PEMBELAJARAN BIOLOGI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR DAN HASIL BELAJAR.

JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 183-194)
http://jurnal.pasca.uns.ac.id

PEMBELAJARAN BIOLOGI MENGGUNAKAN MODEL
PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN
KETERAMPILAN PROSES SAINS UNTUK MENINGKATKAN
MOTIVASI BELAJAR DAN HASIL BELAJAR
Yokhebed1), Suciati Sudarisman2), Widha Sunarno3)
1

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret
Jl. Ahmad Yani 78124, Pontianak, Kalimantan Barat, Indonesia
yokhebed0405@gmail.com
2

Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Jl.Ir. Sutami 36 A 57126, Surakarta, Indonesia
suciati.sudarisman@yahoo.com

3


Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Jl.Ir. Sutami 36 A 57126, Surakarta, Indonesia
widhasunarno@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan membuat rancangan dan mengimplementasikan model pembelajaran berbasis masalah
dengan pendekatan keterampilan proses, dan mengetahui peningkatan motivasi belajar dan hasil belajar pada
mahasiswa yang mengikuti pembelajaran model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan
keterampilan proses sains. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dilaksanakan dalam 3
siklus, masing-masing siklus terdiri atas empat tahapan yaitu: perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
Penelitian dilaksanakan di Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP)
Universitas Tanjungpura Pontianak pada bulan Maret-Juni 2012. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik
observasi, angket, tes. Uji beda rerata hasil belajar menggunakan uji paired samples T test.
Motivasi dan hasil belajar ranah kognitif, afektif dan keterampilan proses sains (KPS) mengalami peningkatan.
Mahasiswa yang memiliki motivasi tinggi Pra Siklus, Siklus I, II, III (31,57%; 63,15%; 68,42%; 79%). Pada
ranah kognitif jumlah mahasiswa yang lulus Pra Siklus, Siklus I, II, III (26, 31%; 68,42%; 89,47%; 94,73%).
Pada ranah afektif rata-rata nilai pada Pra Siklus, Siklus I, II, III (31,08; 75,20; 82,6; 87,42). Nilai rata-rata KPS
Pra Siklus, Siklus I, II, III (52,81; 58,10; 61,62; 78,38). Dengan demikian disimpulkan: 1) dapat dibuat
rancangan model pembelajaran berbasis masalah dengan keterampilan proses sains, 2) model pembelajaran

berbasis masalah dengan pendekatan keterampilan proses sains dapat diterapkan pada mahasiswa Pendidikan
Biologi semester II mata kuliah Pengetahuan Lingkungan, 3) dapat meningkatkan motivasi belajar dan hasil
belajar mahasiswa Pendidikan Biologi FKIP UNTAN semester II pada mata kuliah Pengetahuan Lingkungan
Tahun Akademik 2011/2012. 4) terdapat perbedaan signifikan Keterampilan Proses Sains antara siklus II dan
siklus III (sign = 0,000); 5) terdapat perbedaan signifikan hasil belajar kognitif antara Siklus I dan Siklus II (sign
= 0,000); 6) terdapat perbedaan signifikan hasil belajar ranah afektif antara Pra Siklus dan Siklus I (sign = 0,000)
, Siklus I dan Siklus II (sign = 0,000), Siklus II dan Siklus III (sign = 0,000).
Kata kunci: Pembelajaran Berbasis Masalah, Pendekatan Keterampilan Proses Sains,
Belajar.

Pendahuluan
Mutu lulusan dari pendidikan dasar atau
pendidikan tinggi yang dihasilkan (out put dan
out
come)
harusnya
selaras
dengan
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK) akhir-akhir ini yang berkembang sangat

pesat. Lulusan pendidikan nasional
harus
memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif
sesuai standar mutu nasional dan internasional.
Sejalan dengan perkembangan IPTEK yang pesat
dan perubahan masyarakat yang dinamis, perlu

Motivasi Belajar, Hasil

disiapkan warga negara Indonesia yang mampu
bersaing bebas dan memiliki ketangguhan dalam
berpikir, bersikap, dan bertindak berdasarkan
pemahaman tentang konsep-konsep dan prinsipprinsip sains serta penerapannya melalui
kurikulum sains. Poedjadi (2005) menyatakan
bahwa :
“Diharapkan pendidikan sains dapat
menghasilkan anggota masyarakat yang
memahami sains dan teknologi serta
kaitannya dengan kepentingan masyarakat


183

JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 183-194)
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
serta mampu membangun suatu masyarakat
yang memiliki literasi sains dan teknologi.”
Pembelajaran
dalam
konteks
mempersiapkan sumber daya manusia abad 21
mengacu pada konsep belajar yang memberi
pengalaman pada peserta didik seperti yang
dicanangkan UNESCO (dalam Poedjiadi, 2005)
yaitu"Learning to do, learning to know, learning
to be, and learning to live to-gether" .
Pendidikan merupakan usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga

memiliki
kekuatan spiritual,
kecerdasan,
kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara (UU No. 20 tahun 2003). Dengan
demikian, dalam proses pembelajaran harus
melibatkan mahasiswa secara aktif dan tidak
hanya menekankan pada aspek kognitif namun
juga pada aspek psikomotor dan afektif.
Pembelajaran
yang
diharapkan
adalah
pembelajaran yang inovatif, relevan dengan
kebutuhan dan peran aktif mahasiswa dalam
pembelajaran. Pendekatan pembelajaran yang
inovatif itu berpusat pada mahasiswa (student
centered) dan terkait dengan permasalahan
kehidupan sehari-hari.

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Tanjungpura Pontianak khususnya
program studi pendidikan Biologi merupakan
salah satu Lembaga Pendidikan dan Tenaga
Pendidikan yang memiliki visi sebagai penghasil
pendidik dalam bidang studi Biologi yang
profesional dan berkompetensi berbasis IPTEK
berwawasan tropik khatulistiwa pada tahun 2020.
Kompetensi yang dimaksud menurut Undang
Undang Pasal 14 Tahun 2005 (dalam Sagala,
2011) tentang Guru dan Dosen adalah
kompetensi pedagogik, profesional, sosial, dan
kepribadian. Dengan demikian FKIP khususnya
program studi pendidikan Biologi sebagai
penyedia tenaga pendidik (guru) biologi
seyogyanya mempersiapkan calon pendidik yang
profesional dan memiliki kompetensi yang
diharapkan.
Biologi sebagai salah satu bidang sains
menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk

memahami konsep dan proses sains. Biologi
berkaitan dengan cara mencari tahu dan
memahami tentang alam secara sistematis,
sehingga biologi
bukan hanya penguasaan
kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,
konsep-konsep, prinsip-prinsip saja tetapi juga

merupakan suatu proses penemuan (inquiry). Hal
tersebut dapat dilakukan dengan bekerja secara
ilmiah. Pembelajaran biologi menekankan pada
pemberian pengalaman secara
langsung,
sehingga mahasiswa perlu dibantu untuk
mengembangkan sejumlah keterampilan proses
sains supaya mereka mendapatkan pengetahuan
dan terbentuk sikap ilmiah. Bruner (dalam Dahar,
1989)
menyatakan
bahwa

“siswa-siswa
hendaknya belajar melalui partisipasi aktif
dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip
mereka
dianjurkan
untuk
memperoleh
pengalaman dan melakukan eksperimeneksperimen yang mengizinkan mereka untuk
menemukan prinsip-prinsip itu sendiri“. Hal
tersebut menunjukkan bahwa dosen tidak begitu
saja
memberikan
pengetahuan
kepada
mahasiswa, tetapi mahasiswa yang harus aktif
membangun pengetahuan dalam pikiran mereka
sendiri. Menurut Ausubel (dalam Ango, 2002)
“dengan belajar hafalan, mereka hanya mampu
menulis definisi dan daftar, tetapi mereka tidak
mampu memecahkan masalah”.

Dengan
demikian pembelajaran harus mengembangkan
tujuan pada ranah kognitif tingkat tinggi agar
mahasiswa mampu memecahkan masalah.
Berdasarkan Standar Pendidikan Sains
Nasional Amerika (United States National
Research Council) (dalam Rahman, dkk. Tanpa
Tahun) dinyatakan bahwa dalam pembelajaran
di LPTK, metode mengajar hendaknya lebih
memperhatikan pada keterampilan teknik
pengambilan keputusan, teori dan penalaran.
Proses penyiapan calon guru sains khususnya
Biologi perlu mendapat perhatian karena
berkaitan erat dengan mutu peserta didik dan
perkembangan pendidikan sains (Biologi).
Pembelajaran sains di Indonesia belum
optimal. Berdasarkan data PISA (Program for
International Student Assessment) 2009 dalam
laporan Organisation for
Economic CoOperation and Development 2010 penguasaan

bidang sains peserta didik Indonesia (tingkatan
usia 15 tahun ) hanya memperoleh skor 383 dari
skor tertinggi
yaitu 575 yang diperoleh
Shanghai-Cina dan berada pada peringkat 60 dari
65 dari seluruh negara peserta. Peserta didik dari
Indonesia tidak dapat menjawab soal-soal pada
level 5 dan 6 yang merupakan soal-soal dalam
bentuk yang kompleks. Hal ini menunjukkan
masih rendahnya kualitas pembelajaran yang
berdampak pada rendahnya hasil belajar siswa.
Oleh sebab itu mahasiswa FKIP sebagai calon
guru diharapkan telah memiliki kemampuan-

184

JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 183-194)
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
kemampuan seperti pemecahan masalah, analisis

dan evaluasi agar dapat melatihkannya pada
siswa-siswi ketika telah menjadi seorang guru.
Rendahnya penguasaan sains (Biologi)
juga terjadi di LPTK khususnya pada mahasiswa
Pendidikan Biologi FKIP UNTAN semester II
khususnya yang mengikuti mata kuliah
pengetahuan
lingkungan.
Keterampilanketerampilan yang harus dimiliki peserta didik,
seyogyanya telah diterapkan pada mahasiswa
sebagai calon pendidik (guru)
dalam
perkuliahan. Berdasarkan pengalaman dan
pengamatan di kelas
pada mata kuliah
Pengetahuan Lingkungan UNTAN dosen
cenderung
menerapkan model pembelajaran
konvensional dengan metode ceramah, sehingga
kurang
melibatkan
mahasiswa
dalam
pembelajaran. Pembelajaran masih terpusat pada
dosen, mahasiswa hanya mencatat, menyimak
dan memberi tanggapan. Konsep-konsep dalam
pembelajaran hanya diperoleh secara pasif,
akibatnya belajar secara hapalan. Dosen
cenderung kurang memberikan pembelajaran
yang mendorong mahasiswa agar mampu
memecahkan masalah dan menggunakan
keterampilan proses sains.
Pembelajaran dan penilaian masih
berorientasi pada hafalan atau ingatan dan
pemahaman,
kurang
mengembangkan
kemampuan memecahkan masalah berupa soalsoal yang membutuhkan keterampilan berpikir
tingkat tinggi. Selain itu, dosen masih belum
mengembangkan pengukuran dan penilaian pada
ranah
afektif
dan
psikomotor
secara
komprehensif. Pelaksanaan praktikum masih
berupa langkah-langkah yang berurutan seperti
resep (cookery book type), mahasiswa belum
diberi kesempatan merancang percobaan.
Meskipun pada saat melaksanakan
perkuliahan dosen memberikan pertanyaan yang
berbentuk problem solving tetapi secara klasikal,
mahasiswa
kesulitan dalam memberikan
pemecahan masalah. Hal tersebut tampak dari
jawaban yang diberikan mahasiswa yang belum
optimal. Hanya 30% dari seluruh mahasiswa
yang dapat memberikan pemecahan masalah.
Pada proses pembelajaran mahasiswa
cenderung pasif dalam aktivitas pembelajaran,
hal ini ditunjukkan oleh sikap mahasiswa yang
cenderung kurang terlibat aktif dalam
pembelajaran terutama
dalam pemecahan
masalah. Gejala tersebut menunjukkan motivasi
belajar mahasiswa cenderung masih rendah.

Mata kuliah Pengetahuan Lingkungan
merupakan mata kuliah dengan bobot 2 SKS
teori dan 1 SKS praktikum. Penyampaian teori
dilaksanakan dalam 1(satu) kali pertemuan dalam
satu minggu. Karakteristik materi pengetahuan
lingkungan merupakan materi yang konkrit dan
pada kehidupan
sehari-hari banyak sekali
permasalahan yang berhubungan dengan masalah
lingkungan yang dapat dijadikan acuan dalam
pembelajaran. Pada mata kuliah pengetahuan
lingkungan salah satu kompetensi dasar yang
dicapai bahwa mahasiswa dapat memecahkan
permasalahan yang terjadi di lingkungan sekitar.
Pembelajaran yang dilaksanakan selama ini
cenderung masih tekstual dan masih kurang
menggunakan isu-isu atau masalah yang terjadi
dilingkungan sekitar sebagai acuan dalam
pembelajaran. Selain itu, pembelajaran mata
kuliah Pengetahuan Lingkungan
yang
dilaksanakan
cenderung
kurang
mengembangkan keterampilan proses sains
terutama keterampilan proses sains terintegrasi
seperti
membuat
definisi
operasional,
menginterpretasi
data,
berhipotesis
dan
mengontrol variabel.
Dengan demikian diperlukan model
pembelajaran yang dapat mengembangkan
kemampuan pemecahan masalah, keterampilan
sosial, sikap ilmiah dan keterampilan proses
sains. Pembelajaran berbasis masalah adalah
belajar dengan memanfaatkan masalah dan
mahasiswa harus melakukan pencarian atau
penggalian informasi (inquiry). Pembelajaran
berbasis masalah ini dapat melibatkan mahasiswa
untuk berpikir analisis logis dan kritis,
penggunaan analogi dan berpikir divergen,
integrasi kreatif dan sintesis. Pada pembelajaran
berbasis masalah, mahasiswa diperhadapkan
dengan masalah-masalah autentik dalam
kehidupan sehari-hari. Situasi ini menjadi titik
tolak pembelajaran untuk memahami konsep atau
prinsip dan memecahkan masalah tersebut
melalui investigasi dan penyelidikan (Arends,
2008). Sintaks model pembelajaran berbasis
masalah terdiri dari 5 tahap yaitu orientasi
masalah, mengorganisasikan mahasiswa belajar,
membimbing
penyelidikan
individu
dan
kelompok, mengembangkan dan menyajikan
hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi
proses pemecahan masalah.
Model pembelajaran berbasis masalah
memiliki beberapa keuntungan yaitu menekankan
pada makna, meningkatkan pemahaman diri,
mengembangkan
keterampilan
berpikir,

185

JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 183-194)
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
mengembangkan
sikap
memotivasi
diri,
hubungan tutor antara dosen dan mahasiswa
(Yazdani dalam Nur, 2011). Model pembelajaran
berbasis masalah melibatkan kerja kelompok
untuk memecahkan masalah sebagai fokus utama
dalam pembelajaran. Konsep dan teori dari
berbagai disiplin ilmu dapat dipelajari dengan
pemecahan masalah melalui keterampilan proses
sains.
Pendekatan keterampilan proses sains
melibatkan
mahasiswa
dalam
proses
pembelajaran agar terampil dalam memproses
pengetahuan menggunakan proses-proses fisik,
intelektual dan sosial seperti menginterpretasi
data, menyimpulkan, mengkomunikasikan data,
merancang percobaan dan lain lain. Mahasiswa
dilatih untuk bekerja sesuai metode ilmiah untuk
menemukan produk sains berupa konsep, prinsip,
hukum, fakta-fakta baru dan teori-teori. Dengan
demikian penggunaan model pembelajaran
berbasis
masalah
dengan
pendekatan
keterampilan proses diprediksi dapat mengatasi
permasalahan motivasi belajar dan hasil belajar
yang rendah pada mahasiswa semester II
Pendidikan Biologi FKIP UNTAN mata kuliah
Pengetahuan Lingkungan.

Metode Penelitian
Setting penelitian dilaksanakan pada
mahasiswa Pendidikan Biologi semester II FKIP
Universitas Tanjungpura Tahun Akademik
2011/2012 pada mata kuliah Pengetahuan
Lingkungan. Penelitian dilaksanakan dari bulan
Maret 2012 –Juni 2012. Penelitian ini merupakan
Penelitian Tindakan Kelas dilaksanakan dalam 3
siklus. Masing- masing siklus terdiri atas tahapan
perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.

Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan teknik tes untuk mengukur prestasi
belajar kognitif dan keterampilan proses sains.
Hasil belajar pada ranah afektif
di ukur
menggunakan teknik non tes menggunakan
lembar observasi dan angket. KPS diukur
menggunakan lembar observasi dan tes.
Pengukuran motivasi belajar dilakukan tiap akhir
siklus dengan menggunakan angket. Analisis data
melalui tahapan reduksi data, penyajian data,
kesimpulan, dan verifikasi.
Indikator kinerja pada penelitian tindakan
kelas ini yaitu pada penilaian ranah kognitif batas
kelulusan ditentukan sebesar 60 dengan jumlah
mahasiswa yang lulus sebesar 75%. Ranah
afektif dan KPS minimal mencapai nilai rata-rata
75 pada akhir siklus dan capaian per indikator
sebesar 75%. Indikator kinerja motivasi belajar
mencapai 75% mahasiswa dengan kategori
motivasi tinggi. Menurut Mulyasa (2010)
pembelajaran
dikatakan
berhasil
apabila
seluruhnya atau setidaknya sebagian besar (75%)
peserta didik terlibat aktif baik fisik, mental
maupun sosial dalam proses pembelajaran,
disamping menunjukkan kegairahan belajar yang
tinggi, semangat yang besar, dan rasa percaya
pada diri sendiri. Sedangkan dari segi hasil,
proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila
terjadi perubahan perilaku pada peserta didik
setidaknya sebagian besar (75%).

Hasil Penelitian dan Pembahasan
Deskripsi data mengenai perbandingan hasil
Observasi pelaksanaan tahapan pembelajaran di
sajikan pada Tabel 1. Sedangkan data mengenai
pelaksanaan PTK tiap siklus di sajikan pada
Tabel 2.

Tabel 1. Hasil Observasi Pelaksanaan Pembelajaran Biologi Menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan
Pendekatan KPS
Tahap
Orientasi masalah

Mengorganisasikan
mahasiswa belajar

Siklus 1
Pada tahap ini dosen memberikan
masalah dalam bentuk wacana,
mahasiswa mendengar-kan penjelasan
dosen dan membaca permasalahan.
Pada tahap ini belum terlihat mahasiswa
yang bertanya atau mengajukan
pendapat mengenai permasalahan yang
diberikan. Rumusan masalah yang
disampaikan mahasiswa sebagian besar
sudah mengarah pada tahap pemecahan
masalah namun belum spesifik.
Setelah dibagi dalam 4 kelompok
belajar, mahasiswa membagi tugas
dengan anggota kelompoknya untuk
bersama-sama memecahkan
permasalahan. Berdasarkan pengamatan
mahasiswa merencanakan percobaan
belum menggunakan referensi atau

Siklus II
Pada tahap ini, masalah di
sampaikan dalam bentuk
wacana. Mahasiswa pada tahap
ini menentukan permasalahan
dan sebagian besar 16
mahasiswa telah menentukan
permasalahan yang mengarah
pada pemecahan masalah.
Sementara 3 orang mahasiswa
masih belum menunjukkan
pemecahan masalah yang logis.
Pada tahap ini mahasiswa
mulai diarahkan untuk
merencanakan percobaan
berupa alat penjernih dan
penyaringan air. Hanya ada 3
kelompok yang merencanakan
percobaan berdasarkan sumber

186

Siklus III
Masalah diberikan dalam
bentuk wacana, hampir semua
kelompok sudah dapat
menentukan permasalahan.
Namun dalam merumuskan
masalah ada 1 kelompok yang
merumuskan masalah belum
mengarah pada pemecahan
masalah.

Semua kelompok sudah
menggunakan sumber belajar
dari jurnal untuk mendukung
pemecahan masalah.

JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 183-194)
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
sumber belajar lain.

belajar
(internet dan bahan ajar)

Tahap

Siklus 1

Siklus III

Membim-bing investigasi kelompok dan
individu

Mahasiswa:
saat mendisku-sikan pemeca-han
masalah, semua kelom-pok kesulitan
dalam merum-uskan hipotesis, definisi
operasional dan menginterpre-tasi data.
Hal tersebut tampak pada banyaknya
anggota kelompok yang bertanya pada
dosen.
Hanya satu kelompok yang mengontrol
variabel.
Dosen: cenderung kurang memberikan
kesempatan mahasiswa untuk bertanya
pada saat menjelaskan prosedur
pelaksanaan percobaan. Bimbingan
dilakukan pada kelompok-kelompok.

Mengem-bangkan dan
menyaji-kan
hasil
karya

Hasil karya berupa presentasi hasil
percobaan, na-mun dalam menyajikannya masih ada 1 (satu) kelompok
mahasiswa yang belum sistematis
mengkomunika-sikannya.

Siklus II
sedangkan 1 (satu) kelompok
belum menggunakan sumber
belajar
Pada tahap ini semua
mahasiswa sudah mulai
memahami menentukan
variabel termasuk manipulasi
variabel bebas dan mengontrol
variabel. Pada saat membuat
definisi operasional sebagian
besar masih kesulitan. Pada
tahap ini, ada satu kelompok
yaitu kelompok 3 yang
melakukan pengulangan
pembuatan alat penyaringan
air.
Dosen memberikan bimbingan
dengan mendatangi tiap-tiap
kelompok untuk menanyakan
kesulitan masing- masing
kelompok
Tahap ini dibagi menjadi dua
bagian yaitu mempresentasikan rancangan pembuatan alat
penjernih dan penyaringan air
dan mendemonstrasikan alat
yang telah dibuat. Setiap
anggota kelompok terlibat aktif
dalam mempresentasi-kan serta
mendemonstrasikannya.

Menganalisis dan
mengevaluasi
pemecahan masalah

Pada kegiatan diskusi dan tanya jawab
mahasiswa masih pasif, dosen
memberikan pertanyaanpertanyaan

Berdasarkan hasil analisis dan
evaluasi, terdapat satu
kelompok yang masih
memerlukan waktu tambahan

Tahap

Siklus 1
untuk mengarahkan mahasiswa agar
dapat merefleksi proses pemecahan
masalah yang telah dilakukan.

Masing-masing kelompok
mengomentari atau
memberikan masukan pada
kelompok lain mengenai
rancangan masing-masing
Siklus II
kelompok mengomentari atau
memberikan masukan pada
kelompok lain mengenai
rancangan alat yang dibuat.
Dosen memotivasi mahasiswa
untuk mengajukan pertanyaan,
kemudian menanyakan pada
setiap kelompok alasan
penyusunan atau rancangan alat
yang di kerjakan mahasiswa.

Penyelidikan dilakukan selama
2 minggu pengamatan, setiap
kelompok aktif untuk
melakukan pengukuran dan
memantau proses pembuatan
kompos.

Hasil karya disajikan dalam
bentuk presentasi dan
menunjukan produk berupa
kompos.

Siklus III
Berdasarkan hasil analisis dan
evaluasi, terdapat satu
kelompok yang masih
memerlukan waktu tambahan
untuk membuat kompos.

Tabel 1 menunjukkan pada pelaksanaan pembelajaran sudah mengalami peningkatan dari siklus
1 hingga siklus 3.
Tabel 2. Perbandingan Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas Tiap Siklus
Siklus
Perencanaan
1

a. Membuat SAP
sesuai
tahapan
model
pembelajaran
berbasis
masalah
dengan
pendekatan keterampilan
proses sains
b. Merancang LKM sesuai
tahapan
kegiatan
pembelajaran
c. Membuat
perangkat
penilaian ranah kognitif,
afektif, psikomotor dan
motivasi belajar.

Tahapan
Tindakan dan observasi
a. Dosen memberikan motivasi dan apersepsi
b. Dosen mengorienta-sikan masalah melaui
wacana
c. Dosen mengorgani-sasikan mahasiswa belajar
d. Dosen membimbing investigasi kelompok dan
individu
e. Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya berupa laporan
f. Menganalisis
dan
mengevaluasi
proses
pemecahan
masalah.

187

Refleksi
Kelebihan: Dosen sudah mengarahkan
mahasiswa untuk menemukan
permasalahan berdasarkan wacana
Kekurangan:
a. Pemecahan masalah belum
menggunakan referensi
b. Hasil karya mahasiswa hanya berupa
laporan
c. Dosen belum membimbing pada
masing-masing individu
d. Dosen belum
memberikan
kesempatan bertanya

JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 183-194)
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
e. Mahasiswa belum melakukan
pengontrolan varibel

Siklus
Perencanaan

2

a. Merancang SAP dengan
perencanaan sbb: pada
tahap mengorganisasi- kan
mahasiswa belajar, dosen
merencanakan untuk
memberikan penegasan
untuk menggunakan
sumber/referensi dalam
pemecahan masalah.
Dosen mengarahkan
mahasiswa untuk
mengontrol variabel dan
membuat variabel
manipulasi.
b. Pada tahap
mengembangkan dan
menyajikan hasil karya,
dosen merencanakan
mengarahkan mahasiswa
membuat produk berupa
alat penjernih dan
penyaringan air.
c. Dosen merencanakan
membimbing mahasiswa
baik kelompok maupun
individu
d. Dosen merencanakan
memberikan kesempatan
bertanya selama kegiatan
perkuliahan.
e. Merancang LKM sesuai
tahapan
kegiatan
pembelajaran.
f. Membuat
perangkat
penilaian ranah kognitif,
afektif, psikomotor dan
motivasi belajar.

Siklus
Perencanaan

Tahapan
Tindakan dan observasi

a. Dosen memberikan motivasi dan apersepsi
b. Dosen mengorienta-sikan masalah melalui
wacana
c. Dosen mengorgani-sasikan mahasiswa belajar,
mengarahkan mahasiswa mengguna
kan referensi untuk memecahkan masalah
d. Dosen membimbing investigasi kelompok dan
individu, dosen mendekati tiap-tiap kelompok
dan
individu
membimbing
mahasiswa
merencana
kan percobaan dan praktikum
e. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
berupa proses dan hasil pembauatan alat
penjernih air.
f. Menganalisis
dan
mengevaluasi
proses
pemecahan masalah
dosen memberikan kesempatan bertanya dan
memberikan
pendapat.

Tahapan
Tindakan dan observasi
memberikan
memberikan
pendapat.

3

a. Menyusun SAP, pada
tahap membimbing
investigasi kelompok dan
individu, dosen
merencanakan
membimbing mahasiswa
membuat definisi
operasional pada masingmasing individu.
b. Pada tahap analisis dan
evaluasi pemecahan
masalah dosen
merencanakan untuk
mengarahkan mahasiswa
mengungkapkan kelebihan
dan kelemahan proses
pemecahan masalah.
d. Merancang LKM sesuai
tahapan kegiatan
pembelajaran.
e. Membuat perangkat
penilaian ranah kognitif,
afektif, psikomotor.

Refleksi

kesempatan

bertanya

f. Mahasiswa masih belum memahami
istilah-istilah definisi operasional dan
variabel.
Kelebihan:
a. Dosen sudah mengarahkan mahasiswa
mencari referensi pendukung untuk
memecahkan masalah
b. Dosen sudah mengarahkan mahasiswa
untuk membuat produk berupa alat
penjernih dan penyaringan air.
c. Sebagian besar Mahasiswa sudah
memahami istilah-istilah definisi
operasional, variabel dan memanipulasi variabel serta mengontrol variabel.
d. Mahasiswa sudah melakukan
pengontrolan variabel dalam praktikum
sesuai rancangan percobaan.
Kekurangan:
Dosen belum mengarahkan mahasiswa
untuk mengungkap-kan kelebihan dan kelemahan proses pemecahan masalah yang
dilaksanakan, sebagian besar masih
kesulitan
membuat definisi operasional.

Refleksi
dan

membuat definisi operasional.

a. Dosen memberikan motivasi dan apersepsi.
Kelebihan:
b. Dosen mengorienta-sikan masalah melalui
a. Dosen sudah dapat membimbing
wacana.
secara individu.
c. Dosen mengorgani-sasikan mahasiswa belajar, b. Dosen sudah dapat mengarahkan
membimbing mencari jurnal untuk mendukung
mahasiswa untuk aktif dalam diskusi,
pemecahan masalah.
tanya jawab.
d. Dosen membimbing investigasi kelompok dan c. Dosen
sudah
mengarahkan
individu, membimbing mahasiswa membuat
mahasiswa
dalam
memecahkan
definisi operasional
masalah dengan sumber berupa
e. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
jurnal.
berupa proses dan hasil pembuatan kompos.
d. Mahasiswa sudah dapat membuat
f. Menganalisis
dan
mengevaluasi
proses
rancangan
percobaan
dengan
pemecahan masalah, membimbing mahasiswa
berbagai
manipulasi
variabel
mengungkapkan kelebihan dan kelemahan
pengamatan dan membuat produk
proses dan hasil pemecahan masalah.
berupa kompos.
e. Mahasiswa sudah dapat menganalisis
dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah.
Kekurangan: Dosen masih belum
optimal
membimbing
mahasiswa
membuat definisi operasional.

188

JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 183-194)
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
Tabel 2 menunjukkan terdapat perbaikan
pelaksanaan proses pembelajaran berdasarkan
refleksi dari siklus I dan II.
Perbandingan persentase kelulusan hasil
belajar ranah kognitif disajikan pada Gambar 1,
perbandingan ketercapaian indikator ranah afektif
antar siklus disajikan pada Gambar 2 dan
perbandingan ketercapaian indikator KPS antar
siklus disajikan pada Gambar 3. Sedangkan
perbandingan nilai rata-rata hasil belajar
disajikan pada Gambar 4.

J
U
M
L
A
H

K
E
L
U
L
U
S
A
N

100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%

kerjasama. Pada indikator kerjasama mengalami
penurunan dari Pra Siklus ke Siklus I.

100%
K
E
T
E
R
C
A
P
A
I
A
N

90%
80%
70%
60%

50%

PRA
SIKLUS
SIKLUS 1

40%
30%

SIKLUS 2

20%
10%
0%

KPS KPS KPS KPS KPS KPS KPS KPS KPS
1 2 3 4 5 6 7 8 9
INDIKATOR KPS

Gambar 3. Perbandingan Ketercapaian Indikator
KPS antar Siklus

LULUS

PRA SIKLUS SIKLUS SIKLUS
SIKLUS
1
2
3

Gambar 1. Perbandingan Persentase Kelulusan Hasil
Belajar Kognitif antar Siklus

Gambar 1 menunjukkan bahwa hasil
belajar pada ranah
kognitif telah terjadi
peningkatan tiap siklus, dan pada akhir siklus
(94,73%) telah mencapai kriteria kelulusan 75%.
Peningakatan hasil belajar yang paling tinggi
yaitu pada Pra Siklus ke Siklus I.

100%
K 90%
E
80%
T
70%
E
60%
R
C 50%
A 40%
P 30%
A 20%
I 10%
A 0%
N

Keterangan:
Pada kegiatan Pra Siklus indikator KPS 4 dan 5 tidak
diobservasi.
KPS 1 = Mengajukan Pertanyaan
KPS 2 = Membuat Hipotesis
KPS 3 = Merancang Percobaan
KPS 4 = Menentukan Variabel
KPS 5 = Membuat Definisi Operasional
KPS 6 = Melakukan Pengukuran
KPS 7 = Mengkomunikasikan Data
KPS 8 = Menginterpretasi Data
KPS 9 = Menyimpulkan

Gambar 3 menunjukkan pada akhir siklus
masing-masing indikator mencapai kriteria
ketercapaian 75%, namun pada indikator
membuat definisi operasional (38,2%) belum
mencapai kriteria yang ditetapkan 75%.

Pra siklus

K
E
T
E
R A
C N
A
P
A
I

Siklus 1
Siklus 2

Siklus 3

100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%

Motivasi
Tinggi

PRA SIKLUS SIKLUS SIKLUS
SIKLUS 1
2
3

Indikator Ranah Afektif

Gambar 2. Perbandingan Ketercapaian Indikator
Ranah Afektif antar Siklus.

Gambar 2 menunjukkan bahwa hasil
belajar pada ranah
afektif telah terjadi
peningkatan tiap siklus. Pada akhir siklus telah
mencapai kriteria kelulusan 75%. Indikator
keingintahuan lebih tinggi peningkatannya
dibandingkan dengan indikator teliti, kritis dan

Gambar 4. Perbandingan Motivasi Belajar antar Siklus

Gambar 4 menunjukkan motivasi belajar
mahasiswa mengalami peningkatan tiap siklus.
Pada akhir siklus mencapai 78,94% melebihi
kriteria ketercapaian yang ditetapkan 75%.

189

JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 183-194)
http://jurnal.pasca.uns.ac.id

N
I
L
A
R
I
A
T
R
A
A
T
A
-

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

Pra Siklus
Siklus 1

Siklus 2
Kognitif Afektif

Siklus 3

KPS

HASIL BELAJAR

Gambar 5. Perbandingan Nilai Rata-Rata Hasil Belajar
dan KPS antar Siklus

Berdasarkan gambar 5 dapat dilihat bahwa
peningkatan hasil belajar dari yang tertinggi
secara berurutan dari Pra siklus ke siklus III
yaitu ranah afektif (selisih 56,34), ranah kognitif
(selisih 34,43), dan KPS (selisih 25,35).
Data penelitian berupa hasil belajar
kognitif, afektif dan KPS dianalisis statistik
menggunakan uji Paired Samples T Test.
Rangkuman hasil uji statistik disajikan pada
Tabel 3.
Pair

Tabel 3. Rangkuman Uji Paired Samples T Test
Siklus
Sign
Kesimpul
an Ho

Keterampilan
Proses Sains

Kognitif

Afektif

Pra Siklus-Siklus I
Siklus I- Siklus II
Siklus II- Siklus
III
Pra Siklus-Siklus I
Siklus I- Siklus II
Siklus II- Siklus
III
Pra Siklus-Siklus I
Siklus I- Siklus II
Siklus II- Siklus
III

0,203
0,220
0,000

Diterima
Diterima
Ditolak

0,113
0,000
0,054

Diterima
Ditolak
Diterima

0,000
0,000
0,000

Ditolak
Ditolak
Ditolak

Hasil Penelitian Tindakan Kelas pada
mahasiswa pendidikan Biologi semester II FKIP
UNTAN pada mata kuliah Pengetahuan
Lingkungan menunjukkan adanya peningkatan
dan motivasi belajar dan hasil belajar pada ranah
kognitif, afektif, serta KPS. Pada kegiatan awal,
dosen mengeksplorasi pengetahuan awal yang
sudah dimiliki mahasiswa dengan mengajukan
pertanyaan- pertanyaan berdasarkan apa yang
sudah diketahui mahasiswa dengan materi yang
akan dipelajari. Menurut Piaget (dalam Dahar,
1989) konsep-konsep yang sudah dimiliki
mahasiswa tersebut akan mengalami proses
asimilasi. Konsep-konsep tersebut memudahkan
mahasiswa
untuk memecahkan masalah.
Pembelajaran
berbasis
masalah
dengan
pendekatan keterampilan proses sains diawali
dengan menghadirkan masalah yang terdapat di

sekitar lingkungan mahasiswa. Masalah autentik
yang dijadikan acuan pada proses pembelajaran
dapat memotivasi mahasiswa untuk belajar.
Masalah yang diberikan dapat menimbulkan
banyak solusi atau cara pemecahan masalah
sehingga menimbulkan pertanyaan-pertanyaan
dalam pikiran mahasiswa. Berdasarkan hasil
penelitian Chin & Chia (2006) menyebutkan
masalah yang tidak terstuktur menstimulasi siswa
untuk mengajukan pertanyaan yang memetakan
kegiatan mereka, yang mengarah pada
penyelidikan independen. Mahasiswa didorong
untuk mencari cara pemecahan masalahnya
melalui berbagai sumber belajar diantaranya
internet dan buku ajar. Proses ini mendorong
kemandirian belajar mahasiswa.
Pada tahap mengorganisasikan mahasiswa
belajar, mahasiswa dibagi menjadi 4 kelompok
yang heterogen. Kelompok yang dibentuk
bersama-sama
mendiskusikan
pemecahan
masalah, memberikan pendapat dan mengajukan
pertanyaan pada anggota kelompok lainnya.
Menurut Arends (2008) kolaborasi atau
kerjasama pada kelompok-kelompok belajar
dapat mendorong penyelidikan dan dialog
bersama dan mengembangkan keterampilan
berpikir dan keterampilan sosial. Keterampilan
sosial menurut Vigotsky akan memacu
pertukaran ide-ide baru dan memperkaya
perkembangan intelektual.
Pada tahap membimbing investigasi
kelompok dan individu, dosen berperan sebagai
fasilitator. Namun pada siklus I dosen masih
kurang dalam membimbing mahasiswa secara
individu. Pada tahap penyelidikan dosen
memberikan bimbingan khususnya pada saat
mengajukan pertanyaan, merumuskan hipotesis,
merancang percobaan, menentukan variabel dan
membuat definisi operasional. Keterampilanketerampilan
tersebut masih baru bagi
mahasiswa. Sedangkan untuk menginterpretasi
data,
mengkomunikasikan
data,
dan
menyimpulkan
sudah
pernah
dilakukan
mahasiswa pada saat membuat laporan praktikum
pada mata kuliah semester I. Kegiatan
membimbing mahasiswa untuk melakukan
investigasi sangat penting dilakukan karena peran
pembimbing untuk mengarahkan mahasiswa
mengkonstruksi pengetahuannya.
Mahasiswa melakukan investigasi dengan
menggunakan pengamatan langsung untuk
menemukan
informasi dan menyelesaikan
masalah. Proses ini mengembangkan hands on,
minds on, hearts on activity. Bruner (dalam

190

JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 183-194)
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
Arends, 2008) menekankan pentingnya proses
penemuan (discovery learning) yang dilakukan
dalam kegiatan pembelajaran. Strategi-strategi
mahasiswa dalam kegiatan investigasi dalam
pemecahan masalah membantu mahasiswa
berpikir analitis (Jacobsen et al, 2009). Selain
itu secara tidak langsung mereka memperoleh
informasi sebagai hasil kegiatan investigasi.
Mahasiswa dapat menemukan informasiinformasi dengan bantuan (scaffolding) yang
dilakukan oleh dosen atau teman yang lebih
mampu. Pada saat mahasiswa melakukan
investigasi mahasiswa melakukan pengukuran
yang membutuhkan ketelitian. Pada tahap ini
mahasiswa juga dilatih untuk teliti dalam
membaca petunjuk kerja dalam pelaksanaan
kegiatan investigasi.
Pada
tahap
menyajikan
dan
mengembangkan hasil karya pada siklus I hanya
berupa laporan, namun pada siklus II dan siklus
III hasil karya sudah dihasilkan dalam bentuk
produk berupa alat penjernih air dan kompos.
Pada keterampilan merancang percobaan
mahasiswa merancang alat dan dilanjutkan
dengan membuat produk berupa alat penjernih air
dan kompos. Pembuatan produk ini juga sebagai
hasil pemecahan masalah. Proses pemecahan
masalah dengan menghasilkan hasil karya yang
bermanfaat bagi masyarakat secara tidak
langsung telah membangun literasi sains bagi
mahasiswa. Literasi sains yang dikembangkan
pada materi pengolahan limbah secara biologi
telah memanfaatkan bioteknologi sederhana
(pemanfaatan mikroorganisme) pada pembuatan
kompos berdasarkan pengetahuan yang telah
dimiliki mahasiswa. Berdasarkan hasil penelitian
Mei et al. (2007) temuan menunjukkan adanya
peningkatan yang signifikan dalam persepsi
siswa tentang kompetensi keterampilan proses
sains. Persentase siswa yang sangat tinggi
menunjukkan bahwa program ini telah membuat
siswa lebih sadar akan relevansi sains dalam
kehidupan.
Pada tahap analisis dan evaluasi proses
pemecahan masalah, mahasiswa melakukan
refleksi berdasarkan proses pemecahan masalah
yang dilakukan. Pada proses ini mahasiswa
diberikan
kesempatan
untuk
berdiskusi,
memberikan masukan, dan mengkritisi proses
pemecahan masalah yang dilakukan kelompok
lain. Kegiatan yang demikian melatih
keterampilan berpikir yang kritis, analitis dan
evaluatif terhadap proses pemecahan masalah
yang terdiri atas banyak solusi. Keterampilan

berpikir yang muncul pada saat proses
pembelajaran merupakan salah satu
ciri
keterampilan
berpikir
tingkat
tinggi.
Keterampilan berpikir tingkat tinggi menurut
Holbrook & Rannikmae (2009) salah satu cirinya
adalah mampu menempatkan, mengumpulkan,
menganalisis, dan mengevaluasi sumber- sumber
informasi ilmiah dan teknologi serta dapat
menggunakan
sumber-sumber
dalam
memecahkan masalah, membuat keputusan dan
mengambil
tindakan.
Dosen
berperan
memberikan konfirmasi kepada mahasiswa
dalam rangka proses analisis dan evaluasi
pemecahan masalah yang dilakukan bersamasama mahasiswa. Konfirmasi dilakukan dengan
merefleksi pembelajaran.
Pada kegiatan refleksi proses pembelajaran
siklus 1 dan siklus II mahasiswa belum secara
langsung mengungkapkan kelemahan serta
kelebihan dari proses pembuatan alat, namun
dosen memberikan pertanyaan-pertanyaan yang
mengarahkan mahasiswa untuk mengevaluasi
proses pemecahan masalah yang dilakukan. Pada
siklus 3 mahasiswa sudah mengevaluasi secara
langsung mengenai kelebihan dan kelemahan
pembuatan produk kompos. Dengan demikian
mahasiswa telah dilatih untuk berpikir evaluatif.
Peningkatan motivasi belajar terjadi pada
tiap siklus. Menurut Uno (2010) anak akan
tertarik untuk belajar apabila yang dipelajarinya
itu sedikit sudah diketahui atau dinikmati
manfaatnya. Pada setiap pertemuan dosen
memberikan masalah yang berada disekitar
lingkungan. Dosen menumbuhkan motivasi
mahasiswa secara verbal untuk memberikan
penjelasan mengenai manfaat pembelajaran yang
dilaksanakan, selain itu motivasi diberikan secara
visual pada siklus II dan siklus III melalui
gambar-gambar fenomena yang terjadi di
lingkungan.
Kondisi
yang
demikian
menumbuhkan rasa ingin tahu. Menurut Piaget
dalam Arends (2008) menyatakan keingintahuan
ini dapat memotivasi mahasiswa untuk
mengkonstruksi pengetahuan secara aktif.
Dengan demikian proses pembelajaran menjadi
terpusat kepada mahasiswa (student centered).
Usaha pemberian motivasi yang dilakukan
dosen dengan cara verbal dan visual (gambar)
merupakan motivasi ekstrinsik yang mendorong
mahasiswa untuk belajar. Kegiatan yang menarik
dalam belajar menurut Uno (2010) merupakan
salah satu indikator motivasi belajar. kegiatan
yang menarik dalam proses pembelajaran yang
dihadirkan dosen berupa kegiatan- kegiatan yang

191

JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 183-194)
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
sebelumnya belum pernah dilakukan oleh
mahasiswa. Selain itu kegiatan pembuatan
produk sebagai hasil karya diakhir perkuliahan
mendorong mahasiswa memahami bahwa
pembelajaran tersebut bermanfaat bagi kehidupan
di masa akan datang. Dengan demikian akan
tumbuh hasrat atau keinginan untuk belajar dan
berhasil dalam proses pembelajaran.
Peningkatan motivasi belajar sejalan
dengan peningkatan hasil belajar. Motivasi
belajar telah mendorong tercapainya tujuan
pembelajaran. Berdasarkan proses pembelajaran
yang telah dilaksanakan berdampak pada
peningkatan hasil belajar pada ranah kognitif.
Berdasarkan uji paired samples T Test diketahui
terdapat perbedaan rata-rata pada siklus I ke
siklus II (p