Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Single Parent terhadap Anak dari Perspektif Konseling Feminis di GPM Jemaat Rehoboth Sektor Bethania T2 752014006 BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Burges dan Locke dalam Costin menjelaskan bahwa keluarga merupakan
sekelompok orang yang terkoneksi oleh ikatan perkawinan atau darah, dalam hal
membangun rumah, berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain. Burges, et al juga
menjelaskan bahwa secara sosial keluarga terdiri dari suami-istri, ayah-ibu, putraputri, saudara-saudari yang mengkreasikan dan mempertahankan budaya secara
konvensional.1 Beavers mendefinisikan keluarga sebagai kemampuan yang bermakna
(significant
capability).2
Berdasarkan dua pandangan diatas, maka penulis
meredefinisikan pengertian keluarga; sekelompok orang yang terdiri dari suami istri
dan anak-anak yang hidup bersama sebagai keluarga inti, berbagi kasih sayang, saling
membantu dan berbagi pengalaman untuk tujuan bersama yaitu bahagia.
Karhryn dan David Gerald memahami keluaraga secara fungsional, bukan dari
segi komposisi dan struktur. Menurut Kahryn, et al; keluarga mempunyai utilitas dan
peran yang sangat signifikan dalam kerangka pertumbuhan dan perkembangan anak,
baik secara fisik, psikis maupun spiritual.3 Hubungan orang tua dan anak memiliki
kontribusi yang bermakna bagi pembentukan kepribadian anak. Kapasitas orang tua
merupakan keniscayaan penting dalam mengkonstrusikan pandangan anak tentang
Burgess & Locke in Alina Costin, ”Difficulties of exercising educative roles in Single-parent
families”, Journal Plus Education, Vol X (2014), 1
2
G. Pirooz Scholevar & Linda D, Schwoeri, Textbook of Family and Couples Therapy, Washington
DC: American Psychiatric Publishing, 2003, 318.
3
Geldard Karhryn & Geldard David, Konseling Keluarga , (Yogjakarta : Pustaka Belajar,2011), 78
1
identitas diri (self identity) dan masyarakat luas (wide community). Orang tua
merupakan sebuah model dari harga diri yang sehat, nilai diri, berpikir sehat dan
perilaku yang baik bagi anak.4
Keluarga dipandang sebagai penentu pembentukan kepribadian anak. Pasalnya,
keluarga merupakan kelompok sosial pertama yang kemudian menjadi sentrum dalam
proses identifikasi diri anak, sebab aktifitas sesehari anak kebanyakan terhabiskan
dalam lingkungan keluarga. Oleh karena itu, para anggota keluarga merupakan orang
yang bermakna (significant people) bagi pembentukan kepribadian anak5. Menurut
penulis, lingkungan keluarga merupakan penentu utama dalam pembentukan karakter
anak, lewat peran secara implisit sebagai wadah pendidikan informal, wadah yang
mengayomi nilai-nilai sosio-religio dan sosio-kultur dan sentra kasih sayang. Perilaku
orang tua yang penuh kasih sayang, berpendidikan, bermoral dan beretika yang baik
memungkinkan anak akan berkembang menjadi pribadi yang baik.
Struktur keluarga yang hanya terdiri dari orang tua tunggal (single parent)
sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak. Single parent merupakan keluarga
yang terdiri hanya oleh satu orang tua yang hidup bersama anak-anaknya akibat
perceraian atau ditinggal pasanganya.6 Hal ini mengharuskan seseorang yang
merupakan single parent mengasuh dan membesarkan anak-anaknya tanpa dukungan
pasangannya. Perempuan sebagai single parent sejatinya harus membagi waktu untuk
Beenish Sartaj dan Naeem Aslam, “Role of Authoritative and Authoritarian Parenting in Home,
Health and Emotional Adjustment”, Journal of Behavioural Sciences, Vol. 20 , (2010),
5
LN Yusuf Syamsu & Nurihsan. A. Juntika, Teori Kepribadian, ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2007), 19
6
Suprajitno, Asuhan Keperawatan Keluarga:Aplikasi Dalam Praktek, (Jakarta : Kedokteran EGC,
2003), 2
4
berperan ganda sebagai ayah dalam hal tulang-punggung keluarga dan ibu sebagai
sosok yang inspiratif dalam memberikan kasih sayang dan perhatian penuh pada anak.
Berdasarkan pandangan diatas maka problem utama anak yang tumbuh dalam
bimbingan perempuan sebagai single parent tentunya kontradiktif bila dibandingkan
dengan anak-anak yang dibesarkan oleh keluarga secara lazim memiliki komponen
yang komplit. Anak yang dibesarkan dalam keluarga single parent memiliki resiko
besar dalam hal, perilaku agresif dan tidak patuh, masalah di sekolah, masalah dengan
teman, dan kecemasan ketika berada di sekolah.7
Dalam perspektif feminis, ketidakmampuan single parent dalam menjalankan
fungsi dan peran sebagai orang tua, sering dipengaruhi dengan budaya patriakhi yang
sudah berkembang menjadi ideologi masyarakat.8 Kecenderungan ideologi patriakhi
kerap membelenggu perempuan single parent, bahwa mereka tidak mampu
menjalankan fungsi dan peran tanpa seorang suami dalam hal membesarkan anak.
Laki-laki dianggap kuat, rasional, dan jantan, sementara perempuan dianggap lemah
lembut, keibuan, dan emosional sehingga hanya pantas untuk melakukan pekerjaan
rumah tangga dan merawat anak. Konstruksi sosial yang terjadi lebih menindas
perempuan daripada laki-laki.9 Dengan demikian, penulis melihat bahwa, perempuan
single parent harus mampu menarik diri dalam ideologi patriakhi yang sudah
membudaya. Oleh karena itu, pendampingan dan konseling feminis sangat diperlukan
guna mengelaborasi ideologi yang tengah membelenggu perempuan sebagai single
7
Jane Brooks, The Process of Parenting, ( Amerika : Pustaka Belajar, 2011), 795
Gadis Arivia, Feminisme: Sebuah kata hati, (Jakarta: Buku Kompas,2006), 5
9
Stevi Jackson dan Jackie Jones, Teori-teori Feminis Kontemporer (Yogyakarta:Jalasutra, 2009), 331
8
parent, dan kemudian merevitalisasi tugas dan peran perempuan single parent untuk
mengarungi derasnya kehidupan era globalisasi dewasa ini dalam pembentukan
kepribadian anak.
Enns,
merumuskan
tujuan
konseling
feminis
yakni,
pemberdayaan,
menghargai dan menegaskan keragaman, berjuang untuk perubahan daripada
penyesuaian, kesetaraan, menyeimbangkan kemandirian dan saling ketergantungan,
perubahan sosial, dan pengasuhan.10 Enns kemudian menambahkan bahwa tujuan
utama konseling feminis adalah untuk membantu individu dalam mengidentifikasikan
diri mereka sebagai agen aktif atas nama mereka sendiri dan atas nama orang lain,
sehingga perempuan berkapabilitas dalam menjalankan fungsi dan peran sebagai
single parent yang harus diterapkan terhadap anak.
Tulisan ini hendak memaparkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada
Jemaat GPM
Rehoboth Sektor Bethania Klasis Ambon. Apabila dikalkulasikan,
jumlah ibu single parent di sektor Bethania ialah 17,6% lebih banyak daripada ayah
single parent 4,9%. Kenyataanya, tidak semua anak dalam keluarga single parent
berkembang menjadi anak-anak yang memiliki kepribadian yang baik. Masalah yang
diangkat dan menjadi topik penelitian terkait dengan peran perempuan single parent
yang tidak dilakukan secara optimal dalam membentuk kepribadian anak. Fokus
penelitian ini lebih kepada perempuan single parent. Pengakuan mereka
sendiri
bahwa kehidupan yang mereka jalani menemui berbagai kesulitan seperti hal;
mendidik anak dan membesarkan anak, dan masalah perekonomian rumah tangga.
10
Corey G. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy, Seven edition . (Belmont
Brooks/Cole,2005). 22
Eksistensi single parent sangat paradoksal, di satu sisi merupakan sumber finansial
rumah tangga (financial resources of households), di sisi lain single parent juga tidak
boleh mengabaikan pendidikan informal dalam rumah tangga guna membentuk
kepribadian anak.11 Kesulitan yang terjadi adalah sebagaimana permasalahan yang
muncul terkait pendidikan (bukan dalam arti keungan) seperti bolos-membolos dan
putus sekolah karena metal yang tidak baik. Hal ini juga diperkuat dengan pengakuan
seorang ibu single parent yang mengakui tindakan asusila anaknya terkait menghamili
teman sebaya yang berusia lima belas tahun, dan harus rela hidup seatap tanpa jalinan
pernikahan. Temuan empiris lainnya melalui observasi; anak dari keluarga single
parent cenderung mabuk-mabukan, berjudi, terlibat konflik antar-kelompok dan
terlibat sex bebas.12
Oleh karena itu, pendekatan konseling feminis merupakan solusi yang sedapat
mungkin mengarahkan peran perempuan single parent sebagai tokoh inspirasi anak.
Dengan demikian anak akan bertumbuh dalam sebuah tatanan keluarga yang pincang
struktur (tanpa ayah) tanpa kepincangan kepribadian. Berdasarkan keseluruhan diatas
maka penulis tertarik untuk memaparkan penelitian ini di bawah judul
: Peran
Perempuan Single Parent Terhadap Anak Dari Perspektif Konseling Feminis Di
GPM Jemaat Rehoboth Sektor Bethania.
11
Fakta tersebut berdasarkan pengamatan dan wawancara pra penelitian yang penulis lakukan terhadap
beberapa single parent.
12
Berdasarkan hasil temuan lewat wawancara dan observasi.
1.2.
Perumusan masalah
Sebagaimana dijelaskan sesuai latar belakang dalam kerangka di atas, maka
penulis melihat; Bagaimana peran perempuan single parent terhadap anak di GPM
jemaat Rehoboth sektor Bethania dari perspektif konseling feminis?
1.3.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji temuan empiris secara deskriptif,
kemudian menganalisis hal-hal yang kerap terjadi terhadap perempuan single parent
sebagai aktor yang berperan dalam kehidupan anak.
1.4.
Manfaat Penilitian
Penelitian ini akan bermanfaat apabila menjadi salah satu kontributor dalam
penanganan masalah single parent dari segi peran dalam membentuk kepribadian anak
dan mensejahterakan anak. Adapun manfaat secara individual bagi penulis adalah
dapat menemukan permasalahan sosial yang perlu untuk ditindak-lanjuti oleh gereja
agar efektifitas pelayanan bukan berpusat pada kualitas profil pelayan, tetapi lebih
kepada totalitas kesejahteraan jemaat lewat program konseling yang secara ekslusif
kepada para perempuan single parent.
1.5.
Metode Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah penelitian deskriptif-
analitis yakni penelitian yang diarahkan untuk mendapatkan informasi yang dapat
digunakan untuk memecahkan masalah yang terjadi dalam kehidupan manusia,
melakukan interpretasi dan menganalisis secara mendalam dan memberikan
rekomendasi bagi keperluan masa yang akan datang.13 Yang dideskripsikan dan
dianalisis dalam penelitian ini adalah peran single parent terhadap anak dari perspektif
konseling feminis. Jenis penelitian ialah kualitatif.
Penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk mengeksplor dan
memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang
dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan.14
Teknik pengumpulan data berupa observasi dan wawancara. Informan yang akan
diwawancarai untuk mendukung penelitian ini adalah 4 keluarga perempuan single
parent. Berdasarkan hal-hal tersebut, teori yang menjadi kajian teoritis yaitu Teori
Enns
mengenai
tujuan
konseling
feminis
terhadap
perempuan,
mengenai
pemberdayaan, kesetaraan, kemandirian untuk menjalan fungsi dan peran sebagai
single parent.15
Tempat penelitian yang penulis pilih adalah GPM jemaat Rehoboth Sektor
Bethania klasis Pulau Ambon. penulis memilih lokasi tersebut karena telah melakukan
pra penelitian terkait dengan peran single parent.
13
Moh. Nazir, Metode Penelitian , (Bogor: Ghalia Indonesia), 89
John W.Creswell, Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif ,dan
(Yogjakarta:Pustaka Pelajar,2013),4
15
Corey G. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy, Seven edition . (Belmont
Brooks/Cole,2005). 22
14
Mixed ,
1.6.
Sistematika Penulisan
Dalam proses pemaparan hasil temuan ini, maka penulisan ini diklasifikasikan
dalam empat bab. Bab satu, pendahuluan berisi latarbelakang masalah yang diuraikan,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan
sistematika penulisan. Bab dua, meliputi defenisi single parent, masalah-masalah yang
dihadapi keluarga single parent dan peran single parent dalam pemenuhan kebutuhan
anak, serta peran single parent terhadap anak dilihat dari perspektif konseling feminis.
Bab tiga, tentang temuan hasil penelitian. Bab empat, pembahasan dan analisis peran
perempuan single parent terhadap anak dari perspektif konseling feminis. Bab lima
tentang penutup, meliputi kesimpulan yang berisi temuan-temuan hasil penelitian,
pembahasan dan analisis, serta saran berupa kontribusi dan rekomendasi untuk
penelitian selanjutnya.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Burges dan Locke dalam Costin menjelaskan bahwa keluarga merupakan
sekelompok orang yang terkoneksi oleh ikatan perkawinan atau darah, dalam hal
membangun rumah, berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain. Burges, et al juga
menjelaskan bahwa secara sosial keluarga terdiri dari suami-istri, ayah-ibu, putraputri, saudara-saudari yang mengkreasikan dan mempertahankan budaya secara
konvensional.1 Beavers mendefinisikan keluarga sebagai kemampuan yang bermakna
(significant
capability).2
Berdasarkan dua pandangan diatas, maka penulis
meredefinisikan pengertian keluarga; sekelompok orang yang terdiri dari suami istri
dan anak-anak yang hidup bersama sebagai keluarga inti, berbagi kasih sayang, saling
membantu dan berbagi pengalaman untuk tujuan bersama yaitu bahagia.
Karhryn dan David Gerald memahami keluaraga secara fungsional, bukan dari
segi komposisi dan struktur. Menurut Kahryn, et al; keluarga mempunyai utilitas dan
peran yang sangat signifikan dalam kerangka pertumbuhan dan perkembangan anak,
baik secara fisik, psikis maupun spiritual.3 Hubungan orang tua dan anak memiliki
kontribusi yang bermakna bagi pembentukan kepribadian anak. Kapasitas orang tua
merupakan keniscayaan penting dalam mengkonstrusikan pandangan anak tentang
Burgess & Locke in Alina Costin, ”Difficulties of exercising educative roles in Single-parent
families”, Journal Plus Education, Vol X (2014), 1
2
G. Pirooz Scholevar & Linda D, Schwoeri, Textbook of Family and Couples Therapy, Washington
DC: American Psychiatric Publishing, 2003, 318.
3
Geldard Karhryn & Geldard David, Konseling Keluarga , (Yogjakarta : Pustaka Belajar,2011), 78
1
identitas diri (self identity) dan masyarakat luas (wide community). Orang tua
merupakan sebuah model dari harga diri yang sehat, nilai diri, berpikir sehat dan
perilaku yang baik bagi anak.4
Keluarga dipandang sebagai penentu pembentukan kepribadian anak. Pasalnya,
keluarga merupakan kelompok sosial pertama yang kemudian menjadi sentrum dalam
proses identifikasi diri anak, sebab aktifitas sesehari anak kebanyakan terhabiskan
dalam lingkungan keluarga. Oleh karena itu, para anggota keluarga merupakan orang
yang bermakna (significant people) bagi pembentukan kepribadian anak5. Menurut
penulis, lingkungan keluarga merupakan penentu utama dalam pembentukan karakter
anak, lewat peran secara implisit sebagai wadah pendidikan informal, wadah yang
mengayomi nilai-nilai sosio-religio dan sosio-kultur dan sentra kasih sayang. Perilaku
orang tua yang penuh kasih sayang, berpendidikan, bermoral dan beretika yang baik
memungkinkan anak akan berkembang menjadi pribadi yang baik.
Struktur keluarga yang hanya terdiri dari orang tua tunggal (single parent)
sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak. Single parent merupakan keluarga
yang terdiri hanya oleh satu orang tua yang hidup bersama anak-anaknya akibat
perceraian atau ditinggal pasanganya.6 Hal ini mengharuskan seseorang yang
merupakan single parent mengasuh dan membesarkan anak-anaknya tanpa dukungan
pasangannya. Perempuan sebagai single parent sejatinya harus membagi waktu untuk
Beenish Sartaj dan Naeem Aslam, “Role of Authoritative and Authoritarian Parenting in Home,
Health and Emotional Adjustment”, Journal of Behavioural Sciences, Vol. 20 , (2010),
5
LN Yusuf Syamsu & Nurihsan. A. Juntika, Teori Kepribadian, ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2007), 19
6
Suprajitno, Asuhan Keperawatan Keluarga:Aplikasi Dalam Praktek, (Jakarta : Kedokteran EGC,
2003), 2
4
berperan ganda sebagai ayah dalam hal tulang-punggung keluarga dan ibu sebagai
sosok yang inspiratif dalam memberikan kasih sayang dan perhatian penuh pada anak.
Berdasarkan pandangan diatas maka problem utama anak yang tumbuh dalam
bimbingan perempuan sebagai single parent tentunya kontradiktif bila dibandingkan
dengan anak-anak yang dibesarkan oleh keluarga secara lazim memiliki komponen
yang komplit. Anak yang dibesarkan dalam keluarga single parent memiliki resiko
besar dalam hal, perilaku agresif dan tidak patuh, masalah di sekolah, masalah dengan
teman, dan kecemasan ketika berada di sekolah.7
Dalam perspektif feminis, ketidakmampuan single parent dalam menjalankan
fungsi dan peran sebagai orang tua, sering dipengaruhi dengan budaya patriakhi yang
sudah berkembang menjadi ideologi masyarakat.8 Kecenderungan ideologi patriakhi
kerap membelenggu perempuan single parent, bahwa mereka tidak mampu
menjalankan fungsi dan peran tanpa seorang suami dalam hal membesarkan anak.
Laki-laki dianggap kuat, rasional, dan jantan, sementara perempuan dianggap lemah
lembut, keibuan, dan emosional sehingga hanya pantas untuk melakukan pekerjaan
rumah tangga dan merawat anak. Konstruksi sosial yang terjadi lebih menindas
perempuan daripada laki-laki.9 Dengan demikian, penulis melihat bahwa, perempuan
single parent harus mampu menarik diri dalam ideologi patriakhi yang sudah
membudaya. Oleh karena itu, pendampingan dan konseling feminis sangat diperlukan
guna mengelaborasi ideologi yang tengah membelenggu perempuan sebagai single
7
Jane Brooks, The Process of Parenting, ( Amerika : Pustaka Belajar, 2011), 795
Gadis Arivia, Feminisme: Sebuah kata hati, (Jakarta: Buku Kompas,2006), 5
9
Stevi Jackson dan Jackie Jones, Teori-teori Feminis Kontemporer (Yogyakarta:Jalasutra, 2009), 331
8
parent, dan kemudian merevitalisasi tugas dan peran perempuan single parent untuk
mengarungi derasnya kehidupan era globalisasi dewasa ini dalam pembentukan
kepribadian anak.
Enns,
merumuskan
tujuan
konseling
feminis
yakni,
pemberdayaan,
menghargai dan menegaskan keragaman, berjuang untuk perubahan daripada
penyesuaian, kesetaraan, menyeimbangkan kemandirian dan saling ketergantungan,
perubahan sosial, dan pengasuhan.10 Enns kemudian menambahkan bahwa tujuan
utama konseling feminis adalah untuk membantu individu dalam mengidentifikasikan
diri mereka sebagai agen aktif atas nama mereka sendiri dan atas nama orang lain,
sehingga perempuan berkapabilitas dalam menjalankan fungsi dan peran sebagai
single parent yang harus diterapkan terhadap anak.
Tulisan ini hendak memaparkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada
Jemaat GPM
Rehoboth Sektor Bethania Klasis Ambon. Apabila dikalkulasikan,
jumlah ibu single parent di sektor Bethania ialah 17,6% lebih banyak daripada ayah
single parent 4,9%. Kenyataanya, tidak semua anak dalam keluarga single parent
berkembang menjadi anak-anak yang memiliki kepribadian yang baik. Masalah yang
diangkat dan menjadi topik penelitian terkait dengan peran perempuan single parent
yang tidak dilakukan secara optimal dalam membentuk kepribadian anak. Fokus
penelitian ini lebih kepada perempuan single parent. Pengakuan mereka
sendiri
bahwa kehidupan yang mereka jalani menemui berbagai kesulitan seperti hal;
mendidik anak dan membesarkan anak, dan masalah perekonomian rumah tangga.
10
Corey G. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy, Seven edition . (Belmont
Brooks/Cole,2005). 22
Eksistensi single parent sangat paradoksal, di satu sisi merupakan sumber finansial
rumah tangga (financial resources of households), di sisi lain single parent juga tidak
boleh mengabaikan pendidikan informal dalam rumah tangga guna membentuk
kepribadian anak.11 Kesulitan yang terjadi adalah sebagaimana permasalahan yang
muncul terkait pendidikan (bukan dalam arti keungan) seperti bolos-membolos dan
putus sekolah karena metal yang tidak baik. Hal ini juga diperkuat dengan pengakuan
seorang ibu single parent yang mengakui tindakan asusila anaknya terkait menghamili
teman sebaya yang berusia lima belas tahun, dan harus rela hidup seatap tanpa jalinan
pernikahan. Temuan empiris lainnya melalui observasi; anak dari keluarga single
parent cenderung mabuk-mabukan, berjudi, terlibat konflik antar-kelompok dan
terlibat sex bebas.12
Oleh karena itu, pendekatan konseling feminis merupakan solusi yang sedapat
mungkin mengarahkan peran perempuan single parent sebagai tokoh inspirasi anak.
Dengan demikian anak akan bertumbuh dalam sebuah tatanan keluarga yang pincang
struktur (tanpa ayah) tanpa kepincangan kepribadian. Berdasarkan keseluruhan diatas
maka penulis tertarik untuk memaparkan penelitian ini di bawah judul
: Peran
Perempuan Single Parent Terhadap Anak Dari Perspektif Konseling Feminis Di
GPM Jemaat Rehoboth Sektor Bethania.
11
Fakta tersebut berdasarkan pengamatan dan wawancara pra penelitian yang penulis lakukan terhadap
beberapa single parent.
12
Berdasarkan hasil temuan lewat wawancara dan observasi.
1.2.
Perumusan masalah
Sebagaimana dijelaskan sesuai latar belakang dalam kerangka di atas, maka
penulis melihat; Bagaimana peran perempuan single parent terhadap anak di GPM
jemaat Rehoboth sektor Bethania dari perspektif konseling feminis?
1.3.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji temuan empiris secara deskriptif,
kemudian menganalisis hal-hal yang kerap terjadi terhadap perempuan single parent
sebagai aktor yang berperan dalam kehidupan anak.
1.4.
Manfaat Penilitian
Penelitian ini akan bermanfaat apabila menjadi salah satu kontributor dalam
penanganan masalah single parent dari segi peran dalam membentuk kepribadian anak
dan mensejahterakan anak. Adapun manfaat secara individual bagi penulis adalah
dapat menemukan permasalahan sosial yang perlu untuk ditindak-lanjuti oleh gereja
agar efektifitas pelayanan bukan berpusat pada kualitas profil pelayan, tetapi lebih
kepada totalitas kesejahteraan jemaat lewat program konseling yang secara ekslusif
kepada para perempuan single parent.
1.5.
Metode Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah penelitian deskriptif-
analitis yakni penelitian yang diarahkan untuk mendapatkan informasi yang dapat
digunakan untuk memecahkan masalah yang terjadi dalam kehidupan manusia,
melakukan interpretasi dan menganalisis secara mendalam dan memberikan
rekomendasi bagi keperluan masa yang akan datang.13 Yang dideskripsikan dan
dianalisis dalam penelitian ini adalah peran single parent terhadap anak dari perspektif
konseling feminis. Jenis penelitian ialah kualitatif.
Penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk mengeksplor dan
memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang
dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan.14
Teknik pengumpulan data berupa observasi dan wawancara. Informan yang akan
diwawancarai untuk mendukung penelitian ini adalah 4 keluarga perempuan single
parent. Berdasarkan hal-hal tersebut, teori yang menjadi kajian teoritis yaitu Teori
Enns
mengenai
tujuan
konseling
feminis
terhadap
perempuan,
mengenai
pemberdayaan, kesetaraan, kemandirian untuk menjalan fungsi dan peran sebagai
single parent.15
Tempat penelitian yang penulis pilih adalah GPM jemaat Rehoboth Sektor
Bethania klasis Pulau Ambon. penulis memilih lokasi tersebut karena telah melakukan
pra penelitian terkait dengan peran single parent.
13
Moh. Nazir, Metode Penelitian , (Bogor: Ghalia Indonesia), 89
John W.Creswell, Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif ,dan
(Yogjakarta:Pustaka Pelajar,2013),4
15
Corey G. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy, Seven edition . (Belmont
Brooks/Cole,2005). 22
14
Mixed ,
1.6.
Sistematika Penulisan
Dalam proses pemaparan hasil temuan ini, maka penulisan ini diklasifikasikan
dalam empat bab. Bab satu, pendahuluan berisi latarbelakang masalah yang diuraikan,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan
sistematika penulisan. Bab dua, meliputi defenisi single parent, masalah-masalah yang
dihadapi keluarga single parent dan peran single parent dalam pemenuhan kebutuhan
anak, serta peran single parent terhadap anak dilihat dari perspektif konseling feminis.
Bab tiga, tentang temuan hasil penelitian. Bab empat, pembahasan dan analisis peran
perempuan single parent terhadap anak dari perspektif konseling feminis. Bab lima
tentang penutup, meliputi kesimpulan yang berisi temuan-temuan hasil penelitian,
pembahasan dan analisis, serta saran berupa kontribusi dan rekomendasi untuk
penelitian selanjutnya.