MENANAMKAN NILAI-NILAI ENTREPRENUERSHIP MELALUI PENDIDIKAN EKONOMI PADA ERA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN.

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

MENANAMKAN NILAI-NILAI ENTREPRENUERSHIP MELALUI PENDIDIKAN
EKONOMI PADA ERA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN
Waspodo Tjipto Subroto
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya
waspodotjipto@yahoo.co.id

Abstrak
Entrepreneurship memegang peranan yang dominan dalam menggerakkan roda
perekonomian baik dalam skala lokal, regional maupun global. Para entrepreneur
yang dinamis dan berkomitmen untuk sukses, terbukti mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan. Entrepreneur yang memiliki semangat
kepemimpinan dan jiwa entrepreneur ini akan memimpin revolusi ekonomi
menuju peningkatan standar hidup yang lebih layak. Di tengah-tengah
liberalisasi Masyarakat Ekonomi ASEAN, nilai-nilai entrepreneurship, seperti
kreativitas, inovatif, risiko moderat, ulet dan bertanggungjawab, optimistis, perlu
selalu ditanamkan pada generasi muda, terutama melalui Pendidikan Ekonomi,
sehingga jiwa dan semangat generasi muda dapat lebih kompetitif dalam
menghadapi persaingan di era Masyarakat Ekonomi ASEAN. Peran Pendidikan
Ekonomi sangat diperlukan untuk menyiapkan semangat generasi muda agar

menjadi pelaku aktif dan partisipatoris dalam revolusi ekonomi menuju
perubahan yang positif dan abadi.
Kata kunci: Entrepreneurship. Nilai dan sikap, Pendidikan Ekonomi.

PENDAHULUAN
Dalam hal pendidikan entrepreneurship, Indonesia masih tertinggal dari Negaranegara lain. Beberapa Negara yang relatif maju kesejahteraannya, seperti Negara-negara
Eropa dan Amerika Serikat, telah memulai pendidikan entrepreneurship pada perguruan
tinggi sejak tahun 1970-an. Menurut Kasmir (2011) negara-negara maju telah menyadari
lebih awal tentang pentingnya pendidikan entrepreneurship pada generasi muda.
Demikian halnya sebagaimana yang dikampanyekan dalam pernyataan pada sidang
Perserikatan Bangsa-Bangsa bahwa suatu negara akan mampu membangun dengan
efektif apabila memiliki entrepreneur sebanyak 2% dari jumlah penduduknya. Di
Indonesia, idealnya ada sekitar 5 juta warga negara yang menekuni entrepreneurship.
Jika negara Republik Indonesia ingin berhasil dalam pembangunan ekonominya,
maka selayaknya menyediakan 5 juta entrepreneur besar dan sedang serta menciptakan
40 juta entrepreneur kecil. Ini adalah suatu peluang besar yang menantang untuk
berkreasi mengadu keterampilan membina entrepreneur dalam rangka turut
berpartisipasi membangun negara dan bangsa Indonesia. KADIN sebagai lembaga yang
berkewajiban mendorong tumbuhnya semangat entrepreneurship menargetkan pada
tahun 2014 dapat tercipta 10 juta pengusaha baru. Sehingga diharapkan mampu

menciptakan lapangan kerja baru. Contoh nyata peran serta entrepreneur dalam
pembangunan adalah di negara Jepang. Keberhasilan pembangunan yang dicapai oleh
negara Jepang ternyata disponsori oleh para entrepreneur yang jumlahnya cukup besar.
Dahulu entrepreneurship merupakan bakat bawaan sejak lahir lalu diasah melalui
[ 840 ] P a g e

Menanamkan Nilai-Nilai… (Waspodo Tjipto Subroto)

pengalaman langsung di lapangan, tetapi sekarang ini paradigma tersebut telah bergeser.
Entrepreneurship telah menjadi suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang nilai
(value), kemampuan (ability) dan perilaku seseorang dalam menghadapi tantangan hidup
untuk memperoleh peluang dengan berbagai risiko yang mungkin dihadapinya.
Teori-teori dalam pengembangan ekonomi memasukkan pendidikan
entrepreneurship sebagai perangkat penting untuk pengembangan sektor usaha mikro
dan kecil yang dominan. Di Indonesia Usaha Kecil dan Menengah berkontribusi terhadap
53,6 persen PDB nasional, dan member lapangan kerja lebih dari 91,8 juta orang. Banyak
usaha yang tidak dapat berkembang karena antara lain kurangnya sumber daya manusia
yang handal. Menumbuhkan semangat entrepreneurship di kalangan generasi muda tidak
hanya akan berkontribusi untuk mengurangi pengangguran, tetapi juga dapat membantu
mendorong produktivitas dan daya saing. Upaya untuk mengkonseptualisasikan

pendidikan entrepreneurship, masih terus perlu dilakukan. Tetapi sampai saat ini belum
muncul definisi yang disepakati bersama. Pendidikan entrepreneurship diartikan sebagai
pembelajaran seumur hidup, sebagai proses pengembangan konsep dan keterampilan
praktis untuk mengenali kesempatan, sumber-sumber daya utama dan upaya mengelola
suatu usaha.
Pendidikan entrepreneurship memerlukan pergeseran paradigma dalam
metodologi pembelajaran. Menurut Leonardos (2011) ada beberapa kasus di mana
pelatihan individu-individu berpusat pada mahasiswa dan diikuti oleh dukungan
coaching dan penghubungan ke sektor swasta, sehingga membawa dampak yang terlihat
jelas, terutama terkait dengan: (a) pendekatan-pendekatan praktis, (b) jumlah
mahasiswa yang mempertimbangkan untuk membuka usaha di masa yang akan datang,
(c) jumlah mahasiswa yang dapat menghubungkan pembelajaran mereka sekarang dan
pekerjaan mereka di masa yang akan datang. Kaum muda memerlukan bantuan dalam
memformulasikan ide-ide bisnis, dorongan dan motivasi, sementara orang dewasa
memerlukan lebih banyak bantuan yang terkait dengan pengelolaan bisnis. Selain itu
penanaman nilai dan jiwa entrepreneurship masih sangat perlu diupayakan untuk
membina generasi muda agar tertarik untuk terjun dan menekuni profesi entrepreneur.
Dengan upaya ini diharapkan kualitas maupun kuantitas entrepreneur dari generasi
muda dapat ditingkatkan secara bertahap menuju kuota yang ideal untuk mempercepat
pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat.

PEMBAHASAN
Nilai-Nilai Entrepreneurship
Nilai-nilai dasar yang penting untuk dipegang dan dijadikan dasar bagi seorang
entrepreneur antara lain: kreativitas, inovatif, berani menghadapi risiko, memiliki etika
bisnis dan norma, serta semangat dan bertanggungjawab. Modal utama entrepreneur
menurut Alma (2008) adalah kreativitas, keuletan dan semangat bekerja. Semangat
pantang menyerah ini memandang kegagalan hanya keberhasilan yang tertunda dan
mereka tahan banting. Entrepreneur yang kreatif memiliki perhitungan cermat,
P a g e [ 841 ]

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015
mempertimbangkan segala fakta, informasi dan data. Seorang entrepreneur mampu
memadukan apa yang ada di dalam hati, pikiran dan kalkulasi bisnis. Kreativitas adalah
kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru atau melihat hubunganhubungan baru antara unsur, data dan variabel yang sudah ada. Kreativitas merupakan
kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan atau
karya nyata, yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya.
Kreativitas dan inovasi, menurut Kao (1993) memiliki hubungan yang erat.
Karena kreativitas artinya adalah kemampuan untuk memikirkan sesuatu yang baru dan
berbeda, sedangkan inovasi merupakan kemampuan untuk melakukan, mengaplikasikan
sesuatu yang berbeda. Dengan demikian, yang paling penting dalam entrepreneurship

adalah kemampuan pengusaha untuk lebih kreatif dan memanfaatkan inovasi dalam
kegiatan bisnisnya sehari-hari. Seorang pengusaha akan berhasil apabila ia selalu kreatif
dan menggunakan kreativitasnya tersebut. Menurut Gwee (2007) untuk menghadapi
persaingan yang semakin kompleks dalam persaingan ekonomi global, maka kreativitas
menjadi sangat penting untuk menciptakan keunggulan kompetitif dan kelangsungan
bisnis. Nilai-nilai dasar yang penting dalam entrepreneur antara lain: kreativitas, inovatif,
berani menghadapi risiko, memiliki etika bisnis dan norma yang baik, serta
bertanggungjawab dan memiliki disiplin diri.
Menurut Hisrich (2005) ada beberapa nilai (value) yang bersifat umum yang
dapat diamati sebagai karakteristik keberhasilan dalam entrepreneurship, yaitu: (1)
Keinginan menghasilkan superior produk, (2) Layanan berkualitas terhadap konsumen,
(3) Fleksibel, (4) Kemampuan dalam manajemen, (5) Memiliki sopan santun dan
beretika, dan (6) Sikap seorang entrepreneur perlu selalu berusaha untuk menciptakan
peluang bisnis dengan membangkitkan keberanian dan rasa bebas menciptakan sesuatu.
Kreativitas dan inovasinya perlu dikembangkan untuk menciptakan peluang
bisnis yang mendatangkan profit maupun benefit bagi dirinya maupun orang lian. Untuk
membangkitkan kreativitas memerlukan suatu proses dengan langkah-langkah tertentu
yaitu sebagai berikut: (1) Preparation, (2) Investigation, (3) Transformation, (4)
Incubation, (5) Illumination, (6) Verification, (7) Implementation. Seorang entrepreneur,
menurut Yuyus (2011) harus selalu menciptakan mimpi dan ide baru, jeli dalam

memanfaatkan peluang, dan memanfaatkan potensi menjadi profit dan benefit secara
efektif.
Sifat seorang entrepreneur harus berani mengambil risiko yang telah
diperhitungkan agar hasil yang diperoleh lebih besar daripada kegagalan dan sangat
bergairah menghadapi tantangan. Menurut Hoffman (1994) tantangan baru ada artinya
bagi seorang entrepreneur apabila terdapat risiko yang dapat diperhitungkan, yaitu
dengan kriteria berikut: (1) Apabila mempengaruhi tujuan usaha yang ingin dicapai, (2)
berarti bagi diri pribadi entrepreneur, (2) Kemampuan untuk mengendalikan diri pribadi
entrepreneur, dan (3) Adanya suatu perasaan dan kepuasan kemungkinan dalam
mengelola usaha untuk berhasil dan gagal. Kriteria dari suatu risiko menurut Leonardos
(2009) mengandung potensi kegagalan dan potensi keberhasilan sehingga dapat
[ 842 ] P a g e

Menanamkan Nilai-Nilai… (Waspodo Tjipto Subroto)

dikelompokkan dalam tiga kelompok, antara lain: (1) Kelompok risiko tinggi, (2)
Kelompok risiko rendah, dan (3) Kelompok risiko sedang. Adapun ciri-ciri entrepreneur
saling berkaitan dengan perilaku pengambil risiko antara lain: (1) Pengambilan risiko
berkaitan dengan kreativitas dan inovasi yang merupakan bagian penting, (2) dalam
mengubah ide menjadi realitas, (3) Pengambilan risiko berkaitan dengan kepercayaan

pada diri sendiri, (4) Pengetahuan realistik, dan (4) mengenai kemampuan yang dimiliki.
Para entrepreneur merupakan pengambil risiko yang telah diperhitungkan agar
hasil yang diperoleh lebih besar daripada kegagalan dan sangat bergairah menghadapi
tantangan. Adapun sikap dalam menghadapi risiko, antara lain: (1) penghindar risiko, (2)
netral, dan (3) penggemar risiko. Dengan jiwa entrepreneurship maka ketakutan akan
risiko, tantangan dan hambatan akan bisa di atasi, dan mempunyai motivasi untuk
menghasilkan yang terbaik. Selain itu seorang entrepreneur juga harus memiliki
kemampuan dalam berkomunikasi sehingga bisa menjalin hubungan dengan konsumen,
kelompok lain maupun pemerintah. Masyarakat yang dari lahir bukan keturunan
pengusaha, jika memutuskan menjadi entrepreneur maka akan bisa menjadi entrepreneur
melalui pelatihan maupun pendidikan tentang entrepreneurship.
Etika dan norma dalam bisnis merupakan nilai dasar yang harus dipegang untuk
menjamin keberlanjutan dalam kegiatan bisnis di bidang apapun. Etika bisnis merupakan
landasan penting dan harus diperhatikan terutama untuk menciptakan dan melindungi
reputasi (goodwill) usaha apapun bentuknya. Oleh sebab itu, menurut Zimmerer (2008),
etika bisnis merupakan masalah yang sangat sensitif dan kompleks, karena membangun
etika untuk mempertahankan reputasi lebih sukar ketimbang menghancurkannya.
Selain etika dan perilaku yang tidak kalah pentingnya dalam bisnis adalah norma
etika. Menurut Zimmerer (2008) ada tiga tingkatan norma etika, yaitu: (1) hukum, (2)
kebijakan dan prosedur organisasi, dan (3) moral sikap mental individual. Adapun

prinsip-prinsip etika dan perilaku bisnis yang selayaknya menjadi landasan perilaku bagi
entrepreneur, antara lain: (1) Kejujuran, (2) Integritas, (3) Memelihara janji, (4)
Kesetiaan, (5) Kewajaran/keadilan, (6) Suka membantu orang lain, (7) Hormat kepada
orang lain, (8) Kewarganegaraan yang bertanggung jawab, (9) Mengejar keunggulan, (10)
Dapat dipertanggungjawabkan.
Sedangkan cara-cara untuk mempertahankan standard etika, menurut Kao (2011)
dapat dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut: (1) Menciptakan kepercayaan
perusahaan, (2) Kembangkan kode etika, (3) Jalankan kode etik secara adil dan konsisten,
(4) Lindungi hak perorangan, (5) Adakan pelatihan etika, (6) Lakukan audit etika secara
periodic, (7) Pertahankan standar yang tinggi tentang tingkah laku, jangan hanya aturan,
(8) Hindari contoh etika yang tercela setiap saat, (9) Ciptakan budaya yang menekankan
komunikasi dua arah, (10) Libatkan karyawan dalam mempertahankan standar etika.
Semangat dan tanggung jawab, menurut Suryana (2011) merupakan nilai dasar
yang juga harus ditumbuhkan setiap saat. Semangat ditandai dengan keuletan dan
pantang menyerah serta tidak mudah putus asa untuk meraih tujuan. Sikap bersemangat
selalu berupaya dan optimis dengan mengerahkan seluruh potensi dirinya untuk
P a g e [ 843 ]

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015
mewujudkan keinginannya. Selain bersemangat, seorang entrepreneur harus memiliki

sikap bertanggung jawab. Sikap bertanggungjawab ini meliputi: (1) tanggung jawab
terhadap lingkungan, (2) terhadap karyawan, (3) terhadap pelanggan, (4) terhadap
investor, dan (5) terhadap masyarakat. Sikap semangat dan bertanggung jawab ini perlu
dijaga dan dikembangkan dalam berbagai kegiatan usahanya.
Nilai-nilai dasar dalam entrepreneurship ini akan mendukung dan melestarikan
usaha atau bisnis sehingga perlu dijadikan dasar bagi perilaku dan moralitas para
entrepreneur untuk menjamin pertumbuhan dan perkembangan usaha dan bisnisnya.
Pendidikan Ekonomi
Pada umumnya, Visi Program Studi Pendidikan Ekonomi adalah “Menjadikan
program studi yang unggul (excellent) yang peduli dalam pengembangan pendidikan
ekonomi”. Sedangkan misinya Program Studi Pendidikan ekonomi, antara lain sebagai
berikut: (1) Menyelenggarakan kegiatan pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas
sumberdaya manusia, (2) Menyelenggarakan kegiatan pembelajaran dalam pendidikan
ekonomi, (3) Mengembangkan kegiatan pengembangan kurikulum dalam pendidikan
ekonomi, dan (4) Menyelenggarakan kegiatan penelitian dan pengabdian pada
masyarakat dalam bidang pendidikan ekonomi (BELMAWA, 2013).
Program Studi Pendidikan Ekonomi menetapkan deskripsi umum dan kerangka
kompetensi lulusan program studinya yang mencakup komitmen, karakter, kepribadian,
sikap dalam berkarya, etika, dan moral sebagai berikut: (1) Bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa; (2) Memiliki etika, dan kepribadian yang menyelesaikan tugasnya; (3)

Berperan sebagai warga negara yang bangga dan cinta tanah air, serta mendukung
perdamaian dunia; (4) Mampu bekerjasama dan menjunjung kepekaan sosial dan
kepedulian yang tinggi terhadap masyarakat dan lingkungannya; (5) Menghargai
keanekaragaman budaya, dan agama; (6) Menjunjung tinggi penegakan hukum dan
semangat mendahulukan kepentingan bangsa serta masyarakat luas di atas kepentingan
pribadi.
Adapun Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Ekonomi (S1) diharapkan
memiliki kualifikasi kompetensi sesuai yang disyaratkan Kerangka Kualifikasi Nasional
Indonesia (KKNI) sebagai berikut: (1) Mampu mengelola sumberdaya di bawah tanggung
jawabnya, dan mengevaluasi secara komprehensif kerjanya dengan memanfaatkan dan
mengelola ICT yang menghasilkan langkah-langkah pengembangan strategi
organisasinya, (2) Mampu memecahkan permasalahan ICT dalam pengembangan
keilmuannya dengan pendekatan monodisipliner, (3) Mampu melakukan riset dan
mengambil keputusan strategis dengan akuntabilitas dan tanggung jawab atas semua
aspek di bidang keahliannya. Agar lulusan memiliki kompetensi KKNI maka lulusan harus
memiliki Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang sudah dirumuskan sebagai berikut: (1)
Memiliki merancang tentang wawasan atau landasan kependidikan, peserta didik, proses
pembelajaran dalam pendidikan ekonomi sebagai landasan pedagogic dalam
melaksanakan pembelajaran ekonomi; (2) Memiliki kemampuan menerapkan dan
[ 844 ] P a g e


Menanamkan Nilai-Nilai… (Waspodo Tjipto Subroto)

mengevaluasi pembelajaran dan program pendidikan ekonomi; (3) Memiliki pemahaman
yang mendalam tentang konsep-konsep, prinsip- prinsip dan metode pendidikan
ekonomi, (4) Memiliki sikap objektif, kritis terhadap berbagai persoalan ekonomi dan
pendidikan ekonomi.
Dalam kegiatannya Program Studi Pendidikan Ekonomi menyelenggarakan
pendidikan akademik pada jenjang sarjana strata satu (S-1) dengan kepada deskripsi
kualifikasi Sumber Daya Manusia (SDM) yang dirumuskan dalam Kerangka Kualifikasi
Nasional Indonesia, kualifikasi lulusan Program Studi Pendidikan Ekonomi berada pada
level 6. Deskripsi generik level 6 terdiri dari empat kompetensi, yaitu: (1) Menguasai
konsep teoretis dan menerapkan konsep keilmuan ekonomi dan pendidikan ekonomi
dalam melaksanakan tugas sebagai tenaga kependidikan bidang pengetahuan dan konsep
teoretis bagian khusus dalam bidang pengetahuan tersebut secara mendalam, serta
mampu memformulasikan penyelesaian masalah procedural, (2) Melakukan dan
memanfaatkan ICT dalam bidang keahliannya dan beradaptasi terhadap situasi yang
dihadapi dalam penyelesaian Pendidikan Ekonomi, (3) Tindakan mengambil keputusan
strategis berdasarkan analisis penelitian, informasi dan data, dan memberikan petunjuk
dalam memilih berbagai alternative solusi, (4) Bertanggung jawab pada pekerjaan
sendiri, kemandirian dan dapat diberi tanggung jawab atas komitmen pencapaian hasil
kerja dalam pembelajaran ekonomi .
Sedangkan yang menjadi capaian pembelajaran (learning outcome) Program Studi
Pendidikan Ekonomi, secara umum adalah: (1) Mampu menguasai dan menerapkan
konsep keilmuan ekonomi dan pendidikan ekonomi dalam melaksanakan tugas sebagai
tenaga kependidikan, (2) Mampu mengembangkan bidang keilmuan pendidikan dan
pendidikan ekonomi berbagai alternative metode, model, dan strategi pembelajaran
sesuai dengan perkembangan ICT dalam pembelajaran ekonomi, (3) Mampu
melaksanakan pembelajaran ekonomi dan penelitian mandiri terkait dengan dan/atau
dalam lingkungan pekerjaannya sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan
kualitas proses dan hasil secara terencana dan terpadu dalam pendidikan ekonomi, (4)
Mampu memiliki komitmen untuk meningkatkan kompetensi profesional secara
berkelanjutan dan menyelesaikan setiap tugas profesinya secara mandiri dalam
pendidikan ekonomi. Kemudian secara khusus, capaian pembelajaran ekonomi yaitu:
Mampu melaksanakan pembelajaran ekonomi dan penelitian mandiri terkait dengan
lingkungan pekerjaannya sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan kualitas
proses dan hasil secara terencana dan terpadu dalam pendidikan ekonomi.
Pendidikan ekonomi dikembangkan dari berbagai sumber teori, antara lain: (1)
Statistika Deskriptif, (2) Statistika Inferensial, (3) Ekonometrika, (4) Matematika
Ekonomi, (5) Perekonomian Indonesia (6) Kewirausahaan, (7) Akuntansi Keuangan
Dasar, (8) Aplikasi Akuntansi Keuangan, (9) Micro Teaching, (10) Seminar Pendidikan
Ekonomi, (11) Permodelan dan Komputasi Ekonomi, (12) Ekonomi Industri, (13)
Manajemen Strategik, (14) Manajemen Koperasi, (15) Ekonomi Industri, (16) Pasar
Modal dan Portofolio, (17) Pengembangan UMKM, (18) Bank dan lembaga keuangan lain,
P a g e [ 845 ]

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015
(19) Kebijakan Perdagangan Internasional, (20) Manajemen Pemasaran Koperasi, (21)
Manajemen Keuangan Koperasi, (22) Lembaga Keuangan Islam, (23) Manajemen
Koperasi, (24) KKN, (25) PPL, (26) Ekonomi Regional, (27) Skripsi, (28) Seminar
Ekonomi dan Bisnis, (29) Perencanaan Pembangunan, (30) Ekonomi Moneter
Internasional, dan (31) Studi Kelayakan Bisnis.
Dalam pelaksanaan pembelajaran pada pendidikan ekonomi perlu dikembangkan
secara optimal seluruh potensi yang ada pada diri mahasiswa. Potensi yang bersumber
dari otak kiri maupun otak kanan perlu dikembangkan secara seimbang. Terutama untuk
mengoptimalkan potensi otak sebelah kanan yang dapat mendorong kreativitas dan
inovasi seseorang. Otak sebelah kanan ini bersifat unconventional, unsystematic,
unstructured yang sangat potensial untuk mengembangkan kreativitas dan inovasi
mahasiswa.
Penanaman Nilai-Nilai Entrepreneurship melalui Pendidikan Ekonomi
Revolusi ekonomi terus bergulir merambah ke berbagai sendi kehidupan untuk
menuju perbaikan dan kelayakan hidup. Para pembuat kebijakan telah menyadari
pentingnya peran kaum entrepreneur dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi untuk
menciptakan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Entrepreneurship memegang peranan
yang dominan dalam menggerakkan roda perekonomian baik dalam skala lokal, regional
maupun global. Menurut Zimmerer (2008) para entrepreneur yang dinamis dan
berkomitmen untuk sukses, terbukti mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan. Entrepreneur yang memiliki semangat kepemimpinan dan jiwa
entrepreneur ini akan memimpin revolusi ekonomi menuju peningkatan standar hidup
yang lebih layak. Di tengah-tengah liberalisasi Masyarakat Ekonomi ASEAN, menurut
Frinces (2011) perlu ditanamkan nilai-nilai entrepreneurship, seperti: kreativitas,
inovatif, risiko moderat, semangat pantang menyerah dan optimistis serta bertanggung
jawab, pada generasi muda, terutama melalui Pendidikan Ekonomi, sehingga jiwa dan
semangat generasi muda dapat lebih kompetitif dalam menghadapi persaingan di era
Masyarakat Ekonomi ASEAN. Peran Pendidikan Ekonomi sangat diperlukan untuk
menyiapkan semangat generasi muda agar menjadi pelaku aktif dan partisipatoris dalam
revolusi ekonomi menuju perubahan yang positif dan abadi.
Sebagai suatu disiplin ilmu, maka ilmu keentrepreneuran dapat dipelajari dan
diajarkan, sehingga setiap individu memiliki peluang untuk tampil sebagai seorang
entrepreneur. Bahkan untuk menjadi entrepreneur sukses, memiliki bakat saja tidak
cukup, tetapi juga harus memiliki pengetahuan segala aspek usaha yang akan
ditekuninya. Tugas dari entrepreneur sangat banyak, antara lain tugas mengambil
keputusan, kepemimpinan teknis, kepemimpinan organisatoris dan Untuk menanamkan
nilai-nilai, sikap dan sifat entrepreneurship dalam pendidikan ekonomi perlu
dikembangkan model-model pembelajaran ekonomi yang kreatif dan inovatif, antara lain:
(1) Pembelajaran langsung (direct instruction), (2) Pembelajaran Kooperatif (cooperative

[ 846 ] P a g e

Menanamkan Nilai-Nilai… (Waspodo Tjipto Subroto)

learning), (3) Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Base Instruction), dan (4)
Belajar Melalui Penemuan (inquiry).
Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction) banyak diilhami oleh teori
belajar sosial yang sering disebut belajar melalui observasi. John Dollard dan Albert
Bandura (dalam Rusman, 2007) meyakini bahwa sebagian besar manusia belajar melalui
pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain. Dasar pemikiran
model pengajaran langsung ini adalah bahwa mahasiswa belajar dengan mengamati
secara selektif, mengingat dan mennganalisisnya. Atas dasar pemikiran tersebut maka
yang perlu dihindari adalah penyampaian pengetahuan yang terlalu kompleks. Secara
umum, pengetahuan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: pengetahuan deklaratif dan
pengetahuan prosedural. Pengetahuan deklaratif itu adalah pengetahuan tentang
sesuatu. Sedangkan pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang bagaimana
melakukan sesuatu. Dalam menerapkan pengajaran langsung, pengetahuan yang
disampaikan kepada mahasiswa perlu disederhanakan, baik pengetahuan deklaratif
maupun prosedural.
Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) menurut John Dewey
(dalam Rusman, 2007) kelas seharusnya merupakan cerminan masyarakat yang lebih
besar. Maka kegiatan di kelas perlu memberi pengalaman kepada mahasiswa untuk
bekerja secara berkelompok. Model pembelajaran kooperatif ini mengingatkan bahwa
kerjasama dan bekerja dalam kelompok akan memberikan hasil yang lebih baik. Setting
kelas dalam pembelajaran kooperatif, perlu memenuhi 3 kondisi, yaitu: (a) adanya
kontak langsung, (b) sama-sama berperan serta dalam kerja kelompok, (c) adanya
persetujuan antar anggota kelompok tentang setting kelas tersebut.
Model pembelajaran kooperatif ini cukup penting karena mahasiswa dapat belajar
dengan cara bekerjasama dengan temannya. Anggota kelompok yang lebih mampu dapat
menolong temannya yang kurang mampu. Setiap anggota kelompok tetap memberi
sumbangan pada prestasi kelompok. Dan yang lebih penting semua anggota kelompok
dapat bersosialisasi dengan anggota kelompok lainnya sehingga hal ini akan melatih
keterampilan sosial mahasiswa dalam bermasyarakat.
Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Base Instruction), ini mempunyai
ciri umum yaitu menyajikan kepada mahasiswa masalah autentik dan bermakna yang
akan memberi kemudahan kepada mahasiswa untuk melakukan penyelidikan dan
inkuiri. Sedangkan ciri khusus dalam model ini yaitu adanya pengajuan pertanyaan dan
masalah, berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu, penyelidikan autentik,
menghasilkan produk/karya, dan adanya kerjasama. Masalah autentik adalah masalah
yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari dan bermanfaat secara langsung jika
ditemukan penyelesaiannya. Sedangkan masalah akademik adalah masalah yang muncul
akibat pengaruh dari suatu masalah sehingga memunculkan masalah lainnya. Misalnya
bagaimanakah pengaruh kenaikan harga BBM terhadap harga-harga bahan-bahan
pokok?

P a g e [ 847 ]

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015
Model pembelajaran melalui Penemuan (Inquiry) merupakan suatu model
pengajaran yang menekankan pentingnya membantu mahasiswa memahami struktur
atau ide kunci dari suatu disiplin ilmu, mahasiswa aktif terlibat dalam proses
pembelajaran, dan memberi keyakinan bahwa pembelajaran akan terjadi melalui
penemuan pribadi.
Bruner (dalam Rusman, 2007) yang mempelopori model
pembelajaran penemuan ini meyakini bahwa model penemuan ini akan merangsang
mahasiswa untuk melakukan penyelidikan sehingga menemukan sesuatu. Misalnya
dosen menyajikan topik kepada mahasiswa tentang peristiwa-peristiwa yang memancing
pro-kontra atau konflik kognitif, sehingga motivasi dan rasa ingin tahu mahasiswa
terpancing. Model pembelajaran penemuan lebih cocok untuk menanamkan konsepkonsep yang dapat ditemukan melalui percobaan dan penyelidikan.
Dari berbagai model pembelajaran dalam menanamkan nilai dan sifat
entrepreneurship dalam pendidikan ekonomi, perlu dipilih dan disesuaikan dengan
karakteristik bahan pembelajaran dalam pendidikan ekonomi, sehingga guru dapat lebih
profesional dalam menyiapkan mahasiswa untuk memasuki era Masyarakat Ekonomi
ASEAN.
SIMPULAN
Dari pembahasan di atas dikemukakan beberapa simpulan antara lain:
1. Entrepreneurship memegang peranan yang dominan dalam menggerakkan roda
perekonomian baik dalam skala lokal, regional maupun global. Para entrepreneur
yang dinamis dan berkomitmen untuk sukses, terbukti mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi dan kesejahteraan. Entrepreneur yang memiliki semangat kepemimpinan
dan jiwa entrepreneur ini akan memimpin revolusi ekonomi menuju peningkatan
standar hidup yang lebih layak.
2. Untuk berpartisipasi aktif dalam era Masyarakat Ekonomi ASEAN, generasi muda
perlu dibekali nilai-nilai entrepreneurship, seperti: kreativitas, inovatif, risiko
moderat, bersemangat dan pantang menyerah serta optimistis dan bertanggung
jawab, agar dapat berlaga dalam persaingan yang cukup ketat.
3. Pendidikan Ekonomi, merupakan salah satu media yang efektif untuk menanamkan
nilai-nilai entrepreneurship pada generasi muda sehingga jiwa dan semangatnya dapat
lebih kompetitif dalam menghadapi persaingan di era Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Peran Pendidikan Ekonomi sangat diperlukan untuk menyiapkan semangat generasi
muda agar menjadi pelaku aktif dan partisipatoris dalam revolusi ekonomi menuju
perubahan yang positif dan abadi.
DAFTAR PUSTAKA
Alma, Buchari, (2008).
Alfabeta

Keentrepreneuran Untuk Mahasiswa dan Umum. Bandung:

BELMAWA. (2013). Deskripsi Umum Dan Learning Outcome 12 Prodi LPTK. Jakarta: Ditjen
Dikti dan Asosiasi LPTK Indonesia (ALPTKI)
[ 848 ] P a g e

Menanamkan Nilai-Nilai… (Waspodo Tjipto Subroto)

Frinces, Z Heflin. (2011). Be An Entrepreneur. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Gwee, James. (2007). Positive Business Ideas: Proven, Practical and Easy-To Apply Ideas to
Improve Your Performance. New York: Delmar Publisher
Hisrich, Robert D., Michel P, Peter., Sherped Dean. (2005). Entrepreneurship. 6th Edition.
Boston: Mc Graw Hill.
Hoffman,Kenneth and Richard Russell. (1994). Exploring the World of the Entrepreneur
Working for yourself. New York : Delmar Publisher
Kao John J. (1993). Entrepreneurship Creativity and Organization: Tax, Cases and Reading.
New York: McGraw Hill.
Kasmir. (2011). Kewirausahaan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Rusman. (2007). Model-Model Pembelajaran. Mengembangkan Profesionalisme Guru.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sadiman, Leonardos. (2009). Kewirausahaan. Teori, Praktek dan Kasus-kasus. Jakarta:
Salemba Empat.
Suryana, Yuyus dan Kartib Bayu. (2010). Kewirausahaan. Pendekatan Karakteristik
Entrepreneurwan Sukses. Jakarta: Prenada
Suryana. (2011). Kewirausahaan. Pedoman Praktis. Kita dan Proses Menuju Sukses.
Jakarta: Salemba Empat.
Zimmerer, TW and Scarborough, NM. (2008). Essential of Entrepreneurship and Small
Business Management, 5th Edition. .New Jersey: Saddle River.

P a g e [ 849 ]