Pengaruh Ekstrak Etanol Buah Labu Siam (Sechium edule Jacg. Swartz.) Terhadap Kadar Interleukin 6 Pada Mencit Hiperglikemia Yang Diinduksi Streptozotocyn (STZ)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Mellitus
2.1.1 Defenisi
Hiperglikemia adalah suatu keadaan dimana hasil pemeriksaan kadar gula
darah puasa di atas 110 mg/dL dan kadar gula darah setelah 2 jam pp (postporandial) di atas 140 mg/dL (Perkeni, 2006). Menurut American Diabetes
Association (ADA) tahun 2010, Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Sebagian besar
kasus Penderita DM disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin sel-sel beta
pankreas. Faktor herediter seringkali menyebabkan timbulnya diabetes melalui
peningkatan kerentanan sel-sel beta pankreas terhadap penghancuran oleh virus
atau mempermudah perkembangan antibodi autoimun melawan sel β pankreas
(Guyton, 2010).
2.1.2 Etiologi
Menurut Smeltzer and Bare (2002) DM tipe 2 disebabkan kegagalan relatif
sel β dan resisten insulin. Resisten insulin merupakan penurunan kemampuan
insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glikosa oleh hati. Sel β tidak mampu mengimbangi


resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defensiensi relatif insulin, yang
berarti sel β pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.
2.1.3 Epidemiologi
Menurut data International Diabetes Federation (IDF), pada tahun 2012
prevalensi angka kejadian DM di dunia adalah 371 juta jiwa, proporsi kejadian
DM tipe II adalah 95% dari populasi dunia yang menderita DM dan hanya 5%
dari jumlah tersebut menderita DM tipe 1. Prevalensi diabetes di Amerika
menurut National Diabetes Statistics Report (2014) pada tahun 2012 melaporkan
penyandang DM sebanyak 29,1 juta orang (9,3%). Prevalensi ini menunjukkan
peningkatan dimana pada tahun 2010 sebanyak 25,8 (8,3%) juta orang penderita
DM.International Diabetes Federation (IDF)tahun 2013 juga memperkirakan
sebanyak 183 juta orang tidak menyadari bahwa mereka mengidap penyakit DM.
Sebesar 80% orang dengan DM tinggal di negara berpenghasilan rendah dan
menengah. Pada tahun 2006, terdapat lebih dari 50 juta orang yang menderita DM
di Asia Tenggara.
Data dari IDF tahun 2013 juga melaporkan 10 negara tertinggi penderita
DM di dunia adalah negara Tokelau (37.5%), negara federasi Micronesia (35%),
Kepulauan Marshall (34.9%), Kiribati (28.8%), kepulauan Cook (25.7%),
Vanuatu (24%), Saudi Arabia (23.9%), Nauru (23.3%), Kuwait (23.1%) dan Qatar
(22.9%). Informasi ini menunjukkan bahwa DM merupakan masalah kesehatan di

dunia, yang mencapai proporsi epidemi dalam beberapa daerah, perubahan gaya
hidup sebagai konsekuensi dari kurangnya latihan, diet yang tidak sehat, obesitas
dan kelebihan berat badan (Martiner, 2013).Menurut data WHO pada tahun 2012,

Indonesia menempati urutan ke-7 terbesar jumlah penderita DM, berdasarkan
hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, dari 24417 responden yang
berusia >15 tahun, 10,2% mengalami Toleransi Glukosa Terganggu (TGT)
dengan kadar glukosa darah 140-200 mg/dl setelah puasa selama 14 jam dan
setelah diberi glukosa oral 75 gram. Sebanyak 1,5% mengalami DM yang
terdiagnosis dan 4,2% tidak terdiagnosis. Kasus DM maupun TGT umumnya
lebih banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pria, dan juga lebih sering
pada golongan dengan tingkat pendidikan dan status sosial yang rendah. Daerah
dimana angka penderita DM paling tinggi di Indonesia adalah di daerah
Kalimantan Barat dan Maluku Utara yaitu sebanyak 11,1 %, sedangkan kelompok
usia penderita DM terbanyak adalah berkisar usia 55-64 tahun sebanyak 13,5%.
Beberapa hal yang terkait dengan risiko terkena penyakit DM adalah obesitas
(sentral), hipertensi, kurangnya aktivitas fisik serta konsumsi sayuran dan buah
kurang dari 5 porsi setiap hari.
2.1.4 Faktor risiko Diabetes Mellitus
Orang-orang Asia Selatan, Afrika, Afrika-Karibia, Polinesia, dan Timur

Tengah keturunan Amerika-India lebih besar berisiko menderita DM Tipe2,
dibandingkan dengan penduduk kulit putih. Orang yang gemuk (obese), tidak
aktif dan genetik merupakan faktor risiko DM Tipe2 (Lanugo, 2012; Trisnawati,
2013). Berdasarkan penelitian Alberti, et al., (2007) menjelaskan faktor risiko DM
Tipe2 ada yang dimodifikasi seperti obesitas, gaya hidup, hipertensi, trigliserida
yang tinggi, peningkatan LDL, HDL, sindrom metabolik serta inflamasi dan yang

tidak dapat dimodifikasi seperti umur, terdapat riwayat keluarga menderita
penyakit DM, riwayat DM pada masa kehamilan, jenis kelamin serta etnik.
Menurut Rofiah (2003) peningkatan kadar gula darah penderita DM pada
usia lanjut disebabkan oleh gangguan toleransi glukosa. Timbulnya gangguan
toleransi glukosa pada usia lanjut diduga karena menurunnya sekresi insulin sel
beta pankreas. Resistensi insulin pada usia lanjut disebabkan beberapa faktor : a)
adanya perubahan komposisi tubuh yang mengakibatkan menurunnya jumlah
serta sensitivitas reseptor insulin ; b) menurunnya aktivitas fisik yang dapat
mengakibatkan penurunan jumlah reseptor insulin yang siap berikatan dengan
insulin sehingga kecepatan translokasi GLUT-4 menjadi menurun. Kedua hal
tersebut akan menurunkan kecepatan maupun jumlah ambilan glukosa; c)
perubahan pola makan pada usia lanjut yang disebabkan oleh berkurangnya gigi
geligi sehingga persentase bahan makanan karbohidrat akan meningkat serta d)

perubahan neurohormonal, khususnya Insulin-Like Growth Factor-1 (IGF-1) dan
Dehydroepandrosteron (DHEAS) plasma. Konsentrasi IGF-1 serum turun sampai
50% pada usia lanjut. Penurunan hormon ini akan mengakibatkan penurunan
ambilan glukosa karena menurunnya sensitivitas reseptor insulin serta
menurunnya aksi insulin. Ke empat faktor tersebut menunjukkan bahwa kenaikan
kadar glukosa darah pada usia lanjut disebabkan resistensi insulin.
2.1.5 Patogenesis
Patogenesis menurut Agung (2013) berdasarkan tipe adalah seperti yang
akan diuraikan berikut ini :
a. Patogenesis DM Tipe 1

Patogenesis DM tipe 1 adalah hasil interaksi genetik, lingkungan dan faktor
imunologi yang menyebabkan kerusakan dari sel β pankreas sehingga kekurangan
insulin. Individu yang mempunyai sifat mudah terserang kelainan genetik
mempunyai massa sel beta yang normal pada saat lahir dan mulai kehilangan
massa sel beta secara sekunder karena adanya proses autoimun yang terjadi dalam
hitungan bulan sampai tahun. Proses autoimun ini dipicu oleh adanya infeksi atau
stimulus lingkungan dan terjadi spesifik pada molekul sel β pankreas.
b. Patogenesis DM Tipe 2
Patogenesis DM Tipe 2 adalah kompleks dan melibatkan interaksi genetik

dan faktor lingkungan. Beberapa faktor lingkungan menunjukkan peranan penting
dalam perkembangan DM Tipe 2 khususnya intake kalori yang berlebihan yang
mengakibatkan kegemukan dan gaya hidup tidak sehat. Walaupun interaksi faktor
genetik, lingkungan yang mengakibatkan onset klinis DM Tipe 2 belum dapat
diketahui pasti, namun proses ini berjalan bertahap dan meningkat. Kelainan
genetik DM Tipe 2 adalah bentuk poligenik dan disebabkan oleh kombinasi
resistensi insulin dan sekresi insulin yang abnormal. Tahap patogenesis DM Tipe
2 adalah adanya gen predisposisi obesitas dan kapasitas sel beta pankreas maka
terjadi resistensi insulin dan dipengaruhi lingkungan seperti tidak ada aktivitas
fisik dan intake makanan yang berlebihan, sehingga menyebabkan hiperglikemia.
Keadaan resisten terhadap efek insulin menyebabkan sel beta pankreasmensekresi
insulin dalam kuantitas yang lebih besar untuk mempertahankan homeostasis
glukosa

darah,

sehingga

terjadi


mempertahankan keadaan euglikemia.

hiperinsulinemia

kompensatoir

untuk

2.1.6 Patofisiologi
Menurut Silverman (2002) patofisiologi DM Tipe 2 merupakan gangguan
produksi dan sekresi insulin mengubah pengaturan glukosa dalam darah. Jika
produksi isulin menurun, pemasukan glukosa kedalam sel di jaringan akan
terhambat. Hal ini akan memicu terjadinya hiperglikemia. Efek yang sama akan
terjadi pada saat menurunnya sensitivitas jaringan terhadap ransangan insulin.
Apabila sekresi insulin mengalami peningkatan, kadar glukosa dalam darah akan
menurun atau hipoglikemia. Hal ini dapat meminimalkan jumlah glukosa yang
dapat masuk kedalam sel.
Karbohidrat yang masuk dibutuhkan oleh sel dalam bentuk glukosa.
Glukosa yang berlebih akan disimpan didalam hati dalam bentuk glikogen, yang
dapat digunakan sebagai cadangan energi. Ketika energi berkurang maka glikogen

dalam hati akan diubah menjadi glukosa melalui reaksi glukogenolisis. Hati juga
memproduksi glukosa yang berasal dari lemak dan protein melalui proses
glukoneogenesis. Kedua proses tersebut menyebabkan penigkatan kadar glukosa
dalam darah. Insulin adalah satu-satunya hormon yang berfungsi menurunkan
kadar glukosa dalam darah. Pada penderita DM Tipe 2, terjadi gangguan dalam
tiga hal, yaitu :
a. adanya resistensi jaringan terhadap ransangan hormone insulin, terutama
terjadi pada sel otot.
b. terjadinya peningkatan produksi glukosa didalam hati
c. gangguan dalam sekresi hormone insulin

Meningkatnya resistensi jaringan terhadap insulin secara umum akan
diikuti dengan gangguan sekresi insulin. Hal ini menyebabkan terjadinya
gangguan glukosa untuk masuk kedalam sel dan menyebabkan glukosa cenderung
terakumulasi didalam darah dan akan menyebabkan keadaan hiperglikemia.
Adanya akumulasi glukosa dalam darah akan meningkatkan sekresi insulin. Pada
penderita DM Tipe 2 biasanya akan mengalami kondisi hiperinsulinemia
(Silverman et al., 2002).
2.1.7 Tanda dan Gejala
Menurut Bustan (2007) tanda dan gejala DM yang merupakangejala

khasadalahpoliuria (sering berkemih), polifagia (cepat lapar), polidipsia (sering
haus), lemas dan berat badan menurun,serta tanda dan gejala lain ditemukan
seperti

gatal-gatal, penglihatan kabur, gatal di sekitar kemaluan wanita,

impotensia serta kesemutan. Pemeriksaan laboratorium ditemukan kadar gula
darah sewaktu≥ 200 mg/dl , kadar gula darah puasa berada di atas 120 mg/dl (
puasa = tidak ada masukan makanan/kalori sejak 10 jam terakhir), serta kadar
glukosa plasma 2 jam> 200mg/dl.
2.1.8 Tipe Diabetes Mellitus
Klasifikasi DM berdasarkan Tipe dapat dibedakan antara DM Tipe1 dan
DM Tipe2 menurut Guyton (2010) adalah seperti yang ditunjukkan pada Tabel
2.1.

Tabel 2.1 Karakteristik DM Tipe1 dan Tipe2
Karakteriktik

Tipe 1


Tipe 2

Usia

Umumnya < 20 tahun

Umumnya > 30 tahun

Masa tubuh

Normal atau Kurus

Gemuk (obese)

Insulin

Kurang

Normal atau meningkat


Glukagon

Tinggi

Tinggi, resisten

Gula darah

Meningkat

Meningkat

Sensitivitas insulin

Normal

Berkurang

Pengobatan


Insulin

Menurunkan

berat

badan,

Thiazolidinediones, Metformin
Sulfonylureas, Insulin
Sumber :Guyton, Arthur, C.and Hall, John, E : Textbook of Medical Physiology, 2010

2.1.9 Kriteria Diagnosis
Kriteria untuk menegakkan diagnosis menurut Guyton (2010) adalah :
a. Pemeriksaan Glukosa Urin
Pemeriksaan yang dilakukan adalah untuk menentukan jumlah glukosa
yang hilang dalam urin, jadi tes secara kuantitatif. Umumnya jumlah
glukosa yang dikeluarkan dalam urin pada orang normal sukar dihitung,
sedangkan pada kasus DM, glukosa yang dilepaskan dapat sedikit
sampai banyak sekali sesuai dengan berat penyakitnya dan asupan
karbohidratnya.

b. Pemeriksaan Glukosa Darah Puasa
Kadar glukosa darah sewaktu pagi hari normalnya adalah 80-90 mg/dl,
dan 110 mg/dl dipertimbangkan sebagai batas atas kadar normal. Kadar
glukosa darah di atas nilai ini, seringkali menunjukkan adanya penyakit
diabetes mellitus, yang kurang umum mungkin diabetes hipofisis atau
diabetes adrenal.
c. Uji Toleransi Glukosa (GTT)
Pada penderita DM, konsentrasi glukosa darah puasa biasanya di atas
110 mg/dl dan bahkan sering di atas 140 mg/dl, dan juga uji toleransi
glukosa hampir selalu abnormal.
2.1.10 Pengobatan Diabetes Mellitus
Pengobatan DM menurut Guyton (2010) untuk Tipe 1 ditujukan untuk
pengelolaan insulin yang cukup sehingga penderita DM memilikikarbohidrat,
lemak, dan metabolisme protein dalam keadaan yang normal. Insulin tersedia
dalam beberapa bentuk yaitu insulin "Regular" adalah insulin yang memiliki
durasi 3sampai 8 jam, sedangkan bentuk lain dari insulin adalah turunan protein
yang diserap secara perlahan-lahan dari daerah penyuntikandan memiliki efek
berlangsung selama 10-48 jam. Biasanyapasien DM Tipe 1yang berat diberikan
dengan dosis tunggal setiap hariuntuk meningkatkan metabolisme karbohidrat
secara keseluruhan.Pengobatan pada DM Tipe 2 meliputi pengelolaan diet dan
olahragadalam upaya untuk mendorongpenurunan berat badan dan untuk
membalikkanresistensi insulin.Jika pengobatan ini gagal, maka obat dapat

diberikan untuk meningkatkan sensitivitasinsulinatau merangsang peningkatan
produksi insulinoleh pankreas.

2.2 Insulin
Insulin adalah suatu hormon yang disekresikan oleh sel β pankreas yang
berfungsi sebagai regulator utama dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein (Mealey, 2007). Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul
5.700 terdiri atas 2 rantai polipeptida, A dan B yang saling berhubungan melalui
dua jembatan disulfida. Insulin disekresi oleh sel β pankreas ke dalam darah
melalui suatu proses yang rumit; proses itu membutuhkan kalsium dan tahap
akhirnya adalah pelepasan isi granula-granula sekresi tempat insulin dan Cpeptida dibentuk.Laju sekresi insulin terutama ditentukan oleh konsentrasi
glukosa dalam darah. Ketika terjadi hiperglikemia, maka pankreas akan
mengeluarkan hormon insulin yang memungkinkan sel tubuh mengambil glukosa
untuk digunakan sebagai sumber energi. Pengeluaran glukosa oleh hati meningkat
karena adanya proses yang menghasilkan glukosa, yaitu glikogenolisis dan
glukoneogenesis, berlangsung tanpa hambatan karena insulin tidak ada.Sebagian
besar sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa tanpa bantuan insulin sehingga
pada keadaan kronis akan terjadi kelebihan glukosa ekstrasel sementara terjadi
defisiensi glukosa intrasel. Ketika kadar gula darah naik, laju sekresi insulin
meningkat. Peningkatan ini akan mempercepat masuknya glukosa dari darah ke
dalam hati dan otot, di mana sebagian besar diubah menjadi glikogen. Hal ini
menyebabkan konsentrasi glukosa darah menurun ke tingkat normal, dan

menyebabkan

sekresi

insulin

menurun.Jumlah

asupan

karbohidrat

akan

mempengaruhi jumlah produksi dan sekresi insulin yang dihasilkan. insulin
meregulasi proses transfer glukosa yang ada dalam darah untuk mencapai target
jaringan dan digunakan sebagai sumber energi.
Insulin berperan dalam penyimpanan kelebihan karbohidrat dengan
mengubahnya menjadi glikogen dan disimpan terutama di hati dan otot. Semua
kelebihan karbohidrat yang tidak dapat disimpan sebagai glikogen akan diregulasi
oleh insulin untuk diubah menjadi lemak dan disimpan kedalam jaringan adiposa.
Sementara fungsi insulin dalam metabolisme protein adalah secara langsung
meregulasi penggunaan asam amino oleh sel, mengubah asam amino menjadi
protein, serta mencegah pemecahan protein yang sudah terdapat dalam sel-sel
dijaringan (Guyton and Hall, 2010).

2.3 Streptozotocin (STZ)
Streptozotocin merupakan antibiotik spektrum luas dengan onkolitik,
onkogenik, dan diabetogenik (Weiss, 1982; Akbarzadeh., 2007). Diabetogenik
merupakan suatu tindakan yang dimediasi secara selektif untuk menghancurkan
sel beta pankreas sehingga telah banyak dimanfaatkan sebagai metode untuk
merangsang DM dalam hewan percobaan. Berdasarkan penelitian Hua dan Park
(2012) melaporkan bahwa pada hewan coba yang diberikan streptozotocin (STZ)
pada mencit dengan dosis 60 mg/kgbb yang dilarutkan ke dalam 0.1 M buffer
sitrat dengan PH 4,5 di injeksikan secara Intraperitoneal dapat memberikan efek
sehingga mencit

mengalami hiperglikemia. Streptozotocin merupakan derivat

Streptomyces achromogenes dan secara struktural merupakan turunan nitrosourea.
Rakieten adalah untuk pertama kali menggunakan STZ sebagai diabetogenik pada
anjing dan tikus yaitu pada tahun 1963 (Nugroho, 2006; Srinivasan dan Ramarao,
2007). Streptozotocin mempunyai mekanisme kerja melalui pembentukan radical
Reactive Oxygen Species (ROS), Reactive Nitrongen Species(RNS) sehingga
menyebabkan kerusakan sel β pankreas (Srinivasan dan Ramarao, 2007)
Injeksi streptozotocin dengan dosis 60 mg/kgbbmelalui intraperitonial pada
mencit dapat menyebabkan kerusakan pada sel beta pancreas

yang

mengakibatkan timbulnya diabetes mellitus dalam waktu 2-4 hari (Akbarzadeh, et
al., 2007). Streptozotocinmerupakan suatu senyawa glukosamine-nitrosouren
berupa agen alkilatingmerupakan kelas nitrosoure, sehingga menimbulkan toksik
yang dapat menyebabkan kerusakan pada deoxyribose-nucleic acid (DNA) sel.
Streptozotocin menembus sel beta pankreas melalui gluokose transpotter 2(GLUT
2). Aksi Streptozotocin melalui intraselluer menghasilkan perubahan DNA sel
beta pankreas yang didahului oleh pembatasan pembentukan adenosin trifosfat
pada mitokondria akibat pembentukan radikal bebas, peningkatan enzim xanthine
oxidase dan penghambatan siklus Krebs (Erwin et al., 2013).

2.4 Labu Siam
Labu Siam (Sechium edule) adalah tanaman yang termasuk dalam famili
Cucurbitaceae (Admin, 2013). Tanaman ini memiliki ciri batang penunjang
menjalar, lunak dan mengandung air. Warna buah Labu Siam sangat beragam,
dari mulai kuning, hijau muda juga hijau tua. Tanaman Labu Siam tumbuh dengan

merambat ke para-para. Besar buahnya dua kali kepalan tangan dengan bentuk
membulat ke bawah. Pada kulit luarnya ada alur yang mirip dengan pembagian
ruang di dalam buah. Kulitnya yang tipis penuh tonjolan yang tidak beraturan. dan
jika dikupas mengeluarkan getah. Labu Siam pertama kali ditemukan oleh Patrick
Browne di Jamaika pada tahun 1756. dan di Indonesia pertama sekali dibawa oleh
orang Belanda dari Siam (Thailand), sehingga disebut Labu Siam. Di Indonesia,
labu ini memiliki banyak sebutan, ada yang menamakannya waluh siem, ada juga
yang menyebutnya labu Jipang dan merupakan sayuran yang hampir selalu dapat
dijumpai di pasar.
Indonesia kaya akan berbagai jenis tumbuhan yang bisa dijadikan makanan,
sekaligus berfungsi sebagai obat. Salah satu diantaranya adalah Labu Siam (Sechium

edule Jacq. Swartz). Penelitian menurut Jensen, et al., (1986) melaporkan bahwa Labu
Siam merupakan sayuran yang tumbuh di daerah subtropis dimana spesies ini digunakan
sebagai makanan dan sekaligus sebagai obat . Harga labu siam relatif murah sehingga

terjangkau oleh masyarakat, dan ternyata memiliki banyak khasiat untuk
kesehatan. Negara pengekspor utama Labu Siam adalah Costa Rica. Produksi serta
perdagangan internasional melaporkan bahwa Labu Siam adalah termasuk 5 (lima) jenis
sayuran komersial yang penting di Brazil, hal ini merupakan informasi yang penting bagi
Indonesia karena di Indonesia labu siam sangat cocok tumbuh dan berproduksi terus
sepanjang tahun. Jenis tanaman ini banyak ditanam di berbagai negara seperti

Filipina, Malaysia, dan Indonesia.

Tanaman Labu Siam yang dimaksud ditunjukkan pada Gambar 2.1

Gambar 2.1. Labu Siam (Saranaagri, 2011)

2.4.1 Taksonomi
a. Taksonomi labu siam (lopez, 2007; olivia, 2012) adalah sebagaiberikut :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Cucurbitales
Suku : Cucurbitaceae
Marga : Sechium
Jenis : Sechium edule Jacq. Swartz.
b. Nama labu siam di daerah & luar negeri
Nama umum: Labu siem
Nama daerah: Sumatera : Labu siem (Melayu)

Jawa : Gambas, waluh siam (Sunda) Waluh jipang, labu jipang (Jawa
Tengah), manisah (Jawa Timur)
Manado : Ketimun jepang.
Inggris : Chayote.
2.4.2 Morfologi
Morfologi umum Labu Siam lebih lengkapnya adalah sebagai berikut:
a. Habitus
Habitus labu siam berupa tanaman perdu yang merambat dan semusim.
Setelah berbunga dan berbuah, tanaman labu siam ini akan mati.
Perbungaannya berumah satu (monoecious) dengan tipe bunga jantan dan
bunga hermaprodit. Labu siam ini dapat merambat hingga mencapai 3-5
meter.
b. Batang
Labu siam memiliki batang yang lunak, beralur, memiliki banyak cabang,
serta mempunyai alat untuk membelit seperti berbentuk spiral atau per.
Permukaan batang umumnya agak kasar, berwarna hijau, dan permukaan
berbulu. Batang tanaman labu siam ini adalah berbentuk bulat dan melilit.
c. Daun
Labu siam memiliki daun tunggal yang berbentuk jantung, tepi bertoreh,
dengan ujung yang meruncing, pangkal runcing, permukaan kasar,
panjang 4-25 cm dan lebar antara 3-20 cm.

d. Bunga
Bunga tanaman labu siam memiliki bunga majemuk yang keluar dari
ketiak daun, dengan kelopak bertajuk lima, bermahkota beralur, lima
benang sari, kepala sari jingga, satu putik yang berwarna kuning.
e. Buah
Biji buah labu siam setelah mengering berwarna hitam, putih, ataupun
putih kecoklatan. Buahnya menggantung di tangkai dengan permukaan
berlekuk berwarna hijau keputih-putihan. Buah labu siam berwarna hijau
ketika muda dengan larik-larik putih kekuningan. Semakin matang, warna
bagian luar dari buah ini berubah menjadi warna hijau pucat sampai
putih. Dalam budidaya tanaman labu siam, jumlah buah harus dibatasi
dengan maksud untuk menghasilkan buah dengan ukuran buah yang lebih
besar.
f. Akar
Akar tanaman labu siam berwarna putih kecoklatan yang terdiri dari akar
serabut, bercabang banyak, berbentuk bulat sampai agak persegi, dan
berbatang lemah. Akar tanaman labu siam ini menyebar, tetapi dangkal.
(Prahasta, 2009; Olivia, 2012).
2.4.3 Pengaruh Labu Siam (Sechium edule) terhadap penurunan KGD
Berdasarkan penelitian Marliana et al, (2005) telah melaporkan bahwa
dalam 100 gram daging buah labu siam mengandung antaralain :
a. kalori sebanyak 26-31 kkal;
b. gula larut air 3,3%;

c. protein 0,9-1,1%;
d. lemak 0,1-0,3%;
e. karbohidrat 3,5 - 7,7%;
f. serat 0,4-1%;
g. hemiselulosa 7,55mg;
h. selulosa 16,42 mg; lignin 0,23 mg;
i. natrium 36 mg; kalium 3378,62 mg;
j. magnesium 147 mg; kalsium 12-19 mg;
k. fosfor 4-30 mg; seng 2,77 mg;
l. mangan 0,38 mg; besi 0,2-0,6 mg;
m. tembaga 0,25 mg; vitamin A 5 mg;
n. thiamin 0,03 mg;
o. riboflavin 0,04 mg;
p. niasin 0,4-0,5 mg;
q. asam askorbat 11-20 mg.

2.5 Flavonoid
Flavonoid merupakan golongan senyawa fenolik yang merupakan pigmen
tumbuhan dengan berat molekul rendah dan memiliki peran utama dalam sintesis
sel. Senyawa ini terdiri dari >15 atom karbon yang sebagian besar ditemukan
dalam

tumbuhan. Sejauh ini ada sekitar 8000 senyawa flavonoid telah

diidentifikasi. Flavonoid terdapat di dalam buah-buahan, sayuran, kacangkacangan, biji, batang, teh bunga dan lain-lain (Mohan, 2013). Flavonoiddapat

dibagimenjadi

beberapaturunanmenurutunsuryang

berbeda

sepertiflavanon,

flavon, flavanoldanflavonol dan ditemukanhampir semua pada makananyang
berasal darinabatiseperti apel, bawang, anggur, buah jeruk, teh, buahdanminyak
zaitun. Quercetinpaling banyak di antaraflavonol, myricetin, dankaempferol
(Manach et al., 2004).
Komponen yang terdapat dalam ekstrak etanol labu siam dianalisis
golongan senyawanya dengan tes uji warna dengan beberapa pereaksi untuk
golongan senyawa alkaloid, flavonoid, tanin dan polifenol, saponin, kardenolin
dan bufadienol, dan antrakuinon (Marliana., 2005). Flavonoid bermafaat sebagai
antiinflamasi, dapat melindungi struktur sel, memiliki hubungan sinergis dengan
vitamin C, mencegah pengeroposan tulang, dan juga sebagai antibiotik. Selain itu,
flavonoid perperan

dalam

perbaikan

kerusakan

jaringan

pankreas yang

diakibatkan oleh alkilasi DNA sebagai akibatnya dapat meningkatkan sekresi
insulin dalam darah dan menurunkan kadar glukosa darah. (Mohan, 2013; Yuda,
et al., 2013; Suryani, et al., 2013; Piparo, 2008).
Selain kandungan labu siam yang memiliki serat dan berguna, labu siam juga kaya
akan mineral yang berfungsi bagi tubuh setelah dikonsumsi dalam jumlah yang cukup.
Mineral merupakan salah satu gizi yang sangat diperlukan di dalam tubuh. Mineral
terdapat di dalam tubuh dan mempunyai peranan penting di dalam pemeliharaan fungsi
tubuh, baik tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan.
Keseimbangan akan mineral di dalam tubuh sangat diperlukan untuk pengaturan kerja
enzim, memelihara keseimbangan asam basa, memelihara sensitivitas dari otot dan saraf
terhadap rangsangan.

2.6 Interleukin 6 (IL-6)

Interleukin-6

(IL-6)

adalah

sitokin

pleiotropikdengan

berbagai

aktivitasbiologis, diproduksi oleh sel baik limfoid dan non-limfoid yang mengatur
reaktivitas

imun,

respon

fase

akut,

peradangan,

dan

hematopoiesis

onkogenesis.Interleukin merupakan kelompok sitokin (disekresi protein) yang
pertama kali terlihat diekspresikan oleh leukosit.(Barthelmes, 2011).Interleukin
diproduksi oleh berbagai sel tubuh, sebagian besar interleukin disintesis oleh
helper CD4+ T lymphocytes, serta monosit, makrofag, dan sel endotel(Hirano, et
al, 1986).Menurut penelitian Pickup, (2004) mengatakan peradangan yang lama
menyebabkan ekspresi klinis diabetes.Mediator inflamasi yang berperan dalam
peradangan sistemik salah satunya adalah interleukin-6, yang merupakan sitokin
yang diproduksi oleh leukosit dan dilepas ke sirkulasi darah.Stimulasi dari
mediator peradangan sistemik tersebut diantaranya adalah agen infeksius, paparan
xenobiotik (bahan asing yang bersifat merusak/toksik), dan respon imun
(Bratawijaya, 2010).Sitokin inflamasi tidak hanya berperan dalam resistensi
insulin tetapi dapat mempengaruhi apoptosis sel beta pankreas dan kegagalan sel
beta pankreas.Pemeriksaan secara histopatologis terlihat adanya penurunan
jumlah sel β pankreas pada hewan hiperglikemia dimana pada hari ke-7 dan terus
menurun sampai hari ke-28. Peningkatan jumlah sel β pankreas disebabkan oleh
mekanisme penyembuhan sendiri oleh tubuh melalui perbaikan sel-sel beta dan
pembelahan sel yang baru (mitosis) yang terjadi secara bertahap (Erwin., 2013).
IL-6 sering digunakan sebagai penanda atau biomarker untuk aktivasi
sistemik dari sitokin proinflamasi (Heinrich, et al., 1991; Elisabeth, et al, 2009).
IL-6 relevan untuk banyak proses penyakit seperti diabetes, aterosklerosis,

depresi, Alzheimer's Disease, systemic lupus erythematosus, kanker prostat, dan
rheumatoid arthritis (Medical news, 2011). Seperti banyak sitokin lainnya, IL-6
memiliki kedua sifat, baik proinflamasi maupun anti-inflamasi. Meskipun IL-6
adalah penginduksi kuat dari respon protein fase akut, IL6 juga memiliki sifat
anti-inflamasi (Yagami, et al., 2010). IL-6 menginduksi sintesis dari
glukokortikoid dan meningkatkan sintesis IL-1ra dan mengeluarkan reseptor TNF
pada manusia (Clogston, et al., 1989). Hasil efek imunologi ini menempatkan IL6 diantara kelompok sitokin anti-inflamasi.
Inflamasi ataupun radang merupakan salah satu penyakit yang banyak
diderita oleh masyarakat.Inflamasi memiliki angka kejadian yang cukup tinggi,
dimana inflamasi dapat disebabkan oleh trauma fisik, infeksi maupun reaksi
antigen dari penyakit; seperti terpukul benda tumpul dan infeksi bakteri pada luka
terbuka (timbulnya nanah pada luka) yang dapat menimbulkan nyeri dan dapat
mengganggu aktivitas.(Yuliati, 2010).Proses terjadinya penyakit dan berbagai
reaksi inflamasi tubuh tergantung dari interaksi yang terdapat diantara virus atau
bakteri dan sel yang terdapat pada sistemimmun. Interaksi ini diperantarai oleh
sitokin dan kemokin yang diproduksi sel asal atau sel pendatang yang terdapat
pada daerah peradangan. IL-6 merupakan salah satu sitokin proinflamasi yang
disekresi oleh monosit, makrofag dan jaringan adiposa.Pada manusia, IL-6 dapat
memacu reaksi inflamasi. Peningkatan kadar IL-6 berhubungan dengan resistensi
insulin pada penderita DM Tipe 2 dan obesitas.(Sims, et al., 1988).Sitokin adalah
mediator yang dihasilkan oleh sel dalam suatu reaksi radang atau imunologik
yang berfungsi sebagai isyarat antara sel-sel untuk mengatur respon setempat dan

sistemik.Sitokin mempengaruhi peradangan dan imunitas melalui pengaturan
pertumbuhan, mobilitas dan diferensiasi lekosit dan sel sel lainnya.
Berdasarkan penelitian Kristiansen (2005) proses inflamasi memegang
peranan penting pada timbulnya DM. Kadar IL-6 sangat tinggi pada penderita DM
dan diduga IL-6 merupakan pemicu munculnya DM melalui proses inflamasi.
Berbagai penelitian yang telah dilakukan pada tanaman yang mengandung
flavonoid seperti oleh Susanto (2010) melaporkan bahwa pemberian ekstrak daun
pare dapat menurunkan inflamasi melalui penurunan kadar interleukin 6 serum
tikus diabetes yang diinduksi streptozotozin, penelitian Korkina (1997),
Nijvelt(2001), Nur (2005) menambahkan bahwa flavonoid dapat menstabilkan
Reaktif Oksigen Species (ROS) yang bereaksi dengan senyawa reaktif dan radikal
menjadi inaktif. Menurut penelitian Reynertson (2007) menyatakan bahwa
flavonoid yang terkandung pada daging labu siam memiliki potensi dalam
menghambat enzim siklooksigenase sehingga pembentukan prostaglandin dapat
terhambat. Efek flavonoid adalah sebagai anti inflamasi dan juga memiliki efek
antioksidasi.

2.7 Histopatologi Pankreas
STZ digunakan untuk menginduksi diabetes pada hewan coba karena secara selektif
merusak sel β di pulau langerhans (Ganong, 2003). Gambaran histopatologi
pankreas dapat dilihat dari berkurangnya jumlah dan diameter sel β pankreas.
Penurunan jumlah sel β pankreas pada hewan hiperglikemia mulai terlihat pada
hari ke-7 dan terus menurun sampai hari ke-28 (Erwin, 2012). Peningkatan jumlah

sel β pankreas disebabkan oleh mekanisme penyembuhan sendiri oleh tubuh
melalui perbaikan sel-sel beta dan pembelahan sel yang baru (mitosis) yang
terjadi secara bertahap (Erwin, 2012). Penurunan jumlah sel β pankreas berakibat
pada diameter sel β pankreas, diameter sel β pankreas normal 100-400 μm.
(Ridwan, 2012). Gambar diameter sel β pankreas yang normal dan mengalami
hiperglikemia ditunjukan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2: Diameter sel β pankreas normal dan diabetes (Erwin, et al., 2012).

2.8 Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa
diperlakukan sedemikian hingga memenuhi bahan baku yang telah ditetapkan.
Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman. Tujuan ekstraksi
adalah untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam simplisia
(Masrdatillah, 2013). Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman

yaitu pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel
yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel,
maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus
sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di
luar sel.
Prinsip maserasi merupakan penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama 3 sampai 5
hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke
dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang
konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan
konsentrasi rendah yaitu proses difusi. Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama
proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari.
Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan (Mardatillah, 2013).
2.9 Kerangka konsep
Induksi oleh STZ akan merusak sel β pankreas sehingga produksi insulin
berkurang yang mengakibatkan terjadinya hiperglikemia yang dapat menimbulkan
inflamasi. Pemberian ekstrak buah Labu Siam (S.edule Jacq. Swartz) akan
menurunkan kadar gula darah karena buah Labu Siam mengandung flavonoid
yang berkhasiat sebagai insulin secretagouge, insulin mimetik dan juga sebagai
antiinflamasi. Pengaruh induksi STZ tersebut pada sel β pankreas dan efek

protektif dari buah labu siam terhadap sel beta pankreas dapat dilihat pada
Gambar 3.1.
Induksi STZ 60 mg/kgBB
Sel β pankreas rusak
Ekstrak buah
Labu Siam

Mencit
Hiperglikemia

Gambaran
Histologi
PA Pankreas
Kadar
Gula
Darah (KGD)

ROS ↑↑

Stress Oksidasi

Reaksi Inflamasi

Gambar 2.3 Kerangka konsep

Kadar
Interleukin

6

Dokumen yang terkait

Pengaruh Ekstrak Etanol Buah Labu Siam (Sechiumedule Jacq. Swartz.) Terhadap Aktivitas Glutatione Peroksidase Pada Mencit Hiperglikemia YangDiinduksi Streptozotocyn (STZ)

0 0 16

Pengaruh Ekstrak Etanol Buah Labu Siam (Sechiumedule Jacq. Swartz.) Terhadap Aktivitas Glutatione Peroksidase Pada Mencit Hiperglikemia YangDiinduksi Streptozotocyn (STZ)

0 1 2

Pengaruh Ekstrak Etanol Buah Labu Siam (Sechiumedule Jacq. Swartz.) Terhadap Aktivitas Glutatione Peroksidase Pada Mencit Hiperglikemia YangDiinduksi Streptozotocyn (STZ)

0 0 8

Pengaruh Ekstrak Etanol Buah Labu Siam (Sechiumedule Jacq. Swartz.) Terhadap Aktivitas Glutatione Peroksidase Pada Mencit Hiperglikemia YangDiinduksi Streptozotocyn (STZ)

0 0 26

Pengaruh Ekstrak Etanol Buah Labu Siam (Sechiumedule Jacq. Swartz.) Terhadap Aktivitas Glutatione Peroksidase Pada Mencit Hiperglikemia YangDiinduksi Streptozotocyn (STZ)

0 0 8

Pengaruh Ekstrak Etanol Buah Labu Siam (Sechium edule Jacg. Swartz.) Terhadap Kadar Interleukin 6 Pada Mencit Hiperglikemia Yang Diinduksi Streptozotocyn (STZ)

0 0 14

Pengaruh Ekstrak Etanol Buah Labu Siam (Sechium edule Jacg. Swartz.) Terhadap Kadar Interleukin 6 Pada Mencit Hiperglikemia Yang Diinduksi Streptozotocyn (STZ)

0 0 2

Pengaruh Ekstrak Etanol Buah Labu Siam (Sechium edule Jacg. Swartz.) Terhadap Kadar Interleukin 6 Pada Mencit Hiperglikemia Yang Diinduksi Streptozotocyn (STZ)

0 0 7

Pengaruh Ekstrak Etanol Buah Labu Siam (Sechium edule Jacg. Swartz.) Terhadap Kadar Interleukin 6 Pada Mencit Hiperglikemia Yang Diinduksi Streptozotocyn (STZ)

0 0 11

Pengaruh Ekstrak Etanol Buah Labu Siam (Sechium edule Jacg. Swartz.) Terhadap Kadar Interleukin 6 Pada Mencit Hiperglikemia Yang Diinduksi Streptozotocyn (STZ)

0 0 11