ProdukHukum BankIndonesia

Tinjauan Kebijakan Moneter - Februari 2009

Tinjauan Kebijakan Moneter
Februari 2009
Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan
oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada
setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni, Agustus, September,
November, dan Desember. Laporan ini dimaksudkan sebagai
media bagi Dewan Gubernur Bank Indonesia untuk memberikan
penjelasan kepada masyarakat luas mengenai evaluasi kondisi
moneter terkini atas asesmen dan prakiraan perekonomian
Indonesia serta respon kebijakan moneter Bank Indonesia yang
dipublikasikan dalam Laporan Kebijakan Moneter (LKM) secara
triwulanan pada setiap bulan Januari, April, Juli dan Oktober. Secara
rinci, TKM menyampaikan hasil evaluasi atas perkembangan terkini
mengenai inflasi, nilai tukar dan kondisi moneter selama bulan
laporan, serta keputusan respon kebijakan moneter yang ditempuh
Bank Indonesia.

Dewan Gubernur
Boediono


Gubernur

Miranda S. Goeltom

Deputi Gubernur Senior

Hartadi A. Sarwono

Deputi Gubernur

Siti Ch. Fadjrijah

Deputi Gubernur

S. Budi Rochadi

Deputi Gubernur

Muliaman D. Hadad


Deputi Gubernur

Ardhayadi Mitroatmodjo

Deputi Gubernur

Budi Mulya

Deputi Gubernur

1

Tinjauan Kebijakan Moneter - Februari 2009

Daftar Isi
I. Statement Kebijakan Moneter .....................................................3
II. Perkembangan dan Kebijakan Moneter ......................................5
Inflasi ................................................................................................5
Nilai Tukar Rupiah .............................................................................8

Kebijakan Moneter .........................................................................10
Strategi Kebijakan........................................................................10
Suku Bunga .................................................................................11
Dana, Kredit, dan Uang Beredar ..................................................12
Pasar Modal.................................................................................14
Kondisi Perbankan .......................................................................16
III. Respon Kebijakan Moneter .........................................................17

2

Tinjauan Kebijakan Moneter - Februari 2009

I. Statement KebIjaKan MoneTeR
Krisis ekonomi global telah memberi dampak lebih dalam dari yang
dibayangkan sebelumnya. Berbagai perkembangan terkini menunjukkan
hampir semua negara maju dan sebagian negara-negara berkembang
akan mengalami penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) secara berarti di
tahun 2009. Keketatan likuditas juga diperkirakan masih akan mewarnai
kondisi pasar keuangan global sebagai konsekuensi dari masih terus
berlangsungnya proses deleveraging di sejumlah negara maju.

Menyikapi perkembangan tersebut, Bank Indonesia memprakirakan
pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2009 akan berada pada
kisaran 4 - 5% dengan risiko bias ke bawah apabila situasi global makin
memburuk. Melambatnya pertumbuhan ekspor akan menjadi sumber
utama pelemahan ekonomi di tahun 2009. Sementara itu, sumber utama
pendorong pertumbuhan tahun ini adalah permintaan domestik, terutama
konsumsi swasta yang ditopang oleh kenaikan upah minimum provinsi,
belanja terkait kebijakan sosial oleh Pemerintah Pusat dan Daerah, dan
belanja Pemilu oleh partai-partai politik. Sementara itu, kegiatan investasi
akan ditopang oleh belanja modal Pemerintah Pusat sebagai bagian
integral dari kebijakan stimulus fiskal dan pembangunan infrastruktur, dan
belanja modal Pemerintah Daerah.
Seiring dengan melemahnya perekonomian global dan turunnya harga
komoditas, tekanan inflasi di Indonesia mulai menurun dan diperkirakan
terus berlanjut pada tahun 2009. Apabila perkembangan penurunan harga
komoditas dan harga BBM bersubsidi serta produksi beras yang diharapkan
cukup baik, maka batas bawah dari kisaran proyeksi inflasi 5-7% pada
tahun 2009 sangat mungkin dapat dicapai. Indikasi akan menurunnya
tekanan inflasi ke depan terasa semakin kuat. Permintaan domestik yang
semakin melemah, pergerakan harga komoditas internasional (khususnya

bahan pangan dan energi) yang menurun lebih tajam, serta terjaganya
kecukupan pasokan barang kebutuhan pokok dan energi merupakan
sebagian faktor yang mendukung semakin berkurangnya tekanan
terhadap inflasi. Bahkan penurunan harga minyak mentah internasional
yang lebih tajam dibandingkan dengan prakiraan semula dapat
memfasilitasi penurunan harga BBM bersubsidi lebih lanjut. Hal ini pada
gilirannya dapat mendorong penurunan harga komoditas yang memiliki
kaitan cukup besar dengan bahan bakar seperti tarif angkutan.

3

Tinjauan Kebijakan Moneter - Februari 2009

Sementara itu, nilai tukar rupiah selama Januari 2009 secara rata-rata
masih menguat, meski di akhir periode bergerak melemah. Nilai tukar
rupiah sempat mengalami tekanan akibat kondisi eksternal yang ditandai
dengan ketidakpastian prospek ekonomi di berbagai kawasan dan
bergejolaknya pasar keuangan global. Bank Indonesia tetap melakukan
upaya stabilisasi nilai tukar guna menghindari volatilitas yang berlebihan di
pasar valuta asing.

Di tengah perkembangan perekonomian yang terjadi tersebut, dan
seiring dengan menurunnya tekanan inflasi, Bank Indonesia mengarahkan
perhatiannya pada upaya menjaga pertumbuhan ekonomi negeri. Hal ini
dilakukan dengan tetap mengawal inflasi dan kestabilan makroekonomi
dan sektor keuangan dalam jangka menengah. Berbagai upaya untuk
mencegah sektor riil anjlok lebih dalam lagi juga ditempuh Bank Indonesia
melalui kebijakan moneternya.
Dalam keputusan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia Februari 2009,
Bank Indonesia kembali menurunkan suku bunga BI Rate sebesar 50 bps
dari 8,75% menjadi 8,25%. Penurunan ini adalah penurunan ketiga sejak
Desember 2008. Selain menurunkan BI Rate, Bank Indonesia akan tetap
mengoptimalkan penggunaan seluruh instrumen kebijakan moneter yang
tersedia, seperti pelaksanaan Operasi Pasar Terbuka dan upaya menjaga
stabilitas di pasar rupiah dan valas. Selain itu, upaya pelonggaran kebijakan
moneter juga diiringi oleh kebijakan Bank Indonesia untuk mendorong
perbankan menyalurkan kredit ke sektor produktif dalam koridor praktek
perbankan yang berhati-hati (prudent). Langkah ini diharapkan dapat
memberi gairah pada perekonomian domestik untuk tidak turun lebih
dalam.
Perkembangan indikator perbankan menunjukkan bahwa penurunan BI

Rate mulai direspon oleh pergerakan suku bunga deposito dan suku bunga
kredit walaupun masih terbatas. Disamping itu, penurunan suku bunga
tersebut diharapkan dapat mengurangi kendala penyaluran kredit dari sisi
suplai (perbankan). Di sisi dunia usaha, penurunan suku bunga diharapkan
dapat mengurangi pesimisme sektor dunia usaha akan prospek ekonomi
ke depan.
Kondisi perbankan nasional sampai saat ini masih mantap, seperti
tercermin dari perkembangan Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Non
Performing Loan (NPL) perbankan yang tetap pada batas-batas yang aman.
Berbagai upaya untuk mengurangi segmentasi likuiditas perbankan juga
telah menunjukkan hasil, seperti tercermin dari aliran likuiditas dalam pasar

4

Tinjauan Kebijakan Moneter - Februari 2009

uang antar bank yang mulai mengalami perbaikan dibandingkan dengan
beberapa bulan yang lalu.
Ke depan, Dewan Gubernur Bank Indonesia akan melanjutkan kebijakan
yang ditujukan pada upaya memberikan dukungan bagi pertumbuhan

ekonomi dengan tetap memerhatikan stabilitas makroekonomi. Apabila
tekanan inflasi terus menurun, ruang bagi penurunan BI Rate akan tetap
terbuka. Upaya penurunan BI Rate tersebut juga akan terus didukung
oleh langkah-langkah lain berupa pembenahan dan penguatan sektor
keuangan, termasuk upaya peningkatan sistem pengawasan perbankan.
Bank Indonesia akan melanjutkan upaya meningkatkan peran perbankan
untuk menjadi sumber pembiayaan bagi kegiatan dunia usaha dan
mendorong pertumbuhan ekonomi.

II. PeRKeMbanGan Dan KebIjaKan
MoneTeR
Kebijakan pelonggaran moneter yang ditujukan untuk mendorong
perekonomian domestik sejak Desember 2008 mulai direspons oleh
pasar uang dan perbankan, walaupun masih pada tingkat yang terbatas.
Di pasar uang, rata-rata harian suku bunga PUAB baik yang overnight
maupun yang bertenor lebih panjang mengalami penurunan mengikuti
perkembangan BI Rate. Dengan perkembangan demikian, risiko antar
bank di pasar PUAB secara umum menunjukkan penurunan. Penurunan BI
rate juga telah direspons oleh pasar SUN dengan menurunnya yield SUN
pada tingkat yang sejalan dengan penurunan BI rate. Namun, penurunan

suku bunga di pasar uang belum sepenuhnya ditransmisikan ke tingkat
suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman. Data sampai dengan
Desember 2008 menunjukkan bahwa hanya kelompok bank-bank tertentu
yang telah menurunkan suku bunga deposito dan pinjamannya. Namun,
ke depan, rencana bank-bank yang menjadi pemimpin pasar (market
leader) untuk menurunkan suku bunga dana dan pinjaman diperkirakan
akan berdampak pada penurunan suku bunga perbankan.

Inflasi
Tren penurunan inflasi yang berlangsung sejak oktober 2008
masih terus berlanjut di awal tahun 2009. Laju inflasi IHK Januari
2009 kembali mencatat deflasi 0,07% (mtm) setelah bulan sebelumnya

5

Tinjauan Kebijakan Moneter - Februari 2009

������

������

���
���������

����

����
����

����

����

����
����
����

����
����
����
����

����
����

����
����

�����
�����

��

����

�����



����������
�����

�����

����




���������
���������

�������������
��������������
���������������
�����

����



���������������
��������������������
������������������

����



����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����

tercatat deflasi 0,04% (mtm, Grafik 2.1). Hal tersebut menyebabkan
inflasi Januari 2009 secara tahunan menurun tajam yang tercatat sebesar
9,17% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang
sebesar 11,06% (yoy). Deflasi pada bulan laporan terutama bersumber
dari kebijakan Pemerintah menurunkan harga BBM bersubsidi seiring
dengan penurunan harga minyak internasional. Berdasarkan faktor-faktor
yang memengaruhi, penurunan laju inflasi terutama didorong oleh faktor
nonfundamental seiring dengan relatif rendahnya harga komoditas dunia
baik energi maupun pangan. Secara bulanan, kelompok administered price
mencatat penyumbang deflasi tertinggi (-0,49%, mtm). Sementara itu,
volatile foods masih memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,15% (mtm).
Di sisi lain, inflasi inti masih merupakan penyumbang terbesar inflasi
IHK yaitu sebesar 0,27%. Sementara secara tahunan, penurunan inflasi
Januari terutama masih dipicu oleh kelompok nonfundamental baik dari
adminstered price maupun volatile foods.









� �� �

����







� �� �



����





� �� �

����

��
��
��
��
��
��






����

Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi

berdasarkan kelompoknya, deflasi IHK pada bulan laporan
terutama bersumber dari kelompok transportasi, komunikasi dan
jasa keuangan dengan sumbangan sebesar -0,44% (Grafik 2.2).
Sub kelompok transportasi merupakan sumber utama terjadinya deflasi.
Penurunan harga bensin bersubsidi dan solar memberikan sumbangan
deflasi masing-masing sebesar 0,36% dan 0,01%. Kelompok lain yang
memberikan sumbangan deflasi adalah kelompok perumahan, air, listrik
dan bahan bakar (-0,02%), terutama terkait dengan deflasi bahan bakar
rumah tangga1. Sebaliknya, lima kelompok lainnya masih mencatatkan
inflasi dengan sumbangan inflasi terbesar berasal dari kelompok bahan
makanan (0,17%). Kelompok bahan makanan tersebut juga merupakan
kelompok yang mencatat inflasi tahunan tertinggi (14,07%).
Inflasi volatile foods secara tahunan terus menunjukkan
kecenderungan penurunan. Inflasi volatile foods pada bulan laporan
mencapai 14,21% (yoy) atau menurun dibandingkan dengan bulan
sebelumnya yang sebesar 16,48% (yoy). Penurunan tekanan inflasi
tersebut bersumber dari kecenderungan penurunan harga pangan
internasional yang telah berlangsung sejak pertengahan tahun 2008.
Selain itu, relatif terjaganya pasokan (a.l. beras, minyak goreng) mampu
menahan laju kenaikan harga lebih jauh. Secara bulanan, inflasi volatile
foods sedikit meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya dari
0,55% menjadi 0,79%. Komoditas beras tercatat menyumbang inflasi
1 Sumbangan -0,07%

6

�����

�������������������������
�����������������
�������������������������
���������

�����
����
����
����
����
����
�����
�����
����

���������������
�������������

����

���������
�������

����

����
����

�����������������������������
���������������
����������������������
�������������������
�������������

���� ���� ���� ���� ���� ���� ��� ��� ��� �

Grafik 2.2 Inflasi dan Sumbangan Inflasi
per Kelompok Barang dan Jasa
(Januari 2009, m-t-m)

Tinjauan Kebijakan Moneter - Februari 2009

sebesar 0,06% terkait belum datangnya musim panen2. Sementara itu,
peningkatan harga komoditas minyak goreng di bulan laporan salah
satunya terkait dengan terkoreksinya harga CPO setelah mengalami tren
penurunan dalam beberapa bulan terakhir.
Tekanan inflasi yang berasal dari kelompok administered prices
menurun signifikan. Penurunan tersebut terutama bersumber dari
penurunan harga BBM bersubsidi (premium dan solar) seiring dengan
kecenderungan penurunan harga minyak internasional. Penurunan
harga BBM bersubsidi telah memberikan sumbangan deflasi sebesar
0,37% pada Januari 2009. Penurunan harga BBM tersebut telah diikuti
dengan penurunan tarif berbagai angkutan seperti angkutan dalam
kota dan angkutan udara yang memberikan sumbangan deflasi sebesar
0,1%3. Dengan demikian, secara umum dampak langsung (1st round
effect) dan dampak lanjutan (2nd round effect) berupa penurunan tarif
angkutan memberikan sumbangan deflasi 0,47% pada Januari 2009.
Cukup besarnya deflasi bulanan akibat penurunan harga BBM sedikit
tertahan dengan kenaikan harga rokok yang menyumbang inflasi sebesar
0,02%. Dengan perkembangan tersebut, kelompok administered price
mencatatkan deflasi sebesar -2,67% (mtm) pada Januari 2009 yang berarti
deflasi lebih dalam dibandingkan dengan bulan sebelumnya (-2,15%,
mtm). Secara tahunan, inflasi kelompok tersebut tercatat 10,59% (yoy),
jauh lebih rendah dari bulan sebelumnya sebesar 11,57% (yoy).

�����

�����


��
��
��

��������������������
������������������

����������������











��
��
���



��������������������
��������������������
� � � � � �� � � � � � �� � � � � � ��� � � � � ��� � � � � ���

����

����

����

����

���� ����

Grafik 2.3 Perkembangan Nilai Tukar &
Inflasi Mitra Dagang



Tekanan inflasi inti secara tahunan mulai menunjukkan penurunan
setelah cenderung bergerak stabil di level yang cukup tinggi dalam
beberapa bulan terakhir. Secara bulanan, inflasi inti bergerak relatif
stabil di level 0,44% dari 0,42% pada bulan sebelumnya, sedangkan
secara tahunan menurun cukup tajam dari 8,29% menjadi 7,39%.
Tekanan inflasi dari faktor eksternal terkait inflasi impor relatif rendah
sejalan dengan menurunnya harga-harga komoditas dunia. Menurunnya
tekanan imported inflation tersebut tercermin pada menurunnya inflasi
mitra dagang dan IHPB impor (Grafik 2.3). Perkembangan nilai tukar
rupiah yang relatif terjaga turut meredam tekanan inflasi dari faktor
eksternal. Komoditas yang mengandung komponen impor seperti pada
kelompok kesehatan terutama sub kelompok obat-obatan mengalami
inflasi 0,32%. Sementara itu, mobil memberikan sumbangan inflasi yang
2 Kenaikan HPP beras sebesar 7% menjadi Rp 4.600/kg yang berlaku efektif per 1 Januari 2009
diperkirakan berdampak minimal.
3 Mengingat waktu pemberlakuan penurunan tarif berbagai angkutan tersebut bervariasi dimulai
per 15 Januari 2009, dampaknya terhadap inflasi diperkirakan masih akan tercatat pada bulan
Februari ini.

7

Tinjauan Kebijakan Moneter - Februari 2009

relatif minimal yaitu sebesar 0,02%. Secara umum, dampak depresiasi
rupiah tersebut lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan semula. Hal
tersebut ditengarai karena produsen tidak sepenuhnya mentransmisikan
pelemahan rupiah terhadap harga konsumen mengingat kondisi daya beli
yang cenderung melemah. Sejalan dengan hal tersebut, tekanan inflasi
akibat output gap juga semakin minimal seiring dengan menurunnya
permintaan. Berbagai perkembangan tersebut pada akhirnya turut
memperbaiki ekspektasi inflasi sehingga dapat menahan tekanan inflasi
inti. Ke depan, penurunan inflasi inti tersebut diperkirakan akan terus
berlanjut sejalan dengan melemahnya permintaan dan meredanya tekanan
eksternal akibat rendahnya harga-harga komoditas dunia.
Kondisi ekspektasi inflasi secara umum cenderung membaik, yang
dipengaruhi oleh perkembangangan berbagai faktor baik dari
domestik maupun eksternal. Perkembangan harga komoditas dunia
yang cenderung menurun tercermin pada harga-harga domestik, terutama
perkembangan harga energi. Kebijakan penyesuaian kembali harga BBM
bersubsidi telah menurunkan tingkat inflasi secara signifikan baik melalui
dampak langsung maupun dampak lanjutannya. Selain itu, volatilitas nilai
tukar rupiah juga cukup terkendali. Berbagai perkembangan tersebut
ditambah dengan permintaan domestik yang cenderung melambat turut
memperbaiki ekspektasi inflasi. Membaiknya ekspektasi inflasi juga terlihat
dari berbagai survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia seperti Survei
Konsumen (SK, Grafik 2.4) dan Survei Penjualan Eceran (SPE, Grafik 2.5)4.

������
���
���

���

���
���

���

���
���

���

���

���������
���������������
� � � � � ��� � � � � ��� � � � � ��� � � � � ��� � � � � ��� � � � � ��

����

����

����

����

����

���
���

����

Grafik 2.4 Ekspektasi Harga Konsumen

������
���
���
���
���
���
���
���������
���������

���
���

� � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � � ��

����

����

����

����

Grafik 2.5 Ekspektasi Harga Pedagang

nilai Tukar Rupiah
NIlai tukar rupiah selama Januari 2009 secara rata-rata masih menguat,
meski di akhir periode bergerak melemah dengan skala terbatas. Secara
rata-rata, rupiah menguat 1,2% menjadi Rp11.106/USD dan di akhir
periode ditutup pada level Rp11.380/USD atau melemah 4,2% (ptp,
Grafik 2.6). Namun demikian, fluktuasi rupiah relatif mereda dibandingkan
dengan bulan sebelumnya yang tercermin dari tingkat volatilitas yang
menurun dari 3,9% menjadi 1,3% (Grafik 2.7).
Kondisi eksternal yang ditandai dengan ketidakpastian prospek ekonomi
di berbagai kawasan dan bergejolaknya pasar keuangan global memberi
4

8

Meski pada kedua survei tersebut secara eksplisit menyatakan ekspektasi inflasi 3 atau 6 bulan
y.a.d, namun secara umum kedua survei tersebut lebih memiliki kandungan informasi mengenai
arah tekanan inflasi jangka lebih pendek yakni 1-2 bln ke depan (DKM, 2008).

������
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
����
����
����
����

�����������
�����������������
�����������������

�����

������

�����
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

����

Grafik 2.6 Rata-rata Nilai Tukar Rupiah

����

Tinjauan Kebijakan Moneter - Februari 2009

�����

�����

����������
�����������������
������������������������

�����
����

�����
�����

�����

�����

����

�����

����

�����

����

����

����

����

����
����

����
������


���


���


���


���


���

��
���

����


���

����

����

Grafik 2.7 Volatilitas Nilai Tukar Rupiah

���

�����

�����

���

�����

�����

����
����
����
���������
����

���
���

�����

����������

���
���
���

��������������������������
�����������������������������������

�����
�����

����

�����
�����

���

������

����
����

�����

�����

����

����

Grafik 2.8 Apresiasi/Depresiasi Rata-Rata
Nilai Tukar Januari 2009 dibandingkan
dengan Desember 2008

������
���
���
���
��
��
��
��
��
��
��
��

���
���
���
���
���
���
���
���
���
���

���
���
���

��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

���
���

���

��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

����

����

����������������
������������������������������������������������

Grafik 2.9 Pergerakan Beberapa Mata Uang
Dunia dan Regional

tekanan terhadap rupiah pada bulan laporan, meski secara ratarata bulanan masih menguat (Grafik 2.8). Rangkaian kerugian sektor
perbankan di Amerika Serikat dan Inggris mendorong bursa saham global
melemah dan akhirnya mendorong mata uang global terdepresiasi (Grafik
2.9). Kecemasan terhadap bertambahnya bank-bank besar yang insolven
kembali mengemuka. Krisis kepercayaan kembali mencuat akibat besarnya
kerugian yang diderita bank-bank besar di negara-negara maju sehingga
mata uang regional terpengaruh untuk melemah. Dari sisi domestik,
kekhawatiran akan membesarnya defisit APBN 2008 sempat membuat
rupiah mengalami tekanan. Namun demikian, secara rata-rata rupiah
masih menguat yang dipengaruhi oleh ekspektasi meredanya inflasi dan
penurunan BI Rate.
Dari sisi domestik, faktor risiko secara keseluruhan masih
menunjukkan arah yang tak pasti. Sentimen negatif global masih
berlanjut namun dalam skala terbatas. Setelah sempat mengalami tekanan
di pertengahan Januari, risiko untuk berinvestasi di negara emerging
markets sedikit membaik. Hal tersebut tercermin dari EMBIG (Emerging
Market Bond Index Global) spread yang berada pada level 658 (posisi 30
Jan) dibandingkan dengan posisi akhir Desember 2008 yang tercatat pada
level 724. Sementara itu, indikator risiko lainnya yaitu premi swap untuk
semua tenor (1, 3, 6, dan 12 bulan) secara umum relatif stabil dan mulai
bergerak turun (Grafik 2.10). Namun demikian, yield spread antara global
bond Indonesia dengan obligasi pemerintah Amerika Serikat (US T-Note)
masih menunjukkan peningkatan, bergerak dari 716bps pada bulan
sebelumnya menjadi 754bps (Grafik 2.11).
Imbal hasil investasi rupiah masih menunjukkan peningkatan.
Selisih suku bunga dalam negeri (DN) dan luar negeri (LN) (UIP - uncovered
interest parity) pada bulan laporan berada pada level 9,71%, menurun
dibandingkan dengan level pada bulan sebelumnya yaitu 10,9% namun
masih tetap tertinggi dibandingkan dengan negara lain di kawasan
regional. Sementara itu, indikator ketertarikan SUN (yield spread obligasi
Pemerintah Indonesia - SUN domestik dan US T-Note) pada bulan laporan
tercatat sebesar 9,34%. Jika dibandingkan dengan imbal hasil beberapa
negara kawasan regional (antara -0,72% sampai dengan 4,98%), maka
imbal hasil rupiah sebesar 9,34% masih jauh lebih tinggi (Grafik 2.12).
Imbal hasil yang lebih tinggi menandakan investasi dalam denominasi
rupiah masih lebih menarik dibandingkan dengan investasi dalam
denominasi mata uang lain.

9

Tinjauan Kebijakan Moneter - Februari 2009

Membaiknya fundamental ekonomi mampu menahan pelemahan
rupiah lebih dalam. Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan
I-2009 diperkirakan menunjukkan defisit yang lebih rendah dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Sementara itu, meski cadangan devisa
menunjukkan penurunan namun masih cukup untuk berperan dalam
menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Cadangan devisa hingga akhir Januari
2009 mencapai USD50,9 miliar atau setara dengan 5,2 bulan impor dan
pembayaran utang luar negeri Pemerintah, sedikit menurun dibandingkan
dengan bulan sebelumnya yang sebesar USD51,64 miliar.


��

���������
���������

��

���������
����������

��
��



���

��� ��� ��� ���

��� ���

���

��� ��� ��� ��� ��� ���

����

����

�������������������������

Kinerja ekspor triwulan I-2009 diperkirakan akan mengalami koreksi
sejalan dengan tren aktivitas perdagangan internasional dan permintaan
eksternal yang menurun, walaupun perkembangan harga selama Januari
2009 mulai menunjukkan peningkatan. Pengaruh harga diperkirakan tidak
akan signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Di sisi lain, nilai
impor pada triwulan I-2009 diperkirakan juga akan mengalami revisi ke
bawah sejalan dengan realisasi impor triwulan IV-2008 yang lebih rendah
dari perkiraan serta perkiraan pelemahan ekonomi domestik lebih lanjut.
Berdasarkan perkembangan terkini, nilai ekspor nonmigas pada Desember
2008 mencapai USD7,45 miliar atau menurun 8,84% (yoy) dibandingkan
dengan bulan sebelumnya. Di sisi lain, nilai impor nonmigas mencapai
USD6,72 miliar atau menurun sebesar 9,38% (yoy) dibandingkan dengan
bulan sebelumnya. Kondisi pasar keuangan global yang belum stabil serta
semakin memburuknya prospek perekonomian dunia berdampak terhadap
transaksi modal dan finansial seperti yang ditunjukkan oleh potensi
bertambahnya intensitas penyesuaian dana asing.

Kebijakan Moneter

Grafik 2.10 Premi Swap Berbagai Tenor

������
������

Rapat Dewan Gubernur (RDG) bank Indonesia pada tanggal 7
januari 2009 memutuskan untuk menurunkan bI Rate sebesar 50
basis poin menjadi 8,75%. Keputusan ini diambil setelah melakukan
evaluasi menyeluruh terhadap kondisi ekonomi dan moneter terkini baik
di dalam negeri maupun di luar negeri serta prospeknya pada tahun 2009.
Melihat imbangan risiko pada tahun 2009, Bank Indonesia memandang
perlunya upaya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dengan tetap
mengawal inflasi dan kestabilan sektor keuangan dalam jangka menengah.

10

�����

�������
������������

�����
�����
����
����
����

������
������
������
������

����

�����
�����

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

����

����

����

Grafik 2.11 Yield Spread Government Bond
RI dan AS


��

Strategi Kebijakan



������

���������
��������

��

��������
���������

��������

��

����



����



����
����
�����

��

���

��� ��� ��� ��� ��� ���

��� ��� ��� ��� ��� ���

����
������������������
�����������������������������������������

Grafik 2.12 Perbandingan Yield Spread
Beberapa Negara Regional

����

Tinjauan Kebijakan Moneter - Februari 2009

Ke depan, laju inflasi diprakirakan terus menurun menuju kisaran
5%-7% seiring dengan menurunnya tekanan inflasi. Tekanan inflasi
diperkirakan menurun sebagai akibat dari penurunan harga komoditas,
pangan dan energi dunia, produksi pangan di dalam negeri yang sangat
baik pada tahun 2008, serta perlambatan permintaan agregat. Di sisi
lain, indikator-indikator awal perekonomian Indonesia menunjukkan
terjadinya perlambatan pertumbuhan beberapa komponen permintaan
agregat, khususnya ekspor dan investasi. Dengan kondisi demikian, laju
pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 diprakirakan berada pada kisaran
4% - 5 %.
Bank Indonesia senantiasa mengoptimalkan penggunaan seluruh
instrumen kebijakan moneter yang tersedia, serta melakukan koordinasi
dengan Pemerintah dalam mencermati perkembangan dan prospek
perekonomian global, regional dan domestik untuk mengamankan
stabilitas ekonomi jangka menengah.

Suku Bunga
Suku bunga Pasar Uang antar bank overnight (PUab o/n) bergerak
mengikuti penurunan bI Rate. Pada Januari 2009, rata-rata harian suku
bunga PUAB O/N menurun sebesar 60bps menjadi 8,80%, seiring dengan
perkembangan BI Rate. Selaras dengan perkembangan tersebut, rata-rata
suku bunga PUAB dengan tenor yang lebih panjang juga menurun secara
simetris dengan besaran yang sama seperti penurunan BI Rate. Rata-rata
suku bunga PUAB dengan tenor di atas 30 hari tercatat menurun sebesar
50bps menjadi 10,60%. Dengan perkembangan demikian, kondisi PUAB
pada umumnya menunjukkan adanya penurunan risiko.
Turunnya bI Rate dan suku bunga PUab belum sepenuhnya
ditransmisikan ke suku bunga deposito. Data Desember 2008
menunjukkan bahwa rata-rata tertimbang suku bunga deposito dengan
tenor 1 sampai 12 bulan masih terlihat mengalami kenaikan. Kenaikan
suku bunga deposito berkisar antara 33 sampai 48 basis poin, mencapai
10,34% sampai 11,16%. Sementara itu, pada Januari 2009, indikator
awal suku bunga deposito menunjukkan suku bunga deposito tertinggi
untuk berbagai tenor masih naik yang terutama terjadi pada bank persero
dan campuran.
Perkembangan serupa juga terjadi pada suku bunga kredit yang
masih mengalami kenaikan. Belum berjalannya transmisi BI Rate ke

11

Tinjauan Kebijakan Moneter - Februari 2009

Tabel 2.1
Perkembangan berbagai Suku bunga
Suku bunga (%)

2008
jan

Feb

Mar

apr

Mei

jun

2009
jul

ags

Sep

okt

nov

Des

jan

BI Rate

8,00

8,00

8,00

8,00

8,25

8,5

8,75

9,00

9,25

9,50

9,50

9,25

8,75

Penjaminan Deposito

8,25

8,00

8,00

8,00

8,25

8,25

8,25

8,75

8,75

10,00

10,00

10,00

9,50

Dep 1 bulan (Weighted Average)

7,07

6,95

6,88

6,86

6,98

7,19

7,51

8,04

9,26

10,14

10,40

10,75

n.a

Dep 1 bulan (Counter Rate)

6,97

6,9

6,84

6,85

6,84

7,01

7,18

7,42

7,77

8,32

8,67

8,69

8,70

Base Lending Rate

13,14

12,92

12,83

12,75

12,77

12,8

12,95

13,21

13,29

13,65

14,07

14,16

14,22

Kredit Modal Kerja (KMK)

12,99

12,96

12,88

12,93

12,92

12,99

13,14

13,42

13,93

14,67

15,13

15,22

n.a

Kredit Investasi (KI)

12,81

12,71

12,59

12,47

12,36

12,51

12,61

12,86

13,32

13,88

14,28

14,40

n.a

Kredit Konsumsi (KK)

16,04

15,96

15,83

15,74

15,67

15,71

15,73

15,78

15,87

16,05

16,24

16,40

n.a

suku bunga deposito berkontribusi pada tertahannya transmisi ke suku
bunga kredit. Pada Desember 2008, rata-rata tertimbang suku bunga
kredit modal kerja (KMK), kredit investasi (KI), dan kredit konsumsi (KK)
meningkat masing-masing sebesar 9, 12, dan 16 basis poin (Grafik
2.13). Sementara itu, indikator awal suku bunga kredit pada Januari
2009 menunjukkan perkembangan suku bunga kredit yang relatif stabil.
Namun demikian, rencana sejumlah bank yang menjadi pemimpin di pasar
untuk mulai menurunkan suku bunga kredit di bulan-bulan mendatang
diperkirakan akan mendorong penurunan suku bunga kredit perbankan
secara keseluruhan.

��
��
��
��
��
��



� � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� �

����

����

��������
����������������

����
����������������
���������������

���� ����
������������������

���������������������������������������������

Grafik 2.13 Perbandingan Beberapa Suku Bunga

Dana, Kredit, dan Uang Beredar
Secara agregat pertumbuhan dana mengalami perlambatan sejalan
dengan faktor musiman akhir tahun. Dana Pihak Ketiga (DPK) pada
Desember 2008 tumbuh sebesar 16,1% (yoy) atau melambat dari periode
sebelumnya yang mencapai 18,8% (yoy, Grafik 2.14). Perlambatan
tersebut terutama dikontribusi oleh komponen giro dan tabungan.
Sedangkan komponen deposito masih meningkat sejalan dengan tetap
tingginya suku bunga deposito.

��

����

��

���

��

12

���



���

��
��

Melemahnya perekonomian dan kehati-hatian perbankan dalam
menyalurkan kredit berimplikasi pada menurunnya pertumbuhan
kredit. Di samping itu, perlambatan pertumbuhan ekonomi domestik
sebagai imbas dari krisis ekonomi global juga diindikasi berkontribusi

���



���

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

����
����������������
������������������������������
��������������

��������������������
�����������������

Grafik 2.14 Perkembangan Dana vs BI Rate

Tinjauan Kebijakan Moneter - Februari 2009

��
��
��
��
��
��
��
��
��
��



��
��

���������
������������
�������������������
�����������������

��
��
��


���

���

���

���

����

���

���

���

����

���

����

���

���

����

���



����

Grafik 2.15 Perkembangan Dana vs Kredit

��
��
��
��
��
��
��




��
��
��
���

�������

�������������

�������

���� ���� ���� ����� ���� ���� ����� ���� ���� ����� ���� ���� ����

���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ��

Grafik 2.16 Perkembangan Uang Beredar (Riil)

��
��
��
��
��
��
��





��

��

�����

���������������������������������������������������������������

���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����

Grafik 2.17 Perkembangan Uang Beredar
(Nominal)

pada signifikannya penurunan pertumbuhan kredit. Pada Desember
2008, kredit secara agregat tumbuh sebesar 29,5% (yoy), jauh lebih
rendah dari periode sebelumnya yang mencapai 36,6% (yoy, Grafik 2.15).
Melambatnya pertumbuhan kredit terjadi pada seluruh jenis penggunaan,
terutama pada kredit modal kerja.
Pada periode laporan, likuiditas perekonomian kembali tumbuh
melambat. Baik M1 maupun M2 menunjukkan perlambatan pertumbuhan
yakni sebesar 11,2% dan 14,6% (yoy), dibandingkan dengan bulan
sebelumnya yang mencapai 11,9% dan 18,3% (yoy). Hal tersebut
dipengaruhi oleh menurunnya aktivitas perekonomian sejalan dengan
perlambatan pertumbuhan ekonomi domestik. Dengan perkembangan
demikian, secara riil, pertumbuhan M1 dan M2 menjadi sangat menurun
akibat laju inflasi tahunan yang berada di atas 10% (Grafik 2.16).
Perkembangan M1 yang mengalami perlambatan berpengaruh
positif pada inflasi. Risiko inflasi dari sisi uang beredar diperkirakan
akan menurun sejalan dengan berlanjutnya kecenderungan penurunan
pertumbuhan M1 nominal yang menjadi indikator dini bagi pergerakan
inflasi (Grafik 2.17). Disamping itu, indikator excess money5 terhadap
inflasi juga menunjukkan bahwa inflasi saat ini telah mencapai titik
puncaknya dengan prospek yang cenderung membaik hingga semester
pertama tahun 2010. Berbagai hal tersebut mencerminkan meredanya
risiko potensi tekanan inflasi ke depan dari sisi permintaan, meskipun
demikian perkembangan likuiditas perekonomian tetap perlu dicermati
lebih lanjut dalam formulasi kebijakan.
Sementara itu, perlambatan pertumbuhan M2 terutama bersumber
dari komponen M1 dan tabungan. Pada Desember 2008, perlambatan
M2 bersumber dari komponen M1 yaitu uang giral dan kartal. Perlambatan
pertumbuhan giral terutama disumbang oleh giral swasta terkait dengan
melambatnya pertumbuhan kredit dan kinerja pasar keuangan terutama
IHSG. Sementara itu, di sisi uang kartal, perlambatan terutama terkait
dengan kembalinya uang kartal yang lebih besar dari sebelumnya. Adapun
kontribusi dari uang kuasi terutama berasal dari terus melambatnya
pertumbuhan tabungan. Kondisi ini ditengarai erat kaitannya dengan
perpindahan dana dari tabungan ke deposito seiring dengan semakin
kompetitifnya suku bunga deposito.
5 Terminologi excess money didekati dengan mengurangkan antara pertumbuhan nominal M1
dengan pertumbuhan riil konsumsi swasta. Mengindikasikan pemanfaatan M1 semata-mata
hanya untuk memenuhi pengeluaran ekonomi dalam bentuk konsumsi rumah tangga, selebihnya
berpotensi inflatoir.

13

Tinjauan Kebijakan Moneter - Februari 2009

Pasar modal
Sampai dengan awal tahun 2009, kinerja IHSG masih belum
menunjukan perbaikan. Masih tingginya risiko pasar keuangan global
serta kekhawatiran para pelaku pasar keuangan terhadap kondisi
fundamental perekonomian global menyebabkan besarnya tekanan
dari sisi eksternal terhadap IHSG. Namun, di sisi lain, faktor domestik
relatif terjaga sebagaimana tercermin pada nilai tukar yang relatif stabil,
pertumbuhan ekonomi yang masih cukup tinggi, penurunan BI Rate, inflasi
yang cenderung menurun, serta ekspektasi masih membaiknya laporan
keuangan emiten tahun 2008. Dengan perkembangan tersebut, pada
Januari 2009, IHSG ditutup pada level 1.332 atau melemah sebesar 1,7%
(Grafik 2.18). Kapitalisasi pasar pada periode laporan juga ditutup pada
posisi yang lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya yaitu
pada posisi Rp1.007,2 triliun. Dalam pekembangannya, risiko eksternal
sedikit mereda terkait dengan euforia pelantikan Barrack Obama dan
rencana stimulus fiskal AS senilai ±USD 819 miliar.

����

�����������������

�����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�����

������

����
�������������
������������

������
������
������
������
�����
�����

������������������

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

������������������

����

�����

����

Grafik 2.18 IHSG dan Nilai Tukar

����

�����������

�����

���������������������������
����

�����

Fluktuasi pasar keuangan global direfleksikan oleh aksi jual pelaku
asing di pasar saham (Grafik 2.19). Kondisi tersebut merupakan
cermin dari respon pelaku asing dalam menghadapi ketidakpastian pasar
keuangan global. Namun, aksi jual yang terjadi pada investor asing
masih belum diikuti dengan peningkatan aktivitas perdagangan. Nilai
perdagangan saham secara rata-rata harian pada Januari 2009 hanya
sebesar Rp1,69 triliun per hari atau turun dibandingkan pada Desember
2008 yang memiliki rata-rata perdagangan harian sebesar Rp1,84 triliun
per hari.
Kinerja SUn cenderung membaik meskipun dibayang-bayangi oleh
risiko pasar keuangan global yang cenderung tinggi. Membaiknya
kinerja SUN tercermin pada penurunan rata-rata bulanan yield SUN, baik
untuk tenor jangka pendek maupun tenor jangka menengah (Grafik 2.20).
Secara bulanan, rata-rata yield SUN tenor jangka pendek dan jangka
menengah masing-masing turun sebesar 89 basis poin dan 47 basis poin.
Sedangkan untuk tenor jangka panjang, yield SUN mengalami sedikit
kenaikan sebesar 18 basis poin.

�����
�����
�����

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

���
���
���
���
���
���
���
���

����
����

������������������

Grafik 2.19 Net Beli Asing Saham


��
��
��

����������������
����������������
����������������

���������������
���������������
����������������

��
��
��
��

Kondisi yang terjadi di pasar SUn sejalan dengan perkembangan
likuiditasnya. Hal tersebut tercermin pada relatif stabilnya rata-rata
volume perdagangan SUN. Volume total perdagangan SUN pada Januari
2009 tercatat sebesar Rp46 triliun atau turun tipis dari posisi Desember

14



������������������

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
����
����

�����������������

Grafik 2.20 Pergerakan Yield SUN

Tinjauan Kebijakan Moneter - Februari 2009

����������
�����

��������������
��

������������������
���������������������������

��

�����




�����



���



������������������
��� ��� ��� ��� ��� ���

���

��� ��� ��� ��� ��� ���

����

Grafik 2.21 Volume dan Frekuensi
Perdagangan SUN



2008 sebesar Rp54 triliun. Sementara itu, frekuensi rata-rata harian
perdagangan SUN pada Januari 2009 tercatat sebesar 174 kali atau turun
dibandingkan Desember 2008 yang sebesar 194 kali (Grafik 2.21). Hal
tersebut merupakan indikasi bahwa pelaku pasar masih cenderung wait
and see dalam menyikapi volatilitas yang terjadi pada pasar keuangan
global.
Kinerja SUn yang relatif stabil pada januari 2009 didorong oleh
kondusifnya faktor domestik. Penurunan harga BBM bersubsidi
sebanyak tiga kali berturut-turut sejak awal Desember 2008 berdampak
positif pada penurunan yield SUN. Faktor lain yang turut mendongkrak
kinerja SUN adalah stabilitas nilai tukar, deflasi pada Januari 2009, serta
prospek pertumbuhan ekonomi yang cukup baik. Kondisi tersebut
juga didukung oleh terjaganya fiskal dan masih berlebihnya kondisi
likuiditas perbankan di awal tahun. Sebaliknya, faktor eksternal masih
memberikan tekanan terhadap kinerja SUN. Perkembangan terakhir
mengindikasikan adanya peningkatan risiko eksternal sehubungan dengan
rencana penerbitan obligasi AS yang berpotensi menimbulkan portofolio
adjustment investor asing terhadap aset di emerging markets, termasuk
Indonesia.
Meski terjadi aksi jual oleh investor asing, stabilitas harga SUn
tetap terjaga. Gejolak pasar keuangan global yang masih berlanjut
menyebabkan investor asing melakukan aksi jual. Aksi jual tersebut
menyebabkan investor asing membukukan net jual sebesar Rp1,5 triliun
pada Januari 2009. Namun, kondisi tersebut mampu diimbangi oleh aksi
perbankan yang membukukan net beli, sehingga pada akhirnya stabilitas
harga SUN tetap terjaga.
Dalam rangka pembiayaan defisit APBN 2008, Pemerintah kembali
menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN). Lelang dilakukan sebanyak
dua kali yaitu pada tanggal 13 dan 20 Januari 2009. Dari dua kali lelang
tersebut, Pemerintah memenangkan sebesar Rp9,2 triliun dari total
penawaran sebesar Rp15,9 triliun.
Kinerja reksadana pada januari 2009 diperkirakan masih mengalami
tekanan. Sejalan dengan kinerja pada sisi underlying asset yang belum
menunjukan perbaikan secara memadai, kinerja reksadana diperkirakan
juga masih tertekan. Munculnya beberapa jenis reksadana baru, seperti
reksadana syariah dan reksadana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK)
yang diperkirakan masih akan tumbuh pada tahun 2009, belum cukup

15

Tinjauan Kebijakan Moneter - Februari 2009

mampu menopang kinerja reksadana secara keseluruhan. Hal tersebut
dikarenakan porsi reksadana jenis baru yang masih terlampau kecil jika
dibandingkan dengan reksadana konvensional lainnya.

Kondisi Perbankan
Pada Desember 2008, kondisi perbankan masih menunjukkan
perkembangan yang stabil. Fungsi intermediasi perbankan menunjukkan
performa yang tetap baik seperti tercermin pada posisi kredit yang
mencapai Rp1.353,6 triliun atau secara tahunan tumbuh sebesar
29,5% dengan rasio NPL yang menurun dibandingkan dengan bulan
sebelumnya (Tabel 2.2). Demikian pula dengan total aset yang mencapai
Rp2.310,6 triliun atau tumbuh 16,3% (yoy). Indikator perbankan lainnya
menggambarkan kondisi yang relatif stabil. Rasio kredit bermasalah (Non
Performing Loan - NPL) pada Desember 2008 sedikit menurun dari bulan
sebelumnya menjadi sebesar 3,8% (gross) dan 1,5% (net). Dari sisi modal,
rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio - CAR) sedikit turun dari
bulan sebelumnya menjadi 16,2% seiring dengan meningkatnya kredit.

Tabel 2.2
Kondisi Umum Perbankan
2008

Indikator Utama
Total Aset
DPK
Kredit
LDR
NPLs Gross
NPLs Net
CAR
NIM

16

jan
(T Rp)
(T Rp)
(T Rp)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)

1.940,3
1.471,2
1.031,1
70,1
4,8
2,0
20,1
0,5

Feb

Mar

apr

1.940,7
1.474,5
1.045,9
70,9
4,8
2,1
19,2
0,5

1.944,7
1.466,2
1.080,1
73,7
4,3
1,8
18,6
0,5

1.949,3
1.481,8
1.103,1
74,4
4,4
1,8
18,4
0,5

Mei

jun

jul

1.972,5
1.505,6
1.137,7
75,6
4,3
1,8
17,1
0,5

2.040,9
1.553,4
1.190,0
76,6
4,1
1,7
16,4
0,5

2.057,1
1.532,9
1.210,9
79,0
4,0
1,6
16,2
0,5

ags

Sep

okt

nov

2.066,6
1.528,1
1.246,6
81,6
3,9
1,4
16,0
0,5

2.122,6
1.601,4
1.287,4
80,4
3,9
1,4
16,5
0,5

2.235,0 2.303,4
1.674,2 1.707,9
1.343,5 1.371,9
80,2
80,3
3,9
4,0
1,6
1,5
16,3
16,3
0,5
0,5

Des
2.310,6
1.753,3
1.353,6
77,2
3,8
1,5
16,2
0,5

Tinjauan Kebijakan Moneter - Februari 2009

III. ReSPonS KebIjaKan MoneTeR
Setelah mencermati dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap
perkembangan situasi ekonomi dan keuangan di dalam negeri dan luar
negeri, Rapat Dewan Gubernur bank Indonesia pada 4 Februari
2009 memutuskan untuk menurunkan bI Rate sebesar 50 basis
poin menjadi 8,25%. Bank Indonesia memandang bahwa berdasarkan
indikator-indikator mutakhir, perkembangan ekonomi global ternyata lebih
suram daripada yang diperkirakan beberapa bulan yang lalu. Dampak
dari perkembangan tersebut semakin terasa di dalam negeri, terutama
pada sektor-sektor yang terkait dengan perdagangan luar negeri (sektor
tradables). Sementara itu, di sektor non-tradables perkembangannya
relatif stabil. Di sisi lain, tekanan inflasi terus mereda sebagaimana
ditunjukkan pada dua bulan terakhir (Desember 2008 dan Januari 2009)
yang mengalami de