PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN HASIL BELAJAR SISWA.

(1)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Batasan Masalah ... 7

1.4 Variabel Penelitian ... 8

1.5 Definisi Operasional ... 8

1.6 Tujuan Penelitian ... 9

1.7 Manfaat Penelitian ... 10

BAB II PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH, KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN HASIL BELAJAR ... 11

2.1 Pembelajaran Berbasis Masalah ... 11

2.1.1 Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah ... 12

2.1.2 Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah ... 12

2.2 Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 16

2.3 Keterampilan Proses Sains ... 18

2.4 Hasil Belajar ... 22

2.4.1 Ranah Kognitif ... 23

2.4.2 Ranah Afektif ... 25


(2)

vi

2.5 Kaitan Pembelajaran Berbasis Masalah, Keterampilan Proses Sains

dan Hasil Belajar ... 26

2.6 Materi Pembelajaran ... 28

2.6.1 Pengertian Kalor ... 28

2.6.2 Pengaruh Kalor Terhadap Perubahan Suhu ... 28

2.6.3 Pengaruh Kalor Terhadap Perubahan Wujud Zat ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

3.1 Metode dan Desain Penelitian ... 30

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 31

3.3 Prosedur Penelitian ... 31

3.3.1 Tahap Persiapan Penelitian ... 31

3.3.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 32

3.3.3 Tahap Akhir Penelitian ... 33

3.4 Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data ... 34

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data ... 34

3.4.2 Analisis Data ... 35

3.4.3 Hasil Uji Coba Instrumen ... 39

3.5 Pengolahan Data ... 44

3.5.1 Pengolahan Data Keterlaksanaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 44

3.5.2 Data Skor Tes dengan Menggunakan Analisis Gain Ternormalisasi ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 47

4.1 Keterlaksanaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 47

4.2 Analisis Data Hasil Pretes-Postes ... 48

4.2.1 Analisis Skor Data Pretes-Postes ... 48

4.2.2 Analisis Gain Ternormalisasi ... 50

4.3 Peningkatan Keterampilan Proses Sains untuk Tiap Aspek ... 51

4.3.1 Keterampilan Proses Sains Aspek Merencanakan Percobaan 51 4.3.2 Keterampilan Proses Sains Aspek Berhipotesis ... 52


(3)

vii

4.3.4 Keterampilan Proses Sains Aspek Interpretasi ... 55

4.3.5 Keterampilan Proses Sains Aspek Komunikasi ... 57

4.4 Peningkatan Hasil Belajar untuk Tiap Aspek ... 58

4.4.1 Hasil Belajar Aspek Pemahaman ... 58

4.4.2 Hasil Belajar Aspek Penerapan ... 59

4.4.3 Hasil Belajar Aspek Analisis ... 61

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 63

5.1 Kesimpulan ... 63

5.2 Rekomendasi ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65


(4)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pembelajaran fisika diharapkan memberikan pengalaman sains langsung kepada siswa untuk memahami fisika secara utuh, sehingga siswa di dorong untuk menggunakan kemampuan berpikirnya dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, seperti yang dikemukakan depdiknas bahwa tujuan pembelajaran IPA yaitu: Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan sekumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja, mengembangkan kemampuan berpikir tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Sebagai salah satu bidang IPA, mata pelajaran fisika diadakan dalam rangka mengembangkan kemampuan berpikir analitis induktif dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa sekitar, baik secara kualitatif maupun kuantitatif, serta dapat mengembangkan keterampilan dan sikap percaya diri. Secara rinci, fungsi dan tujuan mata pelajaran fisika di tingkat SMA adalah sebagai sarana (Depdiknas, 2003).

Dalam pengajaran ilmu pengetahuan alam, keterampilan proses memegang peranan yang sangat penting dalam pembahasan suatu konsep/prinsip/teori. Mechling dan Oliver, 1983 (Ratna Wilis Dahar, 1985) mengemukakan bahwa: Keterampilan-keterampilan proses yang diajarkan dalam pendidikan sains memberikan penekanan-penekanan pada keterampilan-keterampilan berpikir yang dapat berkembang pada anak, sehingga anak dapat mempelajarinya dan ingin mengetahuinya.

Sedangkan Gagne (Dahar, 1985:21) berpendapat bahwa “dengan memerankan keterampilan proses sains anak di buat kreatif, ia akan mampu mempelajari sains pada tingkat yang lebih tinggi dalam waktu yang lebih singkat.” Nuryani Y.


(5)

Rustaman (2003) mengemukakan bahwa “keterampilan proses sains melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif atau intelektual, manual, dan sosial.” Keterampilan kognitif atau intelektual terlibat karena dengan melakukan keterampilan proses siswa menggunakan pikirannya. Keterampilan manual jelas terlibat dalam keterampilan proses karena melibatkan penggunaan alat dan bahan, pengukuran, penyusunan atau perakitan alat. Dengan keterampilan sosial dimaksudkan bahwa mereka berinteraksi dengan sesamanya dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan keterampilan proses.

Lebih jauh, menurut Conny Semiawan (1986:18) bahwa:

Dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan proses, siswa akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Dengan demikian, keterampilan-keterampilan itu menjadi roda penggerak penemuan dan pengembangan fakta dan konsep serta penumbuhan dan pengembangan sikap dan nilai.

Dari kutipan-kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa tuntutan kurikulum menghendaki bahwa dengan melakukan proses belajar mengajar seperti ini akan menciptakan kondisi cara belajar siswa aktif dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di kelas VII salah satu SMPN di Bandung Barat pada tanggal 16 September 2010 dengan nomor 421.03/093/Kesis/2010 dan dapat dilihat pada lampiran A.1. Dalam studi pendahuluan ini peneliti melakukan wawancara dengan guru IPA-Fisika dan melakukan observasi kelas di sekolah tersebut. Instrumen-instrumen yang digunakan dalam studi pendahuluan tersebut dapat dilihat dalam lampiran A.2 dan


(6)

lampiran A.3. Setelah dilakukan analisis terhadap data-data hasil studi pendahuluan tersebut diperoleh informasi sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru fisika yang terdapat pada lampiran A.6

Berdasarkan laporan hasil ulangan harian siswa untuk sub pokok bahasan Besaran dan Turunan sebagian besar nilai siswa berada dibawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimun). KKM untuk mata pelajaran fisika yang ditetapkan sekolah tersebut adalah 62 pada skala 100. Kelas VII-B persentase jumlah siswa dengan nilai ≥ 62 yaitu 20% dengan nilai rata-rata 54,7 untuk kelas VII-C persentase jumlah siswa dengan nilai ≥ 62 yaitu 10 % dengan nilai rata-rata 50,4. Dari dua kelas hanya sekitar 15% siswa yang memperoleh nilai diatas KKM. Setelah dilakukan analisis soal ulangan harian tersebut mencakup tiga aspek kognitif menurut Bloom yaitu C1 (pengetahuan), C2

(pemahaman), C3 (penerapan) dan C4 (analisis). Berdasarkan kelas yang

memperoleh nilai rata-rata kelas terendah, sekitar 10% siswa yang memperoleh nilai di atas KKM, sedangkan persentase jumlah siswa yang dapat menjawab benar untuk soal aspek pengetahuan (C1) yaitu sekitar 56,7%

dari 30 siswa, C2 (pemahaman) 36,7% , aspek penerapan (C3) 23,3% dan

untuk C4 (analisis) hanya 41,6%.

2. Berdasarkan hasil observasi pada lampiran A.7

a. Tahap awal kegiatan pembelajaran, langsung dimulai dengan pembagian kelompok belajar, tiap kelompok belajar diberi satu buah lembar kerja


(7)

siswa (LKS) dengan tujuan praktikum yaitu untuk mendapatkan hasil pengukuran yang tepat.

b. Tahap kegiatan inti pembelajaran

1. Guru mengorientasikan siswa terhadap suatu masalah.

2. Guru mendemonstrasikan bagian-bagian mistar, jangka sorong dan mikrometer sekrup.

3. Guru mendemontrasikan langkah-langkah penggunaan alat ukur, pengukuran suatu objek, cara membaca skala, menentukan nilai, dan membandingkan tingkat ketelitian dari hasil pengukuran dengan menggunakan mistar, jangka sorong, dan mikrometer sekrup.

4. Siswa mengerjakan lembar kerja yang telah disiapkan oleh guru, isi dari lembar kerja terdiri dari :

•Tujuan praktikum yaitu membandingkan nilai ketidakpastian suatu alat ukur panjang.

•Siswa menyiapkan alat dan bahan yang di tentukan dalam lembar kerja.

•Siswa melakukan praktikum sesuai dengan prosedur percobaan. •Dalam kegiatan praktikum guru hanya membimbing dan memantau

kegiatan siswa.

•Siswa mencatat hasil praktikum.

c. Tahap akhir kegiatan pembelajaran, tiap kelompok mengumpulkan lembar kerja.


(8)

Berdasarkan hasil observasi, dari mulai tahap awal pembelajaran sampai tahap akhir kegiatan pembelajaran sudah sistematis. Tetapi, terdapat beberapa aspek keterampilan proses sains yang belum dilatihkan kepada siswa, seperti aspek berhipotesis, merencanakan percobaan, klasifikasi dan aspek menerapkan sub konsep. Sedangkan dalam pembelajaran tersebut yang teramati hanya aspek pengamatan (membaca skala pada alat ukur, memperhatikan fenomena yang muncul saat melakukan percobaan), aspek interpretasi data dan aspek berkomunikasi (menyampaikan gagasan dalam bentuk lisan dan tulisan). Oleh karena itu, dalam pengamatan penulis, siswa belum terlihat peningkatan hasil belajar dan peningkatan keterampilan proses sains yang diharapkan, terlihat dari kurang terbentuknya pengetahuan secara mandiri dan kurang aktifnya membangun pengetahuan melalui penyelidikan untuk memecahkan suatu masalah dikarenakan belum terbentuknya keterampilan aspek hipotesis atau aspek pemahaman. Dari bahasan tersebut, penulis menemukan solusi untuk meningkatkan keterampilan proses sains dan hasil belajar, yaitu dengan model pembelajaran berbasis masalah.

Dengan pembelajaran fisika berbasis masalah siswa dihadapkan pada permasalahan yang nyata dan siswa diharapkan mampu menggunakan dan mengembangkan kemampuan dasar yang dimilikinya serta dapat menggunakan berbagai macam strategi untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah.” (Ward, 2002; Stepien, dkk.,1993 dalam I Wayan Dasna dan Sutrisno, 2007).


(9)

Berdasarkan fakta literatur diatas menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat menyiapkan siswa untuk mempunyai keterampilan proses sains karena situasi masalah yang disajikan melibatkan langsung aktivitas siswa dalam memecahkan suatu permasalahan dengan menggunakan metode-metode ilmiah dan keterampilan yang mereka ketahui sebelumnya untuk memecahkan suatu permasalahan. Dengan adanya pengembangan kemampuan keterampilan proses sains di harapkan hasil belajar siswa juga dapat meningkat.

Model pembelajaran fisika yang harus dirancang oleh guru adalah model pembelajaran yang menekankan aktivitas ilmuwan diantaranya siswa dapat mengidentifikasi variabel kemudian mempelajari hubungan antar variabel tersebut, merumuskan hipotesis, merancang penelitian, bahkan sampai melaksanakan dan mengkomunikasikan hasilnya. Pola seperti inilah yang dapat membuat aktivitas/proses belajar sains siswa lebih meningkat (Depdiknas, 2003:28).

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis ingin mengetahui bagaimana besarnya peningkatan keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa dapat meningkat setelah diterapkan model pembelajaran berbasis masalah. Oleh karena itu penulis mencoba melakukan penelitian terhadap subjek penelitian dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah pre-experiment yaitu pretes-postes. Dengan demikian penulis mengambil judul: “PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN HASIL BELAJAR SISWA”.


(10)

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dijadikan bahan kajian dalam karya tulis ini yaitu: “Bagaimana Peningkatan Keterampilan Proses Sains dan Hasil Belajar Siswa Setelah Diterapkan Model Pembelajaran Berbasis Masalah?”.

Secara lebih operasional masalah tersebut dapat dijabarkan menjadi sejumlah pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana peningkatan kemampuan keterampilan proses sains dalam pembelajaran fisika setelah diterapkan model pembelajaran berbasis masalah?

2. Bagaimana peningkatan tiap aspek keterampilan proses sains dalam pembelajaran fisika setelah diterapkan model pembelajaran berbasis masalah?

3. Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran berbasis masalah?

4. Bagaimana peningkatan tiap aspek hasil belajar dalam pembelajaran fisika setelah diterapkan model pembelajaran berbasis masalah?

1.3Batasan Masalah

1. Yang dimaksud dengan peningkatan keterampilan proses sains adalah rata-rata gain skor pretes-postes kemampuan keterampilan proses sains yang ternormalisasi pada kategori sedang.


(11)

2. Yang dimaksud dengan peningkatan hasil belajar adalah rata-rata gain skor pretes-postes kemampuan hasil belajar yang ternormalisasi pada kategori sedang.

1.4Variabel Penelitian

Variabel yang akan diteliti meliputi dua variabel yaitu: 1. Variabel bebas : Model Pembelajaran Berbasis Masalah 2. Variabel terikat : Keterampilan Proses Sains dan Hasil Belajar

1.5Definisi operasional

1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan model pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri. Sintaks yang terdapat dalam model pembelajaran berbasis masalah yaitu (1) orientasi siswa pada masalah, (2) mengorganisasikan siswa untuk belajar, (3) membimbing penyelidikan individual atau kelompok, (4) mengembangkan diri dan menyajikan hasil karya dan (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Untuk mengukur variabel model pembelajaran dilakukan secara tidak langsung melalui indikator keterlaksanaan pembelajaran yaitu dengan menceklist kolom yang disediakan pada lembar observasi dan keterlaksanaan pembelajaran diukur dengan observasi. Instrumen yang digunakan untuk mengukur keterlaksanaan model


(12)

pembelajaran adalah lembar observasi aktivitas guru, serta dinyatakan dalam persentase keterlaksanaan model pembelajaran berbasis masalah. 2. Keterampilan Proses Sains adalah suatu keterampilan ilmiah yang banyak

melibatkan keterampilan kognitif atau intelektual, manual, dan sosial. Aspek-aspek yang terdapat dalam keterampilan proses sains meliputi : melakukan pengamatan (observasi), interpretasi, berkomunikasi, berhipotesis dan merencanakan percobaan. kemampuan keterampilan proses sains diukur dengan pretes dan postes, instrumen yang digunakan yaitu tes berupa soal essai dan dinyatakan dengan skor gain ternormalisasi. 3. Hasil Belajar adalah hasil tes belajar aspek kognitif berdasarkan taksonomi Bloom (Suharsimi Arikunto, 2008 : 117) diantaranya aspek pemahaman (C2), penerapan (C3), dan analisis (C4) untuk pokok bahasan kalor. Hasil

belajar diukur melalui pretes dan postes, instrumen yang digunakan yaitu tes berupa soal essai dan dinyatakan dengan skor gain ternormalisasi.

1.6Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah diatas adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui peningkatan kemampuan keterampilan proses sains dalam pembelajaran fisika setelah diterapkan model pembelajaran berbasis masalah


(13)

2. Mengetahui peningkatan tiap aspek keterampilan proses sains dalam pembelajaran fisika setelah diterapkan model pembelajaran berbasis masalah

3. Mengetahui peningkatan hasil belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran berbasis masalah

4. Mengetahui peningkatan tiap aspek hasil belajar dalam pembelajaran fisika setelah diterapkan model pembelajaran berbasis masalah

1.7Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bukti empiris tentang pengaruh positif penggunaan model pembelajaran berbasis masalah terhadap peningkatan keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa, yang nantinya dapat memperkaya hasil penelitian sejenis dan dapat digunakan oleh pihak yang berkepentingan, seperti guru, lembaga-lembaga pendidikan dan para peneliti.


(14)

30 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Metode dan Desain Penelitian

Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode Pre-eksperimen. Menurut Sugiono (2010:109) bahwa “penelitian pre-eksperimen hasilnya merupakan variabel dependen bukan semata-mata dipengaruhi oleh variabel independen.” Hal ini dapat terjadi, karena tidak adanya variabel kontrol, dan sampel tidak dipilih secara random.

Desain penelitian merupakan rancangan bagaimana penelitian dilaksanakan. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah one group pretest posttest design. Dalam desain ini, sebelum perlakuan diberikan terlebih dahulu sampel diberi pretest (tes awal) dan di akhir pembelajaran sampel diberi posttest (tes akhir). Desain ini digunakan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai yaitu ingin mengetahui peningkatan keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran berbasis masalah. Berikut merupakan tabel desain penelitian one group pretest posttest design.

Tabel 3.1

Desain penelitian One Group Pretest-Posttest Design Pretest Treatment Posttest

O1 X O2


(15)

Keterangan:

O1 : tes awal (pretes) sebelum perlakuan diberikan

O2 : tes akhir (postes) setelah perlakuan diberikan

X : perlakuan terhadap kelompok eksperimen yaitu dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah

3.2Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri di Bandung Barat yang terdiri dari enam kelas, sedangkan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah satu kelas (VII-C) dari keseluruhan populasi yang dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu “penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu”, dan untuk menentukan sampelnya yaitu berdasarkan rekomendasi dari guru.

3.3Prosedur Penelitian

Penelitian ini meliputi tiga tahap yaitu tahap persiapan penelitian, tahap pelaksanaan penelitian dan tahap akhir penelitian.

3.3.1 Tahap Persiapan Penelitian 1. Studi pendahuluan

a. Melakukan studi literatur terhadap teori yang relevan mengenai model pembelajaran yang akan digunakan.


(16)

b. Analisis kurikulum dan materi fisika SMP kelas VII. Hal ini dilakukan untuk mengetahui standar kompetensi, kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran.

2. Konsultasi dengan pihak sekolah dan guru bidang studi mengenai waktu penelitian, populasi dan sampel yang akan dijadikan sebagai subjek dalam penelitian.

3. Penyusunan perangkat pembelajaran yaitu berupa RPP (lampiran B.1), skenario pembelajaran (lampiran B.2 dan B.3) dan LKS (lampiran B.4). 4. Pembuatan instrumen penelitian berupa tes uraian untuk mengukur

keterampilan proses sains dan hasil belajar, lembar observasi untuk mengukur keterlaksanaan model yang digunakan.

5. Menjudgment instrumen tes kepada dosen ahli. 6. Melakukan uji coba instrumen tes.

7. Menganalisis hasil uji coba instrumen penelitian untuk mengetahui layak atau tidaknya soal tersebut digunakan sebagai instrumen penelitian.

3.3.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian

1. Memberikan tes awal untuk mengukur keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa sebelum diberi perlakuan (treatment).

2. Memberikan perlakuan yaitu dengan cara menerapkan model pembelajaran berbasis masalah pada pembelajaran fisika dengan observer selama pembelajaran.

3. Memberikan tes akhir untuk mengukur peningkatan keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa setelah diberi perlakuan (treatment).


(17)

3.3.3 Tahap Akhir Penelitian

1. Mengolah data hasil pretes dan postes serta menganalisis instrumen yang lain seperti lembar observasi.

2. Menganalisis data hasil penelitian dan membahas temuan penelitian. 3. Memberikan kesimpulan berdasarkan hasil pengolahan data.

4. Memberikan rekomendasi berdasarkan hasil penelitian.

Adapun alur penelitiannya dapat dilihat pada gambar berikut ini :


(18)

3.4Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data 3.4.1 Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi

Data yang diukur berupa data keterlaksanaan setiap tahapan dari model pembelajaran berbasis masalah. Instrumen yang digunakan yaitu lembar observasi untuk megukur aktivitas guru yang terjadi dalam proses pembelajaran.

Lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran berbasis masalah ini bertujuan untuk melihat apakah tahapan-tahapan model pembelajaran berbasis telah dilaksanakan oleh guru atau tidak. Observasi ini dibuat dalam bentuk cheklist. Jadi dalam pengisiannya, observer memberikan tanda cheklist pada kolom “ya” atau “tidak” jika kriteria yang dimaksud dalam daftar cek ditunjukkan guru. Selain membuat daftar cheklist, terdapat juga kolom keterangan untuk memuat saran-saran observer atau kekurangan-kekurangan aktivitas guru selama proses pembelajaran.

Selanjutnya format observasi yang telah disusun tidak diujicobakan, tetapi dikoordinasikan kepada observer yang akan mengikuti dalam proses penelitian agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap format observasi tersebut. Format lembar observasi yang dibuat dapat dilihat pada lampiran D.1.

2. Tes

Menurut Arikunto (2008:53) “tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah tentukan.” Data tes yang dihasilkan berupa rata-rata


(19)

gain skor pretes postes kemampuan keterampilan proses sains dan kemampuan hasil belajar.

Tes yang dibuat berupa soal essai (lampiran C.1) yang dilaksanakan sebelum dan sesudah treatment diberikan. Tes bentuk essai adalah sejenis tes kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata.

Soal yang digunakan pada tes awal sama dengan soal yang digunakan pada tes akhir. Hal ini dimaksudkan supaya tidak ada pengaruh perbedaan instrumen terhadap perubahan keterampilan proses sains dan hasil belajar fisika yang terjadi. 3.4.2 Analisis Data

Sebelum instrumen tersebut digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu instrumen yang telah di buat diujicobakan pada kelas VIII yang telah mendapatkan pembelajaran pada pokok bahasan kalor. Instrumen tersebut setelah diujicobakan kemudian diolah dan dianalisis. Berikut dipaparkan analisis-analisis yang digunakan untuk mengetahui layak atau tidaknya instrumen tes penelitian.

a. Analisis Validitas

Menurut Arikunto (2008:76) “sebuah item dikatakan valid apabila mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Skor pada item menyebabkab skor total menjadi tinggi atau rendah.” Validitas dapat kita cari dengan menghubungkan skor keseluruhan siswa dalam satu item (X) dengan skor keseluruhan yang diperoleh semua siswa (Y) melalui teknik korelasi product moment Pearson dengan angka kasar berikut ini:


(20)

xy r =

} ) ( }{ ) ( { ) )( ( ) ( 2 2 2 2 Y Y N X X N Y X XY N Σ − Σ Σ − Σ Σ Σ − Σ Keterangan:

rxy= koefisien korelasi antar variabel X dan variabel Y. N= jumlah peserta test

X= Skor tiap item Y= Skor total

∑XY = Jumlah Perkalian XY

( Arikunto, 2008: 78) Menurut Arikunto (2008:75) ”koefisien korelasi selalu terdapat antara -1,00 sampai +-1,00.” Koefisien negatif menunjukan hubungan kebalikan, sedangkan koefisien positif menunjukan adanya kesejajaran untuk mengadakan interpretasi besarnya koefisien korelasi adalah sebagai berikut:

Antara 0,800 – 1,00 Validitas sangat tinggi. Antara 0,600 – 0,800 Validitas tinggi.

Antara 0,400 – 0,600 Validitas cukup. Antara 0,200 – 0,400 Validitas rendah.

Antara 0,00 – 0,200 Validitas sangat rendah.

b. Analisis Reliabilitas

Menurut Arikunto (2008: 86) “reliabilitas adalah tingkat keajegan (konsistensi) suatu tes, yakni sejauh mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang ajeg/konsisten (tidak berubah).”


(21)

Rumus yang digunakan untuk menghitung reliabilitas tes adalah rumus Alfa (α) - Cronbach sebagai berikut:

r11=

      Σ −       − 2 2 1 1 t i n n σ σ Keterangan:

r11 : reliabilitas yang dicari

Σσi2 : jumlah varian skor tiap item.

σt2 : varian total. n : banyaknya item. Dengan;

σi2 =

( )

N N x

xi i

2 2 Σ Σ

; dan σt2 =

( )

N N x

xt t

2 2 Σ Σ

Dimana:

2 i x

Σ : jumlah kuadrat skor tiap item.

2

)

xi : jumlah skor tiap item dikuadratkan. 2

t x

Σ : jumlah kuadrat skor total.

2

)

xt : jumlah skor total dikuadratkan.

N : jumlah siswa.

( Arikunto, 2000:109) Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas tes yaitu :

Antara 0,81 – 1,00 sangat tinggi Antara 0,61 – 0,80 tinggi


(22)

Antara 0,41 – 0,60 cukup Antara 0,21 – 0,40 rendah

Kurang dari 0,20 sangat rendah c. Taraf Kesukaran Soal

Tingkat kesukaran soal adalah bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya sesuatu soal. Besarnya indeks kesukaran antara 0,00-1,00.

Dimana:

P = indeks kesukaran

B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar JS = jumlah seluruh siswa peserta tes

(Arikunto, 2008 : 208) Klasifikasi indeks kesukaran adalah sebagai berikut:

Antara 0,00 - 0,30 sukar Antara 0,30 - 0,70 sedang Antara 0,70 – 1,00 mudah d. Analisis Daya Pembeda

“Kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa berkemampuan rendah” (Arikunto, 2008:211). Untuk menentukan besarnya daya pembeda suatu butir soal, digunakan rumus sebagai berikut:


(23)

(Arikunto, 2008:213) Dimana:

J = jumlah peserta tes

JA = banyaknya peserta kelompok atas

JB = banyaknya peserta kelompok bawah

BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan

benar

BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu

dengan benar

PA = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

PB = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Klasifikasi daya pembeda yaitu: 0,00 - 0,20 : jelek (poor)

0,20 - 0,40 : cukup (satisfactory) 0,40 - 0,70 : baik (good)

0,70 - 1,00 : baik sekali (excellent) 3.4.3 Hasil Uji Coba Instrumen

Berikut ini adalah hasil analisis instrumen uji coba pada tanggal 22 Oktober 2010 di kelas VIII yang meliputi analisis validitas butir soal, analisis reliabilitas tes, tingkat kesukaran dan daya pembeda butir soal, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran C.4.


(24)

a. Validitas Butir Soal

Validitas tiap butir soal uji coba diperoleh dengan mengkorelasikan skor tiap siswa terhadap skor total dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment Pearson.

Hasil perhitungan validitas butir soal adalah seperti dicantumkan pada tabel 3.2 berikut:

Tabel 3.2

Data Validitas Butir Soal

Berdasarkan tabel 3.2, terdapat 1 butir soal (9,09 %) yang memiliki validitas dengan koefisien korelasi rendah yaitu soal no.4. Terdapat 9 butir soal (81,81 %) yang memiliki validitas dengan koefisien korelasi cukup yaitu soal no.1,2,3,6,7,8,9,10 dan 11. dan terdapat 1 butir soal (9,09 %) yang memiliki validitas dengan koefisien korelasi tinggi yaitu soal no. 5.

No.Soal Koefisien Korelasi Ket. Validitas Ket. Soal

1 0,47 Cukup Valid

2 0,49 Cukup Valid

3 0,51 Cukup Valid

4 0,39 Rendah Valid

5 0,75 Tinggi Valid

6 0,53 Cukup Valid

7 0,51 Cukup Valid

8 0,43 Cukup Valid

9 0,46 Cukup Valid

10 0,59 Cukup Valid


(25)

b. Reliabilitas Tes

Reliabilitas tes diperoleh dengan menggunakan teknik korelasi Alpha Cronbach (α-Cronbach). Berdasarkan hasil perhitungan (lampiran C.4) diperoleh

koefisien korelasinya adalah r11=0,68, hasil perhitungan tersebut kemudian

dibandingkan dengan nilai koefisien korelasi standar/kriteria yang telah ditentukan, sehingga diperoleh kriteria reliabilitas tes tersebut adalah tinggi.

c. Taraf Kesukaran Butir Soal

Tingkat kesukaran butir soal diperoleh dengan membandingkan banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar terhadap jumlah seluruh siswa peserta tes.

Hasil perhitungan tingkat kesukaran butir soal adalah seperti dicantumkan pada tabel 3.3 berikut:

Tabel 3.3

Data Tingkat Kesukaran Butir Soal No. Soal Tingkat Kesukaran Keterangan Soal

1 0,34 Sedang

2 0,51 Sedang

3 0,14 Sukar

4 0,51 Sedang

5 0,57 Sedang

6 0,57 Sedang

7 0,42 Sedang

8 0,54 Sedang

9 0,48 Sedang

10 0,51 Sedang


(26)

Berdasarkan tabel 3.3., terdapat 10 butir soal (90,90 %) yang memiliki tingkat kesukaran soal dengan kriteria sedang yaitu soal no.1,2,4,5,6,7,8,9,10 dan 11. Dan terdapat 1 butir soal (9,09 %) yang memiliki tingkat kesukaran soal dengan kriteria sukar yaitu soal no.3.

d. Daya Pembeda Butir Soal

Daya pembeda suatu butir soal diperoleh dengan cara membandingkan selisih jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah dengan jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah terhadap jumlah skor ideal salah satu kelompok (atas/bawah) pada butir soal yang diolah. Untuk menghitung daya pembeda suatu butir soal yaitu dengan cara menyusun terlebih dahulu skor total yang diperoleh mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah, dan kemudian diambilah 27% kelompok atas dan 27% kelompok bawah dari seluruh jumlah siswa yang mengikuti tes. Jumlah siswa yang mengikuti tes adalah 35 orang, sehingga diperoleh 9 orang yang masuk kedalam kelompok atas dan 9 orang yang termasuk kelompok bawah.

Adapun hasil analisa daya pembeda butir soal tersebut adalah seperti tercantum pada tabel 3.4 berikut:

Tabel 3.4

Data Daya Pembeda Butir Soal No. Soal Daya Pembeda Ket. Soal

1 0,55 Baik

2 0,67 Baik

3 0,44 Baik


(27)

5 0,89 Baik Sekali

6 0,44 Baik

7 0,55 Baik

8 0,55 Baik

9 0,55 Baik

10 0,55 Baik

11 0,55 Baik

Berdasarkan tabel 3.4, terdapat 10 butir soal (90,90 %) yang memiliki daya pembeda dengan kriteria baik yaitu soal no.1,2,3,4,6,7,8,9,10 dan 11. Dan terdapat 1 butir soal (9,09 %) yang memiliki daya pembeda dengan kriteria baik sekali yaitu soal no.5.

Dari tabel data validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda soal maka dapat disajikan data dalam bentuk tabel berikut ini:

Tabel 3.5

Data Validitas, Reliabilitas, Taraf Kesukaran dan Daya Pembeda Soal Uji Coba

Analisa Tes Item Soal No

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Validitas Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid

Reliabilitas Tinggi

Taraf

Kesukaran Sedang Sedang Sukar Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Daya

Pembeda Baik Baik Baik Baik

Baik

Sekali Baik Baik Baik Baik Baik Baik

Berdasarkan tabel 3.5, terdapat 9 butir soal yang valid dengan reliabilitas tinggi, taraf kesukarannya sedang serta daya pembedanya baik yaitu soal no. 1,2,4,6,7,8,9,10 dan 11. Terdapat 1 butir soal yang valid dengan reliabilitas tinggi, taraf kesukarannya sedang serta daya pembedanya baik sekali yaitu soal


(28)

no. 5. Dan terdapat 1 butir soal yang valid dengan reliabilitas tinggi, taraf kesukarannya sukar serta daya pembedanya baik yaitu soal no. 3.

3.5Pengolahan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari tiga jenis, yaitu data keterlaksanaan model pembelajaran yang dilakukan, data keterampilan proses sains dan data hasil belajar. Data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan perhitungan data statistik, tujuan dari pengolahan data ini adalah untuk mengetahui keterlaksanaan model yang diterapkan, gambaran keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa.

3.5.1 Pengolahan Data Keterlaksanaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Pengolahan data dilihat dari lembar observasi guru dan siswa. Untuk mendeskripsikan hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran, langkah-langkah yang ditempuh adalah memberikan skor satu untuk tahapan pembelajaran yang terlaksana dan skor nol untuk tahapan yang tidak terlaksana, setelah itu menjumlahkan skor keterlaksanaan tahapan pembelajaran kemudian menentukan persentase keterlaksanaan dengan menggunakan persamaan berikut:

Kategori keterlaksanaan model pembelajaran berbasis masalah dapat dilihat pada tabel 3.6.


(29)

Tabel 3.6

Kategori Keterlaksanaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Persentase Kategori

0,0 – 24,9 Sangat Kurang 25,0 – 37,5 Kurang

37,6 – 62,5 Sedang 62,6 – 87,5 Baik

87,6 – 100 Sangat Baik

3.5.2 Data Skor Tes dengan Menggunakan Analisis Gain Ternormalisasi Data yang diperolah dari tes awal dan tes akhir siswa diberi skor sesuai dengan rubrik yang dibuat.

Untuk melihat peningkatan keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dilakukan melalui analisis terhadap skor gain ternormalisasi < g > untuk kemudian dibandingkan dengan kategori yang dikemukakan Hake (1998) “skor gain ternormalisasi yaitu perbandingan skor gain aktual dengan skor gain maksimum.” Skor gain aktual yaitu skor gain yang diperoleh siswa sedangkan skor gain maksimum yaitu skor gain tertinggi yang mungkin diperoleh siswa. Dengan demikian skor gain ternormalisasi dapat dinyatakan oleh rumus sebagai berikut:

< g > =

1 1 ' 1

T T

T T

maks


(30)

dengan < g > yaitu skor gain ternormalisasi, T1’ yaitu skor postes, T1 yaitu skor

pretes dan Tmaks yaitu skor ideal. Pembelajaran yang baik bila gain skor ternormalisasi lebih besar dari 0,4.

Menurut Hake (1998) hasil skor gain ternormalisasi dibagi ke dalam tiga kategori yang dapat dilihat pada tabel 3.7.

Tabel 3.7

Kriteria Gain Ternormalisasi Persentase Klasifikasi 0,00 < h ≤ 1,30 Rendah 0,30 < h ≤ 0,70 Sedang 0,70 < h ≤ 1,00 Tinggi


(31)

63 BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1Kesimpulan

• Terdapat peningkatan kemampuan keterampilan proses sains dan hasil belajar setelah diterapkan model pembelajaran berbasis masalah dengan rata-rata gain ternormalisasi <g> sebesar 0,61.

• Keterampilan proses sains dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah untuk aspek merencanakan percobaan rata-rata gain ternormalisasi <g> sebesar 0,66, aspek berhipotesis rata-rata gain ternormalisasi <g> sebesar 0,45, aspek pengamatan rata-rata gain ternormalisasi <g> sebesar 0,54, aspek interpretasi rata-rata gain ternormalisasi <g> sebesar 0,59 dan untuk aspek komunikasi rata-rata gain ternormalisasi <g> sebesar 0,35.

• Hasil belajar dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah untuk aspek pemahaman rata-rata skor gain ternormalisasi yaitu 0,42, untuk aspek penerapan rata-rata gain ternormalisasi < g > sebesar 0,58, dan untuk aspek analisis mempunyai rata-rata gain ternormalisasi < g > 0,59.


(32)

5.2Rekomendasi

• Untuk mengetahui keterampilan proses sains dapat menggunakan model pembelajaran berbasis masalah.

• Dilakukan penelitian yang berbeda mengenai penerapan model pembelajaran berbasis masalah selain untuk meningkatkan keterampilan proses sains dan hasil belajar


(33)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2008). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Clark, Donald. (2000). Learning domain or bloom’s taxonomy. [online]. Tersedia : http://www.nwlink.com/~donclark/hrd/bloom.html [20 juli 2010]

Dahar , Ratna Willis 1985. Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga.

Dasna, I Wayan dan Sutrisno (2007). Pembelajaran berbasis masalah.[online]. Tersedia : http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/19/pembelajaran-berbasis-masalah/. [13 Juni 2010]

Depdiknas, 2003, Kurikulum 2004 : Standar Kompetensi, Mata Pelajaran Fisika, Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah, Jakarta : Depdiknas.

Duch, BJ. (2001). The Power of Problem Based Learning. Virginia : Sterling.

Hake, R. R. (1998). Interactive Engagement Methods In Introductory Mechanics

Courses. Tersedia : http://www.physics.indiana.edu/~sdi/IEM-2b.pdf,

accessed on [26 Agustus 2010]

Indrawaty,1999. Keterampilan Proses Sains : Tinjauan Kritis dari Teori ke Praktis. Bandung: Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Rustaman, Nuryani dkk (2003) Strategi Belajar Mengajar Biologi. Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA Upi tidak diterbitkan

Sagala, (2008). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung ; Alfabeta.

Sanjaya, Wina. (2006). Strategi pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.


(34)

Semiawan, Conny, dkk. (1992). Pendekatan Keterampilan Proses, Bagaimana Mengaktifkan Siswa Dalam Belajar. Jakarta : PT Grasindo.

Semiawan, C. Munandar, A.S & Munandar, S.C.U. (1986). Memupuk Bakat Dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah. Jakarta : PT Gramedia.

Sudjana, Nana. (1991). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT Remaja Rosda Karya.

Sugiyono, (2010). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan R&D). Bandung : Alfabeta.

Trianto, (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik. Jakarta : Prestasi Pustaka.


(1)

Tabel 3.6

Kategori Keterlaksanaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Persentase Kategori

0,0 – 24,9 Sangat Kurang 25,0 – 37,5 Kurang

37,6 – 62,5 Sedang 62,6 – 87,5 Baik

87,6 – 100 Sangat Baik

3.5.2 Data Skor Tes dengan Menggunakan Analisis Gain Ternormalisasi Data yang diperolah dari tes awal dan tes akhir siswa diberi skor sesuai dengan rubrik yang dibuat.

Untuk melihat peningkatan keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dilakukan melalui analisis terhadap skor gain ternormalisasi < g > untuk kemudian dibandingkan dengan kategori yang dikemukakan Hake (1998) “skor gain ternormalisasi yaitu perbandingan skor gain aktual dengan skor gain maksimum.” Skor gain aktual yaitu skor gain yang diperoleh siswa sedangkan skor gain maksimum yaitu skor gain tertinggi yang mungkin diperoleh siswa. Dengan demikian skor gain ternormalisasi dapat dinyatakan oleh rumus sebagai berikut:

< g > =

1 1 ' 1 T T T T maks− −


(2)

46

dengan < g > yaitu skor gain ternormalisasi, T1’ yaitu skor postes, T1 yaitu skor

pretes dan Tmaks yaitu skor ideal. Pembelajaran yang baik bila gain skor ternormalisasi lebih besar dari 0,4.

Menurut Hake (1998) hasil skor gain ternormalisasi dibagi ke dalam tiga kategori yang dapat dilihat pada tabel 3.7.

Tabel 3.7

Kriteria Gain Ternormalisasi Persentase Klasifikasi 0,00 < h ≤ 1,30 Rendah 0,30 < h ≤ 0,70 Sedang 0,70 < h ≤ 1,00 Tinggi


(3)

63 BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1Kesimpulan

• Terdapat peningkatan kemampuan keterampilan proses sains dan hasil belajar setelah diterapkan model pembelajaran berbasis masalah dengan rata-rata gain ternormalisasi <g> sebesar 0,61.

• Keterampilan proses sains dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah untuk aspek merencanakan percobaan rata-rata gain ternormalisasi <g> sebesar 0,66, aspek berhipotesis rata-rata gain ternormalisasi <g> sebesar 0,45, aspek pengamatan rata-rata gain ternormalisasi <g> sebesar 0,54, aspek interpretasi rata-rata gain ternormalisasi <g> sebesar 0,59 dan untuk aspek komunikasi rata-rata gain ternormalisasi <g> sebesar 0,35.

• Hasil belajar dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah untuk aspek pemahaman rata-rata skor gain ternormalisasi yaitu 0,42, untuk aspek penerapan rata-rata gain ternormalisasi < g > sebesar 0,58, dan untuk aspek analisis mempunyai rata-rata gain ternormalisasi < g > 0,59.


(4)

64

5.2Rekomendasi

• Untuk mengetahui keterampilan proses sains dapat menggunakan model pembelajaran berbasis masalah.

• Dilakukan penelitian yang berbeda mengenai penerapan model pembelajaran berbasis masalah selain untuk meningkatkan keterampilan proses sains dan hasil belajar


(5)

65

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2008). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Clark, Donald. (2000). Learning domain or bloom’s taxonomy. [online]. Tersedia : http://www.nwlink.com/~donclark/hrd/bloom.html [20 juli 2010]

Dahar , Ratna Willis 1985. Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga.

Dasna, I Wayan dan Sutrisno (2007). Pembelajaran berbasis masalah.[online]. Tersedia : http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/19/pembelajaran-berbasis-masalah/. [13 Juni 2010]

Depdiknas, 2003, Kurikulum 2004 : Standar Kompetensi, Mata Pelajaran Fisika, Sekolah Menengah Atasdan Madrasah Aliyah, Jakarta : Depdiknas.

Duch, BJ. (2001). The Power of Problem Based Learning. Virginia : Sterling.

Hake, R. R. (1998). Interactive Engagement Methods In Introductory Mechanics Courses. Tersedia : http://www.physics.indiana.edu/~sdi/IEM-2b.pdf, accessed on [26 Agustus 2010]

Indrawaty,1999. Keterampilan Proses Sains : Tinjauan Kritis dari Teori ke Praktis. Bandung: Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Rustaman, Nuryani dkk (2003) Strategi Belajar Mengajar Biologi. Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA Upi tidak diterbitkan

Sagala, (2008). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung ; Alfabeta.

Sanjaya, Wina. (2006). Strategi pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.


(6)

66

Semiawan, Conny, dkk. (1992). Pendekatan Keterampilan Proses, Bagaimana Mengaktifkan Siswa Dalam Belajar. Jakarta : PT Grasindo.

Semiawan, C. Munandar, A.S & Munandar, S.C.U. (1986). Memupuk Bakat Dan Kreativitas SiswaSekolah Menengah. Jakarta : PT Gramedia.

Sudjana, Nana. (1991). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT Remaja Rosda Karya.

Sugiyono, (2010). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan R&D). Bandung : Alfabeta.

Trianto, (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik.