Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perempuan Rentenir dari Perspektif Konseling Feminis T2 752014024 BAB I

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Stigma masyarakat umumnya bahwa perempuan di rumah karena yang mencari nafkah adalah laki-laki atau suami.1 Menurut Munandar, peran perempuan itu di masa sekarang sudah tidak lagi dikaitkan hanya dengan kodratnya sebagai perempuan, yaitu sebagai istri atau ibu saja, namun telah berkembang sedemikian rupa sehingga perempuan telah berperan-serta dalam setiap segi kehidupan masyarakat.2 Perempuan banyak bekerja tetapi banyak pula yang mengalami diskriminasi upah, pelecehan dan kekerasan di tempat kerja.3 Keberanian perempuan memasuki sektor informal lebih banyak didukung oleh faktor kebutuhan. Sebagian besar perempuan berupaya menutupi kekurangan kebutuhan keluarga karena penghasilan suami kecil dan tidak menentu. Sebagian terpaksa berusaha karena suami mendapat musibah, sakit, tertabrak, kecelakaan.4 Menurut pemahaman penulis bekerja itu bukan hanya tugas dari kaum laki-laki saja, tetapi juga dilakukan oleh kaum perempuan tanpa meninggalkan kodratnya sebagai seorang perempuan. Perempuan itu bekerja karena faktor keadaan yang harus memenuhi kebutuhan keluarga itu sendiri, karena suaminya mengalami

1

Oey-Gardiner, Mayling; Wagemann, Mildred L.E.; Suleeman, Evelyn; Sulastri (1996), “Perempuan

Indonesia Dulu Dan Kini”, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), 235.

2Munandar, S.C. Utami. (1985), “Emansipasi dan Peran Ganda Wanita Indonesia (Suatu Tinjauan

Psikologis)”, (Jakarta: UI-PRES, 1995), V.

3

Darwin, Muhadjir. (2004), “Gerakan Perempuan Dari Masa Ke Masa”, Jurnal Ilmu Sosial Dan Politik UGM, Yogyakarta, ISSN 14010-4949 Vol.7 No.3, 23.


(2)

musibah. Perempuan itu menjalankan peran ganda sebagai ibu rumah tangga mengurus anak-anak dan sebagai pencari nafkah untuk membantu ekonomi

keluarga.

Kontroversi tentang peran perempuan dalam perekonomian rumah tangga memunculkan beragam pandangan di masyarakat. Ada anggapan bahwa tugas mencuci, memasak adalah wilayah kaum perempuan.5 Stigma yang melekat terhadap perempuan dunia ketiga adalah berkaitan dengan kondisinya yang bodoh, miskin, tidak berpendidikan, tradisional, serta mengalami penindasan.6

Perempuan secara biologis memiliki potensi yang sama dengan laki- laki untuk menghidupi diri sendiri. Bila laki-laki menggunakan akal sehat untuk bekerja kemudian memperoleh upah dari apa yang dilakukannya, perempuan pun demikian. Tidak ada hambatan yang signifikan di masyarakat bagi perempuan yang hendak bekerja, bahkan saat ini masyarakat justru menginginkan anak perempuan mereka bisa bekerja.7

Pada kebanyakan keluarga saat ini banyak yang menggantungkan keluarga dari pendapatan tidak hanya dari sisi suami, namun juga dari sisi istri. Di

samping itu, meningkat pula jumlah „orang tua tunggal‟, perceraian, dan para

suami yang tidak mau lagi memberikan dukungan finansial bagi anaknya, dengan demikian kebutuhan dukungan finansial anak hanya dibebankan kepada ibunya.8

5

Sastriyani, Siti Hariti (Editor) (2014). “Gender and Politics”, (Yogyakarta: Pusat Studi Wanita UGM & Tiara Wacana, 2009), 20.

6 Herr, Ranjoo Seodu. (2014), “Reclaiming Third World Feminism: or Why Transnational Feminism

Needs Third World Feminism”, Meridians 12. 1-30, 2014, 234-235.

7

Sastriyani, Siti Hariti, Ibid, 26.

8 Sumyatiningsih, Dien. “Pergeseran Peran Laki-laki dan Perempuan dalam Kajian Feminis”,


(3)

Dalam situasi ini perempuan harus kuat dan menggunakan kecepatan berpikir dan rencana yang cermat untuk melakukan apa pun yang dia mampu demi menyelamatkan anak atau keluarganya.9 Tingginya peningkatan perempuan yang bekerja diduga karena semakin terbukanya kesempatan bekerja bagi perempuan dan dorongan ekonomi untuk menambah penghasilan.10 Perempuan bebas menentukan masa depan mereka sendiri dan aktif dalam peran kepimpinan dalam arena publik.1112

Menurut pemahaman penulis, perempuan bekerja dan melakukan peran ganda, yaitu karier dan rumah tangga, karena ingin menopang ekonomi keluarga, memenuhi kebutuhan anak-anak, baik sekolah maupun kebutuhan sehari-hari dan sisi lain, perempuan merawat anak-anak. Menurut Krstic, perempuan berperan menopang ekonomi keluarga dengan bekerja di luar rumah, baik itu pekerjaan formal maupun informal, seperti rentenir. Rentenir membungakan uangnya kepada nasabah/peminjam dan menerima riba/bunga dari nasabahnya.13

Praktik rentenir ini menghisap habis uang masyarakat demi mendapatkan profit dengan pemberlakuan bunga pada kredit yang dijalaninya. Para rentenir memperoleh keuntungan dengan memberikan pinjaman dengan cara

9

Mangililo, Ira D. (2015) “The Shunammite Woman (An Indonesian Woman's Reading of 2 Kings

48-37)”, Waskita Jurnal Studi Agama Dan Masyarakat, UKSW, Salatiga, 2015, 21.

10 Soeharto, Triana Noor Edwina Dewayani; Faturochman; dan Adiyanti M. G. (2013), “Peran Nilai Positif Pekerja- Keluarga Sebagai Mediasi Pengaruh Dukungan Suami Terhadap Kepuasan

Kerja Pada Perempuan Bekerja”, Jurnal Psikologi Vol.8 No.1, Juni 2012, 59-70, Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogya, Juni 2012, 59.

11

Mangililo, Ira D. (2015), “When Rahab and Indonesian Christian Women Meet In The Third

Space”, Journal of Feminist Studies in Religion (Indiana University Press), JFSR 31.1 (2015)

1264., 45. 13

Krstic, Snezana; Mihajlovic, Milan; and Dasic, Milos (2013). “Ekonomika Poljoprivrede”, Journal 829-841, 2013, 831.


(4)

menetapkan bunga yang cukup tinggi.14 Dari perspektif feminis, rentenir itu tidak dapat dilakoni oleh seorang perempuan karena secara naluri perempuan itu dianggap lemah lembut, keibuan dan emosional, sehingga hanya pantas mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan merawat anak.15

Dari pra penelitian yang penulis lakukan terhadap perempuan yang bekerja sebagai rentenir warga jemaat HKBP Salatiga, cara meminjam uang kepada rentenir adalah lebih mudah dan lebih efisien dibandingkan dengan di koperasi, bank, atau lembaga karena membutuhkan surat-surat identitas. Prosesnya lebih cepat dan diberi kemudahan mencicil setiap hari, atau setiap minggu, atau setiap bulan, tergantung kemampuan dan kesepakatan antara nasabah dan rentenir. Menurut Gustiayu, faktor lain nasabah meminjam pada rentenir, mereka tidak perlu pergi jauh-jauh ke bank (faktor lokasi).16

Penagihan pinjaman dilakukan rentenir sewenang-wenang kepada nasabah yang sudah terlambat membayar cicilan, karena tidak ada jaminan atau agunan. Tujuan untuk membantu orang lain yang tidak mampu, tapi dalam praktiknya, rentenir membungakan jumlah uang yang dipinjam sehingga menyimpang dari nilai kebaikan. Hubungan 'ramah' yang dibudidayakan oleh rentenir untuk mempertahankan nasabah yang menguntungkan yang telah

14 Arief, Moh. Zainol dan Sutrisni (2013). “Praktik Rentenir Penghambat Terwujudnya Sistem Hukum Perbankan Syari’ah Di Kabupaten Sumenep”, Jurnal “PERFORMANCE” Bisnis &

Akuntansi Volume III No.2 September 2013, Fakultas Hukum Universitas Wiraraja Sumenep, September 2013, 63.

15 Jackson, Stevi & Jones, Jackie (2009), “Teori-teori Feminis Kontemporer”, (Yogyakarta:

Jalasutra, 2009), 331.

16

Suarni, Gusti Ayu Putu; Trupalupi, Lulup Endah; & Haris, Iyus Akhmad. (2014), “Analisis Faktor

Yang Mempengaruhi Keputusan Nasabah Dalam Pengambilan Kredit Pada LPD (Lembaga Perkreditan Desa) Pakraman Manggissari”, Jurnal Jurusan Pendidikan Ekonomi Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia, Vol.4 No.1 Tahun: 2014, 37.


(5)

mendapatkan kepercayaan rentenir tersebut.17 Dari pra penelitian yang penulis lakukan ada banyak perempuan rentenir warga jemaat HKBP Salatiga yang bekerja mulai pukul 03.00 dini hari, sehingga tidak punya waktu untuk memberangkatkan anak-anak sekolah serta mempersiapkan keperluan anak-anak ke sekolah.18 Perempuan yang bekerja diharapkan tidak melepaskan tanggung jawab untuk merawat dan memelihara anak-anaknya, sesuatu yang lekat fungsi perempuan yang telah berumah-tangga.19 Akibat kurangnya waktu perempuan rentenir untuk merawat atau memelihara anak-anaknya, maka perkembangan anak-anak tersebut mengakibatkan satu indikasi buruknya kondisi anak-anak dalam mengikuti pelajaran di sekolah.20 Dan anak bisa bolos atau tidak berangkat ke sekolah.20

Kendala yang dihadapi perempuan rentenir adalah dalam hal membagi waktu untuk bekerja dan untuk mengurus anak. Melihat kondisi ini, maka perempuan rentenir perlu pendampingan konseling feminis. Kendala lainnya yang dihadapi perempuan rentenir di lapangan, yaitu mereka harus mampu menghitung berapa lama waktu untuk pengembalian/penarikan uangnya, karena ada nasabah yang sulit mengembalikan uangnya. Di satu sisi perempuan ini bersikap ramah, tetapi di sisi lain berhadapan jika nasabah tidak mau membayar, maka rentenir ini harus mampu bersikap keras. Perempuan ini mengalami dilema yang besar dalam

17

Leyshon, Andrew; Signoretta, Paola; Knights, David; Alferoff, Catrina; and Burton, Dawn (2004),

“Walking with Moneylenders: The Ecology of the UK Home-collected Credit Industry”, Paper first received, November 2004; in final form, June 2005, Urban Studies Vol.43 No.1, 161–186, January 2006, 25.

18 Pengamatan dan wawancara pra penelitian yang penulis lakukan terhadap beberapa perempuan

rentenir.

19 Soeharto, Triana Noor Edwina Dewayani; Faturochman; dan Adiyanti M. G., Ibid, 60. 20

Wawancara dengan ibu Cici. 20 Wawancara dengan ibu JS.


(6)

kehidupan mereka. Stigma yang melekat pada mereka dari masyarakat perempuan yang kasar. Pekerjaan sebagai rentenir dipandang sebagai pekerjaan yang negatif. Namun di sisi lain, rentenir juga dibutuhkan masyarakat tertentu dan karena itulah rentenir menjadi eksis.21 Rentenir pada satu sisi, sering dianggap sebagai lintah darat karena menarik bunga yang tinggi, sedang sisi lain, ia memiliki fungsifungsi ekonomi yaitu sumber tambahan modal ataupun emergency sumber keuangan

untuk kebutuhan konsumsi.22 Rentenir juga disebut sebagai lembaga permodalan tradisional dalam pasar modal.23 Dari perspektif feminis, rentenir itu tidak dapat dilakoni oleh seorang perempuan karena secara naluri perempuan itu dianggap lemah lembut, keibuan, dan emosional, sehingga hanya pantas mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan merawat anak.24

Berdasarkan hal tersebut, konseling yang berbasis feminis turut hadir memahami fungsi dan peran perempuan rentenir. Dalam konteks penelitian ini perempuan rentenir ini sebenarnya tidak nyaman dengan pekerjaannya tetapi, karena tuntutan kebutuhan hidup mereka terpaksa menjalaninya. Untuk memahami kondisi perempuan rentenir ini maka perlu pendampingan konseling berbasis feminis bahwa tujuan konseling feminis adalah mendobrak kebekuan dan kekakuan epistemologi konseling dalam memahami kompleksitas masalah perempuan, serta memberi bantuan untuk memanusiakan manusia sesuai dengan

21 Hamka, Aldrin Ali & Danarti, Tyas. (2010). “Eksistensi Bank Thithil Dalam Kegiatan Pasar Tradisional (Studi Kasus Di Pasar Kota Batu)”, Journal of Indonesian Applied Economics, Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, Malang, Vol.4 No.1 Mei 2010, 58.

22

Yoserizal, Yessi (2014), “Hubungan Sosial Antara Rentenir Dan Nasabah (Suatu Studi Tentang

Rentenir Di Kota Pekanbaru)”, (Pekanbaru: Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau, Mei 2014), 7.

23 Kartono, Drajat Tri. (2004), “Pasar Modal Tradisional (Analisis Sosiologi Ekonomi Tterhadap

Rentenir)”, Jurnal Sosiologi “DILEMA”, Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret, Surakarta, ISSN: 0215-9635 Vol.17 No.1, 2004, 1.


(7)

harkat dan martabatnya yang sama-sama luhur di sisi Tuhan.25 Menurut Enns, tujuan konseling feminis ialah pemberdayaan, menghargai dan meneguhkan keragaman, berjuang untuk perubahan daripada penyesuaian, kesetaraan, kemandirian, dan persamaan ketergantungan, perubahan sosial, pengasuhan diri, membantu individu dalam melihat diri mereka sebagai agen aktif bagi kehidupan mereka maupun orang lain.26

Dari kesenjangan teori dan praktik tentang pekerjaan perempuan

rentenir di atas maka penulis mengadakan penelitian dengan judul: “Perempuan

Rentenir dari Perspektif Konseling Feminis”.

2.Perumusan Masalah

Rumusan masalah yang dapat diambil dan dijadikan bahan penelitian dalam penulisan ini sebagai berikut: Bagaimana memahami perempuan yang bekerja sebagai rentenir di pasar raya Jalan Sudirman Salatiga, ditinjau dari perspektif konseling feminis?

3.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: mendeskripsikan dan menganalisis perempuan rentenir dari perspektif konseling feminis di pasar raya Jalan Sudirman Kota Salatiga.

4.Manfaat Penelitian

25

Nurhayati, Eti (2012), “Psikologi Perempuan”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), 353.

26 Corey G. (2005), “Theory and Practice of Counseling and Psychoterapy”, (USA: Belmont


(8)

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi gereja umumnya dan rentenir perempuan di pasar tradisional Jalan Sudirman Salatiga, bahwa pentingnya peran pastoral gereja untuk memahami perempuan yang bekerja sebagai rentenir dari perspektif konseling feminis. Penelitian ini diharapkan dapat mengingatkan gereja untuk memperhatikan rentenir perempuan supaya dapat menjadi manfaat yang positif untuk daerah sekitarnya dan berdampak baik juga bagi kehidupan keluarga.

5.Metode Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah penelitian deskriptif analitis, yakni penelitian yang diarahkan untuk mendapatkan informasi yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang terjadi dalam kehidupan manusia, melakukan interpretasi dan menganalisis secara mendalam dan memberikan rekomendasi bagi keperluan bagi masa yang akan datang.27 Yang dideskripsikan dan dianalisis dalam penelitian ini adalah perempuan yang bekerja sebagai rentenir di pasar raya Jalan Sudirman dari perspektif konseling feminis. Jenis penelitian adalah kualitatif.

Penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau kelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan.28

Alasan menggunakan metode kualitatif adalah karena proses

27 Nazir, Moh. “Metode Penelitian”, (Bogor: Ghalia Indonesia), 89.

28 Creswell, John W. (2013), “Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kualitatif dan Mixed”,


(9)

penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dan para partisipan, menganalisis data secara induktif, mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema yang umum, dan menafsirkan makna data. Laporan untuk penelitian ini harus menerapkan cara pandang penelitian yang bergaya induktif, berfokus terhadap makna individual dan menerjemahkan kompleksitas suatu persoalan.29

Lokasi Penelitian: Pasar tradisional Jalan Sudirman Salatiga. Alasan: Melihat kecenderungan pekerjaan suku Batak yang merantau ke pulau Jawa yang bekerja di sektor informal, seperti rentenir. Penulis tertarik untuk meneliti di pasar tradisional Jalan Sudirman, karena mayoritas rentenir yang di pasar tersebut adalah warga jemaat HKBP Salatiga dan penulis telah melakukan pra penelitian. Bagian Data adalah: 3 orang ibu rumah tangga, yang bisa mewakili dari rentenir warga jemaat HKBP Salatiga.

6. Sistematika Penulisan

Tulisan ini terdiri dari empat bab, antara lain: Bab satu tentang pendahuluan yang berisi uraian latar belakang dari penulisan ini, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab dua tentang definisi rentenir, karakteristik rentenir, dinamika kehidupan rentenir perempuan, dampak pekerjaan rentenir terhadap kehidupan pribadi dan orang lain, definisi konseling feminis. Bab tiga adalah hasil penelitian

29 Creswell, John W., Ibid, 4-5.


(10)

dan pembahasan yang meliputi deskripsi dan analitis perempuan yang bekerja sebagai rentenir di pasar. Bab empat berisi kesimpulan, saran: kontribusi bagi lembaga dan rekomendasi untuk penelitian lanjutan.


(1)

mendapatkan kepercayaan rentenir tersebut.17 Dari pra penelitian yang penulis lakukan ada banyak perempuan rentenir warga jemaat HKBP Salatiga yang bekerja mulai pukul 03.00 dini hari, sehingga tidak punya waktu untuk memberangkatkan anak-anak sekolah serta mempersiapkan keperluan anak-anak ke sekolah.18 Perempuan yang bekerja diharapkan tidak melepaskan tanggung jawab untuk merawat dan memelihara anak-anaknya, sesuatu yang lekat fungsi perempuan yang telah berumah-tangga.19 Akibat kurangnya waktu perempuan rentenir untuk merawat atau memelihara anak-anaknya, maka perkembangan anak-anak tersebut mengakibatkan satu indikasi buruknya kondisi anak-anak dalam mengikuti pelajaran di sekolah.20 Dan anak bisa bolos atau tidak berangkat ke sekolah.20

Kendala yang dihadapi perempuan rentenir adalah dalam hal membagi waktu untuk bekerja dan untuk mengurus anak. Melihat kondisi ini, maka perempuan rentenir perlu pendampingan konseling feminis. Kendala lainnya yang dihadapi perempuan rentenir di lapangan, yaitu mereka harus mampu menghitung berapa lama waktu untuk pengembalian/penarikan uangnya, karena ada nasabah yang sulit mengembalikan uangnya. Di satu sisi perempuan ini bersikap ramah, tetapi di sisi lain berhadapan jika nasabah tidak mau membayar, maka rentenir ini harus mampu bersikap keras. Perempuan ini mengalami dilema yang besar dalam

17

Leyshon, Andrew; Signoretta, Paola; Knights, David; Alferoff, Catrina; and Burton, Dawn (2004),

“Walking with Moneylenders: The Ecology of the UK Home-collected Credit Industry”, Paper first received, November 2004; in final form, June 2005, Urban Studies Vol.43 No.1, 161–186, January 2006, 25.

18 Pengamatan dan wawancara pra penelitian yang penulis lakukan terhadap beberapa perempuan rentenir.

19 Soeharto, Triana Noor Edwina Dewayani; Faturochman; dan Adiyanti M. G., Ibid, 60. 20

Wawancara dengan ibu Cici. 20 Wawancara dengan ibu JS.


(2)

kehidupan mereka. Stigma yang melekat pada mereka dari masyarakat perempuan yang kasar. Pekerjaan sebagai rentenir dipandang sebagai pekerjaan yang negatif. Namun di sisi lain, rentenir juga dibutuhkan masyarakat tertentu dan karena itulah rentenir menjadi eksis.21 Rentenir pada satu sisi, sering dianggap sebagai lintah darat karena menarik bunga yang tinggi, sedang sisi lain, ia memiliki fungsifungsi ekonomi yaitu sumber tambahan modal ataupun emergency sumber keuangan

untuk kebutuhan konsumsi.22 Rentenir juga disebut sebagai lembaga permodalan tradisional dalam pasar modal.23 Dari perspektif feminis, rentenir itu tidak dapat dilakoni oleh seorang perempuan karena secara naluri perempuan itu dianggap lemah lembut, keibuan, dan emosional, sehingga hanya pantas mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan merawat anak.24

Berdasarkan hal tersebut, konseling yang berbasis feminis turut hadir memahami fungsi dan peran perempuan rentenir. Dalam konteks penelitian ini perempuan rentenir ini sebenarnya tidak nyaman dengan pekerjaannya tetapi, karena tuntutan kebutuhan hidup mereka terpaksa menjalaninya. Untuk memahami kondisi perempuan rentenir ini maka perlu pendampingan konseling berbasis feminis bahwa tujuan konseling feminis adalah mendobrak kebekuan dan kekakuan epistemologi konseling dalam memahami kompleksitas masalah perempuan, serta memberi bantuan untuk memanusiakan manusia sesuai dengan

21 Hamka, Aldrin Ali & Danarti, Tyas. (2010). “Eksistensi Bank Thithil Dalam Kegiatan Pasar

Tradisional (Studi Kasus Di Pasar Kota Batu)”, Journal of Indonesian Applied Economics, Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, Malang, Vol.4 No.1 Mei 2010, 58.

22

Yoserizal, Yessi (2014), “Hubungan Sosial Antara Rentenir Dan Nasabah (Suatu Studi Tentang

Rentenir Di Kota Pekanbaru)”, (Pekanbaru: Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau, Mei 2014), 7.

23 Kartono, Drajat Tri. (2004), “Pasar Modal Tradisional (Analisis Sosiologi Ekonomi Tterhadap

Rentenir)”, Jurnal Sosiologi “DILEMA”, Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret, Surakarta, ISSN: 0215-9635 Vol.17 No.1, 2004, 1.


(3)

harkat dan martabatnya yang sama-sama luhur di sisi Tuhan.25 Menurut Enns, tujuan konseling feminis ialah pemberdayaan, menghargai dan meneguhkan keragaman, berjuang untuk perubahan daripada penyesuaian, kesetaraan, kemandirian, dan persamaan ketergantungan, perubahan sosial, pengasuhan diri, membantu individu dalam melihat diri mereka sebagai agen aktif bagi kehidupan mereka maupun orang lain.26

Dari kesenjangan teori dan praktik tentang pekerjaan perempuan

rentenir di atas maka penulis mengadakan penelitian dengan judul: “Perempuan

Rentenir dari Perspektif Konseling Feminis”.

2.Perumusan Masalah

Rumusan masalah yang dapat diambil dan dijadikan bahan penelitian dalam penulisan ini sebagai berikut: Bagaimana memahami perempuan yang bekerja sebagai rentenir di pasar raya Jalan Sudirman Salatiga, ditinjau dari perspektif konseling feminis?

3.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: mendeskripsikan dan menganalisis perempuan rentenir dari perspektif konseling feminis di pasar raya Jalan Sudirman Kota Salatiga.

4.Manfaat Penelitian

25

Nurhayati, Eti (2012), “Psikologi Perempuan”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), 353.

26 Corey G. (2005), “Theory and Practice of Counseling and Psychoterapy”, (USA: Belmont Brooks/Cole, Seven Edition, 2005), 235.


(4)

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi gereja umumnya dan rentenir perempuan di pasar tradisional Jalan Sudirman Salatiga, bahwa pentingnya peran pastoral gereja untuk memahami perempuan yang bekerja sebagai rentenir dari perspektif konseling feminis. Penelitian ini diharapkan dapat mengingatkan gereja untuk memperhatikan rentenir perempuan supaya dapat menjadi manfaat yang positif untuk daerah sekitarnya dan berdampak baik juga bagi kehidupan keluarga.

5.Metode Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah penelitian deskriptif analitis, yakni penelitian yang diarahkan untuk mendapatkan informasi yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang terjadi dalam kehidupan manusia, melakukan interpretasi dan menganalisis secara mendalam dan memberikan rekomendasi bagi keperluan bagi masa yang akan datang.27 Yang dideskripsikan dan dianalisis dalam penelitian ini adalah perempuan yang bekerja sebagai rentenir di pasar raya Jalan Sudirman dari perspektif konseling feminis. Jenis penelitian adalah kualitatif.

Penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau kelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan.28

Alasan menggunakan metode kualitatif adalah karena proses

27 Nazir, Moh. “Metode Penelitian”, (Bogor: Ghalia Indonesia), 89.

28 Creswell, John W. (2013), “Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kualitatif dan Mixed”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), 4.


(5)

penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dan para partisipan, menganalisis data secara induktif, mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema yang umum, dan menafsirkan makna data. Laporan untuk penelitian ini harus menerapkan cara pandang penelitian yang bergaya induktif, berfokus terhadap makna individual dan menerjemahkan kompleksitas suatu persoalan.29

Lokasi Penelitian: Pasar tradisional Jalan Sudirman Salatiga. Alasan: Melihat kecenderungan pekerjaan suku Batak yang merantau ke pulau Jawa yang bekerja di sektor informal, seperti rentenir. Penulis tertarik untuk meneliti di pasar tradisional Jalan Sudirman, karena mayoritas rentenir yang di pasar tersebut adalah warga jemaat HKBP Salatiga dan penulis telah melakukan pra penelitian. Bagian Data adalah: 3 orang ibu rumah tangga, yang bisa mewakili dari rentenir warga jemaat HKBP Salatiga.

6. Sistematika Penulisan

Tulisan ini terdiri dari empat bab, antara lain: Bab satu tentang pendahuluan yang berisi uraian latar belakang dari penulisan ini, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab dua tentang definisi rentenir, karakteristik rentenir, dinamika kehidupan rentenir perempuan, dampak pekerjaan rentenir terhadap kehidupan pribadi dan orang lain, definisi konseling feminis. Bab tiga adalah hasil penelitian


(6)

dan pembahasan yang meliputi deskripsi dan analitis perempuan yang bekerja sebagai rentenir di pasar. Bab empat berisi kesimpulan, saran: kontribusi bagi lembaga dan rekomendasi untuk penelitian lanjutan.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perempuan Rentenir dari Perspektif Konseling Feminis T2 752014024 BAB II

0 0 33

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perempuan Rentenir dari Perspektif Konseling Feminis T2 752014024 BAB IV

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perempuan Rentenir dari Perspektif Konseling Feminis

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Single Parent terhadap Anak dari Perspektif Konseling Feminis di GPM Jemaat Rehoboth Sektor Bethania T2 752014006 BAB I

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Single Parent terhadap Anak dari Perspektif Konseling Feminis di GPM Jemaat Rehoboth Sektor Bethania T2 752014006 BAB II

0 0 29

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengampunan Dalam Menyikapi Perselingkuhan Suami dari Perspektif Konseling Feminis T2 752014017 BAB I

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengampunan Dalam Menyikapi Perselingkuhan Suami dari Perspektif Konseling Feminis T2 752014017 BAB II

0 0 26

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengampunan Dalam Menyikapi Perselingkuhan Suami dari Perspektif Konseling Feminis T2 752014017 BAB IV

0 0 27

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengampunan Dalam Menyikapi Perselingkuhan Suami dari Perspektif Konseling Feminis T2 752014017 BAB V

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengampunan Dalam Menyikapi Perselingkuhan Suami dari Perspektif Konseling Feminis

0 0 14