterampilan proses dan sikap ilmiah peserta didik.

Dari perlakuan yang diberikan akan terlihat ada atau tidaknya perbedaan keterampilan proses dan sikap ilmiah dari hasil pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing dan pendekatan kontekstual. Jika terdapat perbedaan maka selanjutnya dapat ditentukan pendekatan yang lebih baik jika ditinjau dari keterampilan proses dan sikap ilmiah peserta didik. Agar lebih jelas, maka kerangka berpikir di atas dapat digambarkan dalam Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Berfikir Pendekatan Inkuiri Terbimbing

Ditinjau

Sikap Ilmiah Keterampilan Proses

Ada/tidak ada perbedaan keterampilan proses antara pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing dan pendekatan kontekstual

Ada/tidak ada perbedaan sikap ilmiah antara pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing dan pendekatan kontekstual

Pendekatan Kontekstual


(52)

D.Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir yang telah dikemukakan, maka dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan signifikan pembelajran IPA yang menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing dengan pendekatan kontekstual ditinjau dari keterampilan proses.

2. Terdapat perbedaan signifikan pembelajran IPA yang menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing dengan pendekatan kontekstual ditinjau dari sikap ilmiah.


(53)

51

BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian jenis quasi eksperiment. Penelitian quasi eksperiment adalah penelitian eksperimen semu dimana penelitian menggunakan rancangan penelitian yang tidak dapat mengontrol secara penuh terhadap ciri-ciri dan karakteristik sampel yang diteliti, tetapi cenderung menggunakan rancangan yang memungkinkan pada pengontrolan dengan situasi yang ada. Sedangkan desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan posttest-only control design.

Desain ini terdapat dua kelompok yang masing-masing dipilih secara random (R). Kelompok yang diberi perlakuan dengan pendekatan pembelajaran guided inquiry disebut kelas eksperimen 1 dan kelompok yang diberikan pendekatan kontekstual disebut kelas eksperimen 2. Pengaruh adanya perlakuan (treatment) adalah (O2 : O4) (Sugiyono, 2013: 112).

R X1 O2

R X2 O4

Keterangan:

R : Kelas hasil pengacakan (Random) O2 : Hasil post-test kelas eksperimen 1 O4 : halis post-test kelas eksperimen 2

Gambar 2. Desain Penelitian (Sugiyono, 2013: 112)

Untuk mengetahui lebih jelas desain penelitian dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.


(54)

52

Grup Treatment Keterangan

Eksperimen 1 X1 Pendekatan Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

Eksperimen 2 X2 Pendekatan Pembelajaran

Kontekstual

Gambar 3. Rancangan Pengukuran Keterampilan Proses

Gambar 4. Alur Penelitian Analisis rumusan masalah dan tujuan

Analisis konsep pencemaran lingkungan Analisis indikator keterampilan proses Analisis indikator sikap ilmiah

Pengembangan rencana kegiatan

Penyusunan instrumen Penyusunan perangakat

pembelajaran

Validasi dan revisi

Temuan

Kesimpulan Pengolahan dan analisis

Implementasi pembelajaran pada kelas eksperimen 1

Implementasi pembelajaran pada kelas eksperimen 2 Observasi sikap ilmiah dan keterampilan proses Observasi sikap ilmiah dan keterampilan proses

Skor hasil observasi keterampilan proes dan sikap ilmiah

Skor hasil observasi keterampilan proes dan sikap ilmiah


(55)

53

Pada penelitian ini terdapat kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2. Kelas eksperimen 1 adalah kelas yang mendapat perlakuan berbentuk tindakan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing. Sedangkan kelas eksperimen 2 merupakan kelas yang mendapat perlakuan berbentuk tindakan pendekatan pembelajaran kontekstual. Pada desain ini kelas eksperimen 1 maupun kelas eksperimen 2 dipilih secara random/acak. Adapun teknik pelaksanaan penelitian ini ditampilkan pada Gambar 4.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Depok, Sleman, Yogyakarta. Waktu pelaksanaan penelitian adalah pada bulan Desember 2015-Maret 2016.

C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah kelas VII SMP N 2 Depok tahun ajaran 2015/2016 sebanyak 4 kelas yakni kelas A, B, C dan D. Total populasi adalah 128 orang.

2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian diperoleh dari teknik pengambilan sampel cluster random sampling. Teknik ini digunakan untuk mengambil sampel secara random yang tidak terdiri dari individu-individu melainkan terdiri dari kelompok-kelompok. Pengacakan dilakukan untuk memperoleh kelas sampel. Kemudian diacak kembali untuk menentukan kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2.


(1)

63 3. Uji Prasyarat

a. Uji Normalitas

Uji normalitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti berasal dari populasi yang terdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas dengan menggunakan SPSS 18 berdasarkan pada uji Kolmogorov-Smirnov. Dalam uji normalitas ini hipotesis yang diuji adalah:

H0 : Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal H1 : Sampel tidak berasal dari populasi berdistribusi normal Pengambilan Keputusan :

1) Jika Probabilitas > 0,05, maka H0 diterima. 2) Jika Probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak. b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui kesamaan antara keadaan dua populasi. Uji homogenitas dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa dua atau lebih kelompok data sampel berasal dari populasi yang memiliki variansi yang sama. Interpretasi keluaran dari uji homogenitas menggunakan program SPSS 18 dilakukan hanya dengan memilih salah satu statistik, yaitu statistik yang didasarkan pada rata-rata (Based on Mean). Hipotesis yang diuji dalam uji homogenitas ini adalah sebagai berikut:

H0 : Variasi pada tiap kelompok sama (homogen)


(2)

64

Pembacaan hasil output data pada kolom Sig. terdapat bilangan yang menunjukkan taraf signifikansi yang diperoleh. Untuk menetapkan homogenitas digunakan pedoman taraf signifikan α = 0,05. Jika siginifikansi yang diperoleh > α, maka variansi setiap sampel sama (homogen). Sedangkan jika signifikansi yang diperoleh < α, maka variansi setiap sampel tidak sama (tidak homogen).

4. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan apabila uji normalitas dan uji homogenitas telah terpenuhi. Uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji t (independent t-test). Uji Independent Sample T-Test adalah metode yang digunakan untuk membandingkan dua kelompok mean dari dua sampel yang berbeda (independent). Pada prinsipnya uji Independent Sample T-Test berfungsi untuk mengetahui apakah ada perbedaan mean antara 2 populasi dengan membandingkan dua mean sampelnya. Uji t digunakan untuk mengetahui apakah perbedaan keterampilan proses dan sikap ilmiah antara kelas berpendekatan inkuiri terbimbing dan kontekstual.

Hipotesis yang akan diuji perbedaannya terlebih dahulu dirumuskan dalam bentuk hipotesis statistik yaitu :

H01: Tidak ada perbedaan signifikan keterampilan proses antara kelas berpendekatan inkuiri terbimbing dan kontektual.

Ha1:Ada perbedaan signifikan keteramilan proses antara kelas berpendekatan inkuiri terbimbing dan kontekstual.


(3)

65

H02: Tidak ada perbedaan signifikan sikap ilmiah antara kelas berpendekatan inkuiri terbimbing dan kontektual.

Ha2:Ada perbedaan signifikan sikap ilmiah antara kelas berpendekatan inkuiri terbimbing dan kontekstual.

Pengujian hipotesis yang dilakukan dengan analisis Independent Sample T-test pada program SPSS, pengambilan keputusan dapat dilihat dari taraf signifikan p (Sig(2-tailed)). Jika p > 0,05 maka H0 diterima dan jika p < 0,05 maka H0 ditolak.

Selanjutnya dilakukan penentuan mengenai pendekatan yang lebih baik antara pendektakan inkuiri terbimbing dan kontekstual. Untuk penentuan mengenai pendekatan yang lebih baik antara pendekatan inkuiri terbimbing dan kontekstual dilihat berdasarkan jumlah skor rata-rata keterampilan proses dan sikap ilmiah peserta didik.


(4)

94

DAFTAR PUSTAKA

AA Mawarsari, Sudarmin, dan W Sumarni. (2013). Penerapan Metode Eksperimen Berpendekatan Inkuiri untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Sikap Ilmiah. Jurnal Chemistry in Education, ISSN NO 2252-6609. Diunduh pada 20 April 2015 dari http:/ / journal.unnes.ac.id/ sju/ index.php/ chemined. Arif Zulkifli. (2014). Dasar-dasar Ilmu Lingkungan. Jakarta: Salemba Teknika. Campbell, Neil A, Jane B. Reece, Lawrence G. Mitchell. (2010). Biologi Edisi

Kedelapan Jilid III. Jakarta: Erlangga.

Carin, Arthur A dan Robert B. Sund. (1989). Teaching Science Through Discovery. London: Merrill Publising Company.

Chang, Raymond. (2003). Kimia Dasar Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Colburn, Alan. (2000). An Inquiry Primer. Diunduh pada 23 Februari 2016 dari

www.ubclts.com%2Fdocs%2FInquiry_Primer.pdf

Collete, A.T. & Chiappetta, E.L. (1994). Science Instruction in the Middle and Secondary School (3rd ed.). New York: Merrill.

Depdiknas. (2006). Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu, SMP/MTs. Jakarta: Pusat Kurikulum, Badan Penelitian dan Pengembangan, DepartemenPendidikan Nasional.

Dimyati dan Mudjiono. (2013). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta. Eko Putro Widoyoko. (2009). Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Fogarty, Robert. (1991). How to Integreted the Curricula. Palatine Illionis: Skylight Publishing Inc.

H. R Mulyanto. (2007). Ilmu Lingkungan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Iif Khoiru Ahmadi, Sufan Amri, Hendra Ari S, dan Tatik Elisah. (2011). Strategi Pembelajaran Berorientasi KTSP. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Ika Chandra S, Sayekti, dan Suparmi. (2012). Pembelajaran IPA Menggunakan

Pendekatan Inkuiri Terbimbing melalui Metode Eksperimen dan Demonstrasi ditinjau dari Kemampuan Analisis dan Sikap Ilmiah Siswa. Jurnal Inkuiri Vol 1, No. 2, 2012 (hal 142-153).


(5)

95

Kilbane, Clare R. dan Milman, Natalie B. (2014). Teaching Models (Designing Intruduction for 21st Century Learners). USA: Pearson.

L. Praptiwi, Sarwi dan L. Handayani. (2012). Efektivitas Model Pembelajaran

Eksperimen Inkuiri Terbimbing Berbantuan My Own Dictionary untuk

Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Unjuk Kerja Siswa SMP RSBI.

Unnes Science Education Journal, ISSN NO 2252-6617. Diunduh pada 1 Januari 2016 dari http:/ / http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/usej.

M Hosnan. (2014). Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Masnun Muslich. (2011). KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksra.

Meli Siska B, Kurnia, dan Yayan Sunarya. (2013). Peningkatan keterampilan proses sains siswa SMA melalui pembelajaran praktikum berbasis inkuiri pada materi laju reaksi. Jurnal Riset dan Praktik Pendidikan Kimia. Vol.1 No. 1 Mei 2013.

Moh Amien. (1987). Mengajar IPA dengan Menggunakan Metode Discovery dan Inquiry. Jakarta: Depdikbud.

Mohamad Nur. (2000). Hakikat Sains. Surabaya: Unesa Press.

Muh Tawil dan Liliasari. (2014). Keterampilan-keterampilan Sains dan Implementasinya dalam Pembelajaran IPA. Makasar : UNM.

Nana Sudjana. (1989). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Bandung.

Nurul Latifah Hakim. (2013). Meningkatkan Sikap Ilmiah Melalui Pendekatan Kontekstual pada Mata Pelajaran IPA Kelas VA di SDN Bakalan Kabupaten Bantul Tahun Pelajaran 2012/2013. Skripsi. UNY.

Patta Bundu. (2006). Penilaian Keterampilan Proses dan Sikap Ilmiah dalam Pembelajaran Sains-SD. Jakarta: Depdiknas.

Philip Kristanto.(2013). Ekologi Industri. Yogyakarta: Andi Offset. Ratna Wilis Dahar. (2011). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Rezba, richard J. Et al. (2007). Learning and Assessing Science Process Skills 5th. Ed. Lowa:Kendall/Hunt Publishing Company.

Redno Kartikasari. (2011). Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning dengan Metode Eksperimen dapat Meningkatkan Keterampilan


(6)

96

Proses Sains Siswa Kelas VIII C SMP Negeri 14 Surakarta Tahun Pelajaran 2010/2011. Abstrak hasil penelitian Skripsi. UNS.

Roestiyah, N.K. (2008). Strategi Belajar Mengajar . Jakarta: Erlangga.

Rustaman, Nuryani Y., Soendjojo D., Suroso A.Y., Yusnani A., Ruchji S., Diana R., & Mimin N.K. (2005). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: IKIP Malang UM PRESS.

Soetomo. (1993). Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar. Surabaya: Usaha Nasional

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sund, Robert S dan Trowbridge, Leslie W. (1973). Teaching Sciene by Inquiry in the Secondary Scholl. USA : Bell&Howell Company.

Suyono dan Hariyanto. (2015). Implementasi Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Syaiful Bahri Djamrah. Aswan Zain. (2006). Starategi Belajar Mengajar. Jakarta: Renika Cipta

Trianto. (2013). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana.

Wartono. (2004). Moduls SN39 Pengembangan Sains Terpadu dan Pengembangan Bahan Ajar Sains Terpadu. Jakarta: Depdiknas.

Winkel, W.S. (1983). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo.

Wisnu Arya Wardhana. (2004). Dampak Pencemaran Lingkungan.Yogyakarta: Andi Offset.


Dokumen yang terkait

PEMBELAJARAN METODE EKSPERIMEN DAN INKUIRI TERBIMBING DITINJAU DARI SIKAP ILMIAH DAN KEMAMPUAN DALAM MENGGUNAKAN ALAT UKUR

2 12 111

Pembelajaran kimia dengan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi ditinjau dari kemampuan awal dan sikap ilmiah siswa

0 13 156

Pembelajaran fisika dengan pendekatan inkuiri terbimbing menggunakan metode eksperimen dan demontrasi ditinjau dari kreativitas dan motivasi berprestasi

1 4 125

PEMBELAJARAN FISIKA MENGGUNAKAN PENDEKATAN PROBLEM BASED LEARNING MELALUI METODE EKSPERIMEN DAN INKUIRI TERBIMBING DITINJAU DARI KETERAMPILAN METAKOGNITIF DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA.

0 0 10

PEMBELAJARAN FISIKA MENGGUNAKAN PENDEKATAN INKUIRI DENGAN METODE EKSPERIMEN DAN PROYEK DITINJAU DARI SIKAP ILMIAH DAN KREATIVITAS BELAJAR SISWA.

0 0 19

IMPLEMENTASI PENDEKATAN SETS DENGAN METODE INKUIRI TERBIMBING DAN PROYEK DITINJAU DARI SIKAP ILMIAH DAN KREATIVITAS SISWA.

0 0 21

PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN BEBAS TERMODIFIKASI DAN EKSPERIMEN TERBIMBING DITINJAU DARI SIKAP ILMIAH DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA.

0 0 9

PEMBELAJARAN IPA MENGGUNAKAN PENDEKATAN INKUIRI TERBIMBING MELALUI METODE EKSPERIMEN DAN DEMONSTRASI DITINJAU DARI KEMAMPUAN ANALISIS DAN SIKAP ILMIAH SISWA.

0 0 13

PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES DENGAN METODE EKSPERIMEN DAN DEMONSTRASI DITINJAU DARI SIKAP ILMIAH DAN KEMAMPUAN ANALISIS.

0 0 10

PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI PENDEKATAN INKUIRI TERBIMBING DENGAN METODE EKSPERIMEN DAN PROYEK DITINJAU DARI AKTIVITAS DAN SIKAP ILMIAH SISWA | Junaedi | Inkuiri 5661 12118 1 SM

0 1 12