Studi Perbandingan Pemahaman Mahasiswa FE USU Dengan Mahasiswa FE UISU Terhadap Sistem Bagi Hasil Mudharabah Bank Syariah Di Kota Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Pengertian Pemahaman
Menurut kamus lengkap bahasa indonesia pemahaman adalah sesuatu yang

kita pahami dan kita mengerti dengan benar. Jadi pemahaman (comprehension)
adalah

bagaimana

seorang

mempertahankan,

membedakan,

menduga,

menerangkan, memperluas, menyimpulkan, memberikan contoh, menulis

kembali, dan memperkirakan.
Pengertian pemahaman menurut Sudijono (2009:50)adalah kemampuan
seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui
dan diingat.Hasil belajar pemahaman merupakan tipe belajar yang lebih tinggi
dibandingkan tipe belajar pengetahuan. (Sudjana, 1992: 24) menyatakan bahwa
pemahaman dapat dibedakan kedalam 3 kategori, yaitu : (1) tingkat terendah
adalah pemahaman terjemahan, mulai dari menerjemahkan dalam arti yang
sebenarnya, mengartikan dan menerapkan prinsip-prinsip, (2) tingkat kedua
adalah pemahaman penafsiran yaitu menghubungkan bagian-bagian terendah
dengan yang diketahui berikutnya atau menghubungkan beberapa bagian grafik
dengan kejadian, membedakan yang pokok dengan yang tidak pokok dan (3)
tingkat ketiga merupakan tingkat pemaknaan ektrapolasi. Memiliki pemahaman
tingkat ektrapolasi berarti seseorang mampu melihat dibalik yang tertulis, dapat
membuat estimasi, prediksi berdasarkan pada pengertian dan kondisi yang
diterangkan dalam ide-ide atau simbol, serta kemampuan membuat kesimpulan
yang dihubungkan dengan implikasi dan konsekuensinya.

Universitas Sumatera Utara

2.2


Bank Syariah

2.2.1

Pengertian Bank Syariah
Bank Islam adalah merupakan lembaga keuangan dimana yang usaha

pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta
memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran
uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip Syariah
Islam(Sumitro 2004: 5). Dimana Sumitro mengatakan bahwa bank Islam berarti
bank yang tata cara operasinya dilandaskan pada tata cara bermuamalah secara
Islam, yaitu yang mengacu pada Al-qur’an dan hadist.
Menurut Undang-undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
bahwa Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum
Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Bank Umum Syariah adalah Bank
Syariah


yang

dalam

kegiatannya

memberikan

jasa

dalam

lalu

lintas

pembayaran.Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank Syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Berdasarkan pengertian dan rumusan di atas tersebut, bank syariah ialah
bank yang dimana tata cara beroperasinya di dasarkan pada tata cara bermuamalat

secara islam yakni mengacu pada ketentuan-ketentuan Al-qur’an dan hadist, atau
apabila kita mengacu pada Undang-Undang No 10 Tahun 1998 tentang perubahan
atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan bahwa bank yang
berprinsip syariah berlaku aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank

Universitas Sumatera Utara

dan pihak lain untuk penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan usaha dan
kegiatan lainnya yang sesuai syariah.
2.2.2

Produk Bank Syariah
Bank syariah akan beroperasional dengan mengusahakan terlebih dahulu

dana yang dititipkan maupun diinvestasikan masyarakat baru mendapatkan hasil
serta penyalurannya pada sektor usaha yang halal. Secara aplikasinya bank syariah
tidak menggunakan bunga, spekulasi dan ketidakjelasan, melainkan syariah fokus
kepada sistem bagi hasil. Peran yang di miliki bank syariah tak lain melainkan
hanya sebagai lembaga perentara(intermediary) antara unit-unit ekonomi yang
mengalami kelebihan dana(surplus units) dengan unit-unit yang lain yang

mengalami kekurangan dana(deficit units).
Batasan-batasan bank syariah yang harus menjalankan kegiatannya
berdasar pada syariat Islam, menyebabkan bank syariah harus menerapkan
prinsip-prinsip yang sejalan dan tidak bertentangan dengan syariat Islam. Untuk
memenuhi kebutuhan modal dan pembiayaan, bank syariah akan memiliki
ketentuan ketentuan yang berbeda dengan bank konvensional. Secara umum
prinsip-prinsip bank syariah ittu sendiri antara lain:
1. Produk penghimpun dana (funding)
2. Poduk penyaluran dana (financing)
3. Produk jasa (services)
Sebagai mana yang telah ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia
(PBI) No. 9/19/2007 sebagai mana yang telah disebutkan bahwa pemenuhan

Universitas Sumatera Utara

prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana, penyaluran dana dan
pelayanan jasa, dilakukan sebagai berikut:
1. Dalam kegiatan penghimpunan dana dengan mempergunakan antara lain
adalah akad wadi’ah dan mudharabah;
2. Dalam kegiatanpenyaluran dana berupa pembiayaan dengan menggunakan

antara lain akad mudharabah, musyarakah, murabahah, salam, istishna,
ijarah, ijarah muntahiya bittamlik dan qardh;
3. Dalam kegiatan pelayanan jasa dengan menggunakan antara lain akad
kafalah, hawalah, wakalah dan sharf.
2.2.3

Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional

Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
Fungsi dan Kegiatan
Bank
Mekanisme
dan
Objek Usaha
Prinsip Dasar Operasi

Bank Konvensional
Intermediasi, Jasa Keuangan
Tidak anti riba dan anti masyir
- Bebas nilai (Prinsip materialis)

- Uang sebagai komoditi
- Bunga

Prioritas Pelayanan
Orientasi

Kepentingan pribadi
Keuntungan

Bentuk

Bank komersial

Evaluasi Nasabah

Kepastian pengambilan pokok
dan bunga (creditworthiness dan
collateral)
Terbatas debitor-kreditor
Pasar Uang, Bank Sentral


Hubungan Nasabah
Sumber
likuiditas
jangka pendek
Pinjaman
yang
diberikan
Lembaga Penyelesai
Sengketa
Risiko Usaha

Komersial dan nonkomersi-al,
berorientasi laba
Pengadilan, Arbitrase
- Risiko bank tidak terkait
langsung dengan debitur, resiko

Bank Syariah
Intermediasi, Manager Investasi,

Investor, sosial, Jasa Keuangan
Anti riba dan anti masyir
- Tidak bebas nilai (prinsip
syariah Islam)
- Uang sebagai alat tukar dan
bukan komoditi
- Bagi hasil, jual beli, sewa
Kepentingan publik
Tujuan
sosial-ekonomi
Islam,keuntungan
Bank
komersial,
bank
pembangunan, bank universal
atau multi-porpose
Lebih hati-hati karena partisipasi
dalam resio
Erat sebagai mitra usaha
Pasar Uang Syariah, Bank Sentral

Komersial dan nonkomersi- al,
berorientasi laba dan nirlaba
Pengadilan, Badan Arbitrase
Syariah Nasabah
- Dihadapi bersama antara bank
dan nasabah dengan prinsip

Universitas Sumatera Utara

Struktur Organisasi
Pengawas

debitur tidak terkait langsung
dengan bank
- Kemungkinan terjadi negative
spread
Dewan Komisaris

Investasi
Halal atau Haram

Sumber: Ascarya (2007: 33)

2.3

keadilan dan kejujuran
- Tidak mungkin terjadi negative
apread
Dewan
Komisaris,
Pengawas
Syariah,
Syariah Nasional

Dewan
Dewan

Halal

Bagi Hasil

2.3.1 Pengertian Bagi Hasil
Sistem bagi hasil adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian
hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian hasil usaha
ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana, maupun antara bank dengan
nasabah penerima dana.
Sebagaimana yang telah disebutkan bahwa bagi hasil adalah suatu istilah
yang sering digunakan oleh orang orang dalam melakukan usaha bersama untuk
mencari keuntungan yang akan diperoleh berdasarkan kesepakatan antara kedua
belah pihak yang mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian.
Menurut istilah bahasa, bagi hasil adalah transaksi pengelolahan bumi
dengan (upah) sebagai hasil yang keluar daripadanya. Yang dimaksudkan disini
adalah pemberian hasil untuk orang yang mengelola atau menanami tanah dari
yang dihasilkannya sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.
Sedangkan dalam Undang – undang No.2 Tahun 1960 tentang bagi hasil di
Indonesia yang terdapat dalam pasal 1 dikemukakan sebagai berikut :
“Perjanjian bagi hasil adalah perjanjian dengan nama apapun yang
diadakan antara pemilik pada suatu pihak dan seseorang atau badan hukum pada

Universitas Sumatera Utara

pihak lain yang dalam undang-undang ini disebut penggarap, berdasarkan bagian
mana penggarap diperkenankan oleh pemilik tersebut untuk menyelenggarakan
usaha pertanian diatas tanah pemilik, dengan pembagian hasilnya antara kedua
belah pihak”.(pasaribu dan lubis, 1994 : 61)
2.3.2

Cara Perhitungan Sistem Bagi Hasil
Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) N0 15/DSN-

MUI/IX/2000, ada dua jenis pendekatan dalam perhitungan bagi hasil atau prinsip
pembagian hasil usaha yaitu:
1. Pendekatan Revenue Sharing(bagi hasil/pendapatan)
Pendekatan ini merupakan perhitungan bagi hasil yang didasarkan pada
pendapatan yang didapat(laba kotor), artinya pendapatan yang didapat
sebelum dikurangi dengan biaya-biaya usaha.
2. Pendekatan Profit Sharing(bagi laba)
Pendekatan ini memiliki pengertian bahwa perhitungan bagi hasil
didasarkan pada laba bersih, yaitu pendapatan yang didapat dikurangi
dengan biaya usaha dan lain-lain.
Pembagian keuntungan dapat dilakukan setiap bulan berdasarkan saldo
yang mengendap selama periode tersebut. Umpamanya, seorang pemilik tabungan
mudharabah sebesar Rp 5.000.000 juta. Nisbah (perbandingan) bagi hasil 50% :
50%. Diasumsikan total saldo rata – rata dari tabungan mudharabah di BMI ada
Rp 100 juta dan keuntungan yang diperoleh dari dana tabungan sebesar Rp 3 juta.
Pada akhir bulan, nasabah akan memperoleh dana bagi hasil sebagai berikut
(Hasan, 2004:176):

Universitas Sumatera Utara

5.000.000
� 3.000.000 � 50% = 75.000
100.000.000
(Belum dipotong pajak)
Contoh perhitungan nisbah bagi hasil untuk bisnis perdagangan kacang
kedelai yang dibiayai dengan fasilitas Mudharabah, dapat dihitung sebagai
berikut:
Harga jual kacang kedelai

=

Rp.2.150/ kg

Harga jual kepada nasabah

=

setara 16% p.a

Volume penjualan kedelai per bulan

=

65.000 kg

Nilai penjualan (65.000 x Rp.2.150 )

=

Rp. 139.750.000

Harga pokok pembelian

=_____Rp. 125.000.000__

Pendapatan penjualan kedelai

=

Rp. 14.750.000

Berapa nisbah bagi hasilnya?
Perhitungan Nisbah :
Volume penjualan

= 65.000 kg

Profit margin:
(Rp. 14.750.000/139.750.000)x 100%

= 10,55%

Lama piutang (data neraca 31-07-2003)

= 65 hari

Lama persediaan (data neraca 31-08-2003)

= 2 hari

Lama utang dagang :
(pembayaran ke supplier & carry)

=0

Cash to cash periode = 360/(DI+DR-DP)

= 5,4

Profit margin per tahun = 5,4 x 10,55

= 57%

Nisbah antara Shahibul Maal dengan Mudharib

Universitas Sumatera Utara

Nisbah Bank Syariah : (16%)/ (57%)x100%

= 28%

Nisbah untuk Nasabah; 100% - 28%

= 72 %

Kasus Perhitungan Bagi Hasil (Mudharabah)
Seseorang nasabah mengajukan pembiayaan untuk modal kerja dagang
sebesar Rp.125.000.000 selama 1 tahun, dengan perbandingan bagi hasil antara
nasabah dan bank 72% : 28%. Bagaimana cara perhitungannya?
Dengan cara melakukan bagi hasil setiap bulan dan pokok modal
dikembalikan pada saat akhir perjanjian.
Tabel 2.2
Kasus Perhitungan Bagi Hasil
BUL.

PROYEKSI
PENDAPA
T-AN

PENDAPAT
AN AKTUAL

(A)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

(B)
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000

(C)
6.000.000
5.000.000
7.000.000
4.000.000
2.500.000
3.000.000
3.500.000
6.500.000
5.500.000
4.250.000
4.500.000

(D)
1.680.000
1.400.000
1.960.000
1.120.000
700.000
840.000
980.000
1.820.000
1.540.000
1.190.000
1.260.000

(E)
4.320.000
3.600.000
5.040.000
2.880.000
1.800.000
2.160.000
2.520.000
4.680.000
3.960.000
3.060.000
3.240.000

12

6.000.000

4.575.000

1.281.000

3.294.000

Kolom
(A)
(B)
(C)

Bank
28%

NISBAH
Nasabah
72%

CICIL
AN
POKO
K
(F)

125.00
0.000

TOTAL
ANGSURAN
(G)
1.680.000
1.400.000
1.960.000
1.120.000
700.000
840.000
980.000
1.820.000
1.540.000
1.190.000
1.260.000
126.281.000

KeteranganPerhitungan
Bulanperjalananpembiayaan yang dilakukannasabah
Pendapatanproyeksipendapatan
yang
diinginkanolehpemilik
(dapatdihitungdenganbantuanalat statistic, misalnyaregresi)
Pendapatanaktualmudharibadalah
data
pendapatan
diperolehmudharibdalamusaha

modal
yang

Universitas Sumatera Utara

(D)

Bagian
(nisbah)
pendapatanpemilik
diperolehdariporsinisbahdikalikandenganpendapatan actual mudharib.

modal,

(E)

Bagian
(nisbah)
pendapatanpelakuusaha
diperolehdariporsinisbahdikalikandenganpendapatan actual mudharib.

(mudharib),

(F)

Pengembalianpokok modal, yaitubesarandana yang dibayarpadaakhirperjanjian.

(G)

Total
pemberiannasabahkepadapemilikdanaberdasarkanporsi
disepakatisetiapbulannya.
Sumber: Muhammad (2014)

2.3.3

yang

Pengertian Bunga Bank
Bunga bank sendiri dapat diartikan berupa ketetapan nilai mata uang oleh

bank yang memiliki tempo/tenggang waktu, untuk kemudian pihak bank
memberikan kepada pemiliknya atau menarik dari si peminjam sejumlah bunga
(tambahan) tetap sebesar beberapa persen, seperti lima atau sepuluh persen.
Dengan kata lain bunga bank adalah sebuah system yang diterapkan oleh bankbank konvensional (non Islam) sebagai suatu lembaga keuangan yangmana fungsi
utamanya menghimpun dana untuk kemudian disalurkan kepada yang
memerlukan dana (pendanaan), baik perorangan maupun badan usaha, yang
berguna untuk investasi produktif dan lain-lain.
Pendapat para ulama ahli fiqh bahwa bunga yang dikenakan dalam
transaksi pinjaman (utang-piutang, al-qardh; al-qardh wa al-iqtiradh) telah
memenuhi kriteria riba yang diharamkan Allah SWT., seperti dikemukakan,
antara lain, oleh :
Imam Nawawi dalam Al-Majmu’:
Al-Nawawi berkata, al-Mawardi berkata: Sahabat-sahabat kami (ulama
mazhab Syafi’i) berbeda pendapat tentang pengharaman riba yang ditegaskan oleh
al-Qur’an, atas dua pandangan. Pertama, pengharaman tersebut bersifat mujmal
(global) yang dijelaskan oleh sunnah. Setiap hukum tentang riba yang

Universitas Sumatera Utara

dikemukakan oleh sunnah adalah merupakan penjelasan (bayan) terhadap
kemujmalan al-Qur’an, baik riba naqd maupun riba nasi’ah. Kedua, bahwa
pengharaman riba dalam al-Qur’an sesung-guhnya hanya mencakup riba nasa’
yang dikenal oleh masyarakat Jahiliah dan permintaan tambahan atas harta
(piutang) disebabkan penambahan masa (pelunasan). Salah seorang di antara
mereka apabila jatuh tempo pembayaran piutangnya dan pihak berhutang tidak
membayarnya, ia menambahkan piutangnya dan menambahkan pula masa
pembayarannya. Hal seperti itu dilakukan lagi pada saat jatuh tempo berikutnya.
Itulah maksud firman Allah: “… janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda…”.QS Ali 'Imran 130(QS. 3:130)
2.3.4

Perbedaan Bagi Hasil dengan Sistem Bunga

Tabel 2.3
Perbedaan Bagi Hasil dengan Sistem Bunga
Bunga
Bagi Hasil
Besarnya bunga ditetapkan pada saat Bagi hasil ditetapkan dengan rasio
perjanjian dan mengikat kedua pihak nisbah yang disepakati antara pihak
yang melaksanakan perjanjian dengan yang melaksanakanakad pada saat
asumsi bahwa pihak penerima akad dengan berpedoman adanya
pinjaman akan selalu mendapatkan kemungkinan
keuntungan
atau
keuntungan.
kerugian.
Besarnya bunga yang diterima Besarnya
bagi
hasil
dihitung
berdasarkan perhitungan persentase berdasarkan nisbah yang diperjanjikan
bunga dikalikan dengan jumlah dana dikalikan dengan jumlah pendapatan
yang dipinjamkan.
dan/atau keuntungan yang diperoleh.
Jumlah bunga yang diterima tetap, Jumlah bagi hasil akan dipengaruhi
meskipun usaha peminjam meningkat oleh besarnya pendapatan dan/atau
atau menurun.
keuntungan.
Bagi
hasil
akan
berfluktuasi.
Sistem bunga tidak adil, karena tidak Sistem
bagi
hasil
adil,karena
terkait dengan hasil usaha peminjam.
perhitungannya berdasarkan hasil
usaha.
Eksistensi bunga diragukan oleh Tidak ada agama satu pun yang
semua agama.
meragukan bagi hasil.
Sumber : Ismail (2013)

Universitas Sumatera Utara

2.4

Mudharabah

2.4.1. Pengertian Mudharabah
Mudlarabah berasal dari fiil madhi yang mempunyai arti memukul atau
berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses
seseorang memukulkan kakinya denganmenjalankan usaha.
Mudharabah adalah termasuk macam syarikat yang paling lama dan
paling banyak dipakai dalam masyarakat, dan telah dikenal oleh bangsa Arab
sebelum Islam serta telah dijalankan oleh Rasulullah SAW sebelum kenabiannya
sebagaimana telah diakui dan disetujui Nabi SAW setelah kenabiannya.
Penamaan macam syarikat ini dengan (mudlarabah) adalah menurut umat Islam
di Iraq dan mereka juga menamainya dengan (Mu'amalah) dikatakan; 'aamaltu
rajulan mu'amalatan yang berarti adalah saya memberinya uang untuk
mudlarabah.
Para penduduk Hijaz menamainya dengan Qiradh yaitu berasal dari fiil
madhi qardh yang berarti al-qath'u atau pemotongan. Hal itu karena pemilik harta
memotong dari sebagian hartanya sebagai modal dan menyerahkan hak
pengurusanya kepada orang yang mengelolanya dan pengelola memotong untuk
pemilik bagian dari keuntungan sebagai hasil dari usaha dan kerjanya.
2.4.2. Pengertian Mudharabah Menurut Para Ulama’ Fikih
Sedangkan pengertian menurut istilah para ulama’ fikih mudlarabah
adalah sebagai berikut :
a. Mazhab Hanafi mendefiniskan mudlarabah sebagai akad atas suatu
syarikat dalam keuntungan dengan modal harta dari satu pihak dan dengan

Universitas Sumatera Utara

pekerjaan (usaha) dari pihak yang lain. Secara tekstual ditegaskan bahwa
syarikat mudlarabah adalah suatu akad (kontrak) dan mereka juga
menjelaskan unsur-unsur pentingnya yaitu; berdirinya syarikat ini atas
usaha fisik dari satu pihak dan atas modal dari pihak yang lain, namun
tidak menjelaskan dalam definisi tersebut cara pembagian keuntungan
antara kedua orang yang bersyarikat itu. Sebagaimana mereka juga tidak
menyebutkan syarat yang harus dipengaruhi pada masing-masing pihak
yang melakukan kontrak dan syarat yang harus dipenuhi pada modal.
b. Mazhab Maliki mendefiniskan mudlarabah sebagai suatu pemberian
mandat (taukiil) untuk berdagang dengan mata uang tunai yang diserahkan
(kepada pengelolanya) dengan mendapatkan sebagian dari keuntungannya,
jika diketahui jumlah dan keuntungan. Mazhab Maliki menyebutkan
berbagai persyaratan dan batasan yang harus dipenuhi dalam mudlarabah
dan cara pembagian keuntungan yaitu dengan bagian jelas yang tertentu
sesuai kesepakatan antara kedua pihak yang bersyarikat. Namun definisi
ini tidak menegaskan kategorisasi mudlarabah sebagai suatu akad
(kontrak), melainkan ia menyebutkan bahwa mudlarabah adalah
pembayaran (penyerahan modal) itu sendiri. Demikian pula definisi ini
telah menetapkan wakalah bagi pihak mudharib ('amil) sebelum pengelola
modal mudlarabah dan mempengaruhi keabsahannya bukannya sebelum
akad. Sebagaimana terdapat perbedaan antara seorang wakil kadang
mengambil jumlah tertentu dari keuntungan kerjanya. Seorang wakil
kadang mengambil jumlah tertentu dari keuntungan baik modal

Universitas Sumatera Utara

itumendapatkan

keuntungan

atau

tidak

mendapatkan

keuntungan,

sedangkan seorang mudharib tidak berhak mendapatkan apapun kecuali
pada saat mengalami keuntungan dan baginya adalah sejumlah tertentu
dari rasio pembagian.
c. Mazhab Syafi'i mendefiniskan mudlarabah sebagai suatu akad yang
memuat penyerahan modal kepada orang lain untuk mengusahakannya dan
keuntungannya dibagi antara mereka berdua. Meskipun mazhab Syafi'I
telah menegaskan kategorisasi mudlarabah sebagai suatu akad, namun ia
tidak menyebutkan apa yang harus dipenuhi dari persyaratan kedua pihak
yang melakukan akad, sebagaimana ia juga tidak menjelaskan cara
pembagian keuntungan.
d. Mazhab Hanbali mendefiniskan mudlarabah sebagai penyerahan suatu
modal tertentu dan jelas jumlahnya atau semaknanya kepada orang yang
mengusahakannya dengan mendapatkan bagian tertentudari keuntungan.
Meskipun definisi ini telah menyebutkan bahwa pembagian keuntungan
adalah antara kedua orang yang bersyarikat menurut yang mereka
tentukan, namun ia tidak menyebutkan lafadz akad sebagaimana juga
belum menyebutkan persyaratan yang harus dipenuhi pada diri kedua
orang yang melakukan akad.
Al-Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana
pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan
pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib). Keuntungan usaha secara
mudhArabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak,

Universitas Sumatera Utara

sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan
akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian ini diakibatkan karena
kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas
kerugian tersebut. Akad mudhrabah secara umum terbagi menjadi dua jenis :
1. Mudharabah Muthlaqah Adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal
dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh
spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis.
2. Mudharabah Muqayyadah adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal
dan mudharib dimana mudhrib memberikan batasan kepada shahibul maal
mengenai tempat, cara dan obyek investasi.
2.5

Rukun dan Syarat Mudharabah
Mengenai rukun mudlarabah, ada beberapa hal yang harus dipenuhi dan

dilaksanakan yaittu:
-

Malik atau shahibul maal ialah yang mempunyai modal.

-

Amil atau mudharib ialah yang akan menjalankan modal.

-

Amal, ialah harta pokok atau modal.

-

Shighat, atau perintah atau usaha dari yang menyuruh berusaha.

-

Kerja atau usahanya harus jelas.

-

Keuntungan di bagi berdasarkan kesepakatan.
Adapun syarat-syaratmudlarabah yang harus dipenuhi adalah:

-

Barang yang diserahkan adalah mata uang. Tidak sah menyerahkan harta
benda atau emas perak yang masih dicampur atau masih berbentuk
perhiasan.

Universitas Sumatera Utara

-

Melafadzkan

ijab

dari

yang

punya

modal,

dan

qobul

dari

yangmenjalankannya.
-

Diterapkan dengan jelas, bagi hasil bagian pemilik modal dan mudharib.

-

Dibedakan dengan jelas antara modal dan hasil yang akan dibagihasilkan
dengan kesepakatan.

2.6

Orang yang terkait dalam akad adalah cakap bertindak hukum.
Penelitian Terdahulu
Adapun penelitian – penelitian terdahulu yang berkaitan dengan judul

penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Ernawati (2012), yang didalam penelitiannya yang berjudul “Analisis
Pemahaman Nasabah Terhadap Produk Bank Syariah Muamalat Indonesia
KCP Gajah Mada Medan”dengan menggunakan teknik analisis deskriptif
yang

menyimpulkan

bahwa

berdasarkan

hasil

yang

diperoleh

menunjukkan bahwa tingkat pemahaman nasabah terhadap produk-produk
yang ditawarkan oleh Bank Muamalat Indonesia beragam. Tingkat
pemahaman nasabah yang paling tinggi yaitu pemahaman terhadap produk
mudharabah dan kemudian produk wadiah, sedangkan pemahaman
terhadap produk murabahah, ijarah, dan musyarakah masih rendah. Hal ini
karena mayoritas nasabah lebih banyak menggunakan produk mudharabah
dan wadiah. Pada umumnya nasabah hanya memahami produk-produk
yang mereka gunakan saja.
2. Mirza Zamzami (2013), didalam penelitiannya yang berjudul “Analisis
Perbandingan Persepsi Mahasiswa USU Dengan Mahasiswa IAIN-SU

Universitas Sumatera Utara

Terhadap

Eksistensi

Perbankan

Syariah

Di

Indonesia”

dengan

menggunakan teknik analisis komparatif yang menyimpulkan bahwa
berdasarkan hasil penelitian yang mengunakan uji U mann-whitney
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara persepsi
mahasiswa USU dengan mahasiswa IAIN-SU terkait dengan Prinsip Dasar
Perbankan Syariah, Perkembangan Perbankan Syariah, Peran dan Fungsi
Perbankan Syariah, Manfaat Terhadap Masyarakat dan dampak eksistensi
perbankan syariah.
3. Asmaul Hasanah Harahap (2014), yang didalam penelitiannya yang
berjudul “Analisia Tingkat Pemahaman Masyarakat Kota Medan Terhadap
Produk-Produk Perbankan Syariah Studi Kasus : Kecamatan Medan
Petisah”

dengan

menggunakan

teknik

analisis

deskriptif

yangmenyimpulkan bahwa hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
tingkat pemahaman masyarakat kota medan, kecamatan medan petisah
sangat rendah terhadap produk-produk perbankan syariah. Terdapat
masing masing 3% dari responden yang sangat paham terhadap produk
penghimpunan dana wadi’ah dan mudharabah, terdapat masing masing 4%
responden yang sangat paham terhadap produk penyaluran dana
murabahah dan musyarakah yang ditawarkan bank syariah, dan terdapat
3% responden yang sangat paham terhadap produk jasa wakalah.
Sebanyak 25 orang responden dengan benar menjawab arti dari produk
wadi’ah dalam kuisioner, dan sebanyak 26 orang dengan benar menjawab
arti dari produk mudharabah. Terdapat 21 orang responden dengan benar

Universitas Sumatera Utara

memilih arti musyarakah dalam kuisioner, 14 orang responden memilih
dengan benar arti dari produk murabahah dan terdapat 7 orang responden
yang dapat menjawab dengan benar arti dari produk wakalah.
2.7

Kerangka Konseptual
Adapun krangka pemikiran penulis yang menjadi pijakan dalam penulisan

enelitian ini adalah sebagai berikut:
Mahasiswa FE
USU

Sistem Bagi Hasil
Mudharabah
Bank Syariah Di Kota Medan

Pemahaman

Mahasiswa FE
UISU
Gambar 2.1 : Kerangka Konseptual

2.8

Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir yang diutarakan maka dapat diajukan

hipotesis sebagai berikut :
a. Ho : adanya perbedaan persepsi antara mahasiswa FE USU dengan mahasiswa
FE UISU. Jika U test < dari 0,05.
b. Ha : Tidak adanya perbedaan persepsi antara mahasiswa FE USU dengan
mahasiswa FE UISU. Jika U test > 0,05.

Universitas Sumatera Utara