Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Atas Karya Cipta Digital Di Indonesia
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Media berbasis teknologi digital saat ini telah memasuki berbagai segmen
aktifitas manusia hampir di seluruh belahan dunia. Era globalisasi dan digital telah
berkembang sedemikian pesat terutama pengaruhnya terhadap bidang pekerjaan /
aktifitas manusia. Untuk menandai dimulainya era globalisasi, mantan Presiden
Amerika Serikat Bill Clinton telah mencanangkan pembuatan Jalan Raya Informasi
(Information Highway) dalam masa pemerintahannya guna mendeklarasikan
globalisasi komunikasi dan kebebasan informasi.1 Interconnection networking
(internet) telah menjadi sangat penting bagi manusia di seluruh dunia. Para pelaku
bisnis, pejabat pemerintah, dan banyak orang di seluruh dunia menggunakan internet
sebagai bagian dari bisnis nasional dan internasional serta kehidupan pribadi manusia
sehari-hari. Eksistensi dari beberapa jenis bisnis justru tidak mungkin berlangsung
tanpa adanya intenet.
Internet dengan berbagai kelebihan dan kemudahan ternyata bukan hanya
memberi manfaat kepada pelaku usaha tetapi juga menimbulkan kerugian yang
berdampak pada perbuatan yang melanggar hukum seperti keamanan dan privasi data
juga perlindungan hukum terhadap hak-hak asasi yang dimiliki setiap netter. Dengan
adanya kemajuan teknologi digital ternyata dewasa ini telah berdampak terhadap
1
Edmon Makarim, Pengantar Hukum Telematika, Raja Gravindo Persada, Jakarta, 2005, hal. 30
Universitas Sumatera Utara
2
peningkatan pelanggaran Hak Cipta di Indonesia. Khususnya terhadap karya cipta
digital berupa software komputer, musik digital, film digital, e-book, dan lainnya.
Salah satu implikasi teknologi informasi yang saat ini menjadi perhatian
adalah pengaruhnya terhadap eksistensi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)2,
disamping terhadap bidang-bidang lain seperti transaksi bisnis elektronik, kegiatan egovernment, dan lain-lain.3 Hak Kekayaan Intelektual merupakan bagian hukum yang
berkaitan erat dengan perlindungan usaha-usaha kreatif dan investasi ekonomi dalam
usaha kreatif. Berdasarkan Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights
(TRIPs) yang merupakan perjanjian Hak-Hak Milik Intelektual berkaitan dengan
perdagangan dalam Badan Perdagangan Dunia (WTO), Hak Kekayaan Intelektual ini
meliputi copyrights (hak cipta), dan industrial property (paten, merek, desain
industri, perlindungan sirkuit terpadu, rahasia dagang dan indikasi geografis asal
barang). Diantara hak-hak tersebut, Hak Cipta yang semula bernama hak pengarang
(author rights) merupakan kajian Hak Kekayaan Intelektual yang bertujuan untuk
melindungi karya kreatif yang dihasilkan oleh penulis, seniman, pengarang dan
pemain musik, pengarang sandiwara, serta pembuat film dan piranti lunak (software).
Pengaturan Hak Cipta di Indonesia berpedoman pada Undang-Undang Nomor
6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta yang kemudian direvisi dengan Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982
2
Ahmad M. Ramli, Pengaruh Perkembangan Cyber Law Terhadap Pemanfaatan Teknologi
Informasi di Indonesia, Penulisan Hukum, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum
dan HAM RI, Jakarta, 2003.
3
Syamsul Muarif, Strategi E-Government Dalam Meningkatkan Daya Tarik Investasi dan
Bisnis di Indonesia, CEO BUMN Briefing X, Jakarta, 14 Oktober 2002.
Universitas Sumatera Utara
3
tentang Hak Cipta. Indonesia sendiri telah menjadi anggota WTO (World Trade
Organization) maka itu Indonesia memiliki kewajiban untuk mengimplementasikan
ketentuan TRIPs dalam peraturan perundang-undangan nasionalnya. Oleh karena itu,
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997
tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta
kemudian diperbarui dengan Undang-Undang yang baru Nomor 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta. Sedangkan peraturan pemerintah yang mengatur Hak Cipta adalah
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1986 tentang Dewan Hak Cipta. Dewan Hak
Cipta seperti yang diatur dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 yang terdiri
atas wakil pemerintah, wakil organisasi profesi dan anggota masyarakat yang
berkompetensi di bidang Hak Cipta berperan dalam memberikan penyuluhan dan
pembimbing serta pembinaan Hak Cipta.
Selain memberikan manfaat, tingginya penggunaan internet justru telah
memberi akibat berupa ancaman terhadap eksistensi karya cipta dan invensi yang
ditemukan oleh para penghasil Hak Kekayaan Intelektual. Internet memiliki beberapa
karakteristik teknis yang membuat masalah-masalah HAKI tumbuh dengan subur.4
Salah satu masalah yang timbul adalah berkaitan dengan pembajakan Hak Cipta. Hak
Kekayaan Intelektual memang berperan penting dalam kehidupan dunia modern
dimana di dalamnya terkandung aspek hukum yang berkaitan erat dengan aspek
4
Sutan Remy Syahdeini, Kejahatan & Tindak Pidana Komputer, Pustaka Utama Grafiti,
Jakarta, 2009, hal. 59
Universitas Sumatera Utara
4
teknologi, aspek ekonomi, maupun seni budaya. Hak Kekayaan Intelektual adalah
sistem hukum yang melekat pada tata kehidupan modern terutama pada perkembagan
hukum Hak Cipta terhadap produk digital. Hak Cipta terhadap karya cipta digital
seperti perangkat lunak (software) pada komputer, foto digital, musik digital, film
digital bahkan yang sedang trend di kalangan akademis e-book dan e-journal perlu
mendapat perlindungan hukum, karena setiap hasil karya seseorang telah dihasilkan
dengan suatu pengorbanan tenaga, pikiran waktu bahkan biaya yang tidak sedikit
serta pengetahuan dan semua bentuk idealisme dari seseorang.
Jika melihat banyaknya kasus yang terjadi sesungguhnya tidak ada perbedaan
hukum Hak Cipta antara karya cipta digital (termasuk musik digital, film digital,
program/dokumen digital) dan karya cipta non digital karena merujuk pada karya
cipta saja. Namun pada beberapa kasus pelanggaran Hak Cipta, karya cipta digital
menjadi substansi baru dalam hukum Hak Cipta. Yang menjadi spesifikasi dalam
karya cipta digital yaitu ide / gagasan maupun pikiran yang sudah tertuang dalam
bentuk karya intelektual yang dibuat dengan bantuan teknologi digital dengan proses
pengalihwujudan atau konversi dari bentuk fisik (misalnya buku, kaset/CD) ke dalam
bentuk digital (misalnya e-book, MP3) atau karya cipta yang langsung dihasilkan
dalam media digital tanpa melewati proses pengalihwujudan atau konversi.
Namun seiring kemajuan era globalisasi saat ini, perlindungan terhadap Hak
Cipta terutama karya cipta digital tidak mudah untuk dilakukan. Pembajakan di dunia
digital ataupun pembajakan bidang selain digital pada prinsipnya adalah
memperbanyak produk tanpa seizin orang atau pihak yang memiliki Hak Cipta.
Universitas Sumatera Utara
5
Namun dalam produk digital masalah pembajakan ini lebih rumit. Hal ini
dikarenakan produk-produk dalam format digital dapat di-copy atau diperbanyak dan
didistribusikan dengan sangat mudah. Ini berbeda dengan kasus produk fisik tiruan
(lukisan, patung, perangkat elektronik, dan lainnya) diperlukan upaya sangat keras
untuk meniru dan menyembunyikan kepalsuan produk secara fisik. 5 Namun hal ini
tidak berlaku di dunia digital. Perangkat dan produk digital tersebut berhubungan
dengan jaringan global antar database. Database yang saling berhubungan
membentuk jaringan multimedia.
Penggunaan multimedia menerapkan adanya aplikasi untuk mencampur data
digital yaitu musik, foto, dan video yang berbeda untuk berinteraksi dalam kapasitas
informasi yang sangat besar. Hal ini selalu memiliki dampak positif dan negatif.
Salah satu dampak negatif yang terjadi adalah pencurian dan penyalahgunaan data
digital, misalnya gambar yang diambil dari internet kemudian di re-touched oleh
seseorang dan hasil re-touched itu diakui sebagai karya ciptanya. Dengan
memanfaatkan kelemahan sistem visual manusia, para penjahat digital menjalankan
aksinya dan akibatnya merugikan banyak pihak. Digitalisasi memungkinkan
perbanyakan tanpa kehilangan kualitas ciptaan asli (original).
Digitalisasi saat ini telah menjawab kemudahan atas layanan teknologi dan
informasi sekaligus menggantikan teknologi analog. Sebagai dampaknya di zaman
era digital sekarang kehidupan terasa lebih mudah dan praktis. Hanya dengan
5
Metha Dewi, “Perkembangan Hukum Hak Cipta Terhadap Produk Digital”,
http://lawmetha.wordpress.com/2011/05/21/perkembangan-hukum-hak-cipta-terhadap-produk-digital/,
diakses tanggal 12 Maret 2012.
Universitas Sumatera Utara
6
bermodal komputer atau telepon seluler masyarakat sudah dapat menerima suara,
tulisan, data maupun gambar tiga dimensi (3G). Bentuk format digital yang
dihasilkan meliputi audio, video, gambar atau tulisan. Proses konversi menjadi format
digital ini disebut dengan digitalisasi atau alih media digital. Dalam bentuk yang
utuh, konversi ini menghasilkan apa yang disebut digitalisasi.
Beberapa keunggulan karya / ciptaan dalam format digital diantaranya sebagai
berikut:
1. Long distance service yaitu pengguna bisa menikmati layanan sepuasnya,
kapanpun dan dimanapun.
2. Akses yang mudah. Akses lebih mudah karena pengguna tidak perlu mencari
di katalog dengan waktu yang lama.
3. Biaya murah (low cost).
4. Publikasi karya secara global. Karya-karya dapat dipublikasikan secara global
ke seluruh dunia dengan bantuan internet.
Masyarakat tidak saja menikmati berbagai manfaat teknologi digital ketika
mengeksploitasi suatu ciptaan, tetapi juga bila menciptakan ciptaan. Dewasa ini,
setiap orang dapat menjadi pencipta. Namun, bersamaan dengan itu, revolusi
teknologi telah menimbulkan peristiwa-peristiwa yang tidak pernah diperkirakan
sebelumnya dan jenis-jenis baru kejahatan. Akses ilegal oleh hackers, dan
sebagainya, yang menyerang jaringan komputer, dan pembocoran data pribadi
semakin merajalela. Pengelolaan informasi dalam administrasi pemerintahan, dalam
setiap organisasi, dan perusahaan menjadi masalah. Karena informasi digital dapat
Universitas Sumatera Utara
7
dengan mudah diubah, maka dimungkinkan setiap orang tanpa sengaja melanggar
Hak Cipta orang lain.
Berdasarkan data yang dimiliki, pada tahun 2009 bisnis karya cipta, musik,
film, software, dan karya yang lain di internet mencapai Rp.300 Triliun.6 Hal ini
menunjukkan bahwa bisnis internet sangat menjanjikan. Kementerian Komunikasi
dan Informatika menyatakan akan memblokir situs-situs download musik atau film
gratis untuk melindungi dan mengapresiasi karya cipta seni di dunia virtual.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Tifatul Sembiring
mengungkapkan, maraknya download konten tidak resmi untuk musik digital di
internet menimbulkan kerugian yang cukup besar. Akibat konten ini, negara
dirugikan sekitar Rp. 12 Triliun per tahun. Data lainnya menyebutkan dari seluruh
wilayah Indonesia, Provinsi Jawa Timur adalah daerah yang menjadi pusat
pembajakan tertinggi Hak Cipta di Indonesia.7
Masyarakat pengguna internet/netter di Indonesia sebagian besar terbiasa
melakukan pembajakan perangkat lunak (software piracy) dikarenakan mahalnya
aplikasi/program komputer yang asli yang tidak terjangkau oleh sebagian besar
masyarakat netter di Indonesia, dengan demikian masyarakat berusaha mendapatkan
software komputer dengan harga yang lebih murah meskipun hasil bajakan. Sebagai
contoh harga program komputer original untuk Windows Vista Ultimate yaitu
6
“Situs Download Gratis Diblokir”,
http://www.seputarindonesia.com/edisicetak/content/view/416180/38/, diakses tanggal 9 Maret 2012.
7
Gatot S. Dewa Broto (Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo), “Siaran
Pers No. 51/PIH/KOMINFO/7/2011 tentang Sosialisasi Perlindungan dan Apresiasi Karya Cipta Seni
Musik Di Dunia Maya”, http://kominfo.go.id, diakses tanggal 5 Maret 2012.
Universitas Sumatera Utara
8
Rp.1.717.000,-, program original lainnya untuk Office 2010 Profesional yaitu
Rp.3.761.000,-8. Dapat dijumlahkan jika setiap netter memiliki sepuluh program
komputer untuk mendukung aktifitasnya. Melihat harga yang sangat mahal untuk
sebagian besar masyarakat Indonesia tidak heran jika masyarakat beralih pada hasil
karya bajakan. Selain pembajakan software, bentuk pelanggaran Hak Cipta lainnya
yang juga marak terjadi di Indonesia saat ini adalah musik digital berupa MPEG-1
Audio Layer 3 atau yang lebih dikenal dengan MP3. Permasalahan hukum Hak Cipta
dalam MP3 adalah mewabahnya produk MP3 di masyarakat yang telah melanggar
Hak Cipta. Perkembangan pembajakan musik digital di Indonesia dimulai dari hasil
kualitas suara musik atau lagu yang asli berbeda dengan kualitas lagu atau masik
yang hasil bajakan. Namun dengan adanya teknologi konversi digital seperti adanya
MP3, penurunan kualitas suara pada produk bajakan bisa diminimalisir, bahkan
kualitas suara produk bajakan setara dengan kualitas suara pada CD (Compact Disk)
original. Selain itu harga sebuah keping MP3 illegal (bajakan) jauh lebih murah dari
harga keping CD original. Sebagai perbandingan, harga suatu keping MP3 illegal
yang mampu memuat lebih dari seratus lagu berkisar lima ribu rupiah hingga sepuluh
ribu rupiah.9 Hasil duplikasi yang juga memiliki kualitas yang sama dengan aslinya
juga terjadi pada e-book. Hal ini memudahkan pembajakan e-book, penggandaan
(duplikasi/copying) e-book sangat mudah dan murah. Untuk membuat ribuan copy
8
Ali Fahrudin, http://hukum.kompasiana.com/2011/05/19/tahukah-berapa-total-hargasoftware-jika-original-di-komputer-anda-bag1/, diakses tanggal 2 April 2012.
9
Kompas Cyber Media, “Bisnis CD/VCD Bajakan Marak”,
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0605/15/Jabar/2080.htm, diakses tanggal 1 April 2012.
Universitas Sumatera Utara
9
dari e-book dapat dilakukan dengan murah, sementara untuk mencetak ribuan buku
membutuhkan biaya yang sangat mahal.10 Tentunya kemudahan penggandaan ini
memiliki efek negatif, yaitu mudah dibajak.
Salah satu kasus yang terjadi terkait adanya pelanggaran Hak Cipta digital
adalah kasus musisi Dodo Zakaria v Telkomsel dalam perkara No.24/Hak
Cipta/2007/PN.NIAGA.JKT PST yang mana pihak Telkomsel digugat karena
melakukan eksploitasi Hak Cipta dengan melakukan mutilasi / pemotongan atas lagu
Dodo Zakaria dalam bentuk Nada Sambung Pribadi (NSP) dengan mengabaikan hak
moral dan hak ekonominya
Masalah Hak Cipta di media internet sendiri dapat dibagi menjadi dua bagian,
yaitu hak cipta atas atau isi (content) yang terdapat di media internet yang berupa
hasil karya berbentuk informasi, tulisan, karangan, review, program atau bentuk
lainnya yang sejenis, dan hak cipta atas nama atau alamat website dan alamat surat
elektronik e-mail dari pelanggan jasa internet.11 Masalah Hak Cipta atas hasil karya
yang disediakan di internet ini menyangkut pula beberapa hal, antara lain jenis-jenis
pelanggaran, perlindungan terhadap Hak Cipta. Digitalisasi memungkinkan membuat
salinan dan mengubah suatu ciptaan dengan sangat mudah. Digitalisasi juga
memungkinkan untuk mempertahankan kualitas secara konsisten dan konstan berapa
puluh kalipun suatu ciptaan disalin, betapapun besar suatu ciptaan atau berapa lama
pun waktu berlalu. Karena mutu setiap salinan sama dengan mutu ciptaan original,
10
Budi Rahardjo, “Rancangan abc e-Book”,
http://budi.insan.co.id/articles/ebooks/ebooks.pdf, diakses tanggal 12 Maret 2012.
11
Asril Sitompul, Hukum Internet, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 8
Universitas Sumatera Utara
10
salinan bahkan dapat diperbanyak lagi dari salinan. Dampak yang lebih besar, yakni
pelanggaran hak terjemahan dan hak mempertahankan keutuhan suatu ciptaan karena
digitalisasi memudahkan melakukan perubahan pada ciptaan original. Sekarang
dimungkinkan untuk mengeksploitasi suatu ciptaan berulang kali tanpa ada
perubahan pada mutu, karena tingginya mutu medium rekaman, seperti memori
hanya baca cakram padat (CD-ROM = Compact Disc Read Only Memory), dan
sebagainya. Undang-Undang Hak Cipta sendiri telah mencakup pembatasan bagi
pembuatan salinan untuk penggunaan pribadi, sebagai jawaban terhadap tindakan
eksploitasi, jumlah pelanggaran, dan kerugian lainnya, yang disebabkan oleh
digitalisasi.
Persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia dalam upaya perlindungan Hak
Cipta atas karya cipta digital ini adalah masalah proses penegakan hukum dan
perlindungan hukum terhadap karya cipta yang yang dihasilkan dari proses alih
media/digitalisasi dan yang dibuat langsung dalam format digital disertai masalahmasalah seperti kesadaran masyarakat terhadap pentingnya Hak Cipta itu sendiri dan
kondisi ekonomi bangsa Indonesia yang secara tidak langsung mendukung tindakan
pelanggaran Hak Cipta.
Berdasarkan uraian di atas maka untuk mengetahui perlindungan hukum
terhadap karya cipta digital dilakukan penelitian dengan judul: “Perlindungan
Hukum Terhadap Hak Cipta Atas Karya Cipta Digital Di Indonesia.”
Universitas Sumatera Utara
11
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka masalah yang perlu dibahas
dalam tulisan ini adalah:
1. Bagaimana perkembangan teknologi digital serta pengaruhnya terhadap Hak
Cipta?
2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap karya cipta digital di Indonesia?
3. Bagaimanakah perlindungan Hak Cipta atas karya cipta digital di beberapa
negara?
C. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini ditentukan apa yang menjadi batasan materi yang akan
diuraikan. Hal ini perlu dilakukan agar materi atau isi dari tulisan ini tidak
menyimpang dari pokok-pokok permasalahan sehingga pembahasannya dapat terarah
dan diuraikan secara sistematis. Penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui perkembangan teknologi digital serta pengaruhnya
terhadap Hak Cipta.
2. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap karya cipta digital di
Indonesia.
3. Untuk mengetahui perlindungan Hak Cipta atas karya cipta digital di beberapa
negara.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini secara teoritis dan praktis, yaitu:
1. Secara Teoritis
Universitas Sumatera Utara
12
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu sumbangan pemikiran
dalam ilmu hukum pada umumnya dan khususnya agar pengaturan
perlindungan hukum Hak Cipta bagi sebuah karya cipta digital diperjelas dan
memberikan kepastian hukum.
2. Secara Praktis
a. Diharapkan agar penulisan yang dilakukan dapat memberikan kontribusi
kepada pihak yang berkepentingan, khususnya kepada pencipta karya
digital dan masyarakat pengguna sarana digital.
b. Diharapkan dapat bermanfaat memberikan masukan kepada para pihak
yang melaksanakan aktifitas digital, agar para pihak mengetahui,
memahami dan menghargai Hak Kekayaan Intelektual (Hak Cipta)
seseorang.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya berkaitan dengan topik bahasan
tesis ini pernah dilakukan oleh mahasiswa program Magister Kenotariatan
Universitas Sumatera Utara yaitu:
1.
Yuniarti dengan NIM 017011068, judul Tesis “Efektifitas Asas Perlindungan
Hukum Terhadap Pemegang Hak Cipta Program Komputer”.
Berdasarkan penelusuran kepustakaan dan dari hasil penelitian yang pernah
dilakukannya, khususnya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Program
Kenotariatan, penelitian tersebut memiliki sasaran penelitian yang berbeda. Jika
dibandingkan penelitian yang pernah dilakukan dengan penelitian ini, baik
Universitas Sumatera Utara
13
permasalahan maupun pembahasan adalah berbeda. Dengan demikian penelitian ini
dapat dipertanggung jawabkan keasliannya secara ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1.
Kerangka Teori
Hak Cipta memberi kewenangan yang sangat luas bagi pencipta. Secara
konseptual kedudukan pencipta berada pada tempat yang sangat terhormat di tengahtengah masyarakat.12 John Locke, filsuf Inggris abad ke-18 dalam kaitan antara Hak
Cipta dan hukum alam mengemukakan bahwa “hukum Hak Cipta memberikan hak
milik eksklusif kepada karya cipta seorang pencipta, hukum alam meminta individu
untuk mengawasi karya-karyanya dan secara adil dikompensasikan untuk kontribusi
kepada masyarakat”.13 Dalam bukunya klasiknya, “The Second Treatise of Civil
Government and a Letter Concerning Toleration” John Locke mengajukan sebuah
postulasi pemikiran bahwa semua individu dikaruniai oleh alam hak yang melekat
atas hidup, kebebasan dan kepemilikan, yang merupakan milik mereka sendiri dan
tidak dapat dicabut atau dipreteli oleh negara.14 Dalam bukunya, Locke juga
mengatakan bahwa hak milik dari seorang manusia terhadap benda yang
dihasilkannya itu sudah ada sejak manusia lahir. Benda dalam pengertian disini tidak
hanya benda yang berwujud tetapi juga benda yang abstrak, yang disebut dengan hak
milik atas benda yang tidak berwujud yang merupakan hasil dari intelektualitas
12
Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia, Alumni, Bandung, 2008, hal. 51
Hendra Tanu Atmaja, Hak Cipta-Musik atau Lagu Cet-I, UI-Press, Jakarta, 2003, hal. 19
14
Otto Hasibuan, Op.Cit, hal. 52
13
Universitas Sumatera Utara
14
manusia.15 Hak atas Kekayaan Intelektual merupakan suatu hak yang timbul akibat
adanya tindakan kreatif manusia yang menghasilkan karya-karya inovatif yang dapat
diterapkan dalam kehidupan manusia.16 Kemampuan intelektual manusia dihasilkan
oleh manusia melalui daya, rasa, dan karsanya yang diwujudkan dengan karya-karya
intelektual. Karya-karya intelektual juga dilahirkan menjadi bernilai, apalagi dengan
manfaat ekonomi yang melekat sehingga akan menumbuhkan konsep kekayaan
terhadap karya-karya intelektual. Dalam konteks zaman modernitas saat ini, dasar
untuk mendukung atau justifikasi perlindungan dan penghargaan terhadap Hak Cipta
mungkin tidak cukup lagi berdasarkan teori hukum alam. S.M Stewart
mengemukakan argumentasinya yang cukup representatif mengapa Hak Cipta harus
dilindungi dan dihargai:17
a. Alasan keadilan (the principle of nature justice)
Pengarang adalah pencipta atau pembuat suatu karya yang merupakan
ekspresi kepribadiannya. Sebaiknya, dia mampu memutuskan apakah dan
bagaimanakah karyanya dipublikasikan serta mencegah kerugian atau
perusakan karya intelektualnya.
b. Alasan ekonomi (the economic argument)
15
John Locke, Two Treatises of Government, edited and introduced by Peter Laslett, 1988,
hal. 285 dalam “Hukum Tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual Dalam Menghadapi Era
Globalisasi”, Syafrinaldi, UIR Press, 2010, hal. 7
16
Magreth Barrett , HAKI melindungi dan sekaligus memberi insentif terhadap kreatifitas
manusia, Intellectual Property, Emanuel Law Outline, 1997, page 1et seq.
17
S.M Stewart, International Copyright and Neighbouring Rights, 2nd Edition,
Buuterworths&Co (Publisher) Ltd, London, 1989, p. 3-4.
Universitas Sumatera Utara
15
Di era modern, investasi sangat dibutuhkan untuk membuat suatu kreasi.
Karena
kreasi
semua
pekerjaan
secara
praktis
bertujuan
untuk
menyediakannya bagi publik, sehingga prosesnya juga, seperti publikasi dan
distribusi juga mahal.
c. Alasan budaya (the cultural argument)
Karya yang dihasilkan oleh pencipta merupakan asset nasional. Oleh karena
itu, dorongan atau hadiah kreatifitas adalah demi kepentingan publik sebagai
suatu kontribusi terhadap pembangunan budaya nasional.
d. Alasan sosial (the social argument)
Penyebaran karya-karya terhadap sejumlah besar orang membentuk hubungan
(mata rantai) antara kelompok / tingkatan, kelompok rasial, kelompok usia,
sehinga menciptakan perpaduan sosial, pencipta dalam hal ini memberikan
pelayanan sosial jika ide atau pengalaman para pencipta dapat disebarkan ke
masyarakat luas dalam waktu singkat, berarti mereka memberikan kontribusi
terhadap kemajuan sosial.
Hak Cipta pertama kali mendapat perlindungan di tingkat internasional pada
tanggal 9 September 1886 melalui Berne Convention for The Protection of Literary
and Artistic Works. Indonesia telah meratifikasi konvensi internasional dalam bidang
hak cipta yaitu Bern Convention for the Protection of Artistic and Literary Works
(Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra) melalui Keppres No.18
tahun 1997 dan World Intellectual Property Organization Treaty (Perjanjian Hak
Universitas Sumatera Utara
16
Cipta WIPO) melalui Keppres No.6 tahun 1997. Perjanjian-perjanjian yang
terkandung dalam WIPO lebih bersifat spesifik di bidang-bidang HAKI tertentu. Hal
ini berbeda dengan TRIPs yang justru mengatur persoalan-persoalan HAKI secara
lebih komprehensif.18 Dengan diratifikasinya konvensi-konvensi internasional di
bidang Hak Cipta oleh pemerintah Indonesia, maka Indonesia memiliki komitmen
untuk memberlakukan dan menerapkan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati
dalam konvensi-konvensi di bidang Hak Cipta. Pemerintah Indonesia sejak tahun
1982 telah mengeluarkan Undang-Undang tentang Hak Cipta yaitu Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1982 yang telah mengalami beberapa revisi melalui Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1987 dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997, kesemuanya ini
adalah untuk melindungi karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra
(scientific, literary and artistic works). Kemudian yang terakhir adalah UndangUndang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dan pemberlakuannya tentang Hak
Cipta pun telah diberlakukan efektif sejak 29 Juli 2003.
Undang-Undang Hak Cipta memberikan kepada seorang pengarang atau
pencipta atas sebuah ciptaan; beberapa hak ekslusif atas karya-karyanya untuk jangka
waktu tertentu atau jangka waktu lebih panjang lagi. Hak-hak ini memungkinkan para
pencipta untuk mengawasi pemanfaatan hak ekonomi atas karya-karya mereka
dengan sejumlah cara, dan untuk itu mereka tentu berhak atas sejumlah pembayaran.
18
Ahmad M. Ramli dan Fathurahman P.Ng.J, Film Independen (Dalam Perspektif Hukum
Hak Cipta dan Hukum Perfilman Indonesia), Ghalia Indonesia, Bogor, 2005, hal. 16
Universitas Sumatera Utara
17
Undang-Undang Hak Cipta, juga memberikan hak moral yang melindungi, antara lain
citra dan integritas penciptanya.
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu
dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku. Dari bunyi pasal 1 ayat (1) Undang-undang No. 19 Tahun
2002 tentang Hak Cipta, mengandung banyak unsur yang terkandung didalamnya
baik bagi berhubungan dengan pencipta, penerima, karya ciptanya dan pengertian
semata-mata diperlukan bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak lain yang boleh
memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pemegangnya. Pada dasarnya Hak Cipta
bertujuan untuk melindungi karya kreatif yang dihasilkan oleh penulis, seniman,
pengarang dan pemain musik, pengarang sandiwara, serta pembuat film dan piranti
lunak (software). Perlindungan hak cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan
(The copyright law protects only the expression of an idea and not the idea itself)19
karena karya cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi, dan
menunjukkan keaslian sebagai ciptaaan yang lahir berdasarkan kemampuan,
kreatifitas, atau keahlian sehingga itu dapat dilihat, dibaca, atau didengar.
Hak Cipta terdiri atas hak ekonomi dan hak moral dimana hak ekonomi
adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk hak
terkait, dan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang
19
Kamlesh K. Bajaj dan Debjani Nag, E-Commerce (The Cutting Edge of Business), 2nd
Edition, Tata McGraw-Hill Publishing Company Ltd, New Delhi, 2005, p. 243
Universitas Sumatera Utara
18
tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apapun, walaupun Hak Cipta atau
hak terkait telah dialihkan.20 Hak Cipta merupakan hak khusus bagi pencipta atau
penerima hak untuk: a). mengumumkan atau b). memperbanyak ciptaannya, atau c).
memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hanya pencipta saja yang mempunyai
hak khusus (exclusive right) yang dilindungi Undang-Undang yang dapat
mengumumkan ciptaannya, untuk memperbanyak ciptaannya dan untuk memberi izin
mengumumkan dan atau memperbanyak ciptaannya tersebut, seumur hidup pencipta
ditambah 50 tahun setelah pencipta meninggal, ini berarti bahwa Hak Cipta dapat
diwariskan kepada ahli warisnya seperti yang tertera dalam Pasal 4 ayat 1 UndangUndang Hak Cipta No. 19 tahun 2002 yang berbunyi : “Hak Cipta yang dimiliki oleh
pencipta, yang setelah penciptanya meninggal dunia, menjadi milik ahli warisnya
atau milik penerima wasiat, dan hak cipta tersebut tidak dapat disita, kecuali jika hak
itu diperoleh secara melawan hukum”. Beralih atau dialihkannya Hak Cipta tidak
dapat dilakukan secara lisan tetapi harus dilakukan secara tertulis baik dengan akta
notaris maupun tidak dengan akta notaris. Atas sebuah ciptaan karya dalam bidang
seni, sastra dan ilmu pengetahuan akan melekat dua macam hak yaitu hak ekonomi
(economic rights) dan hak moral (moral rights). Secara umum (terlepas dari isi
perundang-undangan suatu negara), hak ekonomi adalah hak eksklusif pencipta untuk
memperoleh manfaat ekonomi dari karya ciptanya dan produk-produk terkait. Hak
ekonomi meliputi hak untuk memperbanyak, mendistribusi, menterjemahkan,
20
Suyud Margono, Hukum Hak Cipta Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hal. 68
Universitas Sumatera Utara
19
membuat adaptasi, membuat pertunjukan, dan memperagakan (display) suatu karya
cipta. Hak moral terdiri dari paternity right (hak untuk diidentifikasi sebagai
pengarang atau direktur suatu karya), integrity right (hak untuk menolak perubahan
atas suatu karya), dan privacy right (hak pemanfaatan foto dan film).21 Jadi
seandainya Hak Cipta ini beralih atau dialihkan kepada pihak ketiga oleh si pencipta,
pada dasarnya yang beralih hanyalah hak ekonominya saja, sedangkan hak moralnya
tetap melekat pada diri pencipta. Artinya, atas ciptaannya tersebut pencipta tetap
berhak untuk dicantumkan namanya sebagai pencipta dan tidak boleh pihak ketiga
mengubah ciptaan si pencipta sebagaimana aslinya tanpa izin. Dan orang lain yang
melakukan tindakan yang merupakan hak khusus pencipta, baik hak ekonomi
maupun hak moral, tanpa izin atau tanpa hak dianggap telah melakukan pelanggaran
atas hak cipta.
Pelanggaran Hak Cipta sebagaimana pula diatur dalam ketentuan Pasal 14
ayat (1) Persetujuan TRIPs mengharuskan pelaku diberikan hak untuk melarang
pihak lain yang tanpa persetujuannya, melakukan perbuatan-perbuatan seperti
membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan / atau gambar
pertunjukannya; dan melakukan penyiaran atas suatu karya siaran dengan
menggunakan transmisi dengan atau tanpa kabel atau mengkomunikasikan kepada
masyarakat pertunjukan langsung mereka. Yang dimaksud dengan pelanggaran yang
dilarang dalam hal ini adalah apabila perbuatan pelanggaran itu dapat merugikan
21
Chairul Anwar, Hak Cipta: Pelanggaran Hak Cipta dan Perundang-Undangan Terbaru
Hak Cipta Indonesia, Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta, 1999.
Universitas Sumatera Utara
20
pencipta dari segi ekonomis, merugikan kepentingan negara karena mengumumkan
ciptaan yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah di bidang pertahanan dan
keamanan atau bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Melanggar
perjanjian berarti pelanggaran berupa perbuatan yang tidak sesuai dengan isi
perjanjian yang telah disepakati antara pihak ketiga dengan pencipta.
Hak Kekayaan Intelektual atas ciptaan dapat dikelompokkan ke dalam
kategori-kategori berikut:22
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Hak perbanyakan (right of reproduction);
Hak mempertunjukkan (right of performance);
Hak menyajikan (right of presentation);
Hak menyebarkan (right of public transmission);
Hak menuturkan (right of recitation);
Hak memamerkan (right of exhibition);
Hak distribusi, mengalihkan hak milik dan meminjamkan (right of
distribution, transfer of ownership and lending);
8. Hak menerjemahkan, mengaransemen, mentransformasi, dan mengadaptasi
(right of translation, arrangement, transformation and adaptation);
9. Hak mengeksploitasi ciptaan turunan (rights in the exploitation of a derivative
work).
Pembajakan atau pelanggaran terhadap Hak Cipta di Indonesia sangat
memprihatinkan, terutama terhadap produk-produk digital yang mudah sekali untuk
diperbanyak
seiring
dengan
semakin
berkembangnya
kemajuan
teknologi
(digitalisasi) di Indonesia saat ini. Sehubungan dengan perkembangan teknologi
digital, semua kreasi intelektual yang semula dibuat di atas kertas kemudian akan
berubah wujud sebagai suatu informasi digital (digital works) yang direpresentasikan
22
Tamotsu Hozumi, Asia/Pacific Cultural Centre for UNESCO, Asian Copyright Handbook,
Seminar dan Workshop Nasional Peningkatan Kesadaran tentang Hak Cipta, 2006.
Universitas Sumatera Utara
21
dalam signal digital 0 dan 1, baik yang berbentuk teks, angka, garis, gambar, warna,
maupun semua jenis karakter-karakter informasi lainnya.23
Meskipun Indonesia telah mempunyai perangkat hukum di bidang Hak Cipta,
akan tetapi faktanya penegakan hukum atas pembajakan karya cipta digital ini masih
dirasakan sulit dicapai, dan diprediksi pembajakan di Indonesia akan tetap terjadi,
sehingga permasalahan ini pun sulit dituntaskan. Sistem HKI merupakan kesatuan
antara penghasil / pencipta (inventor), pengusaha, dan pelindung hukum. Lemahnya
sistem hukum (pengaturan) mengenai HKI adalah akibat kompleksnya permasalahan
yang ada dalam masyarakat, yang antara lain disebabkan karena penegakan hukum.
Sebagai salah satu penyebab maraknya pelanggaran Hak Cipta terhadap karya cipta
digital adalah kurang tegasnya aparat hukum dalam menangani pelanggaran yang
terjadi. Rendahnya hukuman yang diberikan kepada pelanggar Hak Kekayaan
Intelektual menandakan penegakan hukum terhadap pelaku pelanggaran juga
merupakan faktor utama lemahnya penegakan hukum di bidang HKI.
2.
Konsepsi
Konsepsi adalah bagian yang terpenting dari sebuah teori. Konsepsi dalam
bahasa latin disebut Conceptio (di dalam bahasa Belanda: begrip) atau pengertian
merupakan hal yang dimengerti. Definisi tersebut berarti perumusan (di dalam bahasa
Belanda: omschrijving) yang pada hakikatnya merupakan suatu bentuk ungkapan
23
Edmon Makarim., Op.Cit, hal. 286
Universitas Sumatera Utara
22
pengertian disamping aneka bentuk lain yang dikenal dalam epistemologi atau teori
ilmu pengetahuan.24
Dalam penelitian hukum sebagai suatu penelitian deskriptif yang sering kali
lebih bersifat normatif atau doktrinal.25 Adanya kerangka konsepsional dan landasan
atau kerangka teoritis menjadi syarat yang sangat penting agar penelitian itu menjadi
tak bias. Konsepsi yang dipergunakan dalam penelitan ini adalah:
Digitalisasi adalah proses alih media dari bentuk tercetak, audio, maupun
video menjadi bentuk digital.26
Hak atas Kekayaan Intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil produksi
kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra, gubahan lagu,
karya tulis, karikatur, dan lain-lain yang berguna untuk manusia.27
Hak Cipta menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No.19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu
dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.
24
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat,
Cet. 4, Rajawali Pers, Jakarta, 1995, hal. 6
25
Edmon Makarim., Op. Cit, hal. 2
26
Ena Sukmana, “Digitalisasi Pustaka”,
http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-grey-2005-enasukmana-1858,
diakses tanggal 10 Maret 2012.
27
Sutedi, A., Hak Atas Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Depok, 2009, hal 38.
Universitas Sumatera Utara
23
Pemegang Hak Cipta menurut Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang No.19 Tahun
2002 tentang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang
menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.
Perbanyakan menurut Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang No.19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta adalah penambahan jumlah sesuatu Ciptaan, baik secara
keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan menggunakan bahanbahan yang sama atau pun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen
atau temporer.
Pelanggaran Hak Cipta adalah suatu perbuatan dianggap pelanggaran Hak
Cipta jika melakukan pelanggaran terhadap hak eksklusif yang merupakan hak
pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak dan
untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya
membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya ciptanya.28
Pembajakan adalah istilah untuk infringment Hak Cipta, biasanya digunakan
untuk menggambarkan penyalinan tidak sah dari perangkat lunak (software), video,
game, film atau MP3.
Digital dalam sebuah istilah yaitu “Digital refers to communication signals or
information presented in a discrete form, usually in a binary way (0 or 1)”.29
28
“Pelanggaran Hak Cipta dan Akibat Hukumnya”,
http://pusathki.uii.ac.id/konsultasi/konsultasi/pelanggaran-hak-cipta-dan-akibat-hukumnya.html,
diakses tanggal 11 Maret 2012.
29
The Berkman Center for Internet & Society at Harvard Law School, “iTunes How
Copyright, Contract, and Technology Shape the Business of Digital Media. A Case Study”, Berkman
Publication Series No. 2004-07 June 2004, p. 55
Universitas Sumatera Utara
24
Hak Cipta atas karya cipta digital diartikan hak yang dimiliki oleh pencipta
atau pemegang hak cipta atas karya yang dihasilkannya yang dibuat dalam media
digital atau dengan memanfaatkan teknologi digital.
G. Metode Penelitian
1.
Spesifikasi Penelitian
Penelitian dapat dikategorikan menurut tujuan penelitian. Berdasarkan
tujuannya, penelitian dapat dikategorikan menjadi:
1. Penelitian eksploratif (exploratory research);
2. Penelitian uji hipotesa (testing research);
3. Penelitian deskriptif (descriptive research).30
Penelitian ini bersifat deskriptif analisis. Disebut dengan penelitian yang
bersifat deskriptif analisis karena bertujuan untuk melukiskan suatu realitas sosial
dengan diawali dengan pengumpulan data. Selanjutnya, data yang diperoleh akan
dianalisa untuk memperoleh gambaran secara komprehensif tentang masalah-masalah
yang ada.
Berdasarkan disiplin ilmu hukum, maka metode pendekatan terhadap
permasalahan pada penulisan tesis ini baik untuk kepentingan analisisnya maupun
pembahasannya adalah melalui pendekatan yuridis normatif yaitu mengkaji hukum
tertulis dari berbagai aspek, yaitu aspek teori, sejarah, filosofi, perbandingan, struktur
dan komposisi, lingkup dan materi, konsistensi, penjelasan umum dan pasal demi
pasal, formalitas dan kekuatan mengikat serta undang-undang, bahasa hukum yang
30
De Vaus, Surveys in Social Research, UCL Press Ltd, London, 1996, p. 204
Universitas Sumatera Utara
25
digunakan.31 Pendekatan yuridis normatif digunakan dalam penelitian ini untuk
meneliti norma-norma hukum yang berlaku serta terkait dengan perlindungan Hak
Cipta atas karya cipta digital.
2.
Sumber Data
Pada penelitian hukum ini, bahan pustaka merupakan data dasar yang dalam
penelitian digolongkan sebagai data sekunder. Dimana sumber data yang digunakan
dalam penelitian data sekunder adalah meliputi bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan bahan hukum tertier.32
Dalam penelitian ini bahan hukum yang dijadian rujukan adalah data
sekunder, antara lain:
1.
Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang berhubungan dan
mengikat, yakni:
a. Peraturan Perundang-undangan, yaitu:
1) World Intellectual Property Organization Copyright Treaty (Perjanjian
Hak Cipta WIPO).
2) Trade Related Intellectual Property Right Agreement (TRIPs).
3) Berne Convention the Protection of Literary and Artistic Works (Konvensi
Berne untuk Karya Cipta Seni dan Sastra).
4) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
31
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004,
hal. 101
32
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat),
Rajawali Pers, Jakarta, 2010, hal. 33.
Universitas Sumatera Utara
26
2.
Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer.33 Seperti hasil penelitian, artikel, buku-buku
referensi, jurnal dan media informasi lainnya seperti internet yang juga menjadi
tambahan bagi tesis ini sepanjang memuat informasi yang relevan dengan
penelitian yang dilakukan.
3.
Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan hukum yang memberi petunjuk dan
penjelasan terhadap bahan hukum sekunder, berupa kamus hukum, kamus umum
dan ensiklopedia.
3.
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan bahan / data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik
library research. Alat pengumpulan data yaitu dengan studi pustaka atau studi
dokumen yang meliputi sumber primer; yaitu perundang-undangan yang relevan
dengan permasalahan, sumber sekunder yaitu buku-buku litreratur ilmu hukum serta
tulisan-tulisan hukum lainnya yang relevan dengan permasalahan. Studi pustaka
dilakukan melalui tahap-tahap identifikasi pustaka sumber data, identifikai bahan
hukum yang diperlukan dan inventarisasi bahan hukum yang diperlukan tersebut.34
4.
Analisis Data
Dalam penelitian hukum normatif maka analisis pada hakekatnya berarti
kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis, untuk
33
34
Soerjono Soekanto, Pengantar Laporan Hukum, Cet. 3, UI Press, Jakarta, 2007, hal. 144
Ibid, hal. 192
Universitas Sumatera Utara
27
memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.35 Bahan-bahan hukum yang
diperoleh baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder diolah dan
dianalisis secara deskriptif analitis sesuai dengan permasalahan yang dibahas.
Proses analisis data / bahan hukum dalam penelitian ini dilaksanakan sebagai
berikut:
a. Melakukan inventarisasi peraturan perundang-undangan dan konvensikonvensi internasional yang relevan serta bahan hukum sekundernya yang
mendukung.
b. Melakukan pemeriksaan dan mengevaluasi data-data yang telah dikumpulkan
dari undang-undang, buku-buku, jurnal hukum, makalah hukum serta dari
kamus hukum yang terkait dengan konvensi-konvensi Internasional untuk
mengetahui validitas dari data-data tersebut.
c. Mensistematisasi data-data yang telah di inventaris dan diperiksa untuk
menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas
dalam penelitian ini, serta untuk memperoleh jawaban yang baik.
35
Soerjono Soekanto, Metodologi Research, Andi Offset, Yogyakarta,1998, hal. 25
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Media berbasis teknologi digital saat ini telah memasuki berbagai segmen
aktifitas manusia hampir di seluruh belahan dunia. Era globalisasi dan digital telah
berkembang sedemikian pesat terutama pengaruhnya terhadap bidang pekerjaan /
aktifitas manusia. Untuk menandai dimulainya era globalisasi, mantan Presiden
Amerika Serikat Bill Clinton telah mencanangkan pembuatan Jalan Raya Informasi
(Information Highway) dalam masa pemerintahannya guna mendeklarasikan
globalisasi komunikasi dan kebebasan informasi.1 Interconnection networking
(internet) telah menjadi sangat penting bagi manusia di seluruh dunia. Para pelaku
bisnis, pejabat pemerintah, dan banyak orang di seluruh dunia menggunakan internet
sebagai bagian dari bisnis nasional dan internasional serta kehidupan pribadi manusia
sehari-hari. Eksistensi dari beberapa jenis bisnis justru tidak mungkin berlangsung
tanpa adanya intenet.
Internet dengan berbagai kelebihan dan kemudahan ternyata bukan hanya
memberi manfaat kepada pelaku usaha tetapi juga menimbulkan kerugian yang
berdampak pada perbuatan yang melanggar hukum seperti keamanan dan privasi data
juga perlindungan hukum terhadap hak-hak asasi yang dimiliki setiap netter. Dengan
adanya kemajuan teknologi digital ternyata dewasa ini telah berdampak terhadap
1
Edmon Makarim, Pengantar Hukum Telematika, Raja Gravindo Persada, Jakarta, 2005, hal. 30
Universitas Sumatera Utara
2
peningkatan pelanggaran Hak Cipta di Indonesia. Khususnya terhadap karya cipta
digital berupa software komputer, musik digital, film digital, e-book, dan lainnya.
Salah satu implikasi teknologi informasi yang saat ini menjadi perhatian
adalah pengaruhnya terhadap eksistensi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)2,
disamping terhadap bidang-bidang lain seperti transaksi bisnis elektronik, kegiatan egovernment, dan lain-lain.3 Hak Kekayaan Intelektual merupakan bagian hukum yang
berkaitan erat dengan perlindungan usaha-usaha kreatif dan investasi ekonomi dalam
usaha kreatif. Berdasarkan Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights
(TRIPs) yang merupakan perjanjian Hak-Hak Milik Intelektual berkaitan dengan
perdagangan dalam Badan Perdagangan Dunia (WTO), Hak Kekayaan Intelektual ini
meliputi copyrights (hak cipta), dan industrial property (paten, merek, desain
industri, perlindungan sirkuit terpadu, rahasia dagang dan indikasi geografis asal
barang). Diantara hak-hak tersebut, Hak Cipta yang semula bernama hak pengarang
(author rights) merupakan kajian Hak Kekayaan Intelektual yang bertujuan untuk
melindungi karya kreatif yang dihasilkan oleh penulis, seniman, pengarang dan
pemain musik, pengarang sandiwara, serta pembuat film dan piranti lunak (software).
Pengaturan Hak Cipta di Indonesia berpedoman pada Undang-Undang Nomor
6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta yang kemudian direvisi dengan Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982
2
Ahmad M. Ramli, Pengaruh Perkembangan Cyber Law Terhadap Pemanfaatan Teknologi
Informasi di Indonesia, Penulisan Hukum, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum
dan HAM RI, Jakarta, 2003.
3
Syamsul Muarif, Strategi E-Government Dalam Meningkatkan Daya Tarik Investasi dan
Bisnis di Indonesia, CEO BUMN Briefing X, Jakarta, 14 Oktober 2002.
Universitas Sumatera Utara
3
tentang Hak Cipta. Indonesia sendiri telah menjadi anggota WTO (World Trade
Organization) maka itu Indonesia memiliki kewajiban untuk mengimplementasikan
ketentuan TRIPs dalam peraturan perundang-undangan nasionalnya. Oleh karena itu,
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997
tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta
kemudian diperbarui dengan Undang-Undang yang baru Nomor 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta. Sedangkan peraturan pemerintah yang mengatur Hak Cipta adalah
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1986 tentang Dewan Hak Cipta. Dewan Hak
Cipta seperti yang diatur dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 yang terdiri
atas wakil pemerintah, wakil organisasi profesi dan anggota masyarakat yang
berkompetensi di bidang Hak Cipta berperan dalam memberikan penyuluhan dan
pembimbing serta pembinaan Hak Cipta.
Selain memberikan manfaat, tingginya penggunaan internet justru telah
memberi akibat berupa ancaman terhadap eksistensi karya cipta dan invensi yang
ditemukan oleh para penghasil Hak Kekayaan Intelektual. Internet memiliki beberapa
karakteristik teknis yang membuat masalah-masalah HAKI tumbuh dengan subur.4
Salah satu masalah yang timbul adalah berkaitan dengan pembajakan Hak Cipta. Hak
Kekayaan Intelektual memang berperan penting dalam kehidupan dunia modern
dimana di dalamnya terkandung aspek hukum yang berkaitan erat dengan aspek
4
Sutan Remy Syahdeini, Kejahatan & Tindak Pidana Komputer, Pustaka Utama Grafiti,
Jakarta, 2009, hal. 59
Universitas Sumatera Utara
4
teknologi, aspek ekonomi, maupun seni budaya. Hak Kekayaan Intelektual adalah
sistem hukum yang melekat pada tata kehidupan modern terutama pada perkembagan
hukum Hak Cipta terhadap produk digital. Hak Cipta terhadap karya cipta digital
seperti perangkat lunak (software) pada komputer, foto digital, musik digital, film
digital bahkan yang sedang trend di kalangan akademis e-book dan e-journal perlu
mendapat perlindungan hukum, karena setiap hasil karya seseorang telah dihasilkan
dengan suatu pengorbanan tenaga, pikiran waktu bahkan biaya yang tidak sedikit
serta pengetahuan dan semua bentuk idealisme dari seseorang.
Jika melihat banyaknya kasus yang terjadi sesungguhnya tidak ada perbedaan
hukum Hak Cipta antara karya cipta digital (termasuk musik digital, film digital,
program/dokumen digital) dan karya cipta non digital karena merujuk pada karya
cipta saja. Namun pada beberapa kasus pelanggaran Hak Cipta, karya cipta digital
menjadi substansi baru dalam hukum Hak Cipta. Yang menjadi spesifikasi dalam
karya cipta digital yaitu ide / gagasan maupun pikiran yang sudah tertuang dalam
bentuk karya intelektual yang dibuat dengan bantuan teknologi digital dengan proses
pengalihwujudan atau konversi dari bentuk fisik (misalnya buku, kaset/CD) ke dalam
bentuk digital (misalnya e-book, MP3) atau karya cipta yang langsung dihasilkan
dalam media digital tanpa melewati proses pengalihwujudan atau konversi.
Namun seiring kemajuan era globalisasi saat ini, perlindungan terhadap Hak
Cipta terutama karya cipta digital tidak mudah untuk dilakukan. Pembajakan di dunia
digital ataupun pembajakan bidang selain digital pada prinsipnya adalah
memperbanyak produk tanpa seizin orang atau pihak yang memiliki Hak Cipta.
Universitas Sumatera Utara
5
Namun dalam produk digital masalah pembajakan ini lebih rumit. Hal ini
dikarenakan produk-produk dalam format digital dapat di-copy atau diperbanyak dan
didistribusikan dengan sangat mudah. Ini berbeda dengan kasus produk fisik tiruan
(lukisan, patung, perangkat elektronik, dan lainnya) diperlukan upaya sangat keras
untuk meniru dan menyembunyikan kepalsuan produk secara fisik. 5 Namun hal ini
tidak berlaku di dunia digital. Perangkat dan produk digital tersebut berhubungan
dengan jaringan global antar database. Database yang saling berhubungan
membentuk jaringan multimedia.
Penggunaan multimedia menerapkan adanya aplikasi untuk mencampur data
digital yaitu musik, foto, dan video yang berbeda untuk berinteraksi dalam kapasitas
informasi yang sangat besar. Hal ini selalu memiliki dampak positif dan negatif.
Salah satu dampak negatif yang terjadi adalah pencurian dan penyalahgunaan data
digital, misalnya gambar yang diambil dari internet kemudian di re-touched oleh
seseorang dan hasil re-touched itu diakui sebagai karya ciptanya. Dengan
memanfaatkan kelemahan sistem visual manusia, para penjahat digital menjalankan
aksinya dan akibatnya merugikan banyak pihak. Digitalisasi memungkinkan
perbanyakan tanpa kehilangan kualitas ciptaan asli (original).
Digitalisasi saat ini telah menjawab kemudahan atas layanan teknologi dan
informasi sekaligus menggantikan teknologi analog. Sebagai dampaknya di zaman
era digital sekarang kehidupan terasa lebih mudah dan praktis. Hanya dengan
5
Metha Dewi, “Perkembangan Hukum Hak Cipta Terhadap Produk Digital”,
http://lawmetha.wordpress.com/2011/05/21/perkembangan-hukum-hak-cipta-terhadap-produk-digital/,
diakses tanggal 12 Maret 2012.
Universitas Sumatera Utara
6
bermodal komputer atau telepon seluler masyarakat sudah dapat menerima suara,
tulisan, data maupun gambar tiga dimensi (3G). Bentuk format digital yang
dihasilkan meliputi audio, video, gambar atau tulisan. Proses konversi menjadi format
digital ini disebut dengan digitalisasi atau alih media digital. Dalam bentuk yang
utuh, konversi ini menghasilkan apa yang disebut digitalisasi.
Beberapa keunggulan karya / ciptaan dalam format digital diantaranya sebagai
berikut:
1. Long distance service yaitu pengguna bisa menikmati layanan sepuasnya,
kapanpun dan dimanapun.
2. Akses yang mudah. Akses lebih mudah karena pengguna tidak perlu mencari
di katalog dengan waktu yang lama.
3. Biaya murah (low cost).
4. Publikasi karya secara global. Karya-karya dapat dipublikasikan secara global
ke seluruh dunia dengan bantuan internet.
Masyarakat tidak saja menikmati berbagai manfaat teknologi digital ketika
mengeksploitasi suatu ciptaan, tetapi juga bila menciptakan ciptaan. Dewasa ini,
setiap orang dapat menjadi pencipta. Namun, bersamaan dengan itu, revolusi
teknologi telah menimbulkan peristiwa-peristiwa yang tidak pernah diperkirakan
sebelumnya dan jenis-jenis baru kejahatan. Akses ilegal oleh hackers, dan
sebagainya, yang menyerang jaringan komputer, dan pembocoran data pribadi
semakin merajalela. Pengelolaan informasi dalam administrasi pemerintahan, dalam
setiap organisasi, dan perusahaan menjadi masalah. Karena informasi digital dapat
Universitas Sumatera Utara
7
dengan mudah diubah, maka dimungkinkan setiap orang tanpa sengaja melanggar
Hak Cipta orang lain.
Berdasarkan data yang dimiliki, pada tahun 2009 bisnis karya cipta, musik,
film, software, dan karya yang lain di internet mencapai Rp.300 Triliun.6 Hal ini
menunjukkan bahwa bisnis internet sangat menjanjikan. Kementerian Komunikasi
dan Informatika menyatakan akan memblokir situs-situs download musik atau film
gratis untuk melindungi dan mengapresiasi karya cipta seni di dunia virtual.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Tifatul Sembiring
mengungkapkan, maraknya download konten tidak resmi untuk musik digital di
internet menimbulkan kerugian yang cukup besar. Akibat konten ini, negara
dirugikan sekitar Rp. 12 Triliun per tahun. Data lainnya menyebutkan dari seluruh
wilayah Indonesia, Provinsi Jawa Timur adalah daerah yang menjadi pusat
pembajakan tertinggi Hak Cipta di Indonesia.7
Masyarakat pengguna internet/netter di Indonesia sebagian besar terbiasa
melakukan pembajakan perangkat lunak (software piracy) dikarenakan mahalnya
aplikasi/program komputer yang asli yang tidak terjangkau oleh sebagian besar
masyarakat netter di Indonesia, dengan demikian masyarakat berusaha mendapatkan
software komputer dengan harga yang lebih murah meskipun hasil bajakan. Sebagai
contoh harga program komputer original untuk Windows Vista Ultimate yaitu
6
“Situs Download Gratis Diblokir”,
http://www.seputarindonesia.com/edisicetak/content/view/416180/38/, diakses tanggal 9 Maret 2012.
7
Gatot S. Dewa Broto (Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo), “Siaran
Pers No. 51/PIH/KOMINFO/7/2011 tentang Sosialisasi Perlindungan dan Apresiasi Karya Cipta Seni
Musik Di Dunia Maya”, http://kominfo.go.id, diakses tanggal 5 Maret 2012.
Universitas Sumatera Utara
8
Rp.1.717.000,-, program original lainnya untuk Office 2010 Profesional yaitu
Rp.3.761.000,-8. Dapat dijumlahkan jika setiap netter memiliki sepuluh program
komputer untuk mendukung aktifitasnya. Melihat harga yang sangat mahal untuk
sebagian besar masyarakat Indonesia tidak heran jika masyarakat beralih pada hasil
karya bajakan. Selain pembajakan software, bentuk pelanggaran Hak Cipta lainnya
yang juga marak terjadi di Indonesia saat ini adalah musik digital berupa MPEG-1
Audio Layer 3 atau yang lebih dikenal dengan MP3. Permasalahan hukum Hak Cipta
dalam MP3 adalah mewabahnya produk MP3 di masyarakat yang telah melanggar
Hak Cipta. Perkembangan pembajakan musik digital di Indonesia dimulai dari hasil
kualitas suara musik atau lagu yang asli berbeda dengan kualitas lagu atau masik
yang hasil bajakan. Namun dengan adanya teknologi konversi digital seperti adanya
MP3, penurunan kualitas suara pada produk bajakan bisa diminimalisir, bahkan
kualitas suara produk bajakan setara dengan kualitas suara pada CD (Compact Disk)
original. Selain itu harga sebuah keping MP3 illegal (bajakan) jauh lebih murah dari
harga keping CD original. Sebagai perbandingan, harga suatu keping MP3 illegal
yang mampu memuat lebih dari seratus lagu berkisar lima ribu rupiah hingga sepuluh
ribu rupiah.9 Hasil duplikasi yang juga memiliki kualitas yang sama dengan aslinya
juga terjadi pada e-book. Hal ini memudahkan pembajakan e-book, penggandaan
(duplikasi/copying) e-book sangat mudah dan murah. Untuk membuat ribuan copy
8
Ali Fahrudin, http://hukum.kompasiana.com/2011/05/19/tahukah-berapa-total-hargasoftware-jika-original-di-komputer-anda-bag1/, diakses tanggal 2 April 2012.
9
Kompas Cyber Media, “Bisnis CD/VCD Bajakan Marak”,
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0605/15/Jabar/2080.htm, diakses tanggal 1 April 2012.
Universitas Sumatera Utara
9
dari e-book dapat dilakukan dengan murah, sementara untuk mencetak ribuan buku
membutuhkan biaya yang sangat mahal.10 Tentunya kemudahan penggandaan ini
memiliki efek negatif, yaitu mudah dibajak.
Salah satu kasus yang terjadi terkait adanya pelanggaran Hak Cipta digital
adalah kasus musisi Dodo Zakaria v Telkomsel dalam perkara No.24/Hak
Cipta/2007/PN.NIAGA.JKT PST yang mana pihak Telkomsel digugat karena
melakukan eksploitasi Hak Cipta dengan melakukan mutilasi / pemotongan atas lagu
Dodo Zakaria dalam bentuk Nada Sambung Pribadi (NSP) dengan mengabaikan hak
moral dan hak ekonominya
Masalah Hak Cipta di media internet sendiri dapat dibagi menjadi dua bagian,
yaitu hak cipta atas atau isi (content) yang terdapat di media internet yang berupa
hasil karya berbentuk informasi, tulisan, karangan, review, program atau bentuk
lainnya yang sejenis, dan hak cipta atas nama atau alamat website dan alamat surat
elektronik e-mail dari pelanggan jasa internet.11 Masalah Hak Cipta atas hasil karya
yang disediakan di internet ini menyangkut pula beberapa hal, antara lain jenis-jenis
pelanggaran, perlindungan terhadap Hak Cipta. Digitalisasi memungkinkan membuat
salinan dan mengubah suatu ciptaan dengan sangat mudah. Digitalisasi juga
memungkinkan untuk mempertahankan kualitas secara konsisten dan konstan berapa
puluh kalipun suatu ciptaan disalin, betapapun besar suatu ciptaan atau berapa lama
pun waktu berlalu. Karena mutu setiap salinan sama dengan mutu ciptaan original,
10
Budi Rahardjo, “Rancangan abc e-Book”,
http://budi.insan.co.id/articles/ebooks/ebooks.pdf, diakses tanggal 12 Maret 2012.
11
Asril Sitompul, Hukum Internet, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 8
Universitas Sumatera Utara
10
salinan bahkan dapat diperbanyak lagi dari salinan. Dampak yang lebih besar, yakni
pelanggaran hak terjemahan dan hak mempertahankan keutuhan suatu ciptaan karena
digitalisasi memudahkan melakukan perubahan pada ciptaan original. Sekarang
dimungkinkan untuk mengeksploitasi suatu ciptaan berulang kali tanpa ada
perubahan pada mutu, karena tingginya mutu medium rekaman, seperti memori
hanya baca cakram padat (CD-ROM = Compact Disc Read Only Memory), dan
sebagainya. Undang-Undang Hak Cipta sendiri telah mencakup pembatasan bagi
pembuatan salinan untuk penggunaan pribadi, sebagai jawaban terhadap tindakan
eksploitasi, jumlah pelanggaran, dan kerugian lainnya, yang disebabkan oleh
digitalisasi.
Persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia dalam upaya perlindungan Hak
Cipta atas karya cipta digital ini adalah masalah proses penegakan hukum dan
perlindungan hukum terhadap karya cipta yang yang dihasilkan dari proses alih
media/digitalisasi dan yang dibuat langsung dalam format digital disertai masalahmasalah seperti kesadaran masyarakat terhadap pentingnya Hak Cipta itu sendiri dan
kondisi ekonomi bangsa Indonesia yang secara tidak langsung mendukung tindakan
pelanggaran Hak Cipta.
Berdasarkan uraian di atas maka untuk mengetahui perlindungan hukum
terhadap karya cipta digital dilakukan penelitian dengan judul: “Perlindungan
Hukum Terhadap Hak Cipta Atas Karya Cipta Digital Di Indonesia.”
Universitas Sumatera Utara
11
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka masalah yang perlu dibahas
dalam tulisan ini adalah:
1. Bagaimana perkembangan teknologi digital serta pengaruhnya terhadap Hak
Cipta?
2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap karya cipta digital di Indonesia?
3. Bagaimanakah perlindungan Hak Cipta atas karya cipta digital di beberapa
negara?
C. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini ditentukan apa yang menjadi batasan materi yang akan
diuraikan. Hal ini perlu dilakukan agar materi atau isi dari tulisan ini tidak
menyimpang dari pokok-pokok permasalahan sehingga pembahasannya dapat terarah
dan diuraikan secara sistematis. Penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui perkembangan teknologi digital serta pengaruhnya
terhadap Hak Cipta.
2. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap karya cipta digital di
Indonesia.
3. Untuk mengetahui perlindungan Hak Cipta atas karya cipta digital di beberapa
negara.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini secara teoritis dan praktis, yaitu:
1. Secara Teoritis
Universitas Sumatera Utara
12
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu sumbangan pemikiran
dalam ilmu hukum pada umumnya dan khususnya agar pengaturan
perlindungan hukum Hak Cipta bagi sebuah karya cipta digital diperjelas dan
memberikan kepastian hukum.
2. Secara Praktis
a. Diharapkan agar penulisan yang dilakukan dapat memberikan kontribusi
kepada pihak yang berkepentingan, khususnya kepada pencipta karya
digital dan masyarakat pengguna sarana digital.
b. Diharapkan dapat bermanfaat memberikan masukan kepada para pihak
yang melaksanakan aktifitas digital, agar para pihak mengetahui,
memahami dan menghargai Hak Kekayaan Intelektual (Hak Cipta)
seseorang.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya berkaitan dengan topik bahasan
tesis ini pernah dilakukan oleh mahasiswa program Magister Kenotariatan
Universitas Sumatera Utara yaitu:
1.
Yuniarti dengan NIM 017011068, judul Tesis “Efektifitas Asas Perlindungan
Hukum Terhadap Pemegang Hak Cipta Program Komputer”.
Berdasarkan penelusuran kepustakaan dan dari hasil penelitian yang pernah
dilakukannya, khususnya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Program
Kenotariatan, penelitian tersebut memiliki sasaran penelitian yang berbeda. Jika
dibandingkan penelitian yang pernah dilakukan dengan penelitian ini, baik
Universitas Sumatera Utara
13
permasalahan maupun pembahasan adalah berbeda. Dengan demikian penelitian ini
dapat dipertanggung jawabkan keasliannya secara ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1.
Kerangka Teori
Hak Cipta memberi kewenangan yang sangat luas bagi pencipta. Secara
konseptual kedudukan pencipta berada pada tempat yang sangat terhormat di tengahtengah masyarakat.12 John Locke, filsuf Inggris abad ke-18 dalam kaitan antara Hak
Cipta dan hukum alam mengemukakan bahwa “hukum Hak Cipta memberikan hak
milik eksklusif kepada karya cipta seorang pencipta, hukum alam meminta individu
untuk mengawasi karya-karyanya dan secara adil dikompensasikan untuk kontribusi
kepada masyarakat”.13 Dalam bukunya klasiknya, “The Second Treatise of Civil
Government and a Letter Concerning Toleration” John Locke mengajukan sebuah
postulasi pemikiran bahwa semua individu dikaruniai oleh alam hak yang melekat
atas hidup, kebebasan dan kepemilikan, yang merupakan milik mereka sendiri dan
tidak dapat dicabut atau dipreteli oleh negara.14 Dalam bukunya, Locke juga
mengatakan bahwa hak milik dari seorang manusia terhadap benda yang
dihasilkannya itu sudah ada sejak manusia lahir. Benda dalam pengertian disini tidak
hanya benda yang berwujud tetapi juga benda yang abstrak, yang disebut dengan hak
milik atas benda yang tidak berwujud yang merupakan hasil dari intelektualitas
12
Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia, Alumni, Bandung, 2008, hal. 51
Hendra Tanu Atmaja, Hak Cipta-Musik atau Lagu Cet-I, UI-Press, Jakarta, 2003, hal. 19
14
Otto Hasibuan, Op.Cit, hal. 52
13
Universitas Sumatera Utara
14
manusia.15 Hak atas Kekayaan Intelektual merupakan suatu hak yang timbul akibat
adanya tindakan kreatif manusia yang menghasilkan karya-karya inovatif yang dapat
diterapkan dalam kehidupan manusia.16 Kemampuan intelektual manusia dihasilkan
oleh manusia melalui daya, rasa, dan karsanya yang diwujudkan dengan karya-karya
intelektual. Karya-karya intelektual juga dilahirkan menjadi bernilai, apalagi dengan
manfaat ekonomi yang melekat sehingga akan menumbuhkan konsep kekayaan
terhadap karya-karya intelektual. Dalam konteks zaman modernitas saat ini, dasar
untuk mendukung atau justifikasi perlindungan dan penghargaan terhadap Hak Cipta
mungkin tidak cukup lagi berdasarkan teori hukum alam. S.M Stewart
mengemukakan argumentasinya yang cukup representatif mengapa Hak Cipta harus
dilindungi dan dihargai:17
a. Alasan keadilan (the principle of nature justice)
Pengarang adalah pencipta atau pembuat suatu karya yang merupakan
ekspresi kepribadiannya. Sebaiknya, dia mampu memutuskan apakah dan
bagaimanakah karyanya dipublikasikan serta mencegah kerugian atau
perusakan karya intelektualnya.
b. Alasan ekonomi (the economic argument)
15
John Locke, Two Treatises of Government, edited and introduced by Peter Laslett, 1988,
hal. 285 dalam “Hukum Tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual Dalam Menghadapi Era
Globalisasi”, Syafrinaldi, UIR Press, 2010, hal. 7
16
Magreth Barrett , HAKI melindungi dan sekaligus memberi insentif terhadap kreatifitas
manusia, Intellectual Property, Emanuel Law Outline, 1997, page 1et seq.
17
S.M Stewart, International Copyright and Neighbouring Rights, 2nd Edition,
Buuterworths&Co (Publisher) Ltd, London, 1989, p. 3-4.
Universitas Sumatera Utara
15
Di era modern, investasi sangat dibutuhkan untuk membuat suatu kreasi.
Karena
kreasi
semua
pekerjaan
secara
praktis
bertujuan
untuk
menyediakannya bagi publik, sehingga prosesnya juga, seperti publikasi dan
distribusi juga mahal.
c. Alasan budaya (the cultural argument)
Karya yang dihasilkan oleh pencipta merupakan asset nasional. Oleh karena
itu, dorongan atau hadiah kreatifitas adalah demi kepentingan publik sebagai
suatu kontribusi terhadap pembangunan budaya nasional.
d. Alasan sosial (the social argument)
Penyebaran karya-karya terhadap sejumlah besar orang membentuk hubungan
(mata rantai) antara kelompok / tingkatan, kelompok rasial, kelompok usia,
sehinga menciptakan perpaduan sosial, pencipta dalam hal ini memberikan
pelayanan sosial jika ide atau pengalaman para pencipta dapat disebarkan ke
masyarakat luas dalam waktu singkat, berarti mereka memberikan kontribusi
terhadap kemajuan sosial.
Hak Cipta pertama kali mendapat perlindungan di tingkat internasional pada
tanggal 9 September 1886 melalui Berne Convention for The Protection of Literary
and Artistic Works. Indonesia telah meratifikasi konvensi internasional dalam bidang
hak cipta yaitu Bern Convention for the Protection of Artistic and Literary Works
(Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra) melalui Keppres No.18
tahun 1997 dan World Intellectual Property Organization Treaty (Perjanjian Hak
Universitas Sumatera Utara
16
Cipta WIPO) melalui Keppres No.6 tahun 1997. Perjanjian-perjanjian yang
terkandung dalam WIPO lebih bersifat spesifik di bidang-bidang HAKI tertentu. Hal
ini berbeda dengan TRIPs yang justru mengatur persoalan-persoalan HAKI secara
lebih komprehensif.18 Dengan diratifikasinya konvensi-konvensi internasional di
bidang Hak Cipta oleh pemerintah Indonesia, maka Indonesia memiliki komitmen
untuk memberlakukan dan menerapkan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati
dalam konvensi-konvensi di bidang Hak Cipta. Pemerintah Indonesia sejak tahun
1982 telah mengeluarkan Undang-Undang tentang Hak Cipta yaitu Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1982 yang telah mengalami beberapa revisi melalui Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1987 dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997, kesemuanya ini
adalah untuk melindungi karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra
(scientific, literary and artistic works). Kemudian yang terakhir adalah UndangUndang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dan pemberlakuannya tentang Hak
Cipta pun telah diberlakukan efektif sejak 29 Juli 2003.
Undang-Undang Hak Cipta memberikan kepada seorang pengarang atau
pencipta atas sebuah ciptaan; beberapa hak ekslusif atas karya-karyanya untuk jangka
waktu tertentu atau jangka waktu lebih panjang lagi. Hak-hak ini memungkinkan para
pencipta untuk mengawasi pemanfaatan hak ekonomi atas karya-karya mereka
dengan sejumlah cara, dan untuk itu mereka tentu berhak atas sejumlah pembayaran.
18
Ahmad M. Ramli dan Fathurahman P.Ng.J, Film Independen (Dalam Perspektif Hukum
Hak Cipta dan Hukum Perfilman Indonesia), Ghalia Indonesia, Bogor, 2005, hal. 16
Universitas Sumatera Utara
17
Undang-Undang Hak Cipta, juga memberikan hak moral yang melindungi, antara lain
citra dan integritas penciptanya.
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu
dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku. Dari bunyi pasal 1 ayat (1) Undang-undang No. 19 Tahun
2002 tentang Hak Cipta, mengandung banyak unsur yang terkandung didalamnya
baik bagi berhubungan dengan pencipta, penerima, karya ciptanya dan pengertian
semata-mata diperlukan bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak lain yang boleh
memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pemegangnya. Pada dasarnya Hak Cipta
bertujuan untuk melindungi karya kreatif yang dihasilkan oleh penulis, seniman,
pengarang dan pemain musik, pengarang sandiwara, serta pembuat film dan piranti
lunak (software). Perlindungan hak cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan
(The copyright law protects only the expression of an idea and not the idea itself)19
karena karya cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi, dan
menunjukkan keaslian sebagai ciptaaan yang lahir berdasarkan kemampuan,
kreatifitas, atau keahlian sehingga itu dapat dilihat, dibaca, atau didengar.
Hak Cipta terdiri atas hak ekonomi dan hak moral dimana hak ekonomi
adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk hak
terkait, dan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang
19
Kamlesh K. Bajaj dan Debjani Nag, E-Commerce (The Cutting Edge of Business), 2nd
Edition, Tata McGraw-Hill Publishing Company Ltd, New Delhi, 2005, p. 243
Universitas Sumatera Utara
18
tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apapun, walaupun Hak Cipta atau
hak terkait telah dialihkan.20 Hak Cipta merupakan hak khusus bagi pencipta atau
penerima hak untuk: a). mengumumkan atau b). memperbanyak ciptaannya, atau c).
memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hanya pencipta saja yang mempunyai
hak khusus (exclusive right) yang dilindungi Undang-Undang yang dapat
mengumumkan ciptaannya, untuk memperbanyak ciptaannya dan untuk memberi izin
mengumumkan dan atau memperbanyak ciptaannya tersebut, seumur hidup pencipta
ditambah 50 tahun setelah pencipta meninggal, ini berarti bahwa Hak Cipta dapat
diwariskan kepada ahli warisnya seperti yang tertera dalam Pasal 4 ayat 1 UndangUndang Hak Cipta No. 19 tahun 2002 yang berbunyi : “Hak Cipta yang dimiliki oleh
pencipta, yang setelah penciptanya meninggal dunia, menjadi milik ahli warisnya
atau milik penerima wasiat, dan hak cipta tersebut tidak dapat disita, kecuali jika hak
itu diperoleh secara melawan hukum”. Beralih atau dialihkannya Hak Cipta tidak
dapat dilakukan secara lisan tetapi harus dilakukan secara tertulis baik dengan akta
notaris maupun tidak dengan akta notaris. Atas sebuah ciptaan karya dalam bidang
seni, sastra dan ilmu pengetahuan akan melekat dua macam hak yaitu hak ekonomi
(economic rights) dan hak moral (moral rights). Secara umum (terlepas dari isi
perundang-undangan suatu negara), hak ekonomi adalah hak eksklusif pencipta untuk
memperoleh manfaat ekonomi dari karya ciptanya dan produk-produk terkait. Hak
ekonomi meliputi hak untuk memperbanyak, mendistribusi, menterjemahkan,
20
Suyud Margono, Hukum Hak Cipta Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hal. 68
Universitas Sumatera Utara
19
membuat adaptasi, membuat pertunjukan, dan memperagakan (display) suatu karya
cipta. Hak moral terdiri dari paternity right (hak untuk diidentifikasi sebagai
pengarang atau direktur suatu karya), integrity right (hak untuk menolak perubahan
atas suatu karya), dan privacy right (hak pemanfaatan foto dan film).21 Jadi
seandainya Hak Cipta ini beralih atau dialihkan kepada pihak ketiga oleh si pencipta,
pada dasarnya yang beralih hanyalah hak ekonominya saja, sedangkan hak moralnya
tetap melekat pada diri pencipta. Artinya, atas ciptaannya tersebut pencipta tetap
berhak untuk dicantumkan namanya sebagai pencipta dan tidak boleh pihak ketiga
mengubah ciptaan si pencipta sebagaimana aslinya tanpa izin. Dan orang lain yang
melakukan tindakan yang merupakan hak khusus pencipta, baik hak ekonomi
maupun hak moral, tanpa izin atau tanpa hak dianggap telah melakukan pelanggaran
atas hak cipta.
Pelanggaran Hak Cipta sebagaimana pula diatur dalam ketentuan Pasal 14
ayat (1) Persetujuan TRIPs mengharuskan pelaku diberikan hak untuk melarang
pihak lain yang tanpa persetujuannya, melakukan perbuatan-perbuatan seperti
membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan / atau gambar
pertunjukannya; dan melakukan penyiaran atas suatu karya siaran dengan
menggunakan transmisi dengan atau tanpa kabel atau mengkomunikasikan kepada
masyarakat pertunjukan langsung mereka. Yang dimaksud dengan pelanggaran yang
dilarang dalam hal ini adalah apabila perbuatan pelanggaran itu dapat merugikan
21
Chairul Anwar, Hak Cipta: Pelanggaran Hak Cipta dan Perundang-Undangan Terbaru
Hak Cipta Indonesia, Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta, 1999.
Universitas Sumatera Utara
20
pencipta dari segi ekonomis, merugikan kepentingan negara karena mengumumkan
ciptaan yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah di bidang pertahanan dan
keamanan atau bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Melanggar
perjanjian berarti pelanggaran berupa perbuatan yang tidak sesuai dengan isi
perjanjian yang telah disepakati antara pihak ketiga dengan pencipta.
Hak Kekayaan Intelektual atas ciptaan dapat dikelompokkan ke dalam
kategori-kategori berikut:22
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Hak perbanyakan (right of reproduction);
Hak mempertunjukkan (right of performance);
Hak menyajikan (right of presentation);
Hak menyebarkan (right of public transmission);
Hak menuturkan (right of recitation);
Hak memamerkan (right of exhibition);
Hak distribusi, mengalihkan hak milik dan meminjamkan (right of
distribution, transfer of ownership and lending);
8. Hak menerjemahkan, mengaransemen, mentransformasi, dan mengadaptasi
(right of translation, arrangement, transformation and adaptation);
9. Hak mengeksploitasi ciptaan turunan (rights in the exploitation of a derivative
work).
Pembajakan atau pelanggaran terhadap Hak Cipta di Indonesia sangat
memprihatinkan, terutama terhadap produk-produk digital yang mudah sekali untuk
diperbanyak
seiring
dengan
semakin
berkembangnya
kemajuan
teknologi
(digitalisasi) di Indonesia saat ini. Sehubungan dengan perkembangan teknologi
digital, semua kreasi intelektual yang semula dibuat di atas kertas kemudian akan
berubah wujud sebagai suatu informasi digital (digital works) yang direpresentasikan
22
Tamotsu Hozumi, Asia/Pacific Cultural Centre for UNESCO, Asian Copyright Handbook,
Seminar dan Workshop Nasional Peningkatan Kesadaran tentang Hak Cipta, 2006.
Universitas Sumatera Utara
21
dalam signal digital 0 dan 1, baik yang berbentuk teks, angka, garis, gambar, warna,
maupun semua jenis karakter-karakter informasi lainnya.23
Meskipun Indonesia telah mempunyai perangkat hukum di bidang Hak Cipta,
akan tetapi faktanya penegakan hukum atas pembajakan karya cipta digital ini masih
dirasakan sulit dicapai, dan diprediksi pembajakan di Indonesia akan tetap terjadi,
sehingga permasalahan ini pun sulit dituntaskan. Sistem HKI merupakan kesatuan
antara penghasil / pencipta (inventor), pengusaha, dan pelindung hukum. Lemahnya
sistem hukum (pengaturan) mengenai HKI adalah akibat kompleksnya permasalahan
yang ada dalam masyarakat, yang antara lain disebabkan karena penegakan hukum.
Sebagai salah satu penyebab maraknya pelanggaran Hak Cipta terhadap karya cipta
digital adalah kurang tegasnya aparat hukum dalam menangani pelanggaran yang
terjadi. Rendahnya hukuman yang diberikan kepada pelanggar Hak Kekayaan
Intelektual menandakan penegakan hukum terhadap pelaku pelanggaran juga
merupakan faktor utama lemahnya penegakan hukum di bidang HKI.
2.
Konsepsi
Konsepsi adalah bagian yang terpenting dari sebuah teori. Konsepsi dalam
bahasa latin disebut Conceptio (di dalam bahasa Belanda: begrip) atau pengertian
merupakan hal yang dimengerti. Definisi tersebut berarti perumusan (di dalam bahasa
Belanda: omschrijving) yang pada hakikatnya merupakan suatu bentuk ungkapan
23
Edmon Makarim., Op.Cit, hal. 286
Universitas Sumatera Utara
22
pengertian disamping aneka bentuk lain yang dikenal dalam epistemologi atau teori
ilmu pengetahuan.24
Dalam penelitian hukum sebagai suatu penelitian deskriptif yang sering kali
lebih bersifat normatif atau doktrinal.25 Adanya kerangka konsepsional dan landasan
atau kerangka teoritis menjadi syarat yang sangat penting agar penelitian itu menjadi
tak bias. Konsepsi yang dipergunakan dalam penelitan ini adalah:
Digitalisasi adalah proses alih media dari bentuk tercetak, audio, maupun
video menjadi bentuk digital.26
Hak atas Kekayaan Intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil produksi
kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra, gubahan lagu,
karya tulis, karikatur, dan lain-lain yang berguna untuk manusia.27
Hak Cipta menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No.19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu
dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.
24
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat,
Cet. 4, Rajawali Pers, Jakarta, 1995, hal. 6
25
Edmon Makarim., Op. Cit, hal. 2
26
Ena Sukmana, “Digitalisasi Pustaka”,
http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-grey-2005-enasukmana-1858,
diakses tanggal 10 Maret 2012.
27
Sutedi, A., Hak Atas Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Depok, 2009, hal 38.
Universitas Sumatera Utara
23
Pemegang Hak Cipta menurut Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang No.19 Tahun
2002 tentang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang
menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.
Perbanyakan menurut Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang No.19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta adalah penambahan jumlah sesuatu Ciptaan, baik secara
keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan menggunakan bahanbahan yang sama atau pun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen
atau temporer.
Pelanggaran Hak Cipta adalah suatu perbuatan dianggap pelanggaran Hak
Cipta jika melakukan pelanggaran terhadap hak eksklusif yang merupakan hak
pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak dan
untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya
membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya ciptanya.28
Pembajakan adalah istilah untuk infringment Hak Cipta, biasanya digunakan
untuk menggambarkan penyalinan tidak sah dari perangkat lunak (software), video,
game, film atau MP3.
Digital dalam sebuah istilah yaitu “Digital refers to communication signals or
information presented in a discrete form, usually in a binary way (0 or 1)”.29
28
“Pelanggaran Hak Cipta dan Akibat Hukumnya”,
http://pusathki.uii.ac.id/konsultasi/konsultasi/pelanggaran-hak-cipta-dan-akibat-hukumnya.html,
diakses tanggal 11 Maret 2012.
29
The Berkman Center for Internet & Society at Harvard Law School, “iTunes How
Copyright, Contract, and Technology Shape the Business of Digital Media. A Case Study”, Berkman
Publication Series No. 2004-07 June 2004, p. 55
Universitas Sumatera Utara
24
Hak Cipta atas karya cipta digital diartikan hak yang dimiliki oleh pencipta
atau pemegang hak cipta atas karya yang dihasilkannya yang dibuat dalam media
digital atau dengan memanfaatkan teknologi digital.
G. Metode Penelitian
1.
Spesifikasi Penelitian
Penelitian dapat dikategorikan menurut tujuan penelitian. Berdasarkan
tujuannya, penelitian dapat dikategorikan menjadi:
1. Penelitian eksploratif (exploratory research);
2. Penelitian uji hipotesa (testing research);
3. Penelitian deskriptif (descriptive research).30
Penelitian ini bersifat deskriptif analisis. Disebut dengan penelitian yang
bersifat deskriptif analisis karena bertujuan untuk melukiskan suatu realitas sosial
dengan diawali dengan pengumpulan data. Selanjutnya, data yang diperoleh akan
dianalisa untuk memperoleh gambaran secara komprehensif tentang masalah-masalah
yang ada.
Berdasarkan disiplin ilmu hukum, maka metode pendekatan terhadap
permasalahan pada penulisan tesis ini baik untuk kepentingan analisisnya maupun
pembahasannya adalah melalui pendekatan yuridis normatif yaitu mengkaji hukum
tertulis dari berbagai aspek, yaitu aspek teori, sejarah, filosofi, perbandingan, struktur
dan komposisi, lingkup dan materi, konsistensi, penjelasan umum dan pasal demi
pasal, formalitas dan kekuatan mengikat serta undang-undang, bahasa hukum yang
30
De Vaus, Surveys in Social Research, UCL Press Ltd, London, 1996, p. 204
Universitas Sumatera Utara
25
digunakan.31 Pendekatan yuridis normatif digunakan dalam penelitian ini untuk
meneliti norma-norma hukum yang berlaku serta terkait dengan perlindungan Hak
Cipta atas karya cipta digital.
2.
Sumber Data
Pada penelitian hukum ini, bahan pustaka merupakan data dasar yang dalam
penelitian digolongkan sebagai data sekunder. Dimana sumber data yang digunakan
dalam penelitian data sekunder adalah meliputi bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan bahan hukum tertier.32
Dalam penelitian ini bahan hukum yang dijadian rujukan adalah data
sekunder, antara lain:
1.
Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang berhubungan dan
mengikat, yakni:
a. Peraturan Perundang-undangan, yaitu:
1) World Intellectual Property Organization Copyright Treaty (Perjanjian
Hak Cipta WIPO).
2) Trade Related Intellectual Property Right Agreement (TRIPs).
3) Berne Convention the Protection of Literary and Artistic Works (Konvensi
Berne untuk Karya Cipta Seni dan Sastra).
4) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
31
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004,
hal. 101
32
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat),
Rajawali Pers, Jakarta, 2010, hal. 33.
Universitas Sumatera Utara
26
2.
Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer.33 Seperti hasil penelitian, artikel, buku-buku
referensi, jurnal dan media informasi lainnya seperti internet yang juga menjadi
tambahan bagi tesis ini sepanjang memuat informasi yang relevan dengan
penelitian yang dilakukan.
3.
Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan hukum yang memberi petunjuk dan
penjelasan terhadap bahan hukum sekunder, berupa kamus hukum, kamus umum
dan ensiklopedia.
3.
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan bahan / data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik
library research. Alat pengumpulan data yaitu dengan studi pustaka atau studi
dokumen yang meliputi sumber primer; yaitu perundang-undangan yang relevan
dengan permasalahan, sumber sekunder yaitu buku-buku litreratur ilmu hukum serta
tulisan-tulisan hukum lainnya yang relevan dengan permasalahan. Studi pustaka
dilakukan melalui tahap-tahap identifikasi pustaka sumber data, identifikai bahan
hukum yang diperlukan dan inventarisasi bahan hukum yang diperlukan tersebut.34
4.
Analisis Data
Dalam penelitian hukum normatif maka analisis pada hakekatnya berarti
kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis, untuk
33
34
Soerjono Soekanto, Pengantar Laporan Hukum, Cet. 3, UI Press, Jakarta, 2007, hal. 144
Ibid, hal. 192
Universitas Sumatera Utara
27
memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.35 Bahan-bahan hukum yang
diperoleh baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder diolah dan
dianalisis secara deskriptif analitis sesuai dengan permasalahan yang dibahas.
Proses analisis data / bahan hukum dalam penelitian ini dilaksanakan sebagai
berikut:
a. Melakukan inventarisasi peraturan perundang-undangan dan konvensikonvensi internasional yang relevan serta bahan hukum sekundernya yang
mendukung.
b. Melakukan pemeriksaan dan mengevaluasi data-data yang telah dikumpulkan
dari undang-undang, buku-buku, jurnal hukum, makalah hukum serta dari
kamus hukum yang terkait dengan konvensi-konvensi Internasional untuk
mengetahui validitas dari data-data tersebut.
c. Mensistematisasi data-data yang telah di inventaris dan diperiksa untuk
menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas
dalam penelitian ini, serta untuk memperoleh jawaban yang baik.
35
Soerjono Soekanto, Metodologi Research, Andi Offset, Yogyakarta,1998, hal. 25
Universitas Sumatera Utara